Transcript
Page 1: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

i

BULETIN EKONOMI MONETERDAN PERBANKAN

Volume 6, Nomor 2, September 2003

Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III – 2003

Tim Penulis Laporan Triwulanan III – 2003, Bank Indonesia

Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi “capital flight” di Indonesia

Navik Istikomah

Apa, bagaimana, dan Dampak Reksa Dana

Kiki Nindya Asih, Wahyu Pratomo

SBI, T-Bills dan Pengendalian Inflasi

Firman Mochtar

1

BANK INDONESIA

12

32

53

Page 2: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

1Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III – 2003

Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masihmengindikasikan bahwa proses pemulihan ekonomi terus berlangsung dengan indikatormakroekonomi yang semakin membaik. Pertumbuhan ekonomi di triwulan III-2003diperkirakan membaik hingga mencapai 4,14%(yoy). Meningkatnya kinerja ekspor daninvestasi memberikan sumbangan yang positif terhadap pertumbuhan PDB triwulanIII-2003. Secara sektoral, pertumbuhan positif terjadi di seluruh sektor ekonomi, dengansumbangan terbesar berasal dari sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektorpengangkutan.

Hingga akhir tahun, pertumbuhan PDB Indonesia tahun 2003 diperkirakan tetapoptimis mencapai kisaran 3,5%-4,0%. Membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesiatersebut didukung oleh stabilitas kondisi moneter antara lain menguatnya kurs rupiah,rendahnya laju inflasi, serta uang primer yang masih berada di bawah batas indikatifnya.

Laju inflasi masih dalam kecenderungan menurun hingga pada akhir triwulanIII-2003 mencapai sebesar 6,2% (yoy). Kecenderungan penurunan laju inflasi tersebutterutama dipengaruhi oleh kecukupan pasokan barang baik dari produksi dalam negerimaupun impor, rendahnya dampak harga-harga yang ditetapkan pemerintah (administered

prices) dan menguatnya nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah bergerak stabil dan cenderungmenguat pada level sekitar Rp8.400 per dolar AS. Pergerakan kurs tersebut merupakanrespon dari membaiknya beberapa indikator ekonomi makro, capital inflow, meningkatnyakepercayaan investor berkaitan dengan peningkatan credit rating Indonesia oleh lembagaperingkat internasional Moody’s dan terpeliharanya stabilitas sosial politik.

Penurunan laju inflasi dan relatif stabilnya nilai tukar telah memberikan ruang bagipenurunan suku bunga instrumen moneter secara hati-hati dengan laju penurunan yangsemakin melambat. Dalam triwulan III-2003, suku bunga SBI 1 bulan telah menurun sebesar87 bps, lebih rendah pada triwulan sebelumnya. Penurunan suku bunga SBI tersebut jugatelah ditransmisikan ke penurunanan suku bunga kredit.

Sejalan dengan kondisi moneter yang kondusif, kinerja perbankan sampai denganAgustus 2003 juga menunjukkan perkembangan yang positif. Fungsi intermediasi perbankan

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

TRIWULAN III – 2003

Tim Penulis Laporan Triwulanan III – 2003, Bank Indonesia

Page 3: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

2 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

sedikit membaik tercermin dari peningkatan dana pihak ketiga (DPK) dan kredit yangdisalurkan. Stabilitas kondisi perbankan juga terindikasi dari sisi aset, permodalan, dan net

interest income.

Ke depan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai dengan akhir tahun 2003diperkirakan meningkat sehingga akan mencapai 3,5%-4% (yoy) sesuai dengan perkiraanawal tahun. Nilai tukar triwulan IV-2003 diperkirakan bergerak relatif stabil dengankecenderungan menguat dan akan berlanjut sampai dengan tahun 2004. Meningkatnyapermintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari keagamaan dan tahun baru, kemungkinandapat memberikan tekanan inflasi triwulan IV-2003. Namun demikian, dikombinasikandengan membaiknya ekspektasi inflasi khususnya di sisi produsen dan rendahnya dampakadministered prices diperkirakan tidak akan menyebabkan inflasi yang tinggi.

Mempertimbangkan perkembangan dan prospek makroekonomi dan monetersampai dengan akhir tahun 2003 dan tahun 2004, kebijakan moneter tetap diarahkan padaupaya mencapai sasaran inflasi jangka menengah dengan tetap memperkuat prosespemulihan ekonomi. Terkait dengan hal tersebut, ruang bagi penurunan suku bunga tetapterbuka yang dilakukan secara berhati-hati meskipun dengan laju yang semakin melambatdan disesuaikan dengan upaya pencapaian sasaran inflasi. Di sisi lain, untuk mengurangifluktuasi nilai tukar rupiah dan sekaligus untuk menyerap kelebihan likuiditas dari ekspansikeuangan Pemerintah, intervensi di pasar valas akan dilakukan sesuai kebutuhan. Sementaraitu di bidang perbankan, kebijakan diarahkan untuk melanjutkan upaya-upaya untukmempertahankan stabilitas sistem keuangan dan perbankan serta mendorong peningkatanfungsi intermediasi perbankan dan efisiensi operasional melalui moral suasion kepada bank-bank.

Laporan triwulan III-2003 ini mencakup evaluasi pelaksanaan tugas dan wewenangBank Indonesia di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran dengan penekananpada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya. Sistematika penyajianlaporan terbagi dalam beberapa bab. Bab 2 memaparkan evaluasi Bank Indonesia atasperkembangan kinerja makroekonomi dan kinerja inflasi. Selanjutnya bab 3, 4, 5 masing-masing memaparkan evaluasi atas kebijakan dan perkembangan di bidang moneter,perbankan, dan sistem pembayaran. Bab 6 mengemukakan pandangan Bank Indonesiamengenai prospek ekonomi dan arah kebijakan mendatang termasuk permasalahan yangdihadapi perekonomian dan berbagai langkah yang akan ditempuh Bank Indonesia untukmengatasinya. Dalam lampiran laporan ini juga disampaikan evaluasi kebijakan di bidangmanajemen intern serta produk-produk hukum Bank Indonesia selama triwulan laporan.Secara keseluruhan, rangkuman dari materi laporan triwulan III-2003 disajikan dalamTinjauan Umum ini.

Page 4: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

3Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III – 2003

1. Evaluasi Perkembangan Inflasi dan Makroekonomi

1.1. Kinerja Inflasi dan Nilai Tukar

Kecenderungan penurunan laju inflasi terus berlangsung hingga triwulan III-2003.Hal ini terlihat pada laju inflasi IHK pada akhir triwulan III-2003 yang mencapai 6,2% (yoy),lebih rendah dibandingkan akhir triwulan sebelumnya (6,6%-yoy). Namun secara triwulananinflasi pada triwulan III-2003 lebih tinggi dibandingkan dua triwulan sebelumnya. Hal initerutama disebabkan oleh relatif tingginya inflasi pada bulan Agustus dan September akibatkenaikan biaya pendidikan dan tarif dasar listrik. Namun demikian, laju inflasi selamasembilan bulan pertama 2003 masih rendah yakni baru mencapai 2,48% (year to date) lebihrendah dibandingkan 6,17% pada periode yang sama tahun 2002.

Kecenderungan rendahnya laju inflasi sampai dengan triwulan III-2003 terutamadisebabkan oleh melimpahnya pasokan barang baik dari produksi dalam negeri maupunimpor, rendahnya dampak harga-harga yang ditetapkan pemerintah (administered prices)dan menguatnya nilai tukar rupiah.

Sementara itu, dalam triwulan III-2003 nilai tukar rupiah bergerak stabil pada levelRp8.400 per dolar AS dan cenderung menguat. Meskipun secara point to point rupiahmelemah dari Rp8.275 per dolar AS pada triwulan sebelumnya menjadi Rp8.395 per dolarAS pada triwulan III-2003, secara rata-rata rupiah menguat menjadi Rp8.431 perdolar dariRp8.488 pada triwulan sebelumnya. Lebih stabilnya nilai tukar rupiah tercermin daripenurunan secara signifikan tingkat volatilitas nilai tukar menjadi 1,67% dari 3,18% padatriwulan sebelumnya.

Pergerakan kurs yang stabil dan menguat tersebut merupakan respon darimembaiknya beberapa indikator ekonomi makro, berlanjutnya capital inflow terutama karenamenariknya perbedaan suku bunga nominal, meningkatnya kepercayaan investor berkaitandengan peningkatan credit rating oleh lembaga peringkat internasional Moody’s danterpeliharanya stabilitas sosial politik.

1.2. Kinerja Makroekonomi

Seiring dengan perkembangan perekonomian dunia yang membaik, terutama yangterjadi di negara tujuan ekspor utama Indonesia seperti Amerika dan Jepang, telah membukapeluang bagi peningkatan kegiatan sektor eksternal perekonomian Indonesia. Surplus neracapembayaran dalam tiga triwulan 2003 terutama disebabkan oleh surplus dalam neracatransaksi berjalan meskipun neraca modal masih mencatat defisit. Surplus pada transaksiberjalan disebabkan oleh pertumbuhan ekspor yang cukup tinggi terutama oleh masihtingginya harga di pasar internasional. Namun demikian, perkembangan ekspor nonmigas

Page 5: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

4 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

perlu mendapat perhatian mengingat volume ekspor nonmigas secara kumulatif Januari-Agustus 2003 (data sementara) mengalami penurunan sebesar 8,4% apabila dibandingkandengan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, impor masih mencatatkenaikan yang cukup tinggi didorong oleh masih kuatnya permintaan domestik terutamauntuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang masih meningkat.

Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih merupakan pendorong utamapertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2003. Sementara itu, kegiatan investasi meskipuntelah menunjukkan indikasi perbaikan, tetapi perkembangannya belum setinggi yangdiperkirakan semula. Kegiatan konsumsi yang masih meningkat tersebut antara laindidukung oleh kemudahan pembiayaan dan kecenderungan suku bunga yang menurun.Berbeda dengan dua triwulan sebelumnya, konsumsi pemerintah pada triwulan III-2003diperkirakan mulai meningkat dan memberikan kontribusi positif terhadap kegiatan disektor riil. Hal ini antara lain tercermin dari realisasi pengeluaran pemerintah pada duabulan pertama triwulan III-2003 yang meningkat cukup besar. Peningkatan pengeluaranpemerintah yang tinggi pada periode tersebut dikarenakan realisasi pembayaran subsidi,realisasi pembiayaan proyek-proyek yang mengalami keterlambatan penyelesaian darirencana pada triwulan sebelumnya, dan realisasi alokasi dana untuk daerah. Sementaraitu, investasi yang semula diharapkan akan memberikan dorongan yang berarti terhadappertumbuhan PDB, perkembangannya sampai dengan triwulan III-2003 masih menghadapisejumlah kendala, seperti gangguan keamanan dan meningkatnya biaya produksi terutamaakibat kenaikan biaya energi (listrik dan BBM) dan upah buruh.

Secara sektoral, seluruh sektor ekonomi diperkirakan masih akan mencatatpertumbuhan tahunan pada triwulan III-2003. Sektor industri pengolahan diperkirakan akanmemberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan PDB. Sektor lainnya yang memberikansumbangan besar adalah perdagangan, hotel dan restoran dan sektor pengangkutan dankomunikasi. Peningkatan kegiatan di sektor industri pengolahan ini mengikuti faktormusimannya yang meningkat pesat pada triwulan ke tiga dalam rangka mengantisipasimeningkatnya permintaan sehubungan dengan pelaksanaan hari besar keagamaan dan tahunbaru. Sejalan dengan peningkatan di sektor industri tersebut, kegiatan di sektor perdagangandan sektor pengangkutan yang merupakan mata rantai dari proses produksi-distribusi-konsumen akhir diperkirakan juga akan mencatat pertumbuhan yang tinggi.

Namun demikian, perkembangan ekonomi secara sektoral ini perlu mendapatperhatian mengingat peran industri pengolahan yang meskipun masih dominan dalampertumbuhan PDB tetapi trend kontribusinya cenderung semakin menurun. Indikator yangmencerminkan stagnasi perkembangan di sektor industri tercermin dari survei indeksproduksi industri manufaktur yang rendah, bahkan pertumbuhan tahunannya padabeberapa bulan terakhir tercatat penurunan. Dalam kondisi produksi di dalam negeri yang

Page 6: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

5Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III – 2003

terbatas, untuk memenuhi permintaan domestik yang masih meningkat, pasokan yangberasal dari impor memegang peranan yang penting.

2. Evaluasi Kebijakan dan Perkembangan Moneter

Pada triwulan III-2003, secara umum perkembangan besaran-besaran monetermenunjukkan perkembangan yang stabil dan terkendali. Seiring dengan masih rendahnyainflasi dan stabilnya nilai tukar rupiah, suku bunga instrumen moneter dapat menurun

Tabel 1.1. Indikator Makroekonomi

IHK (%) 1,65 3,63 0,77 0,46 1,24Triwulanan (quarter to quarter) 10,48 10,03 7,12 6,62 6,20Tahunan (year on year)

PDB (% pertumbuhan, tahunan) 4,3 3,8 3,4 3,8* 4,1*Dari sisi permintaan :

Konsumsi Total 5,2 5,9 4,2 5,1* 5,4*Investasi Total 4,6 8,9 6,9 4,9* 4,9*

Dari sisi produksi :Pertanian 3,8 2,4 4,3 1,6* 1,1-1,6*Pertambangan 2,7 5,7 -0,8 4,4* 3,9-4,4*Industri Pengolahan 4,2 2,4 2,3 3,0* 3,2-3,7*

Sektor eksternal :Ekspor non migas (fob, % pertumbuhan tahunan) 11,4 4,3 5,0* 14,9* 0.7*Impor non migas (c&f, % pertumbuhan tahunan) 20,2 -2,1 6,4* 11,0* -5.1*Transaksi berjalan (juta USD) 2.427 1.291 1.568* 1.519* 2.193*Posisi Utang LN (juta USD) 131.290 131.343 129.466 130.585 129.546

Besaran Moneter (miliar RP)M0 123.869 138.250 125.211 132.403 136.471M1 181.791 191.939 181.239 195.219 201.859**M2 859.706 883.908 877.776 894.554 905.499**

Suku bunga (%)1)

SBI 1 bulan 13,22 12,93 11,40 9,53 8,66PUAB (overnight) 12,86 12,44 12,70 6,99 9,71Deposito 1 bulan 13,50 12,81 11,90 10,31 8,17Kredit modal kerja 18,74 18,25 18,08 17,41 16,36Kredit investasi 18,11 17,82 17,85 17,43 16,7

Kurs (Rp/USD), nominal akhir periode 9.000 8.950 8.693 8.275 8.395Real Effective Exchange Rate (REER)2), 1995=100 84,1 86,1 87,2 92,4 88,6Kurs rata-rata 8.951 9.045 8.902 8.488 8.431

Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw IIIIndikator2002 2003

1) Rata-rata tertimbang akhir periode2) REER adalah indeks nilai tukar rupiah per mata uang negara mitra dagang yang dibobot dengan total ekspor dan impor

dari 8 mitra dagang utama Indonesia.* : Perkiraan Bank Indonesia* : Angka bulan Agustus 2003Sumber : BPS (diolah0 dan Bank Indonesia

Page 7: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

6 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

dengan kecepatan yang lebih lambat dari triwulan sebelumnya. Seentara perkembanganuang beredar juga masih terkendali dibawah target indikatifnya.

Selama triwulan III-2003, perkembangan uang primer menunjukkan peningkatannamun masih berada dalam kisaran target indikatifnya. Posisi uang primer meningkatsebesar Rp4,07 triliun dari triwulan sebelumnya hingga menjadi Rp136,47 triliun.Perkembangan ini terutama disebabkan oleh peningkatan uang kartal seiring denganmeningkatnya permintaan uang untuk kebutuhan transaksi.

Sejalan dengan stabilnya nilai tukar rupiah dan penurunan laju inflasi,kecenderungan penurunan suku bunga SBI masih terus berlanjut meskipun dengan lajuyang semakin menurun. Ini tampak dari pelaksanaan lelang SBI melalui OPT yang diwarnaioleh melambatnya penurunan suku bunga SBI. Selama triwulan III-2003, suku bunga SBI 1bulan turun 87 bp menjadi 8,66% dan SBI 3 bulan turun 143 bp menjadi 8,75%. Penurunanini lebih lambat dari triwulan sebelumnya yang yang mengalami penurunan masing–masingsebesar 187 bp dan 179 bp. Sementara itu, suku bunga FASBI diturunkan 2 kali sebesar 125bp menjadi 8,50%. Perlambatan akselerasi penurunan suku bunga SBI tersebut terkait denganupaya Bank Indonesia untuk menjaga kisaran suku bunga yang aman untuk mencapaisasaran inflasi ke depan.

Trend penurunan suku bunga instrumen moneter tersebut telah berdampak langsungpada suku bunga dana, namun belum sepenuhnya berpengaruh terhadap suku bunga kreditperbankan yang terkendala dengan pemenuhan target keuntungan bank. Penurunan sukubunga SBI dan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI) yang terjadi direspon secarabervariasi oleh suku bunga perbankan. Searah dengan perkembangan suku bunga instrumenmoneter, suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) baik rupiah dan valas menunjukkanpenurunan. PUAB over night pagi dan sore turun masing-masing sebesar 181 bps dan 411bps menjadi 9,71%. Penurunan suku bunga ini sejalan dengan besarnya likuiditas di pasaruang dan terbatasnya penempatan instrumen pasar uang.

Perlambatan penurunan suku bunga SBI tersebut juga telah ditransmisikan kepenurunanan suku bunga kredit khususnya pada kredit modal kerja dan kredit investasisekitar 105 bp dan 73 bp. Sementara itu, suku bunga deposito 1 dan 3 bulan juga menurunsecara signifikan masing-masing berkisar 214 bp dan 197 bp.

3. Evaluasi Kebijakan dan Perkembangan Perbankan

Selama triwulan III-2003 kebijakan bidang perbankan tetap difokuskan pada berbagailangkah untuk memperkokoh kondisi perbankan nasional sebagai kesinambungan pro-gram restrukturisasi perbankan. Program tersebut difokuskan untuk melanjutkan upayaprogram penyehatan lembaga perbankan dan pemantapan ketahanan sistem perbankan

Page 8: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

7Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III – 2003

antara lain melalui pengembangan infrastruktur, peningkatan good corporate governance, sertapenyempurnaan pengaturan dan pemantapan sistem pengawasan bank.

Dalam kerangka penyempurnaan ketentuan perbankan, dalam triwulan III-2003 BankIndonesia telah mengeluarkan empat ketentuan yakni : (i) Ketentuan tentang KewajibanPenyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar(Market Risk), (ii) Ketentuan tentang Posisi Devisa Neto (PDN); (iii) Ketentuan tentangKewajiban Penyediaan Dana Pendidikan dan Pelatihan Untuk Pengembangan SDM BPR;(iv) Ketentuan tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum.

Sejalan dengan kondisi moneter yang kondusif, indikator-indikator perbankannasional selama triwulan III-2003 menunjukkan perkembangan yang positif. Fungsiintermediasi perbankan sedikit membaik meskipun perlu upaya-upaya yang lebih optimallagi yang tercermin dari peningkatan dana pihak ketiga (DPK) dan kredit yang disalurkan.Pertumbuhan DPK dan kredit relatif stabil. Indikator-indikator perbankan lain juga masihmenunjukkan belum terdapatnya indikasi yang berpotensi mengancam stabilitas sistemperbankan antara lain ditunjukkan dari peningkatan aset bank, peningkatan net interest

income (NII), relatif rendahnya non performing loans (NPLs) dan stabilnya permodalan, sertameningkatnya rasio keuntungan bank.

Sampai dengan triwulan III-2003 (Agustus 2003), jumlah bank yang tercatat 139 bankdengan total aset sebesar Rp1.119,1 triliun. Total DPK yang dihimpun perbankan telahmencapai Rp858 triliun, sementara kredit yang disalurkan mencapai sebesar Rp447,2 triliun.Perkembangan kredit baru sampai dengan triwulan III-2003 (Januari-Juli 2003) tercatatsebesar Rp46,5 triliun dengan kredit investasi sebesar Rp13,1 triliun, kredit modal kerjasebesar Rp24,8 triliun dan kredit konsumsi sebesar Rp8,6 triliun. Pertumbuhan kredittertinggi masih terjadi pada kredit konsumsi meskipun pangsa kredit terbesar masih padakredit modal kerja (KMK). Permintaan KMK menunjukkan peningkatan terutama yangberasal dari debitur-debitur lama. Dengan perkembangan tersebut, loan to deposit ratio (LDR)perbankan nasional tercatat sebesar 41,8%. Belum optimalnya LDR ini juga disebabkanoleh maraknya alternatif sumber pembiayaan melalui penerbitan obligasi oleh perusahaan-perusahaan korporasi terutama oleh perusahaan dan debitur bank besar.

Di sisi NPL menunjukkan bahwa NPL gross perbankan Indonesia membaik dibandingtriwulan sebelumnya yakni dari 8,0% menjadi 7,8%. Sementara NPL neto masih tetap rendahyakni 1,1%. Secara umum, rendahnya NPL tersebut disebabkan karena adanya upayapenurunan NPL bank yang dilakukan melalui pembentukan PPAP yang tinggi. Dibandingkandengan rasio NPL gross negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand, makarasio NPL gross perbankan nasional merupakan yang paling baik. NPL gross negara Thai-land, Filipina, dan Malaysia tercatat masing-masing 15,8%, 15,2%, dan 9,3%.

Page 9: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

8 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

Membaiknya kinerja perbankan juga tercermin dari peningkatan NII dari rata-rataRp12 triliun pada triwulan II-2003 menjadi rata-rata sebesar Rp12,4 triliun pada triwulanIII-2003. Peningkatan NII tersebut terutama dipengaruhi oleh kecenderungan penurunansuku bunga dana pihak ketiga. Di sisi efisiensi operasional bank juga menunjukkanperbaikan yang tercermin dari rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional(BOPO) dan rasio efisiensi biaya perbankan. Rata-rata permodalan bank masih di ataskebutuhan minimum yang ditunjukkan dari CAR agregat triwulan II-2003 yang mencapaisebesar 24%.

4. Evaluasi Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran

Secara umum perkembangan aktivitas dalam sistem pembayaran baik tunai maupunnon tunai dalam triwulan III-2003 mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnyakegiatan ekonomi. Di sisi pembayaran tunai, indikator pengedaran uang dalam triwulanIII-2003 menunjukkan pertumbuhan yang positif sejalan dengan penurunan suku bungaSBI dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah selama beberapa bulan terakhir.

Sesuai dengan arah kebijakan di sektor sistem pembayaran tunai, Bank Indonesiaberupaya meningkatkan penyediaan uang untuk memenuhi peningkatan kebutuhanmasyarakat akan uang kartal seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakatkhususnya menjelang datangnya bulan Ramadhan. Posisi Uang Yang Diedarkan (UYD)mengalami peningkatan sebesar 4,71% yaitu dari Rp92,19 triliun pada triwulan II-2003menjadi Rp96,53 triliun pada triwulan III-2003. Dalam rangka mengantisipasi meningkatnyapermintaan masyarakat, Bank Indonesia telah meningkatkan persediaan uang kartal sebesar4,5% dari triwulan sebelumnya menjadi Rp84,93 triliun. Jumlah persediaan uang kartal inidiperkirakan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat selama sekitar 5 bulan ke depan.

Sementara itu, kebijakan di sektor sistem pembayaran non tunai diarahkan padapenciptaan sistem pembayaran yang efektif, efisien, aman dan handal melalui langkah-langkah untuk mengurangi risiko pembayaran, meningkatkan efisiensi dan kualitas, sertakapasitas layanan sistem pembayaran. Beberapa upaya yang ditempuh antara lain denganmelanjutkan langkah-langkah melalui penyusunan pengaturan transfer dana danpengembangan nota kredit paperless.

Aktivitas sistem pembayaran non tunai mengalami peningkatan dibandingkandengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari meningkatnya nilai transaksi dan jumlahtransaksi Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) yang mencapai Rp5,297 triliundengan jumlah transaksi 1.094 ribu atau meningkat masing masing 5,85% dan 9,3%dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu dilihat dari aktivitas kliringharian, nilai rata-rata traksaksi mengalami penurunan sebesar 2,17%, sedangkan jumlah

Page 10: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

9Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III – 2003

nilai rata-rata nominal harian meningkat 2,45%. Dengan demikian nominal dan jumlahrata-rata transaksi harian kliring masing-masing menjadi Rp4,5 triliun dan 293 ribu warkatpada triwulan III-2003.

5. Prospek Ekonomi dan Moneter serta Arah Kebijakan Ke Depan

5.1. Prospek Ekonomi Makro

Prospek ekonomi pada triwulan IV-2003 diperkirakan akan membaik dibandingkandengan triwulan sebelumnya. Mencermati perkembangan indikator eksternal,permasalahan yang membayangi prospek ekonomi di paro pertama tahun 2003 diprakirakantelah berangsur mereda di triwulan mendatang. Dari sisi domestik, meningkatnyakepercayaan konsumen dan membaiknya pembiayaan investasi diprakirakan akanmemberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Di samping itu,upaya Pemerintah untuk memberikan stimulus fiskal yang lebih besar baik melalui anggaranpembangunan maupun pengeluaran dana kontijensi diperkirakan masih akan berlanjutyang antara lain tercermin dari tingginya rencana pengeluaran Pemerintah dalam triwulanmendatang.

Secara umum, kinerja ekonomi Indonesia dalam triwulan mendatang lebih banyakdidukung oleh perkembangan ekonomi domestik. Pertumbuhan ekonomi pada triwulanIV-2003 diperkirakan meningkat, sehingga untuk tahun 2003 akan mencapai perkiraan awaltahun sekitar 3,5-4% (yoy). Konsumsi tetap menjadi sumber pendorong utama pertumbuhanekonomi. Didukung oleh membaiknya tingkat kepercayaan investor dan meningkatnyapembiayaan dari penerbitan saham/obligasi korporat, pertumbuhan investasi diprakirakansedikit meningkat. Sementara itu peningkatan pertumbuhan ekspor masih terbatasmengingat pertumbuhan ekonomi beberapa negara maju relatif belum mengarah padaperbaikan yang berarti, disamping meningkatnya persaingan di pasar global. Seluruh sektorkegiatan ekonomi diperkirakan akan meningkat dengan sumbangan terbesar berasal darisektor industri pengolahan. Untuk tahun 2003, pertumbuhan PDB terutama masih akanditopang oleh pertumbuhan pada industri pengolahan, sektor perdagangan, restoran danhotel, serta sektor konstruksi/bangunan.

5.2. Prospek Nilai Tukar dan Inflasi

Pada triwulan IV-2003, tekanan inflasi diperkirakan mulai meningkat, sehubunganmeningkatnya permintaan, khususnya kelompok bahan makanan dan sandang, berkaitandengan hari besar keagamaan dan tahun baru. Kecenderungan mulai meningkatnya tekananinflasi juga diindikasikan oleh perkembangan Leading Indicator Inflasi (LII) yang meningkat.Namun demikian, masih membaiknya ekspektasi inflasi khususnya dari sisi produsen dan

Page 11: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

10 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

rendahnya dampak administered price, terutama bersumber dari penundaan kenaikan TDL,diperkirakan tidak akan menyebabkan inflasi yang tinggi. Dengan asumsi tersebut di atas,inflasi IHK pada akhir tahun 2003 diperkirakan masih akan rendah, yakni pada kisaran5%-6% (yoy) dibawah sasaran yang ditetapkan pada awal tahun.

Dalam triwulan terakhir di tahun 2003, nilai tukar rupiah diperkirakan masih akanbergerak relatif stabil dengan kecenderungan menguat. Stabilitas nilai tukar rupiahdiperkirakan akan ditopang oleh perkembangan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia yangsampai triwulan IV-2003 diperkirakan masih relatif cukup kuat dan terpeliharanyakeseimbangan permintaan dan penawaran di pasar valas. Di sisi lain, meningkatnyakepercayaan investor berkaitan dengan meningkatnya credit rating Indonesia, berlanjutnyaekspektasi depresiasi terhadap dollar AS secara regional dan global, serta perbedaan sukubunga dalam dan luar negeri diperkirakan dipandang masih menguntungkan merupakanfaktor positif yang diperkirakan dapat mendorong aliran masuk modal asing ke pasarkeunagan domestik. Namun demikian, terdapat beberapa faktor risiko domestik yangberpotensi dapat menimbulkan tekanan depresiatif terhadap rupiah antara lain masalahpotensi ekses likuiditas perbankan dan kondisi politik dalam negeri menjelang Pemilu.

5.3. Arah Kebijakan Triwulan Mendatang

Memperhatikan beberapa tantangan ekonomi ke depan, prospek ekonomi-moneterke depan, dalam triwulan mendatang arah kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter,perbankan, dan sistem pembayaran sebagai berikut :

Di bidang moneter, kebijakan moneter tetap diarahkan pada upaya mencapai sasaraninflasi jangka menengah dengan tetap memperkuat proses pemulihan ekonomi denganmendorong pertumbuhan ekonomi. Terkait dengan hal tersebut, ruang bagi penurunansuku bunga tetap terbuka yang dilakukan secara berhati-hati meskipun dengan laju yangsemakin melambat dan disesuaikan dengan upaya pencapaian sasaran inflasi. Di sisi lain,untuk mengurangi fluktuasi nilai tukar rupiah dan sekaligus untuk menyerap kelebihanlikuiditas dari ekspansi keuangan Pemerintah, intervensi di pasar valas akan dilakukansesuai kebutuhan.

Di bidang perbankan, Di bidang perbankan, kebijakan diarahkan untuk melanjutkanupaya-upaya untuk mempertahankan stabilitas sistem keuangan dan perbankan sertamendorong peningkatan fungsi intermediasi perbankan dan efisiensi operasional melaluimoral suasion kepada bank-bank.

Di bidang sistem pembayaran tunai, kebijakan tetap diarahkan pada upaya untukmemenuhi uang kartal sesuai dengan kebutuhan masyarakat khususnya menyambut hari-hari besar keagamaan dan tahun baru. Langkah ini dilakukan melalui peningkatan

Page 12: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

11Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III – 2003

efektivitas peredaran uang. Di samping itu, Bank Indonesia terus melanjutkan upaya-upayapenanggulangan uang palsu antara lain melalui perluasan jejaring dan kerjasama denganpihak-pihak terkait pada langkah penanggulangan uang palsu.

Di bidang sistem pembayaran non tunai, kebijakan tetap diarahkan pada upayapengurangan risiko dan peningkatan efisiensi sistem pembayaran yakni antara lain melaluilangkah-langkah melanjutkan perluasan implementasi sistem BI-RTGS, pengembangan NotaKredit paperless, dan penyusunan pengaturan Transfer Dana.

Page 13: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

12 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

(Period Kuartal I 1990 s.d. Kuartal IV 2000)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI“CAPITAL FLIGHT” DI INDONESIA

Navik Istikomah *)

Abstract :

The purpose of this research is to identify the problems of the effect of economic variables, that is, changes

of exchange rates Rp/US$, external debt, economic growth, inflation, differences of interest rate of Indonesian-

America, Foreign Direct Investment, political stability condition, on capital flight in Indonesia, for period 1st

quarter, 1990 – 4th quarter, 2000. The determinants of capital flight in Indonesia use cointegration equation

model of Likelihood Johansen’s. The estimation completed by time series data validity, that is, unit-roots-test and

co-integration-test.

The result of research indicate that independent variable on model, that is, changes of exchange rates

Rp/US$, external debt, economic growth, inflation, differences of interest rate of Indonesian-America, Foreign

Direct Investment, and political stability condition, on the long run could explain changes of capital flight

about 58,85 percent and altogether significant (computed-F = 7,1520 > value-F = 3,192). Partially, knowed

that all variable on model, exceptly inflation and differences of interest rate of Indonesia-America, to have

significant influence on capital flight in Indonesia. All variable sufficient stationery-condition at first different

and the model could cointegrated at first different.

Keywords: Capital Flight and determinant factors, and Cointegration of Johansen’s Likelihood

1) The Author is the student of Postgreduated of Padjadjaran University

Page 14: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

13Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi “Capital Flight” di Indonesia

1. Pendahuluan

Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimanakebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkanarus perdagangan barang, uang, serta modal antar negara-negara sedang

berkembang, Kondisi ini antara lain didorong oleh adanya peningkatan kapitalisasi pasarkeuangan, pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, dan suku bunga tinggi (terutama dinegara berkembang karena suku bunga di negara maju umumnya relatif lebih rendah).

Pesatnya kapitalisasi dan mobilisasi modal antar negara tersebut juga merupakanwahana untuk melakukan diversifikasi resiko oleh investor. Hal ini dilakukan sebagai upayamenghadapi ketidakpastian dari adanya gejolak ekonomi, sosial, dan politik di berbagainegara, sehingga para investor dapat terhindar atau meminimalkan resiko dalammenginvestasikan dananya.

Bagi negara berkembang, pesatnya aliran modal merupakan kesempatan gunamemperoleh pembiayaan pembangunan ekonomi. Bagaimanapun, penanaman modal(domestik maupun asing) ini merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi.Dinamika penanaman modal (sumber pembiayaan modal) mempengaruhi tinggi rendahnyapertumbuhan ekonomi, yang mencerminkan marak-lesunya pembangunan. Sehingga,dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara berusaha menciptakan iklimyang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat ataukalangan swasta dalam negeri, tapi juga investor asing.

Penggairahan iklim investasi di Indonesia dimulai dengan diundangkannya Undang-Undang No.1/Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-UndangNo.6/Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Pemberlakuan keduaUndang-Undang ini membawa dampak bagi investasi di Indonesia yang cenderungmeningkat dari waktu ke waktu. Adanya pemberlakuan kedua undang-undang tersebutdiatas, telah menciptakan iklim investasi (penanaman modal) yang kondusif selama prosesPembangunan Ekonomi Indonesia yang dimulai sejak Pelita I. Bisa dikatakan bahwapembangunan ekonomi Indonesia selama periode tersebut telah mengalami suatu prosespembangunan ekonomi yang spektakuler pada tingkat makro.

Keberhasilan ini dapat diukur dengan sejumlah indikator makro. SepanjangPembangunan Jangka Panjang I (PJP I) sampai awal tahun 1990-an inflasi terkendali padapersentase satu digit, laju pertumbuhan mencapai rata-rata 6,8 persen pertahun. Neracapembayaran secara keseluruhan masih surplus sampai tahun 1996. Perkembangan investasisepanjang PJP I melebihi perkembangan pertumbuhan produksi nasional, terhitung secarakumulatif telah disetujui 9.237 proyek PMDN dan 3.383 proyek PMA. Secara makro, fun-damental ekonomi Indonesia dimasa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjungoleh Bank Dunia (World Bank, 1994:Bab2).

Page 15: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

14 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

GDP (%) 7.20 7.00 6.50 6.50 7.30 8.20 7.80 4.70 -13.20 0.31 4.13Inflasi (%) 9.95 9.52 4.94 9.77 9.24 8.64 6.47 11.05 77.63 2.01 4.71Pengangguran (%) 8.00 8.10 8.00 3.10 4.40 7.20 4.90 8.50 8.80 8.83 7.80Neraca berjalan* -3.24 -4.392 -3.122 -2.298 -2.960 -6.760 -7.801 -2.103 4.097 5.783 7.627Neraca perdagangan* 5.400 4.911 7.986 7.377 8.039 6.252 6.219 13.458 17.647 22.689 25.528Neraca modal* 4.75 5.80 18.10 17.90 4.01 10.60 10.90 2.54 -3.87 -4.571 -7.393Pemerintah (neto)* 0.633 1.419 1.112 0.743 0.307 0.336 -0.520 2.880 9.971 4.719 3.769Swasta (neto)* 4.113 4.410 5.359 5.219 3.701 10.250 11.510 -0.388 -13.84 -4.84 -11.16PMA (neto) * 1.092 1.482 1.777 2.003 2.108 4.346 6.194 4.667 -0.356 -1.122 -4.557Cadangan Devisa** 8.661 9.868 11.611 12.352 13.158 14.674 19.125 17.427 17.359 20.123 27.100Nilai Tukar (Rp/$) 1843 1950 2030 2087 2161 2249 2349 5543 14900 7100 9595Capital Flight a) 1076,75 -1811,42 -359,685 1766,683 4560,09 563,075 -7187,45 2751,28 5870,219 -4541,02 87.825,32

Indikator 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000

Keterangan :a) Hasil perhitungan menggunakan pendekatan World Bank, Data dalam juta US$

* dalam milyar US$** dalam juta US$

Sumber : BPS, Indikator Ekonomi; Bank Indonesia, Statistik Keuangan Indonesia; Statistik Keuangan Internasionals

Tabel 1.1 Indikator Utama Ekonomi Indonesia

Sayangnya, kemampuan menciptakan iklim investasi dan iklim ekonomi Indonesiayang kondusif tersebut tidak mampu dipertahankan. Sejak bulan Juli 1997, ketika krisismoneter yang merupakan contagion effect dari krisis moneter di Thailand mulai melandaIndonesia. Krisis moneter ini telah menyebabkan ketidakstabilan politik dan krisis sosial dimasyarakat yang telah menyebabkan keberhasilan pembangunan ekonomi yang dicapaisebelumnya tidak mampu lagi dipertahankan. Akibatnya indikator-indikator ekonomiIndonesia selama krisis moneter berlangsung memperlihatkan suatu gambaran ekonomiIndonesia yang terburuk selama 32 tahun terakhir.

Lepi T. Tarmidi (EKI : 1999) mengemukakan bahwa penyebab krisis moneter di In-donesia bukanlah disebabkan fundamental ekonomi yang lemah, tetapi karena merosotnyanilai tukar rupiah terhadap dolar yang tajam. Utang luar negeri swasta jangka pendek sejakawal 1990-an telah terakumulasi sangat besar yang sebagian besar tidak di-hedge. Hal inimenambah tekanan nilai tukar rupiah, karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayarutang jatuh tempo beserta bunganya.

Bagaimanapun, adanya ketidakstabilan politik dan krisis sosial telah menjadipendorong berkurangnya kepercayaan masyarakat luas terhadap nilai rupiah.Ketidakpercayaan tersebut didasari oleh ekspektasi masyarakat akan makin melemahnyanilai tukar rupiah dimasa depan karena ditunjang oleh semakin tidak stabilnya iklimekonomi dan investasi. Dalam kondisi demikian, akan tidak menguntungkan bagi seorangpemodal (investor) untuk memegang rupiah dan melakukan investasi (penanaman modal)

Page 16: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

15Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi “Capital Flight” di Indonesia

di Indonesia. Karena bagaimanapun, resiko memegang mata uang rupiah dan kegiataninvestasi di dalam negeri dalam kondisi demikian akan sangat merugikan.

Suatu pemandangan yang wajar apabila kemudian investor lebih memilih untukmemegang mata uang dolar dibandingkan rupiah, karena disamping memiliki resiko yangrelatif kecil juga terdapat sejumlah return yang menguntungkan, akibatnya nilai dollar ASsemakin ter-apresiasi terhadap rupiah. Kondisi ini diyakini sebagai satu penyebab terjadipelarian modal besar-besaran ke luar negeri sejak awal Desember 1997 hingga awal Mei1998 (World Bank, 1998: 14). Kerusuhan besar-besaran pada pertengahan Mei 1998 yangditujukan terhadap etnis Cina telah menggoyahkan kepercayaan masyarakat. Padahalmereka menguasai sebagian besar modal dan kegiatan ekonomi di Indonesia, akibatnyaterjadi pelarian modal ke luar negeri (lihat tabel 1.1).

Pada sisi neraca modal, terjadi aliran modal keluar (capital outflow) secara mendadakdalam jumlah yang cukup besar. Pada awal krisis moneter Indonesia, yaitu tahun 1998,neraca modal bernilai negatif sebesar US$ 3,87 juta, terdiri atas penanaman modal langsungsenilai US$ 0,356 juta dan aliran modal swasta senilai US$ –13,84 juta. Pada tahun 1998,sebagaimana dalam tabel 1 diatas, telah terjadi pelarian modal (capital flight) bernilai US$55.469 juta.

Berdasarkan data dari UNCTAD, diketahui bahwa Indonesia mengalami kenaikaninvestasi negatif sebesar hampir sepuluh kali lipat antara tahun 1998 dan 1999. Investasinegatif disini adalah foreign direct investment (FDI) outflow, yaitu PMA asal Indonesia yangmenanamkan modalnya di luar negari. Pada tahun 1998, investasi negatif tersebut berjumlahUS$360 juta, namun pada tahun 1999 melonjak drastis menjadi US$ 3,3 milyar. Mengingatrealisasi PMA di Indonesia pada tahun 1999 sekitar US$ 2,1 milyar, hal ini berarti terdapathampir US$5,5 milyar (sekitar Rp 44 trilyun) dana investor Indonesia yang ditanam di luarnegeri, atau setara dengan 3,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 1999. Lebih buruklagi , investasi negatif Indonesia tersebut ternyata paling besar di dunia, dimana menurutUNCTAD hanya ada dua negara lain yang mengalami investasi negatif yaitu Albania danSelandia Baru (Dradjat H. Wibowo : 2001).

Aliran modal keluar dari Indonesia dipengaruhi antara lain oleh tinggi rendahnyasuku bunga aset finansial luar negeri, tingkat inflasi domestik, dan perubahan nilai tukarmata uang domestik (Cuddington : 1986). Dengan mengembangkan penelitian dari beberapastudi empiris, faktor-faktor yang mempengaruhi pelarian modal di Indonesia yaitu nilaitukar rupiah (REER), Perbedaan tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika, utang luarnegeri, tingkat pertumbuhan PDB riil, Inflasi dalam negeri, investasi asing langsung, danunsur ketidakpastian. Dengan mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi pelarianmodal (capital flight) maka kita dapat menaksir berapa besarnya jumlah pelarian modalyang keluar dari Indonesia.

Page 17: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

16 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

Dengan latarbelakang tersebut, tulisan ini bertujuan untuk :

1. Mengestimate besarnya capital flight yang terjadi di Indonesia selama periode penelitian,yaitu dari kuartal I 1990 s.d. kuartal IV 2000.

2. Melakukan pengujian terhadap variabel ekonomi yang diidentifikasikan memilikipengaruh terhadap capital flight di Indonesia.

2. Landasan teori

Capital flight sebenarnya bukan hal baru di kalangan para ekonom. Secara teoritiscapital flight telah banyak dibicarakan. Namun sampai saat ini belum ada definisi capital

flight yang dapat diterima secara umum. Tetapi beberapa tahun ini penggunaan kata capital

flight sering dikaitkan pada negara-negara sedang berkembang, dimana terjadi sejumlahbesar modal keluar (capital outflow) yang diiring oleh adanya peningkatan hutang luar negeri.

Pendapat mengenai capital flight dikemukakan oleh oleh Mohsin Khan - Ulhaque

(1987 : 3), Cuddington (1986), Dooley (1988), Bank Dunia dan Susanne Erbe (1985),Morgan Guaranty Trust Company (1986), dan Cline (1987). Masing-masing ahlimenggunakan konsepnya sendiri dalam membahas dan menunjukkan tentang konsep capital

flight dan besarnya tingkat capital flight disuatu negara.

Pendapat yang paling ekstrim dikemukakan oleh Mohsin Khan - Ulhaque (1987)yang mendefinisikan capital flight sebagai semua arus modal keluar (capital outflow) darinegara sedang berkembang dengan tidak memperhatikan latar belakang terjadinya arusmodal tersebut dari dalam negeri dan jenis modal tersebut. Diartikan sebagai capital flight

karena pada umumnya modal di negara sedang berkembang kurang (langka), maka arusmodal keluar dapat berarti menghilangkan potensi sumber daya modal yang tersedia, sertapada gilirannya menghilangkan pula potensi pertumbuhan ekonomi.

Sementara Cuddington (1986) mengartikan capital flight sebagai semua arus modalkeluar jangka pendek (short term capital outflow) baik yang tercatat maupun yang tidaktercatat. Arus modal keluar jangka pendek ini dapat disebabkan oleh adanya ketidakpastiansituasi ekonomi atau politik di dalam negeri maupun untuk tujuan spekulasi.

Hampir tidak mungkin memastikan jumlah capital flight dari suatu negara, terutamabagi negara-negara yang menganut sistem devisa bebas. Bahkan untuk negara yangmenganut devisa ketat sekalipun, seperti Taiwan, arus modal tetap saja keluar tanpadiketahui oleh otoritas moneter negara tersebut.

Oleh karena itu, metode yang lebih tepat untuk menggrafikkan besarnya capital flight

dari suatu negara adalah dengan melakukan estimasi. Tetapi karena, seperti yang telah

Page 18: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

17Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi “Capital Flight” di Indonesia

dijelaskan diatas, terdapat perbedaan pendapat dari para ahli maka tidak mengherankanjika terdapat perbedaan pula dalam metode estimasi capital flight dari suatu negara. Secaragaris besar terdapat tiga konsep pendekatan yang berbeda terhadap pengukuran capital

flight, yaitu :

2.1. Pendekatan Komputasi Neraca Pembayaran

Pendekatan ini merupakan pendekatan tradisional yang memfokuskan padakomponen neraca pembayaran. Terdapat anggapan bahwa pos net error and omission

meningkat karena kegagalan mengestimasi berbagai pergerakan modal swasta jangkapendek. Akibatnya, pos ini ditambahkan pada arus modal jangka pendek dalam upayauntuk memperoleh estimasi capital flight. Pendekatan ini digunakan oleh Cuddington (1986)dalam mengestimasi capital flight, dimana rumusnya secara sistematis sebagai berikut :

CF = - G – C …………………………… (1)

dimana,

CF = Capital flight

C = Arus Modal Jangka Pendek

G = Error and Omission

2.2. Pendekatan Residual.

Pendekatan ini mengestimasi capital flight sebagai residual. Adapun yangmenggunakan pendekatan ini dalam metode estimasinya adalah Bank Dunia (1985),Morgan Guaranty (1986), dan Dooley (1988). Bank Dunia (1985) dalam salah satu bagiandari World Development Report mengestimasikan capital flight dengan cara mencari selisih(perbedaan) antara arus modal masuk dengan defisit transaksi berjalan ditambah perubahancadangan devisa otoritas moneter pada periode tertentu. Secara matematis dapat ditulissebagai berikut :

CF = H + B + A + F ……………………. (2)

dimana,

CF = Capital flight

H = Perubahan hutang luar negeri

B = Investasi langsung swasta bersih

A = Surplus transaksi berjalan

F = Perubahan cadangan devisa

Page 19: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

18 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

2.3. Pendekatan Deposito Bank

Pendekatan ini merupakan arus modal keluar yang meliputi pengukuran terhadapkenaikan dalam deposito perbankan luar negeri yang tercatat (recorded foreign bank deposits)yang dimiliki oleh penduduk dalam negeri. Namun, seringkali jumlah deposito yang tercatatpada bank-bank lebih kecil dari estimasi arus modal keluar resident secara kumulatif, ataudengan kata lain, statistik untuk bank deposito sering meng-underestimate jumlah dana yangterdapat diluar. Hal ini disebabkan oleh tiga hal yaitu : Pertama, sebagian dana disimpanpada deposito bank yang terletak di luar major (reporting) financial center. Kedua,kewarganegaraan dari depositor tidak selalu diketahui (dilaporkan) secara benar. Ketiga,ada dana yang disimpan dalam bentuk aset lain selain deposito.

3. Metodelogi Penelitian dan Spesifikasi Model

3.1. Metodelogi Penelitian

Studi-studi sebelumnya tentang capital flight telah dilakukan oleh Cuddington (1986),Conesa (1987), Dooley (1988), Onwioduokit,E.A. (2001), Pastor (1990), dan Moh. Ikhsan

Mahyudin (1989). Penelitian ini merupakan perluasan dari variabel-variabel yang digunakandidalam model Cuddington (1986) dan Moh. Ikhsan Mahyudin (1989) dan dilakukandengan analisa time series menggunakan Kointegrasi Johansen’s, dengan periode waktu darikuartal I tahun 1990 s.d. kuartal IV tahun 2000.

Sebelum metode OLS diaplikasikan dalam menaksir model yang penulis gunakan,terhadap data dalam model terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas asumsi klasikdan pengujian stasioneritas data runtun waktu (time series). Konsep terkini yang banyakdipakai untuk menguji kestasioneran data runtun waktu adalah uji akar unit (unit root test)atau dikenal juga dengan uji Dickey Fuller (DF) dan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Jikasemua variabel lolos dari uji akar unit, maka selanjtnya dilakukan uji kointegrasi (cointegrasi

test) menggunakan kointegrasi Johansen’s untuk mengetahui keseimbangan atau kestabilanjangka panjang diantara variabel-variabel yang diamati dan arah pengaruh yang diberikanoleh variabel-variabel tersebut terhadap capital flight.

3.2. Spesifikasi Model

Dengan mendasarkan pada model Cuddington (1986), dan model penelitian Moh.

Ikhsan Mahyudin (1989), dapat dikembangkan sfesifikasi model, yang akan dijadikansebagai model penelitian, sebagai berikut :

),,,,,,(// −−++−−+−−

= DummyKPFDIINFLGDPEDTDINTREERfKP ………….. (3)

Page 20: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

19Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi “Capital Flight” di Indonesia

Dimana :

KF = Capital flight

REER = Real Effective Exchange Rate

EDT = Utang Luar NegeriLGDP = Tingkat pertumbuhan GDP riilINF = Inflasi dalam negeriDINT = Perbedaan tingkat suku bunga Indonesia dan ASFDI = Investasi Asing LangsungDummyKP = Dummy Kondisi Politik

(a) Real Effective Exchange Rate (REER)

Kerugian aset di pasar modal tidak dapat dipisahkan dengan depresiasi mata uang yangmerupakan salah satu sumber paling penting dalam ketidakpastian. Depresiasi nilaitukar berimplikasi terhadap capital flight. Secara umum investor domestik lebih merasaaman menanamkan assetnya ke luar negeri (dalam bentuk foreign assets), jika nilai tukardomestik nilainya terus melemah terhadap mata uang asing. Dalam penelitian untukmelihat apresiasi atau depresiasi nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika yaitudengan menggunakan Real Effective Exchange Rate. Satuannya dalam bentuk indekspersentase, yang datanya diambil dari International Financial Statistics, Years Book, berbagaiedisi.

(b) Perbedaan Tingkas Suku Bunga Indonesia – Amerika (DINT)

Perbedaan tingkat suku bunga dalam penelitian ini diukur sebagai perbedaan tingkatsuku bunga dalam negeri dan tingkat suku bunga Internasional. Data tingkat suku bungadomestik yang dipakai adalah tingkat suku bunga pasar uang, sedangkan data tingkatsuku bunga internasional yang digunakan adalah suku bunga pasar uang Amerika.Sumber data untuk kedua bunga tersebut diambil dari International Monetery Fund, Year

Books, berbagai edisi. Jika perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri makin membesardiperkirakan akan mampu menarik arus modal masuk sehingga nilai capital flight akanberkurang.

(c) Utang Luar Negeri (EDT)

Utang jangka panjang terdiri dari utang pemerintah (public debt), utang swasta yangdijamin oleh pemerintah (publicly guaranteed debt), dan utang swasta yang tidak dijaminoleh pemerintah (private nonguaranteed external debt). Utang jangka pendek (short-term

external debt) tidak dibedakan antara utang pemerintah dan swasta yang tidak dijamin.Besarnya utang luar negeri ini dinyatakan dalam juta dolar Amerika. Data dikumpulkandari World Debt Table, World Bank, berbagai edisi. Besarnya utang luar negeri akan

Page 21: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

20 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

berpengaruh secara negatif maupun positif terhadap capital flight di Indonesia.

(d) Pertumbuhan Ekonomi (Laju GDP)

Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia (LGDP), yaitu persentase perubahan PDB riilIndonesia yang merefleksikan kinerja ekonomi dari tahun ke tahun dan dinyatakandalam persen. Makin tinggi LGDP makin rendah tingkat capital flight di Indonesia.

(e) Tingkat Inflasi (INF)

Laju inflasi Indonesia per tahun dihitung berdasarkan persentase perubahan indeks hargakonsumen (IHK) dari tahun ke tahun menggunakan tahun dasar 1990, dinyatakan dalampersen. Tingkat inflasi memberikan pengaruh yang searah terhadap capital flight, semakintinggi tingkat inflasi maka makin besar pelarian modal dari Indonesia.

(f) Investasi Asing Langsung (FDI)

Investasi asing langsung yaitu besarnya penanaman investasi asing langsung yang masukke Indonesia yang datanya diambil dari neraca pembayaran Indonesia. Investasi asinglangsung dalam penelitian ini dilambangkan dengan FDI dengan satuan dalam jutadollar Amerika. Besarnya utang luar negeri akan berpengaruh secara negatif maupunpositif terhadap capital flight di Indonesia. Artinya, aliran masuk dari investasi asinglangsung akan mempengaruhi secara negatif terhadap capital flight. Sedangkan transferpendapatan maupun jasa-jasa akibat investasi ini akan berarah positif terhadap capital

flight.

(f) Dummy Kestabilan Kondisi Politik (DummyKP)

Kondisi kestabilan politik yaitu kondisi kestabilan politik dan ekonomi dalam negeriyang dapat menciptakan tingkat resiko dan kerugian dalam investasi. Dalam penelitianini variabel kestabilan politik adalah proksi dengan menggunakan variabel dummydengan kriteria nilai “0” untuk data Kuartalan sebelum bulan Juli 1997 (periode sebelumkrisis) yang berati kondisi politik negara stabil dan penuh dengan kepastian, dan nilai“1” untuk data Kuartalan setelah bulan Juli 1997 (periode setelah krisis), yang berartikondisi politik negara tidak stabil dan penuh dengan ketidakpastian. Pengambilanvariabel dummy kondisi politik ini, untuk mengetahui bagaimana pengaruh krisisekonomi politik selepas semester I tahun 1997. Sebelum semester I tahun 1997, kondisipolitik di Indonesia relatif begitu stabil sedangkan kondisi politik setelah terjadinyakrisis moneter menunjukkan kondisi yang relatif tidak stabil. Dengan memasukkanvariabel dummy sebagai proxy kondisi kestabilan politik, ingin dilihat bagaimanapengaruh kondisi kestabilan politik terhadap capital flight, dan dapat membedakankondisi sebelum kondisi krisis dengan kondisi setelah krisis.

Page 22: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

21Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi “Capital Flight” di Indonesia

4. Hasil Estimasi

4.1. Estimasi Besarnya Capital Flight (CF) selama Periode Penelitian

Capital flight yang digunakan dalam penelitian ini diukur berdasarkan pendekatanresidual dari World Bank yang didefinisikan sebagai akuisisi aset external kecuali cadangandevisa resmi (official reserves) ditambah dengan error and omission yang tercatat. Ukuranpenerimaan arus modal masuk (inflows of capital) dalam bentuk peningkatan investasi asinglangsung (FDI) yang mencerminkan utang luar negeri, kemudian kurangi dengan defisittransaksi berjalan (current account deficit) dan cadangan devisa (official reserves).

Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

CFWB = ∆EDT + ∆FDI - CAD - ∆OR ………………....(4)

Dimana :

CFWB = Capital flight (ukuran World Bank)∆EDT = Perubahan dalam utang luar negeri (diestimasi dari DLTF)CAD = Defisit transaksi berjalan∆FDI = Investasi asing langsung bersih (FDI)∆OR = Selisih cadangan devisa

Berdasarkan formula atau rumus capital flight sebagaimana diatas, penulis selanjutnyadapat melakukan estimasi terhadap besarnya capital flight yang terjadi selama periodepenelitian, sebagaimana tampak pada tabel 4.1. berikut ini :

1990 Kuartal I 14523,31 4136,42 243 -676 -2135.13

Kuartal II 16486,44 3653,77 228 -816 1857.78

Kuartal III 18449,56 4004,07 227 -1208 631.82

Kuartal IV 20412,69 5351,92 395 -288 722.28

1991 Kuartal I 17165,63 6102,47 575 -1203 -4625.62

Kuartal II 18979,88 6706,98 251 -1304 156.74

Kuartal III 20794,13 6306,85 150 -932 1432.38

Kuartal IV 22608,38 6581,02 506 -821 1225.08

1992 Kuartal I 19622,81 7121,35 624 -1085 -3986.89

Kuartal II 21207,94 7594,93 517 -952 676.545

Kuartal III 22793,06 7389,79 354 -770 1374.265

Kuartal IV 24378,19 7707,52 282 27 1576.395

Periode EDT* OR** FDI** CA** ***CF

Tabel 4.1. Estimasi Capital Flight Periode Kuartal I tahun 1990sampai dengan Kuartal IV tahun 2000.

(dalam US$ Juta)

Page 23: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

22 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

1993 Kuartal I 23315,50 8011,61 552 -596 1410.77

Kuartal II 24492,83 7990,75 616 -295 1519.191

Kuartal III 25670,17 8030,36 478 -382 1233.721

Kuartal IV 26847,50 8308,15 358 -833 424.5412

1994 Kuartal I 21710,13 8348,71 520 -1230 -5887.93

Kuartal II 25207,38 7644,50 305 -585,5 3920.96

Kuartal III 28704,63 7840,99 525 -158 3667.76

Kuartal IV 32201,88 8419,44 759 -818,5 2859.3

1995 Kuartal I 26.438,06 7.982,80 978 -1.688 -6037,17

Kuartal II 29.545,69 8.296,44 765 -1.930 1628,985

Kuartal III 32.653,31 8.904,23 1.344 -1.609 2234,835

1995 Kuartal I 26.438,06 7.982,80 978 -1.688 -6037,17

Kuartal II 29.545,69 8.296,44 765 -1.930 1628,985

Kuartal III 32.653,31 8.904,23 1.344 -1.609 2234,835

Kuartal IV 35.760,94 9.330,43 1.259 -1.204 2736,425

1996 Kuartal I 30.957,53 10.342,00 1.990 -2.034 -5858,98

Kuartal II 31.809,34 10.902,60 1.024 -2.564 -1248,79

Kuartal III 32.661,16 10.870,00 1.640 -2.111 413,4125

Kuartal IV 33.512,97 12.800,90 1.540 -954 -493,088

1997 Kuartal I 32.009,25 13.816,80 2.342 -2.192 -2369,62

Kuartal II 33.365,25 14.758,60 1.267 -1.103 578,2

Kuartal III 34.721,25 14.959,90 1.392 -1.393 1153,7

Kuartal IV 36.077,25 12.401,90 -324 -201 3.389

1998 Kuartal I 33.572,53 11.913,40 -502 1.001 -1517,22

Kuartal II 36.396,84 13.589,10 367 669 2184,613

Kuartal III 39.221,16 14.437,80 -144 1.682 3513,613

Kuartal IV 42.045,47 16.239,90 -77 744 1689,213

1999 Kuartal I 37.821,25 18.638,50 -232 1.512 -5342,82

Kuartal II 37.747,75 19.810,00 -890 852 -1.283

Kuartal III 37.674,25 18.868,10 -698 1.886 2056,4

Kuartal IV 37.600,75 19.376,20 -925 1.535 28,4

2000 Kuartal I 37.993,53 21.239,70 -1.474 1.898 -1046,72

Kuartal II 36.298,34 21.560,00 -448 1.355 -1108,49

Kuartal III 34.603,16 22.344,20 -943 2.242 -1180,39

Kuartal IV 32.907,97 17.414,20 -1.686 2.503 4051,813

Periode EDT* OR** FDI** CA** ***CF

Sumber : * World Debt Table, World Bank, berbagai edisi

** Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, berbagai edisi

*** Hasil Estimasi berdasarkan persamaan 3.1.

Lanjutan Tabel 4.1

Page 24: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

23Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi “Capital Flight” di Indonesia

Berdasarkan tabel 4.1. sebagaimana diatas, selanjutnya apabila diperlihatkan dalamgambar, tampak sebagaimana gambar 4.1. berikut ini :

Gambar 4.1. Perkembangan Capital Flight

-8000

-6000

-4000

-2000

0

2000

4000

6000

90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00

Periode

CF

Sebagaimana terlihat pada tabel 4.1. dan gambar 4.1. diatas, secara umum capital

flight di Indonesia memperlihatkan kecenderungan fluktuatif, terutama pasca krisis ekonomipada tahun 1997. Capital flight yang makin meningkat ini, semuanya tidak terlepas darikondisi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

Pada gambar diatas, dapat dilihat estimasi capital flight yang tertinggi sebelum krisisterjadi pada kuartal II tahun 1994, yaitu sebesar US$ 3920,96 juta. Pelarian modal padakuartal II tahun 1994 ini bahkan melebihi jumlah pelarian modal yang terjadi pada awalperiode krisis ekonomi ditahun 1997. Beberapa hal yang turut mendorong derasnya pelarianmodal pada periode tersebut disebabkan oleh serangkaian peristiwa moneter dan perbankanyang terjadi pada periode tersebut dan periode sebelumnya, yang diantaranya adalah akibatadanya penurunan suku bunga deposito yang rendah bagi deposan oleh bank-bank umumantara 8% hingga 9%, atau lebih rendah dari tingkat inflasi yang terjadi pada akhir tahun1993. Tingkat bunga yang rendah ini, sebagaimana di khawatirkan oleh Mar’ie Muhammad

(dalam Tony Prasetiantono, 1997 : 24), dapat memaksa penabung yang berskala besar (big

savers) untuk melakukan pelarian modal sebagai bentuk pilihan portofolionya. Disampingitu, penyebab lainnya adalah terungkapnya skandal atau kasus kredit macet di beberapabank BUMN yang mewarnai pergantian tahun 1993 menuju tahun 1994, seperti kasus kreditbermasalah yang sangat menghebohkan pada bank Bapindo (Bank Pembangunan Indonesia)sebesar Rp 1,3 trilyun dan desas-desus kebangkrutan bank Subentra. Kasus ini tentu saja,banyak mengganggu kredibilitas sektor perbankan nasional dimana nasabah.

Dalam perkembangan selanjutnya, terutama periode setelah krisis telah terjadipeningkatan capital flight yang cukup signifikan hingga tahun 1998, hal ini terutama

Sumber : Hasil Estimasi Data Persamaan 4

Page 25: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

24 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

disebabkan oleh kondisi di dalam negeri yang kurang begitu kondusif dalam menciptakankeuntungan bagi pemegang dana. Dalam kurun waktu periode setelah tahun 1997, kondisiperekonomian dibayangi oleh kondisi ketidakpastian sebagai akibat tingginya resiko politik,ekonomi, dan finansial pada masa itu.

Ketika kondisi politik mulai stabil pada tahun 1999, tingkat capital flight lambat launmulai berkurang, dan bahkan modal yang ditransfer ke luar negeri pada awal krisis, secaraberangsur-angsur mulai kembali ke dalam negeri hingga tahun 2000. Namun akhir tahun2000 ketika para demonstan mulai menggoyang pemerintahan Gus Dus, ditambah puladengan berbagai teror yang membayangi Ibu Kota, capital flight yang terjadi pada akhirtahun 2000 menjadi US$ 4051,813.

4.2. Pengujian Validitas Data

Pengujian stasioneritas data yang dilakukan berdasarkan Augmented Dickey Fuller

test, yang perhitungannya menggunakan bantuan komputer program Eviews 3.0., dimanahasil pengujiannya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Sumber : Hasil Pengolahan Data menggunakan Program Eviews 3,0Catatan : **** Signifikan pada derajat kepercayaan 1 %

(pada n = 44 nilai ADFtabel untuk tanpa Intersep = – 2,6296, intersep = –3,6208, intercep + trend = –4,2052)

*** Signifikan pada derajat kepercayaan 2,5 %(pada n = 44 nilai ADFtabel untuk tanpa Intersep = – 2,2524, intersep = –3,2462, intercep + trend = –3,836)

** Signifikan pada derajat kepercayaan 5 %(pada n = 44 nilai ADFtabel untuk tanpa Intersep = – 1,9500, intersep = –2,9468, intercep + trend = –3,5240)

* Signifikan pada derajat kepercayaan 10 %(pada n = 44 nilai ADFtabel untuk tanpa Intersep = – 1,6076, intersep = –2,6048, intercep + trend = –3,1944)

CF -7,0694**** -6,9887**** -6,8977**** -7,4053**** -7,3091**** -7,2102****

REER -0,9089 -1,8490 -2,8482 -3,6470**** -3,6373**** -3,6116**

EDT -0,2471 -1,7831 -2,5837 -4,3856**** -4,3518**** -4,2981****

LGDP -1,7776 -1,9142 -1,8646 -3,5443**** -3,4993*** -3,4541*

INF -3,3927**** -5,0227**** -5,4797**** -4,5970**** -4,5385**** -4,4748****

DINT -1,4467 -1,9438 -1,8362 -2,9626**** -2,9243* -3,2055*

FDI -0,8090 -0,5076 -1,0369 -4,9167**** -4,9286**** -5,2432****

DummyKP 0,0000 -0,6385 -1,9826 -4,4159**** -4,5277**** -4,5310****

Tabel 4.2. Hasil Pengujian Augmented Dickey Fuller (ADF)

Tanpa Intercept Intercept Tanpa Intercept TanpaIntercept + Trend + Trend + Trend

VariabelLevel First Difference

Page 26: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

25Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi “Capital Flight” di Indonesia

Berdasarkan hasil perhitungan uji stasioner yang disajikan dalam tabel diatas,diketahui bahwa tidak semua variabel pada data asli nilainya stasioner, namun seluruhdata selanjutnya dapat stasioner pada (beda) tingkat pertama. Hal ini terlihat dari nilaiADFhitung yang lebih besar dari Nilai ADFtabel pada derajat kepercayaan tertentu. Dengandemikian, dapat dijelaskan bahwa seluruh variabel yang diestimasi dalam penelitian initelah stasioner.

∆et -6,1785 **** -8,0341****

Residual DF ADF

Sumber : Hasil Pengolahan Data menggunakan Program Eviews 3,0Catatan : *Signifikan pada derajat kepercayaan 1 %

(pada n = 44, nilai DF dan ADFtabel = – 2,6296)

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Kointegrasi

Pada tabel diatas, memperlihatkan nilai DF dan ADFhitung untuk residual persamaankointegrasi lebih besar(signifikan) dari nilai kritis DF dan ADFtabel, Kondisi tersebutmenyimpulkan bahwa variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini berkointegrasipada derajat yang sama. Hal ini berarti terjadi keseimbangan jangka panjang antar variabel,atau dengan kata lain dalam jangka panjang REER, EDT, LGDP, INF, DINT, FDI, danDummyKP, memiliki keterkaitan dengan capital flight.

Setelah data yang akan dimasukkan dalam model telah diuji perilakunya sebagaimanatersebut diatas (uji stasioner dan uji kointegrasi), maka atas data tersebut kemudian akandihitung model jangka panjang persamaan kointegrasi dengan menggunakan persamaanJohansen’s Likelihood, dan diperoleh persamaan jangka panjang sebagai berikut :

Berdasarkan tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa semua variabel penelitianmemiliki arah yang benar (konsisten) sebagaimana hipotesis yang diajukan. Jadi secarateoritis, keseluruhan model yang dipergunakan sudah benar menurut teori ekonomi. Padapengujian signifikasi secara statistik (uji t-hitung), diketahui bahwa variabel REER, EDT,

DCF = 37869,13 – 351,6219 D REER – 586,2416 D DINT – 0,0684 D EDT

thitung (-3,9744) (-4,5279) (-1,0209)

– 646,9262 D LGDP + 178,8756 D INF + 6,2624 D FDI – 403,7517 D DummyKP

thitung (-4,4080) (3,0069) (4,1782) (3,5201)

Catatan : Huruf tebal menunjukkan signifikasi secara statistik dan signifikan dalam arah yang diberikan

Page 27: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

26 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

LGDP, FDI, dan DummyKP memberikan pengaruh yang signifikan secara individu terhadapvariabel capital flight (CF) pada derajat kepercayaan 1%. Begitupun untuk variabel INFmemberikan pengaruh yang signifikan secara individu pada terhadap capital flight (CF)derajat kepercayaan yang lebih rendah (5%). Sedangkan variabel EDT, tidak memberikanpengaruh yang signifikan terhadap capital flight (CF) baik pada derajat kepercayaan 1%,5%, maupun 10%.

Koefisien pengaruh real effective exchange rate yang bernilai negatif menunjukkanbahwa apabila indeks real effective exchange rate meningkat, maka dapat menghambatpeningkatan pelarian modal dari dalam negeri, sebaliknya apabila real effective exchange rate

menurun atau rupiah mengalami depresiasi, maka akan dapat mendorong peningkatantingkat pelarian modal ke luar negeri. Temuan diatas, baik arah koefisien dan signifikasipengaruh variabel tersebut diatas (REER) terhadap capital flight disamping telah sesuaidengan teori pada umumnya, temuan ini juga sesuai dengan temuan empiris yang dilakukanoleh Cuddington (1996) bahwa nilai tukar merupakan penyebab yang mendorong terjadinyacapital flight dengan arah yang diberikan secara negatif.

Koefisien pengaruh perbedaan tingkat bunga terhadap capital flight yang berlawananarah menunjukkan bahwa apabila perbedaan tingkat bunga dari kedua negara makinmeningkat, maka akan mengurangi tingkat pelarian modal, sebaliknya apabila perbedaantingkat bunga makin kecil, maka akan mendorong tingkat pelarian modal ke luar negeri.

Signifikanya perbedaan tingkat bunga ini secara statistik, menunjukkan bahwa parapemilik dana begitu apresiatif dengan perbedaan tingkat bunga yang begitu besar di dalamnegeri dengan bunga luar negeri (Amerika Serikat). Hal ini terkait dengan persepsi merekayang melihat bahwa perbedaan tingkat suku bunga yang cukup besar yang terjadi padaperiode setelah krisis, dipersepsikan sebagai tempat penanaman investasi yangmenguntungkan, karena menawarkan tingkat keuntungan yang besar bagi mereka,meskipun didalamnya terkandung tingkat resiko yang tinggi pula yaitu tingginyakemungkinan resiko kegagalan dalam pembayaran tingkat bunga yang mereka tawarkanitu. Hanya saja, resiko ini dapat diabaikan, karena adanya jaminan dari pemerintah terutamajaminan terhadap dana diperbankan. Dengan demikian, kebijakan pemerintah yangmengambil kebijakan peningkatan suku bunga dalam negeri dalam rangka mengurangipelarian modal dapat dibenarkan.

Koefisien pengaruh Utang Luar Negeri terhadap capital flight yang berlawanan arahmenunjukkan bahwa apabila Utang Luar Negeri meningkat, maka akan menurunkan tingkatpelarian modal karena dana dari luar negeri masuk ke Indonesia, sebaliknya apabila UtangLuar Negeri menurun, maka akan meningkatkan tingkat pelarian modal ke luar negeri.

Namun demikian, dilihat secara statistik arah yang negatif ini ternyata tidak

Page 28: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

27Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi “Capital Flight” di Indonesia

signifikan. Hal ini berarti meskipun hutang berpengaruh secara negatif terhadap capital

flight, bukan berarti peningkatan utang luar negeri ini dapat mengurangi ccapital flight. Halini diperlihatkan oleh tidak signifikannya pengaruh variabel ini terhadap capital flight secarastatistik. Barangkali kondisi tersebut terkait dengan keharusan pembayaran utang luarnegeri (pokok dan bunga) yang cukup besar saat terjadi pertambahan utang luar negeri.Dengan kata lain, semakin besar utang luar negeri, akan memungkinkan semakin besarcapital flight ke luar negeri pada saat pelunasan pokok pinjaman beserta bunga yang harusdibayar oleh negara Indonesia.

Koefisien pengaruh laju pertumbuhan ekonomi terhadap capital flight yang bernilainegatif menunjukkan bahwa apabila laju pertumbuhan ekonomi meningkat, maka akanmengurangi tingkat pelarian modal, sebaliknya apabila laju pertumbuhan ekonomimenurun, maka akan mendorong peningkatan tingkat pelarian modal ke luar negeri. Halini dapat dipahami, bahwa semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara, semakinkondusif kondisi perekonomian negara yang bersangkutan, karena bagaimanapunpertumbuhan ekonomi ini mencerminkan keberhasilan suatu negara dalam pembangunanekonominya. Oleh karenanya, pemerintah selalu berusaha untuk meningkatkan danmencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi agar capital flight dapat selalu ditekan.

Koefisien pengaruh tingkat inflasi terhadap capital flight yang searah atau bernilaipositif menunjukkan bahwa apabila tingkat inflasi meningkat, maka akan menyebabkanpeningkatan pelarian modal dari Indonsia. Sebaliknya apabila tingkat inflasi menurun,maka akan menyebabkan berkurangnya tingkat pelarian modal ke luar negeri.

Signifikannya variabel inflasi tersebut menunjukkan bahwa inflasi merupakanindikator yang diperhatikan oleh pemilik modal dalam melarikan modalnya ke laur negeri.Boleh jadi, dalam hal ini para pemilik modal menganggap bahwa inflasi yang terjadi diIndonesia cukup tinggi, sebagaimana terjadi antara periode 1990 sampai dengan 1997,begitupun untuk periode setelahnya, sehingga secara riil dapat mengurangi tingkatkeuntungan yang diperolehnya.

Koefisien pengaruh investasi asing langsung terhadap capital flight yang bernilaipositif (searah) menunjukkan bahwa apabila investasi asing langsung meningkat, makaakan meningkatkan tingkat pelarian modal, sebaliknya apabila investasi asing langsungmenurun, maka akan mengurangi peningkatan tingkat pelarian modal ke luar negeri.

Koefisien pengaruh unsur kestabilan kondisi politik terhadap capital flight yangberlawanan arah menunjukkan bahwa semakin stabil kondisi politik maka semakin rendahtingkat capital flight. Sebaliknya semakin tidak stabil kondisi politik maka makin tinggitingkat tingkat pelarian modal dari Indonesia ke luar negeri.

Peran dari stabilitas kondisi politik telah diuji secara empirik baik dengan data survey

Page 29: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

28 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

maupun analisis ekonometrik. Sebagaimana temuan empiris yang dikemukakan olehCuddington (1986), bahwa kestabilan politik berpengaruh kuat terhadap capital flight padasuatu negara. Lebih lanjut dikatakan, bahwa semakin tidak stabil kondisi politik di dalamnegeri, maka semakin besar keinginan untuk menghindari resiko politik yang tinggi di dalam

negeri, dengan cara mengambil keputusan melakukan portofolio terhadap aset luar negeri melalui

capital flight.

Sependapat dengan Cuddington, temuan empiris tentang ketidakpastian inidikemukakan oleh Dooley (1987), bahwa kestabilan dalam negeri berpengaruh negatifterhadap tingkat pelarian modal di negara yang bersangkutan. Jika masyarakat asing melihatkestabilan politik dan ekonomi di suatu negara cukup baik maka mereka akanmemindahkannya asetnya ke negara yang bersangkutan, dan mengurangi tingkat pelarianmodal dari negara yang bersangkutan.

5. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan

5.1. Kesimpulan

1. Selama periode yang diamati tingkat inflasi dan investasi asing langsung mempunyaipengaruh yang positif terhadap capital flight, sedangkan Real Effective exchange Rate,perbedaan tingkat bunga Indonesia-Amerika, tingkat utang luar negeri, lajupertumbuhan ekonomi, dan dummy Kondisi Politik berpengaruh secara negatif terhadapcapital flight di Indonesia.

5.2. Saran

1. Untuk mengurangi terjadinya tingkat pelarian modal yang lebih tinggi dimasa yangakan datang, perlu diambil langkah-langkah dan berbagai kebijakan dari pemerintahbaik dari sisi eksternal maupun internal, terutama yang berkaitan dengan variabel-variabel fundamental yang diteliti.

2. Pemerintah sebagai pemegang otoritas, sangat penting untuk membuat langkah-langkahselain menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, tapi juga secara bersama-sama berusahamengurangi kenaikan utang luar negeri, meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi,mendorong masuknya FDI, dan mengawasi kenaikan stabilitas harga secara umum. Bagiotoritas moneter, yang lebih penting bukan hanya kebijakan stabilitas nilai tukar ru-piah, tetapi bagaimana menciptakan kestabilan kondisi politik, ekonomi, dan keuanganIndonesia.

3. Adanya langkah-langkah sebagaimana tersebut diatas, bagaimanapun diharapkan dapatberdampak pada makin meningkatnya kepercayaan investor dan pemilik modal terhadapkondisi ekonomi Indonesia. Lambat-laun langkah-langkah tersebut dapat menciptakan

Page 30: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

29Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi “Capital Flight” di Indonesia

kestabilan ekonomi dan mengikis kondisi ketidakpastian sebagai pengaruh yang paling dominan

terhadap capital flight.

DAFTAR PUSTAKA :

A. Tony Prasetiantono, 1997, “Agenda Ekonomi Indonesia: Suku Bunga versus Capital

Flight, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta:

Conesa, E.R., 1987, “The Causes of Capital Flight from Latin America”, Inter-AmericanDevelopment Bank Washington D.C.

Cuddington, John T., 1986, Capital Flight: Estimate, Issue and Explanation, Princeton studiesin International Finance, No. 58 Desember 1986.

Dickey, D.A. and Fuller, W.A., 1979, “Distribution of Estimators in Autoregressive Time

Serries with a Unit Root”, Journal of American Statistical Assosiation, 74, 427-3L.

Dooley, Michael P., 1988, Capital Flight a respond to Differences in Financial Risks,

International Monetary Fund staff Papers, No. 35, September 1988.

Dradjat H. Wibowo, 2001, “Kendala dalam Pemulihan Ekonomi: Country Risk dan Arus

Modal”, Bisnis dan Ekonomi Politik, Vol. 4 (1), April 2001.

Lepi T. Tarmidi, 1999, “Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF dan

Saran”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol. 1, No. 4, Maret 1999.

Moh. Ikhsan Mahyudin, 1989, “Pelarian Modal dari Indonesia: Estimasi dan Masalahnya”,

Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia Vol. XXXVII, No.1, LPEM- FEUI, Jakarta.

Morgan Guaranty Trush Company, 1986, “LDC Capital Flight”, World Financial Markets,March 1986.

Mudrajad Kuncoro, 2001, “Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan

Ekonomi”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Onwioduokit, E.A., 2000, “Capital Flight from Nigeria : An Empirical Re-Examination”,

West African Monetary Institute, Accra, Ghana.

Pastor, Manuel Jr., 1990, “Capital Flight from Latin America”, World Development, Vol.18, No.1, January 1990.

Page 31: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

30 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

Dependent Variable: D(RES)Method: Least SquaresDate: 01/31/03 Time: 22:41Sample(adjusted): 1990:2 2000:4Included observations: 43 after adjusting endpoint

R-squared 0.475846 Mean dependent var 72.52084Adjusted R-squared 0.475846 S.D. dependent var 3117.620S.E. of regression 2257.110 Akaike info criterion 18.30454Sum squared resid 2.14E+08 Schwarz criterion 18.34550Log likelihood -392.5476 Durbin-Watson stat 1.902602

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.RES(-1) -0.994954 0.161036 -6.178466 0.0000

Dependent Variable: D(RES)Method: Least SquaresDate: 01/30/03 Time: 22:31Sample(adjusted): 1990:3 2000:4Included observations: 42 after adjusting endpoints

R-squared 0.636477 Mean dependent var 38.50695Adjusted R-squared 0.627389 S.D. dependent var 3147.325S.E. of regression 1921.187 Akaike info criterion 18.00572Sum squared resid 1.48E+08 Schwarz criterion 18.08847Log likelihood -376.1202 F-statistic 70.03421Durbin-Watson stat 2.270715 Prob(F-statistic) 0.000000

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

RES(-1) -1.556672 0.193758 -8.034093 0.0000D(RES(-1)) 0.546802 0.137071 3.989200 1.902602

• Uji Augmented Dickey Fuller (DF)

LAMPIRAN

Pengujian Uji Kointegrasi

• Uji Dickey Fuller (DF)

Page 32: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

31Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi “Capital Flight” di Indonesia

Date: 01/31/03 Time: 22:48Sample: 1990:1 2001:4Included observations: 42Test assumption: Linear deterministic trend in the dataSeries: CF REER DINT EDT LGDP INF FDI DUMMYKPLags interval: 1 to 1

0.877452 273.0654 156.00 168.36 None **0.791798 184.8968 124.24 133.57 At most 1 **

0.640870 118.9884 94.15 103.18 At most 2 **0.541748 75.97741 68.52 76.07 At most 3 *0.439312 43.20331 47.21 54.46 At most 40.287251 18.90250 29.68 35.65 At most 50.101883 4.680228 15.41 20.04 At most 6

0.003972 0.167138 3.76 6.65 At most 7

Likelihood 5 Percent 1 Percent Hypothesized

Eigenvalue Ratio Critical Value Critical Value No. of CE(s)

*(**) denotes rejection of the hypothesis at 5%(1%) significance levelL.R. test indicates 4 cointegrating equation(s) at 5% significance levelUnnormalized Cointegrating Coefficients:

CF REER DINT EDT LGDP INF FDI DUMMYKP

6.87E-05 0.024139 0.040246 4.69E-06 0.044412 -0.012280 -0.000430 0.027718

9.64E-05 -0.025692 -0.019411 -2.66E-05 -0.051834 -0.017957 0.000692 0.571692

0.000110 0.001291 -0.002778 -1.97E-05 0.020580 0.017757 4.61E-05 0.354067

4.71E-05 0.043875 -0.004134 -7.82E-06 -0.018509 0.010791 0.000140 1.691827

1.22E-05 -0.012634 -0.013020 -6.45E-05 0.066119 0.021442 0.000335 0.892942

-0.000102 0.015377 -0.013289 -1.46E-05 -0.000584 0.007672 0.000137 1.463271

-1.16E-05 0.001196 -0.001776 -1.34E-05 -0.039679 -0.010932 -8.10E-06 0.143970

-0.000123 0.008713 0.029441 3.12E-06 -0.037362 -0.029024 9.40E-05 0.212022

Normalized Cointegrating Coefficients: 1 Cointegrating Equation(s)

CF REER DINT EDT LGDP INF FDI DUMMYKP C

1.000000 351.6219 586.2416 0.068377 646.9262 -178.8756 -6.262431 403.7517 -37869.13

(88.4719) (129.474) (0.06698) (146.762) (59.4893) (1.49884) (114.70)

Log likelihood-1406.193

Perhitungan Persamaan Kointegrasi Model

Penelitian Menggunakan Johansen’s Likelihood

Page 33: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

32 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

PENDAHULUAN

Produk reksa dana (mutual fund) akhir-akhir ini mendapat cukup banyak perhatiandengan perkembangannya yang fenomenal khususnya dalam 12 bulan terakhir2 .Perkembangan fenomenal ini tercermin dari peningkatan jumlah nasabah

(pemegang unit penyertaan reksa dana), dana kelolaan, dan produk reksa dana yang beredardi pasar3 . Sampai dengan bulan Desember 2002, jumlah account investor reksa dana tercatatsebesar 125.820 account (143,2%, y-o-y), sementara dana kelolaan secara tahunan melonjak252,8% menjadi Rp56,1 triliun. Rasio dana kelolaan terhadap DPK meningkat tajam, darihanya 2% di awal tahun 2002 menjadi 7% pada bulan Desember 20024 . Sementara itu, dari

1 Penulis adalah peneliti ekonomi di Bagian Analisis dan Perencanaan Kebijakan, Direktorat Riset Ekonomi dan KebijakanMoneter. Terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan dari bagian SMON-DSM, PTPU-DPM, DPNP, DPmB2,DPwB2, dan internal DKM atas saran, masukan, komentar, berikut data dan informasi yang sangat berharga.

2 Reksa dana (mutual fund) adalah sertifikat yang menjelaskan bahwa pemiliknya menitipkan sejumlah uang kepada pengelolareksa dana untuk digunakan sebagai modal berinvestasi di pasar uang atau pasar modal sesuai dengan kebijakan investasiyang dipilih. Reksa dana merupakan produk pasar modal (UU No. 8 tahun 1995). Reksa dana diterbitkan oleh perseroanyang telah memperoleh ijin dari Bapepam.

3 Dana kelolaan MI digunakan sebagai proksi dana kelolaan reksa dana. Sebenarnya data dana kelolaan MI terdiri dari danakelolaan reksa dana dan discretionary fund (untuk kepentingan nasabah institusi seperti Dana Pensiun, Asuransi ataupunYayasan). Hal ini dilakukan karena statistik pasar modal belum memisahkan keduanya.

4 Rasio ini sebenarnya masih relatif rendah bila dibandingkan dengan rasio untuk Malaysia (sekitar 16%), India danAustralia (sekitar 30%).

APA, BAGAIMANA, DAN DAMPAK REKSA DANA

Kiki Nindya AsihWahyu Pratomo 1

750

760

770

780

790

800

810

820

830

840

0

10

20

30

40

50

60

DPK Dana Kelolaan MI

DPK (triliun) Dana MI (triliun)

Grafik 1. Perkembangan DPK dan Kelolaan MI

Page 34: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

33Apa, Bagaimana, Dan Dampak Reksa Dana

4 jenis reksa dana yang ditawarkan ke pasar5 , saat ini terdapat 131 macam produk darihanya 25 macam produk pada awal reksa dana diperkenalkan di tahun 1996.

Walaupun portfolio tiap produk reksa dana adalah unik, perkembangannya yangpesat ini antara lain didorong oleh (i) meningkatnya intensitas penerbitan maupunperdagangan obligasi pemerintah di pasar sekunder dalam dua tahun terakhir, (ii)kecenderungan menurunnya suku bunga simpanan perbankan, (iii) tidak dibatasinyapenempatan reksa dana yang berbasis obligasi pemerintah oleh Bapepam6 , (iv)dibebaskannya PPh final atas kupon dan diskonto produk reksa dana (PP No. 6/2002)7 , (v)keterlibatan bank dalam menjual reksa dana yang seolah ‘membungkus’ produk pasar modalmenjadi produk perbankan8 .

5 Jenis-jenis reksadana: reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, reksadana saham, dan reksadana campuran.Informasi yang lebih mendalam dapat dilihat pada lampiran.

6 Obligasi korporasi dibatasi hanya 10% dari Nilai Aktiva Bersih reksa dana pada setiap saat.7 Khususnya bagi produk reksa dana yang berumur kurang dari 5 tahun. Manajer Investasi menyiasati hal ini dengan terus

memperbaharui produknya dan secara otomatis memindahkan rekening nasabahnya ke produk yang lebih baru pada saatproduk reksana mencapai usia 5 tahun.

8 Peran perbankan di pasar modal diatur dengan ketentuan SK Direksi BI No. 25/97/KEP/DIR dan SE BI No. 25/1/BPPPtanggal 17 November 1992 tentang Penyertaan Modal dan Pemilikan Saham oleh Bank. Dalam ketentuan dimaksud,keikutsertaan bank dapat digolongkan sebagai (1) pendiri perusahaan efek, (2) penyedia jasa sebagai bank kustodian danatau agen penjual reksa dana dalam outlet terpisah, dan (3) investor.

Tabel 1. Perubahan Posisi Kepemilikan Obligasi Pemerintah

Departemen Keuangan 877.545 0,22 872.545 0,22

Bank Rekapitalisasi 355.622.540 89,62 334.573.956 84,90

BUMN Rekap 233.520.212 58,85 228.176.234 57,90BUSN Rekap 18.564.349 4,68 22.646.557 5,75Bank Take Over 102.307.529 25,78 82.538.678 20,95Bank Pembangunan Daerah 1.230.450 0,31 1.212.487 0,31

Bank Non Rekapitalisasi 26.706.235 6,73 13.829.234 3,51

Sub Registry 13.584.087 3,42 44.782.147 11,36

Asuransi 4.158.511 1,05 6.512.792 1,65Reksa Dana 2.317.965 0,58 35.719.912 9,06Dana Pensiun 170.750 0,04 360.411 0,09BPPN/Perbankan 6.671.328 1,68 1.908.124 0,48Corporate 113.177 0,03 71.880 0,02Sekuritas 147.170 0,04 133.603 0,03Yayasan 3.000 0,00 - 0,00Perorangan 2.186 0,00 - 0,00Lainnya 0 0,00 75.425 0,02

SUB TOTAL 396.790.407 100,00 394.057.882 100,00

Pemilik Jan 2002 Persentase Des 2002 Persentase

Page 35: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

34 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

Perkembangan ini terutama dimotori oleh reksa dana dengan underlying portfolioobligasi pemerintah khususnya obligasi rekapitalisasi perbankan. Hal ini antara laintercermin dari Tabel 1 dan 2 yang menunjukkan perubahan posisi kepemilikan obligasipemerintah (termasuk obligasi rekap) yang sangat signifikan, dari perbankan ke perusahaanreksa dana. Dari Tabel 1 terlihat jelas bahwa persentase kepemilikan obligasi pemerintaholeh perusahaan reksa dana meningkat dari 0,6% di bulan Januari 2002 menjadi 9,1% dibulan Desember tahun yang sama. Persentase kenaikan kepemilikan ini (8,5%) hampir setaradengan persentase penurunan kepemilikan obligasi pemerintah yang terjadi pada bankrekap, bank non-rekap, dan BPPN/perbankan (9,1%).

Dalam tulisan ini, pertama-tama akan dibahas mengenai mekanisme transaksi reksadana melalui perbankan. Bagian selanjutnya akan membahas tentang apa dan bagaimanadampak potensial dari perkembangan reksa dana ini terutama terhadap (individu danindustri) perbankan, (indikator besaran) moneter dan sektor pemerintah. Hanya saja, patutdicatat bahwa tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai sebuah produk final, melainkan sebuahkajian awal sebagai dasar studi yang lebih mendalam dan komprehensif.

9 Dalam tulisan ini—bila tidak disebutkan secara khusus—kata ‘bank’ merujuk pada bank sebagai agen penjual.10 Manajer Investasi berada dalam pengawasan otorita pasar modal dan tunduk pada ketentuan pasar modal.

Tabel 2. Data Kepemilikan Obligasi Pemerintah dalam Sub-registry

Nilai Nominal Persentase Nilai Nominal Persentase

Asuransi 4.158.511.000.000 30,61 6.512.792.000.000 14,54Reksa Dana 2.317.965.000.000 17,06 35.719.912.000.000 79,76Dana Pensiun 170.750.000.000 1,26 360.411.000.000 0,80Perbankan 6.671.328.000.000 49,11 1.908.124.000.000 4,26Corporate 113.177.000.000 0,83 71.880.000.000 0,16Sekuritas 147.170.000.000 1,08 133.603.000.000 0,30Yayasan 3.000.000.000 0,02 - -Perorangan 2.186.000.000 0,02 - -Lain-lain - - 75.425.000.000 -Total 13.584.087.000.000 100,00 44.782.147.000.000 100,00

Januari 2002 Desember 2002Bidang Usaha

Page 36: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

35Apa, Bagaimana, Dan Dampak Reksa Dana

PERAN (INDIVIDUAL) BANK DALAM TRANSAKSI REKSA DANA

Secara umum peran perbankan yang terkait dengan reksa dana adalah sebagai bankkustodian dan agen penjual (selling agent) dari berbagai produk reksa dana yang dirilisoleh Manajer Investasi (pengelola reksa dana) 9 10 . Walaupun sama-sama berfungsi sebagaiselling agent, implikasi transaksi reksa dana yang dilakukan oleh bank akan berbeda-beda.Hal ini banyak bergantung pada kesepakatan pihak bank dengan Manajer Investasi(pengelola reksa dana yang selanjutnya disingkat dengan MI), dan juga jenis bank-nya (banknon-rekap atau rekap).

Minimal terdapat dua bentuk praktek transaksi reksa dana melalui perbankan yangdapat diidentifikasi. Pertama, perbankan murni hanya bertindak sebagai agen penjual reksadana (dan atau bank kustodian)11 , di mana mereka memperoleh fee dari MI untukmenjalankan peran tersebut. Kedua, perbankan bertindak sebagai selling agent produk reksadana dari MI yang underlying atau portfolio-nya dalam bentuk obligasi pemerintah yangdijual oleh bank yang bersangkutan (atau diistilahkan sebagai product mix). Sebagian besarbank yang terlibat dalam transaksi reksa dana hanya menjalankan peran selling agent,sementara salah satu bank rekap merupakan pemain pertama dan utama dari sedikit bankyang melakukan product mix.

Dua buah skema di bawah ini mencoba menggambarkan mekanisme transaksi reksadana dengan underlying obligasi rekap melalui perbankan12 . Di sini dilakukan simplifikasibahwa tidak ada fresh money dari masyarakat (tidak ada calon pembeli reksa dana yangdatang ke counter bank dengan membawa uang tunai) dan dana milik masyarakat yangdigunakan untuk membeli reksa dana berasal dari simpanannya di bank penjual reksa dana(proses kanibal)

11 Untuk menjadi bank kustodian, bank harus mengajukan permohonan perijinan ke Bapepam. Bank dapat menjadi bankkustodian a/d SE BI No. 29/35/UPPB tanggal 31 Desember 1996. Bank kustodian adalah Pihak yang memberikan jasapenitipan kolektif dan harta lainnya yang berkaitan dengan Efek. Sedangkan Pihak yang dapat melaksanakan kegiatanusaha sebagai Kustodian adalah LPP, Perusahaan Efek (a.l. Penjamin Emisi, Perantara Pedagang Efek, dan ManajerInvestasi), atau Bank Umum yang telah mendapat persetujuan dari Bapepam. Sampai dengan 30 April 2002, jumlah BankKustodian yang telah mendapat persetujuan dari Bapepam sebanyak 21 Bank Kustodian. Lembaga Penyimpanan danPenyelesaian (LPP) adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan Kustodian sentral bagi Bank Kustodian, PerusahaanEfek, dan Pihak lain. Bapepam telah memberikan 1 izin usaha Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian: PT KustodianSentral Efek Indonesia (KSEI), PT KSEI mendapatkan izin usaha pada tanggal 11 Nopember 1998. Lembaga tersebutmelaksanakan fungsi penyimpanan dan penyelesaian yang sebelumnya dikerjakan oleh PT Kliring Depositori Efek Indo-nesia (PT KDEI).

12 Skema selayaknya dipandang dalam kerangka dinamis atau flow.

Page 37: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

36 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

Skim (pure) Selling Agent

Page 38: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

37Apa, Bagaimana, Dan Dampak Reksa Dana

Skim Selling Agent - Product Mix Approach)13

13 Besarnya kewajiban MI untuk membeli obligasi milik Bank sangat bervariasi dan tergantung pada perjanjian antar keduanya.

Page 39: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

38 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

DAMPAK (POTENSIAL) PERKEMBANGAN REKSA DANA

Meningkatnya intensitas transaksi reksa dana melalui perbankan mempunyaisejumlah dampak riil dan potensial dari kacamata (individu dan industri) perbankan,moneter, dan keuangan pemerintah.

Perbankan

Mekanisme di atas cukup jelas menggambarkan bahwa dengan murni bertindaksebagai selling agent, bank di satu sisi membuka peluang untuk menambah pendapatan(fee based income) dari kerja sama dengan Manajer Investasi. Di sisi lain, langkah bank inidapat dipandang sebagai bentuk defense strategy. Dalam artian, selain menyediakan outlet

alternatif penanaman dana dan mendapat tambahan pendapatan, bank sekaligus berupayameng-‘keep’ nasabah besar (prime customer) agar tidak berpindah ke bank lain seiring denganmeningkatnya permintaan nasabah akan produk penanaman dana alternatif dengan return

yang cukup tinggi di tengah-tengah kecenderungan penurunan suku bunga instrumenmoneter dan produk perbankan.

Bagi bank yang melakukan pendekatan product mix, transaksi reksa dana memberipeluang kepada mereka untuk merestrukturisasi komponen neraca mereka14 , dengan caramenyelaraskan maturity dan repricing profile antara sisi aktiva-pasiva bank15 . Keterlibatanbank dalam transaksi jenis ini juga berpotensi mengurangi cost of funds bank mengingatsebagian besar dana pihak ketiga yang berpindah ke produk reksa dana adalah dana-dana‘mahal’ yang dimiliki oleh nasabah besar. Penurunan simpanan nasabah di sisi kewajibandan penurunan kepemilikan obligasi rekap di sisi asset akan membawa konsekuensi logispada membaiknya loan to deposit ratio (LDR), net interest margin (NIM), dan juga return on

asset (ROA)16 .

Meski terdapat beberapa keuntungan yang mungkin diperoleh bank sebagai penjual,transaksi reksa dana yang dilakukan bank juga memiliki sejumlah risiko potensial. Reputasibank akan terancam ketika produk reksa dana MI mengalami default (reputation risk), terlebihbilamana MI tersebut adalah private labeled fund yang dibentuk oleh bank itu sendiri (terafiliasidengan bank). Masyarakat akan mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi apakahdefault tersebut dapat secara penuh dibebankan kepada MI dan atau juga kepada bank

14 Restrukturisasi aset perbankan a.l. dilakukan dengan mengurangi pangsa obligasi rekap dalam aktiva mereka. Adapunproses pengurangan obligasi rekap ini dapat dilakukan antara lain dengan cara (i) menjual obligasi rekap yang dimilikinyakepada pihak ketiga bukan bank di pasar sekunder secara tunai (baik secara outright maupun repo), (ii) mengelola penerbitanreksa dana yang di link-kan dengan obligasi rekap miliknya dengan menunjuk Manajer Investasi tertentu (umumnyasecara repo), (iii) atau dengan melakukan asset to bond swap (ABS) dengan BPPN.

15 Di mana aset/penggunaan dana yang relatif berjangka panjang (obligasi) akan diselaraskan dengan struktur pasiva/sumberpendanaan yang sebagian besar berjangka pendek (giro, tabungan, dan deposito).

16 Ini merupakan salah satu bentuk accounting engineering.

Page 40: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

39Apa, Bagaimana, Dan Dampak Reksa Dana

sebagai last resort (legal risk)17 . Kedua risiko ini, baik secara terpisah ataupun berbarengan,berpotensi memicu pencairan dana reksa dana secara besar-besaran oleh nasabah (redeem

shock) yang pada gilirannya akan mengancam likuiditas bank (liquidity risk)18 . Selain itu,risiko redeem ini juga sangat mungkin timbul di tengah-tengah perubahan kondisi di pasarkeuangan yang signifikan (market risk), termasuk misalnya sebagai akibat perubahan (arah)perkembangan suku bunga instrumen moneter yang mendadak dan bergejolak.

Intensitas kedua jenis risiko di atas terkait erat dengan keberadaan dua variabel,yakni (i) bagaimana hubungan antara bank dengan MI—apakah terafiliasi ataukahindependen dari bank dan (ii) bagaimana skim perjanjian kerja sama antar keduanya. MIyang terafiliasi dengan bank akan memperbesar kedua jenis risiko. Terutama terkait denganbank yang melakukan product mix, sebuah pertanyaan krusial yang muncul adalah apakahbank melakukan perjanjian transaksi jual beli obligasi miliknya dengan MI secara outright

(jual putus) ataukah repo19 . Hal ini penting karena transaksi repo dikuatirkan masih akanmeninggalkan risiko (kontinjen) bagi bank.

Mengingat reksa dana dewasa ini didominasi reksa dana dengan underlying port-folio obligasi pemerintah, masalah pricing obligasi menjadi isu lain yang perlu diperhatikan.Bapepam sampai dengan saat ini belum mengeluarkan aturan penentuan harga obligasi.Harga obligasi pada saat pembelian kembali oleh bank akan sangat tergantung padakebijakan penentuan harga yang digunakan oleh MI, apakah marked to market (misalnyaatas dasar weighted average price BES selama hari kerja, atau bisa juga atas dasar last price

done), amortization (diamortisasi sampai dengan maturity), ataupun cara lainnya. Selainberisiko bagi bank, belum adanya aturan penentuan harga ini juga sangat potensialmerugikan nasabah pembeli produk reksa dana terutama ketika mereka ingin mencairkanreksa dana mereka.

Selain itu, kecenderungan bank-bank nasional untuk melakukan praktek copy-paste

produk perbankan yang dianggap sukses membawa risiko reksa dana dari risiko individualbank menjadi risiko sistemik perbankan. Default-nya satu atau beberapa produk reksa danayang dijual oleh satu bank kemungkinan dapat merembet pada pencairan besar-besaran(redeem shock-rush) pada produk reksa dana yang dijual oleh bank lain. Kesulitan likuiditasyang semula dihadapi oleh (sejumlah) individu bank pada gilirannya berpotensi mengancamgejolak sistim perbankan (domino effect).

17 Dalam perkembangannya, untuk meningkatkan popularitas produk reksa dana, sebuah bank bahkan berani memberikansemacam return guarantee kepada nasabah atas produk reksa dana yang mereka beli dari MI. Garansi tersebut dituangkandalam sebuah statement of account. Namun mekanisme semacam ini sepatutnya dilarang karena menyisakan risiko bagibank ybs. Apalagia/d kode etik MI tidak diperkenankan menjamin return.

18 Ancaman ini masih ada meski ada ketentuan bahwa nasabah hanya dapat mencairkan produk reksa dana mereka dalamprosentase tertentu per hari. Dari sisi legal sebenarnya bank penjual sama sekali tidak terpapar risiko likuiditas.

19 Nama lain dari perjanjian atas dasar repo adalah stand by buyer. Namun, ini pada dasarnya tidak berbeda dengan repokarena setiap terjadi redeem selalu dibeli oleh Bank.

Page 41: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

40 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

(10,000)

(5,000)

-

5,000

10,000

15,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 11 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 01 1 1 2

2001 2002

(1,000

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

Uang Giral Deposito Tabungan NAB right sca

miliar Rp

Moneter

Isu Statistik Moneter

Satu isu yang menjadi perdebatan awal terkait dengan kegiatan reksa dana melaluiperbankan adalah pendapat yang menyatakan bahwa dana hanya mengalir dari satu bank ke

bank lain. Atau dengan penyederhanaan transaksi, aliran dana hanya berpindah daritabungan (SD) atau deposito (TD) milik nasabah ke bentuk giro bank (DD) yang lebih likuidmilik MI (di bank yang bersangkutan atau di bank yang berbeda)20 . Pendapat ini, bila benar,membawa sebuah konsekuensi logis bahwa penurunan SD/TD di satu bank akan meningkatkan

DD di bank tersebut atau bank lain, sehingga secara agregat makro tidak terjadi aliran dana keluar

dari sistim perbankan.

Hanya pendapat di atas ternyata belum mampu didukung oleh data perbankan secarakeseluruhan (Grafik 2)21 . Dengan menggunakan satu titik ekstrim di bulan Juli 2002 sebagaiilustrasi22 , seiring dengan kenaikan dana kelolaan reksa dana sebesar Rp6,6 triliun, statistiktabungan-deposito dan giro juga mengalami kenaikan masing-masing sebesar Rp5,1 triliundan Rp1,2 triliun23 . Mengapa pendapat di atas sulit dijustifikasi dengan data? Jawabanpertama kemungkinan terkait dengan kenyataan bahwa sifat data statistik yang saat inidimiliki dan digunakan adalah data stock, bukan data flows. Data stock yang berasal darilaporan bulanan bank umum (LBU) hanya menangkap data posisi akhir bulan, tanpa bisamengungkapkan mutasi-mutasi harian yang terjadi (flows)24 .

20 MI aktif melakukan transaksi beli-jual di pasar sekunder, sehingga membutuhkan rekening yang likuid dan transferableseperti halnya giro.

21 Monetary survey sebagai sumber data.22 Pada waktu itu, dana kelolaan reksa dana mencatat kenaikan tertinggi.23 Untuk timeframe (triwulanan) yang lebih panjang, kondisi ini tetap valid24 Selain masalah timing (kapan transaksi terjadi dan kapan pencatatan dilakukan), struktur portfolio reksa dana menjadi isu

lanjutan. Sebagai ilustrasi, bila MI melakukan investasi pada saat IPO, yang terjadi adalah mirip-mirip penyaluran kredit/pembiayaan, yang kemudian alirannya sebagian akan masuk kembali ke perbankan walau mungkin tidak one to one.

Grafik 2.Perubahan nominal Simpanan Masyarakat dan Reksadana

Page 42: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

41Apa, Bagaimana, Dan Dampak Reksa Dana

Kemungkinan jawaban kedua terkait dengan isu potensi larinya dana reksa dana keluar negeri, yang pada gilirannya akan mengurangi dana yang ada di dalam sistimperbankan di Indonesia. Meski sejumlah prospektus produk reksa dana belummencantumkan penanaman di luar negeri dalam portfolio-nya, langkah ini mungkin terjadimengingat peraturan Bapepam telah mengizinkan reksa dana berinvestasi ke luar negerisebesar 15% dari NAB mereka. Dalam kaitan ini, dampaknya secara makroekonomidiperkirakan kurang lebih sama dengan dampak capital flight. Namun dalam praktek,mengingat penempatan dana pada aset di luar negeri dewasa ini menghasilkan return yangjauh lebih rendah dari aset rupiah dan terlebih lagi terkena currency risk, hal ini kemungkinanbesar belum terjadi.

Namun, argumen berikut diyakini dapat membantah pendapat di atas. Meskipencatatan LBU menunjukkan telah terjadi aliran dana keluar dari sistim perbankan, danatersebut sejatinya secara fisik tidak keluar dari sistim. Muara aliran dana (end game) transaksireksa dana kemungkinan besar tidak lagi tercatat di perbankan, meski transaksi tersebutdilakukan melalui perbankan,. Untuk memperjelas argumen di atas, terlebih dahulu perludicermati tentang (i) apa peran bank kustodian, dan (ii) bagaimana dan di mana perlakuanpencatatan transaksi reksa dana.

Sesuai ketentuan yang berlaku, kegiatan transaksi reksa dana tidak serta mertatercermin dalam neraca bank kustodian25 . Hal ini dikarenakan lembaga kustodian hanyabertindak sebagai administrator untuk manajer investasi—antara lain dengan memberikanjasa penitipan efek sehubungan dengan kekayaan reksa dana, menyimpan catatan secaraterpisah dari sisi kewajiban reksa dana26 , mewakili pemegang rekening yang menjadinasabahnya, termasuk menghitung Nilai Aktiva Bersih per unit penyertaan reksa dana setiaphari27 . Dengan demikian, semua harta dan kewajiban reksa dana itu tidak muncul di neracabank kustodian, baik secara on ataupun off-balance sheet.

Di luar masalah ketentuan tersebut di atas, mengingat bahwa reksa dana adalahsuatu bentuk hukum tersendiri, baik harta maupun kewajiban reksa dana adalah milikreksa dana itu sendiri, bukan milik bank kustodian dan sama sekali terpisah dari laporankeuangan MI28 . Kondisi ini menyiratkan bahwa transaksi reksa dana sudah terlepas daripembukuan bank yang menjadi subyek pelaporan (LBU). Di sinilah terjadi fenomena

25 Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-15/PM/2002 tanggal 14 Agustus 2002, peraturan No. IV.B.1 tentang PedomanPengelolaan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Hampir seluruh reksa dana yang ada saat iniberbentuk KIK.

26 a.l. menunjukkan semua perubahan dalam jumlah unit penyertaan berikut data administratif terkait dengan kepemilikanunit penyertaan.

27 Data Nilai Aktiva Bersih (NAB) digunakan untuk menunjukkan performance dari manajer investasi dan reksadana yangbersangkutan.

28 Sesuai UU No.8 tahun 1995 tentang Pasar Modal

Page 43: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

42 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

missing money sebagai akibat belum diperhitungkannya neraca reksa dana sebagai salahsatu komponen uang beredar.

Fenomena tersebut di atas terjadi baik pada bank yang hanya menjadi penjual maupunyang mengaitkan langsung dengan produk bank (lihat skema halaman 4-5, neraca posisisetelah reksa dana), sebagai akibat dari menurunnya dana masyarakat di sisi pasivaperbankan—dari sisi komponen—dan menurunnya obligasi rekapitalisasi milikperbankan—dari sisi faktor NCG. Sementara itu, kenaikan kewajiban produk reksa danaterhadap investor belum diperhitungkan. Dengan kata lain, meski secara agregat likuiditasperekonomian baik secara nominal maupun riil sebenarnya tidak mengalami penurunan,pencatatan statistik uang beredar yang dilakukan dewasa ini tidak mampu “menangkapnya”dan karenanya dapat digolongkan understated.

Menilik perkembangan di atas, langkah pendefinisian kembali indikator uangberedar menjadi semakin mendesak untuk dilakukan. Meski kemungkinan semakinkehilangan fungsinya sebagai sasaran moneter, besaran moneter secara umum masih dapatdifungsikan sebagai leading information terhadap perkembangan konsumsi masyarakatkedepan dan karenanya juga inflasi29 . Sebagai informasi, reksa dana menjadi salah satubagian penting dalam salah satu pendefinisian uang beredar versi Federal Reserve. IstilahMZM atau Money of Zero Maturity mencakup besaran checking account, saving deposit, danmoney market mutual fund (reksa dana pasar uang)30 . Indikator ini dalam spektrum agregatmoneter mempunyai cakupan yang sedikit lebih luas daripada M1—karena penghitunganindikator ini memasukkan besaran produk reksa dana pasar uang, namun lebih sempitdaripada M2. Indikator ini antara lain berfungsi sebagai indikator awal atas kemungkinanpeningkatan transaksi masyarakat, yang pada akhirnya bermuara pada munculnya tekananpada harga dan output. Collins dan Edwards (1994) dalam salah satu papernya bahkanmengusulkan perlunya perluasan M2 dengan menambahkan reksa dana saham dan obligasiyang dimiliki oleh rumah tangga31 .

29 Apalagi bila ditilik secara teoritis uang beredar dalam arti luas (broad money) layaknya mengukur karakteristik ‘store ofvalue’ dari uang. Oleh karena itu, mengingat simpanan rumah tangga mewakili konsumsi yang ditangguhkan, selayaknyabroad money mampu memberi leading information terhadap konsumsi ke depan, hence, inflasi. Lihat Recent Develop-ments in the Monetary Aggregates and Their Implications (Bank of Canada Review, Spring 2000), Money and FinancialMarkets (Federal Reserve Bank of Cleveland several issues).

30 Term MZM ini pertama kali disampaikan oleh Poole (1991), didasari oleh pemikiran Friedman dan Schwartz (1970)bahwa uang adalah ‘temporary abode of purchasing power’. Hasil pengujian statistik terhadap MZM dalam 20 tahunterakhir menunjukkan MZM memiliki hubungan yang stabil dengan nominal GDP. Stabilitas ini mendukung paper Mot-ley (1988) dan Poole (1990) yang mengajukan argumen bahwa instrumen moneter dengan zero maturity cenderung lebihterisolasi dari dampak deregulasi dan inovasi finansial.

31 Collins, S., and C.I. Edwards. “An Alternative Monetary Aggregate: M2 plus Household Holdings of Bond and EquityMutual Funds,” Federal Reserve Bank of St. Louis, Review vol. 76 (November/December 1994) page 7-30.

Page 44: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

43Apa, Bagaimana, Dan Dampak Reksa Dana

Isu Kebijakan Moneter

Dalam kerangka kebijakan moneter base money targeting yang dewasa ini masihdiadopsi oleh Bank Indonesia secara formal, perkembangan reksa dana diperkirakan tidakberdampak secara langsung pada pencapaian sasaran operasional uang primer32 . Meskipembelian produk reksa dana—dengan nilai nominal mulai dari Rp100.000—dimungkinkandengan uang tunai (kartal), pembelian investasi di reksa dana baru dewasa ini barumenjangkau kalangan yang terbiasa melakukan transaksi melalui perbankan (banking

minded). Namun demikian, perkembangan reksa dana sebagai akibat ‘genuine demand’—bukan karena kanibalisme dengan produk perbankan seperti saat ini—secara positifpotensial mempengaruhi angka pelipat ganda uang (money multiplier) dari besaran uangberedar.

Dalam proses transmisi ke sasaran akhir dengan mempertimbangkan efek tundanya,perkembangan reksa dana secara teoritis dipercaya terjadi melalui jalur harga aset. Setiapperubahan dalam instrumen moneter pada tahap pertama akan mempengaruhi pasar uang,yang pada gilirannya akan diikuti oleh penyesuaian seluruh suku bunga di sepanjang yield

curve. Aset dalam bentuk obligasi dengan demikian akan dihargai kembali sebagai akibatdari (i) revisi dalam kupon, dan (ii) revisi dalam ekspektasi penghasilan akibat perubahanharga obligasi. Kondisi ini selanjutnya diterjemahkan ke kegiatan ekonomi riil melalui wealtheffect, yang pada gilirannya mempengaruhi permintaan domestik dan akhirnya inflasi.Kecepatan proses transmisi tersebut sangat bergantung pada struktur ekonomi itu sendiri.

Menjadi pertanyaan penting sekarang adalah seberapa besar perubahan instrumenmoneter tersebut mempengaruhi permintaan domestik dengan mengubah nilai agregat dariwealth. Jawaban pertanyaan ini sangat terkait dengan seberapa besar proporsi pemeganganaset-aset oleh rumah tangga. Ludvigson (2002) menemukan bahwa dampak perubahansuku bunga fed terhadap wealth hanyalah bersifat sementara, dan akan hilang dalam kurunwaktu kurang dari dua tahun. Lettau and Ludvigson (2001) menyatakan bahwa perubahansignifikan pada konsumsi hanya akan terjadi sebagai respons dari perubahan nilai asetyang bersifat permanen. Di Amerika Serikat, yang pasar modalnya sudah sangat berkembangdan setidaknya separuh rumah tangganya memiliki saham, ternyata wealth pasar modalnyapun masih sangat terkonsentrasi (Ameriks dan Zeldes, 2001). Semua ini memberi implikasibahwa apapun bentuk wealth effect yang terjadi dapat digolongkan relatif kecil karena hanyamelibatkan sebagian kecil rumah tangga.

32 Uang primer di Indonesia didefinisikan sebagai (i) uang tunai (uang kartal) yang dipegang baik oleh masyarakat maupunbank umum, ditambah dengan (ii) saldo rekening giro atau cadangan dalam Rupiah milik bank umum dan masyarakat diBank Indonesia.

Page 45: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

44 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

Dalam konteks maraknya reksa dana obligasi pemerintah di Indonesia dewasa ini,skenario transmisi moneter yang mungkin terjadi adalah iSBI↓ p(Α)↑ w↑ D↑ π↑.Penurunan suku bunga instrumen direspons dengan kenaikan harga obligasi yang akanmeningkatkan kekayaan rumah tangga. Kondisi ini pada gilirannya akan meningkatkanpermintaan domestik dan akhirnya berdampak pada kenaikan harga (inflasi). Namun,menimbang bahwa kepemilikan reksadana dewasa ini baru dienyam oleh sebagian kecilmasyarakat perkotaan yang berpendidikan relatif tinggi dan sekaligus banking minded, wealth

effect dari maraknya reksa dana akhir-akhir ini diprakirakan masih sangat kecil.

Terkait dengan pelaksanaan kebijakan moneter, mengingat bahwa perkembanganreksa dana—khususnya dengan underlying obligasi pemerintah—terkait erat dengankecenderungan penurunan suku bunga SBI akhir-akhir ini, perkembangan reksa danadengan demikian sangat rentan terhadap perubahan stance kebijakan otoritas moneter. Secara

Loan Supply

CentralBank rate

Reserves

M0

Market Interest Rates

Asset PricesLevel

Collateral

Narrow

CreditChannel

Wealth

Channel

Broad CreditChannel

Domestic

Demand

Real Rate (Given Inflation

Expectation)

InterestRate

Channel

ExchangeRate

ExchangeRate

Channel

Monetary

Channel

Relative

Asset Prices

Net

ExternalDemand

Stock ofMoney

TotalDemand

Domestic

InflationPressure

ImportPrices

Inflation Rate

Sumber : Kuttner and Mosser (2002, p. 16) and Bank of England (1999,p.1)

Page 46: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

45Apa, Bagaimana, Dan Dampak Reksa Dana

lebih spesifik, perubahan stance kebijakan otoritas moneter, terlebih yang dilakukan secaramendadak dan dalam magnitude besar (bergejolak), sangat membahayakan perkembanganreksa dana khususnya dan kestabilan pasar keuangan secara umum. Perubahan stance

kebijakan moneter dalam kaitan ini perlu dilakukan secara gradual, terukur, dan konsisten(smooth). Pertimbangan inilah yang menjadi dasar utama mengapa bank-bank sentral didunia umumnya menerapkan kebijakan interest rate smoothing33 .

Dalam konteks kondisi perekonomian Indonesia dewasa ini, maraknya fenomenareksa dana yang melibatkan perbankan ini dapat menjadi salah satu indikator dari masihbelum pulihnya aliran dana-dana perbankan dalam bentuk kredit ke sektor riil. Besarnyaketertarikan perbankan di bisnis reksa dana dikuatirkan justru akan makin mempertebalkeengganan bank-bank untuk menyalurkan kredit ke sektor riil yang secara umum masihdipandang penuh risiko. Satu efek positif dari fenomena “disintermediasi” perbankan iniadalah munculnya dorongan yang semakin kuat bagi perusahaan-perusahaan untukmengurangi ketergantungan mereka pada dana perbankan dengan menerbitkan obligasi.Terutama guna memahami dampaknya pada mekanisme transmisi kebijakan moneter.otoritas moneter sangat berkepentingan untuk mencermati kemungkinan perubahanstruktural di pasar keuangan Indonesia ini.

Keuangan Pemerintah

Pertumbuhan produk reksa dana sangat kondusif bagi pengembangan pasar obligasipemerintah, baik di pasar perdana maupun sekunder. Pembebasan PPh untuk reksa danadapat dianggap sebagai salah satu cara untuk memuluskan jalan bagi terbentuknya pasarsekunder obligasi pemerintah yang deep dan likuid yang pada gilirannya mendorong yield

33 Lihat Srour, Gabriel (2001), “Why Do Central Banks Smooth Interest Rates”, Bank of Canada, Working Paper 2001-17dan Battelino, Ric et. al, “The Implementation of Monetary Policy in Australia”, Reserve Bank of Australia, ResearchDiscussion Paper 9703

11.5

12.0

12.5

13.0

13.5

14.0

14.5

15.0

3 10 17 24 31 7 14 21 28

Januari 2003 Februari 2003

FR 06 FR 08 FR 21 SBI 1 bulan

%

Grafik 3.Perkembangan YTM beberapa Fixed Rate Bonds

dan Suku Bunga SBI

Page 47: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

46 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

to maturity (YTM) menjadi lebih rendah34 . Dengan YTM yang lebih rendah, penghematankeuangan pemerintah yang bisa dihasilkan dari penerbitan obligasi untuk keperluan refi-

nancing selama setahun diperkirakan dapat mencapai Rp35 triliun, jauh lebih besar daripadatax-revenue loss kurang lebih sebesar Rp1 triliun akibat pembebasan PPh final tersebut diatas35 . Grafik 3 mengindikasikan bahwa sejumlah obligasi pemerintah yang aktifdiperdagangkan, seperti FR 06, FR 08 (obligasi rekap) dan FR 21 (T-bonds), mempunyaipergerakan YTM yang semakin menurun tajam. Per akhir Februari 2003, YTM obligasi seriFR 06 dan FR 08 bahkan telah mencapai level di bawah suku bunga SBI 1 bulan.

PENUTUP

Salah satu kesulitan mendasar dalam pengawasan dan pengaturan perkembangan reksadana adalah bahwa produk reksa dana berada pada dua wilayah yurisdiksi yang berbeda,yakni industri perbankan dan pasar modal. Meski produk reksa dana sendiri secara formalmerupakan produk pasar modal, keterlibatan bank dalam transaksinya berpotensimenimbulkan sejumlah risiko. Guna meminimisasi risiko yang mungkin terjadi namuntanpa mengorbankan keuntungan yang potensial diperoleh dari perkembangan reksa dana(pendapatan tetap), kerja sama antara otoritas moneter dan otoritas pasar modal sangatdiperlukan. Dipertegasnya aturan transaksi jual beli obligasi rekap antara bank dan MIuntuk lebih menekan risiko bank adalah salah satu bentuk kerja sama tersebut36 . Selain itu,peran regulator dan perbankan perlu ditekankan dalam mengedukasi masyarakat bahwareksa dana adalah produk pasar modal yang memiliki risiko investasi tersendiri. Termasukdalam upaya edukasi ini adalah dihapuskannya seluruh bentuk garansi atas return reksadana oleh perbankan37 . Terakhir, otoritas pasar modal juga perlu menyusun aturan pricing

obligasi untuk melindungi kepentingan semua pihak yang bertransaksi, termasukmasyarakat sebagai nasabah.

34 Sebelum muncul kebijakan ini, YTM obligasi rekap berada pada kisaran 24% sehingga menyebabkan tipisnya permintaanterhadap obligasi jenis ini.

35 Hasil perhitungan kasar dari P.T. Schroders Investment Management Indonesia.36 Secara khusus, aturan tersebut menyatakan bahwa hanya transaksi outright yang dimungkinkan dan diterapkan peraturan

prudential yang berlaku terhadap MI yang terafiliasi dengan bank.37 Baru-baru ini Bapepam menyatakan bahwa produk reksadana tidak termasuk produk dalam penjaminan pemerintah.

Page 48: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

47Apa, Bagaimana, Dan Dampak Reksa Dana

DAFTAR PUSTAKA

Bank of England Monetary Policy Committee. 1999. “The Transmission Mechanism of

Monetary Policy.” London: Bank of England.

Battelino, Ric et. al, “The Implementation of Monetary Policy in Australia”, Reserve Bankof Australia, Research Discussion Paper 9703.

Collins, S., and C.I. Edwards. 1994. “An Alternative Monetary Aggregate: M2 plus Household

Holdings of Bond and Equity Mutual Funds,” Federal Reserve Bank of St. Louis,Review vol. 76 (November/December 1994) page 7-30.

Kuttner, K.N., and P.C. Mosser.2002. “The Monetary Transmission Mechanism: Some Answers

and Further Questions.” Federal Reserve Bank of New York Economic Policy Review.

Ludvigson, Sidney et.al. 2002. “Monetary Policy Transmission through the Consumption-Wealth

Channel.” Federal Reserve Bank of New York Economic Policy Review

Mishkin, cF.S. 1995. “Symposium on the Monetary Transmision Mechanism. ” Journal ofEconomic Perspectives.

Srour, Gabriel. 2001. “Why Do Central Banks Smooth Interest Rates” , Bank of Canada,Working Paper 2001-17.

........................, Indikator Terkini Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia, 1999-2003.

........................, Laporan Tahunan Surat Utang Negara, Bank Indonesia, Februari 2003.

........................, Money and Financial Markets, Federal Reserve Bank of Cleveland, severalissues.

........................, Statistik Pasar Modal, Riset-Biro PIR Bapepam, beberapa edisi.

........................, Recent Developments in the Monetary Aggregates and Their Implications, Bank ofCanada Review, Spring 2000.

Page 49: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

48 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

LAMPIRAN

R E K S A D A N A38

Definisi

Reksa dana (mutual fund) adalah sertifikat yang menjelaskan bahwa pemiliknya menitipkansejumlah uang kepada pengelola Reksa dana (Manajer Investasi) untuk digunakan sebagaimodal berinvestasi di pasar uang atau pasar modal sesuai dengan kebijakan investasi yangdipilih. Pada prinsipnya, investasi pada Reksa dana adalah melakukan diversifikasi padasekian alat investasi yang diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang, seperti saham,obligasi, commercial paper, dan lainnya.

Landasan Hukum

• Undang Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 45 tahun 1995 tentang PenyelenggaraanKegiatan di Bidang Pasar Modal

• Peraturan-peraturan Bapepam

Bentuk Hukum

• Perseroan

• Kontak Investasi Kolektif

Keduanya harus memperoleh ijin dari Bapepam.

Jenis Reksa dana

• Reksadana Pasar Uang (Money Market Fund)

Reksadana ini hanya melakukan investasi pada efek bersifat utang dengan jatuh tempokurang dari 1 (satu) tahun. Tujuannya untuk menjaga likuiditas dan pemeliharaan modal.Risiko relatif lebih rendah dibanding reksadana jenis lain.

• Reksadana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds)

Reksadana ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalambentuk efek bersifat utang. Tujuannya untuk menghasilkan tingkat pengembalian yangstabil. Risiko relatif lebih besar dari Reksadana Pasar Uang.

38 Sumber: http://www.jsx.co.id/_old/education/reksa.htm,http://www.bankmandiri.co.id/indonesia/company-info/consumer-banking/reksadana.asp

Page 50: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

49Apa, Bagaimana, Dan Dampak Reksa Dana

• Reksadana Saham (Equity Funds)

Reksadana ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalambentuk efek bersifat ekuitas. Tujuannya untuk memperoleh pertumbuhan harga saham/unit dalam jangka panjang. Risiko lebih tinggi dari Reksadana Pasar Uang dan ReksadanaPendapatan Tetap namun menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi.

• Reksadana Campuran (Discretionary Funds)

Reksadana ini melakukan investasi dalam efek bersifat saham dan utang yangperbandingannya tidak termasuk Reksadana Pendapatan Tetap dan Saham. Tujuannyauntuk pertumbuhan harga dan pendapatan. Risiko moderat dengan tingkatpengembalian yang relatif tinggi daripada Reksadana Pendapatan Tetap.

Manfaat

• Dapat Diperjual Belikan

Reksa dana jenis open-end bisa dijual kembali kepada Manajer Investasi, sedang reksadanaclose-end bisa dijual di pasar sekunder39 .

• Dikelola Manajemen Profesional Pengelolaan portofolio Reksadana dilaksanakan olehManajer Investasi yang dapat melakukan riset secara langsung dalam menganalisa hargaefek serta mengakses informasi ke pasar modal.

• Diversifikasi Investasi Akan mengurangi risiko karena dana/kekayaan reksadanadiinvestasikan pada berbagai jenis efek sehingga risikonya juga tersebar.

• Kemudahan Berinvestasi Nilai investasi awal reksadana relatif rendah dibandingkanjenis investasi lain.

• Transparansi Informasi Pengelola reksadana wajib mengumumkan Nilai Aktiva Bersih(NAB)-nya setiap hari di surat kabar serta menerbitkan laporan keuangan tengah tahunan

39 Sifat reksa dana:• Terbuka (open end) Merupakan perusahaan dimana pemodal membeli saham dan menjual kembali kepada perusahaan

tersebut, tanpa mengenal batas jumlah saham yang diterbitkan. Transaksi pembelian/penjualan dilaksanakan dengan hargayang dilandaskan pada nilai saat transaksi (current value) yang dalam hal ini disebut sebagai Nilai Aktiva Bersih (NetAsset Value). Perhitungan Nilai Aktiva Bersih dilakukan paling sedikit satu kali sehari dan menunjukkan nilai satu lembarsaham di dalam portfolio Reksa dana.

• Tertutup (close end) Merupakan perusahaan Reksa dana yang beroperasi dengan jumlah saham yang tetap dan tidakmengatur secara teratur penerbitan saham baru. Harga saham Reksa dana tertutup ditentukan tidak hanya oleh Nilai Aktivabersihnya saja, tetapi juga ditentukan oleh permintaan dari penawaran di Bursa. Perusahaan Reksa dana tertutup tidakdapat membeli kembali sahamnya. Jual/beli di lakukan di Bursa atau di luar Bursa.

• Unit Investment Trust Merupakan suatu wahana investasi dimana sponsor Reksa dana (biasanya perusahaan pialang)menempatkan suatu portofolio saham yang tetap secara bersama dengan menyimpannya kepada pihak yang dipercaya(seperti bank), dan kemudian dalam menjual kepemilikan unit-unit dalam portofolio tersebut kepada pemodal (biasanyaperorangan).

Page 51: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

50 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

atau tahunan serta prospektif secara teratur sehingga investor dapat memonitorperkembangan investasinya secara rutin.

• Likuiditas yang Tinggi Pemodal dapat mencairkan kembali saham/unit penyertaannyasetiap saat sesuai ketetapan yang dibuat, sehingga memudahkan investor mengelolakasnya.

• Biaya Relatif Rendah Karena Reksa dana merupakan kumpulan dana dari banyakpemodal akan menghasilkan efisiensi biaya transaksi.

Risiko

• Risiko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan Diakibatkan menurunnya harga dari efek(saham, obligasi dan surat berharga lainnya).

• Risiko Likuiditas Penjualan kembali (redemption) sebagian besar unit penyertaan secarabersamaan dapat menyulitkan Manajer Investasi dalam menyediakan uang tunai bagipembayaran tersebut.

• Risiko Politik dan Ekonomi Perubahan kebijaksanaan di bidang politik dan ekonomidapat mempengaruhi kinerja perusahaan dan harga efek dalam portofolio

• Risiko Wanprestasi Risiko ini dapat timbul saat perusahaan asuransi yangmengasuransikan kekayaan reksadana tidak segera membayar ganti rugi atau membayarlebih rendah dari nilai pertanggungan.

• Risiko Pembubaran

Pembubaran Manajer Investasi yang penyebabnya bisa datang dari berbagai hal dapatmerugikan pemodal.

Memonitor Kinerja Reksa dana

• Total Hasil Investasi (Total return) Total Hasil Investasi adalah perbandingan antaranilai kenaikan NAB per unit saham/unit penyertaan dalam satu periode dengan NABper saham/unit penyertaan pada awal penyertaan

• Perkembangan NAB Perkembangan NAB dan tata cara perhitungan besarnya NABharus dimuat di media massa sehingga memudahkan masyarakat dalammembandingkan kinerja suatu Reksa dana dengan Reksa dana sejenis lainnya.

• Laporan Periodik Pengelola reksadana wajib memberikan laporan periodik (tahunanmaupun tengah tahunan) kepada pemegang saham/unit penyertaan yangmenggambarkan kinerja reksadana yang bersangkutan.

Page 52: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

51Apa, Bagaimana, Dan Dampak Reksa Dana

Pihak Penunjang Reksa dana

• Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untukpara nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabahkecuali perusahaan asuransi, dana pensiun dan bank yang melakukan sendiri kegiatanusahanya berdasarkan undang-undang yang berlaku

• Bank Kustodian Kustodian adalah lembaga yang memberikan jasa penitipan efekdan harta lain yang berkaitan dengan efek.

Return dari Reksa dana

Penghasilan investasi reksadana akan sangat bergantung pada prospektus dan jenisreksadana yang dipilih40 . Secara umum terdapat 3 sumber penghasilan dari investasi padareksadana:

• Dividen

Untuk mendapatkan dividen/bunga, pemodal harus memilih reksadana yang memilikisasaran investasi berupa pendapatan. Manajer Investasi mempunyai hak untukmendistribusikan atau tidak deviden atau bunga yang diperolehnya kepada pemodal.Kalau prospektusnya menerangkan bahwa dividen/bunga akan didistribusikan, dalamwaktu tertentu pemodal akan mendapatkan dividen/bunga tersebut.

• Capital gain

Capital gain akan diberikan oleh reksadana yang memiliki sasaran pertumbuhan.Pendapatan ini berasal dari kenaikan harga saham atau diskon obligasi yang menjadiportofolio reksadana. Bila Manajer Investasi dalam prospektusnya menerangkan akanmendistribusikan capital gain, dalam waktu tertentu pemegang reksadana akan mendapatdistribusi capital gain ini. Namun juga terdapat reksadana yang tidak mendistribusikancapital gain, tapi keuntungan tersebut ditambahkan pada NAB.

• Peningkatan NAB (Nilai Aktiva Bersih)

NAB adalah perbandingan antara total nilai investasi yang dilakukan manajer investasidengan total volume reksadana yang diterbitkannya. Sebagai ilustrasi, pada awal tahun1990, Manajer Investasi X menerbitkan 445.000 lembar reksadana, dengan harga Rp1.000.Harga ini bisa dianggap sebagai NAB awal. Pada akhir tahun 1990, nilai investasimeningkat menjadi Rp600 juta sebagai akibat kenaikan harga saham yang menjadiportofolio Manajer Investasi X, serta pembayaran dividen dan bunga obligasi. NAB baruadalah Rp600 juta : 445.000 = Rp1.348. Berarti, reksadana telah mengalami kenaikan

40 Sebagai informasi, setiap prospektus reksa dana akan mencantumkan sasaran investasi pada saat penawaran. Sasaraninvestasi reksadana adalah pendapatan, pertumbuhan, pertumbuhan dan pendapatan, dan keseimbangan.

Page 53: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

52 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

34,8%. Bagaimana mendapatkan kenaikan NAB tersebut akan sangat bergantung padajenis reksadana yang dibeli. Reksadana terbuka akan membeli kembali dengan hargaNAB baru, sementara reksadana tertutup tidak akan dibeli kembali oleh penerbitnya.Jadi setelah terjadi transaksi di pasar perdana, reksadana tertutup selanjutnya akandiperjualbelikan di pasar sekunder. Harga yang terbentuk merupakan pertemuan daripermintaan dan penawaran. NAB yang diperhitungkan oleh penerbitnya merupakaninformasi yang dapat menjadi pedoman tawar-menawar.

Page 54: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

53SBI, T-Bills dan Pengendalian Inflasi

SBI, T-BILLS DANPENGENDALIAN INFLASI

Firman Mochtar

Juni 2003

Abstrak

Kajian sederhana ini bertujuan untuk membandingkan dampak penggunaan SBI dan rencana

penggunaan T-Bills sebagai piranti operasi pasar terbuka dalam kaitannya dengan pengendalian inflasi. Hasil

kajian ini memperlihatkan bahwa kebijakan moneter dalam periode penggunaan SBI sebagai piranti OPT tidak

sepenuhnya sesuai dengan pendapat para kaum monetaris yang meyakini bahwa kebijakan moneter ketat akan

dengan berkelanjutan mampu mengendalikan inflasi. Studi ini memperlihatkan bahwa kebijakan moneter ketat

yang diterapkan Bank Indonesia dalam periode SBI ini ternyata dalam proses dinamisnya dapat memberikan

tekanan kembali bagi meningkatnya inflasi di periode-periode selanjutnya. Hasil berbeda didapat bilamana T-

Bills sebagai piranti OPT telah diterapkan. Keyakinan kaum monetaris akan mampu dicapai bilamana T-Bills

telah diterapkan secara penuh sebagai piranti operasi pasar terbuka. Melalui kebijakan moneter yang credible

(permanent and unanticipated) serta dibarengi oleh kebijakan fiskal yang memberikan komitmen terhadap T-

Bills yang diterbitkan, hasil simulasi memperlihatkan bahwa pengendalian inflasi akan dapat secara permanen

diperoleh.

Page 55: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

54 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

1. Pendahuluan

Sejalan dengan pemberlakuan UU No. 24 tahun 2002 tentang Surat Utang Negaramaka pemerintah memperoleh landasan hukum untuk menerbitkan surat utang negara(Bank Indonesia, 2003 hal. 136). Salah satu utang negara yang diterbitkan adalah SuratPerbendaharaan Negara atau semacam T-Bills di AS dengan karakteristik mirip denganSertifikat Bank Indonesia (SBI). Memperhatikan karakteristik tersebut dalam jangka panjangT-Bills ini diharapkan akan menjadi pengganti SBI sebagai piranti moneter dalam operasipasar terbuka yang dilakukan oleh Bank Indonesia (Boediono, 2003).

Merujuk kepada rencana tentang T-Bills tersebut, paper ini akan secara sederhanamencoba membandingkan dampak dari penerapan kedua piranti tersebut (SBI dan T-Bills)terhadap upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Gunamembandingkan kedua rejim tersebut paper ini akan terdiri dari empat bagian. Bagiankedua menjelaskan model yang digunakan untuk menganalisa permasalahan. Bagian ketigaakan memberikan gambaran hasil simulasi atas model yang digunakan setelahmenggunakan data Indonesia sebagai parameter dalam kalibrasi. Pada bagian ini juga akandiinterpretasikan konsekuensi penggunaan SBI dan T-Bills dalam upaya pengendalian inflasidi Indonesia. Sementara bagian keempat merupakan kesimpulan dan implikasi kebijakan.

2. Model

Perekonomian diasumsikan berpopulasikan rumah tangga (representative house-holds) yang pada tiap periode 1 t memilih konsumsi riil c, uang nominal, serta suratberharga pemerintah guna memaksimalkan utilitas

(1)

dalam batasan anggaran

(2)

dimana indeks harga secara umum, bunga dan pokok surat berharga pemerintahyang dijual pada satu periode sebelumnya (t-1) dan jatuh tempo pada periode t, pajaklumpsum yang ditarik pada periode (t-1) dan produksi perekonomian pada periode t.

1 Dalam analisanya, model ini akan menggunakan periode triwulanan.

Mtd

Btd

max ( , / ), ,{ , , }c M B

tt t

dt

tt td

td

E U c M Pβ β0 10

< <=

cM M

P

B R B

Pyt

td

t

t

td

t t

tt t+ − + − = −− − −1 1 1 τ ,

Pt Rt−1

τ t

Page 56: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

55SBI, T-Bills dan Pengendalian Inflasi

Produksi perekonomian diasumsikan merupakan variabel eksogen2 .

Pengeluaran pemerintah dalam arti konsolidasi anggaran pemerintah pusat dan banksentral (yang selanjutnya disebut akan sebagai anggaran pemerintah/ government budgetconstraint) dibiayai melalui penciptaan uang oleh bank sentral, , nilai bersihpenjualan surat berharga pemerintah, , dan pajak lumpsum, , sehinggamemenuhi persamaan batasan anggaran pemerintah dalam arti konsolidasi antarapemerintah pusat dengan bank sentral

(3)

Secara sepintas, anggaran pemerintah ini tidak berbeda dengan persamaan anggaranpemerintah yang banyak digunakan dalam pembahasan peranan anggaran pemerintah daninteraksinya dengan kebijakan moneter dalam perekonomian. Namun bila dikaitkan denganperiodisasi penerapan T-Bills dan SBI, sebagaimana akan dijelaskan pada bagian tersendiri,persamaan (3) khususnya melalui variabel B akan memililiki arti yang berbeda danmempunyai implikasi lanjutan yang berbeda pula bagi pengendalian inflasi.

Dalam model ini diasumsikan pengeluaran pemerintah adalah konstan dalam rasiotertentu terhadap output perekonomian, dimana. Dengan menggunakanrasio ini maka persamaan kendala anggaran pemerintah konsolidasi antara pemerintahpusat dan bank sentral pada persamaan (3) dalam nilai riil menjadi :

(4)

Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal

Dalam model ini kebijakan moneter dan kebijakan fiskal diformulasikan secara eksplisit.Penetapan kebijakan moneter yang tercermin dari penetapan suku bunga SBI, disampingdipengaruhi oleh inflasi pada periode bersangkutan diasumsikan pula menganut forwardlooking monetary policy dengan turut memberikan bobot pada ekspektasi inflasi satuperiode mendatang dalam penentuan kebijakan moneter.

M Mt t− −1

B R Bt t t− − −1 1 τ t

M M

P

B R B

Pgt t

t

t t t

tt t

− + − + =− − −1 1 1 τ

tt yg λ= 10 << λ

tt

t

tt

t

t

t

t yRb

bm

m λτππ

=+−+− −−− 111

2) Terdapat 2 alasan penggunaan produksi perekonomian menjadi variable eksogen (endowment economy). Pertamavariable harga dalam model yang digunakan diasumsikan merupakan harga yang fleksibel. Akibat penggunaan harga yangfleksibel ini maka setiap kejutan yang terjadi dalam perekonomian akan memberikan dampak yang relatif kecil terhadapoutput perekonomian. Kedua adalah penggunaan asumsi produksi perekonomian menjadi sebuah variable endogen(production economy) tidak akan terlalu banyak mengubah kesimpulan tentang pentingnya upaya memodelkan denganeksplisit adanya interaksi kebijakan fiskal dan moneter dalam perekonomian.

Page 57: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

56 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

(5)

dimana

(6)

Penggunaan inflasi sebagai satu-satunya variable yang mempengaruhi monetarypolicy rule sejalan dengan penerapan kerangka inflation targeting dalam kebijakan moneterdi Indonesia (Alamsyah et.al., 2001). Hasil uji sederhana menunjukkan pula bahwa sejakperiode 1998 kebijakan moneter di Indonesia yang tergambar melalui penetapan suku bungaSBI hanya memberikan bobot dan perhatian kepada inflasi dalam kebijakan moneter(Mochtar, 2002).

Dari sisi kebijakan fiskal, pemerintah pusat diasumsikan secara sederhana menganutpola kebijakan berbentuk penetapan pajak lumpsum yang mengacu kepada posisi suratberharga pemerintah (SBI atau T-Bills) pada periode sebelumnya.

(7)

dimana

(8)

Ekonomi dalam Keseimbangan

Dalam kondisi keseimbangan maka perilaku rumah tangga yang optimalsebagaimana digambarkan melalui first order condition dapat disederhanakan menjadi:

(9)

(10)

ttttR θππγ γγ 21

10)exp( +=

+=

+1

)1()(

t

ctt

t

c

P

tUER

P

tUβ

+−=

+1

)1()()(

t

c

t

t

c

t

M

P

tUE

P

tU

P

tuβ

θθθ εσθρθ

ttt+= − )log()log(

1)1,0[∈θρ 0>θσdan

τ δ νδt t tb= −exp( )0 1

2

ννν εσνρν

ttt+= − )log()log(

1 )1,0[∈νρ 0>νσdan

Page 58: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

57SBI, T-Bills dan Pengendalian Inflasi

Persamaan (9) menginterpretasikan standar persamaan Euler dari konsumsi dimanautilitas yang diperoleh untuk setiap penambahan konsumsi di periode sekarang adalahsama dengan present value utilitas yang diperoleh untuk setiap penambahan konsumsipada periode mendatang setelah memperhitungkan suku bunga nominal. Sementarapersamaan (10) menggambarkan utilitas yang diperoleh untuk setiap penambahan uangyang dipegang adalah sama dengan selisih penambahan utilitas konsumsi sekarang denganpresent value utilitas konsumsi periode mendatang,

Dalam kondisi keseimbangan ini, perekonomian berkarakteristik memenuhi marketclearing condition sebagai berikut :

(11)

Dengan mengasumsikan preferensi rumah tangga dalam perekonomian memilikibentuk fungsional

(12)

dimana faktor diskonto (discount factor), dan elastisitas subsitusi antar waktu(elasticity of intertemporal substitution) maka kombinasi persamaan (9), (10) serta kondisimarket clearing akan diperoleh fungsi permintaan uang (liquidity preference)

(13)

Bila inflasi, maka dari persamaan (9) diperoleh pula persamaan Fisheryang menghubungkan antara suku bunga nominal dengan suku bunga riil dan ekspektasiinflasi

atau bila menggunakan bentuk fungsional menjadi:

t

d

t MM =

tt yc )1( λ−=

t

d

t BB =

0,1

)/,(

11

>

+

−=

−−

ααα α

α

αα

t

d

t

tt

d

ttP

McPMcU

β α

α−

−=

t

t

t

t

t

R

Rc

P

M 1

1−

=t

ttP

+

= +1)1(

)(1t

c

ctt

tu

tuER π

β

Page 59: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

58 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

(14)

Linearisasi Model

Solusi dalam paper ini selanjutnya akan dilakukan secara linier. Dalam kaitan itumaka model-model di atas terlebih dahulu diaproksimasi secara linear melalui aproksimasilog-linier (Uhliq, 1995 dan Walsh, 2003). Bila adalah deviasi sekitar level steady state danadalah kondisi steady state maka persamaan-persamaan hasil log linearisasi diperolehsebagai berikut::

Market clearing pasar barang : (15)

Anggaran pemerintah (government budget constraint):

(16)

Kebijakan moneter

(17)

Persamaan Fisher:

Bila dan maka Fisher equation menjadi

(18)

Sementara bagi definisi sendiri menjadi:

(19)

+

+

=−

+

+−

+

+

+

αα

αα

αα

αα

α

α

πβ 1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

t

d

t

t

t

d

t

t

t

t

ttt

P

Mc

P

Mc

c

cER

tt yc ˆˆ =

ttttttttyyR

Rbb

Rbbb

Rbmm

mmm ˆˆˆˆˆˆˆˆ

111λττ

πππ

πππ=+−−+

++− −−−

ttttR θπγπγ ˆˆˆˆ121 ++= +

αα

αα 11 −−

+= ttt mcz tt yc ˆˆ =

tttttt zzyyR ˆˆˆˆ1

ˆ1ˆ

111 −++−= +++ παα

( )

−−+

−=−−

ttt yymmz

z ˆ)1(1

ˆ11

ˆ11

αα

αα

λα

αα

α

Page 60: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

59SBI, T-Bills dan Pengendalian Inflasi

Kebijakan Fiskal : (20)

Permintaan uang : (21)

Kejutan pada kebijakan moneter: (22)

Kejutan pada kebijakan fiskal: (23)

Sementara itu dalam kondisi steady state, perekonomian memiliki karakteristik sebagaiberikut :

Market clearing pasar barang : (24)

Pajak : (25)

Suku bunga nominal: (26)

Permintaan uang : (27)

Variabel kejutan : (28)

Definisi : (29)

Selain persamaan-persamaan di atas, ditambahkan pula persamaan pertumbuhanuang dalam arti nominal guna mengikuti perkembangan pertumbuhan uangbilamana terjadi kejutan dalam perekonomian3 . Persamaan pertumbuhan uang ini bilamanadi-aproksimasi secara linear di sekitar steady state level menjadi

Pertumbuhan nominal uang : (30)

sedangkan dalam kondisi steady state pertumbuhan nominal uang adalah sama denganinflasi yaitu

Pertumbuhan nominal uang: (31)

Determinasi Keseimbangan

Sebagaimana digunakan Leeper (1991) maka determinasi kesiembangan pada sistempersamaan yang digunakan (15)-(23) dan (30) juga dapat diterasir melalui parameterkebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Sebagai gambaran untuk kondisi 4 makadeterminasi keseimbangan kebijakan moneter diperoleh melalui kombinasi persamaankebijakan moneter (17) dan persamaan fisher (18) sehingga menghasilkan satu sistem

ttt b νδτ ˆˆˆ11 += −

ttt RR

ym ˆ1

ˆˆ−

−= α

θθθ εσθρθ ttt += −1

ˆˆ

ννν εσνρν ttt += −1

ˆˆ

yc )1( λ−=

ππλτ Rb

bm

my +−+−=

βπ=R

α−

−=

R

Rcmt

1

1==νθ

αα

αα 11 −−

+= mcz

t

t

t

m

mπµ

1−

=

tttt mm πµ ˆˆˆˆ 1 −+= −

πµ =

1=α

3 Persamaan pertumbuhan nominal uang ini diperoleh dari

4 Dalam kondisi maka bentuk fungsional utilitas menjadi

t

t

t

t

t

t

t

t

t

t

t

m

m

P

P

M

P

P

M

M

Mπµ

111

1

1 −−−

===

t

d

t

tt

d

ttP

McPMcU loglog)/,( +=

Page 61: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

60 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

rekursif persamaan inflasi dengan root 2

1

1 γγ− . Sementara itu determinasi kseimbangan

kebijakan fiskal dalam kondisi 1=α ditentukan melalui kombinasi persamaan anggaran

pemerintah (16) dan kebijakan fiskal (20) guna menghasilkan sistem rekursif persamaan

obligasi pemerintah dengan root b

τδ

β 1

1− .

Dari kedua root tersebut, keseimbangan yang stabil pada sistem persamaan yangdigunakan akan diperoleh bilamana satu dari kedua root tersebut merupakan root yangstabil. Menggunakan berbagai kombinasi karakteristik keseimbangan yang dapat terjadimaka karakteristik inflasi dalam perekonomian akan tergantung pada kombinasiparameter-parameter kebijakan yang digunakan oleh kebijakan moneter dan kebijakanfiskal. Pada Leeper (1991), ruang lingkup (region) kebijakan tersebut dapat dibagi menjadi4 region:

Region I :

Pada region ini kebijakan moneter bersifat aktif yang ditandai dengan kebijakan monetertidak memberikan respon terhadap perubahan yang terjadi pada obligasi pemerintah. Banksentral menerapkan kebijakan moneternya tanpa memperhatikan pola dan kondisi obligasipemerintah. Pada sisi lain karakteristik kebijakan fiskal adalah bersifat pasif yaitu kebijakanfiskal yang terus memberikan respon terhadap perubahan yang terjadi pada obligasipemerintah sehingga dapat memenuhi keseimbangan pada persamaan anggaran pemerintah(16). Berbagai karakteristik pada kebijakan moneter dan fiskal tersebut tercermin melalui

root 11 2

1 >−γγ

untuk kebijakan moneter yang aktif sedangkan kebijakan fiskal yang pasif

tergambar melalui root 11

1<−

b

τδβ .

Region II:

Berbeda dengan region I, dalam region II ini karakteristik kebijakan yang terjadi adalahkebijakan fiskal yang aktif dan kebijakan moneter yang pasif. Kebijakan fiskal yang aktifadalah kebijakan fiskal yang tidak memberikan respon terhadap perubahan pada obligasipemerintah sedangkan kebijakan moneter yang pasif adalah kebijakan moneter yang selalumemberikan respon terhadap perubahan yang terjadi pada obligasi pemerintah gunamenjamin tejadinya keseimbangan pada anggaran pemerintah. Dalam kaitannya inikebijakan moneter yang terjadi adalah kebijakan moneter yang berkomitmen menjagakeseimbangan pada anggarannya bila terjadi perubahan pada obligasi pemerintah.

Page 62: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

61SBI, T-Bills dan Pengendalian Inflasi

Kedua karak teristik dalam region ini tergambar melalui root 11

1>−

b

τδβ bagi kebijakan

fiskal dan root 11 2

1 <−γγ

bagi kebijakan moneter yang pasif.

Region III:

Pada region ini kebijakan yang terjadi adalah kebijakan yang pasif pada kedua kebijakan

yang ditandai dengan root 11 2

1 <−γγ

pada kebijakan moneter dan root 11

1<−

b

τδβ

pada kebijakan fiskal.

Region IV:

Bertolak-belakang dengan region III, maka karakteristik kebijakan yang terjadi pada

region ini adalah kebijakan yang aktif dengan root 11 2

1 >−γγ

pada kebijakan moneter

dan root 11

1>−

b

τδβ pada kebijakan fiskal.

Konsekuensi yang muncul bilamana kebijakan makro dalam perekonomian berada padaregion III adalah banyaknya harga yang konsisten dengan kondisi keseimbangan (multipleequilibria) (Sargent dan Wallace, 1975). Sementara itu bilamana kebijakan yang terjadi dalamperekonomian adalah pada region IV maka keseimbangan harga tidak akan tercapai5 yangpada gilirannya dapat menimbulkan hyperinflation (Obstfeld danRogoff, 1985). Dengankeyakinan bahwa pengambil kebijakan akan segera melakukan koreksi bilamanapekeronomian berada pada region III dan region IV maka pembahasan dalam tulisan iniakan terkonsentrasai pada region I dan region II.

Kalibrasi Model

Guna kepentingan kalibrasi maka model diasumsikan merupakan model dalamkeseimbangan jangka panjang. Parameter rasio pengeluaran pemerintah terhadapoutput ( λ ) diperoleh secara tidak langsung melalui perhitungan rasio rata-rata konsumsirumah tangga rata-rata terhadap PDB selama periode 1980 - 2000 yaitu sebesar 59%.

5 Hal ini akibat adanya dua root yang tidak stabil sehingga model tidak memiliki solusi

Page 63: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

62 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

Menggunakan persamaan (31) maka rasio pengeluaran pemerintah terhadap outputadalah 41% ( 41.0=λ ).

Inflasi dalam kondisi steady state diasumsikan melalui rata-rata inflasi periode

1981 - 1997 yaitu sebesar 8,5% ( 85,0=π ). Sementara itu suku bunga rill karena secara

definisi melalui persamaan (26) adalah berbanding terbalik dengan parameter diskonto6

maka dengan suku bunga riil rata-rata 7 pada periode 1981-1997 sebesar 7,5% akan diperolehparameter diskonto sebesar 9,3%.

Untuk parameter rasio obligasi pemerintah yang dipegang masyarakat terhadapoutput dalam model ini akan tergantung periodisasi penerapan piranti yang digunakandalam instrumen operasi pasar terbuka. Pemisahan ini menjadi sangat penting dalamkaitannya dengan kombinasi kebijakan yang diterapkan guna memutuskan region kebijakanyang terjadi. Dalam periode SBI sebagai instrumen OPT diasumsikan rasio obligasipemerintah dalam kondisi steady state adalah sama dengan rata-rata posisi SBI terhadapPDB yaitu sebesar 15%8 . Sementara itu rasio obligasi pemerintah terhadap output dalamperiode penerapan T-Bill sebagai instrument OPT akan menjadi parameter skenario dalamtulisan ini.

Parameter elastisitas substitusi antar waktu ( ) diperoleh secara tidak lansung melaluiperhitungan elastisitas permintaan uang terhadap suku bunga. Elastisitas permintaan uangdiperoleh melalui hasil regresi menggunakan data triwulanan 1984 -2000 sebagai berikut:

)34,2()95,2(

34,070,01

−−= ttt Rym

(32)

Dengan merujuk pada persamaan (32) bahwa elastisitas permintaan uang terhadap

suku bunga adalah -0,34 ( 34,0−=Rm

E ) maka dengan menggunakan persamaan (13)

diperoleh elasitistas permintaan uang terhadap suku bunga adalah

1−−=

∂∂

=ΕRm

R

R

mRm

α(33)

Dengan menggunakan kondisi βπ=R dan 34,0−=

RmE maka diperoleh koefisien α

yaitu ( ) ( )[ ] 05.01075.1085,134,01 =−=−Ε= xiRmπα

8 Dalam kalkulasi model, parameter ini kemudian akan menjadi

Page 64: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

63SBI, T-Bills dan Pengendalian Inflasi

3. Simulasi dan Interpretasi Posisi Indonesia

3.1. Pola Kebijakan Moneter dan Fiskal pada Periode SBI

Mengingat SBI berfungsi sebagai instrumen operasi pasar terbuka (OPT) yang dilakukanoleh Bank Indonesia maka karakteristik yang muncul dalam periode penerapan SBI iniadalah Bank Indonesia berkomitmen terhadap penerbitan SBI guna membayar kembalipokok dan bunga SBI yang diterbitkan pada periode-periode sebelumnya. Dalamhubungannya dengan pemerintah pusat, penerbitan SBI ini tidak memiliki ikatan tertentudalam arti pemerintah tidak memiliki komitmen dan tidak memberikan respon dalamkebijakan fiskalnya terhadap penerbitan dan posisi SBI. Selain itu pemerintah pusat jugatidak memiliki obligasi sendiri yang akan dapat dijadikan instrumen dalam OPT oleh BankIndonesia.

Berkaitan dengan ruang lingkup kebijakan pada Leeper (1991) maka karakteristikpenerapan SBI ini secara implisit memiliki hubungan yang sama dengan karakteristik re-gion II yaitu kebijakan moneter pasif dan kebijakan fiskal aktif.

Sebagai gambaran lain, karakteristik periode SBI terlihat melalui proses pembentukankonsolidasi anggaran pemerintah antara anggaran pemerintah pusat dan neraca banksentral. Dari sisi pemerintah pusat, dengan asumsi bahwa penerimaan pemerintah dalamAPBN hanya bersumber dari penerimaan dalam negeri maka selama periode penerapanSBI ini, seluruh pengeluaran pemerintah pusat dalam APBN hanya dibiayai dan bersumberdari pajak lumpsum dalam negeri dan penerimaan langsung dari Bank Indonesia (RCBt)(persamaan 38)9 .

t

t

ttP

RCBg += τ (34)

Melalui persamaan (34) ini serta praktik keuangan pemerintah yang terjadi selamaini menggambarkan bahwa dalam periodisasi SBI ini pemerintah tidak memiliki komitmenterhadap penerbitan SBI oleh Bank Indonesia atau dengan kata lain kebijakan fiskal yangditerapkan adalah kebijakan yang aktif10 .

Dari sisi Bank Indonesia, arus kas Bank Indonesia pada setiap periode akan bersumberpada selisih pertambahan base money (seignorage) dan pertambahan penerbitan SBIsedangkan penggunaannya akan ditujukan kepada pembayaran bunga SBI periode

9 Penerimaan langsung dari Bank Indonesia ini dapat diinterpretasikan sebagai profit Bank Indonesia yang harus disetorkepada pemerintah.

10 Disadari bahwa penggunaan persamaan (34) berarti mengabaikan peranan pinjaman luar negeri dalam pembentukan APBN.Namun, mengingat besarnya penerimaan pembangunan relative sama besar dengan dengan pembayaran kembali pokokdan bunga pinjaman luar negeri maka penggunaan persamaan (34) ini masih memiliki relevansi.

Page 65: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

64 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

sebelumnya dan setoran profit kepada pemerintah (persamaan 35).

t

tt

t

tt

t

t

t

tt

P

MM

P

SBISBI

P

RCB

P

SBIr 111 −−− −+

−=+ (35)

Persamaan (35) dan praktik yang terjadi menunjukkan bahwa kebijakan moneter dalamperiode SBI ini adalah kebijakan yang pasif. Karena fungsi SBI disini adalah sebagaiinstrumen OPT yang kurang lebih akan sama fungsinya bila menggunakan T-Bills kelak

sehingga secara definisi kita dapat menotasikan tt BSBI = . Dengan mengkombinasikan

persamaan (34) dan (35) maka diperoleh

t

tt

tt

t

tt

t

tt

P

Brg

P

BB

P

MM 1111 −−−− +=+−

+−

τ (36)

Bilamana 11 1 −− += tt rR guna menggambarkan nilai pembayaran bunga dan pokok

kewajiban surat berharga pemerintah pada periode sebelumnya dan jatuh tempo padaperiode sekarang maka kendala anggaran pemerintah dalam arti konsolidasi antara APBNdan arus kas Bank Indonesia akan tetap menghasilkan persamaan yang sama denganpersamaan (3).

Menggunakan dasar premis tersebut bahwa kebijakan yang dilakukan BankIndonesia dan pemerintah selama periode penerapan SBI berada dalam region II makapengujian berikutnya adalah menentukan parameter - parameter pada kebijakan

moneter ( 1

γ dan 2

γ ) dan kebijakan fiskal ( 1

δ ). Berdasarkan hasil regresi suku bunga

SBI 1 bulan sebagai instrumen penetapan kebijakan moneter untuk periode 1997:4-2001:2maka didapat monetary policy rule sebagai berikut

)60,2()25,6(

ˆ0,18+0,44 = R 1ttt tθππ ++(37)

Sementara persamaan untuk kejutan kebijakan moneter diperoleh adalah

θεθθ ttt += −1ˆ2.0ˆ

Dari persamaan ini maka diperoleh parameter 44,01 =γ , 18,02 =γ , 2.0=θρ ,

dan 1=θσ .

Dari sisi kebijakan fiskal karena perilaku kebijakan fiskal yang aktif selama periode SBI in

maka kita akan memperoleh parameter kebijakan 01 =δ . Parameter-parameter yang

mencerminkan adanya kebijakan moneter yang pasif dan kebijakan fiskal aktif pada

Page 66: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

65SBI, T-Bills dan Pengendalian Inflasi

perekonomian akan memberikan implikasi tertentu bilamana terjadi kejutan pada masing-masing kebijakan.

Simulasi Kebijakan pada Periode SBI

Solusi perilaku agen ekonomi berekspektasi rasional pada sistem persamaan (15)-(23) dan (30) di atas diperoleh dengan menggunakan metode pada Sims (1997)11 . Berdarkanhasil simulasi, pengaruh kejutan kebijakan moneter melalui peningkatan suku bunga SBIpada periode awal akan menurunkan pertumbuhan nominal base money (gambar 1). Dalampraktiknya hal ini dapat digambarkan melalui OPT yang dilakukan Bank Indonesia melaluipenjualan SBI guna menyerap uang beredar. Penurunan base money ini selanjutnyamenurunkan laju inflasi. Penurunan laju inflasi ini (atau berarti terjadi penurunanpenerimaan melalui seignogare) berdampak pada beralihnya portfolio rumah tanggarepresentative dari memegang uang nominal menjadi lebih memilih memegang SBI.Menurunnya inflasi dan base money nominal mengakibatkan pada periode awal permintaanuang dalam arti riil juga mengalami penurunan sedangkan posisi SBI riil mengalamipeningkatan. Dari pajak, akibat kebijakan fiskal yang aktif maka perubahan yang terjadipada SBI tidak akan mempengaruhi pajak. Pemerintah pusat tidak merespon perubahanSBI ini sebagaimana tergambar pada pajak yang tidak mengalami perubahan .12

Pada periode kedua setelah kejutan kebijakan moneter, perilaku perekonomian tidaksegera kembali kepada level steady state akan tetapi mengalami perubahan arah yang cukupberbeda dibandingkan periode awal. Pertumbuhan base money mengalami pertumbuhanpositif sebagai dampak dari komitmen Bank Indonesia untuk membayar bunga atas SBIyang telah jual pada periode sebelumnya sedangkan pada sisi lain pemerintah pusat tidakmemberikan respon dengan kondisi ini. Dengan asumsi Bank Indonesia di periode keduaini tidak kembali melakukan pengetatan kebijakan moneter maka secara kumulatif uangyang beredar mengalami peningkatan (pada saat bank Indonesia harus membayar pokokditambah bunga SBI). Akibat kuatnya kaitan inflasi dan uang beredar maka peningkatanuang beredar ini berarti pula menyebabkan terjadinya kembali inflasi (gambar 1). Secarateoritis fenomena inflasi yang meningkat akibat kebijakan moneter ketat yang dilakukanpada periode sebelumnya ini dikenal dengan fenomena “unpleasant monetarist arithmetic”(Sargent dan Wallace, 1981 dan Ljungvist dan Sargent, 2000).

11 Penggunaan Sim (1997) melalui metode ‘gensys’ memberikan manfaat tambahan dalam menggambarkan solusi sistempersamaan yang digunakan. Metode ‘gensys’ mampu memberikan informasi apakah solusi yang diperoleh merupakansolusi yang unik, un-determined ataukah explosive.

12 Magnitude pada pajak dapat dikategorikan nol. Nilai yang terjadi merupakan numerical error dalam komputasi (sebagaimanadari sangat kecilnya angka perubahan yang terjadi)

Page 67: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

66 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

Indikasi awal bahwa dalam periode penerapan SBI ini kebijakan moneter ketat justrumendorong inflasi ini secara implisit dapat pula didukung dan sejalan beberapa hasil risetyang dilakukan sebelumnya oleh Bank Indonesia melalui uji impulse response functionatas model identified VAR (Kusmiarso et.al ,2002, hal.42 dan 44, Agung et.al, 2002 hal.114,Wuryandani et.al., 2002 hal.199 dan 206 dan Idris et.al, 2002 hal.257-264). Indikasi awaldari paper ini sekaligus memberikan solusi atas kemungkinan adanya ‘price puzzle13 darihasil riset-riset tersebut.

Perilaku suku bunga pada region ini akan tetap tinggi dan tidak akan segera turunsetelah kebijakan moneter ketat diterapkan. Hal ini terjadi karena dalam dalam ruanglingkup ekspektasi rasional, representative agent secara rasional memiliki ekspektasi bahwadalam region ini kebijakan moneter ketat berarti akan menyebabkan terjadinya inflasi diperiod ke depan. Melalui efek Fisher, ekspektasi adanya inflasi di periode mendatangmenyebabkan suku bunga akan meningkat. Sementara dari sisi bank sentral, policy ruleyang menerapkan forward looking policy berdampak pada tidak fleksibelnya suku bungauntuk segera turun setelah kejutan terjadi.

Simulasi untuk periode penerapan SBI ini dilakukan pula atas kebijakan fiskal. Kejutandari sisi kebijakan fiskal dilakukan dengan meningkatkan pajak sehingga berdampak padamenurunnya kekayaan rumah tangga representative pada periode setelah kejutan.Penurunan pendapatan masyarakat ini kemudian berdampak pada menurunkan permintaanterhadap barang yang pada akhirnya akan menurunkan inflasi (gambar 2). Dari sisi bank

Gambar 1Pengaruh Kejutan Kebijakan Moneter terhadap Perekomian dalam Periode SBI

13 Price puzzle didefinisikan sebagai perilaku harga yang meningkat justru saat terjadi kebijakan moneter ketat. Penyebab dansolusi secara ekonometrik ttg price puzzle bila tanpa memperhatikan region yang terjadi dapat lihat Sims (1992) danHanson (2000).

Page 68: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

67SBI, T-Bills dan Pengendalian Inflasi

sentral, akibat lebih rendahnya inflasi maka selanjutnya menyebabkan bank sentral melaluikebijakan moneter melakukan penurunan suku bunga. Akibatnya, dari sisi permintaanterhadap SBI riil akan juga menurun sedangkan dari sisi permintaan uang riil akanmengalami peningkatan.

Gambar 2Pengaruh Kejutan Kebijakan Fiskal terhadap Perekonomian dalam Periode SBI

Kondisi perekonomian riil yang memberikan respon terhadap kejutan kebijakan fiskal dibawah periode SBI ini dapat diklasifikasikan dalam perekonomian non-Ricardian(Woodford, 1995). Dalam hubungannya dengan pengendalian inflasi maka kondisi kebijakanfiskal yang dapat mempengaruhi inflasi sering dikategorikan dalam perekonomian yangmenerapkan ‘fiscal theory of price level determination’ (Woodford, 2001, Koncherlakotadan Pellan, 1999 dan Ljungvist dan Sargent, 2000).

3.2. Skenario Pola Kebijakan Moneter dan Fiskal pada Periode T-Bills

Pada sub-bagian ini diasumsikan bahwa OPT telah dilakukan sepenuhnyamenggunakan T-Bills. Dalam hubungan itu maka parameter kebijakan yang digunakanmerupakan parameter skenario mengingat penerapan secara penuh T-Bills gunamenggantikan SBI ini masih dalam beberapa waktu mendatang.

Dalam periode penerapan T-Bills ini proses pembentukan konsolidasi anggaranpemerintah antara anggaran pemerintah pusat dan neraca bank sentral turut memberikanimplikasi pada pengendalikan inflasi. Sebagaimana banyak terdapat dalam buku teks 14 ,dalam periode ini sumber penerimaan anggaran pemerintah akan berasal dari penerimaan

14 Penjelasan lengkap mendapatkan persamaan (3) yang dalam paper ini terkait dengan penerapan T-Bills lihat Walsh (2003,hal. 137)

Page 69: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

68 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

pajak, penjualan bersih T-Bills dan penerimaan langsung dari bank sentral. Sementara itupengeluaran akan terdiri dari pembeliaan barang dan jasa serta pembayaran bunga ataspembelian T-Bills pada periode sebelumnya (persamaan 38).

t

t

t

T

t

T

t

t

t

T

tt

tP

RCB

P

BB

P

Brg +

−+=+ −−− 111 τ (38)

Dari sisi bank sentral maka sumber dana akan berasal dari bersumber pada selisih bersihpertambahan base money (seignorage) dan bunga pembeliaan T-Bills sedangkanpenggunaan dana ditujukan pada pembelian bersih T-Bills di pasar sekunder SBI dankewajiban pembayaran keuntungan bank sentral kepada pemerintah (persamaan 39).

t

tt

t

M

tt

t

t

t

M

t

M

t

P

MM

P

Br

P

RCB

P

BB 1111 −−−− −+=+

−(39)

Bila didefinisikan M

t

T

tt BBB −= sebagai gambaran nilai T-Bills yang beredar di masyarakat

dan bila tetap mendefinisikan 11 1 −− += tt rR maka kombinasi persamaan (38) dan (39) akan

diperoleh batasan anggaran pemerintah dalam arti konsolidasi antara APBN dan arus kasBank Indonesia pada persamaan (3).

Memperhatikan persamaan (3) maka akan tetap terdapat dua skenario kebijakan yangdapat diterapkan dalam periode ini. Pertama adalah kebijakan moneter diterapkan secarapasif dan kebijakan fiskal dilakukan secara aktif. Bila karakteristik kebijakan ini yang terjadidalam perekonomian maka dampak yang terjadi diperkirakan adalah sama dengan dampakpada penerapan SBI. Pada jangka pendek kebijakan moneter ketat tersebut memang akandapat menurunkan inflasi. Namun demikian, kebijakan moneter ketat ini diperkirakan tidakakan bertahan lama (uncredible policy: anticipated and temporary policy). Upayapemerintah pusat membiayai pengeluarannya melalui obligasi secara teoritis akan memilikibatasannya. Bila ini terjadi maka lambat laun pembiayaan tersebut akan dibarengi olehpenciptaan uang oleh bank sentral sehingga melalui proses dinamis cepat atau lambat makakebijakan moneter ketat ini akan kembali meningkatkan inflasi .15

Skenario kedua dari periode ini adalah ditandai dengan kebijakan moneter yangaktif dan kebijakan fiskal yan pasif. Pemerintah akan memiliki komitmen secara penuhterhadap perkembangan T-Bills yang telah dikeluarkan sedangkan Bank Indonesia akandapat menerapkan kebijakan moneternya tanpa harus melihat pada path T-Bills tersebut.Sub-bagian berikut akan menggambarkan dampak kebijakan moneter dalam skenariotersebut.

15 Pembahasan lebih lanjut tentang kecenderungan yang pada dasarnya merupakan penjelasan dari teori ‘unpleasent monetaristarithmetic’ ini lihat Liviatan (1984) dan Drazen (1985).

Page 70: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

69SBI, T-Bills dan Pengendalian Inflasi

Simulasi Kebijakan pada Periode T-Bills

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya maka parameter-parameter kebijakan akanmenentukan perilaku perekonomian. Guna kepentingan simulasi pada region I ini maka

diasumsikan parameter 9,01 =γ dan 75,02 =γ . Parameter-paremeter ini sekaligus

mengimplikasikan bahwa dalam periode ini kebijakan moneter dapat memberikan responyang lebih kuat terhadap inflasi bila dibandingkan periode penerapan SBI. Sementara itu,mengingat karekteristik kebijakan fiskal pada region ini akan terus memantauperkembangan T-Bills yang beredar di masayarkat maka diasumikan parameter kebijakan

fiskal adalah 3,01=δ .Untuk parameter kalibrasi lainnya diasumsikan sama dengan yang

terjadi pada periode penerapan SBI.

Implikasi yang terjadi pada perekonomian dalam masa penerapan T-Bills inidiperkirakan akan berbeda dibandingkan periode penerapan SBI. Berdarkan hasil simulasi,kejutan kebijakan moneter pada periode ini secara penuh akan memenuhi kaidah yangditerapkan oleh kaum monetaris yaitu kebijakan moneter ketat akan dengan efektifmenurunkan inflasi.

Pada tahap awal kebijakan moneter ketat melalui peningkatan suku bunga nominalakan berdampak pada meningkatnya permintaan rumah tangga representative terhadapT-Bills. Dalam kondisi ini maka portfolio asset rumah tangga beralih dari memegang uangnominal menjadi memegang T-Bills yang tergambar melalui penurunan jumlah uang beredardan peningkatan T-Bills. Dalam kaitannya dengan inflasi, maka menurunnya base moneyperiode awal ini berarti pula menurunnya inflasi (gambar 3).

Berbeda dengan pada masa penerapan SBI maka pada skenario penerapan T-Bills inipemerintah akan merespon kenaikan T-Bills ini dengan meningkatkan pajak melaluikebijakan fiskalnya guna membayar kewajiban kembali terhadap bunga dan pokok T-Billsyang jatuh tempo. Adanya kenaikan pajak ini berdampak pada berkurangnya daya belimasyarakat sehingga menurunkan permintaan terhadap barang dan jasa yang pada akhirnyaakan dapat menurunkan inflasi. Dari sisi kebijakan moneter, peningkatan T-Bills ini tidakakan memberikan peningkatan kembali kepada uang beredar karena melalui kebijakanyang aktif bank sentral tidak memberikan komitmen terhadap pembayaran bunga dan pokokT-Bills tersebut sebagaimana sebelumnya tergambar pada periode penerapan SBI. Adanyakombinasi kebijakan moneter yang aktif dan kebijakan fiskal yang pasif ini memberikandampak permanen terhadap pengendalian inflasi bilamana terjadi kejutan kebijakanmoneter. Inflasi akan terus menerus mengalami penurunan hingga pengaruh kebijakanmoneter tersebut habis dan menuju kembali pada level steady state (gambar 3).

Dari sisi suku bunga nominal maka adanya ekspektasi rasional masyarakat bahwakebijakan moneter ketat akan dengan efektif mampu menurunkan inflasi akan berdampak

Page 71: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

70 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

positif bagi tetap rendahnya suku bunga nominal. Melalui Fisher efek maka suku bunganominal tidak mengalami peningkatan mengingat ekspektasi inflasi pada periode-periodeberikutnya akan mengalami penurunan.

Hal berbeda dalam periode penerapan T-Bills ini bila dibandingkan pada periodepenerapan SBI seandainya terjadi kejutan kebijakan fiskal. Dalam kondisi ini maka kejutanfiskal yang terjadi diperkirakan tidak banyak memberikan pengaruh terhadapperekonomian. Kejutan dari sisi fiskal tidak akan mempengaruhi pertumbuhan base moneydan inflasi. Kebijakan fiskal tersebut hanya akan berpengaruh pada meningkatnya pajakguna dan menurunnya T-Bills sehingga secera keseluruhan batasan anggaran pemerintahtetap dalam kondisi seimbang (gambar 4).

Dalam tataran teori kondisi dimana kebijakan fiskal tidak mempengaruhiperekonomian disebut perekonomian yang berperilaku Ricardian Equivalence. Rumahtangga representatif menyadari bahwa kenaikan pajak yang dilakukan oleh pemerintahtersebut adalah bertujuan untuk mengurangi defisit yang terjadi pada anggaran pemerintah.Mengingat kenaikan pajak tersebut akan menurunkan daya beli masyarakat serta dibarengidengan perilaku rasional ekspektasi maka masyarakat akan menjual kembali kepemilikanT-Bills yang telah mereka pegang untuk mempertahankan daya beli tersebut. Oleh karenaitu kenaikan pajak akibat kebijakan fiskal tersebut akan dibarengi pula oleh penurunanpenjualan T-Bills (gambar 4). Dengan kondisi ini maka pengaruh keseluruhan secara presentvalue dari kenaikan pajak ini akan menjadi hilang. Dengan kata lain, kebijakan fiskal tersebuttidak memiliki wealth effect di dalam masyarakat dan oleh karenanya secara keseluruhantidak mempengaruhi pergerakan inflasi di periode setelah kejutan fiskal dan juga periode-periode selanjutnya.

Gambar 3Pengaruh Kejutan Kebijakan Moneter terhadap Perekonomian

dalam Skenario Periode Penerapan T-Bills

Page 72: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

71SBI, T-Bills dan Pengendalian Inflasi

Meskipun secara teoritis perilaku Ricardian Equivalence ini dapat dipahami, secaraempiris kondisi ini masih diperdebatkan. Berbagai hasil kajian di berbagai negara gunamenguji keberadaan teori ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan teori tersebut (Romer,1996 hal. 66-72 serta Agenor dan Montiel, 1996 hal. 127)

Gambar 4Pengaruh Kejutan Kebijakan Fiskal terhadap Perekonomian

dalam Skenario Periode Penerapan T-Bills

4. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan

Kesimpulan

Berbeda dengan pandangan kaum monetaris yang meyakini bahwa kebijakanmoneter ketat akan mampu mengedalikan inflasi secara permanen, hasil studi inimemperlihatkan bahwa dalam periode SBI sebagai piranti dalam operasi pasar terbukakebijakan moneter uang ketat yang dilakukan oleh Bank Indonesia selama ini tidak akanselalu berkesudahan dengan penurunan inflasi hingga akhir periode. Hasil simulasimenunjukkan bahwa kebijakan moneter ketat selama periode ini cenderung akan kembalimemberikan beban tambahan bagi upaya pengendalian inflasi pada periode selanjutnya.

Penerapan kebijakan moneter ketat memang akan mampu menurunkan inflasi padaperiode sesaat setelah kebijakan tersebut diterapkan. Namun pada periode-periodeselanjutnya, komitmen Bank Indonesia terhadap kewajiban pembayaran kembali pokokdan bunga SBI mengakibatkan kebijakan uang ketat tersebut ternyata menjadi sumber bagikembali meningkatnya inflasi. Hasil ini juga memberikan dukungan dan solusi ataskemungkinan adanya price puzzle dalam perekonomian Indonesia.

Page 73: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

72 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

Hasil tambahan yang diperoleh dalam periode penerapan SBI ini adalahberkemampuannya kebijakan fiskal dalam mempengaruhi inflasi di Indonesia atau dalamtataran teoritis dikenal merupakan karakteristik fiscal theory of price level. Upaya menaikkanpajak oleh pemerintah akan secara efektif memberikan pengaruh terhadap pengendalianinflasi di periode SBI.

Karateristik inflasi berbeda akan terlihat bilamana T-Bills secara penuh telahditerapkan sebagai piranti operasi pasar terbuka guna menggantikan SBI. Hasil simulasimemperlihatkan bahwa kebijakan moneter akan secara efektif mampu mengendalikan inflasisebagaimana yang diyakini oleh kaum monetaris. Dengan asumsi bahwa kebijakan moneteryang diterapkan tersebut adalah kebijakan moneter yang permanen dan un-unticipateddan dibarengi oleh kebijakan fiskal yang berkomitmen terhadap T-Bills yang telah diterbitkanmaka kebijakan moneter ketat akan mampu menurunkan infasi secara permanen.

Dari sisi kebijakan fiskal maka dalam periode penerapan T-Bills ini kebijakan fiskaltidak mampu mempengaruhi pengendalian infasi. Terlepas dari debat yang mengujikesahihan secara empiris karakteristik ‘Ricardian Equivalence’ yang menjadi karakteristikutama dampak kebijakan fiskal dalam periode penerapan T-Bills ini, hasil simulasimenunjukkan bahwa adanya perilaku ekspektasi rasional masyarakat akan secara dominanmenyebabkan kebijakan fiskal tidak memberikan pengaruh signifikan dalam upayapengendalian inflasi.

Implikasi Kebijakan

Implikasi dari hasil kajian menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang ditempuhdalam upaya pengendalian inflasi perlulah memperhatikan bagaimana kebijakan moneterdan fiskal berinteraksi dalam perekonomian (Gordon dan Leeper, 2002). Hal ini pentingmengingat masing-masing kebijakan fiskal dan kebijakan moneter tersebut memilikikarakteristik tersendiri dalam memandang path SBI/T-Bills.

Dengan pemahaman tersebut maka dalam periode SBI saat ini adalah beralasan untuktetap mengendalikan suku bunga SBI agar tidak terlalu tinggi mengingat bila tetapdipertahankan tinggi akan memberikan dampak ke periode depan bagi peningkatan kembaliinflasi. Lebih lanjut bila suku bunga SBI tersebut tetap dipertahankan dalam kisaran tinggisehingga selanjutnya akan dapat semakin meningkatkan biaya dalam pembayaran bungaSBI (dan juga bagi potensi peningkatan kembali uang beredar) maka dikhawatirkan padasatu waktu akan memiliki dampak balik yang kurang baik bagi kredibilitas dan komitmenBank Indonesia dalam menjalankan kebijakan moneter. Bila rumah tangga representativememiliki ekspektasi rasional yang baik tentang kemungkinan terjadinya time inconsistencydari kebijakan moneter ini maka selanjutnya dikhawartirkan pada satu waktu akan semakinmempersulit pengendalian inflasi oleh Bank Indonesia.

Page 74: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

73SBI, T-Bills dan Pengendalian Inflasi

Memperhatikan kekhawatiran tersebut serta hasil kajian di atas adalah ide yang baikuntuk semakin mempercepat realisasi penerbitan T-Bills serta menjadikannya secara penuhsebagai piranti dalam operasi pasar terbuka guna menggantikan peran SBI. Denganpenerapan T-Bills ini secara penuh maka diharapkan efektivitas pengendalian inflasi olehBank Indonesia akan dapat semakin meningkat.

Daftar Pustaka

Agenor, P. dan Peter J. Montiel (1996), Development Macroeconomics (Princeton, NJ: PrincetonUniversity Press)

Agung, J., Rita M., Bambang P. dan Nuroho J.P (2002). “Bank Lending Channel of MonetaryTransmission in Indonesia”, dalam Transmission Mechanisms of Monetary Policy in Indone-

sia, Perry Warjiyo dan Juda Agung, eds. (Bank Indonesia)

Alamsyah, H., Charles J., Juda A., dan Doddy Z. (2001), “Towards Implementation of Infla-tion Targeting in Indonesia”, Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol.37, No.3, 309-324

Bank Indonesia (2003), Laporan Tahunan Bank Indonesia, Jakarta

Boediono (2003), “IMF tak Persoalkan Tertundanya Penerbitan T-Bills”, Bisnis Indonesia, 3Februari.

Drazen, Allan (1985), “Tight Money and Inflation: Further Result”, Journal of Monetary

Economics, 15, January, 113-120

Gordon D.B dan Eric M. Leeper (2002) The Price Level, the Quantity Theory of Money andthe Fiscal Theory of the Price Level, NBER WP 9084

Hanson, Michael S (2000), “The ‘Price Puzzle’ Reconsidered”, Wesleyan University, Sep-tember, mimeo.

Idris, R.Z., Tri Y., Clarita L.I., dan Darsono (2002). “Asset Price Channel of MonetaryTransmission in Indonesia”, dalam Transmission Mechanisms of Monetary Policy in

Indonesia, Perry Warjiyo dan Juda Agung, eds. (Bank Indonesia)

Koncherlakota, Narayana dan Christoper Phelan (1999), “Explaing the Fiscal Theory of thePrice Level”, Federal Reserve Bank of Minneapolis Quarterly Review, Vol. 23 No.4, Fall, 14-23

Kusmiarso, B., Elizabeth S., Andry P., Sudiro P., Dadal A., dan Iss S.H (2002). “Interest RateChannel of Monetary Transmission in Indonesia”, dalam Transmission Mechanisms of

Monetary Policy in Indonesia, Perry Warjiyo dan Juda Agung, eds. (Bank Indonesia)

Page 75: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · permintaan barang dan jasa berkaitan dengan hari ... pada evaluasi pencapaian sasaran inflasi dan sasaran moneter lainnya

74 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2003

Liviatan, Nissam (1984), “Tight Money and Inflation”, Journal of Monetary Economics, 13,January, 5-15

Leeper, Eric M. (1991), “Equilibria under ‘Active’ and ‘Passive’ Monetary and Fiscal Poli-cies”, Journal of Monetary Economics, 27, Februari, 129-147

Leeper, Eric M., (2002) “A Model of Monetary and Fiscal Policy Interactions”. Indiana Uni-versity, unpublished

Ljungqvist, Lars dan Sargent, Thomas J. (2000). Recursive Macroeconomic Theory. (Cambridge,MA: The MIT Press)

Mochtar, Firman (2002), “Macroeconomic Performance and Monetary Policy Response:Indonesia’s Case”. Indiana University, unpublished

Obstfeld, Maurice dan Rogoff, Kenneth (1983). “Speculative Hyperinflations in MaximizingModels: Can We Rule Them Out?” Journal of Political Economy, 91, Agustus, 675-687

Romer, David (1996) Advanced Macroeconomics, (New York, NY: The McGraw - HillCompanies, Inc.)

Sargent, Thomas dan Wallace, Neil (1975), Rational Expectation, the Optimal MonetaryInstrument and Optimal Money Supply Rule, Journal of Political Economy, vol.83, No.2,241-254

Sargent, Thomas J. dan Wallace, Neil (1981). “Some Unpleasent Monetarist Arithmetic”Federal Reserve Bank of Minneapolis Quarterly Review 5, Fall, 1-17

Sims, Christoper A. (1992), “Interpreting of Macroeconomic Time Series Facts: The Effectsof Monetary Policy”, Europeon Economic Review, vol. 36 No.5, 975-1000

Sims, Christoper A. (1997) “Solving Linear Expectation Model”. September, pada http://www.princeton.edu/~sims/

Uhliq, Harald (1999). “A Toolkit for Analysing Nonlinier Dynamic Stochastic Models Eas-ily”, dalam Computational Method for the Study of Dynamic Economies, Ramon Marimondan Andrew Scott, eds. (Oxford, England: Oxford University Press)

Walsh, Carl (2003) Monetary Theory and Policy, 2nd Edition, (Cambridge, MA: The MIT Press)

Woodford, Michael (2001) “Fiscal Requirements for Price Stability” Journal of Money, Credit

and Banking, 33, Agustus, 669-728

Wuryandani, G., Abdul M.I. dan Diah E,H (2002). “Monetary Transmission through Infla-tion Expectation Channel”, dalam Transmission Mechanisms of Monetary Policy in Indone-

sia, Perry Warjiyo dan Juda Agung, eds. (Bank Indonesia)


Recommended