Download docx - Case Report Sirosis Hati

Transcript
Page 1: Case Report Sirosis Hati

CASE REPORT

Penggunaan Jamu Jangka Panjang Penyebab Sirosis Hati

1Pandu Abdul syakur, 2Widodo Ariodhanu

1Bagian Ilmu Penyakit Dalam, RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM

AbstrakPendahuluan :

Obat tradisional adalah media pengobatan yang menggunakan tanaman dengan kandungan bahan-bahan alamiah sebagai bahan bakunya. Obat tradisional ini dibuat dalam bentuk sediaan berupa jamu. Dalam pembuatan jamu ataupun dalam penyimpanannya kemungkinan tercemar oleh jamur Aspergillus flavus yang bisa menghasilkan aflatoksin B1. Aflatoksin B1 inilah salah satu penyebab terjadinya sirosis hati apabila dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.Kasus :

Perempuan, 44 tahun, perut membesar sejak 1 bulan SMRS. Sesak ringan (+), mual (+), nyeri ulu hati (+), kaki membengkak (+). PF : TTV dbn, palmar eritem, dilatasi vena, asites, pitting oedem. Mengonsumsi jamu lebih dari 10 tahun. PP : leukosit 6.000/uL, Hb : 16 g/dL, albumin 2,50 g/dL, SGOT : 48 mg/dL, SGPT : 22 mg/dL, creatinin : 0,9 mg/dL.Diskusi :

Pada kasus ini hampir semua gejala dan hasil pemeriksaan penunjang pada pasien sesuai dengan kriteria yang dipaparkan pada teori sirosis hati.Kesimpulan :

Dengan membandingkan antara gejala klinis dan hasil pemeriksaan penunjang pada pasien dengan teori, pasien didiagnosis Sirosis Hati akibat mengkonsumsi jamu yang mengandung aflatoksin dalam jangka waktu yang lama. Walaupun belum ada sumber penelitian yang lebih mendetail tentang pembahasan kandungan aflatoksin pada jamu.Kata kunci : Jamu, aflatoksin, sirosis hati.

AbstractIntroductions :

Traditional medicine is a treatment using plants containing natural ingredients as the raw material. Tradiotional medicine is made in the dosage forms of herbal (jamu). In the manufacture or in the storage of herbal medicine(jamu) may contaminated by Aspergillus flavus that produce aflaoxin B1. Aflatoxin B1 is one of the causes of liver cirrhosis if taken in a long-term use. This article will discuss about liver cirrhosis caused by a long-term use of herbal medicine.Case :

A 44 years female came with an abdominal bloating since 1 month before admission. Her belly getting bigger day by day, causing mild shortness breathing. She also complaints about nausea, swollen leg and heartburn that spreads to the right and left waist. Consuming herbal more than 10 years. On physical examination vital signs in a normal range, palmar

1

Page 2: Case Report Sirosis Hati

erythem, dilated abdominal veins, ascites and legs pitting edema. In laboratory findings there are leucosytes 6.000/uL, Hb 16 g/dL, albumin 2.50 g/dL, SGOT : 48 mg/dL, SGPT : 22 mg/dL, creatinin : 0,9 mg/dL. Discussion :

In this case almost all the symptoms and laboratory findings in patient according to the criteria presented in the theory of Liver Cirrhosis.Conclussion :

By comparing between clinical symptoms and laboratory findings in patients with the theory, patients is diagnosed with Liver Cirrhosis from consuming herbal medicine containing aflatoxin in a long-term use. Although no source with more detailed study of the discussion content for aflatoxin in herbal medicine.Key words :

Herbs, aflatoxin, liver cirrhosis.

Pendahuluan :Obat tradisional adalah media pengobatan yang menggunakan tanaman dengan

kandungan bahan-bahan alamiah sebagai bahan bakunya. Obat tradisional ini dibuat dalam bentuk sediaan berupa jamu. Dalam pembuatan jamu ataupun dalam penyimpanannya kemungkinan tercemar oleh jamur Aspergillus flavus yang bisa menghasilkan aflatoksin B1. Aflastoksin B1 termasuk dalam golongan mycotoxin yang dihasilkan oleh jamur dan bersifat hepatotoksik. Aflatoksin B1 inilah salah satu penyebab terjadinya sirosis hati apabila dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama1.

Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif dan ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular dan regenerasi nodularis parenkim hati2.

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular atau mikronodular atau campuran. Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan fungsi tetapi hal ini juga kurang memuaskan.

Etiologi sirosis di negara berkembang seperti di Indonesia biasanya terjadi karena infeksi virus, alkoholisme, dan konsumsi jamu yang tercemar oleh jamur Aspergillus flavus yang menghasilkan aflatoksin B1 dan bersifat hepatotoksik.

Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degenerasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung terus menerus (misal: hepatiris virus, alkohol, obat hepatotoksis, aflatoksin), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat3.

Sirosis hati secara kllinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang belum memperlihatkan gejala klinis yang nyata/ asimptomatis dan dekompensata yang ditandai dengan gejala klinis yang jelas.

2

Page 3: Case Report Sirosis Hati

Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sirosis sudah dalam keadaan lanjut (dekompensata) gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta4.

Gejala klinis akibat kegagalan hati adalah hiperestrogenemia dan hipoalbuminemia.Gejala klinis akibat hipertensi porta pada esophagus akan menimbulkan varises

esophagus akibat peningkatan tekanan hidrostatik. Apabila pecah bisa menimbulkan gejala hematemesis, melena dan aspirasi ke paru. Pada lambung akan menimbulkan gejala dispepsia. Menimbulkan hipersplenisme dan bisa menyebabkan anemia, trombositopenia dan leukopenia akibat bendungan pada v. Lienalis. Bendungan pada v. Mesentrika akan menimbulkan asites. Sedangkan pada plexus hemoroidalis interna akan menimbulkan hemoroid. Bila pecah akan menimbulkan hematoschezia.

Komplikasi yang bisa terjadi akibat keadaan-keadaan diatas adalah Sindrom Hepato-Renal, Spontaneus Bacterial Peritonitis(SBP) dan ensefalopati hepaticum. Sindrom Hepato-Renal terjadi akibat bendungan didaerah splanchnic, yang akan membuat GFR menurun. Apabila hal itu terjadi dalam waktu yang lama, ginjal akan mengalami iskemik dan terjadi azostemia dimana kadar ureum dan kreatinin meningkat. Keadaan ini bila berlanjut lebih dari 3 bulan akan mengakibatkan CKD. SBP terjadi akibat perdarahan yang disebabkan oleh varises esophagus dan gastropati hipertensi porta karena darah adalah mediator yang baik untuk infeksi. Karena itu apabila terjadi perdarahan pada saluran cerna harus segera dikeluarkan. Bila darah tidak dikeluarkan dan berada di usus, maka eritrosit akan diurai oleh bakteri usus menjadi heme dan globin. Dimana globin yang mengandung gugus amin akan diubah menjadi amonia dan bisa menyebabkan ensefalopati hepaticum5.

Pemeriksaan penunjang yang didapatkan akibat sirosis hati adalah sebagai berikut : Hb menurun akibat perdarahan, hipersplenisme, intake yang berkurang dan akibat penyakit kronik. Trombositopenia bisa terjadi akibat hipersplenisme. Leukositosis pada infeksi sekunder. SGOT&SGPT yang meningkat pada stadium awal sirosis hati akibat kompensasi, dan akan menurun ke normal. Terjadi perbandingan terbalik antara kadar albumin dan globulin dimana kadar albumin < globulin. Bilirubin darah akan meningkat pada stadium awal dan akan menurun pada stadium akhir. Prothrombine time memanjang.

Kriteria sirosis dan resiko terjadinya perdarahan varises esophagus dibagi 3 grade berdasarkan kriteria child-pugh Tabel.16 :

Tabel 1. Kriteria Child-Pugh 1 point 2 point 3 point

Bilirubin (mmol/dL) <3,4 3,4-5,1 >5,1Albumin (g/dL) >3,5 2,8-3,5 <2,8Prothrombin time (seconds>normal) 1-3 4-6 >6Ascites None Slight ModerateEnsefalopati None Gr.1-2 Gr.3-4

Ket. Tabel 1 : Grade A = 5-6, Grade B = 7-9, Grade C > 10. Resiko terjadinya perdarahan varises akan meningkat jika skor >8. Grading juga digunakan untuk melihat mortalitas dan menentukan apakah perlu dilakukan transplantasi hati.

3

Page 4: Case Report Sirosis Hati

Penatalaksanaan bisa dilakukan konservatif, terapi non-medikamentosa dan medikamentosa.

Terapi konservatif adalah sebagai berikut : Cangkok hati, Portocaval shunt dan Ligasi ataupun penggunaan scleroting agent untuk varises esophagus.

Terapi non-medikamentosa : Tirah baring, diet rendah protein 0,6 gr/kg/hari, cukup asupan cairan, diet rendah garam 5,2 gr/hari, tinggi kalori 2000-3000kkal/hari, tidak memakan makanan yang merangsang lambung.

Terapi medikamentosa : pada dispepsia bisa diberikan antasida untuk menetralkan asam lambung, AH2 untuk meningkatkan produksi PG, PPI untuk menghentikan produksi asam lambung dan anti emetic untuk menghilangkan rasa mual. Untuk hipertensi porta diberikan propanolol untuk menurunkan hipertensi porta. Bisa dikombinasi dengan ISDN. Terapi asites diberikan spironolakton. Bisa dikombinasi furosemid bila asites tidak berkurang. Dilakukan pungsi bila terjadi asites permagna ataupun refrakter. Hipoalbuminemia diterapi dengan membrikan human albumin (albupure 20%) atau diberikan aminoleban untuk meningkatkan albumin darah. Hematemesis atau melena diberikan ocreotide untuk vasokonstriksi v.splanchnicus. Chlisma diberikan untuk mengikat darah kemudian diberi lactulosa diberikan untuk pengeluaran darah di usus. Diberikan antibiotik bila terjadi infeksi sekunder, yaitu sefalosporin gol. III&IV karena tidak di ekskresi di hati. Apabila terjadi ensefalopati hepaticum diberikan L-Ornitin L-Aspartat untuk mengikat amonia.Kasus :

Pasien seorang perempuan, usia 44 tahun, datang dengan keluhan perut membesar dan kembung sejak satu bulan SMRS. Awalnya pasien hanya mengira perutnya kembung biasa, dan akan sembuh dengan sendirinya jika dibiarkan. Namun semakin lama kembung yang dirasa tidak kunjung hilang dan perut dirasa membesar dari hari ke hari. Selain itu terdapat keluhan kedua kakinya membengkak bersamaan dengan perutnya yang membesar. Bengkak diawali pada kaki kiri kemudian keesokan harinya kaki kanannya pun ikut membengkak sehingga ukuran bengkaknya sama dengan kaki kirinya. Keluhan demam, sakit kepala, muntah berupa makanan ataupun darah dan nyeri perut disangkal.

1 minggu SMRS, os mulai merasa kurang nyaman dengan sakit yang dialami. Perut dan kakinya tak kunjung mengempis. Kemudian memutuskan untuk pergi berobat ke Puskesmas yang jaraknya tak jauh dari rumahnya. Kemudian dokter Puskesmas memberikan 5 macam obat untuk diminum dalam satu minggu dan menyampaikan bahwa sakit yang dialaminya adalah kembung biasa.

4 hari SMRS, Perut terasa nyeri yang hilang timbul seperti ditusuk-tusuk, nyut-nyutan di daerah ulu hati dan daerah perut kanan atas. Nyeri tersebut dirasa menjalar sampai ke pinggang kanan dan kiri.

1 hari SMRS, Keluhan nyeri perut yang hilang timbul masih ada, namun tidak sehebat saat pertama kali muncul. Keluhan mual, perut yang membesar, kedua kaki yang bengkak, dan sesak ringan membuat rasa tidak nyaman, oleh karena itu os memutuskan untuk pergi berobat ke RS dr. H. Bob Bazar pada keesokan harinya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran CM, TD : 120/80 mmHg, Nadi : 88x/mnt, Suhu : 360C, RR : 20x/mnt, terdapat palmar eritem,

4

Page 5: Case Report Sirosis Hati

terdapat umbilicus yang menonjol, dilatasi vena, terdapat asites, undulasi (+), shifting dullnes (+) dan oedem kaki dengan pitting oedem positif.

Pada pemeriksaan penunjang pasien didapatkan : leukosit 6000/uL, Hb 12,8 g/dL, albumin darah 2,50 g/dL, SGOT : 48 mg/dL, SGPT : 22 mg/dL, creatinin : 0,9 mg/dL.

Diagnosis yang ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan fisik dan penunjang pada pasien adalah sirosis hati.

Pasien ditatalaksana dangan terapi non medikamentosa yaitu tirah baring, cukup asupan cairan, diet rendah garam 5,2 gr/hari, tidak memakan makanan yang merangsang lambung, berhenti mengkonsumsi jamu-jamuan. Sedangkan terapi medikamentosa adalah sebagai berikut IVFD RL 8 tpm (emergency line), cefoperazone inj. 1 x 1gr, furosemid inj. 3 x 1 amp, human albumin (Albapure 20%) 100 ml i.v kec.2ml/mnt, ranitidine inj. 2 x1 amp, propanolol 10mg tab 3x2 p.o, hepato protektor (Sanfuliq) caps 3x1 p.o, lansoprazole caps 30 mg 1x1 p.o dan spironolakton 100mg 2x1 p.o.

Diskusi :Pada kasus ini hampir semua gejala dan hasil pemeriksaan penunjang pada pasien

sesuai dengan kriteria yang dipaparkan pada teori sirosis hati.Gejala-gejala sirosis hati yang terdapat pada pasien sesuai dengan teori sirosis hati.

Gejala yang paling menonjol yang didapatkan adalah ditemukannya asites dan bengkak pada kedua kaki dengan pitting oedem (+). Hal ini dikarenakan adanya hipertensi porta yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik sehingga terjadi ekstravasasi cairan, selain itu hipoalbuminemia yang terjadi juga memperburuk keadaan asites dan oedem tungkai pasien. Walaupun didalam teori dikatakan bahwa albumin <2,5 g/dL baru menimbulkan asites tetapi pada pasien didapatkan kadar albumin 2,5 g/dL sudah terjadi asites.

Diagnosis pasti pasien belum bisa ditentukan karena belum dilakukan pemeriksaan USG abdomen, tetapi dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang diagnosis sirosis hepatis 80% dapat ditegakkan. Etiologi dari sirosis hati belum bisa dibuktikan. Kemungkinan sirosis hati pada kasus ini adalah akibat aflatoksin B1 yang terdapat dalam jamu yang dikonsumsi pasien selama lebih dari 10 tahun. Tetapi belum bisa dipastikan karena bisa saja sirosis hati pasien ini dikarenakan infeksi virus kronis karena belum dilakukan pemeriksaan HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA. Skor dari kriteria Child-Pugh pada pasien sekitar 7-9 karena pemeriksaan bilirubin darah dan Prothrobin time belum ada dan termasuk Grade B dalam keriteria Child-Pugh.

Penatalaksanaan pada pasien ini juga sesuai dengan teori yang ada pada sirosis hati.Kesimpulan :

Dengan membandingkan antara gejala klinis dan hasil pemeriksaan penunjang pada pasien dengan teori, pasien didiagnosis Sirosis Hati akibat mengkonsumsi jamu yang mengandung aflatoksin dalam jangka waktu yang lama. Walaupun belum ada sumber penelitian yang lebih mendetail tentang pembahasan kandungan aflatoksin pada jamu.

Pemeriksaan untuk mendapatkan etiologi untuk sirosis hati belum bisa ditegakkan karena belum dilakukan pemeriksaan HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA.

5

Page 6: Case Report Sirosis Hati

Daftar Pustaka

1. Kuniholm MH, Lesi OA, Mendy M, Akano OA, Sam O, et al. Aflatoxin exposure and Viral Hepatitis in the Etiology of Liver Chirrosis in The Gambia, West Africa. Environmental Health Perspective 2008;116(11): 1553-7

2. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibarata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed.4. Jakarta: IPD FKUI. 2007. Hlm: 443-6

3. Lindseth GN. Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas. Dalam: Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanni DA. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 1. Ed.6. Jakarta: EGC. 2006. Hlm: 497-501

4. Longmore M, Wilkinson IB, Davidson EH, Foulkes A, et al. Oxford Handbook of Clinical Medicine. 8th ed. New York: Oxford University. 2010. Hlm: 260

5. Longmore M, Wilkinson IB, Davidson EH, Foulkes A, et al. Oxford Handbook of Clinical Medicine. 8th ed. New York: Oxford University. 2010. Hlm: 261

6. Bacon BR. Cirrhosis and Its Complication. Dalam: Fauci AS, Barunwald E, Kasper DL, Hauser SL, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17 th ed. United State: The McGraw-Hill Companies. 2008. Hlm: 1971-2

6