Transcript
Page 1: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ensefalitis merupakan suatu proses peradangan otak dengan bukti klinis nya disfungsi

neurologis. Satu patogen dilaporkan sebagai penyebab ensefalitis, sebagian besar adalah

virus. Meskipun pengujian ekstensif, etiologi ensefalitis masih belum diketahui pada

kebanyakan pasien1. Beberapa ribu kasus ensefalitis dilaporkan setiap tahun, tetapi lebih

banyak lagi sebenarnya terjadi karena gejala mungkin ringan pada kebanyakan pasien2.

Ada dua jenis ensefalitis. Ensefalitis primer (juga disebut ensefalitis virus akut)

disebabkan oleh infeksi virus langsung dari sumsum tulang belakang dan otak. Infeksi fokal

(terletak dalam satu area) atau difus (terletak di berbagai area). Ensefalitis sekunder, juga

dikenal sebagai ensefalitis pascainfeksi, dari komplikasi infeksi virus saat ini. Ensefalitis

sekunder dari imunisasi atau infeksi virus sebelumnya dikenal sebagai akut diseminata

ensefalitis. Penyakit ini sering terjadi 2 sampai 3 minggu setelah infeksi awal2.

Dalam beberapa kasus ensefalitis menyebabkan kematian. Pengobatan ensefalitis harus

dimulai sedini mungkin untuk menghindari dampak serius dan efek seumur hidup. Terapi

tergantung pada penyebab peradangan, mungkin termasuk antibiotik, obat anti-virus, dan

obat-obatan anti-inflamasi. Jika hasil kerusakan otak dari ensefalitis, terapi (seperti terapi

fisik atau terapi restorasi kognitif) dapat membantu pasien setelah kehilangan fungsi3.

Pada makalah ini, penulis akan membahas mengenai ensefalitis.

Page 2: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Ensefalitis merupakan suatu proses peradangan otak dengan bukti klinis nya disfungsi

neurologis. Satu patogen dilaporkan sebagai penyebab ensefalitis, sebagian besar adalah

virus1.

2.2 Epidemiologi

Insiden ensefalitis di seluruh dunia sulit untuk ditentukan. Sekitar 150-3000 kasus, yang

kebanyakan ringan dapat terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. Kebanyakan kasus herpes

virus ensefalitis di Amerika Serikat1,4. Arboviral ensefalitis lebih lazim dalam iklim yang

hangat dan insiden bervariasi dari daerah ke daerah dan dari tahun ke tahun. St Louis

ensefalitis adalah tipe yang paling umum, ensefalitis arboviral di Amerika Serikat, dan

ensefalitis Jepang adalah tipe yang paling umum di bagian lain dunia. Ensefalitis lebih sering

terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda1,4.

2.3 Etiologi

Penyebab ensefalitis yang paling sering adalah infeksi karena virus. Beberapa contoh

termasuk:

Herpes virus

Arbovirus ditularkan oleh nyamuk kutu dan serangga lainnya

Rabies ditularkan melalui gigitan hewan1,2.

Ensefalitis mempunyai dua bentuk, yang dikategorikan oleh dua cara virus dapat

menginfeksi otak :

Ensefalitis primer. Hal ini terjadi ketika virus langsung menyerang otak dan saraf

tulang belakang. Hal ini dapat terjadi setiap saat (ensefalitis sporadis), sehingga

menjadi wabah (epidemik ensefalitis).

Ensefalitis sekunder. Hal ini terjadi ketika virus pertama menginfeksi bagian lain

dari tubuh kemudian memasuki otak2,4.

Infeksi bakteri dan parasit seperti toksoplasmosis dapat menyebabkan ensefalitis pada

orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah1,2.

Page 3: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

Beberapa penyebab yang lebih umum ensefalitis:

Virus herpes

Beberapa virus herpes yang menyebabkan infeksi umum juga dapat menyebabkan

ensefalitis.

o Herpes simpleks virus. Ada dua jenis virus herpes simpleks (HSV) infeksi. HSV

tipe 1 (HSV-1) lebih sering menyebabkan cold sores lepuh demam atau sekitar

mulut Anda. HSV tipe 2 (HSV-2) lebih sering menyebabkan herpes genital.

HSV-1 merupakan penyebab paling penting dari ensefalitis sporadis yang fatal

di Amerika Serikat, tetapi juga langka.

o Varicella-zoster virus. Virus ini bertanggung jawab untuk cacar air dan herpes

zoster. Hal ini dapat menyebabkan ensefalitis pada orang dewasa dan anak-anak,

tetapi cenderung ringan.

o Virus Epstein-Barr. Virus herpes yang menyebabkan infeksi mononucleosis.

Jika ensefalitis berkembang, biasanya ringan, tetapi dapat berakibat fatal pada

sejumlah kecil kasus1,2.

Infeksi pada Anak

Pada kasus yang jarang, ensefalitis sekunder terjadi setelah infeksi virus anak dan dapat

dicegah dengan vaksin, termasuk:

o Campak (rubeola)

o Mumps

o Campak Jerman (rubella)

Dalam kasus tersebut ensefalitis mungkin disebabkan karena reaksi hipersensitivitas

atau reaksi yang berlebihan dari sistem kekebalan tubuh untuk suatu zat asing / antigen2.

Arboviruses

Virus yang ditularkan oleh nyamuk dan kutu (arboviruses) dalam beberapa tahun

terakhir, menghasilkan epidemi ensefalitis. Organisme yang menularkan penyakit hewan dari

satu host ke yang lain disebut vektor. Nyamuk adalah vektor untuk transmisi ensefalitis dari

burung atau tikus ke manusia. Jenis ensefalitis ini cukup jarang2.

Page 4: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

2.4 Faktor Risiko

Beberapa faktor yang menyebabkan risiko lebih besar adalah:

Umur. Beberapa jenis ensefalitis lebih lazim atau lebih parah pada anak-anak

atau orang tua.

Sistem kekebalan tubuh semakin lemah. Jika memiliki defisiensi imun, misalnya

karena AIDS atau HIV, melalui terapi kanker atau transplantasi organ, maka

lebih rentan terhadap ensefalitis.

Geografis daerah. Mengunjungi atau tinggal di daerah di mana virus nyamuk

umum meningkatkan risiko epidemi ensefalitis.

Kegiatan luar. Jika memiliki pekerjaan outdoor atau mempunyai hobi, seperti

berkebun, joging, golf atau mengamati burung, harus berhati-hati selama wabah

ensefalitis.

Musim. Penyakit yang disebabkan nyamuk cenderung lebih menonjol di akhir

musim panas dan awal musim gugur di banyak wilayah Amerika Serikat2.

2.5 Patofisiologi

Virus / Bakteri

Mengenai CNS

Ensefalitis

Kejaringan susuna saraf pusat

TIK meningkat Kerusakana susunan saraf pusat

nyeri kepala - gangguan penglihatan kejang spastic

- gangguan bicara

mual, muntah - gangguan pendengaran resiko cedera

Page 5: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

- kelemahan gerak

BB turun

- gangguan sensorik

Motorik

nutrisi kurang

Gambar 4. Patofisiologi Ensefalitis6.

Patogenesis dari ensefalitis mirip dengan patogenesis dari viral meningitis, yaitu virus

mencapai Central Nervous System melalui darah (hematogen) dan melalui saraf (neuronal

spread)2. Penyebaran hematogen terjadi karena penyebaran ke otak secara langsung melalui

arteri intraserebral. Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri

meningeal yang terkena radang dahulu. Dari arteri tersebut itu kuman dapat tiba di likuor dan

invasi ke dalam otak dapat terjadi melalui penerobosan dari pia mater.

Selain penyebaran secara hematogen, dapat juga terjadi penyebaran melalui neuron,

misalnya pada encephalitis karena herpes simpleks dan rabies. Pada dua penyakit tersebut,

virus dapat masuk ke neuron sensoris yang menginnervasi port d’entry dan bergerak secara

retrograd mengikuti axon-axon menuju ke nukleus dari ganglion sensoris. Akhirnya saraf-

saraf tepi dapat digunakan sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba di susunan saraf pusat.

Sesudah virus berada di dalam sitoplasma sel tuan rumah, kapsel virus dihancurkan.

Dalam hal tersebut virus merangsang sitoplasma tuan rumah untuk membuat protein yang

menghancurkan kapsel virus. Setelah itu nucleic acid virus berkontak langsung dengan

sitoplasma sel tuan rumah. Karena kontak ini sitoplasma dan nukleus sel tuan rumah

membuat nucleic acid yang sejenis dengan nucleic acid virus. Proses ini dinamakan replikasi.

Karena proses replikasi berjalan terus, maka sel tuan rumah dapat dihancurkan. Dengan

demikian partikel-partikel viral tersebar ekstraselular. Setelah proses invasi, replikasi dan

penyebaran virus berhasil, timbullah manifestasi-manifestasi toksemia yang kemudian

disususl oleh manifestasli lokalisatorik. Gejala-gejala toksemia terdiri dari sakit kepala,

demam, dan lemas-letih seluruh tubuh. Sedang manifestasi lokalisatorik akibat kerusakan

susunan saraf pusat berupa gannguan sensorik dan motorik (gangguan penglihatan, gangguan

berbicara,gannguan pendengaran dan kelemahan anggota gerak), serta gangguan neurologis

Page 6: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

yakni peningkatan TIK yang mengakibatkan nyeri kepala, mual dan muntah sehinga terjadi

penurunan berat badan.

2.6 DIAGNOSIS

2.6.1 Manifestasi Klinis

Secara umum gejala berupa trias ensefalitis :

1. Demam

2. Kejang

3. Kesadaran menurun

Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum dengan

tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif,

muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun. Pada pemeriksaan mungkin terdapat

edema papil. Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luasnya abses1,6.

2.6.2 Pemeriksaan Radiologi

CT dan MRI sekarang merupakan pilihan tepat untuk menyelidiki suspek lesi pada otak7.

CT Scan

Sifat atau komposisi jaringan dapat ditentukan dengan melihat kepadatan atau nilai

Hounsfield. Ada empat kategori kepadatan secara umum, yaitu pengapuran tulang

atau yang sangat padat dan putih terang, kepadatan jaringan lunak yang menunjukkan

berbagai nuansa warna abu-abu, kepadatan lemak yang berwarna abu-abu gelap dan

udara yang berwarna hitam. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, dimungkinkan

untuk menentukan bagian yang terlihat pada CT scan apapun, dan CT scan kepala

pada khususnya8.

CT scan kepala dapat menunjukkan :

1. CT bisa menunjukkan hipodens pada pre kontras-hyperdensity pada post

kontras salah satu atau kedua lobus temporal, edema / massa dan kadang-

kadang peningkatan kontras9.

2. Lesi isodens atau hipodens berbentuk bulat cincin, noduler atau pola

homogen dan menyangat dengan kontras, tempat predileksi pada hemisfer

(grey-white junction)10.

3. Bias ditemukan edema cerebri.

4. Kadang disertai tanda-tanda perdarahan.

Page 7: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

Gambar 6. CT Scan otak pada seorang gadis dengan Rasmussen's encephalitis12.

MRI ( Magnetic Resonance Imaging )

1. Perubahan patologis yang biasanya bilateral pada bagian medial lobus

temporalis dan bagian inferior lobus frontalis ( adanya lesi )14.

2. Lesi isointens atau hipointens berbentuk bulat cincin, noduler atau pola

homogen dan menyangat dengan kontras, tempat predileksi pada hemisfer

(grey-white junction), pada T1WI10.

3. Hiperintens lesi pada T2WI dan pada flair tampak hiperintens10.

Gambar 8. Gambar proton density-Axial

pada wanita 62 tahun dengan ensefalitis

herpes yang menunjukkan hyperintensity

T2, melibatkan lobus temporal kanan1.

2.2.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium :

- Pemeriksaan darah lengkap, ditemukan jumlah leukosit meningkat.

- Pemeriksaan cairan serobrospinal :cairan jemih, jumlah sel diatas normal,

hitung jenis didominasi oleh limfosit, protein dan glukosa normal atau

meningkat.

Pemeriksaan lainnya :

- EEG didapatkan gambaran penurunan aktivitas atau perlambatan.

Page 8: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

2.7 Komplikasi

Kemungkinan komplikasi ensefalitis termasuk kejang, kerusakan otak yang

menyebabkan hilangnya sensasi, koordinasi dan kontrol di daerah-daerah tubuh tertentu,

dan / atau kesulitan bicara, dan kematian. Selaput yang mencakup dan melampirkan otak

(meninges) juga mungkin terlibat, dan membran ini dapat mengalami peradangan

(meningoencephalitis)2,15.

2.8 Diagnosa Banding

Abses otak

Cerebral infark15.

Abses Otak

Abses otak disebabkan terutama oleh penyebaran infeksi telinga tengah atau

mastoiditis. Bisa soliter atau multipel.

Pada CT scan tampak area hipodens di daerah korteks atau persambungan

kortikomeduler yang bisa soliter atau multipel. Pada pemberian media kontras tampak

enhancemenet berbentuk cincin sekeliling daerah hipodens. Di luar daerah yang

enhancement tampak edema perifokal.

Pada MRI : T1WI memperlihatkan gambaran lesi dengan daerah sentral lesi yg

hipointens yang dikelilingi oleh lingkaran tipis iso/hiperintens. Sedangkan T2WI

memperlihatkan daerah sentral lesi yang hiperimtens yang dibatasi oleh kapsul yang

hipointens serta dikelilingi oleh edema yang hiperintens.

Abses otak, sebelum kontras, terlihat area hipodens di daerah parietal kanan, para-

sagital dengan perifokal edema.

Page 9: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

Abses otak di lobus temporal kiri. (a) CT Scan post kontras menunjukkan lesi ring-

enhancement di lobus temporal kiri. Pada lesi yang hipotens (b). T1W1 dan (c) hiperintens

pada T2W1 dengan edema peripheral dan mass effect. (d) Post kontras T1W1 menunjukkan

lesi kistik ring-enhancement16.

Infark Serebri

Infark serebri disebabkan oleh oklusi pembuluh darah serebral, hingga terbentuk

nekrosis iskemik jaringan otak. Penyebabnya bisa oleh karena trombosis ataupun emboli.

Pada stadium awal sampai 6 jam sesudah onset, tak tampak kelainan pada CT scan, kadang-

kadang sampai 3 hari belum tampak gambaran yang jelas pada CT. Sesudah 4 hari, tampak

pada CT, area hipodens.

Page 10: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

Pada CT Scan, infark sering berbentuk segitiga walaupun dapat terlihat bulat

dalam potongan axial. Daerah ini berkurang densitasnya, dibarengi dengan

efek massa yang ringan.

Pada MRI : T1WIA tampak area infark dengan penurunan nintensitas sinyal

dengan hilangnya sinyal normal perbedaan antara daerah abu-abu dan putih.

T2WI tampak area infark terlihat sebagai area intensitas sinyal tinggi.

Infark Serebri, terlihat area hipodens di daerah lobus parietal kanan. Terlihat juga dilatasi

ventrikel lateralis dan pelebaran sulsi di daerah frontalis yang menunjukkan atrofi serebri16.

2.9 PENATALAKSANAAN

1. Ensefalitis supurativa

- Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.

- Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.

2. Ensefalitis syphilis

- Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari

- Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat + probenesid 4 x 500mg oral

selama 14 hari.

Bila alergi penicillin :

- Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari

Page 11: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

- Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari

- Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu

- Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.

3. Ensefalitis virus

- Pengobatan simptomatis

Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat 4 x 500 mg

Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.

- Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab herpes

zoster-varicella.

Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg peroral

tiap 4 jam selama 10 hari.

4. Ensefalitis karena parasit

- Malaria serebral

Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak

perbaikan.

- Toxoplasmosis

Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan

Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan

Spiramisin 3 x 500 mg/hari

- Amebiasis

Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.

5. Ensefalitis karena fungus

- Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu

- Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.

Page 12: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

6. Riketsiosis serebri

- Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari

- Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari6.

2.9 PROGNOSIS

Angka kematian untuk ensefalitis berkisar antara 35-50%. Pasien yang pengobatannya

terlambat atau tidak diberikan antivirus (pada ensefalitis Herpes Simpleks) angka

kematiannya tinggi bisa mencapai 70-80%. Pengobatan dini dengan asiklovir akan

menurukan mortalitas menjadi 28%.6

Sekitar 25% pasien ensefalitis meninggal pada stadium akut. Penderita yang hidup

20-40%nya akan mempunyai komplikasi atau gejala sisa.6

Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada ensefalitis yang tidak diobati.

Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian

juga koma. Pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh dengan gejala

sisa yang berat.6

Banyak kasus ensefalitis adalah infeksi dan recovery biasanya cepat ensefalitis ringan

biasanya pergi tanpa residu masalah neurologi. Dan semuanya 10% dari kematian ensefalitis

dari infeksinya atau komplikasi dari infeksi sekunder .6

Beberapa bentuk ensefalitis mempunyai bagian berat termasuk herpes ensefalitis

dimana mortality 15-20% dengan treatment dan 70-80% tanpa treatment.6

Page 13: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

BAB III

ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien perempuan umur 23 tahun dirawat di bangsal Neurologis RS Dr. M.

Djamil Padang tanggal 6 Juni 2015 dengan:

Keluhan Utama:

Penurunan kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang:

Penurunan kesadaran berangsur-angsur sejak 10 hari yang lalu. Dimana pasien

awal nya masih menyahut dan buka mata saat di panggil keluarga, kemudian

pasien tidak berespon lagi saat di panggil keluarga.

Keluhan di awali dengan demam sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit,

demam tidak begitu tinggi, tampak oleh keluarga kedua tungkai dan tangan

menegang dan kaku sejak pasien demam.

Kejang seluruh tubuh sejak 24 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat kejang tubuh

kaku, frekuensi kejang >5 kali/hari, lama kejang 3-5 menit, jarak antara kejang ± 1

jam, di sertai dengan mata mendelik ke atas, keluar buih dari mulut,

Kepala terasa sakit dan berdenyut sejak 2 minggu yang lalu, Pasien sudah makan

obat sakit kepala ( tidak ingat nama obatnya). Saat ini sakit kepala bersifat hilang

timbul.

Buang air besar dan buang air kecil biasa

Riwayat Penyakit Dahulu:

Tidak pernah kejang sebelumnya, tidak pernah mengalami penyakit infeksi

saluran pernafasan akut sebelum kejang,tidak pernah mengalami penyakit infeksi

saluran pencernaan sebelum kejang.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada riwayat penyakit seperti ini pada anggota keluarga

Riwayat Sosial dan Ekonomi :

Pasien seorang ibu rumah tangga, sedang hamil trimester II, hamil anak I

Page 14: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak Sakit Berat

Kesadaran : Soporus

Tekanan darah : 110/80 mmhg

Frekuensi nadi : 114 x/menit

Frekuensi nafas : 28 x/menit

Suhu : 38.5C

Status Internus

Keadaan Regional

Kepala : Tidak ada kelainan

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung : Tidak ada kelainan

Telinga : Tidak ada kelainan

Mulut : Tidak ada kelainan

Leher : JVP 5-2 cm H2O

Paru

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi : Sonor kiri dan kanan

Auskultasi : Vesikuler, wheezing tidak ada, rhonki tidak ada

Jantung

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Batas jantung kiri : 1 jari medial LMCS RIC V

Page 15: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

Batas jantung kanan : LSD

Batas jantung atas : RIC II

Auskultasi : Bunyi jantung teratur, bising tidak ada

Status Neurologis

1. Kesadaran : GCS 9 ( E2M5V2 )

2. Tanda rangsangan selaput otak

Kaku kuduk : + Kernig : tidak ada

Brudzinsky I : tidak ada Brudzinsky II : tidak ada

3. Gejala peningkatan tekanan intrakranial

Muntah proyektil : tidak ada

Sakit kepala progresif : tidak ada

4. Nervi Kranialis

N I : -

N II : - reflek cahaya +/+

N III, IV, VI : - pupil ukuran 2 mm, bentuk bulat, isokor, posisi sentral

- bola mata bisa bergerak ke segala arah

N V : reflek kornea +, reflek masseter +

N VII : raut wajah simetris

N VIII : vertigo dan nistagmus tidak ada

N IX : reflek muntah ada, arkus faring simetris, uvula di tengah

N X : -

N XI : -

N XII : -

5. Koordinasi :

Page 16: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

Cara Berjalan Sulit dinilai Disatria Sulit dinilai

Romberg test Sulit dinilai Disgrafia Sulit dinilai

Ataksia Sulit dinilai Supinasi-Pronasi Sulit dinilai

Rebound Phenomen Sulit dinilai Tes Jari Hidung Sulit dinilai

Tes Tumit Lutut Sulit dinilai Tes Hidung Jari Sulit dinilai

6. Motorik

C.Ekstermita

s

Superior Inferior

Kanan Kiri Kana

n

Kiri

Gerakan - - - -

Kekuatan

Tropi Eutro eutro eutro eutro

A. Badan Respirasi Teratur

Duduk Tidak dapat dilakukan

B.Berdiri dan

berjalan

Gerakan

spontan

Sulit

dinilai

Sulit dinilai

Tremor Sulit

dinilai

Sulit dinilai

Atetosis Sulit

dinilai

Sulit dinilai

Miokloni

k

Sulit

dinilai

Sulit dinilai

Khorea Sulit

dinilai

Sulit dinilai

Page 17: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

pi pi pi pi

Tonus Eutonus eutonus eutonus Eutonus

7. Sensorik

Sensibilitas taktil Baik

Sensibilitas nyeri Baik

Sensibilitas termis Baik

Sensibilitas kortikal

Stereognosis

Pengenalan 2 titik

Pengenalan rabaan

8. Fungsi Otonom

BAK : tidak ada keluhan

BAB : tidak ada keluhan

9. Refleks:

A. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Kornea + + Biseps ++ ++

Berbangkis Triseps ++ ++

Laring KPR ++ +

Masseter APR ++ +

Dinding Perut Bulbokaverno

Page 18: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

sa

Atas Creamaster

Tengah Sfingter

Bawah

B. Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri

Lengan Tungkai

Hofmann Tromner (-) (-) Babinski (-) (-)

Chaddoks (-) (-)

Oppenheim (-) (-)

Gordon (-) (-)

Schaeffer (-) (-)

Klonus paha

Klonus kaki

Fungsi luhur

Kesadaran Tanda

Regresi

Reaksi bicara Sulit dinilai Refleks glabela (-)

reaksi intelek Sulit dinilai Refleks Snout (-)

Reaksi emosi Sulit dinilai Refleks Menghisap (-)

Refleks Memegang (-)

Refleks

palmomental

(-)

Page 19: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

Laboratorium

Hb : 9,9 gr%

Leukosit : 17.600

Ht : 70

Trombosit : 210.000

Diagnosa

Diagnosa klinik : Ensefalitis

Diagnosa topik : Ensefalon

Diagnosa etiologi : Viral

Diagnosis sekunder : -

Pemeriksaan Anjuran

1.CT scan

2. Pemeriksaan darah Rutin, kadar elektrolit

3. Lumbal Punksi

4. EEG

5. Funduscopy

Penatalaksanaan

1.Umum

- Breath : O2 4-5 liter/menit

- Blood : Kontrol tekanan darah dan frekuensi jantung

Infus Asering 12 jam / kolf

- Brain : Tinggikan kepala 300, awasi tanda-tanda oedem otak.

Page 20: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

- Bladder : Pasang kateter, Balance cairan

- Bowel : Diet MC TKTP

2. Khusus

Inj Ceftriaxon 2x2 gr

Parasetamol 4x500 mg

Acyclovir 5x800 mg

Fenitoin 2x100 mg

Page 21: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

BAB IV

DISKUSI

Telah dirawat seorang wanita usia 23 tahun, sejak tanggal 06 Juni 2015 di RSUP DR.

M. Djamil padang dengan diagnosis Klinis ensefalitis. Diagnosa topik ensefalon. Diagnosa

etiologi viral. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang

Berdasarkan anamnesis Penurunan kesadaran sejak 14 jam sebelum masuk rumah sakit.

Penurunan kesadaran terjadi secara tiba-tiba saat pasien sedang tidur dimana pasien tidak

dapat dibangunkan, pasien masih membuka mata namun tidak menyahut ketika dipnggil oleh

keluarga. Keluhan di awali dengan demam sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit,

demam tidak begitu tinggi, tampak oleh keluarga kedua tungkai dan tangan menegang dan

kaku sejak pasien demam.Kejang seluruh tubuh sejak 24 jam sebelum masuk rumah sakit.

Saat kejang tubuh kaku, frekuensi kejang >5 kali/hari, lama kejang 3-5 menit, jarak antara

kejang ± 1 jam, di sertai dengan mata mendelik ke atas, keluar buih dari mulut, Kepala terasa

sakit dan berdenyut sejak 2 minggu yang lalu, Pasien sudah makan obat sakit kepala ( tidak

ingat nama obatnya). Saat ini sakit kepala bersifat hilang timbul.

Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik. Keadaan pasien tampak sakit berat, kesadaran

soporus, TD 110/80 mmHg, Nadi 114x/menit, irama teratur, frekuensi nafas 28 x/menit, suhu

380C. Dari pemeriksaan status internus didapatkan tidak ada kelainan pada pasien ini. Dari

pemeriksaan status neurologis didapatkan GCS E3M5V2, tanda rangsangan meningeal kaku

kuduk positif. Tanda peningkatan intrakranial tidak ada. Dari pemeriksaan nervi cranialis NI,

IV, V, VI, X, XI, XII sulit untuk di nilai. N.II reflek cahaya +/+, N III doll’s eye manuver

bergera. N.VII raut wajah simetris, NVIII refleks okuloauditorik positif dan NIX refleks

muntah positif. Dari pemeriksaan sensorik yaitu respon terhadap rangsangan nyeri.

Page 22: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

BAB V

KESIMPULAN

Page 23: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Lazoff M. Encephalitis. [ Online ] February 26, 2010 [ Cited June 16, 2015 ].

Available from : URL ; www.emedicine.medscape.com/article

2. Anonymous. Encephalitis. [ Online ] May 5, 2009 [ Cited June 16, 2010 ]. Available

from : URL ; www.mayoclinic.com

3. Anonymous. Definition of encephalitis. [ Online ] 26 March, 2014 [ Cited June 16,

2015]. Available from : URL ; www.medterms.com

4. Anonymous. Encephalitis. [ Online ] September 25, 2013 [ Cited June 15, 2015 ].

Available from : URL ; www.neurologychannel.com

5. Faller A, Schuenke M, Schuenke G. The central and peripheral nervous systems. In :

The human body - an introduction to structure and function. New York : Thieme ;

2004. p. 538-53

6. Fransisca SK. Ensefalitis. [ Online ] Februari 19, 20012 [ Cited 15 June, 2015 ].

Available from : URL ; http://last3arthtree.files.wordpress.com

7. Sutton D, Stevens J, Mizklel K. Intracranial lesions. In : Sutton D, editor. Text book

of radiology and imaging 7th ed. London : Churchill Livingstone ; 2003. p. 1726

8. Hopkins R, Peden C, Gandhi S. Principles of interpreting CT. In : Radiology for

anaesthesia and intensive care. London : Greenwich Medical Media ; 2003. p. 219-21

9. Zamponi N, Rossi B, Polonara G, Salvolini U. Neuropaediatric emergencies. In :

Scarabino T, Salvolini U, Jinkins JR, editors. Emergency neuroradiology. New York :

Springer ; 2006. p. 371,390-1

10. Hendrik F. Toksoplasmosis serebri sebagai manifestasi awal AIDS. [ Online ]

September 23, 2011 [ Cited June 16, 2015 ]. Available from : URL ;

http://neurology.multiply.com

11. Samsi KMK. Ensefalitis / ensefalopati akibat flu burung ( infeksi virus influenza tipe

A ). [ Online ] Agustus, 2013 [ Cited June 16, 2015 ]. Available from : URL ;

http://www.kalbe.co.id

12. Anonymous. Rasmussen’s encephalitis. [ Online ] April 16, 2012 [ Cited June 16,

2015]. Available from : URL ; http://en.wikipedia.org

Page 24: CASE ENSEFALITIS ROHANI.docx

13. Hermans R. Imaging techniques. In : Head and neck cancer imaging. Germany :

Springer ; 2006. p. 32, 38-9

14. Moritani T, Ekhlom S, Westesson PL. Pediatrics. In : Diffusion-weighted MR

imaging of the brain. New York : Springer ; 2005. p. 191

15. Anonymous. Encephalitis. [ Online ] December 21, 2012 [ Cited June 16, 2015 ].

Available from : URL ; http://www.mdguidelines.com

16. Lee EJ. Unusual findings in cerebral abscess. British journal of radiology; 2006.

79,e156-e161.