Download pdf - DM farmasi

Transcript

Tugas Makalah Farmasi

DIABETES MELITUS

Oleh: Ria Widowati G 0006217

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUANDiabetes mellitus, DM yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing gula adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari:

defisiensi sekresi hormon insulin penurunan resistensi insulin atau keduanya.

Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes mellitus, antara lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom Werner, sindrom Wolfram,[3] leukoaraiosis, demensia,[4] hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme,[5] dan lain-lain. Pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 150 juta orang di dunia mengidap diabetes mellitus. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2005, dan sebagian besar peningkatan itu akan terjadi di negaranegara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Populasi penderita diabetes di Indonesia diperkirakan berkisar antara 1,5 sampai 2,5% kecuali di Manado 6%. Dengan jumlah penduduk sekitar 200 juta jiwa, berarti lebih kurang 3-5 juta penduduk Indonesia menderita diabetes. Tercatat pada tahun 1995, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 5 juta jiwa. Pada tahun 2005 diperkirakan akan mencapai 12 juta penderita . Walaupun Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non-obat dan terapi obat.

BAB II Tinjauan PustakaA. PENGERTIAN Diabetes mellitus (DM) sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya selsel tubuh terhadap insulin.Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes mellitus, antara lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom Werner, sindrom Wolfram,[3] leukoaraiosis, demensia,[4] hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme,[5] dan lain-lain. B. KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS Klasifikasi diabetes melitus mengalami perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu. Dahulu diabetes diklasifikasikan berdasarkan waktu munculnya (time of onset). Diabetes yang muncul sejak masa kanak-kanak disebut juvenile diabetes, sedangkan yang baru muncul setelah seseorang berumur di atas 45 tahun disebut sebagai adult diabetes. Namun klasifikasi ini sudah tidak layak dipertahankan lagi, sebab banyak sekali kasus-kasus diabetes yang untuk mengklasifikasikannya. Pada tahun 1968, ADA (American Diabetes Association) mengajukan rekomendasi mengenai standarisasi uji toleransi glukosa dan mengajukan istilah-istilah Pre-diabetes, Suspected Diabetes, Chemical atau Latent Diabetes dan Overt Diabetes untuk pengklasifikasiannya. British Diabetes Association (BDA) mengajukan istilah yang berbeda, yaitu Potential Diabetes, Latent Diabetes, Asymptomatic atau Sub-clinical Diabetes, dan Clinical Diabetes. WHO pun telah beberapa kali mengajukan klasifikasi diabetes melitus.Pada tahun 1965 WHO mengajukan beberapa istilah dalam pengklasifikasian diabetes, antara lain Childhood Diabetics, Young Diabetics, Adult Diabetics dan Elderly Diabetics. Pada tahun 1980 WHO mengemukakan klasifikasi baru diabetes melitus memperkuat rekomendasi National Diabetes Data Group pada tahun 1979 yang mengajukan 2 tipe utama diabetes melitus, yaitu "InsulinDependent Diabetes Mellitus" (IDDM) disebut juga Diabetes Melitus Tipe 1 dan "Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (NIDDM) yang disebut juga Diabetes Melitus Tipe 2. Pada tahun 1985 WHO mengajukan revisi klasifikasi dan tidak lagi menggunakan terminologi DM Tipe 1 dan 2, namun tetap mempertahankan istilah "Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (IDDM) dan

"Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (NIDDM), walaupun ternyata dalam publikasi-publikasi WHO selanjutnya istilah DM Tipe 1 dan 2 tetap muncul. Disamping dua tipe utama diabetes melitus tersebut, pada klasifikasi tahun 1980 dan 1985 ini WHO juga menyebutkan 3 kelompok diabetes lain yaitu Diabetes Tipe Lain, Toleransi Glukosa Terganggu atau Impaired Glucose Tolerance (IGT) dan Diabetes Melitus Gestasional atau Gestational Diabetes Melitus (GDM). Pada revisi klasifikasi tahun 1985 WHO juga mengintroduksikan satu tipe diabetes yang disebut Diabetes Melitus terkait Malnutrisi atau Malnutrition-related Diabetes Mellitus (MRDM. Klasifkasi ini akhirnya juga dianggap kurang tepat dan membingungkan sebab banyak kasus NIDDM (NonInsulin-Dependent Diabetes Mellitus) yang ternyata juga memerlukan terapi insulin. Saat ini terdapat kecenderungan untuk melakukan pengklasifikasian lebih berdasarkan etiologi penyakitnya. 1. Diabetes Mellitus Tipe 1: Destruksi sel umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolut A. Melalui proses imunologik (Otoimunologik) B. Idiopatik 2. Diabetes Mellitus Tipe 2 Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin 3. Diabetes Mellitus Tipe Lain a. Defek genetik fungsi sel : kromosom 12, HNF-1 (dahulu disebut MODY 3), kromosom 7, glukokinase (dahulu disebut MODY 2) kromosom 20, HNF-4 (dahulu disebut MODY 1) DNA mitokondria b. Defek genetik kerja insulin c. Penyakit eksokrin pankreas: Pankreatitis Trauma/Pankreatektomi Neoplasma Cistic Fibrosis Hemokromatosis Pankreatopati fibro kalkulus d. Endokrinopati: 1. Akromegali 2. Sindroma Cushing 3. Feokromositoma 4. Hipertiroidisme e. Diabetes karena obat/zat kimia: Glukokortikoid, hormon tiroid, asam nikotinat, pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferon f. Diabetes karena infeksi 13 g. Diabetes Imunologi (jarang) h. Sidroma genetik lain: Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea, Prader Willi 4. Diabetes Mellitus Gestasional Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk DM Tipe 2 5. Pra-diabetes:

a. IFG (Impaired Fasting Glucose) = GPT (Glukosa Puasa Terganggu) b. IGT (Impaired Glucose Tolerance) = TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) C. FAKTOR RISIKO Setiap orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko diabetes selayaknya waspada akan kemungkinan dirinya mengidap diabetes. Para petugas kesehatan, dokter, apoteker dan petugas kesehatan lainnya pun sepatutnya memberi perhatian kepada orang-orang seperti ini, dan menyarankan untuk melakukan beberapa pemeriksaan untuk mengetahui kadar glukosa darahnya agar tidak terlambat memberikan bantuan penanganan. Karena makin cepat kondisi diabetes melitus diketahui dan ditangani, makin mudah untuk mengendalikan kadar glukosa darah dan mencegah komplikasikomplikasi yang mungkin terjadi. Faktor-faktor resiko DM : 1. Riwayat : Diabetes dalam keluarga, Diabetes Gestasional, Melahirkan bayi dengan berat badan >4 kg, Kista ovarium (Polycystic ovary syndrome), IFG (Impaired fasting Glucose) atau IGT (Impaired glucose tolerance) 2. Obesitas : >120% berat badan ideal 3. Umur : 20-59 tahun : 8,7% > 65 tahun : 18% 4. Etnik/Ras 5. Hipertensi >140/90mmHg 6. Hiperlipidemia Kadar HDL rendah 250mg/dl 20 8. Faktor-faktor Lain Kurang olah raga 9. Pola makan rendah serat D. GEJALA KLINIK Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas: 1. Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit). 2. Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.

E. DIAGNOSIS Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikan penderita antara lain badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita. Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis DM. Glukosa Plasma Puasa : Normal 126 mg/dL Glukosa Plasma 2 jam setelah makan : Normal 200 mg/dL Untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan konfirmasi atau pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan paling tidak satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang abnormal tinggi (>200 mg/dL) pada hari lain, kadar glukosa darah puasa yang abnormal tinggi (>126 mg/dL), atau dari hasil uji toleransi glukosa oral didapatkan kadar glukosa darah paska pembebanan >200 mg/dL. Untuk menegakkan diagnosis DM Tipe 1, perlu dilakukan konfirmasi dengan hasil uji toleransi glukosa oral. Kurva toleransi glukosa penderita DM Tipe 1 menunjukkan pola yang berbeda dengan orang normal sebagaimanayangditunjukkan dalam gambar F. KOMPLIKASI Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi akut dan kronis. Berikut ini akan diuraikan beberapa komplikasi yang sering terjadi dan harus diwaspadai: 1. komplikasi akut : HIPOGLIKEMIA Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap), keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1, yang dapat dialami 1 2 kali perminggu. Dari hasil survei yang pernah dilakukan di Inggeris diperkirakan 2 4% kematian pada penderita diabetes

tipe 1 disebabkan oleh serangan hipoglikemia. Pada penderita diabetes tipe 2, serangan hipoglikemia lebih jarang terjadi, meskipun penderita tersebut mendapat terapi insulin. HIPERGLIKEMIA Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-tiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur. Apabila diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi parah. Hipergikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis, disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang keduanya dapat berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat dicegah dengan kontrol kadar gula darah yang ketat. 2. Komplikasi kronik KOMPLIKASI MAKROVASKULAR 3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome. Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus dilakukan sangat penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan lain sebagainya. KOMPLIKASI MIKROVASKULAR Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati. Disamping karena kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat terjadi dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda risiko komplikasi mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat keparahan diabetes. Satusatunya cara yang signifikan untuk mencegah atau memperlambat jalan

perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah dengan pengendalian kadar gula darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan menggunakan suntikan insulin multi-dosis atau dengan pompa insulin yang disertai dengan monitoring kadar gula darah mandiri dapat menurunkan risiko timbulnya komplikasi mikrovaskular sampai 60%. G. PENATALAKSANAAN DIABETES Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu: 1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal. 2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes. Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat. Dalam penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila dengan langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya. Bersamaan dengan itu, apa pun langkah penatalaksanaan yang diambil, satu faktor yang tak boleh ditinggalkan adalah penyuluhan atau konseling pada penderita diabetes oleh para praktisi kesehatan, baik dokter, apoteker, ahli gizi maupun tenaga medis lainnya. 1. TERAPI TANPA OBAT a. Pengaturan Diet Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat : 60-70% Protein : 10-15% Lemak : 20-25% 25 Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup. Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.

Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral. b. Olah Raga Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous,Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup. Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral.

2. TERAPI OBAT (Obat Anti Diabetik)Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olah raga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu

dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya: a. TERAPI INSULIN Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-sel Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral. Indikasi terapi insulin: o Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin endogen oleh sel-sel kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada . o Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah o Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke o DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin, apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. o Ketoasidosis diabetik o Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia hiperosmolar non-ketotik. o Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin. o Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat o Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO PENGGOLONGAN SEDIAAN INSULIN Untuk terapi, ada berbagai jenis sediaan insulin yang tersedia, yang terutama berbeda dalam hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration). Sediaan insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu: o Insulin analog kerja cepat (rapid acting) : apidra, novorapid, humolog. o Insulin analog kerja pendek ( short acting) : Humulin R, Actrapid. o Insulin manusia kerja menengah (intermediate) : humulin N, insulatard. o Insulin analog kerja panjang (Long-acting insulin) : lantus, levemir.

Respon individual terhadap terapi insulin cukup beragam, oleh sebab itu jenis sediaan insulin mana yang diberikan kepada seorang penderita dan berapa frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual, bahkan seringkali memerlukan penyesuaian dosis terlebih dahulu. Umumnya, pada tahap awal diberikan sediaan insulin dengan kerja sedang, kemudian ditambahkan insulin dengan kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Insulin kerja singkat diberikan sebelum makan, sedangkan Insulin kerja sedang umumnya diberikan satu atau dua kali sehari dalam bentuk suntikan subkutan. Namun, karena tidak mudah bagi penderita untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia sediaan campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang (NPH). Waktu paruh insulin pada orang normal sekitar 5-6 menit, tetapi memanjang pada penderita diabetes yang membentuk antibodi terhadap insulin. Insulin dimetabolisme terutama di hati, ginjal dan otot. Gangguan fungsi ginjal yang berat akan mempengaruhi kadar insulin di dalam darah. MEMULAI DAN ALUR PEMBERIAN TERAPI INSULIN 1. DM tipe I Pada umumnya, dosis insulin yang diberikan pada pasien DMT1 yang baru adalah 0,5 unit/bbKg/hr. Kemudian dosis insulin harian total berdasar perhitungan: 40% insulin basal (pemberian nya dapat 1kali pada pagi hari maupun di bagi menjadi 2 siang, dan sore), 60% insulin prandial(pemberian di bagi menjadi 3 sebelum makan pagi, siang, dan malam). 2. DM tipe 2 Tidak semua pasien DMT2 membutuh kan insulin. Pasien DM tipe 2 yang baru datang pertama kali di berikan terapi pola hidup dan metformin, dalam kurun waktu 2-3 bulan sasaran terapi belum tercapai dapat ditambah OHO yang lain atau mulai d beri insulin basal. Pemberian insulin basal di sini sama dengan DMT1 yang dapat diberi sekali pada pagi hari, maupun 2 kali siang dan sore. Jika dalam 2-3 bulan target terpai tidak tercapai, baru di berikan terapi insulin intensif (basal plus/bolus) b. TERAPI OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada. PENGGOLONGAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 5 golongan, yaitu:

o Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin). o Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif. o Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor glukosidase (arcabose) yang bekerja menghambat absorpsi glukosa pada usus halus dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga starch-blocker. o Penghambat glukoneogenesis di hati. Meliputi metformin. o DPP-IV inhibitor. DPP-IV inhibitor menghambat kerja DPP-IV, sehingga GLP-1 dapat bekerja dengan maksimal. Golongan Sulfonilurea Merupakan obat hipoglikemik oral yang paling dahulu ditemukan. Sampai beberapa tahun yang lalu, dapat dikatakan hampir semua obat hipoglikemik oral merupakan golongan sulfonilurea. Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya. Senyawasenyawa sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid. Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar pancreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel Langerhans pankreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan ekresi insulin oleh kelenjar pancreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat glukosa (atau kondisi hiperglikemia) gagal merangsang sekresi insulin, senyawa-senyawa obat ini masih mampu meningkatkan sekresi insulin. Oleh sebab itu, obat-obat golongan sulfonilurea sangat bermanfaat untuk penderita diabetes yang kelenjar pankreasnya masih mampu memproduksi insulin, tetapi karena sesuatu hal terhambat sekresinya. Pada penderita dengan kerusakan sel-sel Langerhans kelenjar pancreas, pemberian obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea tidak bermanfaat. Pada dosis tinggi, sulfonilurea menghambat degradasi insulin oleh hati. Absorpsi senyawa-senyawa sulfonilurea melalui usus cukup baik, sehingga dapat diberikan per oral. Setelah diabsorpsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam plasma sebagian terikat pada protein plasma terutama albumin (70-90%). Efek samping obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea umumnya ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung dan sakit kepala. Gangguan susunan syaraf pusat berupa vertigo, bingung,

ataksia dan lain sebagainya. Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia, agranulosistosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Klorpropamida dapat meningkatkan ADH (Antidiuretik Hormon). Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia. Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat hipoglikemik oral dengan masa kerja panjang. Banyak obat yang dapat berinteraksi dengan obat-obat sulfonilurea, sehingga risiko terjadinya hipoglikemia harus diwaspadai. Obat atau senyawa-senyawa yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu pemberian obat-obat hipoglikemik sulfonilurea antara lain: alkohol, insulin, fenformin, sulfonamida, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezida, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO (Mono Amin Oksigenase), guanetidin, steroida anabolik, fenfluramin, dan klofibrat. Kontraindikasi: Penggunaan obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea harus hati-hati pada pasien usia lanjut, wanita hamil, pasien dengan gangguan fungsi hati, dan atau gangguan fungsi ginjal. Klorpropamida dan glibenklamida tidak disarankan untuk pasien usia lanjut dan pasien insufisiensi ginjal. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal masih dapat digunakan glikuidon, gliklazida, atau tolbutamida yang kerjanya singkat. Wanita hamil dan menyusui, porfiria, dan ketoasidosis merupakan kontra indikasi bagi sulfonilurea. Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada penderita diabetes yuvenil, penderita yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, dan diabetes melitus berat. Obat-obat golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan. Ada beberapa senyawa obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea yang saat ini beredar (Tabel 9). Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea generasi pertama yang dipasarkan sebelum 1984 dan sekarang sudah hampir tidak dipergunakan lagi antara lain asetoheksamida, klorpropamida, tolazamida dan tolbutamida. Yang saat ini beredar adalah obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang dipasarkan setelah 1984, antara lain gliburida (glibenklamida), glipizida, glikazida, glimepirida, dan glikuidon. Senyawa-senyawa ini umumnya tidak terlalu berbeda efektivitasnya, namun berbeda dalam farmakokinetikanya, yang harus dipertimbangkan dengan cermat dalam pemilihan obat yang cocok untuk masing-masing pasien dikaitkan dengan kondisi kesehatan dan terapi lain yang tengah dijalani pasien. Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin Obat-obat hipoglikemik oral golongan glinida ini merupakan obat hipoglikemik generasi baru yang cara kerjanya mirip dengan golongan sulfonilurea. Kedua golongan senyawa hipoglikemik oral ini bekerja meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Umumnya senyawa obat hipoglikemik golongan meglitinida dan turunan fenilalanin ini dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik oral lainnya.

Golongan Biguanida Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawasenyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. Satu-satunya senyawa biguanida yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Metformin masih banyak dipakai di beberapa negara termasuk Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosis laktat cukup sedikit asal dosis tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati. Efek samping yang sering terjadi adalah nausea, muntah, kadangkadang diare, dan dapat menyebabkan asidosis laktat. Kontra Indikasi Sediaan biguanida tidak boleh diberikan pada penderita gangguan fungsi hepar, gangguan fungsi ginjal, penyakit jantung kongesif dan wanita hamil. Pada keadaan gawat juga sebaiknya tidak diberikan biguanida Golongan Tiazolidindion (TZD) Senyawa golongan tiazolidindion bekerja meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPAR (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin. Senyawasenyawa TZD juga menurunkan kecepatan glikoneogenesis. Golongan Inhibitor -Glukosidase Senyawa-senyawa inhibitor -glukosidase bekerja menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim -glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita diabetes. Senyawa inhibitor -glukosidase juga menghambat enzim -amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus. Obat ini merupakan obat oral yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600 mg/hari. Obat ini efektif bagi penderita dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl. Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Obatobat inhibitor -glukosidase dapat diberikan sebagai obat tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan obat hipoglikemik lainnya. Obat ini umumnya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap sampai 150-600 mg/hari. Dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan. Efek samping obat ini adalah perut kurang enak, lebih banyak flatus dan kadang-kadang diare, yang akan berkurang setelah pengobatan berlangsung lebih lama. Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Bila diminum bersama-sama obat golongan

sulfonilurea (atau dengan insulin) dapat terjadi hipoglikemia yang hanya dapat diatasi dengan glukosa murni, jadi tidak dapat diatasi dengan pemberian gula pasir. Obat ini umumnya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap, serta dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan.

BAB II LAPORAN KASUSI. ANAMNESIS A. Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Suku Agama Status Perkawinan Pekerjaan No. RM Tanggal Masuk RS Identitas Pasien : Ny. Sri Martini : 65 tahun : Perempuan : Kaplingan RT 02/20 Jebres, Surakarta : Jawa : Islam : Menikah : Ibu Rumah Tangga : 810743 : 11 Mei 2011

Tanggal Pemeriksaan : 17 Mei 2011 B. Keluhan Utama:

Kesemutan pada kedua tangan dan kaki. C. Riwayat Penyakit Sekarang 1 minggu SMRS pasien mengeluh mengalami kesemutan pada kedua tangan dan kaki. Awal mula kesemutan hilang timbul, kemudian dirasakan terus menerus. Pasien juga merasa lemas dan mudah lelah. Kesemutan tidak berkurang saat dipijat maupun diberi obat balsam pada kulit. BAK lancar, warna kuning jernih, dengan frekuensi 9-10 kali perhari sebanyak - 1 gelas belimbing, tidak terasa panas, nyeri, anyanganyangan, tidak ada darah saat berkemih. BAB sebanyak 1-2 kali perhari, warna kuning kecoklatan, berbentuk, tidak ada darah maupun lendir pada tinja.

3 bulan lalu, pasien sering merasa mudah haus dan mudah lapar. Padahal pasien tidak melakukan kegiatan di luar kebiasaan. BAK juga meningkat, 9-10 kali sehari @ gelas belimbing. Pasien juga merasakan gatal-gatal pada tangan dan kaki, gatal hilang timbul, oleh pasien hanya di beri bedak gatal.

D.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 17 Mei 2011.

A. B.Tensi

Keadaan Umum Tanda Vital : 120/80 : 20 x / menit

: sakit sedang, compos mentis, gizi

kesan cukup

Respirasi Nadi Suhu C. Status Gizi Berat Badan Tinggi Badan BMI D. Kulit

: 84 x / menit, reguler, isi dan tegangan cukup : 36,5 C (per axiller) : 65 : 155 : 27,08 (overweight)

Warna sawo matang, ikterik (-), turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-), luka (-), jaringan sikatrik (-), tes rumple leed (-). E. Kepala Bentuk mesocephal, rambut hitam, uban (-), lurus, mudah rontok (-), mudah dicabut (-), moon face (-). F. Mata (-/-), Mata cowong (-/-), Oedema palpebra (-/-), conjungtiva palpebra pucat

conjungtiva suffusion (-/-), sklera ikterushemoragik (-/-), perdarahan konjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+). G. Telinga Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoideus (-).

H. I.

Hidung Mulut

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi pembau baik (+). Sianosis (-), gusi berdarah (-), mukosa bibir kering (-), pucat (-), lidah tiphoid (-), papil lidah atrofi (-), stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-), foetor ex ore (-). J. Tenggorokan Faring hiperemis (-), tonsil T1/T1, pembesaran tonsil (-) K. Leher JVP R+2 cmH2O , trachea di tengah, simetris, pembesaran limfonodi cervical (-). L. Limfonodi Kelenjar limfe retroaurikuler, submandibuler, servikalis, supraklavikularis, aksilaris dan inguinalis tidak membesar. M. Thorax Bentuk simetris, retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan toracoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-).

N.-

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : : SIC II linea sternalis sinistra. : SIC IV linea sternalis dextra. : SIC II linea sternalis sinistra. : SIC V 2 cm medial linea medioklavicularis sinistra. Kesan : batas jantung kesan tidak melebar. : iktus kordis tidak tampak : iktus kordis tidak kuat angkat, tidak teraba.

Batas jantung kanan atas Batas jantung kanan bawah Batas jantung kiri atas Batas jantung kiri bawah

-

Auskultasi

:

HR : 84 kali/menit reguler Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler, bising(-), gallop (-). O. Pulmo Depan Inspeksi

Statis

: normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.

Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak melebar, retraksi intercostal (-). Palpasi Statis Perkusi Kanan Kiri : sonor mulai redup di SIC VI : sonor, mulai redup sesuai pada batas jantung, batas paru lambung Auskultasi Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi basah kasar (-), ronchi basah halus (-) di daerah basal, eksperium diperpanjang (-), wheezing (-). Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi basah kasar (-), ronchi basah halus (-) didaerah basal, wheezing(-). Belakang Inspeksi : Statis retraksi (-) Dinamis Palpasi Statis Dinamis Perkusi Auskultasi : pengembangan dada kanan = kiri, sela iga : simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-) : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri : Sonor menjadi redup mulai SIC IX : Kanan : suara dasar vesikuler (+) normal, suara tambahan wheezing (-), ronki basah kasar (-), ronki basah halus(-) Kiri : suara dasar vesikuler (+) normal, suara tambahan wheezing (-), ronki basah kasar (-), ronki basah halus (-) tidak melebar, retraksi intercostalis (-) : normochest, simetris, sela iga tidak melebar, di Spatium Inter Costale (SIC) VI linea medioclavicularis sinistra. : simetris Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri

Punggung P.

:

kifosis

(-),

lordosis

(-),

skoliosis(-),

nyeri

ketok

kostovertebra(-/-) Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi Q. R. : dinding perut // dinding dada, distended (-), venektasi (-), sikatrik (-) : peristaltik (+) normal, nyeri ketok costovertebral (-) : timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-), area troube LS 14cm. : supel, hepar/lien tidak teraba.

Genitourinaria : ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-). Ekstremitas : Oedem palmar

Akral dingin eritema _ _ _ _ _ _ _ _ +Sianosis _ _ _ _

II. 1.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium a. Darah Pemeriksaan Darah rutin Hb Hct Retikulosit AE AL AT GDS G 2j PP GDP 16/05/2011 14,6 40 5,0 8,8 169 240 181 253 Satuan g/dl % % 106 l 103 / l 103/ l mg/dl mg/dl mg/dl Rujukan 12-16 38-47 0,5-1,5 4,6-5,1 4,5-11 150-440 60-140 70-110 76-110

a.

RESUME 1 minggu SMRS pasien mengeluh kesemutan (+) pada kedua tangan dan kaki. Lemas (+), mudah lelah (+). Frekuensi BAK meningkat (+) 9-10 kali perhari sebanyak - 1 gelas belimbing. Merasa mudah haus(+) dan mudah lapar(+).Gatal-gatal (+) pada tangan dan kaki. Dari anamnesis sistem didapatkan badan lemas, mudah lelah, kesemutan pada kedua ekstremitas, BAK 9-10 kali per hari @ -1 gelas belimbing, sering merasa lapar, sering merasa haus, banyak minum, tensi 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu 36,50C per axiller. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan GDS: 264 mg/dl; G2PP: 181 mg/dl; GDP: 253 mg/dl; ureum: 71 mg/dl; kreatinin: 1,9 mg/dL.

b. ABNORMALITAS Anamnesa : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Badan lemas Mudah lelah

DAFTAR

Kesemutan pada seluruh badan terutama pada kedua tangan dan kaki BAK 9-10 kali per hari @ -1 gelas belimbing Sering merasa lapar Sering merasa haus Banyak minum GDS: 264 mg/dl G2PP: 181 mg/dl

Laboratorium Darah

10. GDP: 253 mg/dl VI. ANALISIS DAN SINTESIS Abnormalitas 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 DM tipe II Overweigt

VII. Ass

RENCANA PEMECAHAN MASALAH : penatalaksanaan

Problem . DM tipe II Overweight

Ip. Dx Tx

: GDP, GD2PP, tes monofilament, EMG, elektrolit, profil lipid : Bedrest tidak total Pengaturan Diet DM 1300 kkal Metformin 3 x 1

Mx Ex

: : edukasi kepada pasien tentang penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi. Pengaturan diet, dan meningkatkan kegiatan jasmani.

Resep: R/ Metformin Tab mg 500 No. XXX S 3 dd tab I Pro : Ny. Sri Martini / 68 th

PEMBAHASAN KASUSPada kasus tersebut diatas, pasien baru pertama kali didiagnosa menderita DM, sehingga terapi lini pertama adalah perubahan pola hidup serta pemberian OHO dengan jenis sensitizer insulin, yang mana dipilih metformin. Pada orang dengan berat badan yang berlebih, overweight, insulin masih dihasilkan secara normal oleh sel pankreas. Tapi resistensi nya menurun. Oleh karena itu pada kasus ini dipilih metformin, diharap dengan pemberian metformin sudah cukup untuk mengembalikan kadar gula. Pemberian OHO jenis pemacu sekresi insulin (preparat sulfonil urea) sangatlah dihindari karena pasien ini sudah berusia di atas 60 th, dimana fungsi sel-sel pankreas sudah menurun. Sedangkan preparat sulfonilurea memacu kerja sel-sel ini. Sel- sel pankreas akan semakin mengalami kelelahan sehingga fungsinya semakin menurun. Setelah pemberian terapi di atas, 2-3 bulan kemudian di cek HbA1C untuk melihat sasaran terapi sudah tercapai atau belum. Jikan belum tercapai dapat ditambahkan OHO dari golongan lain, atau tambahan penggunaan insulin.

BAB IV Kesimpulan Dan SaranKESIMPULAN DM merupakan penyakit metabolik yang dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi yang sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita, sehinga perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak. Sampai saat ini memang belum ditemukan cara atau pengobatan yang dapat menyembuhkan diabetes secara menyeluruh. Namun harus diingat bahwa DM dapat dikendalikan. Pada setiap penanganan penyandang DM harus ditetapkan target yang akan dicapai sebelum pengobatan. Hal ini bertujuan untuk mengetahuikeberhasilan program pengobatan dan penyesuaian regimen terapi sesuai kebutuhan. Pengobatan DM ini sangat spesifik dan individual untuk masing-masing pasien.

SARAN Mengingat bahaya dan komplikasi yang dapat disebabkan penyakit diabetes, maka menghindari atau mengendalikan kadar gula yang tinggi adalah cara terbaik. Bagaimana caranya?

Menurunkan berat badan. Lemak dalam tubuh dapat menyerap insulin. Hindari makanan berlemak, diawetkan atau goreng-gorengan. Sebaliknya, pilih makanan yang berserat tinggi dan glukosa kompleks. Kurangi makanan manis atau yang berkalori tinggi yang mengandung banyak glukosa. Minum banyak air. Berolahraga secara teratur. Hindari stres. Hindari alkohol atau softdrink. Hindari merokok. Penderita diabetes yang merokok bahkan lebih berisiko, karena kebiasaan mereka merusak jantung serta sistem sirkulasi, dan mempersempit pembuluh darah. Sebuah referensi menyatakan bahwa 95 persen amputasi yang berkaitan dengan diabetes dilakukan pada para perokok. Minum obat yang dianjurkan dokter untuk menurunkan kadar gula. Bagi penderita diabetes tipe 1, pemberian insulin secara teratur perlu diberikan melalui terapi insulin.

Obat penyembuh diabetes memang tidak ada, tetapi dengan mengendalikan gula dalam darah, seseorang dapat terhindar dari bahaya penyakit ini. Mengubah pola makan dan gaya hidup menjadi lebih baik dan lebih sehat harus dijalankan.


Recommended