Download doc - CASE Polineuropati DM

Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

 Neuropati diabetikum (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis

paling sering ditemukan pada Diabetes Melitus (DM). Risiko yang dihadapi

pasien DM dengan ND antaralain adalah infeksi berulang, ulkus yang tidak

sembuh – sembuh dan akhirnya amputasi jariatau kaki. Kondisi inilah yang

menyebabkan bertambahnya angka kesakitan dan kematian,yang berakibat

meningkatnya biaya pengobatan pasien DM dengan ND. Hingga saat ini

pathogenesis ND belum seluruhnya diketahui dengan jelas, namundemikian

dianggap bahwa hiperglikemia persisten merupakan faktor primer.

Faktor metabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab atas terjadinya

ND, tetapi terdapat beberapa teori lain yang telah diterima yaitu teori vaskular,

autoimun, dan nerve growth factor.

Studi prospektif oleh Solomon dkk, menyebutkan bahwa selain peran

kendaliglikemik, kejadian neuropati juga berhubungan dengan risiko

kardiovaskular yang potensialmasih dapat dimodifikasi. Manifestasi ND bisa

sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisaterdeteksi dengan

pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa

jugakeluhannya dalam bentuk neuropati local atau sistemik, yang semua itu

bergantung padalokasi dan jenis syaraf yang terkena lesi. Mengingat terjadinya

ND merupakan rangkaian proses yang dinamis dan bergantung pada banyak

faktor, maka pengelolaan dan pencegahan ND pada dasarnya merupakan bagian

dari pengelolaan diabetes secara keseluruhan. Untuk mencegah agar ND tidak

berkembangmenjadi ulkus diabetic seperti ulkus atau gangrene pada kaki,

diperlukan berbagai upayakhususnya pemahaman pentingnya perawatan kaki.

Bila ND disertai nyeri dapat diberikan berbagai jenis obat-obatan sesuai tipe

nyerinya, dengan harapan menghilangkan atau palingtidak mengurangi keluhan,

sehingga kualitas hidup dapat diperbaiki. Dengan demikian, memahami

1

mekanisme terjadinya ND dan faktor- faktor yang berperanmerupakan landasan

penting dalam pengelolaan dan pencegahan ND yang lebih rasional.

BAB II

STATUS PENDERITA

I. Identifikasi

Nama : Ny. Nakiyati

Umur : 58 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Menikah

Kebangsaan : Indonesia

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jln. Kms. Rindo No.35, Kertapati,

Palembang

Tanggal Pemeriksaan : 20 November 2013

II. Anamnesis

a) Keluhan Utama

Nyeri telapak dan jari-jari kaki sejak 1 hari SMRS

b) Riwayat Perjalanan Penyakit

± 5 hari SMRS Os mengeluh nyeri diujung jari dan telapak kaki

yang hilang timbul selama ± 2 menit yang kemudian menghilang.

Keluhan ini terutama sering dirasakan pasien saat beraktivitas.. Nyeri

menjalar hingga ke tumit. Demam (-), krepitasi (-). Pasien mengaku

tidak ada gangguan dalam membedakan suhu.

Pasien mengaku 20 tahun yang lalu didiagnosa dokter menderita

penyakit kencing manis dan tidak rutin mengkonsumsi obat-obatan

2

kencing manis, gula darah pasien terakhir adalah 503 mg/dl. Pasien lalu

berobat ke RSMH dan diraat inap di bagian penyakit dalam.

c) Riwayat Penyakit Terdahulu

Riwayat Maag (+) sejak 5 tahun yang lalu

Riwayat DM (+) sejak tahun 20 tahun yng lalu, tidak rutin kontrol.

d) Riwayat Pekerjaan

Penderita adalah seorang ibu rumah tangga yang banyak

menghabiskan waktu di rumah. Penderita tidak mempunyai pembantu,

urusan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci baju, menyapu dan

membersihkan rumah kadang dia lakukan sendiri.

e) Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita sudah menikah dan memiliki 5 anak dengan jumlah

anggota keluarga yang tinggal serumah ada 5 orang. Tempat tinggal

penderita bertingkat 1, MCK dan sumber air bersih berada di dalam

rumah menggunakan air ledeng dan jaraknya tidak terlalu jauh dari

kamar penderita. Penerangan pada rumah dan kamar mandi cukup.

Kamar mandi pasien tidak memiliki pegangan tangan dan kakus jenis

jongkok. Saat ini penderita tidak bekerja. Penghasilan didapatkan dari

suaminya.

III. Pemeriksaan Fisik

A. Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : GCS : 15

Tinggi Badan / Berat Badan : 162 cm/ 58 kg BMI :

Cara berjalan / Gait :

Antalgik gait : -

3

Hemiparese gait : -

Steppage gait : -

Parkinson gait : -

Tredelenberg gait : -

Waddle gait : -

Lain - lain : -

Bahasa / bicara

Komunikasi verbal : Disartria (-)

Komunikasi nonverbal : Baik

Tanda vital

Tekanan darah : 130/70 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Pernafasan : 22 x/menit

Suhu : 36,7 0C

Kulit : Anemis (-), eritema (-), ulkus

dekubitus (-)

Status Psikis

Sikap : kooperatif Orientasi : baik

Ekspresi wajah : baik Perhatian : baik

B. Saraf -saraf otak

Nervus Kanan Kiri

N.Olfaktorius normal normal

N.Opticus normal normal

N.Occulomotorius normal normal

N.Trochlearis normal normal

N.Trigeminus normal normal

N.Abducens normal normal

4

N.Fascialis normal normal

N.Vestibularis normal normal

N.Glossopharyngeus normal normal

N.Vagus normal normal

N.Accesorius normal normal

N.Hypoglosus normal disartria

Sensasi taktil ↓ ↓ Sensasi nyeri + +

Sensasi suhu + +

C. Kepala

Bentuk : normal

Ukuran : normocephali

Posisi :

- Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-)

strabismus (-), exoftalmus (-)

- Hidung : deviasi septum (-)

- Telinga : serumen (-)

- Mulut : sudut mulut tertinggal (-)

- Wajah : simetris

Gerakan abnormal : (-)

D. Leher

Inspeksi : dinamis, simetris, posisi trakea normal, pembesaran KGB

(-), kontrol terhadap kepala baik

Palpasi : JVP tidak meningkat, kaku kuduk (-)

Luas Gerak Sendi

Ante / retrofleksi (n 65/50) : 650/500

Laterofleksi (D/S) (n 40/40) : 400/300

Rotasi (D/S) (n 45/45) : 450/300

Test provokasi

5

Lhermitte test / Spurling : tidak dilakukan

Test Valsalva : tidak dilakukan

Distraksi test : tidak dilakukan

Test Nafziger : tidak dilakukan

E. Thorak

Bentuk : normal

Pemeriksaan Ekspansi Thoraks : tidak dilakukan

Paru- paru

- Inspeksi : simetris statis dan dinamis

- Palpasi : stem fremitus sama kanan-kiri

- Perkusi : sonor

- Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-)

Jantung

- Inspeksi : iktus kordis tak terlihat

- Palpasi : iktus kordis tak teraba

- Perkusi : batas jantung dalam batas normal

- Auskultasi : suara jantung normal, murmur (-), gallop (-)

F. Abdomen

- Inspeksi : datar

- Palpasi : lemas, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)

- Perkusi : timpani

- Auskultasi : bising usus (+) normal

G. Trunkus

Inspeksi : Simetris

- Deformitas : (-)

- Lordosis : (-)

6

- Scoliosis : (-)

- Gibbus : (-)

- Hairy spot : (-)

- Pelvic Tilt : (-)

Palpasi :

-Spasme otot-otot para vertebrae : (-)

-Nyeri tekan : (-)

Luas gerak sendi lumbosakral

-Ante /retro fleksi (95/35) : 95/35

-Laterofleksi (D/S) (40/40) : 40/40

-Rotasi (D/S) (35/35) : 35/35

Test provokasi

- Valsava test : -

- Laseque : -/-

- Test Baragard dan Sicard : -/-

- Nafziger test : -

- Test SLR : -/-

- Test: O’Connell : -/-

- FNST : -/-

- Test Patrick : -/-

- Test Kontra Patrick : -/-

- Test Gaenslen : -/-

- Test Thomas : tidak dilakukan

- Test Ober’s : tidak dilakukan

- Nachalas knee flexion test : tidak dilakukan

- Mc.Bride sitting test : tidak dilakukan

- Yeoman’s hyprextension : tidak dilakukan

- Mc.Bridge toe to mouth sitting test : tidak dilakukan

- Test Schober : tidak dilakukan

7

H. Anggota Gerak Atas

kanan kiri

Inspeksi

Deformitas : (-) (-)

Edema : (-) (-)

Tremor : (-) (-)

Neurologi

Motorik Dextra

Sinistra

Gerakan cukup kurang

Kekuatan

- Abduksi lengan 5 3

- Fleksi siku 5 3

- Ekstensi siku 5 3

- Ekstensi wrist 5 3

- Fleksi jari- jari tangan 5 3

- Abduksi jari tangan 5 3

Tonus normal normal

Tropi (-) (-)

Refleks Fisiologis

- Refleks tendon biseps normal normal

- Refleks tendon triseps normal normal

Refleks Patologis

- Hoffman (-) (-)

- Tromner (-) (-)

Sensorik

Protopatik : normal normal

Proprioseptik : normal normal

Vegetatif normal normal

8

Penilaian fungsi tangan kanan kiri

Anatomical normal normal

Grips

normal normal

Spread normal normal

Palmar abduct normal normal

Pinch normal normal

Luas Gerak Sendi

Luas Gerak

Sendi

Aktif

Dextra

Pasif

Dextra

Aktif

Sinistra

Pasif

Sinistra

Abduksi Bahu 0-180° 0-180° 0-180° 0-180°

Adduksi Bahu 180°-0 180°-0 180°-0 180°-0

Fleksi Bahu 0-180° 0-180° 0-180° 0-180°

Ekstensi Bahu 0-60° 0-60° 0-60° 0-60°

Endorotasi

Bahu

90°-0 90°-0 90°-0 90°-0

Eksorotasi

Bahu

0-90° 0-90° 0-90° 0-90°

Fleksi Siku 0-150° 0-150° 0-150° 0-150°

Ekstensi Siku 150°-0 150°-0 150°-0 150°-0

Ekstensi

pergelangan

tangan

0-70° 0-70° 0-70° 0-70°

Fleksi

pergelangan

tangan

0-80° 0-80° 0-80° 0-80°

Pronasi 0-90° 0-90° 0-90° 0-90°

Supinasi 0-90° 0-90° 0-90° 0-90°

9

Test Provokasi : tidak dilakukan

Anggota Gerak Bawah

Inspeksi kanan kiri

Deformitas : (-) (+) amputasi digiti I sin

Edema : (-) (-)

Tremor : (-) (-)

Palpasi

Nyeri tekan : (-) (-)

Diskrepansi : (-) (-)

Neurologi

Motorik Kanan Kiri

Gerakan cukup cukup

Kekuatan

Fleksi paha 5 5

Ekstensi paha 5 5

Ekstensi lutut 5 5

Fleksi lutut 5 5

Dorsofleksi pergelangan kaki 5 5

Dorsofleksi ibu jari kaki 5 5

Plantar fleksi pergelangan 5 5

Tonus normal normal

Tropi (-) (-)

Refleks Fisiologis

Refleks tendo patella normal normal

10

Refleks tendo achilles normal normal

Refleks patologi

Babinsky negatif negatif

Chaddock negatif negatif

Sensorik

Protopatik : tidak ada kelainan

Proprioseptik : tidak ada kelainan

Vegetatif : tidak ada kelainan

Luas gerak sendi

Luas Gerak

Sendi

Aktif

Dextra

Pasif

Dextra

Aktif

Sinistra

Pasif

Sinistra

Abduksi Paha 0-90° 0-90° 0-90° 0-90°

Adduksi Paha 0o-10o-15o 0o-10o-15o 0o-10o-15o 0o-10o-15o

Fleksi Paha 0-45° 0-45° 0-45° 0-45°

Ekstensi Paha 45°-0 45°-0 45°-0 45°-0

Fleksi Lutut 0-135° 0-135° 0-135° 0-135°

Ekstensi

Lutut

0-120° 0-120° 0-120° 0-120°

Dorsofleksi

Pergelangan

Kaki

0-20° 0-20° 0-20° 0-20°

Plantar fleksi

Pergelangan

Kaki

0-50° 0-50° 0-50° 0-50°

Inversi Kaki Normal Normal Normal Normal

Eversi Kaki Normal Normal Normal Normal

Test Provokasi sendi lutut kanan kiri

Stres test tidak dilakukan tidak dilakukan

Drawer’s test tidak dilakukan tidak dilakukan

11

Test Tunel pada sendi lutut tidak dilakukan tidak dilakukan

Test Homan tidak dilakukan tidak dilakukan

III. Pemeriksaan- pemeriksaan lainnya

Bowel test / Bladder test

- Sensorik peri anal : tidak dilakukan

- Motorik sphincter ani eksternus : tidak dilakukan

- BCR (Bulbocavernosis Refleks) : tidak dilakukan

Fungsi luhur

- Afasia : tidak ada

- Apraksia : tidak ada

- Agrafia : tidak ada

- Alexia : tidak ada

IV. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan laboratorium

Darah rutin :

-Hb 8,2 g/dl -Eritrosit 4.150.000/mm3

-Ht 25 vol% -Leukosit 24.000/mm3

-LED 26 mm/jam -Trombosit 432.000/mm3

-Hitung jenis 0/1/1/88/7/3

Elektrolit :

-BSS 503 mg/dl -Tot. Kolesterol 208 mg/dl

-HDL 55 mg/dl -LDL 212 mg/dl

-TGL 183 mg/dl

- Echokardiografi (atas indikasi)

- Rontgen Thorax

V. Resume

Anamnesis :

12

Penderita ingin mendapatkan pelayanan rehabilitasi medik dengan

keluhan utama nyeri di telapak kaki dan jari kaki

Riwayat perjalanan penyakit :

± 5 hari SMRS Os mengeluh nyeri diujung jari dan telapak kaki

yang hilang timbul selama ± 2 menit yang kemudian menghilang.

Keluhan ini terutama sering dirasakan pasien saat beraktivitas.. Nyeri

menjalar hingga ke tumit. Demam (-), krepitasi (-). Pasien mengaku

tidak ada gangguan dalam membedakan suhu.

Pasien mengaku 20 tahun yang lalu didiagnosa dokter menderita

penyakit kencing manis dan tidak rutin mengkonsumsi obat-obatan

kencing manis, gula darah pasien terakhir adalah 503 mg/dl. Pasien lalu

berobat ke RSMH dan diraat inap di bagian penyakit dalam.

Pemeriksaan Fisik :

Pada pemeriksaan fisik umum, tekanan darah 130/70 mmHg. Pada

pemeriksaan fisik neurologi, motorik tidak ditemukan kelainan. Pada

pemeriksaan sensorik extremitas bawah ditemukan penurunan

sensibilitas. Pada pemeriksaan gait dan keseimbangan juga ditemukan

pasien sulit untuk menjaga keseimbangannya pada saat berdiri.

Pemeriksaan Penunjang :

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan LED,

peningkatan gula darah sewaktu, peningkatan kolesterol.

13

VI. Evaluasi

No Level ICF Kondisi Saat Ini Sasaran

1. Struktur dan

Fungsi

Pasien mengalami

trombosis cerebri dan

menyebabkan Hemiparese

sehingga pasien

mengalami kelemahan

pada lengan dan tungkai

kiri, mulut mengot dan

bicara pelo.

Meningkatkan gerakan dan

kekuatan otot lengan dan

tungkai kiri dan

meningkatkan/mengembalikan

kemampuan berbicara

2. Aktivitas Tidak bisa melakukan

aktivitas sehari-hari

secara mandiri, dan

pasien sulit

mempertahankan

keseimbangan

Mengembalikan

kemampuannya dalam

melaksanakan aktivitas sehari-

hari, seperti duduk, miring,

dan berjalan

3. Partisipasi Terjadi gangguan karena

pasien tidak bisa

berpartisipasi dalam

kegiatan sosial.

Dapat kembali berpartisipasi

dalam kegiatan sosial.

Catatan : ICF (International Classification of Function) 2012

VII. Diagnosa Klinis

Polineuropati Diabetikum + DM tipe 2 uncontrolled + Anemia

VIII. Program Rehabilitasi Medik

Fisioterapi

Terapi panas :

IRR (panas superfisial) 20-30 menit pada kedua kaki

14

TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) 3

kali/minggu padadaerah kaki,Tetapi penggunaan terapi panas

harus hati-hati pada penderita DM karenamungkin terdapat

gangguan sensasi, jika ingin memberi terapi panas,

jangandiberikan langsung pada lokasi, tetapi lebih proksimal,

untuk mencegah “stealing effect”. Teknik ini disebut

“reflexheating”, dan juga waktu dalamsekali pemberian jangan

terlalu lama.

Terapi dingin : -

Stimulasi Listrik : -

Terapi Latihan : ROM exercise (aktif dan pasif) dan

Latihan Bobath ( untuk melatih postural

yang normal dan keseimbangan)

Traksi : -

Okupasi terapi

ADL exercise : - Latihan keseimbangan: dimulai dengan

keseimbangan saat duduk, berdiri, dan saat

berjalan.

- Saat pasien sudah dapat berjalan dengan

seimbang. Penderita diperkenalkan dengan

program ADL, seperti latihan mobilisasi

(latihan berpindah tempat dari tempat tidur

menuju ke kursi), latihan fungsi tangan

untuk gerakan motorik halus dan koordinasi

(latihan tata cara makan, memakai baju, dll)

Ortotik prostetik : -

Terapi wicara : -

15

Sosial medik : -

Edukasi :

Gaya hidup yang sehat, meliputi: olahraga rutin, diet rendah

karbohidrat,kurangi stress, rajin berolahraga, makan makanan

sehat

Pengendalian glukosa darah dengan rutin mengkonsumsi obat-obatan

dmsecara teratur, kontrol teratur, konsultasi dan terapi

Perawatan umum kaki: menjaga kebersihan kulit kaki, menghindari

trauma kaki seperti menggunakan sepatu yang sempit, mencegah trauma

berulang pada neuropati kompresi

IX. Terapi Medikamentosa

Captopril 3 x 25 mg tab

RI 3 x 14 iu sc

HN 1 x 20 iu sc

Gabapentin 2 x 300 mg

Omeprazole 2 x 10 mg

Ceftriaxone 2 x 1 gr

X. Prognosa

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

16

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI

Neuropati Diabetikum adalah suatu gangguan, baik klinis maupun

subklinis, yang terjadi pada diabetes mellitus tanpa penyebab neuropati perifer

yang lain. Gangguan neuropati ini termasuk manifestasi somatik dan atau

autonom darisistem saraf perifer.

3.2 PREVALENSI

Berbagai studi melaporkan prevalensi ND yang bervariasi. Bergantung

pada batasandefinisi yang digunakan, kriteria diagnostik, metode seleksi pasien

dan populasi yang di teliti, prevalensi ND berkisar dari 12-50%. Angka kejadian

dan derajat keparahan ND juga bervariasi sesuai usia, lama menderita DM,

kendali glikemik, juga fluktuasi kadar glukosadarah sejak diketahui DM. Pada

suatu penelitian besar, neuropati simtomatis ditemukan pada28,5 % dari 6500

pasien DM. Pada studi Rochester, walaupun neuropati simtomatisditemukan

hanya pada 13% pasien DM, ternyata lebih dari setengahnya ditemukan

neuropatidengan pemeriksaan klinis. Studi lain melaporkan kelainan kecepatan

hantar saraf sudahdidapati pada 15,2 % pasien DM baru, sementara tanda klinis

neuropati hanya dijumpai pada 2,3%.

3.3 ETIOLOGI

Nyeri neuropatik dapat timbul dari kondisi yang mempengaruhi system

saraf tepi atau pusat.Gangguan pada otak dan korda spinalis, seperti multiple

sclerosis, stroke, dan spondilitis ataumielopati post traumatic dapat menyebabkan

nyeri neuropatik. Gangguan system saraf tepiyang terlibat dalam proses nyeri

neuropatik termasuk penyakit pada saraf spinalis, gangliadorsalis, dan saraf tepi.

Kerusakan pada saraf tepi yang dihubungkan dengan amputasi,radikulopati, carpal

tunnel syndrome, dapat menimbulkan nyeri neuropatik. Aktivasi nervussimpatetik

yang abnormal, pelepasan katekolamin, aktivasi free nerve endings atau neuroma

17

dapat menimbulkan sympathetically mediated pain. Nyeri neuropatik juga dapat

dihubungkandengan penyakit infeksius yang paling sering adalah HIV.

Cytomegalovirus, yang sering ada pada penderita HIV, juga dapat menyebabkan

low back pain, radicular pain, dan mielopati. Nyeri neuropati adalah hal yang

paling sering dan penting dalam morbiditas pasienkeganasan. Nyeri pada pasien

keganasan dapat timbul dari kompresi tumor pada jaringansaraf atau kerusakan

system saraf karena radiasi atau kemoterapi.

Penyebab neuropati perifer yang utama :

1) Autoimmunitas(poliradikuloneuropati demielinatif inflamatori)

2) Vaskulitis (kelainan jaringan ikat)

3) Kelainan sistemik (diabetes, uremia, sarkoidosis, myxedema, akromegali).

4) Keganasan (neuropati paraneoplastik)

5) Infeksi (leprosi, kelainan Lyme, AIDS, herpes zoster)

6) Disproteinemia (mieloma, krioglobulinemia)

7) Defisiensi nutrisional serta alkoholisme.

8) Kompresi dan trauma.

9) Bahan industri toksik serta obat-obatan.

10) Neuropati keturunan.

Penyebab neuropati sentral :

1) Mielopati kompresif dengan stenosis spinalis

2) Mielopati HIV

3) Multiple sclerosis

4) Penyakit Parkinson

5) Mielopati post iskemik 

6) Mielopati post radiasi

7) Nyeri post stroke

8) Nyeri post trauma korda spinalis

9) Siringomielia

18

3.4 PATOGENESIS

Proses kejadian ND berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang

berakibatterjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance

glycosilation end products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi

protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurang

nya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf  berkurang dan bersama

rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah ND dalam sel terjadilah ND. Berbagai

penelitian membuktikan bahwa kejadian ND berhubungan sangat kuat

denganlama dan beratnya DM.

Faktor metabolik

Proses terjadinya ND berawal dari hiperglikemia yang

berkepanjangan.Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur poliol

meningkat, yaitu terjadi aktivasienzim aldose-reduktase, yang merubah glukosa

menjadi sorbitol, yang kemudiandimetabolisasi oleh sorbitol dehidrogenase

menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosadalam sel saraf merusak sel

saraf melalui mekanisme yang belum jelas. Salah satukemungkinannya ialah

akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan keadaanhipertonik

intraseluler sehingga mengakibatkan edem saraf.Peningkatan sintesis sorbitol

berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam selsaraf. Penurunan

mioinositol dan akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stressosmotik

yang akan merusak mitokondria dan akan menstimulasi

 protein kinase C (PKC).Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi  Na-K-ATP-ase,

sehingga kadar Na intraseluler menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya

mioinositol masuk ke dalam sel saraf sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal

pada saraf.Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH

saraf yangmerupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena

NADPH merupakankofaktor penting untuk   glutathione dan nitric oxide synthase

(NOS), pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan saraf untuk

mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi nitric oxide (NO). Disamping

19

meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia berkepanjangan

akanmenyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs).

AGEs ini sangattoksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf.

Dengan terbentuknya AGEs dansorbitol, maka sintesis dan fungsi NO menurun.

Yang berakibat vasodilatasi berkurang, alirandarah ke saraf menurun, dan

bersama rendahnya mioinositol dalam sel saraf, terjadilah ND.Kerusakan aksonal

metabolic awal masih dapat kembali pulih dengan kendali glikemik yangoptimal.

Tetapi bila kerusakan metabolic ini berlanjut menjadi kerusakan iskemik,

makakerusakan struktural akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi.

 

Kelainan Vaskular

Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan

dengankerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi

radikal bebasoksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas

ini membuat kerusakanendotel vaskular dan menetralisasi NO, yang berefek

menghalangi vasodilatasimikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular

tersebut dapat melalui penebalanmembrana basalis, thrombosis pada arteriol

20

intraneural, peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas

eritrosit, berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatanresistensi vascular,

stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemiaakut.

Kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan vascular masih bisa dicegah

denganmodifikasi faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang

tinggi, indeks massatubuh, merokok dan hipertensi.

Mekanisme imun

Suatu penelitian menunjukkan bahwa 22% dari 120 penyandang DM tipe 1

memiliki complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% DM tipe 2

memperlihatkan hasilyang positif. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi tersebut

berperan pada pathogenesis ND. Bukti lain yang menyokong peran antibodi

dalam mekanisme patogenik ND adalah adanya antineural antibodies pada serum

sebagian penyandang DM. Autoantibody yang beredar inisecara langsung dapat

merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bisa di deteksidengan

imunofloresens indirek. Disamping itu adanya penumpukan antibody dan

komplemen pada berbagai komponen saraf suralis memperlihatkan kemungkinan

peran proses imun pada pathogenesis ND.

Peran Nerve Growth Factor (NGF)

NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan

saraf. Pada penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan

berhubungan dengan derajatneuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen

substance P dan calcitonin-gen-regulated peptide (CGRP). Peptida ini mempunyai

efek terhadap vasodilatasi, motilitas intestinal dannosiseptif, yang kesemuanya itu

mengalami gangguan pada ND.

21

3.5 KLASIFIKASI

Neuropati diabetik merupakan kelainan yang heterogen, sehingga

ditemukan berbagairagam klasifikasi. Secara umum ND yang dikemukakan

bergantung pada 2 hal, pertama,menurut perjalanan penyakitnya (lama menderita

DM) dan kedua, menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi.

a. Menurut perjalanan penyakitnya, ND dibagi menjadi :

Neuropati fungsional / subklinisYaitu gejala yang muncul sebagai akibat

perubahan biokimiawi. Pada fase ini belum ada kelainan patologik,

sehingga masih reversibel.

Neuropati struktural / klinisYaitu gejala timbul sebagai akibat kerusakan

structural serabut saraf. Padafase ini masih ada komponen yang

reversibel.

Kematian neuron / tingkat lanjutYaitu terjadi penurunan kepadatan

serabut saraf akibat kematian neuron. Padafase ini sudah irreversible.

Kerusakan serabut saraf pada umumnya dimulaidari distal menuju

proksimal, sedangkan proses perbaikan mulai dari proksimal ke distal.

Oleh karena itu lesi distal palinng seirng ditemukan,seperti polineuropati

simetris distal. b.Menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi : Neuropati

22

difus-Polineuropati sensori-motor simetris distal-Neuropati otonom :

neuropati sudomotor, neuropati otonomkardiovaskular, neuropati

gastrointestinal, neuropati genitourinaria-Neuropati lower limb motor

simetris proksimal (amiotropi)- Neuropati fokal- neuropati cranial

radikulopati/pleksopati- entrapment neuropathy

Klasifikasi ND di atas berdasarkan anatomi serabut saraf perifer yang

secara umumdibagi atas 3 sistem yaitu system motorik, sensorik dan system

autonom. Manifestasi klinis ND bergantung dari jenis serabut saraf yang

mengalami lesi. Mengingat jenis serabut saraf yang terkena lesi bisa yang kecil

atau besar, lokasi proksimal atau distal, fokal atau difus ,motorik atau sensorik

atau autonom, maka manifestasi klinis ND menjadi bervariasi, mulaikesemutan ;

kebas, tebal ; mati rasa ; rasa terbakar ; seperti ditusuk ; disobek, ditikam.

3.6 GAMBARAN KLINIS

Bentuk-bentuk gambaran klinik adalah sebagai berikut :a.Polineuropati

sensorik-motorik simetrisBentuk ini paling sering dijumpai, dan biasanya terjadi

pada penderita diabetes.Keluhan dapat dimulai dari yang paling ringan hingga

paling berat. Ada rasa tebalatau kesemutan, terutama pada tungkai bawah dan

menurunnya serta hilangnyarefleks tendon Achilles. Kadang-kadang ada rasa

nyeri ditungkai. Nyeri ini dapatmengganggu penderita pada waktu malam hari.

parese jarang terlihat, tetapi bilaada akan mengenai ujung-ujung kaki secara

simetris. b.Neuropati otonomKeluhan ini dapat bermacam-macam, bergantung

pada saraf otonom mana yangterkena. Penderita dapat mengeluh diare yang

bergantian dengan konstipasi,dilatasi lambung dan disfagia. Gangguan

pengosongan kandung kemih yangdisebabkan oleh karena mukosanya kurang

peka. Impotensi lebih sering dijumpai,terjadinya impotensi ini perlahan-lahan,

mulai dari gangguan ereksi sampaigangguan ejakulasi. Gangguan berkeringat

dapat dalam bentuk hiperhidrosis, berkeringat hanya keluar banyak disekitar

wajah, leher, dan dada bagian atas,terutama sesudah makan. Sementara itu,

gangguan lain dapat berbentuk hipotensiortostatik dan bahkan sinkop yang sulit

23

diatasi.c.MononeuropatiBerbeda dengan polineuropati yang bersifat lambat, maka

mononeuropati terjadisecara cepat dan biasanya lebih cepat pula untuk kembali

membaik. Yang sering terkena adalah nervi craniales, ulnaris, medianus, radialis,

femoralis, peroneus,dan kutaneus femoralis. Apabila beberapa saraf terkena,

namun dari akar yang berlainan, maka keadaan tersebut dinamakan

mononeuropati multipleks.

Pada N. Spinalis Awitan suatu mononeuritis adalah selalu mendadak.

Setiap N. Spinalisdapat dihinggapi, namun yang sering dihinggapi dalah N.

Iskhiadikus, N.Ulnaris, N. Medianus, N. Radialis, N. Femoralis, N. Kutaneus

Femoralis,dll. Gejala yang mungkin timbul adalah gangguan sensorik, motorik

ataugangguan sensorik sekaligus motorik. Di samping itu tampak pula adanyarasa

nyeri di saraf yang bersangkutan. Pada umumnya prognosa padamononeuritis ini

lebih baik dibandingkan dengan polineuropati diabeticsimetris.

Pada N. KranialisYang paling sering adalah N. Okulomotorius, N.

Abdusen, N. Optikus, dll.Terdapat pula rasa nyeri di daerah saraf yang

bersangkutan. Bila berhadapan dengan penderita dengan lesi N.III dan nyeri

dibelakang bolamata, maka kemungkinan akan adanya suatu aneurisma sirkulus

arteriosuswillisi. Bila mononeuritis itu mengenai N. II maka timbul

neuritisretrobulbaris yang lama kelamaan dapat menimbulkan papilla alba.

3.7 DIAGNOSIS

Polineuropati sensori-motor simetris distal atau distal symmetrical

sensorymotor  polyneuropathy (DPN) merupakan jenis kelainan ND yang paling

sering terjadi. DPNditandai dengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif

dan fungsi motorik (lebih jarang) yang berlangsung pada bagian distal yang

berkembang kearah proksimal. Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek

sehari-hari, sangat bergantung pada ketelitian pengambilan anamnesis dan

pemeriksaan fisik.Pada evaluasi tahunan, perlu dilakukan pengkajian terhadap :

Refleks motorik 

24

Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes

rasa getar (biotesiometer) dan rasa tekan (estesiometer dengan filament

mono Semmes-Weinstein)

Fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu

Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan hantar saraf dapat

dikerjakan elektromiografi. Bentuk lain ND yang juga sering ditemukan

ialah neuropati otonom (parasimpatis dansimpatis) atau diabetic

autonomic neuropathy (DAN)

Uji komponen parasimpatis DAN dilakukan dengan :

Tes respons denyut jantung dengan maneuver valsava 

Variasi denyut jantung (interval RR) selama nafas dalam (denyut jantung

maksimum – minimum)

Uji komponen simpatis DAN dilakukan dengan :

Respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik) 

Respons tekanan darah terhadap genggaman (peningkatan diastolik).

3.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dapat dilakukan pemeriksaan ENMG (Elektroneuromiografi). ENMG

adalah alatelektromedik yg digunakan untuk merekam kecepatan hantar saraf.

Tujuan dari pemeriksaanini adalah untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas

fungsi sistim saraf perifer. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk menegakan

diagnosis penyakit sistem saraf perifer dan merupakan kombinasi antara

pemeriksaan Elektro neurografi ( ENG), yang juga disebut pemeriksaan konduksi

saraf. Terdiri dari kecepatan hantar saraf (KHS) motoris, sensasis &respon

lambat. Serta pemeriksaan Elektro miografi (EMG), yang disebut pula

pemeriksaanaktifitas listrik.Pemeriksaan ENMG merupakan perluasan dari

pemeriksaan klinis. Pemeriksaan ENMGmembantu menentukan diagnosis topis,

patologis, prognosis dari kelainan susunan saraf tepi.Hasil pemeriksaan ENMG

dpt membantu menentukan letak lesi apakah pada Motor neuron, Radiks saraf

25

spinalis, Pleksus, Saraf perifer, Neuro muscular junction, otot.Pemeriksaan

ENMG dpt menentukan apakah lesi mengenai sistim motorik, sensorik

ataukeduanya. Dan untuk kelainan saraf perifer juga dapat dibedakan apakah

proses aksonal,demielinating (dibedakan lagi menjadi acquired & herediter).

3.9 PENATALAKSANAAN

Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan neuropati diabetik dibagi

ke dalam 3 bagian. Strategi pertama adalah diagnosis ND sedini mungkin, strategi

kedua dengan kendaliglikemik dan perawatan kaki sebaik-baiknya , dan strategi

ketiga yaitu pengendalian keluhanneuropati/ nyeri neuropati diabetik setelah

strategi kedua dikerjakan. ND merupakan komplikasi kronik dengan berbagai

faktor risiko yang terlibat, maka pada pengelolaan ND perlu melibatkan banyak

aspek, seperti perawatan umum, pengendalianglukosa darah dan parameter

metabolik lain sebagai komponen yang tidak terpisahkan secaraterus menerus

Perawatan Umum

Perawatan pada kulit, jaga kebersihannya, terutama pada kaki, hindari

trauma padakaki seperti menghindari pemakaian sepatu yang sempit. Cegah

trauma berulang padaneuropati kompresi.

Pengendalian Glukosa Darah

Berdasarkan patogenesisnya, maka langkah pertama yang harus dilakukan

ialah pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1c secara berkala. Disamping

itu pengendalianfaktor metabolik lain seperti hemoglobin, albumin, dan lipid

sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan. Tiga studi epidemiologi

besar, Diabetes Control andComplications Trial (DCCT), Kumamoto Study dan

United Kingdom Prospective DiabetesStudy (UKPDS) membuktikan bahwa

dengan mengendalikan glukosa darah, komplikasikronik diabetes termasuk

neuropati dapat dikurangi.Pada DCCT, kelompok pasien dengan terapi intensif

yang berhasil menurunkanHbA1c dari 9 ke 7%, telah menurunkan risiko timbul

dan berkembangnya komplikasimikrovaskular, termasuk menurunkan risiko

26

timbulnya neuropati sebesar 60% dalam 5 tahun.Pada studi Kumamoto, suatu

penelitian mirip DCCT, tetapi pada DM tipe 2, jugamembuktikan bahwa dengan

terapi intensif mampu menurunkan risiko komplikasi, termasuk  perbaikan

kecepatan konduksi saraf dan ambang rangsang vibrasi. Demikian juga

denganUKPDS yang memberikan hasil serupa dengan 2 studi sebelumnya.

Terapi Medikamentosa

Sejauh ini, selain kendali glikemik yang ketat, belum ada bukti kuat suatu

terapi dapatmemperbaiki atau mencegah neuropati diabetik. Namun demikian,

untuk mencegahtimbulnya komplikasi kronik DM termasuk neuropati, saat ini

sedang diteliti penggunaanobat-obat yang berperan pada proses timbulnya

komplikasi kronik diabetes, yaitu:

Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat

penimbunansorbitol dan fruktosa

Penghambat ACE

Neurotropin (nerve growth factor, brain-derived neurotrophic factor)

Alpha lipoic acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan

radikalhidroksil, superoksida dan peroksil serta membentuk kembali glutation

Penghambat protein kinase C

Gangliosides, merupakan komponen utama membrane sel

Gamma linoleic acid (GLA), suatu prekusor membrane fosfolipid

Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs

Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki gangguan

neurologik maupun non neurologik akibat penyakit autoimunSedangkan untuk

mengatasi berbagai keluhan nyeri, sangat dianjurkan untuk memahami

mekanisme yang mendasari keluhan tersebut, antara lain aktivasi reseptor N-

methyl-D-aspartate (NMDA) yang berlokasi di membrane post sinaptik spinal

cord dan pengeluaran substance P dari serabut saraf besar A yang berfungsi

sebagai neuromodulator nyeri.

27

Manifestasi nyeri dapat berupa rasa terbakar, hiperalgesia, alodinia, nyeri

menjalar,dll. Pemahaman terhadap mekanisme nyeri penting agar dapat member

terapi yang lebihrasional, meskipun terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya

bersifat simtomatis.Pedoman pengelolaan ND dengan nyeri yang dianjurkan

ialah :

NSAID (ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200mg 2x/hari)

o Dapat membantu mengurangi peradangan yang disebabkan oleh

neuropati diabetikadan juga mengurangi rasa sakit.

o Interaksi: kombinasi dengan aspirin meningkatkan resiko efek samping

ataudengan probenecid dapat meningkatkan konsentrasi dan

kemungkinantoksisitas NSAID.

o Kontra Indikasi : hipersensitivitas, perdarahan GI Tract, terutama

penyakitulkus peptikum, penyakit ginjal, penyakit jantung

o Efek samping : perhatian pada pasien yang berpotensi mengalami

dehidrasi,efek jangka panjang dapat meningkatkan nekrosis papiler

ginjal, nefritisinterstitial, proteinuria, terkadang bisa terjadi sindrom

nefrotik.

Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150 mg malam hari, imipramin

100mg/hari, nortriptilin 50-150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/ hari)

o TCA umumnya merupakan pengobatan yang paling banyak digunakan

pada diabetesneuropati sensorimotor. Efek analgesic TCA muncuk

tergantung pada penghambatan re-uptake norepinefrin dan serotonin.

Efek antikolinergik yang dapat timbul adalah mulut kering (xerostomia),

sembelit, pusing, penglihatan kabur, dan retensi urin.Selain itu TCA juga

dapat menimbulkan sedasi dan hipotensi ortostatik.

o Amitriptilin : bila berinteraksi dengan Phenobarbital akan menurunkan

efek amitriptilin, kombinasi dengan simetidin dapat meningkatkan

dosisamitriptilin. Kontra indikasi bila ada hipersensitivitas, riwayat

kejang, aritmia jantung, glaucoma, retensi urin

o Imipramin : mekanisme kerja obat ini dengan menghambat re-

uptakenorepinefrin pada sinapsis di pusat jalur menurun modulasi nyeri

28

terletak di batang otak dan sumsum tulang belakang. Kontra indikasi bila

adahipersensitivitas, penggunaan bersama MAOIs, dan bila selama

periode pemulihan akut infark miokard

Antikonvulsan (gabapentin 900mg 3x/hari, karbamazepin 200mg 4x/hari)

o Farmakologi obat ini memblokir saluran dan menghambat komponen

neuronik spesifik.

o Karbamazepin Digunakan dalam neuropati perifer sebagai baris ketiga

agen jika semua agenlain gagal untuk mengurangi gejala neuropati

diabetika. Merupakanantikonvulsan generasi pertama. Kombinasi dengan

fenobarbital, fenitoin, atau primidone dapat menurunkan dosis. Kontra

indikasi bila ada hipersensitivitasdan riwayat gangguan depresi sumsum

tulang.

o Gabapentin. Gabapentin meningkatkan kadar GABA di otak. Bila

berinteraksi denganantasida dapat mengurangi bioavailabilitas dari

gabapentin secara signifikan.Kontra indikasi bila ada hipersensitivitas.

Antiaritmia (mexilletin 150-450 mg/hari). Mekanisme kerja : obat obat

antiaritmia kelas 1 bekerja dengan menghambatkanal natrium yang sensitif

voltase oleh mekanisme yang sama dengan kerja anestesilokal. Penurunan

kecepatan masuknya natrium memperlambat kecepatan kenaikan fase nol dari

potensi yang aksi (catatan : pada dosis terapeutik, obat obat inimempunyai

efek yang kecil terhadap membran dalam keadaan istirahat dan

membranterpolarisasi penuh). Karena itu, obat obat antiaritmia kelas 1

umumnya menyebabkan penurunan aksi eksitabilitas dan kecepatan konduksi.

Topical : capsaicin 0,075% 4x/hari, fluphenazine 1mg 3x/hari,

transcutaneouselectrical nerve stimulation.Beberapa pertimbangan praktis

dalam penggunaan klinis krim capsaicin. Pertama,dilakukan tiga atau empat

kali setiap hari untuk daerah yang terkena. Capsaicinmengurangi rasa sakit

akibat radang sendi, penyakit ruam saraf, sakit saraf. Capsaicin merupakan

komponen alami yang terkandung dalam cabai merah. Komponen

inimengurangi sensitifitas reseptor saraf kulit perasa sakit (yang dikenal

dengan C-fibers). Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggal mampu

29

mengatasi nyeri neuropatidiabetes. Meskipun demikian, pengobatan nyeri

umumnya dimulai dengan obat antidepresanatau antikonvulsan tergantung ada

atau tidaknya efek samping. Dosis obat dapat ditingkatkanhingga dosis

maksimum atau sampai efek samping muncul. Kadang-kadang

kombinasiantidepresan dan antikonvulsan cukup efektif. Bila dengan rejimen

ini belum atau kurang ada perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat topical.

Bila tetap tidak atau kurang berhasil,kombinasi obat yang lain dapat

dilakukan.

Evaluasi Penderita Polineuropati Diabetikum dari Segi Rehabilitasi Medik

Evaluasi rehabilitasi medik yang dilakukan oleh tim berbeda dengan

evaluasi medik umum bagi penderita. Tujuan evaluasi rehabilitasi medik adalah

untuk tercapainya sasaran fungsional yang realistik dan untuk menyusun suatu

program rehabilitasi yang sesuai dgn sasaran tersebut. Pemeriksaan ini meliputi 4

bidang evaluasi, yaitu sebagai berikut.7,9

1. Evaluasi neuromuskuloskeletal:

Evaluasi ini harus mencakup evaluasi neurologik secara umum dg perhatian

khusus terhadap kemampuan terhadap komunikasi fungsi cerebral dan

cerebellar, sensasi dan penglihatan (terutama visus dan lapangan penglihatan).

Evaluasi sistem motorik meliputi pemeriksaan luas gerak sendi (ROM), tonus

otot dan kekuatan otot.

2. Evaluasi medik umum

Banyak penderita polineuropati diabetikum adalah mereka yang berusia lanjut

dan mungkin mempunyai problem medik sebelumnya. Evaluasi tentang sistem

kardiovaskular, sistem pernafasan serta sistem saluran kencing dan genital

adalah penting. Diperkirakan 12% penderita polineuropati diabetikum disertai

dengan penyakit jantung simptomatik. Bila terdapat hipertensi dan diabetes

mellitus, kontrol yang baik adalah sangat perlu

3. Evaluasi fungsional

30

Kemampuan fungsional yang dievaluasi meliputi aktivitas kegiatan hidup

sehari-hari (ADL): makan, mencuci, berpakaian, kebersihan diri, transfer dan

ambulasi. Untuk setiap jenis aktivitas tersebut, ditentukan derajat kemandirian

atas ketergantungan penderita, juga kebutuhan alat bantu.

Derajat kemandirian tersebut adalah sebagai berikut.6

a. Mandiri (independent)

Penderita dapat melaksanakan aktivitas tanpa bantuan, baik berupa instruksi

(lisan) maupun bantuan fisik.

b. Perlu supervisi

Penderita mungkin memerlukan bantuan instruksi lisan atau bantuan seorang

pendamping untuk mewujudkan aktivitas fungsional.

c. Perlu bantuan

Penderita memerlukan bantuan untuk mewujudkan aktivitas fungsional

tertentu, yang bisa berderajat minimal (ringan), sedang atau maksimal.

d. Tergantung (dependent)

Penderita tidak dapat melaksanakan aktivitas meskipun dengan bantuan alat

dan semua aktivitas harus dilakukan dengan bantuan orang lain.

4. Evaluasi psikososial dan vokasional

Evaluasi psikososial dan vokasional adalah perlu oleh karena rehabilitasi

medik tergantung tidak hanya pada fungsi cerebral intrinsik, tetapi juga

tergantung faktor psikologik, misal motivasi penderita. Vokasional dan

aktivitas rekreasi, hubungan dengan keluarga, sumber daya ekonomi dan

sumber daya lingkungan juga harus dievaluasi. Evaluasi psikososial dapat

dilakukan dengan menyuruh penderita mengerjakan suatu hal yang sederhana

yg dapat dipakai untuk penilaian tentang kemampuan mengeluarkan

pendapat, kemampuan daya ingat, daya pikir dan orientasi

31

Jenis Rehabilitasi Medik

Mobilisasi

Dilakukan program latihan berdiri dan ambulasi juga dimulai. Awalnya

bantuan dari terapis diperlukan untuk membantu penderita berdiri di antara

paralel bar, kemudian dimulai latihan keseimbangan dan toleransi berdiri. Jika

dianggap perlu dapat memakai knee back slab, yaitu semacam posterior splint

untuk menstabilkan lutut yang sakit dalam posisi ekstensi.6,9

Latihan ini termasuk stand-up exercise berguna untuk penguatan tungkai

yang sehat sehingga kuat mengangkat tubuh juga merangsang kembalinya refleks

serta fungsi motorik tungkai yang sakit dan juga menguatkan tungkai yang sehat.

Mulai dengan kursi tinggi, tiap kali latihan 10 kali stand-up, kemudian kursi

direndahkan 1 atau 2 inci sampai setinggi kursi umum.6,9

Seterusnya penderita dilatih berjalan diantara paralel bar, pertama dengan

bantuan selanjutnya tanpa bantuan. Tahap berikutnya penderita dilatih jalan di

luar paralel bar, bila perlu dengan bantuan tongkat yang bisa berupa tongkat kaki

4, kaki 3, atau kaki tunggal, untuk diteruskan dengan jalan tanpa alat bantu bila

telah ada kemajuan. Penderita juga dilatih untuk menaiki tangga rumah. Pertama

kali penderita menaiki tangga rumah setapak demi setapak untuk tiap tingkat Pada

waktu naik tungkai sehat melangkah lebih dulu, sewaktu turun tungkai sakit

terlebih dulu.9

Untuk membantu program ambulasi, diperlukan alat bantu sebagai

berikut.9

a. Brace

Untuk kasus foot drop, dapat digunakan short leg brace dengan 90

post, sedangkan long leg brace dilakukan untuk menghentikan

recurvatum genue.

b. Sepatu untuk menambah stabilitasi pergelangan kaki

Pada sepatu pasien, dilakukan pemberian tumit lebar atau penambahan

pada sole sebelah samping.

c. Sling

32

Sling dipasangkan pada ekstremitas atas yang mengalami paralisis

berat untuk mengurangi tarikan pada bahu dan mencegah terjadinya

sindroma nyeri bahu. Sling juga akan mencegah efek ekstremitas atas

yang nonfungsional terhadap keseimbangan penderita waktu jalan.

d. Kursi roda

Jika tim rehabilitasi memutuskan bahwa kemampuan berjalannya

memang sudah tidak dapat mencapai tingkat yang fungsional, pilihan

terakhir adalah kursi roda.

Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari (Activity Of Daily Living/ADL)

Sebagian besar penderita dapat mencapai kemandirian dalam ADL,

meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas atas yang terkena belum

tentu baik. Dengan peralatan bantu yang telah disesuaikan, aktivitas ADL dengan

menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan. ADL ini meliputi

makan, minum, personal hygiene, berpakaian, serta aktivitas tambahan seperti

membuka pintu, memegang buku bacaan, menelepon dan lain-lain.

Kemandirian dalam makan dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat

yang telah disesuaikan, misalnya sendok/garpu dengan pegangan yang besar,

sedotan untuk minum. Pemasangan batang pegangan pada dinding kamar mandi

dan kamar kecil akan menambah kemadirian sewaktu mandi, sedangkan pakaian

yang lebih longgar, dengan kancing di depan, dikombinasikan dengan teknik

mengenakan pakaian dengan memasukkan sisi yang sakit lebih dulu ke lengan

kemeja, celana panjang/pendek maupun pakaian dalam akan menambah

kemandirian dalam berpakaian.

Edukasi

Disadari bahwa perbaikan total sangat jarang terjadi, sehingga dengan

kenyataanseperti itu, edukasi pasien menjadi sangat penting dalam pengelolaan

seperti ND. Target pengobatan dibuat serealistik mungkin sejak awal, dan hindari

member pengharapan yang berlebihan. Perlu penjelasan tentang bahaya kurang

atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki secara berkala.

3.10 PROGNOSIS

33

Prognosis penderita neuropati diabetik sangat tergantung dari usia karena

semakin tua usia penderita diabetes mellitus semakin mudah untuk mendapatkan

masalah yang serius padakaki dan tungkainya, serta lamanya pasien menderita

diabetes mellitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas sirkulasi, dan

keterampilan dari tenaga medis atau paramedis. Namun, perbaikan total sulit bisa

dicapai.

BAB IV

34

ANALISIS KASUS

Ny. N, 58 tahun, penderita datang dengan keluhan utama nyeri telapak dan

jari-jari kaki. ± 5 hari SMRS Os mengeluh nyeri diujung jari dan telapak kaki

yang hilang timbul selama ± 2 menit yang kemudian menghilang. Keluhan ini

terutama sering dirasakan pasien saat beraktivitas.. Nyeri menjalar hingga ke

tumit. Demam (-), krepitasi (-). Pasien mengaku tidak ada gangguan dalam

membedakan suhu.

Pasien mengaku 20 tahun yang lalu didiagnosa dokter menderita penyakit

kencing manis dan tidak rutin mengkonsumsi obat-obatan kencing manis, gula

darah pasien terakhir adalah 503 mg/dl. Pasien lalu berobat ke RSMH dan dirawat

inap di bagian penyakit dalam.

Riwayat Maag (+) sejak 5 tahun yang lalu, dan riwayat DM (+) sejak tahun

20 tahun yng lalu, tidak rutin kontrol.

Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan tampak sakit sedang dengan

kesadaran compos mentis (GCS 15), tekanan darah 130/70 mmHg, nadi

92x/menit, pernapasan 22x/menit, suhu 36,7oC. Pada pemeriksaan fisik neurologi,

motorik tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan sensorik ekstremitas bawah

ditemukan penurunan sensibilitas. Pada pemeriksaan gait dan keseimbangan,

ditemukan pasien sulit untuk menjaga keseimbangannya pada saat berdiri . Pada

pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan LED, peningkatan gula darah

sewaktu, peningkatan kolesterol.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan/gejala

berupa nyeri telapak dan jari-jari kaki, disertai faktor risiko terjadinya

polineuropati diabetikum pada penderita yaitu, kadar gula darah 503 mg/dl, dan

adanya riwayat diabetes mellitus sejak 20 tahun yang lalu. Berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien ini didiagnosa “Polineuropati

Diabetikum + DM tipe 2 uncontrolled + Anemia”.

Berdasarkan tipe penyakit yang disebabkan oleh DM, penderita dapat

dikategorikan sebagai Polineuropati Diabetikum dengan faktor risiko usia tua,

penyakit diabetes melitus yang diderita sejak 20 tahun yang lalu, serta gaya hidup

35

yang tidak teratur. Pada penderita juga ditemukan adanya manifestasi berupa

gangguan sensibilitas pada ekstremitas bawah (nyeri pada telapak dan jari-jari

kaki) dan gangguan keseimbangan

Penderita Polineuropati Diabetikum aktivitas sehari-harinya terganggu yang

disebabkan oleh nyeri pada ekstremitas bawah serta gangguan keseimbangan,

untuk ini penderita kesulitan melakukan activity daily living (ADL). Keadaan ini

akan mengubah pola keserasian hidup dari penderita dan keluarga penderita,

karena penderita akan banyak tergantung pada orang lain. Program rehabilitasi

pada penderita polineuropati diabetikum sangat penting. Beberapa program

rehabilitasi medik pada penderita Polineuropati Diabetikum, antara lain :

Program rehabilitasi medik pada penderita ini meliputi fisioterapi yakni

sinar infra red (IRR). Infra Red Radiation (IRR) dilakukan karena terapi panas

memiliki efek fisiologis berupa memperbaiki sirkulasi arteri dan vena,

meningkatkan metabolisme, memperbaiki nutrisi jaringan, mengurangi spasme

otot, menghilangkan rasa sakit, meningkatkan difusi jaringan, meningkatkan

ekstensibilitas tendon, mengurangi aktifitas aferen fusimotor serta meningkatkan

elastisitas jaringan yang mana semua efek tersebut baik untuk pemulihan pada

pasien ini. IRR dilakukan agar terjadi perbaikan aliran darah ke perifer (otot) serta

dapat mencetuskan stimulasi listrik. Selain itu, TENS (Transcutaneous Electrical

Nerve Stimulation) 3 kali/minggu padadaerah kaki, tetapi penggunaan terapi

panas harus hati-hati pada penderita DM karenamungkin terdapat gangguan

sensasi, jika ingin memberi terapi panas, jangandiberikan langsung pada lokasi,

tetapi lebih proksimal, untuk mencegah “stealing effect”. Teknik ini disebut

“reflexheating”, dan juga waktu dalam sekali pemberian jangan terlalu lama.

Kemudian dilakukan terapi latihan berupa Penderita juga diberikan terapi

okupasi berupa ADL exercise yaitu latihan keseimbangan yang dimulai dengan

keseimbangan saat duduk, berdiri, dan saat berjalan. Saat pasien sudah dapat

berjalan dengan seimbang, penderita diperkenalkan dengan program ADL, seperti

latihan mobilisasi (latihan berpindah tempat dari tempat tidur menuju ke kursi),

latihan fungsi tangan untuk gerakan motorik halus dan koordinasi (latihan tata

cara makan, memakai baju, dll). Pemberian edukasi pada penderita juga

36

diperlukan yaitu dengan memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita

untuk menerapkan gaya hidup yang sehat, meliputi: olahraga rutin, diet rendah

karbohidrat,kurangi stress, rajin berolahraga, makan makanan sehat, pengendalian

glukosa darah dengan rutin mengkonsumsi obat-obatan DM secara teratur, kontrol teratur,

konsultasi dan terapi, dan perawatan umum kaki: menjaga kebersihan kulit kaki, menghindari

trauma kaki seperti menggunakan sepatu yang sempit, mencegah trauma berulang pada

neuropati kompresi

Terapi Medika mentosa yang diberikan sesuai dengan perawatan di Bagian

Penyakit Dalam yaitu inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr, RI 3 x 14 iu sc, HN 1 x 20 iu sc,

Gabapentin 2 x 300 mg, Omeprazole 2 x 10 mg.

Prognosis pada pasien ini untuk quo at vitam adalah dubia ad bonam

karena manifestasi nyeri ekstremitas pada polineuropati diabetikum ini

bergantung pada perjalanan penyakit DM itu sendiri, apabila DM dapat dikontrol

dengan baik, keluhan yang dirasakan kemungkinan jug akan ikut berkurang,

sedangkan quo at functionam adalah dubia ad bonam karena hal ini dipengaruhi

oleh gaya dan kualitas hidup pasien serta rutin tidaknya pasien dalam melakukan

terapi rehabilitasi medik. Bila terapi rehabilitasi medik yang bertujuan untuk

mengembalikan fungsi tubuh yang mengalami neuropati dilakukan rutin dan

teratur maka prognosis akan menjadi lebih baik.

Untuk evaluasi dari perkembangan klinis dan fungsional digunakan indeks

Barthel. Indeks ini akan dinilai tiap minggu ataupun tiap bulan sehingga

diharapkan perkembangan klinis dan fungsional dari pasien dapat dipantau secara

kuantitatif. Hasil indeks Barthel pada pasien ini adalah 60, yaitu ketergantungan

berat. Untuk itu, diharapkan setelah terapi dilaksanakan, skor dari indeks Barthel

penderita dapat meningkat.

No. Keterangan Nilai

1. Makan 52. Transfer bed/kursi 103. Grooming (personal toilet) 04. Toiletting 55. Mandi 06. Berjalan di tempat datar 107. Naik dan turun tangga 5

37

8. Berpakaian 59. Kontrol BAB 1010. Kontrol BAK 10

38

DAFTAR PUSTAKA

1. Widagda, IM. Penilaian Tingkat Ambulasi Penderita Hemiparesis Pascastroke dengan Functional Ambulation Category (FAC) bagi yang Mendapat ProgramRehabilitasi Medik di RS dr. Kariadi Semarang. Laporan Penelitian. ProgramStudi Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Diponegoro. Semarang. 2002;3-26.

2. Kolegium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia.Tatalaksana  Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Pada Stroke Kolegium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia.Jakarta. 2010; 1-21

3. Bamford J, Sandercock P, Dennis M, Burn J, Warlow C.Classification and natural history of clinically identifiable subtypes of cerebral infarction .Lancet. 2008; 1-5.12.

4. Karema Winny. Diagnosis dan Klasifikasi Stroke. Simposium Stroke Up Date2001. Bagian SMF Saraf Fakultas Kedokteran Universitas SamRatulangi/RSUP Manado. 2001: 10-5.13.

5. Misbach, J dan Harmani K. Mengenali Jenis-jenis Stroke . 2011. Diunduh

dari:http://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.php , diakses pada tanggal 1 Oktober 2013.

6. WHO. 2012. Stroke, Cerebrovascular Accident. Diunduh dari:http://www.who.int/topics/ cerebrovascular_accident/en/, diakses tanggal 1 Oktober 2013.

7. Darodjah SH. Rehabilitasi pada Pasien Stroke. Departemen Rehabilitasi Medik RS Dr. Kariadi Fakultas Kedokteran Universitas DiponegoroSemarang. 2007; 1-48.9.

8. National Stroke Foundation. 2010. Clinical Guidelines for Stroke Management Melbourne: Australia.2010 .

9. Angliadi LS, dkk. Rehabilitasi Stroke. Dalam: Penuntun Ilmu KedokteranFisik dan Rehabilitasi. Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik danRehabilitasi Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi. Manado. 2006; 5-21.

39