Transcript

Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menargetkan akan membuka Fakultas Kedokteran (FK) pada tahun akademik 2016/2017. Safar Nasir, selaku Wakil Rektor (Warek) II berharap SK pendirian FK dapat

diperoleh pada tahun ini. Ia mengatakan segala persiapan telah dilakukan, termasuk pengadaan laboratorium serta tempat perkuliahan. Dilain pihak, keputusan UAD mendi-rikan FK saat ini dinilai terburu-buru oleh mahasiswa. Mereka merasa fasilitas kampus saat ini belum maksimal, ditambah lagi pendirian kampus IV yang belum selesai.

Elky Setiyo Hadi selaku Ketua Dewan Perwakilan Ma-hasiswa (DPM) Fakultas Sastra Budaya dan Komunikasi (FSBK) menilai bahwa kampus terlalu terburu-buru dalam pendirian Fakultas Kedokteran. “Aku juga sebenarnya menyesalkan keputusan itu karena masih banyak per-soalan-persoalan lain yang belum selesai,” ungkap Elky saat ditemui Selasa (15/03). Tidak jauh berbeda dengan Elky, Ketua DPM Fakultas Matematika dan Ilmu Pengeta-huan Alam (FMIPA), M. Irawan Jayadi juga mengeluhkan keputusan ini. “Sekarang yang udah ada aja (Fasilitas-red) masih kayak gini (belum maksimal-red),” keluh Irawan.

Menanggapi hal ini, Safar mengatakan bahwa keputusan ini tidak terburu-buru. Sebab pendirian FK telah direncanakan empat tahun yang lalu. Safar me-nilai, sekarang adalah waktu yang tepat untuk membuka FK. “Kita sudah siap, kenapa harus nunggu?” kata Safar. Menurutnya peluang tidak akan selalu datang dua kali. Ia menambahkan, jika UAD menunda pendirian FK, maka peluang itu akan hilang. “Disitu memang harus ada ke-beranian untuk menangkap momentum itu,” tegas Safar.

Ambil Peluang dari Moratorium

Kendati telah direncanakan sejak empat tahun lalu, pendirian FK baru terealisasikan pada satu tahun belakangan ini. Hal ini disebabkan adanya moratorium FK oleh Konsil Ke-dokteran Indonesia (KKI) sejak Januari 2010. Moratorium ini kemudian diperkuat oleh moratorium serupa dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI melalui Surat Eda-ran Dirjen Dikti yang diterbitkan tahun 2012. Pemberlakuan

moratorium bertujuan agar pemerintah bisa fokus dalam memperbaiki masalah kualitas pendidikan FK di Indonesia.

Oleh sebab itu, Safar mengatakan pembukaan mora-torium sejak 9 Januari 2015 lalu adalah momen yang tepat untuk mendirikan FK. “Karena namanya kedokteran itu buka tutup (moratorium-red). Sekarang moratorium lagi, entah kapan lagi dibuka,” ujar Safar saat ditemui Kamis (31/03).

Safar menambahkan bahwa tingginya kebutuhan mas-yarakat akan tenaga medis menjadi salah satu alasan pendi-rian FK. “Rasio dokter itukan tinggi sekali. Artinya kebutuhan tenaga medis itu sangat dibutuhkan oleh bangsa ini,” ujar Safar.

POROS persmaporos.comFB: Persma Poros UADTwitter: @PorosUAD

Buletin Edisi BulananEdisi: 02/B/Mag/XV

April 2016M e n y i b a k R e a l i t a

Da

ftar Isi

ilust

rasi:

Imar

afsa

h M

utian

ingt

yas

Edisi

MAGANG

1 . Ber i ta Utama2. Ed i tor ia l4. Resens i5 . Suara Mahas iswa

6. Ber i ta Khusus8. L i tbang10. Opin i1 1 . Sas tra

Fasilitas Kampus Belum Maksimal, UAD (tetap) Buka Fakultas Kedokteran

bersambung ke hal 3

2 EDITORIAL

M e n y i b a k R e a l i t aPOROSDiterbitkan Oleh: UKM Pers Mahasiswa POROS UAD. Pembimbing: Anang Masduki S.Sos.I Pimpinan Umum: Lalu Bintang Wahyu Putra Bendahara Umum: Jopri Satria Lubis Sekertaris Umum: Sitti Hapsa Pimpinan Redaksi: Fara Dewi Tawainella Pimpinan Redaksi Magang II: Siti Zunaizah Reporter Magang II: Una, Nana, Ima, Yoga, Nur, Arga Fotografer: Arga Bagus Pratama Layouter: Imarafsah Mutianingtyas Koordinator Litbang Magang II: Irfan Hariz Nugraha Anggota Litbang Magang II: Tiswo, Fifi, Sigit, Widya, Ririn, Hanifah, Mutiara, Fitria, Kholid Koordinator Perusahaan Magang II: Riska Tan-zilla Anggota Perusahaan Magang II: Ani, Yuni, Rica.

Dimulai dari perencanaan yang tarik ulur empat ta-hun lalu. Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mulai menampakkan kesiapannya satu tahun belakangan ini. Saat ini laboratorium dan ruang kuliah telah tersedia bagi calon mahasiswa FK.

Meskipun pendirian FK akan berdampak positif bagi mahasiswa dan universitas, namun tidak dapat dipungkiri, fasilitas yang ada saat ini belum maksimal. Terbukti banyaknya keluhan yang dilontarkan mahasiswa, seperti kapasitas ruangan yang minim dan tempat parkir yang sempit. Komentar ini tidak hanya di sampaikan oleh mahasiswa, melainkan juga dari ka-langan dosen. Listiatie Budi Utami, Kaprodi Biologi mengatakan bahwa ia tidak menutup mata dengan fasilitas yang kurang maksimal.

Dalam pendirian FK, UAD terkesan terburu-buru. Bai-knya UAD fokus dalam membenahi fasilitas yang ada daripada mendirikan fakultas baru. Niat baik UAD membuka FK diragu-kan. Banyak pihak khawatir apakah UAD dapat memaksimalkan fasilitas yang ada jika FK dibuka.

Selain masalah FK, bulletin Poros edisi magang kali ini juga membahas tentang problematika lahan parkir yang sem-pit. Jumlah kendaraan yang membludak dan tempat parkir yang sempit memaksa mahasiswa memarkirkan kendaraannya di la-han milik warga. Selain membuat pengguna jalan tidak nyaman, juga membuat warga mengeluh.

Ditemui 9 April 2016, Rohmad Yuliantoro, kepala bidang Aset Biro Finansial dan Aset (Bifas) mengungkapkan bahwa masalah parkiran liar bukanlah wewenang universitas. Ia juga mengaku bahwa kampus telah menyediakan lahan parkir yang memadai.

Pada kenyataannya, mahasiswa terpaksa parkir di luar karena tempat yang tersedia selalu penuh. Hal ini terbukti ke-tika poros melakukan wawancara dengan salah satu mahasiwa UAD. Anggit, mahasiswa Fakultas Teknik Industri (FTI) menga-takan bahwa tempat parkir yang tersedia di kampus UAD III sering penuh. Hal ini menandakan lahan parkir memadai yang disampaikan Rohmad tidak benar.

Dikutip dari data Litbang Poros, menunjukkan seba-gian besar mahasiswa tidak menyetujui adanya parkir liar. Ha-sil penelitian yang dilakukan pada tanggal 17-23 Maret 2016 menunjukkan bahwa 88,49% responden pernah memarkir kendaraannya di tempat parkir liar. Hal ini menandakan tempat parkir yang tersedia masih kurang.

Kondisi mahasiswa yang memarkir kendaraan dilahan warga dapat memicu munculnya masalah baru. Untuk mengata-si hal ini, kampus seharusnya menyediakan tempat parkir yang dapat menampung semua kendaraan mahasiswa. Disamping itu kampus juga perlu mengurangi kuota bagi mahasiswa baru, guna mengatasi permasalahan serupa di periode mendatang. (Red)

UAD Perlu Berbenah

“Jangan semata-mata mengejar sesuatu lebih besar tapi didepan mata

belum terselesaikan”-Joko Widodo

3BERITA UTAMA

Sambungan hal 1

Selain itu, tujuan pendirian FK juga untuk melakukan misi dakwah. “Ini media dak-wah yang salah satunya sangat strategis juga, membangun kesehatan moral dan berdakwah,” ungkap Safar. Ia melanjut-kan, apabila FK sudah berdiri, UAD akan menerapkan pengajaran manajemen bencana dan bekerjasama dengan daer-ah-daerah yang tertinggal dalam hal pe-merataan tenaga dokter di Indonseia.

Mahasiswa dan Dosen: Fasilitas Belum Maksimal

Beberapa pihak mendukung pendirian FK di UAD, meskipun mereka juga mengakui bahwa fasilitas saat ini belum maksimal. Seperti halnya Listiatie Budi Utami, Kaprodi Biologi mengatakan bahwa ia mendukung pendirian FK. Na-mun, ia tidak menutup mata bahwa fasil-itas saat ini masih terbatas. “Memang fasilitas terbatas tapi kami bisa men-goptimalkannya,” ungkap Lestiatie. Ia menambahkan bahwa untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada, ter-utama kebutuhan akan laboratorium, ia mengadakan kerja sama dengan labora-torium yang ada di Farmasi. “Kalau ruang laboratoriumnya memang masih terba-tas, dipakai oleh banyak mahasiswa,” ujar Lestiatie.

Selain Lestiatie, Rosyidah selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) juga mengeluhkan terbatasnya laboratorium di UAD. Padahal prodinya juga memilki mata kuliah yang memer-lukan laboratorium, seperti Parasitologi dan Biologi. “Itu juga agak sulit kalau kita ke Lab Terpadu semua, disana juga ban-yak yang menggunakan,” ungkapnya.

Nurkhasanah selaku Kaprodi Farmasi pun mengakui bahwa Fasilitas prodinya masih jauh dari maksimal. “Tapi fasilitas kita tidak pernah berhenti un-tuk berkembang,” ujarnya. Nurkhasanah menambahkan bahwa fasilitas ruang kuliah, laboratorium, kelengkapan alat untuk praktikum dan penelitian masih terus dikembangkan agar bisa men-dukung perkuliahan.

Belum maksimalnya fasilitas juga dikeluhkan oleh mahasiswa. Salah satunya di Fakultas Tarbiyah dan Dirasat Islamiyah (FTDI) yang baru saja berganti nama di tahun 2014. Saat ditemui Rabu (16/03), Irfan selaku ketua DPM menge-luhkan sempitnya ruang kelas yang mer-eka tempati. “Mahasiswa ada 40, me-nempati ruang kelas yang kapasitasnya

kurang dari 40. Itu kan juga sempit, di-tambah lagi ruangannyakan panas,” ujar Irfan.

Tak hanya terjadi di FTDI, sem-pitnya ruang kelas juga dialami oleh mahasiswa FKM. Satriawan Jaohandhy Muhtori selaku ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKM mengelukan ban-yaknya jumlah mahasiswa dalam satu kelas. “Kalau saya bandingkan dengan beberapa universitas lain, maksimal mer-eka itu paling 40-50, kita bisa sampai 80,” keluh Satriawan.

Selain ruang kelas, fasilitas lab-oratorium pun dinilai masih kurang me-madai. Seperti Intan Dian Pratiwi, ketua DPM Fakultas Farmasi mengeluhkan banyaknya alat-alat laboratorium yang rusak. “Alat-alat di laboratorium banyak yang sudah tidak memadai, dan sudah banyak yang rusak,” keluh Intan. Ferry Riano Setyawan, ketua BEM FMIPA pun mengeluhkan hal serupa. “Ya alat-alatnya memang kurang memadai,” ujar Ferry.

Tak hanya masalah alat, banyak-nya jumlah mahasiswa yang menempati satu laboratorium juga menjadi masalah. Pasalnya, mahasiswa tak nyaman karena harus berdesak-desakan. Seperti yang di-ungkapakan oleh Satriawan bahwa saat praktikum mereka harus berdesak-de-sakan akibat ruangan yang kecil. “Ya kita

butuh ruangan untuk praktikum itu yang benar-benar nyaman untuk anak-anak bisa mempraktekan kegiatan,” ujarnya.

Menanggapi hal ini, Safar men-gakui masih adanya fasilitas yang belum terpenuhi. “Tapi kita masih terus berusa-ha memperbaiki,” ujar wakil rektor yang membidangi Bidang Pengelolaan Sum-ber Daya tersebut. Menurutnya, beber-apa kekurangan itu merupakan hal yang wajar sebab UAD sedang dalam proses membangun. Safar mengungkapkan bah-wa UAD sendiri tidak pernah berhenti membangun fasilitas untuk meningkat-kan pelayanannya kepada mahasiswa.

Kendati belum resmi dibuka, pendirian FK sendiri cukup mengundang kekhawatiran dari beberapa pihak. Rosy-idah selaku Dekan FKM mengaku khawa-tir akan dijadikannya FK sebagai ‘anak emas’ oleh UAD. “Karena kedokteran ini betul-betul menjadi bintang. Dalam ar-tian, rebutan gitu ya,” ungkap Rosyidah. Satriawan, ketua BEM FKM juga berharap agar nantinya FK tidak dianak emaskan oleh universitas. “Ada FK nggak apa-apa, tapi kita ingin ada penyeragaman atau pemerataan gitu loh,” kata Satriawan. Menanggapi hal ini, Safar menegaskan bahwa tidak ada yang namanya anak emas. “Ada kedokteran atau tidak ya sama perhatiannya,” tegas Safar. (Nur-rahmawati)

ilust

rasi:

Imra

fsah

Muti

anin

gtya

s

4 RESENSI

Bicara Dengan MediaJudul : Bajrangi Bhaijaan

Sutradara : Kabir Khan

Penulis Skenario : V. Vijayendra Prasad

Produksi : Salman Khan dan

Rockline Venkatesh

Durasi : 02:39:12

Tahun rilis : 17 Juli 2015

Resensor : Siti Zunaizah

Bajrangi Bhaijaan adalah film Bollywood yang sukses memperoleh pendapatan hingga 1 miliar Rupee dan menja-di film terlaris kedua setelah PK (2014). Film ini mengisahkan tentang seorang gadis asal Pakistan berusia 6 tahun bernama Shahida (Harshaali Malhtra).

Shahida yang memiliki keterbatasan dalam berbic-ara membuat ia dan ibunya harus pergi ke Hazrat Nizamuddin Auliya. Sebuah daerah suci di Delhi yang konon apabila berdoa disana dianggap dapat terkabul termasuk keinginan Shahida untuk dapat berbicara.

Namun dalam perjalanan pulang, Shahida ditinggal-kan kereta yang membawa orang-orang kembali ke Pakistan termasuk ibunya. Ketidakmampuan Shahida dalam berbicara membuat ia tidak bisa dan memanggil ibunya.

Untungnya ia dipertemukan dengan Pawan Kumar Chaturvedi (Salman Khan) yang dikenal sebagai “Bajrangi”seo-rang penganut Dewa Hanuman. Pria yang jujur dalam perkata-annya dan baik budi pekertinya ini bertekad untuk memulang-kan Shahida kerumah.

Ketidakmampuan Shahida dalam berbicara mem-buat komunikasi keduanya agak terganggu. Sangat sulit untuk mengetahui dari mana ia berasal termasuk nama Shahida itu sendiri. Sehingga Pawan memanggil Shahida dengan nama “Munni”.

Awalnya Pawan menduga bahwa Munni adalah keturunan Kasta Brahmana. Namun, semua terelakkan setelah Munni menolak untuk berdoa sesuai dengan ajaran Hindu dan memilih masuk masjid untuk berdoa sesuai ajaran Islam. Tidak hanya itu, Munni juga lebih lahap jika memakan ayam diband-ingkan sayuran. Padahal pada umumnya, kebiasaan mas-yarakat Hindu India adalah tidak memakan daging-dagingan.

Misi memulangkan Munni ke tempat dimana ia ber-asal tidaklah mudah. Hal ini karena Pawan juga harus menepa-ti janjinya untuk menyediakan rumah sebagai syarat menikahi Rasika (Kareena Kapoor) sang kekasih. Itu membuat Pawa san-gat bingung memilih antara tetap membantu memulangkan Munni atau mengumpulkan uang guna membeli rumah. Na-mun Rasika justru menginginkan Pawan tetap memulangkan Shahida. Walaupun dengan resiko yang sangat tinggi yakni pergi ke Pakistan tanpa Passport atau Visa.

Tak hanya sampai disitu, banyak hal yang harus dilalui Pawan dalam misi memulangkan Shahida ke tempat dimana ia berasal. Seperti harus menyelinap masuk perbatasan antara India dengan Pakistan.

Sampai akhirnya Pawan dipertemukan dengan war-tawan lokal Pakistan bernama Chand Nawab. Awalnya, Chand Nawab (NawazuddinSiddiqui) memberitakan bahwa Pawan adalah mata-mata India. Namun ia sendiri yang membantah pemberitaan tersebut, setelah mengetahui niat baik Palwan yang ingin memulangkan Munni. Akhirnya Pawan melanjutkan misinya dibantu oleh sang wartawan tersebut.

Walaupun film ini mengandung komposisi yang be-rat dengan adanya perbedaan agama, dan konflik antar neg-ara, namun sutradara dapat mengemasnya begitu ringan dan menggelitik.

Dalam perjalanan mengantar Munni, Pawan diper-temukan dengan Maulana (Om Puri) seorang ulama Pakistan. Maulana mengira bahwa tempat Shahida di daerah Kashmir.

Bersambung ke halaman 5

ilust

rasi:

goo

gle

5SUARA MAHASISWA

Husnia, PsikologiAdanya parkiran liar membuat kesan ti-dak bagus, seperti tidak rapi, kurang nya-man, dan minim fasilitas. Muncul persepsi negatif bahwa pimpinan UAD hanya me-mikirkan bagaimana mendapatkan pe-masukan yang banyak dengan menerima banyak mahasiswa baru, tanpa memikir-kan kapasitas dan fasilitas yang tersedia.

Eka, EkonomiSebaiknya ada larangan buat parkir liar. Soalnya selain merusak pemandangan, bisa bikin macet, apalagi jalan sempit kayak kampus I. Kampus harusnya bisa menyediakan lahan parkir yang efektif buat mahasiswa. Untuk Fakultas Kedok-teran setuju-setuju aja, tapi kalau untuk saat ini sepertinya belum efektif. Soalnya masih terkendala Sumber Daya Manusia (SDM), dan fasilitas yang dimiliki kampus juga sepertinya belum memadai. Jan-gankan Fakultas Kedokteran, yang fakul-tas sekarang aja masih ngerasa kurang banget fasilitasnya.

Citra, Pendidikan BiologiParkiran liar dan suruh bayar apa itu wa-jar? Padahal kita setiap 6 bulan sekali bayar SPP mahal, tapi fasilitas buruk dan lahan parkirpun seharusnya diperbaiki, UAD menjadi semrawut tidak punya lah-an.

Mera, Pendidikan Bahasa dan Sastra IndonesiaBagus-bagus saja UAD menambah fakultas baru, tapi apakah sudah diper-siapkan secara matang segala fasilitasn-ya? Bukan rahasia lagi kalau UAD masih banyak kekurangan seperti ruang kelas, lahan parkir dan fasilitas lainnya. Al-angkah lebih baik memperbaiki yang masih kurang dulu baru membuka yang baru. Tapi jika memang pembu-kaan fasilitas kedokteran sudah digo-dok secara matang, ya. why not? Tapi ingat mahasiswa sudah membayar ma-hal, jadi harus setara dengan apa yang mahasiswa peroleh. Parkiran motor di trotoar itu sangat mengganggu jalan di sekitar kampus, kan sudah sempit jadi kalau ada parkiran di trotoar otomatis pejalan kaki harus lewat di jalan motor otomatis berbahaya. Terkadang sudah parkir di trotoar apalagi sembarangan naruhnya, membuat jalan yang sudah ramai jadi tambah semrawut.

Arif, PPKNMengganggu pejalan kaki dan pengguna kendaraan juga, dan pastinya melanggar hukum karena tidak semestinya ruas jalan raya digunakan untuk parkiran. Fakul-tas Kedokteran harusnya bisa dipertim-bangkan dulu, jangan kampus kita punya banyak fakultas dan jurusan, tapi kualitas akreditasinya masih belum bisa dibilang top markotop. Jadi mending membenahi semua elemen pada fakultas dan jurusan yang sudah ada dulu untuk mendapat kualitas yang baik. Jangan sampai kita bayar kuliah SPP naik tapi fasilitas minim, dan jangan sampai memanfaatkan ke-naikan SPP mahasiswa untuk pembangu-nan fakultas baru.

Hal ini digambarkan dalam percakapan Pawan dan Maulana. Pawan bertanya, “Kashmir? haruskah kembali ke In-dia?”. “Tidak, kami juga punya sebagian kecil di sini ”, jawab Maulana. Pertanyaan yang seakan sederhana itu menyiratkan bahwa India dan Pakistan mempunyai daerah yang sama kare-na pembagian daerah bekas peperangan dahulu.

Chand Nawad wartawan lokal Pakistan yang me rekam seluruh peristiwa apapun sepanjang perjalanan mereka, menginginkan bahwa semua orang diseluruh dunia mengeta-hui kisah pemberani Pawan.Segala cara telah dilakukan ter-masuk menelpon stasiun televisi lokal. Namun tidak satupun yang mau untuk menayangkan kisah yang dinilai sampah dan murahan ini.

Timbullah ideoleh Chand Nawad untuk mempub-likasikan kisah Pawan ini di internet, media yang dapat dili-hat siapanpun. Setelah video rekaman itu tersebar luas, mas-yarakat India dan Pakistan menjadi empati dengan Pawan.

Jalan untuk memulangkan semakin terbuka. Namun disisi lain pihak kepolisian bersikeras dan masih menggang-gap bahwa Pawan adalah mata-mata India. Untuk menangkap Pawan polisi melakukan pemeriksaan disetiap daerah. Pawan akhirnya tertangkap namun wartawan Chand Nawab berhasil lolos dan memulangkan Munni ke rumahnya.

Media televisi dan cetak serentak menayangkan kisah pemberani Pawan. Dalam salah satu tayangan televisi Chan

Nawad mengajak masyarakat India serta Pakistan untuk ber-kumpul diperbatasan, dan sama-sama mengantar Pawan un-tuk kembali ke India.

Dalam adegan terakhir, ketika Pawan hendak menye-brangi perbatasan dari Pakistan menuju India, betapa terkejut-nya ia mendengar Shahida berbicara dan berteriak. “mmaaa...maan (Paman)”, “Jai Sri Ram,Paman!”. Adegan ini membuat siapa saja yang fokus menonton film ini sejak awal akan ikut tersentuh dan bahkan menangis.

Meski demikian dalam film ini terdapat kekurangan yakni durasi yang sangat panjang, sehingga penonton bosan. Ditambah lagi dengan adegan bernyanyi yang memakan waktu sangat banyak.

Walaupun dinilai sampah dan murahan kisah pem-berani Pawan tidak bisa dianggap enteng. Media seharusnya jeli mengungkap berita dan kisah sosok-sosok pahlawan yang bukan dibeli oleh ketenaran media semata.

Kisah Pawan ini mengajarkan bahwa peperangan yang dialami India dan Pakistan dahulu, tidak perlu membuat per-musuhan yang berlarut-larut. Perbedaan agama, kasta dan ke-budayaan tidak perlu menjadi alasan ketika kita ingin melaku-kan suatu bentuk pertolongan.

sambungan resensi

6 BERITA KHUSUS

Parkiran UAD Penuh, Warga Turun Tangan

dok:

por

os

Sejak lima bulan lalu kendaraan mahasiswa yang terparkir di belakang kampus III Universitas Ahmad Dahlan (UAD), me-

nimbulkan keresahan bagi warga sekitar. Alhasil warga harus berdiskusi mencari solusi. Pasalnya, kendaraan yang terparkir sudah sampai ke depan rumah-rumah warga.

Sejak penerimaan mahasiswa baru tahun aja-ran 2015/2016, kampus III UAD dihadapkan pada masalah parkiran. Rohmad Yuliantoro selaku kepala bidang Aset Biro Finansial dan Aset (Bifas) mengatakan, kampus telah memiliki tiga lahan parkir di tempat berbeda. Yaitu, parkiran dalam kam-pus III, area laboratorium terpadu, dan lahan baru di sebelah barat laboratorium terpadu. Meski demikian mahasiswa tetap memilih parkir di lahan belakang kampus yang merupakan jalan umum yang juga di gunakan oleh warga kampung Glagah-sari. Hal tersebut sempat mendapat protes dari warga sekitar.

Heri Julianto, ketua RT 21 kampung Glagahsari men-gatakan, penyempitan jalan disebabkan oleh banyaknya mo-tor yang parkir kanan dan kiri jalan. Beberapa warga merasa terganggu dan mengeluh karena harus mencari jalan lain un-tuk menghindari kemacetan, terutama pengendara mobil. “Ka-lau dikatakan bermasalah, emang bermasalah terus mba,” Ujar Heri. Ia melanjutkan, warga memang komplain karena tidak bisa lewat.

Ada beberapa alasan mahasiswa memilih parkir di belakang kampus. Menurut Anggit, mahasiswa Fakultas Teknik Industri (FTI), hal itu dikarenakan lahan parkir yang telah dise-

diakan pihak kampus sudah penuh. “Sering penuh di sana (parkiran kampus –red) itu mba. Telat dikit aja udah penuh. Bahkan jam delapan saja sudah ditutup,” ungkapnya.

Hal tersebut dibenarkan oleh Muji Raharjo, pengelo-la parkir kampus III. Ia mengungkapkan, bahwa setiap pagi ma-hasiswa akan parkir di parkiran dalam kampus. Muji juga men-gatakan, parkiran ini memiliki kapasitas sekitar 500-700 motor. Akan tetapi kapasitas tersebut sudah berkurang akibat pemba-ngunan di kampus III. Menurutnya sebelum adanya pembangu-nan, kapasitas parkir di kampus lebih dari 1000 motor.

Pengelola parkiran laboratorium, Tri Mulyono me-ngungkapkan, apabila parkiran di kampus penuh, maka diali-hkan ke laboratorium terpadu yang memiliki kapasitas sekitar 600 motor. Ia melanjutkan, jika di laboratorium penuh, motor akan dialihkan ke parkiran baru di sebelah barat laboratorium terpadu. Parkiran laboratorium terpadu menurut Tri, akan ditu-tup sekitar pukul 08.15-09.00 apabila penuh.

Azis, pengelola parkiran sebelah barat laboratorium terpadu mengatakan, parkiran tersebut dibuka pada 29 Febru-ari 2016, dengan daya tampung kurang lebih 400-500 motor. Namun, setiap hari sekitar pukul 10.00 parkiran tersebut telah penuh. “Penuh terus mba, ya mungkin hari jumat agak long-gar,” ungkapnya. Ia melanjutkan apabila parkiran penuh, ma-hasiswa akan parkir di parkiran berbayar di belakang kampus UAD III.

Kendaraan mahasiswa yang terparkir di depan salah satu rumah warga, di kampung Glagahsari. Pada gerbang tersebut terdapat tulisan “dilarang parkir di halaman kosan 576”

Bersambung ke halaman 7

7BERITA KHUSUS

Kritik dan saran dari pembaca dapat disampaikan melalui:

HP:085254968851Website:persmaporos.comE-mail:[email protected]

Facebook:Persma Poros uadTwitter: @porosUAD

Anggit, mahasiswa FTI mengatakan, alasan lain ma-hasiswa memilih parkir di belakang kampus karena lokasi lebih dekat dengan kampus. Sehingga waktu yang di tempuh menuju kelas lebih efisien, dan tidak perlu berjalan jauh. “Banyak yang pilih sini (parkiran belakang kampus –red) lebih dekat dari kampus mba,” ungkapnya. Namun Anggit juga mengakui tidak mengetahui jika hal tersebut membuat warga resah.

Menurut Sulistiono, warga RT 21 kampung Glagah-sari, warga sebenarnya enggan menyalahkan mahasiswa, tapi mahasiswa kurang peduli dengan keadaan sekitar. Ia menga-takan, mahasiswa yang datang sering mengandalkan petugas, setelah turun dari motor mahasiswa lari begitu saja. “Padahal posisi motor di tengah jalan,” terangnya.

Selain itu, sebagai pemilik warung, Sulistiono mera-sa sangat terganggu dengan parkiran di belakang kampus. Ia mengatakan halaman rumah yang merupakan haknya kadang-kadang digunakan oleh mahasiswa sebagai tempat parkir. Sejak dua tahun yang lalu lahan yang berada tepat belakang kampus III (kawasan RT 21) telah menjadi parkiran berbayar namun belum dikelola secara resmi oleh warga.

Mendengar keluhan warga, Heri ketua RT 21, akh-irnya meminta bantuan kepada RT 22 untuk ikut merapikan parkiran dan lahan di belakang kampus III. Hal ini bertujuan untuk membuka lahan parkir yang lebih luas dan dikelola secara langsung oleh warga. Syaifudin ketua RT 22 menjelaskan, lahan yang awalnya kumuh dan kurang terawat, akhirnya dibersihkan untuk dimanfaatkan sebagai lahan parkir, dengan pengelolaan dan kepengurusan yang jelas.

Awalnya Heri berpikir, dengan dibukanya lahan baru di kawasan RT 22 dapat mengurangi kepadatan yang terjadi. “Tapi kenyataannya lahan RT 21 dan RT 22 penuh,” keluhnya. Disisi lain, Heri mengatakan, dengan adanya parkiran tersebut perekonomian warga juga meningkat.

Hal senada juga diungkapkan oleh Udin, menurutnya warga yang sebelumnya tidak memiliki pekerjaan bisa mem-peroleh penghasilan sebagai tukang parkir ataupun membuka tempat fotokopi dan warung. “Anak-anak juga bisa mempeker-

jakan dirinya supaya bisa memperoleh tambahan penghasilan,” ujarnya.

Meskipun begitu, baik RT 21 maupun RT 22 sependapat untuk tidak mempermasalahkan parkiran kepa-da universitas. Menurut mereka masalah parkiran ini sudah berada di luar wewenang universitas, karena sudah berada di lingkungan kampung, sehingga menjadi tanggung jawab bersa-ma. “Sebetulnya itu sudah berada di luar kewenangan UAD,” kata Udin

Menanggapi masalah parkiran, Rohmad sebagai per-wakilan kampus juga menyatakan bahwa itu diluar wewenang universitas. Menurutnya pihak kampus sudah menyediakan lahan parkir yang memadai. “Kita kan menyediakan tempat parkir. Tinggal mahasiswanya diarahkan atau kesadaran maha-siswa untuk parkir di tempat yang sudah di sediakan,” ujarnya. Menurut Rohmad, jarak dan efisiensi waktu bukan menjadi masalah. Pihaknya merasa mahasiswa harus bisa melakukan manajemen waktu dengan baik.

Meskipun warga merasa senang perekonomi-an meningkat, namun Heri berharap, untuk tahun ajaran 2016/2017 pihak kampus harus menambah lahan parkir. Karena menurutnya lahan yang sekarang tidak akan cukup jika ada penambahan mahasiswa. “Gak muat (kalau nambah maha-siswa –red),” ungkapnya.

Mahasiswa juga berharap kampus segera menam-bah lahan parkir. Menurut Anggit, jumlah mahasiswa yang mendaftar di UAD lebih banyak dari yang lulus, sehingga lahan yang ada tidak akan cukup. “Semakin penuh lah parkirannya. Gak sesuai dengan jumlah mahasiswanya,” keluh mahasiswa semester enam ini.

Rohmad mengatakan, pihaknya sudah memiliki kebijakan untuk segera memulai pembangunan di kampus IV, sehingga ada sebagian fakultas yang akan dialih ke kampus IV. “Kalau mulai tepatnya nanti tanya ke rektorat. Tapi insya Allah mulai tahun ini. Artinya kan kita memikirkan nih, tapi ya mohon sabar aja, karena pembangunan itu gak hanya satu dua bulan,” ungkapnya. (Asma NA)

sambungan berita hal 6

8 LITBANG

Setiap tahun Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta mengalami peningkatan jumlah mahasiswa. Pen-ingkatan tersebut juga diiringi dengan bertambahnya penggunaan kendaraan bermotor. Namun keadaan ini tidak diimbangi dengan fasilitas lahan parkir yang memadai. Seharusnya luas parkir disesuaikan dengan jumlah kendaraan yang ada. Lahan parkir yang tidak men-cukupi memaksa mahasiswa untuk me-markir kendaraannya di luar parkiran yang sudah disediakan. Hal ini menjadi penyebab timbulnya parkiran liar yang meresahkan warga, pasalnya parkiran liar tersebut memakai lahan milik warga dan mengganggu aktivitas pengguna jalan.

Atas dasar itu, Litbang Poros melakukan penelitian terkait pengaruh parkiran liar bagi mahasiswa dan war-ga sekitar kampus. Penelitian dilakukan pada tanggal 17-23 Maret 2016 di kam-pus I, II dan III dengan cara menyebar an-gket yang berisi pertanyaan kepada 252 mahasiswa dan 43 masyarakat sekitar kampus. Angket untuk mahasiswa berisi lima pertanyaan tertutup dengan satu pertanyaan terbuka. Sedangkan angket untuk warga terdiri dari enam pertanyaan tertutup dengan dua pertanyaan terbuka.

Berdasarkan hasil penelitian lit-bang, sebagian warga merasa terganggu

dengan adanya parkir liar. Hal ini terbukti sebanyak 39,53% warga menjawab san-gat setuju. Bahkan ada warga yang me-masang pengumuman untuk tidak me-markir kendaraan di halaman rumahnya. Pengumuman itu ditempel di pagar depan rumah dengan kertas berbagai ukuran.

Tak hanya merasa terganggu, warga pun merasa dirugikan dengan adanya kondisi tersebut. Terlihat dari be-sarnya persentase warga yang menjawab setuju yaitu 60,47%. Warga yang sangat setuju hanya 9,30%. Kemudian warga yang kurang setuju 13,95%, dan yang tidak setuju merasa dirugikan hanya 11,63%.

Ditambah, 69,77% warga menyatakan parkiran liar tidak me-nimbulkan keuntungan bagi mereka. Namun, adanya parkir liar ini masih memberi sedikit keuntungan karena ha-nya 4,65% warga yang merasa demikian.

Masalah parkiran liar diluar kampus menimbulkan pertanyaan baru, siapakah yang seharusnya mengelola parkiran liar tersebut? Hasil penelitian menunjukkan warga tidak setuju atau menolak bahwa mereka yang men-gelola parkir liar. Karena warga yang menyatakan tidak setuju 34,88% leb-ih besar daripada yang setuju yaitu 25,58%. Terlihat warga tidak setuju jika

mereka yang mengelola parkiran liar.

Namun ketika ditanya apa-kah parkiran liar dikelola oleh kampus, 46,51% warga juga tidak setuju. Hingga akhirnya terlihat bahwa banyak war-ga yang menyatakan parkiran liar se-harusnya tidak ada. Hal ini didukung data, warga yang sangat setuju sebesar 62,79%, disusul warga yang menjawab setuju 27,91%. Sebaliknya, ada pula yang merasa tidak keberatan dengan adanya parkir liar yaitu sebanyak 2,33%. Setiap Perguruan Tinggi seharusnya memiliki tempat parkir yang memadai sehingga tidak ada lagi mahasiswa yang parkir liar.

Tidak tersedianya lahan parkir yang cukup, memaksa mahasiswa men-cari tempat parkir lain. Hasil penelitian menunjukkan, mahasiswa yang pernah memarkir kendaraan diluar parkiran yang disediakan kampus sebanyak 46,03%, se-dangkan yang tidak pernah 53,97%. Se-hingga dapat disimpulkan, perbandingan mahasiswa yang memarkir kendaraann-ya di parkiran liar dan di parkiran yang disediakan kampus tidak jauh berbeda.

Parkiran baru yang disediakan kampus belum menjadi solusi, karena masih banyak mahasiswa berpendapat parkiran UAD saat ini masih belum me-madai. Berdasarkan hasil survei, ma-

9,30

69,77

11,63

2,33

34,88

46,51

13,95

23,26

13,95

4,65

23,26

11,63

39,53

4,65

60,47

27,9125,58 25,58

34,88

0

9,30

62,79

11,63 11,63

2,33 2,334,65

2,334,65 4,65

Parkiran liarmengganggu aktivitas

anda

Parkiran liarmenimbulkan

keuntungan bagi anda

Parkiran liarmenimbulkan kerugian

bagi anda

Seharusnya parkiran liartidak ada

Parkiran liar dikelolaoleh warga

Parkiran liar dikelolaoleh kampus

Respon Warga( dalam persen )

Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju Error

DILEMA PARKIR LIAR

9LITBANG

hasiswa yang menyatakan parkiran sudah memadai hanya 10,32%. Sebaliknya sebagian besar mahasiswa menyatakan parkiran belum memadai yaitu sebesar 88,49%. Lahan parkir yang memadai merupakan fasilitas wajib yang harus dimiliki semua perguruan tinggi.

Parkiran liar menimbulkan keuntungan dan kerugian tersendiri bagi mahasiswa. Mahasiswa yang sangat setuju parkiran liar menimbulkan kerugian sebanyak 31,35%, setu-ju 38,49%. Sedangkan yang merasa tidak dirugikan sebanyak 7,94%. Data ini diperkuat lagi, hanya 1,19% mahasiswa yang menjawab merasa sangat diuntungkan.

Dampak dari adanya Parkiran liar tidak hanya dira-sakan oleh mahasiswa, namun juga meresahkan pengguna jalan. Hal ini dibuktikan dari data yang poros peroleh, bahwa

mahasiswa yang sangat setuju jika pengguna jalan terganggu yaitu sebesar 46,43%, setuju 43,25%, tidak setuju 3,17%, ku-rang setuju 6,75%, dan error 0,4%. Keresahan pengguna jalan dari parkiran liar ini dikarenakan banyaknya kendaraan yang berlalu lalang di jalan, yang seharusnya hanya dilewati penggu-na jalan malah dijadikan tempat parkiran liar.

Berdasarkan penelitian, warga sebenarnya sudah mengingatkan mahasiswa agar tidak memarkirkan kendaraan secara liar. Namun hal tersebut tidak diindahkan. Mereka (War-ga –red ) juga menyarankan agar kampus menyediakan fasilitas parkir yang memadai. Tak jauh berbeda dengan harapan maha-siswa, agar lahan parkir lebih luas dan dekat dengan kampus. Bahkan mahasiswa menyarankan jika memang tidak memi-liki lahan parkir yang memadai sebaiknya kuota penerimaan MABA (Mahasiswa Baru) dibatasi.

46,03

53,97

0,00

10,32

88,49

1,19

Ya Tidak Error

Respon Mahasiswa( dalam persen )

Pernah memarkir kendaraan selain di parkiran yang disediakan oleh kampus

Lahan parkir UAD sudah memadai

7,94

21,83

38,49

31,35

0,40

55,95

31,75

10,71

1,19 0,403,17

6,75

43,2546,43

0,40

Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju Error

Respon Mahasiswa( dalam persen )

Parkiran liar menimbulkan kerugian bagi anda Parkiran liar menimbulkan keuntungan bagi anda

Parkiran meresahkan pengguna jalan

10 OPINI

Yogyakarta dari dulu me-mang dikenal sebagai Kota Pelajar karena memiliki banyak perguruan tinggi seperti Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Islam Indone-sia (UII), Universitas Sanata Dharma (USD), Universitas Ahmad Dahlan (UAD), dan ma-sih banyak lagi. Hal inilah yang m e nye b a b ka n banyak pen-datang yang kuli-ah di Yogyakarta. Tidak dapat di-pungkiri bahwa kualitas pergu-ruan tinggi di Yogyakarta tidak bisa diragukan lagi. Tidak hanya dari segi kualitas, sebagian besar perguruan ting-gi di Yogyakarta juga sudah ter-akreditasi. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyak-nya perguruan tinggi yang ber-skala nasional.

S e t i a p tahun Yogyakarta banyak didatan-gi pengunjung, baik dari dalam maupun luar kota. Seperti dilansir dari Republika Online (3/10/2012), di situs tersebut menjelaskan lima tahun tera-khir jumlah mahasiswa baru di Yogya-karta mengalami penurunan. Namun pada tahun 2012 lalu meningkat tajam. Hal ini menyebabkan sering terjadi kendala di beberapa Universitas. Sep-erti Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada tahun itu naik hingga 30%, dari yang sebelumnya 3.200 menjadi 3.800 mahasiswa baru. Dan pada tahun 2015 kemarin UAD menerima hingga 5929 mahasiswa baru. Bertambahnya ma-hasiswa ini menyebabkan fasilitas yang ada menjadi tidak memadai, dalam hal ini tempat parkir. Tempat parkir yang memadai sangat penting bagi perguruan tinggi. Selain menyebabkan dampak mental, tempat parkir yang sempit juga dapat menyebakan hal negatif lainnya yaitu, rasa malas belajar. Pihak kampus harus

memahami betapa pentingnya tempat parkir bagi keberlangsungan belajar mahasiswa. Menjawab solusi parkir, pada tanggal 29 Februari 2016 lalu UAD menambah lokasi parkir baru di samp-ing UAD III. Namun solusi hanyalah

tinggal solusi, tempat parkir yang baru belum mampu menjawab keluhan ma-hasiswa. Hal ini terlihat dari banyak-nya mahasiswa yang parkir di lahan milik warga. Lokasi tempat parkir yang jauh membuat mahasiswa enggan me-markirkan kendaraanya di sana. Mengenai lahan parkir yang minim, tidak hanya terjadi di UAD. Kampus lain di Yogyakarta pun kerap mengalami kesulitan dalam hal parkir kendaraan, seperti yang terjadi di UII. Dikutip dari media online LPM Profesi (12/01/2014), membeludaknya lahan parkir di kampus tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah mahasiswa baru tiap tahunnya di empat fakultas. Seperti Fakultas Teknologi Industri (FTI), Fakultas Teknik Sipil dan Peren-canaan (FTSP), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), dan fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI).

Dampaknya mahasiswa banyak diru-gikan baik secara waktu maupun kea-manan. Akan tetapi UII segera men-carikan solusi terkait kondisi ini, yakni pihak universitas akan menambahkan ruang parkir dan membatasi kuota ma-hasiswa baru tahun berikutnya.

Tidak hanya di perguruan tinggi, lokasi parkir yang minim juga terjadi di objek wisata seperti Malioboro. Minim-nya tempat parkir memaksa para pen-gunjung memarkir-kan kendaraannya di trotoar bahkan bahu jalan. Padahal trotoar adalah hak pejalan kaki yang ha-rus steril dari kenda-raan. Melihat kondisi ini, pemerintah kota Yogyakarta mem-buat solusi dengan cara memindahkan tempat parkir ke terminal Abu Bakar dengan membuat tempat parkir por-table. Tempat parkir portable adalah tempat parkir yang disusun atau diben-tuk dari beberapa lantai sesuai kebutu-

han, hal ini guna mengoptimalkan lah-an yang minim. Melihat masalah parkir di Malioboro tampaknya memiliki kesa-maan dengan yang terjadi di UAD. Un-tuk mengakali kurangnya lahan parkir baiknya UAD mencontoh apa yang dilakukan pemerintah kota. Jika saat ini saja tiap lahan parkir di UAD mam-pu menampung 500 kendaraan, maka bayangkan saja jika tempat parkir dibuat tiga lantai maka akan mampu menampung 1500 kendaraan di seti-ap tempat parkir. Apabila ini diterap-kan dampak mental dan malas belajar dapat diminimalisir. Mahasiswa akan nyaman belajar karena tidak lagi harus parkir di tempat yang jauh dari kampus atau menggunakan lahan warga. Sung-guh akan menjadi terobosan yang solu-tif jika hal ini diterapkan.

ilustrasi: Imarafsah & Yoga

Mencari Solusi ParkirOleh Yoga Pramardika

Kampus sebaiknya memperhatikan tempat parkir yang memadai agar mahasiswa merasa nyaman.

11SASTRA

Berharap Saling MenyapaImarafsah Mutianingtyas | Sastra Indonesia 2015

November 2015

Kau pandang sejauh itu hamparan biru yang seolah tiada batas mata memandang. Sama seperti awangmu yang terbang tinggi, berusaha untuk menculik asa dengan harap se-buah kehidupan yang lebih bijaksana. Kau selalu merasa menja-di orang yang tidak beruntung dari segi apapun. Padahal semua orang memahamimu sebagai orang tangguh. Kau memiliki; pe-mikiran cerdas dan hati seputih buih lautan. Namun satu hal, kepercayaan diri entah kau buang dimana.

Laut dan langit memiliki garis batas yang tipis. Ia sulit dilihat dari berkilo-kilo jauhnya. Engkau suka menerka-nerka dimana batas itu berada. Inginmu pergi ke sana, hapuskan ba-tas agar lekas awangmu lepas bebas. Asa, kau senang mencar-inya, bahagia kau berlari. Saat pagi itu kau menarik nafas seda-lam-dalamnya, menahan sebentar, setelah itu kau hembuskan perlahan. Ada rasa ketenangan, kemudian rindu tiba-tiba hadir. Jantungmu berdetak kencang ketika angin menyampaikan pe-san, seolah ada bisikan pertanyaan, “Tidakkah kau rindu den-gan Yani, Nik?”

Kemudian melayang kembali ingatanmu pada masa ketika pertama menapakkan kaki disuatu kelas, lantai 3 sebuah Universitas. Tiba-tiba perempuan berparas ayu datang meng-hampirimu saat kau sedang duduk manis nan menuliskan kisah pagi.

September 2011

Menik. Nama diberikan sebab tubuhmu mungil. Da-hulunya, ketika orangtuamu belum memberikan nama, orang-orang sering menjulukimu dengan Menik. Itulah yang mem-berikan inspirasi kedua orangtuamu untuk memberi nama Menik. Setiap kau terbangun karena pagi, ucapan pertama dari bibir adalah, “Assalammualaikum jagat raya, berpihaklah padaku hari ini.” Kemudian kau duduk dipinggir tempat tidur seraya mengumpulkan nyawa masih mengambang. Setengah matamu terpejam, separuh otak bermimpi, namun hati meng-gerakanmu seutuhnya untuk bergegas. Kau melangkah tak ter-buru menuju kampus, selalu meluangkan sejenak waktu untuk berjalan semaumu. Walau itu hanya untuk melihat kehidupan sekitar yang tidak pernah bersayonara. Mereka sibuk dengan urusan pribadinya. Orang-orang berlalu-lalang tanpa menen-gok sekitarnya.

Kaki diciptakan untuk berjalan. Berjalan merupakan salah satu bentuk syukur kepada Sang Maha Pencipta. Den-gan berjalan, kita senantiasa merasakan betapa nyata nikmat memiliki sepasang kaki utuh untuk tetap melangkah. Tak kau lihatkah mereka diluar sana banyak menginginkan seperti kita? Kenapa masih harus memanjakan diri dengan langit-langit yang tak bisa diinjak? Bukankah langit dengan awan menyapa hingga orang bisa melihat sesukanya? Begitu mati kisah kita jika tidak saling menyapa karena kita tak pernah mengetahui siapa saja mereka. Ah… berjalanlah… bak waktu yang selalu berjalan, kau melihat orang lain. Sedangkan ketika tidak men-yapa, hanya jalan aspal hitam yang kau lihat. Kau tidak mau, kan, jika hidupmu hitam seperti aspal itu? (Yogyakarta 2011).

“Hai!” Seseorang perempuan menyapamu.

Cepat-cepat kau tutup buku catatan dan membalas sapaan itu, “Hai juga,”

Bermula dari sebuah sapaan, kalianpun saling men-genal.

November 2015

“Nggak capek, Nik, berdiri terus dari habis subuh?”

Suara itu membuyarkan lamunan Menik.

Setia sekali kau, masih berdiri di tepi pantai membi-arkan kakimu dibelai ombak pantai. Pagi ini, angin tak begitu besar namun amat dingin menyentuh kulit. Melayang-layang rok payung yang kau kenakan ketika angin bertiup, rambut pan-jangmu pun demikian. Matamu jauh melihat kedepan, seutai senyum manis terbit di wajahmu.

“Aku senang, Lek. Maturnuwun yo, sudah biayai semuanya,” Katamu kepada Pak Lek yang selama ini telah mer-awatmu. Sejak kau berumur 2 tahun hingga 21 tahun kemudi-an.

“Iya, Nduk. Pak Lek sama Bulek juga senang. Bersyukur nduwe kowe,”

“Sekalian Nik pamit. Dongake Nik, ya, Lek. Minggu de-pan sudah harus ninggalin Pak Lek sama Bulek,”

“Genah kui, Nik. Ojo lali bersyukur.”

“Betul kata Bapak Nik, ya, Lek, kalau berani bermimpi, dan mau berjuang, pasti asa berhasil didekap.”

“La iyo, genah. La nek cuma mau guyon aja anak SD bisa, Nik.”

Pak Lek membelai rambutmu dengan penuh sayang. Ia benar-benar sedih ketika kau berpamitan untuk meninggal-kan rumah demi studimu di Negeri Kincir Angin. Namun perlu kau tahu, betapa bahagia ia melihatmu tumbuh menjadi hara-pan kedua orangtuamu. Namamu senantiasa abadi pada wak-tunya, karena gelar sarjana yang kemudian akan bertambah master, Asa tidak lagi hanya kau raba-raba, itu telah kau dekap dengan segenap perjuanganmu. Kini kau menemukan dirimu sesungguhnya, maka jangan pernah bosan untukmu berjuang dan senantiasa bersyukur, Menik. –––

“Laut dan langit memiliki garis batas yang tipis. Ia sulit dili-

hat dari berkilo-kilo jauhnya.”


Recommended