Download docx - CKD dr.agus

Transcript

LONGCASECHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Disusun Oleh :Marita Puspitasari20100310030

Pembimbing :dr. Agus Sunaryo, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMPROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTARSUD KOTA SALATIGA

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan, longcase dengan judulCHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Disusun oleh:Nama: Marita PuspitasariNo. Mahasiswa: 20100310030

Telah dipresentasikanHari/Tanggal:

Disahkan oleh:Dosen Pembimbing,

dr. Agus Sunaryo, Sp. PD

BAB IRANGKUMAN KASUSIdentitas Pasien Nama: Bp. NNo. RM: 243890Umur: 54 tahunBerat badan : 60 kgJenis Kelamin: laki-lakiPekerjaan: swasta Alamat: Gedong Tanggal Masuk: 22 Januari 2015Keluhan UtamaKedua tangan dan kaki bengkak-bengkakRiwayat Penyakit SekarangPasien kiriman dr.Agus Sunaryo Sp.PD datang dengan keluhan bengkak-bengkak pada kedua tangan dan kaki setelah cuci darah. Pasien mengeluh perut terasa sebah. Tidak ada nyeri dada ataupun sesak. BAB dan BAK normal tidak ada keluhan. Pasien juga mengeluhkan badannya lemas dan lesu. Keluhan tangan gemetar, kejang dan penurunan kesadaran disangkal pasien. Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada riwayat hipertensi Tidak ada riwayat diabetes Melitus Tidak ada riwayat penyakit jantung Tidak ada riwayat asma

Riwayat Keluarga Tidak ada riwayat hipertensi Tidak ada riwayat diabetes Melitus Tidak ada riwayat penyakit jantung Tidak ada riwayat asma Riwayat Alergi Tidak ada alergi obat dan makanan

Riwayat Penggunaan obat Tidak ada riwayat mengkonsumsi obat tanpa resep dokter.Tinjauan Sistem Kepala leher : tidak ada keluhan Kulit: tidak ada keluhan THT: tidak ada keluhan Respirasi: tidak ada keluhan Gastrointestinal: tidak ada keluhan Kardiovaskular: tidak ada keluhan Perkemihan : tidak ada keluhan Sistem Reproduksi: tidak ada keluhan Ekstremitas: tidak ada keluhan

ObyektifKeadaan Umum: tampak lemahKesadaran: Compos MentisVital SignTekanan darah: 134/69 mmHgNadi: 87 x/menitRespirasi: 28 x/menitSuhu: 36,9 CKepala & Leher: conjuctiva anemis +/+ skera ikterik -/- Pembesaran limfonodi (-) Peningkatan JVP (N)DadaPulmo: Tidak ada retraksi otot-otot costa Gerak napas simetris Sonor pada hemitoraks kanan dan kiri Suara napas vesikuler pada hemitoraks kanan dan kiri (+) Ronchi -/-, wheezing -/-Cor: S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-)Sistem sarafGCS E4 V5 M6, penglihatan normal, pendengaran normal, penciuman normal. Abdomen : Inspeksi: ditensi (-) Auskultasi: bising usus (+) normalPalpasi: supel (+), nyeri tekan(-) Pembesaran hepar (-) Pembesaran ginjal (-) Pembesaran lien (-) Perkusi: kembung (-) timpani (+)Ekstremitas : akral hangat Pitting oedem di kedua kaki dan tangan (+)

Hasil LaboratoriumGDS : 99Tes Fungsi GinjalCreatinin: 12,9(0,6 1,1)mg/dlUreum: 177(10 - 50)mg/dlDarah Rutin Lekosit: 7,44(4,5 11)10 3/uLEritrosit: 1,93(4 5)10 6/uLHemoglobin : 5,6(12 16)g/dLHematokrit: 16,2(38 47)%MCV: 84,1(86 108)fLMCH: 29,0(28 31)pgMCHC: 34,5(30 35)g/dLTrombosit : 226(150 450)10 3/uLMPV (Mean Platelet Volume): 9,0(6,5 12)fLPDW (Platelet Distribution Width): 16,2(9 17)PCT (Platelecrit): 0,2(0,108 0,282) %HbsAg : (-) negatif

AssesmentChronic Renal Failure / Chronic Kidney Disease

Terapi Hemodialisa CaCO3 3 x 1 Lansoprazol 2 x 1 Domperidon 3 x 1 Transfusi PRC 3 kolf post HD

BAB ITINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Chronic Kidney DiseaseChronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dan dapat berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal merupakan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap seperti dialisis atau transplantasi ginjal. Gagal ginjal kronis adalah proses kerusakan pada ginjal dengan rentang waktu lebih dari 3 bulan. Chronic Kidney Disease (CKD) dapat menimbulkan gejala berupa Glomerular Filtration Rate (GFR) atau Laju Filtrasi Glomerular (LFG) di bawah 60 mL/menit/1.73 m2, atau di atas nilai tersebut namun disertai dengan kelainan sedimen urin. Adanya batu ginjal juga dapat menjadi indikasi gagal ginjal kronis pada penderita kelainan bawaan seperti hiperoksaluria dan sistinuria.Kriteria Chronic Kidney Disease (CKD) menurut NKF-K/DOQI : 1. Kerusakan ginjal 3 bulan dimana terdapat abnormalitas struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan GFR. Dengan manifestasi satu atau beberapa gejala berikut : Abnormalitas komposisi darah atau urin Abnormalitas pemeriksaan pencitraan Abnormalitas biopsi ginjal2. GFR < 60 ml/menit/1,73 m selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal lainnya yang telah disebutkan sebelumnya diatas.

B. Klasifikasi Sistem klasifikasi CKD yang sekarang dipakai diperkenalkan oleh NKFK/DOQI berdasarkan tingkat GFR, bersama berbagai parameter klinis, laboratorium dan pencitraan. Tujuan adanya sistem klasifikasi adalah untuk pencegahan, identifikasi awal gangguan ginjal, dan penatalaksanaan yang dapat mengubah perjalanan penyakit sehingga terhindar dari end stage renal disease (ESRD). Namun demikian sistem klasifikasi ini hanya dapat diterapkan pada pasien dengan usia 2 tahun ke atas, karena adanya proses pematangan fungsi ginjal pada anak dengan usia di bawah 2 tahun.

Tabel 1. Klasifikasi Stadium Chronic Kidney Disease (CKD) NKF-F/DOQIStadium GFR (ml/mnt/1,73 m2)Deskripsi

1 90Kerusakan ginjal dengan GFR normal / meningkat

260 89Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan

330 59Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang

415 - 29Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat

5< 15 atau dialisisGagal ginjal

Tabel 2. GFR normal pada anak dan remajaUsia GFR rata-rata SD (ml/mnt/1,73 m2)

1 minggu (laki-laki dan perempuan)41 15

2 8 minggu (laki-laki dan perempuan)66 25

>8 minggu (laki-laki dan perempuan)96 22

2 12 tahun (laki-laki dan perempuan)133 27

13 21 tahun (laki-laki)140 30

13 21 tahun (perempuan)126 22

Anatomi ginjal dan saluran kemih

Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi untuk homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur kesetimbangan cairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada manusia, masing-masing di sisi kiri dan kanan (lateral) tulang vertebra dan terletak retroperitoneal (di belakang peritoneum). Selain itu sepasang ginjal tersebut dilengkapi juga dengan sepasang ureter, sebuah vesika urinaria (buli-buli/kandung kemih) dan uretra yang membawa urine ke lingkungan luar tubuh.11

Ginjal Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian: 1. Korteks Bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis. 2. Medula Terdiri dari 9-14 piramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubulus pengumpul (ductus colligent). 3. Columna renalis Bagian korteks di antara pyramid ginjal 4. Processus renalis Bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks 5. Hilus renalis Bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal. 6. Papilla renalis Bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor. 7. Calix minor Percabangan dari calix major. 8. Calix major Percabangan dari pelvis renalis. 9. Pelvis renalis Disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter. 10. Ureter Saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis atau Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal). Berdasarkan letaknya nefron dapat dibagi menjadi: 1. nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada medulla 2. nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.Ginjal diperdarahi oleh arteri dan vena renalis. Arteri renalis merupakan percabangan dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus minor dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.

C. Etiologi Etiologi penyakit ginjal kronis sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Penyebab CKD paling umum pada anak-anak adalah kelainan urologis dan glomerulopati, penyebab lainnya adalah nefropati herediter serta displasia dan hipoplasia ginjal. Kesamaan histologis diantara berbagai penyebab CKD cukup banyak, dan mekanisme serupa yang mungkin berperan untuk kesamaan ini termasuk kerusakan sel spesifik, peran faktor pertumbuhan, dan efek dari faktor metabolik. Pada akhirnya, mekanisme-mekanisme ini dapat menyebabkan adanya penyembuhan tertentu atau sklerosis (parut) tambahan. Beberapa individu tanpa kerusakan ginjal dan dengan GFR normal atau meningkat dapat beresiko menjadi CKD, sehingga harus dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menentukan apakah individu-individu ini menderita CKD atau tidak.Klasifikasi sebab-sebab gagal ginjal kronis : 1. Penyakit dari ginjal a. penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonefritis b. infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis c. batu ginjal : nefrolitiasis d. kista di ginjal : polcystis kidney e. trauma langsung pada ginjal f. keganasan pada ginjal g. sumbatan : tumor, batu, penyempitan/striktur

2. Penyakit umum di luar ginjal a. penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi b. dyslipidemia c. infeksi di badan : tbc paru, sifilis, malaria, hepatitis d. preeklampsiae. obat-obatan f. kehilangan banyak cairan yang mendadak ( luka bakar )

Tabel 3. Faktor resiko chronic kidney disease

D. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini menyebabkan hiperfiltrasi , yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron sentrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis rennin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor b(TGF-b). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemi, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulus intestinal.Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana GFR masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturi, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, uremia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas maupun infeksi saluran cerna, juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo dan hipervolemia, gangguan keseimbangan elektolit antara lain natrium dan kalium. Pada GFR di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah membutuhkan terapi penganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

E. Manifestasi klinis

Karena pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem rennin-angiotenin-aldosteron), gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner (akibat cairan berlebihan), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin uremik).Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi akibat penanganan dini dan agresif terhadap penyakit ginjal tahap akhir. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual, muntah dan cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat kesadaran, ketidak mampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang. Manifestasi klinik antara lain : Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah. Manifestasi klinik dapat berupa : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin - angiotensin aldosteron). gagal jantung kongestif udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

F. Diagnosa Keberadaan CKD harus ditegakkan, berdasarkan adanya kerusakan ginjal dan tingkat fungsi ginjal (GFR), tanpa memperhatikan diagnosis. Pada pasien dengan CKD, stadium penyakitnya harus ditentukan berdasarkan tingkat fungsi ginjal menurut klasifikasi CKD dari K/DOQI. CKD stadium awal dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium rutin. Pemeriksaan analisis urin awal dengan menggunakan tes dipstick dapat mendeteksi dengan cepat adanya proteinuria, hematuria, dan piuria. Pasien dengan hasil tes protein dipstick positif (+1 atau lebih) harus dikonfirmasi melalui pengukuran kuantitatif (rasio protein terhadap kreatinin atau rasio albumin terhadap kreatinin) dalam 3 bulan. Pasien dengan 2 atau lebih hasil tes kuantitatif positif dengan jeda waktu 1 sampai 2 minggu harus didiagnosis menderita proteinuria persisten dan diperiksa lebih lanjut. Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya anemia sebagai salah satu manifestasi klinis kronis CKD. Pemeriksaan kimiawi serum menilai kadar ureum dan kreatinin sebagai yang terutama dalam diagnosis dan monitoring, sedangkan pemeriksaan kadar natrium, kalium, kalsium, fosfat, bikarbonat, alkalin fosfatase, hormon paratiroid, kolesterol, fraksi lipid yang berguna dalam terapi dan pencegahan komplikasi. Laju filtrasi glmerulus setara dengan penjumlahan laju filtrasi di semua nefron yang masih berfungsi sehingga perkiraan GFR dapat memberikan pengukuran kasar jumlah nefron yang masih berfungsi. Pemeriksaan GFR biasanya dengan menggunakan creatinine clearance, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault :

Namun pengukuran klirens kreatinin seringkali sulit dilakukan dan seringkali tidak akurat karena membutuhkan sampel urin 24 jam. Kreatinin serum dipengaruhi oleh faktor lain selain GFR, terutama produksi kreatinin, yang berhubungan dengan ukuran tubuh, khususnya massa otot. Pada banyak pasien GFR harus turun sampai setengah dari nilai normal, sebelum kreatinin serum meningkat di atas nilai normal sehingga sangat sulit untuk menilai tingkat fungsi ginjal dengan tepat atau untuk mendeteksi CKD pada stadium awal. Keakuratan penilaian GFR dengan menggunakan kreatinin serum pada pasien anak dapat diperbaiki dengan menggunakan rumus perkiraan dengan memperhatikan tinggi badan, usia, dan jenis kelamin pasien. Rumus perkiraan yang banyak dipergunakan untuk menentukan GFR adalah rumus Schwartz dan rumus Counahan-Baratt, walaupun berdasarkan data penelitian didapatkan bahwa hasil yang berlebihan dari rumus Scwartz meningkat seiring penurunan GFR, demikian juga dengan rumus Counahan-Baratt. Walaupun kurang tepat, namun rumus-rumus ini menyediakan metode yang lebih praktis dibanding penilaian GFR dengan menggunakan urin 24 jam, selain itu pengukuran klirens kreatinin menggunakan spesimen urin 24 jam tidak menghasilkan perkiraan GFR yang lebih baik dibanding dari hasil rumus perkiraan.

Tabel 4. Penilaian GFR pada anak dengan menggunakan kreatinin serum dan tinggi badanPengarang (jumlah subyek)Rumus

Schwartz et al(N=186)Ccr (ml/mnt/1,73 m2) = 0,55 x tinggi badan (cm) Cr serum (mg/dL)

Counahan et al(N=108)GFR (ml/mnt/1,73 m2) = 0,43 x tinggi badan (cm) Cr serum (mg/dL)

PencitraanPemeriksaan pencitraan dapat membantu menegakkan diagnosis CKD dan memberikan petujuk kearah penyebab CKD. Foto polos untuk melihat batu yang bersifat radioopak atau nefrokalsinosis. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan karena aman, mudah, dan cukup memberikan informasi. USG merupakan modalitas terpilih untuk kemungkinan penyakit ginjal obstruktif. Meskipun USG kurang sensitif dibandingkan CT scan untuk mendeteksi massa, tetapi USG dapat digunakan untuk membedakan kista jinak dengan tumor solid, juga sering digunakan untuk menentukan jenis penyakit ginjal polikistik. CT Scan dapat menentukan massa ginjal atau kista yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan USG dan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk mengidentifikasi batu ginjal. CT Scan dengan kontras harus dihindari pada pasien dengan gangguan ginjal untuk menghindari terjadinya gagal ginjal akut. MRI sangat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan pemeriksaan CT tetapi tidak dapat menggunakan kontras. MRI dapat dipercaya untuk mendeteksi adanya trombosis vena renalis. Magnetic resonance angiography juga bermanfaat untuk mendiagnosis stenosis arteri renalis, meskipun arteriografi renal tetap merupakan diagnosis standar. Radionukleotida deteksi awal parut ginjal dapat dilakukan dengan menggunakan radioisotope scanning 99m-technetium dimercaptosuccinic acid (DMSA). Pemeriksaan ini lebih sensitif dibandingkan intravenous pyelography (IVP) untuk mendeteksi parut ginjal dan merupakan diagnosis standar untuk mendeteksi nefropati refluks. Voiding cystourethrography dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan radionukleotida untuk mendeteksi refluks vesikoureter. Retrogade atau anterogade pyelography dapat digunakan lebih baik untuk mendiagnosis dan menghilangkan obstruksi traktus urinarius. Pemeriksaan ini diindikasikan apabila dari anamnesis didapatkan kecurigaan gagal ginjal meskipun USG dan CT scan tidak menunjukkan adanya hidronefrosis. Pemeriksaan tulang hal ini bermanfaat untuk mengevaluasi hiperpartiroid sekunder yang merupakan bagian dari osteodistrofi, dan juga perkiraan usia tulang untuk memberikan terapi hormon pertumbuhan.

G. Komplikasi Komplikasi Penyakit Ginjal Kronis berdasarkan derajat penyakit :DerajatKomplikasi

1-

2Tekanan darah mulai meningkat

3Hiperfosfatemia, hipokalsemia, anemia, hiperparatiroid, hipertensi, hiperhomosisteinemia

4Malnutrisi, asidosis metabolik, cenderung hiperkalemia, dislipidemia

5Gagal jantung, uremia

H. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Medis Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Semua faktor yang berperan dalam terjadinya gagal ginjal kronik dicari dan diatasi. Adapun penatalaksanaannya yaitu : Penatalaksanaan konservatif, meliputi pengaturan diet, cairan dan garam, memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, mengendalikan hipertensi, penanggulangan asidosis, pengobatan neuropati, deteksi dan mengatasi komplikasi. Penatalaksanaan pengganti diantaranya dialisis (hemodialisis, peritoneal dialisis) dan transplantasi ginjal.Selain itu tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit serta mencegah komplikasi yaitu sebagai berikut : 1. Dialisis Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan pendarahan, dan membantu menyembuhkan luka. 2. HiperkalemiaMengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemia dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG.

Tabel5. Pengobatan hiperkalemiaObat Dosis Efek samping

Sodium bikarbonat ([0,6xBB] x [kadar bukarbonat yang diharapkan-kadar bikarbonat saat ini]) : 2 0,5 1 mEq/kgBB iv dalam 1 jamHipokalsemia

Kalsium Glukonat (10%)0,5 1 ml/kgBB iv dalam 5 15 menitAritmia

Glukosa dan insulinGlukosa : 0,5 g/kgBB dengan insulin : 0,1 unit/kgBB iv dalam 30 menitHipoglikemia

Sodium polistiren sulfonat1 g/kgBB per dosis Per rectal atau per oralKonstipasi / diare

Agonis beta5 10 mg secara aerosolTakikardia, hipertensi

3. Anemia Anemia pada CKD dapat disebabkan oleh menurunnya produksi eritropoeitin atau kekuranagn zat besi. Data morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup dari K/DOQI menunjukan bahwa mempertahankan hematokrit pada 33-36% dan hemoglobin pada 11,0-12,0 g/dl sangat penting. Dengan perbaikan anemia, terdapat perbaikan dalam perkembangan kognitif, fungsi jantung, dan ketahanan fisik serta menurunnya mortalitas. Terapi zat besi oral sebaiknya dimulai pada dosis 2-3 mg/kgBB per hari berupa zat besi elemental diberikan dalam dua atau tiga dosis terbagi saat perut kosong dan tidak boleh bersamaan dengan pengikat fosfat karena zat besi berikatan dengan pengikat fosfat. Eritropoeitin dapat diberikan 1-3 kali per minggu. Dosis awal sebesar 30-300 unit/kgBB per minggu, dosis rumatan ditentukan dan disesuaikan berdasarkan nilai hemoglobin bulanan. Darbepoeitin merupakan eritropoeitin bentuk baru yang memiliki waktu paruh lebih panjang dan dapat diberikan sekali tiap 2 minggu atau satu bulan.4. Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.5. Pengendalian hipertensi Semua obat antihipertensi mampu menurunkan tekanan kapiler intraglomerular bila tekanan darah turun mencapai tekanan optimal yang dapat memberikan preservasi ginjal. Obat golongan penghambat sistem renin angiotensin aldosteron (ACE-inhibitor, ARB) mempunyai nilai lebih dalam mencegah progresi CKD karena mempunyai efek renoprotektor. Beberapa penelitian memperlukan lebih dari 1 macam obat untuk mencapai tekanan darah optimal.Tujuan terapi hipertensi pada CKD antara lain :1. Mempertahankan / preserve fungsi ginjal dengan cara mempertahankan GFR dan mengurangi ekskresi protein.2. Menurunkan tekanan darah secara agresif3. Menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler pada CKD. Terapi hipertensi pada CKD non diabetik dan CKD diabetik, level turunnya tekanan darah sistolik dan level proteinuria dipakai sebagai diagnosis dan prognosis progresifitas dan komplikasi CVD pada CKD.1. Hipertensi CKD non diabetika. Tekanan darah dianjurkan mencapai < 130/80 mmHgb. CKD non diabetik dengan pemeriksaan urine dimana nilai rasio total protein/kreatinin > 200 mg/g dengan atau tanpa hipertensi dianjurkan diterapi dengan ACE-I atau ARB2. Hipertensi CKD dengan diabetesa. Target tekanan darah < 130/80 mmHgb. CKD diabetes stage 1-4 : ARB atau ACE-I, bila diperlukan dikombinasi dengan diuretika.

Tabel 6. Rekomendasi pemilihan obat anti hipertensi pada CKDClinical assesment of kidney diseaseBlood pressure targetPreffered agents for CKD, with or without hypertension Other agent to reduced CVD risk, target BP

Blood pressure > 130/80 mmHg and spot urine total protein to creatinin ratio 200 mg/g< 130/80ACE inhibitor or ARBDiuretic preffered then BB or CCB (calcium channel blocker)

Blood pressure > 130/80 mmHg and spot urine total protein to creatinin ratio 200 mg/g< 130/80No preferedDiuretic, BB or CCB

Blood pressure < 130/80 mmHg and spot urine total protein to creatinin ratio 200 mg/g130/80ACE inhibitor or ARBDiuretic preffered then BB or CCB

Kidney disease in the transplant recipient< 130/80None preferedCCB, diuretic, BB, ACE-I (Angiotensin converting enzyme inhibitor), ARB (angiotensin reseptor blocker)

Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium. 6. Transplantasi ginjal Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien CKD, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

I. Pencegahan Pencegahan ini memiliki 3 aspek penting yaitu pencegahan:1. Primer, bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi pemaparan terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya strategi untuk mengurangi pemaparan antenatal terhadap infeksi, pencegahan penyakit ginjal yang diturunkan dengan cara konseling genetik, pencegahan obesitas, deteksi awal dan penanganan hipertensi dan kencing manis.2. Sekunder, dimana pencegahan terjadinya progresifitas kerusakan ginjal dari CKD stadium 1-5 dengan melakukan penanganan yang tepat pada setiap stadium CKD.3. Tersier, berfokus pada penundaan komplikasi jangka panjang, disabilitas atau kecacatan akibat CKD dengan cara renal replacemet therapy misalnya dialisis atau transplantasi ginjal.

J. Prognosis Prognosis dari penyakit ginjal kronik, tergantung pada seberapa cepat upaya deteksi dan penanganan dini, serta penyakit penyebab. Semakin dini upaya deteksi dan penanganannya, hasilnya akan lebih baik. Beberapa jenis kondisi/penyakit, akan tetap progresif. Misalnya: dampak diabetes pada ginjal dapat dibuat berjalan lebih lambat dengan upaya kendali diabetes. Pada kebanyakan kasus, penyakit ginjal kronik progresif bisa menjadi gagal ginjal kronik. Kematian pada penyakit ginjal kronik tertinggi adalah karena komplikasi jantung, dapat terjadi sebelum maupun sesudah gagal ginjal.

BAB IIIPEMBAHASAN

Diketahui bahwa keluhan utama pasien tersebut adalah bengkak-bengkak pada kedua ekstremitas tangan dan kaki. Pasien juga mengeluh perut terasa sebah serta lemas sejak melakukan hemodialisa. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya konjungtiva anemis. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya anemia, penurunan hematokrit, serta kenaikan ureum kreatinin. Hasil penghitungan klirens kreatinin pada pasien ini adalah sebagai berikut :Klirens kretainin (ml/mnt) = ( 140 umur ) x berat badan 72 x serum kretainin= ( 140 54 ) x 60 72 x 12,9= 5,55 Dari hasil tersebut maka pasien ini masuk dalam stadium 5 ( < 15). Berdasarkan penemuan klinis diatas maka pasien dapat didiagnosis Chronic Renal Failure / Chronic Kidney Disease grade 5.Terapi yang diberikan pada pasien adalah Hemodialisa, CaCO3 3 x 1, Lansoprazol 2 x 1, Domperidon 3 x 1, Transfusi PRC 3 kolf post HD. Pasien ini sudah masuk CKD grade 5 maka dilakukan hemodialisa atau cuci darah. Sedangkan CaCO3 digunakan sebagai buffer dalam penanganan kondisi asidosis metabolik yang terjadi pada hampir seluruh pasien gagal ginjal karena kesulitan dalam proses eliminasi buangan asam hasil dari metabolisme tubuh. CaCO3 juga digunakan dalam penanganan kondisi hiperfosfatemia pasien. Hiperfosfatemia pada pasien gagal ginjal terjadi akibat pelepasan fosfat dari dalam sel karena kondisi asidosis dan uremik yang sering terjadi. CaCO3 bekerja dengan mengikat fosfat pada saluran pencernaan sehingga mengurangi absorpsi fosfat. Domperidon merupakan obat golongan anti-emetik yang dapat meredakan rasa mual, muntah, gangguan perut, rasa tidak nyaman akibat kekenyangan, serta refluks asam lambung. Sehingga domperidon digunakan untuk mengatasi keluhan pasien berupa perut terasa sebah. Selain itu diberikan pula lansoprazole. Lansoprazole merupakan obat dari golongan inhibitor pompa proton yang bekerja dengan menginhibisi sistem enzim (H+,K+)-ATPase sehingga mampu memblokir tahap akhir dari produksi asam lambung. Dengan begitu diharapkan produksi asam lambung dapat ditekan.BAB IVKESIMPULAN

1. Berdasarkan penemuan klinis pasien dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien ini didiagnosis Chronic Renal Failure / Chronic Kidney Disease grade 5.2. Terapi yang diberikan pada pasien adalah Hemodialisa, CaCO3 3 x 1, Lansoprazol 2 x 1, Domperidon 3 x 1, Transfusi PRC 3 kolf post HD. Terapi tersebut sudah tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Ketteler M et al. 2006. Calcification and cardiovascular health: New insights into an old phenomenon. Hypertension 47:1027 [PMID: 16618842]Levey AS, et al. 2007: CKD: Common, harmful and treatableWorld Kidney Day 2007. Am J Kidney Dis 49(2).National Kidney Foundation. 2000. Kidney Disease Outcomes Quality Initiative Clinical Practice Guidelines for Nutrition in Chronic Renal Failure. Am J Kidney Dis 35.National Kidney Foundation. 2000. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, classification and stratification. Am J Kidney Dis 39.Sarnak M., et al. 2003. Kidney disease as a risk factor for development of cardiovascular disease: A statement from the American Heart Association Councils on Kidney in Cardiovascular Disease, High Blood Pressure Research, Clinical Cardiology, and Epidemiology and Prevention. Circulation 108:2154 [PMID: 14581387] .Wilson LM. 1999. Gagal Ginjal Kronis. Dalam: Price SA, Wilson LM, penyunting. Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-4. Jakarta : EGC. Page :712-769.