Transcript
Page 1: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. VUmur : 4 bulanJenis Kelamin : PerempuanAlamat : Ds. Margasana , Kramat WatuAgama : IslamNama Ayah : Tn. MMasuk RS : 14/05/2010 pukul 23.50 wibKeluar RS : 17/05/2010Ruangan : Flamboyan 3No.CM : 161066

II. ANAMNESIS(Alloanamnesis ibu pasien, tanggal 15 Mei 2010 pukul 13.00 WIB)

Keluhan utama : mencret - mencretKeluhan tambahan : muntah, demam

Riwayat penyakit sekarang:Pasien datang ke RSUD Serang diantar orangtua dengan keluhan mencret sejak

satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Mencret dialami ± 5 kali sehari sebanyak kurang lebih setengah gelas aqua setiap kali mencret, warna kuning dengan sedikit ampas, disertai lendir, tanpa darah. Ibu pasien mengatakan pasien juga mengalami muntah setiap kali menetek. Pasien juga mengalami demam seminggu sebelum masuk rumah sakit, bersamaan dengan timbulnya mencret. Demam timbul perlahan, naik turun, turun bila diberi obat penurun panas. Saat demam pasien tidak mengalami kejang, tidak keluar darah dari hidung maupun gusi. Ibu pasien mengatakan semenjak sakit pasien menjadi lebih rewel daripada biasanya, pasien lebih sering menangis dan mengeluarkan air mata tiap kali menangis, pasien menjadi lebih sering menetek.

Pasien adalah anak ke dua lahir cukup bulan ditolong dukun dan bidan dirumah secara normal, segera menangis dengan berat badan lahir 3,8 kg. Menurut ibu, saat lahir pasien di suntik obat oleh bidan di paha kirinya, namun ibu pasien tidak tahu obat apa. Pasien masih menetek ASI sejak lahir, dan belum diberi makanan atau minuman lain selain ASI. Pasien baru diimunisasi satu kali DPT dan Polio pada usia 2 bulan di puskesmas. Saat ini pasien sudah dapat tengkurap sendiri, dan mengoceh kata-kata.

— Riwayat Penyakit Dahulu : tidak ada

— Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada 

1

Page 2: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : SedangKesadaran : Compos mentisTanda Vital : Heart Rate : 138 x/menit

Pernafasan : 49 x/menit Suhu : 37,20C

Berat Badan : 5,9 kg Panjang badan : 64 cm

Status gizi : BB/U = 5,9/6 x 100% = 98,3%: BB/TB = 5,9/6,7 x 100% = 88,05 %

IV. Pemeriksaan Fisik Lainnya:

Kepala : Normocephal, UUB datarMata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+,

Air mata +/+, kelopak mata tidak cekungTelinga : Simetris kiri dan kanan, discharge -/- Hidung : Pernafasan cuping hidung -/-, sekret -/-, septum

deviasi -/-Mulut : Perioral sianosis (-), mulut tidak kering, lidah basahLeher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)Thoraks : Inspeksi : Retraksi intercostal (-), simetris saat

statis dan dinamis, sikatrik(-) Palpasi : Simetris saat statis dan dinamis  Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo : Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : Fremitus kanan dan kiri simetris Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Inspeksi : Tampak perut sedikit cembung, sikatriks (-), venektasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) Perkusi : tympani Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas :Akral hangat, edema -/-, turgor kembali cepat

V. Anjuran Pemeriksaan

Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan feses

VI. Pemeriksaan Penunjang

2

Page 3: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

Laboratorium darah rutin:Tanggal 14/05/2010Hb : 11,8 gr/dlHt : 32%Leukosit : 9200/µlTrombosit : 514.000/µlGDS : 98 mg/dl

VII. Diagnosis

Diagnosis Kerja : Diare akut dengan dehidrasi ringanDiagnosis tambahan : (-)Diagnosis Banding : (-)

VIII. PrognosisQuo ad vitam : ad bonamQuo ad fungtionam : ad bonam

VIII. Penatalaksanaan

- Teruskan pemberian ASI- Oralit 5,9 kg x 75 mL = 442,5 mL

2 sachet- terapi causative

FOLLOW UP

Tanggal Follow Up Terapi

3

Page 4: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

15/05/2010

S/ badan demam, mencret 5x semalam, muntah 1x pagi iniO/ Ku : Sedang Ks : Compos mentis HR : 141 x/menit Rr : 47 x/menit T : 38,40C Berat badan : 5,8 kg

Kepala :Normocephal

Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+, air mata +/+Telinga:Simetris kiri dan kanan, discharge -/-Hidung:Pernafasan cuping hidung -/-, sekret -/-Mulut :Perioral sianosis (-)Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)Thoraks: Simetris saat statis dan dinamisCor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)Pulmo : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-Abdomen: Tampak perut sedikit cembung, bising usus (+),hepar dan lien tidak terabaEkstremitas: Akral hangat,turgor kembali cepat

Instruksi dr. Jaga UGD:- Sol RL 6 tpm- Vicillin 4 x 150mg- Paracetamol 3 x 12 mg-ASI / LLM-Metoclopramid 3x0,2 mg- Lacto B 3 x ½ sachet

4

Page 5: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

17/05/2010

S/ : muntah (-), mencret (-)

O/ Ku : Sedang Ks : Compos mentis HR : 144 x/menit Rr : 40 x/menit T : 370C Berat badan : 6 kg

Kepala : NormocephalMata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+Telinga: discharge -/-Hidung: Pernafasan cuping hidung -/-, sekret -/-Mulut : Perioral sianosis (-), mulut dan lidah basahLeher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)Thoraks:Simetris saat statis dan dinamisCor :S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)Pulmo : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-Abdomen: bising usus (+), supel, hepar dan lien tidak terabaEkstremitas: Akral hangat, edema -/-, turgor kembali cepat

Instruksi dr. Sp A:- Cotrimoxazol 2x ½ - Paracetamol 3 x ½ cth- Oralit ¼ sachet

DISKUSI

ANAMNESIS

Dari anamnesis didapatkan:

1. Mencret sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Mencret dialami ± 5 kali

sehari sebanyak kurang lebih setengah gelas aqua setiap kali mencret, warna

kuning dengan sedikit ampas, disertai lendir, tanpa darah.

5

Page 6: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

Dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami diare akut dimana diare adalah

buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah

padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24

jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali

per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1,2 Diare akut

adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari.

2. Pasien mengalami muntah setiap kali menetek

Muntah dapat dialami sebagai salah satu gejala diare akut akibat

3. Pasien juga mengalami demam seminggu sebelum masuk rumah sakit, bersamaan

dengan timbulnya mencret. Demam timbul perlahan, naik turun, turun bila diberi

obat penurun panas. .

Demam dapat timbul akibat adanya infeksi bakteri yang menimbulkan reaksi

tubuh berupa keluarnya mediator inflamasi prostaglandin yang kemudian mengaktivasi

termoregulator di medulla oblongata sehingga meningkatkan suhu tubuh dan timbullah

demam.

4. Saat demam pasien tidak mengalami kejang, tidak keluar darah dari hidung

maupun gusi.

Ini ditanyakan untuk mendiagnosis banding dengan DHF, yakni adanya demam disertai

peningkatan permeabilitas kapiler.

5. Semenjak sakit pasien menjadi lebih rewel daripada biasanya, pasien lebih sering

menangis dan mengeluarkan air mata tiap kali menangis, pasien menjadi lebih sering

menetek

Hal ini dapat menjadi disimpulkan bahwa pasien mengalami dehidrasi ringan;

dengan adanya keadaan umum pasien yang rewel, rasa haus yang sangat sehingga pasien

menjadi lebih ingin minum banyak.

PEMERIKSAAN FISIK

6

Page 7: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

Keadaan umum : SedangKesadaran : Compos mentisTanda Vital : Heart Rate : 138 x/menit

Pernafasan : 49 x/menit Suhu : 37,20C

Berat Badan : 5,9 kg Panjang badan : 64 cm

Status gizi : BB/U = 5,9/6 x 100% = 98,3%: BB/TB = 5,9/6,7 x 100% = 88,05 %

Kepala : Normocephal, UUB datarMata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+,

Air mata +/+, kelopak mata tidak cekungMulut : Perioral sianosis (-), mulut tidak kering, lidah basah Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis  Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Inspeksi : Tampak perut sedikit cembung, sikatriks (-), venektasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) Perkusi : tympani Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas :Akral hangat, edema -/-, turgor kembali cepat

V. Anjuran Pemeriksaan

Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan feses

VI. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium darah rutin:Tanggal 14/05/2010Hb : 11,8 gr/dlHt : 32%Leukosit : 9200/µlTrombosit : 514.000/µlGDS : 98 mg/dl

VII. Diagnosis

Diagnosis Kerja : Diare akut dengan dehidrasi ringanDiagnosis tambahan : (-)

7

Page 8: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

Diagnosis Banding : (-)

VIII. PrognosisQuo ad vitam : ad bonamQuo ad fungtionam : ad bonam

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium, Dari anamnesa ada riwayat infeksi saluran nafas atas dan kulit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan edema di kelopak mata, perut, tungkai dan alat genitalia dan ada tanda- tanda hipervolemi (hipertensi).

3. Herry G, Helda MDN. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 3. UNPAD. Bandung

DIARE AKUT

 

PENDAHULUAN

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah

cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau

200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih

dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1,2

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang

dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare

dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah

diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit.3

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di

negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan

KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. 4,5

8

Page 9: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi

masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan.

Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang

pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare

di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang

disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus

cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).

Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta

penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya

di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun.6

Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang ke

rumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak,

Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio

cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus,

Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi

A.7

 

EPIDEMIOLOGI

Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat

keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek

dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut

karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang

berobat ke rumah sakit.8 Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2

episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan

penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi

setiap tahunnya.5 WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun

dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.9

Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare

pada orang dewasa per tahun.10 Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus

diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita

rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah

9

Page 10: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica.

Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga

disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).11

Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare

akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian,

penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam

mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.1,3,12

 

PATOFISIOLOGI1,3,9,10

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare

non inflamasi dan diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan

sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir

dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri

seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada

pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta

mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan

diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya

minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul,

terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja

secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun

yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan

motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan

osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya

adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang

berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang

dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak

rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin

vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus

10

Page 11: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau

bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD)

atau akibat radiasi.

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu

tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus

iritabel atau diabetes melitus. Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada

infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus

dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan

mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif

mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi

penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa,

dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau

lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.

Adhesi

Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria

atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri

atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih

sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC)

Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang

melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi

kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi

intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat

shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang

terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.

 

Invasi

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam

sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi

dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel.

Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin,

11

Page 12: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang

menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik

seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif

misalnya Salmonella.

 

Sitotoksin

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie

yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah

Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis

hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus.

 

Enterotoksin

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara

biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari

satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase,

meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan

klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa

usus. ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan

CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular,

mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan

mengaktifkan sekresi klorida.

 

Peranan Enteric Nervous System (ENS)

Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan reseptor neural

5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus mienterikus, neuron

nitrergik serta neuron sekretori VIPergik. Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling

tidak sebagian melibatkan refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan

neuron sensorik aferen kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik

tipe 1 VI Pergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT,

neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka kemungkinan penggunaan obat

antidiare yang bekerja pada ENS selain yang bersifat antisekretorik pada enterosit.

12

Page 13: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

 

DIAGNOSIS

Pendekatan Umum Diare Akut Infeksi Bakteri

Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan yang

sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang

dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik, riwayat perjalanan,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1,3,13 Pendekatan umum Diare akut infeksi

bakteri baik diagnosis dan terapeutik terlihat pada gambar 1.

Manifestasi Klinis8,14,15

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,

tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa

waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena

kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena

gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan

seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang

pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini

disebabkan deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang

mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan

sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha

tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada

keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah,

pCO2 normal dan base excess sangat negatif.

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan

dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur.

Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis.

Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan

timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis

tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut.

Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian

13

Page 14: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini

penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi

cairan intravena tanpa alkali.

 

Pemeriksaan Laboratorium

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses

adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap

sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan

berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap

inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan

kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya.3

Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin

adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses

menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI.

Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks

yang tersedia secara komersial, sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 %

terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi

dengan biakan kotoran.

Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare inflammasi

berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin positip, atau

keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses untuk

EHEC O157 : H7.1

Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus

diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan

pemeriksaan darah lengkap5,8,10,14

Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya

tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.6

 

Beberapa Penyebab Diare Akut Infeksi Bakteri1,3,15,16

a. Infeksi non-invasif.

Stafilococcus aureus

14

Page 15: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan yang

mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat cara

pengawetannya. Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas.

Gejala terjadi dalam waktu 1 – 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi.

Sekitar 75 % pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian

diikuti diare sebanyak 68 %. Demam sangat jarang terjadi. Lekositosis perifer jarang

terjadi, dan sel darah putih tidak terdapat pada pulasan feses. Masa berlangsungnya

penyakit kurang dari 24 jam.

Diagnosis ditegakkan dengan biakan S. aureus dari makanan yang terkontaminasi,

atau dari kotoran dan muntahan pasien.

Terapi dengan hidrasi oral dan antiemetik. Tidak ada peranan antibiotik dalam

mengeradikasi stafilokokus dari makanan yang ditelan.

 

Bacillus cereus

B. cereus adalah bakteri batang gram positip, aerobik, membentuk spora.

Enterotoksin dari B. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan gejala muntah

lebih dominan.

Gejala dapat ditemukan pada 1 – 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi,

dan masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Gejala akut mual, muntah, dan

nyeri abdomen, yang seringkali berakhir setelah 10 jam. Gejala diare terjadi pada 8 – 16

jam setelah asupan makanan terkontaminasi dengan gejala diare cair dan kejang

abdomen. Mual dan muntah jarang terjadi. Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.

 

Clostridium perfringens

C perfringens adalah bakteri batang gram positip, anaerob, membentuk spora.

Bakteri ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan

biasanya sembuh sendiri . Gejala berlangsung setelah 8 – 24 jam setelah asupan produk-

produk daging yang terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti

dengan mual, dan muntah. Demam jarang terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam waktu

24 jam.

Pemeriksaan mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih dari 105

15

Page 16: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

organisme per gram makanan, menegakkan diagnosa keracunan makanan C perfringens .

Pulasan cairan fekal menunjukkan tidak adanya sel polimorfonuklear, pemeriksaan

laboratorium lainnya tidak diperlukan.

Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.

 

Vibrio cholerae

V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif, berbentuk koma dan

menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah 3 –

4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat mempengaruhi transport cairan

pada usus halus dengan meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan.

Penyebaran kolera dari makanan dan air yang terkontaminasi.

Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat menjadi

diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit dan volume darah.

Demam ringan dapat terjadi.

Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera digantikan

yang sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang signifikan, dan

penggantian yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses dapat ditemukan V.cholerae.

Target utama terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang agresif.

Kebanyakan kasus dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus yang parah memerlukan

cairan intravena.

Antibiotik dapat mengurangi volume dan masa berlangsungnya diare. Tetrasiklin 500

mg tiga kali sehari selama 3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai dosis tunggal,

merupakan pilihan pengobatan. Perbaikan yang agresif pada kehilangan cairan

menurunkan angka kematian ( biasanya < 1 %). Vaksin kolera oral memberikan efikasi

lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin parenteral.

 

Escherichia coli patogen

E. coli patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong. Mekanisme patogen

yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu :

             1 Enterotoxigenic E. coli (ETEC).

             2 Enterophatogenic E. coli (EPEC).

16

Page 17: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

             3 Enteroadherent E. coli (EAEC).

             4 Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)

             5 Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)

 

Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala ringan

yang terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang terjadi, dimana

pasien melakukan BAB lima kali atau kurang dalam waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini

rata-rata 5 hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir tetapi sangat

jarang terdapat sel darah merah atau sel darah putih. Lekositosis sangat jarang terjadi.

ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan penyakit self limited, dengan tidak ada gejala sisa.

Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk E coli, lekosit feses

jarang ditemui, kultur feses negatif dan tidak ada lekositosis. EPEC dan EHEC dapat

diisolasi dari kultur, dan pemeriksaan aglutinasi latex khusus untuk EHEC tipe O157.

Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat. Antidiare dihindari pada

penyakit yang parah. ETEC berespon baik terhadap trimetoprim-sulfametoksazole atau

kuinolon yang diberikan selama 3 hari. Pemberian antimikroba belum diketahui akan

mempersingkat penyakit pada diare EPEC dan diare EAEC. Antibiotik harus dihindari

pada diare yang berhubungan dengan EHEC.

 

 

b. Infeksi Invasif

Shigella

Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme

Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon

melalui enterotoksin dan invasi bakteri.

Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam,

BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen, dan

diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3 – 5 hari kemudian. Lamanya

gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap

selama 3 – 4 minggu. Shigellosis kronis dapat menyerupai kolitis ulseratif, dan status

karier kronis dapat terjadi.

17

Page 18: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk gejala pernapasan,

gejala neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic Uremic Syndrome. Artritis

oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3 minggu sejak terjadinya disentri.

Pulasan cairan feses menunjukkan polimorfonuklear dan sel darah merah. Kultur

feses dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan sensitivitas antibiotik.

Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena, tergantung dari

keparahan penyakit. Derivat opiat harus dihindari. Terapi antimikroba diberikan untuk

mempersingkat berlangsungnya penyakit dan penyebaran bakteri. Trimetoprim-

sulfametoksazole atau fluoroquinolon dua kali sehari selama 3 hari merupakan antibiotik

yang dianjurkan.

 

 

Salmonella nontyphoid

Salmonella nontipoid adalah penyebab utama keracunan makanan di Amerika

Serikat. Salmonella enteriditis dan Salmonella typhimurium merupakan penyebab. Awal

penyakit dengan gejala demam, menggigil, dan diare, diikuti dengan mual, muntah, dan

kejang abdomen. Occult blood jarang terjadi. Lamanya berlangsung biasanya kurang dari

7 hari.

Pulasan kotoran menunjukkan sel darah merah dan sel darah putih. Kultur darah

positip pada 5 – 10 % pasien kasus dan sering ditemukan pada pasien terinfeksi HIV.

Terapi pada Salmonella nonthypoid tanpa komplikasi dengan hidrasi adekuat.

Penggunaan antibiotik rutin tidak disarankan, karena dapat meningkatan resistensi

bakteri. Antibiotik diberikan jika terjadi komplikasi salmonellosis, usia ekstrem ( bayi

dan berusia > 50 tahun), immunodefisiensi, tanda atau gejala sepsis, atau infeksi fokal

(osteomilitis, abses). Pilihan antibiotik adalah trimetoprim-sulfametoksazole atau

fluoroquinolone seperti ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari

atau Sephalosporin generasi ketiga secara intravena pada pasien yang tidak dapat diberi

oral.

 

Salmonella typhi

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab demam tiphoid.

18

Page 19: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

Demam tiphoid dikarakteristikkan dengan demam panjang, splenomegali, delirium, nyeri

abdomen, dan manifestasi sistemik lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu penyakit

sistemik dan memberikan gejala primer yang berhubungan dengan traktus

gastrointestinal. Sumber organisme ini biasanya adalah makanan terkontaminasi.

Setelah bakterimia, organisma ini bersarang pada sistem retikuloendotelial,

menyebabkan hiperplasia, pada lymph nodes dan Peyer pacthes di dalam usus halus.

Pembesaran yang progresif dan ulserasi dapat menyebabkan perforasi usus halus atau

perdarahan gastrointestinal.

Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-14 hari. Minggu

pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri abdomen, dan perbedaan peningkatan

temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan defekasi normal. Pada minggu kedua

terjadi splenomegali dan timbul rash. Pada minggu ketiga timbul penurunan kesadaran

dan peningkatan toksemia, keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini dengan diare

kebiru-biruan dan berpotensi untuk terjadinya ferforasi. Pada minggu ke empat terjadi

perbaikan klinis.

Diagnosa ditegakkan dengan isolasi organisme. Kultur darah positif pada 90%

pasien pada minggu pertama timbulnya gejala klinis. Kultur feses positif pada minggu

kedua dan ketiga. Perforasi dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama jangka

waktu penyakit. Kolesistitis jarang terjadi, namun infeksi kronis kandung empedu dapat

menjadi karier dari pasien yang telah sembuh dari penyakit akut.

Pilihan obat adalah kloramfenikol 500 mg 4 kali sehari selama 2 minggu. Jika terjadi

resistensi, penekanan sumsum tulang, sering kambuh dan karier disarankan sepalosporin

generasi ketiga dan flourokinolon. Sepalosforin generasi ketiga menunjukkan efikasi

sangat baik melawan S. Thypi dan harus diberikan IV selama 7-10 hari, Kuinolon seperti

ciprofloksasin 500 mg 2 kali sehari selama 14 hari, telah menunjukkan efikasi yang tinggi

dan status karier yang rendah. Vaksin thipoid oral (ty21a) dan parenteral (Vi)

direkomendasikan jika pergi ke daerah endemik.

 

Campylobakter

Spesies Campylobakter ditemukan pada manusia C. Jejuni dan C. Fetus, sering

ditemukan pada pasien immunocompromised.. Patogenesis dari penyakit toksin dan invasi

19

Page 20: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

pada mukosa.

Manifestasi klinis infeksi Campylobakter sangat bervariasi, dari asimtomatis

sampai sindroma disentri. Masa inkubasi selama 24 -72 jam setelah organisme masuk.

Diare dan demam timbul pada 90% pasien, dan nyeri abdomen dan feses berdarah hingga

50-70%. Gejala lain yang mungkin timbul adalah demam, mual, muntah dan malaise.

Masa berlangsungnya penyakit ini 7 hari.

Pulasan feses menunjukkan lekosit dan sel darah merah. Kultur feses dapat

ditemukan adanya Campilobakter. Campilobakter sensitif terhadap eritromisin dan

quinolon, namun pemakaian antibiotik masih kontroversi. Antibiotik diindikasikan untuk

pasien yang berat atau pasien yang nyata-nyata terkena sindroma disentri. Jika terapi

antibiotik diberikan, eritromisin 500 mg 2 kali sehari secara oral selama 5 hari cukup

efektif. Seperti penyakit diare lainnya, penggantian cairan dan elektrolit merupakan terapi

utama.

 

Vibrio non-kolera

Spesies Vibrio non-kolera telah dihubungkan dengan mewabahnya gastroenteritis.

V parahemolitikus, non-01 V. kolera dan V. mimikus telah dihubungkan dengan konsumsi

kerang mentah. Diare terjadi individual, berakhir kurang 5 hari. Diagnosa ditegakkan

dengan membuat kultur feses yang memerlukan media khusus. Terapi dengan koreksi

elektrolit dan cairan. Antibiotik tidak memperpendek berlangsungnya penyakit. Namun

pasien dengan diare parah atau diare lama, direkomendasikan menggunakan tetrasiklin.

 

Yersinia

Spesies Yersinia adalah kokobasil, gram-negatif. Diklasifikasikan sesuai dengan

antigen somatik (O) dan flagellar (H). Organisme tersebut menginvasi epitel usus.

Yersinia menghasilkan enterotoksin labil. Terminal ileum merupakan daerah yang paling

sering terlibat, walaupun kolon dapat juga terinvasi.

Penampilan klinis biasanya terdiri dari diare dan nyeri abdomen, yang dapat

diikuti dengan artralgia dan ruam (eritrema nodosum atau eritema multiforme). Feses

berdarah dan demam jarang terjadi. Pasien terjadi adenitis, mual, muntah dan ulserasi

pada mulut. Diagnosis ditegakkan dari kultur feses. Penyakit biasanya sembuh sendiri

20

Page 21: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

berakhir dalam 1-3 minggu. Terapi dengan hidrasi adekuat. Antibiotik tidak diperlukan,

namun dapat dipertimbangkan pada penyakit yang parah atau bekterimia. Kombinasi

Aminoglikosid dan Kuinolon nampaknya dapat menjadi terapi empirik pada sepsis.

 

Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157)

EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini terjadi

akibat makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10 hari setelah asupan

makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan penyebab utama diare

infeksius. Subtipe 0157 : H7 dapat dihubungkan dengan perkembangan Hemolytic

Uremic Syndrom (HUS). Centers for Disease Control (CDC) telah meneliti bahwa E Coli

0157 dipandang sebagai penyebab diare berdarah akut atau HUS. EHEC non-invasif

tetapi menghasilkan toksin shiga, yang menyebabkan kerusakan endotel, hemolisis

mikroangiopatik, dan kerusakan ginjal.

Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga berat (hingga 10-12 kali

perhari). Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang menjadi berdarah. Nyeri abdomen

berat dan kejang biasa terjadi, mual dan muntah timbul pada 2/3 pasien. Pemeriksaan

abdomen didapati distensi abdomen dan nyeri tekan pada kuadran kanan bawah. Demam

terjadi pada 1/3 pasien. Hingga 1/3 pasien memerlukan perawatan di rumah sakit.

Lekositosis sering terjadi. Urinalisa menunjukkan hematuria atau proteinuria atau

timbulnya lekosit. Adanya tanda anemia hemolitik mikroangiopatik (hematokrit < 30%),

trombositopenia (<150 x 109/L), dan insufiensi renal (BUN >20 mg/dL) adalah diagnosa

HUS.

HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa 6 hari setelah terkena diare.

Faktor resiko HUS, usia (khususnya pada anak-anak dibawah usia 5 tahun) dan

penggunaan anti diare.Penggunaan antibiotik juga meningkatkan resiko. Hampir 60%

pasien dengan HUS akan sembuh, 3-5% akan meninggal, 5% akan berkembang ke

penyakit ginjal tahap akhir dan 30% akan mengalami gejala sisa proteinuria. Trombosit

trombositopenik purpura dapat terjadi tetapi lebih jarang dari pada HUS.

Jika tersangka EHEC, harus dilakukan kultur feses E. coli. Serotipe biasanya

dilakukan pada laboratorium khusus.

Terapi dengan penggantian cairan dan mengatasi komplikasi ginjal dan vaskuler.

21

Page 22: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

Antibiotik tidak efektif dalam mengurangi gejala atau resiko komplikasi infeksi EHEC.

Nyatanya pada beberapa studi yang menggunakan antibiotik dapat meningkatkan resiko

HUS. Pengobatan antibiotik dan anti diare harus dihindari. Fosfomisin dapat

memperbaiki gejala klinis, namun, studi lanjutan masih diperlukan.

 

Aeromonas

Spesies Aeromonas adalah gram negatif, anaerobik fakultatif. Aeromonas

menghasilkan beberapa toksin, termasuk hemosilin, enterotoksin, dan sitotoksin.

Gejala diare cair, muntah, dan demam ringan. Kadang-kadang feses berdarah. Penyakit

sembuh sendiri dalam 7 hari. Diagnosa ditegakkan dari biakan kotoran.

Antibiotik direkomendasikan pada pasien dengan diare panjang atau kondisi yang

berhubungan dengan peningkatan resiko septikemia, termasuk malignansi, penyakit

hepatobiliar, atau pasien immunocompromised. Pilihan antibiotik adalah trimetroprim

sulfametoksazole.

 

Plesiomonas

Plesiomanas shigelloides adalah gram negatif, anaerobik fakultatif. Kebanyakan

kasus berhubungan dengan asupan kerang mentah atau air tanpa olah dan perjalanan ke

daerah tropik, Gejala paling sering adalah nyeri abdomen, demam, muntah dan diare

berdarah. Penyakit sembuh sendiri kurang dari 14 hari. Diagnosa ditegakkan dari kultur

feses.

Antibiotik dapat memperpendek lamanya diare. Pilihan antibiotik adalah tritoprim

sulfametoksazole.

 

 

PENATALAKSANAAN

A. Penggantian Cairan dan elektrolit

Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan

keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana

harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena

diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa.17 Idealnya,

22

Page 23: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium

bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air. 2,4 Cairan seperti itu

tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan

mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral

pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking

soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk

diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak

mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya.3 Jika terapi intra vena diperlukan,

cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan

suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor

dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan

penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral

sesegera mungkin.

Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari

badan.

 

Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :

            - Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB

            - Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB

            - Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB

 

Goldbeger (1980) mengemukakan beberapa cara menghitung kebutuhan cairan:18

Cara I :

-          Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka

kehilangan cairan kira-kira 2% dari berat badan pada waktu itu.

-         Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar 6% dari berat badan

saat itu.

-         Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik yang jelas, perubahan mental

seperti bingung atau delirium, maka defisit cairan sekitar 7 -14% atau sekitar 3,5

– 7 liter pada orang dewasa dengan berat badan 50 Kg.

 

23

Page 24: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

Cara II :

Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg pada fase

akut sama dengan defisit air sebanyak 4 liter.

 

Cara III :

Dengan menggunakan rumus :

Na2 X BW2 = Na1 X BW1, dimana :

Na1 = Kadar Natrium plasma normal; BW1 = Volume air badan normal, biasanya 60% dari

berat badan untuk pria dan 50% untuk wanita ; Na2 = Kadar natrium plasma sekarang ;

BW2 = volume air badan sekarang

 

B. Anti biotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena

40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik.

Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare

infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan

kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada

pelancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik secara empiris dapat

dilakukan, tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi

kuman.1,5,16

  

C. Obat anti diare

Kelompok antisekresi selektif

Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril

yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin

dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari

elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia

saat ini tersedia di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti

diare yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.14

 

Kelompok opiat

24

Page 25: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat

dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 –

4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi

penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki

konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare. Bila diberikan dengan cara yang benar

obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare

akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.10

 

 

Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan

atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap bahan infeksius atau toksin-toksin.

Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat

yang dapat merangsang sekresi elektrolit.

 

Zat Hidrofilik

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya

(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan

dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak

dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x

sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.9

 

Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau

Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan

memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna.

Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan

dalam jumlah yang adekuat.3,7,9

 

KOMPLIKASI

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada

25

Page 26: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara

mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui

feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolic.1,8

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok

hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular

Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini

dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai

rehidrasi yang optimal.9,12,14

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan

terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan

trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi

EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya

HUS masih kontroversi.

Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah

merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C.

jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi C. jejuni

beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan

memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana

infeksi menyebabkan Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui.

Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena

Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.1

 

PROGNOSIS

Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi

antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan

morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan

mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits

berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC

dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.1

 

PENCEGAHAN1,3,13,16

26

Page 27: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat

dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan

setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia

harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran

manusia.

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan

perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air

yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan

tentang dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau

sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih

(air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan

yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran.

Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi

dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum

jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan

terkena kotoran ternak.

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas

dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk

V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak

direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi

imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan

sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi

hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin

tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan

memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

 

KESIMPULAN

Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang maupun

negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan

keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi

27

Page 28: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat

dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik

dapat diberikan karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan.

Prognosis diare akut infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang

minimal. Dengan higiene dan sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan

diare infeksi bakteri.

 

 

KEPUSTAKAAN

1.   Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.

2. Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the Management of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51.

3.  Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd edition. New York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.

4.   Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-01.pdf

5.  Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management of acute diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2002;17: S54-S71.

6.   Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296-305.

7.   Tjaniadi P, Lesmana M, Subekti D, et al. Antimicrobial Resistance of Bacterial Pathogens Associated with Diarrheal Patiens in Indonesia. Am J Trop Med Hyg 2003; 68(6): 666-10.

8.  Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996. 451-57.

9.  Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea). Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 – 40.

10. Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa. Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2002. 49-56.

11. Tatalaksana Penderita Diare. Available from http://www.depkes.go.id/downloads/diare.pdf.

12. Thielman NM, Guerrant RL. Acute Infectious Diarrhea. N Engl J Med 2004;350:1: 38-47.

28

Page 29: Diare Akut Dengan Dehidrasi Ringan

13. Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I, Bawazier LA, Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu penyakit Dalam II. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2002. 52-70.

14. Nelwan RHH. Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2001. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI, 2001. 49-56.

15. Procop GW, Cockerill F. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange Medical Books, 2003. 603 - 13.

16. Procop GW, Cockerill F. Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella & Salmonella Species. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange Medical Books, 2003. 584 - 66.

17. Wells BG, DiPiro JT, Schwinghammer TL, Hamilton CW. Pharmacotherapy Handbook. 5th ed. New York: McGraw-Hill, 2003. 371-79.

18. Zein,U. Gastroenteritis Akut pada Dewasa. Dalam : Tarigan P, Sihombing M, Marpaung B, Dairy LB, Siregar GA, Editor. Buku Naskah Lengkap Gastroenterologi-Hepatologi Update 2003. Medan: Divisi Gastroentero-hepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU, 2003. 67-79.

19. Isaulauri E. Probiotics for Infectious Diarrhoea. Gut 2003; 52: 436-7.  

http://abuhamzah.multiply.com/journal/item/7

29


Recommended