Download docx - Bahan Trauma Kapitis

Transcript

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangDi negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan teknologi dan pembangunan, frekuensi trauma kepala cenderung makin meningkat. Trauma kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma, mengingat bahwa kepala merupakan bagian yang tersering dan rentan terlibat dalam suatu kecelakaan. Kasus trauma kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif, yaitu antara 15-44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan perempuan. Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas dan disusul dengan kasus jatuh terutama pada kelompok usia anak-anak.Trauma kepala adalah cedera pada kepala yang dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit kepala atau tingkat yang paling ringan, tulang tengkorak, duramater, vaskuler otak, sampai jaringan otaknya sendiri; baik berupa luka yang tertutup, maupun trauma tembus.Untuk rujukan penderita cedera kepala, perlu dicantumkan informasi penting seperti: umur penderita, waktu, mekanisme cedera, status respiratorik dan kardiovaskuler, pemeriksaan minineurologis (GCS) terutama nilai respon motorik dan reaksi cahaya pupil, adanya cedera penyerta, dan hasil CT Scan.Pada penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah umum dan kesadaran, sehingga tindakan resusitasi, anmnesa dan pemeriksaan fisik umum dan neurologist harus dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan trauma kepala harus segera ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit.

1.2 Tujuana. Tujuan UmumUntuk memenuhi tugas neurologi.b. Tujuan Khusus Mahasiswa mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada trauma kapitis Mahasiswa mampu melakukan penanganan dan penatalaksanaan yang tepat pada pasien trauma kapitis1.3 Manfaata. Bagi MahasiswaMahasiswa dapat menggunakan ini sebagai bahan acuan dalam memahami dan mempelajari mengenai trauma kapitisb. Bagi MasyarakatBagi masyarakat terutama yang mengalami trauma kapitis akan menambah pengetahuan mengenai penyakit ini beserta pengobatannya. Dengan demikian penderita dapat mengetahui bagaimana tindakan selanjutnya apabila mengalami gejala-gejala yang mengarah pada penyakit tersebut.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Trauma KapitisCidera kepala atau trauma kapitis adalah cidera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.1 Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, sehingga menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Japardi, 2004).12.2 Anatomi Kepala1. Kulit Kepala (Scalp)Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut SCALP yaitu:2a. Skin atau kulitb. Connective Tissue atau jaringan penyambungc. Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung dengan tengkorakd. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgare. PerikarniumJaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dariperikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya perdarahan subgaleal. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehinggabila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkanbanyak kehilangan darah terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan waktuLama untuk mengeluarkannya (American college of surgeon, 1997).22. Tulang TengkorakTulang tengkorak atau kranium terdiri dari kalvarium dan basis kranii, di regio temporal tulang tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata dan tidak teratur sehingga cedera pada kepala dapat menyebabkan kerusakan pada bagian dasar otak yang bergerak akibat cedera akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas tiga fosa yaitu anterior, media dan posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa media tempat lobus temporalis dan fosa posterior adalah ruang bagi batang otak bawah dan serebelum.1,2

Gambar 1. Tulang tengkorak1

3. MeningenSelaput meningen menutupi seluruh permukaan otak, terdiri dari tiga lapisan yaitu: duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat dengan tabula interna atau bagian dalam kranium. Duramater tidak melekat dengan lapisan dibawahnya (araknoid), terdapat ruang subdural.2,3Pada cedera kepala, pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan tabula interna tengkorak, jadi terletak di ruang epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media). Dibawah duramater terdapat araknoid yang merupakan lapisan kedua dan tembus pandang. Lapisan yang ketiga adalah piamater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi diantara selaput araknoid dan piameter dalam ruang sub araknoid.2,34. OtakOtak manusia terdiri dari serebrum, serebelum dan batang otak. Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri (lipatan duramater yang berada di inferior sinus sagitalis superior). Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan.2

Gambar 2. Anatomi Otak3Lobus frontalis berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik). Lobus parietalis berhubungan dengan orientasi ruang dan fungsi sensorik. Lobus temporalis mengatur fungsi memori tertentu. Lobus occipitalis berukuran lebih kecil dan berfungsi dalam penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon, pons dan medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikulasi yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata berada pusat vital kardiorespiratorik yang terus memanjang sampai medula spinalis di bawahnya. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.25. Cairan serebrospinalCairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 30 ml/jam. Pleksus khorideus terletak di ventrikel lateralis baik kanan maupun kiri, mengalir melalui foramen monro ke dalam ventrikel tiga. Selanjutnya melalui akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel ke empat, selanjutnya keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke ruang subaraknoid yang berada diseluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan diserap ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio araknoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio araknoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intra kranial (hidrosefalus komunikans). Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari (Hafidh, 2007)2,4

Gambar 3. Cairan serebrospinal pada otak 36. TentoriumTentorium serebelli membagi ruang tengkorak menjadi supratentorial dan infratentorial. Mesensefalon menghubungkan hemisfer serebri dengan batang otak berjalan melalui celah lebar tentorium serebeli yang disebut insisura tentorial. Nervus oculomotorius(N.III) berjalan di sepanjang tentorium, dan saraf ini dapat tertekan pada keadan herniasi otak yang umumnya dikibatkan oleh adanya massa supratentorial atau edema otak. Bagian otak yang sering terjadi herniasi melalui insisura tentorial adalah sisi medial lobus temporalis yang disebut girus unkus. Herniasi Unkus menyebabkan juga penekanan traktus piramidalis yang berjalan pada otak tengah. Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegia kontralateral dikenal sebagai sindrom klasik herniasi tentorial. Jadi, umumnya perdarahan intrakranial tedapat pada sisi yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi, walaupun tidak selalu.2

7. Vaskularisasi OtakOtak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuksirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluardari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis (japardi,2004).22.3 Fisiologi2.3.1 Tekanan IntrakranialBerbagai proses patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan kenaikan tekanan intrakranial yang selanjutnya akan mengganggu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk terhadap kesudahan penderita. Dan tekanan intrakranial yang tinggi dapat menimbulkan konsekuensi yang mengganggu fungsi otak dan tentunya mempengaruhi pula kesembuhan penderita. Jadi, kenaikan tekanan intrakranial (TIK) tidak hanya merupakan indikasi adanya masalah serius dalam otak tetapi justru sering merupakan masalah utamanya. TIK normal pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136 mmH2O), TIK lebih tinggi dari 20 mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih dari 40 mmHg termasuk dalam kenaikan TIK berat. Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala, semakin buruk prognosisnya.2Tekanan intrakranial (TIK) didefinisikan sebagai tekanan dalam rongga kranial dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak (Joanna Beeckler, 2006). Menurut Morton, et.al tahun 2005, tekanan intrakranial normal adalah 0-15 mmHg. Nilai diatas 15 mmHg dipertimbangkan sebagai hipertensi intrakranial atau peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu otak (sekitar 80% dari volume total), cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan darah (sekitar 10%) (Joanna Beeckler, 2006). MonroKellie doktrin menjelaskan tentang kemampuan regulasi otak yang berdasarkan volume yang tetap (Morton, et.al, 2005). Selama total volume intrakranial sama, maka TIK akan konstan. Peningkatan volume salah satu faktor harus diikuti kompensasi dengan penurunan faktor lainnya supaya volume tetap konstan. Perubahan salah satu volume tanpa diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan menimbulkan perubahan TIK (Morton, et.al, 2005). Beberapa mekanisme kompensasi yang mungkin antara lain cairan serebrospinal diabsorpsi dengan lebih cepat atau arteri serebral berkonstriksi menurunkan aliran darah otak (Joanna Beeckler, 2006). 2Salah satu hal yang penting dalam TIK adalah tekanan perfusi serebral/cerebral perfusion pressure (CPP). CPP adalah jumlah aliran darah dari sirkulasi sistemik yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa yang adekuat untuk metabolisme otak (Black&Hawks, 2005). CPP dihasilkan dari tekanan arteri sistemik rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, dengan rumus CPP = MAP ICP. CPP normal berada pada rentang 60-100 mmHg. MAP adalah rata-rata tekanan selama siklus kardiak. MAP = Tekanan Sistolik + 2X tekanan diastolik dibagi 3. Jika CPP diatas 100 mmHg, maka potensial terjadi peningkatan TIK. Jika kurang dari 60 mmHg, aliran darah ke otak tidak adekuat sehingga hipoksia dan kematian sel otak dapat terjadi (Morton et.al, 2005). Jika MAP dan ICP sama, berarti tidak ada CPP dan perfusi serebral berhenti, sehingga penting untuk mempertahankan kontrol ICP dan MAP (Black&Hawks, 2005). 2Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan: cairan serebrospinal ( 75 ml), dan darah ( 75 ml), otak (1400 g). 2Penyebab peningkatan tekanan intracranial : 21. Volume intrakranial yang meninggi (Adams RD 1989)Volume intrakranial yang meninggi dapat disebabkan oleh: Tumor serebri Infark yang luas Trauma Perdarahan Abses Hematoma ekstraserebral2. Dari faktor pembuluh darahMeningginya tekanan vena karena kegagalan jantung atau karena obstruksi mediastinal superior, tidak hanya terjadi peninggian volume darah vena di piameter dan sinus duramater, juga terjadi gangguan absorpsi cairan serebrospinalis.3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan serebrospinalis, maka dapat terjadi hidrosefalusPatofisiologi peningkatan tekanan intracranial :Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah pemindahan cairan serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak beradaptasi terhadap meningkatnya tekanan tanpa peningkatan TIK dinamakan compliance. Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari kranial adalah mekanisme kompensasi pertama dan utama, tapi lengkung kranial dapat mengakomodasi peningkatan volume intrakranial hanya pada satu titik. Ketika compliance otak berlebihan, TIK meningkat, timbul gejala klinis, dan usaha kompensasi lain untuk mengurangi tekananpun dimulai (Black&Hawks, 2005). 2Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika volume darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60% darah otak hilang, gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah metabolisme otak, sering mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia (Black&Hawks, 2005). 2

Mekanisme kompensasi dari peningkatan tekanan intrakranialObstruksi sirkulasi cairan serebrospinalhidrosefalusHerniasi unkus atau serebelumHerniasi menekan mesensefalonKompresi medulla oblongataPola nafas tidak efektif,Nutrisi kurang dari kebutuhanHenti pernafasan, nausea, muntah proyektilHilangnya kesadaran dan menekan saraf otakTraksi dan pergeseran struktur peka- nyeri dalam rongga intrakranialBertambahnya massa dalam tengkorakPerubahan sirkulasi cairan serebrospinalTerbentuknya edema sekitar tumorGangguan perfusi jaringan serebral, Bersihan jalan napas tidak efektifNyeri kepalaPapiledemaPembengkakan papila saraf optikusKompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan jaringan otak melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau melalui foramen magnum kedalam kanal spinal. Proses ini dinamakan herniasi dan sering menimbulkan kematian dari kompresi batang otak.2

9

Manifestasi klinis peningkatan tekanan intracranial: 21. Nyeri Kepala Nyeri kepala pada tumor otak terutama ditemukan pada orang dewasa dan kurang sering pada anak-anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur, karena selama tidur PCO2 arteri serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari serebral blood flow dan dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranial. Juga lonjakan tekanan intrakranial sejenak karena batuk, mengejan atau berbangkis akan memperberat nyeri kepala. Pada anak kurang dari 10-12 tahun, nyeri kepala dapat hilang sementara dan biasanya nyeri kepala terasa didaerah bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor. Pada tumor didaerah fossa posterior, nyeri kepala terasa dibagian belakang dan leher. 2. Muntah Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa posterior. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk sementara waktu. 3. Kejang Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan merupakan gejala permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak 15%. Frekwensi kejang akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor. Pada tumor di fossa posterior kejang hanya terlihat pada stadium yang lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968) mengemukakan bahwa gejala kejang lebih sering pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri dan jarang ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari himisfer, batang otak dan difossa posterior. 4. Papil edema Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi intrakranial. Karena tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan oklusi vena sentralis retina, sehingga terjadilah edem papil. Barley dan kawan-kawan, mengemukakan bahwa papil edem ditemukan pada 80% anak dengan tumor otak. 5. Gejala lain yang ditemukan: False localizing sign: yaitu parese N.VI bilateral/unilateral, respons ekstensor yang bilateral, kelainann mental dan gangguan endokrin Gejala neurologis fokal, dapat ditemukan sesuai dengan lokalisasi tumor yaitu :i. Tumor lobus frontalisKarakteristik dari tumor lobus frontalis adalah ditemukannya gangguan fungsi intelektual. Ada 2 tipe perubahan kepribadian:-apatis dan masa bodoh-euforiaTetapi lebih sering ditemukan adalah gabungan dari kedua tipe tersebut. Bila masa tumor menekan jaras motorik maka akan menyebabkan hemiplegi kontralateral. Tumor pada lobus yang dominan akan menyebabkan afasia motorik dan disartri.ii. Tumor lobus parietalisTumor pada lobus parietalis dapat menyebabkan bangkitan kejang umum atau fokal, hemianopsia homonim, apraksia. Bila tumor terletak pada lobus yang dominan dapat menyebabkan afasia sensorik atau afasia sensorik motorik, agrafia dan finger agnosia.iii. Tumor lobus temporalisTumor yang letaknya dibagian dalam lobus temporalis dapat menyebabkan hemianopsia kontralateral, bangkitan psikomotor atau bangkitan kejang yang didahului oleh auraolfaktorius, atau halusinasi visual dari bayangan yang kompleks. Tumor yang letaknya pada permukaan lobus dominan dapat menyebabkan afasia sensorik motorik atau disfasia.iv. Tumor lobus oksipitalisTumor lobus oksipitalis umumnya dapat menyebabkan kelainan lapangan pandang kuadrantik yang kontralateral atau hemianopsia dimana makula masih baik. Dapat terjadi bangkitan kejang yang didahului oleh aura berupa kilatan sinar yang tidak berbentuk.v. Tumor fossa posteriorTumor pada ventrikel IV dan serebelum akan menggangu sirkulasi cairan serebrospinalis sehingga memperlihatkan gejala tekanan tinggi intrakranial. Keluhan nyeri kepala, muntah dan papil edem akan terlihat secara akut, sedangkan tanda-tanda lain dari serebelum akan mengikuti kemudian.

2.3.2 Doktrin Monro-KellieAdalah suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan pengertian dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial selalu konstan, karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang tidak mungkin mekar. TIK yang normal tidak berarti tidak adanya lesi masa intrakranial, karena TIK umumnya tetap dalam batas normal sampai kondisi penderita mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase ekspansional kurva tekanan-volume. Nilai TIK sendiri tidak dapat menunjukkan kedudukan pada garis datar kurva berapa banyak volume lesi masanya.2,5Gambar 4. Doktrin Monro-Kellie, kompensasi Intrakranial terhadap masa yang ekspansi. 5Volume intracranial (Vic) adalah jumlah total volume komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak (V br), volume cairan serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl). 2Vic = V br + V csf + V bl (American college of surgeon, 1997)

2.3.3 Aliran Darah Otak (ADO)ADO normal ke dalam otak kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak per menit. Bila ADO menurun sampai 20-25 ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan hilang dan pada ADO 5 ml/100 gr/menit sel-sel otak mengalami kematian dan terjadi kerusakan menetap. Pada penderita non-trauma, fenomena autoregulasi mempertahankan ADO pada tingkat yang konstan apabila tekanan arteri rata-rata 50-160 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata dibawah 50 mmHg, ADO menurun curam dan bila tekanan arteri rata-rata di atas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh darah otak dan ADO meningkat. Mekanisme autoregulasi sering mengalami gangguan pada penderita cedera kepala. Akibatnya, penderita-penderita tersebut sangat rentan terhadap cedera otak sekunder karena iskemia sebagai akibat hipotensi yang tiba-tiba. Sekali mekanisme kompensasi tidak bekerja dan terjadi kenaikan eksponensial TIK, perfusi otak sangat berkurang, terutama pada penderita yang mengalami hipotensi. Karenanya bila terdapat hematoma intra cranial, haruslah dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah yang adekuat tetap harus dipertahankan.2,4

2.4 Mekanisme dan PatofisiologiCidera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung ataupun tidak langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cidera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cidera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematome epidural, subdural dan intraserebral. Cidera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus.1Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat benturan yang disebut coup atau ditempat yang berseberangan dengan benturan (countre coup).1Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat menyebabkan herniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan otak tersebut dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian meninggal.1Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok. Karena itu, pada cedera kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenisasi cukup.1

2.5 Glasgow Coma Scale (GCS)2,3Respon Mata1 tahun0-1 tahun

4Membuka mata spontan Membuka mata spontan

3Membuka mata oleh perintah Membuka mata oleh teriakan

2Membuka mata oleh nyeri Membuka mata oleh nyeri

1Tidak membuka mata Tidak membuka mata

Respon Motorik1 tahun0-1 tahun

6Mengikut perintah Belum dapat dinilai

5Melokalisasi nyeri Melokalisasi nyeri

4Menghindari nyeri Menghindari nyeri

3Fleksi abnormal (decortisasi) Fleksi abnormal (decortisasi)

2Ektensi abnormal (deserebrasi) Ektensi abnormal (deserebrasi

1Tidak ada respon Tidak ada respon

Respon Verbal>5tahun2-5 tahun0-2 tahun

5Orientasi baik dan mampu berkomunikasi Menyebutkan kata-kata yang sesuai Menangis kuat

4Disorientasi tapi mampu berkomunikasi Menyebutkan kata-kata yang tidak sesuai Menangis lemah

3Menyebutkan kata-kata yang tidak sesuai (kasar, jorok)

Menangis dan menjerit Kadang-kadang menangis/ menjerit lemah

2Mengeluarkan suara Mengeluarkan suara lemah Mengeluarkan suara lemah

1Tidak ada respon Tidak ada respon Tidak ada respon

Nilai tertinggi dari pemeriksaan GCS adalah 15 dan terendah adalah 3. Berdasarkan nilai GCS trauma kapitis dapat dibagi atas :KategoriGCSGambaran klinikSkening Otak

Trauma kapitis ringan13-15Pingsan 10 menit, defisit neurologis (-) Normal

Trauma kapitis sedang9-12Pingsan > 10 menit s/d 6 jam, defisit neurologis (+) Abnormal

Trauma kapitis berat3-8Pingsan > 6 jam, defisit neurologis (+) Abnormal

2.6 Klasifikasi Trauma Kapitis6Secara klimis, trauma dibagi atas:2.6.1 Komosio Serebri (gegar otak) 6Gangguan fungsi otak traumatik yang mendadak, bersifat sementara tanpa kelainan patologis yang nyata pada jaringan otak6Diagnosa6 Riwayat trauma kepala Hilang kesadaran < 30 menit (rata-rata 10-15 menit) Disertai keluhan subjektif berupa rasa mual, muntah, vertigo, nyeri kepala dan tampak pucat. Vertigo dan muntah disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat di dalam batang otak. Disertai atau tanpa amnesia retrograd/anterograd tidak lebih dari 1 jam Refleks patologis (-) Tidak ada lesi struktural pada otak observasi dan konservasi saja, karena tidak ada defisit neurologisAnamnesa 6 Traumanya bagaimana Penderita tertabrak mobil, terpelanting, kepala bagian depan terbentur aspal langsung pingsan. Tidak ada lucide interval (masa bebas serangan atau gejala). Bila tdk pingsan lalu pingsan hati-hati kemungkinan adanya epidural/subdural hematom. Penderita sedang duduk tiba-tiba dipukul dari belakang. Kepala dalam keadaan diam dipukul kerusakan besar. Lesi bentur lebih hebat dari lesi kontra. Bila terbentur di dahi tapi occipital lbh parah kemungkinan jatuh terpelanting Setelah sadar penderita merasa pusing, mual, muntah, ada darah keluar dari hidung, mata, telinga.

Pemeriksaan Penunjang6Sampai hari ke-5 pasca trauma dapat dijumpai absolut/relatif limfositopenia. Dapat disertai atau tanpa fraktur basis kranii. EEG normal dan rontgen normal/-Tata Laksana 6 Perawatan6 Bed rest hingga semua keluhan hilang Mobilisasi berangsur-angsur, belajar duduk, berdiri, berjalan dan selanjutnya dipulangkan dengan pesan kontrol seminggu setelah meninggalkan rumah sakit Lama perawatan juga dilakukan terhadap luka atau fraktur yang ada Selama perawatan dilakukan observasi paling sedikit 2 x 24 jam terhadap kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan, gejala tekanan intrakranial meningkat, defisit neurologis yang timbul progresif, pupil mata Pasien pingsan harus dirawat, EEG & rontgen Medikamentosa6 Pengobatan terhadap luka dan perdarahan dengan antibiotik untuk pencegahan : Antikoagulan Ampisilin/amoksisilin Tetrasiklin ATS profilaksis Hemostatistika : Karbasokrom Na-sulfonat (adona AC 17) Asam treneksamat Vit. B1, B6 dan B12 untuk neurologis Obat encephalotropik Pengobatan simptomatik, hanya diperlukan pada keadaan terpaksa/sangat diperlukan : Analgetika : metampyron, paracetamol, asam mefenamat. Antimuntah : metoklopramid, dimenhidrinat (dramamine) Tranquilizer : diazepam

Prognosa6 Sembuh sempurna Sembuh dengan gejala sisa berupa Sindroma Cerebral Post Traumatika, meliputi : Neurosis post traumatika Gangguan emosi, intelektual dan kecerdasan Cephalgia/pusing/vertigo EpilepsiGejala tersebut timbul segera setelah trauma kapitisnya sembuh atau dapat juga jauh sesudahnya.2.6.2 Kontusio Serebri (memar otak) 6Gangguan fungsi otak traumatik yang disertai kelainan patologis yang nyata pada jaringan otak. Pada lesi kontusio terjadi akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif sehingga timblu blockade reversible terhadap lintasan ascenden retikularis difus. Akibat blockade itu kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung. Lesi kontusio menimbulkan gejala deficit neurologic berupa reflex babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. 6Patofisiologi6Proses patologi intrakranial pasca trauma terdapat berbagai tingkatan, mulai dari perdarahan ringan sampai destruksi jaringan otak yang berat yang disusul dengan kematian. Faktor yang bertanggung jawab terhadap proses patologi tsb adalah : Kompresi yang mengakibarkan perubahan tekanan di dalam ruang tengkorak Tension yang menimbulkan pergeseran (proses akselerasi dan deselerasi) isi tengkorak dg akibat : Cedera aksonal difus Cedera polaris yang menyebabkan laserasi otak Putusnya bridging veins Shear, menyebabkan distorsi mendadak sehingga banyak pembuluh darah dan saraf yang rusak.Proses patologi ini bila tidak teratasi akan segera disusul dg terbentuknya edema otak yang makin lama makin hebat, meningkatnya tekanan intrakranial dan herniasi.Bentuk Klinik6Secara klinis dapat dijumpai 3 bentuk : Contusio ringan Contusio sedang Contusio berat, bahkan pada keadaan yg sangat berat dapat segera diakhiri dengan kematian.

Diagnosa6 Riwayat trauma kepala Hilang kesadaran > 30 menit, dapat beberapa jam, hari, minggu, tergantung derajat berat trauma Keluhan subjektif (+) Disertai amnesia, biasanya > 1 hari dan pada keadaan yang sangat hebat dapat > 7 hari. Dijumpai defisit neurologis, berupa refleks patologis (+) : Babinski atau Chadock, kelumpuhan dan lesi saraf otak. Pada keadaan yang sangat berat dimana edema otak sudah demikian hebat disertai meningkatnya tekanan intrakranial maka akan didapatkan gejala/deserebrasi dan gangguan fungsi vital dengan prognosa infaust.

Pemeriksaan Penunjang6 LCS mengandung darah/xanthochrom EEG abnormal. Mula-mula tampak aktivitas gelombang delta difus, kemudian gelombang tsb terlokalisir di area contusio. Pada kasus yang berat EEG abnormal ini dapat menetap sampai beberapa bulan, jadi perlu serial EEG Rontgen kepala sering dijumpai fraktur kranii CT-scan otak dapat dilihat adanya edema otak/perdarahan

Gambar 5. Kontusio Serebri

Tata Laksana6Prinsip ditujukan terhadap 2 hal yaitu efek primer dan sekunder. Tujuannya untuk mencegah/mengatasi edema otak, menurunkan tekanan intrakranial serta memperbaiki aliran darah ke otak sehingga otak terlindungi dari kerusakan lebih lanjut dan proses penyembuhan dipercepat. PerawatanBed rest total, dan lamanya tergantung keadaan klinis. Bila keadaan membaik, mobilisasi berangsur. Perawatan juga dilakukan terhadap luka/fraktur yang ada. Selama perawatan perhatian ditujukan pada : Sistem kardiovaskulerPengawasan sedini mungkin terhadap gangguan sirkulasi seperti tensi dan nadi. Sistem respirasiMenjamin jalan nafas yang lancar dan faal paru yang optimal : Letakkan posisi penderita dalam keadaan terlentang atau miring bergantian dengan kepala menoleh ke samping dengan sedikit ekstensi sekitar 20-30 Pemberian oksigen Isap lendir, kalau perlu pasang pipa endotracheal atau tracheotomi. Pemberian cairan dan elektrolit Menjaga keseimbangan cairan elektrolit. Biasanya pemberian cairan 2-3 hari pertama dibatasi 1500 cc serta disesuaikan dengan keadaan jantung dan suhu. Jika febris maka kenaikan 1, jumlah cairan ditambah 12-15% Cairan yang diberikan dapat berupa glukosa 5% dan NaCl 0,9% dengan perbandingan 3:1 NutrisiCukup kalori. Jumlah makanan harus disesuaikan dengan cairan, elektrolit dan kalori yang dibutuhkan, diperhitungkan bersama-sama dengan cairan infus Infeksi Perhatikan kemungkinan infeksi sekunder Medikamentosa Terapi steroidUntuk mencegah/mengatasi edema otak diberikan kortikosteroid kuur, yaitu deksametazon parenteral Mula-mula 10 mg IV tiap 4 jam Selanjutnya hari II: 5 mg tiap 6 jam hari III: 5 mg tiap 8 jam hari IV: 5 mg tiap 12 jam hari V: 5 mg tiap 24 jam Pemberian transquilizer (bila perlu) & analgetik harus hati-hati beri yg ringan saja. Jangan lebih kuat dari parasetamol Terapi osmotikUntuk efek dehidrasi serebral, dapat diberikan Manitol 20%, dapat diulang sesuai kebutuhan Gliserol 10% dalam larutan NaCl 0,9% Terapi diuretikaUntuk menekan produksi LCS dapat diberikan furosemide atau asetozolamide, tetapi dpt mengganggu keseimbangan asam-basa dan elektrolit Terapi homeostatistikaUntuk mengatasi/mencegah perdarahan lebih lanjut dapat diberikan karbosokrom sodium sulfonat (adona AC 17), asam traneksamat Terapi simptomatik Bila febris, dikompres Muntah dapat diberikan sulfas atropine 0,25 mg subcutan Kejang/sangat gelisah diberikan diazepam IV Terapi profilaksis thdp infeksi Antibiotika : ampisilin/amoksisilin, tetrasiklin ATS profilaksis Neurotropik vitamin dan encephalotropics drugs Vit. B1, B6, B12, E tablet Pyritinol HCl tab/sirup, cutucholine (nicholin)

Terapi SuportifPsikoterapi diberikan pada penderita sadar.

Komplikasi6Akibat lanjut benturan, bila tidak segera diobati akan menimbulkan edema serebri bertambah hebat, tekanan intrakranial meningkat dengan akibat terjadinya herniasi dan disusul dengan kematian penderita.

Prognosa6Tergantung berat-ringan trauma Sembuh sempurna Meninggal dunia akibat kerusakan otak difus dan permanen Memberikan gejala sisa, baik gejala neurofisik atau neuropsikologik Jarang menimbulkan sindroma serebral post traumatik

Gambar 6. Perdarahan Intrakranial

2.6.3 Hematome Epidural6Hematom yang terbentuk karena perdarahan yzng terjadi antara tulang tengkorak (tabula interna) dan duramater (duramater meningealis), waktunya lebih singkat ( 3 jam) dibanding hematom subdural. 6

Patofisiologi6Perdarahan di sini paling sering disebabkan pecahnya a.meningea media akibat trauma kepala area temporoparietal yang biasanya disertai fraktur linier horizontal. Perdarahan tersebut berlangsung cepat sekali sehingga defisit neurologis yang timbul sangat progresif dan bila tidak teratasi maka penderita akan meninggal akibat herniasi.

Diagnosa6 Riwayat trauma kepala Setelah trauma didapat suatu periode bebas gejala yang disebut lucid interval, beberapa jam/hari (tidak lebih dari 3 hari) Lalu disusul dengan penurunan kesadaran dan timbul gejala fokal serebral progresif/gejala lateralisasi seperti papil anisokor (midriasis homolateral), kejang, defisit neurologis seperti hemipharese kontralateral dan refleks patologis (+) Dilanjutkan dengan peninggian tekanan intrakranial dengan tanda-tanda : cephalgia, mual, muntah, pharese n.VI dupleks, papil edema.

Pemeriksaan Penunjang6 LCS jernih dengan tekanan meninggi EEG normal, tampak perlambatan fokal sampai difus Rontgen kepala sering ditemui fraktur linier pada sisi hematom Arteriografi karotis terlihat hematom berupa area avaskuler berbentuk konveks/semilunair/bulan sabit antara jaringan otak dan tulang kranium Ct-scan otak tampak hematom berupa area hiperdens

Gambar 7. Hematome EpiduralTata Laksana6Begitu diagnosa ditegakkan segera kirim ke bagian bedah syaraf untuk tindakan operatif segera.

Komplikasi6Bila tidak segera dioperasi, edema serebri akan bertambah hebat, tekanan intrakranial makin meningkat. Selanjutnya terjadi herniasi yang disusul dengan kematian penderita.Prognosa6Mortalitas hampir 100% dan lebih dari 50% pada kasus yang diobati disebabkan keterlambatan dalam menegakkan diagnosa dan sebagian lagi memang karena beratnya kerusakan jaringan otak yang terjadi.

2.6.4 Hematome Subdural6Hematome yang terbentuk karena perdarahan yang terjadi antara duramater dan arakhnoid (di dalam ruang sub arakhnoid), waktunya lebih panjang jadi masih ada waktu untuk pengobatan/operasi.

Patofisiologi6Hematom terbentuk secara perlahan-lahan bahkan dapat lama disebabkan robeknya bridging veins (vena) akibat trauma kepala terutama daerah frontoparietal, yg bisa meluas ke daerah temporal atau oksipital. Gejala klinik timbul bila hematom cukup besar dan telah mengadakan pendesakan thdp otak.Bentuk Klinik6 Hematom subdural akut (lucid interval 1-3 hari) Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang melambat, serta gelisah Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera batang otak. Hematom subdural subakut Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan tingkat kesadaran Hematom subdural kronis (lucid interval > 2 minggu) Terjadi karena luka ringan Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membrane vaskuler dan secara perlahan-lahan ia meluas Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik

Diagnosa6Mirip dengan epidural. Bedanya perjalanan penyakitnya lebih lama, dapat beberapa hari, minggu, bulan atau lebih lama lagi.

Pemeriksaan Penunjang6 LCS jernih dengan tekanan meninggi mengandung darah/xantochrom EEG abnormal, tampak perlambatan fokal sampai difus Rontgen kepala adanya pergeseran dari glandula Pincalis Arteriografi karotis terlihat hematom berupa area avaskuler berbentuk bikonveks antara jaringan otak dan tulang kranium

Gambar 8. Hematome SubduralKomplikasi6Jika diagnosa dapat segera ditegakkan dan tindakan operatif cepat dilakukan maka komplikasi tidak akan terjadi.

Prognosa6 Hematom subdural akut : mortalitas 90% Hematom subdural subakut : mortalitas 20% dan kasus post operatif 75% sembuh dengan baik Hematom subdural kronis : biasanya post operatif bisa sembuh dengan baik

2.6.5 Perdarahan Subarakhnoid6Perdarahan ruang subarakhnoid yg terjadi karena : Pecahnya pembuluh darah di daerah subarakhnoid Pecahnya pembuluh darah di luar subarakhnoid yg kemudian mengisi ruang subarakhnoid, mis : contusio cerebri, perdarahan intraserebral.

Etiologi6 Non traumatikSpontan, akibat pecahnya aneurisma. Disebut perdarahan subarakhnoid primer. TraumatikAkibat trauma kepala. Disebut perdarahan subarakhnoid sekunder.

Gambar 9. Perdarahan SubarakhnoidPatofisiologi6Perdarahan yang mengisi ruang subarakhnoid akan mengiritasi selaput otak. Sedangkan pembuluh darah yang pecah akan menimbulkan daerah bagian distalnya mengalami iskemik atau infark sehingga dijumpai defisit neurologis.

Diagnosa6Gejala dijumpai dari tingkat yg paling ringan sampai yang paling berat, tergantung beratnya perdarahan yang terjadi. Dimulai dengan keluhan sakit kepala ringan yang makin lama makin hebat Kemudian disertai Tanda Rangsang Meningeal (TRM) : kaku kuduk, kernig sign (+) Selanjutnya pada keadaan berat akan dijumpai : Gangguan kesadaran sampai koma Defisit neurologis : hemipharese, refleks patologis Kejang : rigiditas deserebrasi, gangguan pernapasan dan dilatasi pupil

Pemeriksaan Penunjang6LCS mengandung darah/xanthochrom

Tata Laksana6 PerawatanBed rest total Medikamentosa Hemostatistika : karbosokrom Na-sulfonat (adona AC), asam treksamat Metabolic activator : citicholine (nicholin), pyritinol mesylate (hidrogin) Neurotonika : vit. B1, B6, B12, E tab/injeksi Fisioterapi Bila ada gejala sisa neurofisik seperti hemipharese dapat dilakukan fisioterapi

Prognosa6Pada bentuk ringan, prognosa lebih baik daripada bentuk yang berat. Bahkan pada bentuk yang berat sekali dapat menyebabkan kematian.

2.6.6 Fraktur Cranii6Pembagian klinik61. Fraktur cranii tertutupa. Fraktur linierb. Fraktur multiplec. Fraktur impresi Tanpa defisit neurologis Dengan defisit neurologis Tindakan operatif hanya pada fraktur impresi yang disertai defisit neurologis, selebihnya hanya konservatif.

Gambar 10. Fraktur Cranii Impresi

2. Fraktur Cranii terbukaa. Segera kirim ke bagian bedah syaraf untuk tindakan operatif, kecuali fraktur basis cranii sebagian besar dilakukan tindakan konservatif.

2.6.7 Fraktur Basis Cranii6Fraktur cranii terbuka/komplikata yang terjadi di dasar tengkorakDiagnosa6 Riwayat trauma kepala Keluhan subjektif (+) Gejala akibat fraktur tergantung lokalisasi, bisa di fossa cranii anterior atau media. Gejala penyerta : comosio cerebri, contusio cerebri, hematome epidural atau subdural Hilang kesadaran +/- bila (+) fraktur basis bersama-sama combusio atau contusio, tergantung kesadaran, bila (-) fraktur basis murni tapi jarang Khas : Perdarahan/likwore dari hidung, mulut dan telinga. Pada telinga kadang disertai cairan. Tulis serinci-rincinya telinga berdarah, lihat apa daun telinganya robek, bila iya bukan fraktur basis. Bila mulut berdarah karena ada gigi yang lepas, juga bukan fraktur basis. Hematome tergantung letak kerusakan di fossa mana. Kebiruan di sekitar kelopak mata (monocele hematome : untuk satu mata ; Brill hematome : untuk dua mata) Gejala lesi nn.craniales (lesi n.IX-XII hampir tdk pernah dijumpai) Refleks Babinski (+) Defisit neurologis (-) Kelainan neurologis tergantung tempat fraktur, bisa terjadi gangguan penciuman atau pendengaran periksa nn. craniales Kebiruan di belakang telinga Battle sign

Pemeriksaan Penunjang6 LCS bercampur darah EEG sesuai dengan jenis trauma kapitis penyertanya Rontgen 60% tidak terlihat karena daerah basis yang kompleks

Tata Laksana6 Perawatan Bed rest total, kepala ditahan dengan bantal pasir dengan posisi perdarahan/likwore di sebelah atas Perawatan terhadap perdarahan/likwore, jika perlu konsul ke THT

Medikamentosa Hemostatistika : karbosokrom Na-sulfonat (adona AC), asam treksamat Antibiotik adekuat diberikan guna menghadapi ancaman komplikasi meningitis : ampisilin, amoksisilin. Harus diberikan antibiotik dosis tinggi karena pada fraktur basis terdapat celah yang memungkinkan terjadi infeksi. Jika dengan contusio beri KIR Obat-obat yang ditujukan untuk gejala penyertaKomplikasi6Karena fraktur terbuka komplikasi yang sering terjadi meningitis.Prognosa6Tergantung berat-ringannya fraktur yang terjadi dan jenis trauma kapitis penyerta. Sembuh sempurnaMeninggalkan gejala sisa berupa lesi nn.Craniales dan sindroma cerebral post traumatika.ALGORITME TRAUMA KEPALA10

2.7 Pemeriksaan penunjang6,8,102.7.1 Foto Rontgen polosPada trauma kapitis perlu dibuat foto rontgen kepala dan kolumna vertebralis servikalis. Film diletakkan pada sisi lesi akibat benturan. Bila lesi terdapat di daerah oksipital, buatkan foto anterior-posterior dan bila lesi pada kulit terdapat di daerah frontal buatkan foto posterior-anterior. Bila lesi terdapat pada daerah temporal, pariental atau frontal lateral kiri, film diletakkan pada sisi kiri dan dibuat foto lateral dari kanan ke kiri. Kalau diduga ada fraktur basis kranii, maka dibuatkan foto basis kranii dengan kepala menggantung dan sinar rontgen terarah tegak lurus pada garis antar angulus mandibularis (tulang rahang bawah). Foto kolumna vertebralis servikalis dibuat anterior-posterior dan lateral untuk melihat adanya fraktur atau dislokasi. Pada foto polos tengkorak mungkin dapat ditemukan garis fraktur atau fraktur impresi. Tekanan intrakranial yang tinggi mungkin menimbulkan impressions digitae.

2.7.2 Compute Tomografik Scan (CT-Scan) CT-Scan diciptakan oleh Hounsfield dan Ambrose pada tahun 1972. Dengan pemeriksaan ini kita dapat melihat ke dalam rongga tengkorak. Potongan-potongan melintang tengkorak bersama isinya tergambar dalam foto dengan jelas. Indikasi pemeriksaan CT-Scan pada penderita trauma kapitis : 1. Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak menghilang setelah pemberian obat-obatan analgesia/anti muntah2. Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi intracranial disebandingkan dengan kejang general3. Penurunan GCS lebih dari 1 point dimana factor-faktor ektrakranial telah disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock, febris, dll)4. Adanya lateralisasi5. Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan6. Luka tembus akibat benda tajam dan peluru7. Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS8. Bradikardia (Denyut nadi kurang dari 60x/menit)

2.7.3 MRI (Magnetic Resonance Imaging) MRI dapat memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas. Beberapa keuntungan MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : lebih baik dalam menilai cedera sub-akut, termasuk kontusio, shearing injury, dan sub dural hematoma, lebih baik dalam menilai dan melokalisir luasnya kontusio dan hematoma secara lebih akurat karena mampu melakukan pencitraan dari beberapa posisi, dan lebih baik dalam pencitraan cedera batang otak. Sedangkan kerugian MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu: membutuhkan waktu pemeriksaan lama sehingga membutuhkan alat monitoring khusus pada pasien trauma kapitis berat, kurang sensitif dalam menilai perdarahan akut, kurang baik dalam penilaian fraktur, perdarahan subarachnoid dan pneumosefalus minimal dapat terlewatkan.

BAB IIIKESIMPULAN

Trauma kepala bisa menyebabkan kematian tetapi juga penderita bisa mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi.Terjadinya trauma kepala, kerusakan dapat terjadi dalam dua tahap, yaitu cedera primer yang merupakan akibat yang langsung dari ruda paksa dan cedera sekunder yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahp lanjutan dari kerusakan otak primer.Kerusakan otak seringkali menyebabkan kelainan fungsi yang menetap, yang bervariasi tergantung kepada kerusakan yang terjadi, apakah terbatas (terlokalisir) atau lebih menyebar (difus). Kelainan fungsi juga tergantung kepada bagian otak mana yang terkena.Gejala yang terlokalisir bisa merupakan perubahan dalam gerakan, sensasi, berbicara, penglihatan, dan pendengaran. Berbagai fungsi otal dapat dijalankan ole beberapa area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Utama, Herry SY, Diagnosis and Treatment of Head Injury. (www.herryyudha.com/2012/07/cidera-kepala-diagnosa-dan.html)2. American Collage of Surgeons, Advance Trauma Life Suport For Doctors, 7th Edition. United States of America, 2004.3. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning System LLC, 2003.4. Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurology Fungsional, bagian dua. Gajah Mada University Press, 2004.5. Narayan RK, Wilberger JE, Povlishock JT (eds): Neurotrauma. New York, McGraw-Hill, 2004.6. Gunawan, Billy Indra, Trauma Kepala dalam Neurologi II. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang.7. Harsono, Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajah Mada University Press, 2003.8. Iskandar J, Cedera Kepala, PT Dhiana Populer. Kelompok Gramedia, Jakarta, 2007.9. Sidharta P, Mardjono M, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2005.10. Bajamal AH. Perawatan Cidera Kepala Pra Dan Intra Rumah Sakit. In : Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf. 2005

34