Transcript
Page 1: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Definisi Konsep dan Pendakatan Teori

2.1.1 Teori-Teori

Webster’s Third New International Dictionary mendefinisikan teori

sebagai suatu susunan yang saling berkaitan tentang hipotesis, konsep, dan prinsip

pragmatis untuk memberikan kerangka acuan yang digunakan untuk memecahkan

permasalahan atau menjawab dan/atau menjelaskan atas pertanyaan tentang suatu

permasalahan dan/atau fenomena tertentu (Harahap, 2011). McDonald dalam

Harahap (2011) memberikan tiga elemen teori, yaitu:

1. membuat kode sebagai simbol fenomena;

2. mengombinasikannya sesuai dengan peraturan, dan;

3. menerjemahkannya ke dalam fenomena yang sebenarnya terjadi.

Menurut Deegan (2004) dalam Suaryana (2011) terdapat beberapa teori

yang melandasi perlunya pengungkapan aspek lingkungan di dalam laporan

keuangan perusahaan. Memang, di Indonesia belum terdapat peraturan yang

menerangkan secara khusus soal penyampaian pertanggungjawaban lingkungan

kepada publik. Teori stakeholder dan teori legitimasi dapat digunakan sebagai

dasar perlunya pengungkapan aspek lingkungan dalam laporan keuangan

perusahaan.

2.1.1.1 Teori Stakeholder

Dalam teori stakeholder, sebuah perusahaan tidak hanya beroperasi untuk

kepentingan bisnisnya sendiri, namun juga kepada keberlangsungan pihak-pihak

lain yang terkait dengan perusahaan tersebut (stakeholder). Dengan demikian,

keberhasilan operasional suatu perusahaan bergantung pada kepedulian

perusahaan tersebut terhadap pemangku kepentingannya (Ghazali dan Chariri,

2007).

Freeman dan Reed (1983) dalam Freeman (1993) menyatakan bahwa

dalam stakeholder, terdapat dua pengertian. Pengertian yang pertama adalah

stakeholder dalam arti sempit, yakni pihak-pihak yang mempunyai peran vital dan

9

Page 2: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

memengaruhi keberlanjutan suatu organisasi dalam usaha mencapai

kesuksesannya. Dalam pengertian yang kedua, atau dalam arti luas, stakeholder

didefinisikan sebagai pihak-pihak yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh suatu

organisasi. Gambar 2.1 di bawah ini menunjukkan hubungan suatu organisasi

dengan stakeholder-nya, yang oleh Freeman (1993) disebut masih konvensional.

Gambar 2.1 Stakeholder Model of the Corporation

Sumber: Freeman, R. E. (1993). Stakeholder Theory of the Modern Corporation. New York:

Columbia University Press.

Selanjutnya, Freeman (1993) mengajukan konsep teori stakeholder dalam

korporasi modern (stakeholder theory of the modern corporation). Pada batasan

ini, nilai-nilai normatif dimasukkan ke dalam teori stakeholder. Nilai-nilai

normatif ini meliputi doctrain of fair contracts, feminist standpoint theory, dan

ecological principles. Doctrain of fair contracts merupakan pandangan yang

masih berkaitan dengan konsep stakeholder konvensional, atau masih dalam

kerangka bisnis secara umum. Feminist standpoint theory mengajukan

pemahaman bahwa setiap perusahaan harus senantiasa memerhatikan value-

creating activity, sehingga mampu menciptakan rasa peduli kepada sosial.

Ecological principles memasukkan unsur lingkungan ke dalam konsep teori

stakeholder, karena menurut Mark Starik dalam Freeman (1993), salah satu

10

The Corporation

Management

Local Communities

Customers

Employees

Suppliers

Owners

Page 3: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

landasan dasar diperlukannya teori stakeholder adalah karena perusahaan

mengesampingkan aspek lingkungan dalam setiap kegiatan bisnisnya. Ketiga

konsep ini dapat dilihat dalam Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Tiga Konsep Pokok dalam Teori Stakeholder Modern

Corporations ougth to be governed...

Managers ought to act...

The value disciplines of “value

creation” are...Doctrine of fair contracts

...in accordance with the six principles.

...in the interests of stakeholders.

-business theories-theories that explain stakeholder behavior

Feminist standpoint theory

...in accordance with the principles of caring/connection and relationships.

...to maintain and care for relationships and networks of stakeholders.

-business theories-feminist theory-social science understanding of networks

Ecological principles

...in accordance with the principles of caring for the earth.

...to care for the earth.

-business theories-ecology-other

Sumber: Freeman, R. E. (1993). Stakeholder Theory of the Modern Corporation. New York:

Columbia University Press.

Dengan demikian, lingkungan merupakan salah satu aspek bisnis yang

tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Perusahaan mempunyai kepentingan terhadap

lingkungannya, khususnya tempat perusahaan itu melakukan kegiatannya.

Hal ini sama dengan konsep triple bottom line yang sekarang ini menjadi

perhatian utama setiap perusahaan. Organisasi asal Inggris, SustainAbility, dalam

Holmes (2002) menjelaskan triple bottom line sebagai konsep yang

mengupayakan perusahaan untuk tidak hanya fokus pada usaha pencarian

keuntungan semata, namun juga kepada sosial dan lingkungannya. Hal ini

menjadi penting karena konsep ini akan mengubah suatu perusahaan menjadi

perusahaan yang mempunyai sustainalibity yang bagus. Hal ini diperkuat dengan

adanya teori legitimasi yang diajukan oleh beberapa pakar (yang akan dijelaskan

pada subbab selanjutnya).

Dalam ilmu manajemen strategik, Barney dan Hesterly (2010) juga

menjelaskan bahwa kemauan dan kemampuan suatu perusahaan dalam

mempertahankan lingkungan sekitarnya merupakan strategi perusahaan yang

11

Page 4: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

ditempuh sebagai salah satu cara untuk meningkatkan citra perusahaan di mata

publik. Dengan meningkatnya citra perusahaan di mata publik, maka perusahaan

akan memiliki akses yang lebih besar untuk mendapatkan konsumen, sehingga

pendapatan perusahaan pun juga akan ikut meningkat.

2.1.1.2 Teori Legitimasi

Suchman (1995) dalam Tilling (2004) memberikan definisi legitimasi

sebagai berikut ini: “Legitimacy is a generalized perception or assumption that

the actions of an entity are desirable, proper, or appropriate within some socially

constructed system of norms, values, beliefs, and definitions.”

Beberapa ahli juga memberikan batasan terkait legitimasi, seperti oleh

Matthew (1993) dan Hybels (1995). Matthew (1993) menjelaskan posisi suatu

organisasi dengan legitimasi yang akan diterimanya sebegai berikut:

“Organisations seek to establish congruence between the social

values associated with or implied by their activities and the norms

of acceptable behaviour in the larger social system in which they

are a part. In so far as these two value systems are congruent we

can speak of organisational legitimacy. When an actual or

potential disparity exists between the two value systems there will

exist a threat to organisational legitimacy.”

Sama halnya seperti Suchman (1995) dan Matthew (1993), Hybels (1995)

memberikan penjelasan mengenai legitimasi dengan lebih detail sebagai berikut:

“Legitimacy often has been conceptualized as simply one of many

resources that organizations must obtain from their environments.

But rather than viewing legitimacy as something that is exchanged

among institutions, legitimacy is better conceived as both part of

the context for exchange and a by-product of exchange. Legitimacy

itself has no material form. It exists only as a symbolic

representation of the collective evaluation of an institution, as

evidenced to both observers and participants perhaps most

convincingly by the flow of resources. … resources must have

symbolic import to function as value in social exchange. But

12

Page 5: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

legitimacy is a higher-order representation of that symbolism – a

representation of representations.”

Dari berbagai penjelasan di atas, dapat ditarik satu kesimpulan umum

bahwa teori legitimasi menyatakan suatu perusahaan membutuhkan legitimasi

(pengakuan dari pihak lain) terkait dengan usaha yang dilakukannya agar

perusahaan tersebut mampu menjalankan operasinya secara berkelanjutan. Untuk

mndapatkan legitimasi ini, suatu perusahaan harus melakukan berbagai tindakan

seperti melaksanakan peraturan, baik yang ditentukan oleh peemrintah maupun

masyarakat setempat, hingga kegiatan yang berhubungan dengan konservasi

lingkungan. Dengan demikian, suatu perusahaan akan mendapatkan legitimasi

sehingga dapat menjalankan usahanya dengan lancar.

2.1.2 Ruang Lingkup Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu aspek yang senantiasa harus

diperhatikan oleh organisasi maupun akuntan. Alasan mengapa organisasi dan

akuntan harus memerhatikan lingkungan adalah karena banyak para stakeholder

perusahaan baik dari sisi internal maupun eksternal menunjukkan peningkatan

kepekaannya terhadap kinerja lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan,

khususnya perusahaan sektor swasta. Hal ini menyebabkan adanya tekanan

lingkungan pada perusahaan. Tekanan lingkungan ini sebenarnya menjadi peluang

yang baik bagi perusahaan untuk menciptakan stratagi yang baru serta mendorong

efisiensi biaya untuk mengelola dan meminimalisasi dampak lingkungan. Secara

internasional, tekanan lingkungan yang ada meliputi beberapa hal berikut ini,

seperti dikutip dari Ikhsan (2009):

1. Tekanan supply chain, seperti perusahaan besar yang mengharuskan

peralatan mereka sesuai dengan standar sistem manajemen lingkungan

(SML) berlandaskan pada standar organisasi internasional.

2. Tekanan pengungkapan dari berbagai stakeholder terhadap perusahan-

perusahaan untuk melaporkan kinerja lingkungan publik mereka pada akun

keuangan tahunan dan pelaporan atau dalam pengungkapan laporan kinerja

lingkungan perusahaan, sebagai contoh lewat Guidelines of the Global

Reporting Initiative; contoh lainnya adalah tekanan keuangan lewat

13

Page 6: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

worldwide growth of socially responsible investment (SRI) funds, sistem

rating investasi seperti the Dow Jones Sustainability Index dan kebijakan

yang mengharuskan pengungkapan investasi.

3. Tekanan pengendalian regulasi, sebagai contoh the RoHS Directive, a

European Union regulation yang secara langsung digunakan pada subtansi

hazardous tertentu dalam peralatan listrik dan elektrik yang dijual di

Eropa.

4. Tekanan pajak lingkungan, sebagai contoh, pemerintah mengenakan pajak

terkait lingkungan seperti pajak karbon, pajak penggunaan energi, pajak

tanah, dan pembayaran emisi lainnya.

5. Tekanan cap dan perdagangan, seperti cap emisi dan aspek perdagangan

dari Protokol Kyoto.

Pada dasarnya, lingkungan, baik itu udara (armosfer), air (hidrosfer), tanah

(litosfer), maupun organisme (biosfer), merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan. Sebagai contohnya, suatu kejadian pada lingkungan tanah dapat

berdampak pada lingkungan air, dan begitu seterusnya hingga membentuk suatu

siklus. Elemen-elemen lingkungan tersebut tidak dapat dipisahkan secara mutlak

karena merupakan suatu kesatuan ekosistem (Soemirat, 2011).

Manusia sebagai salah satu faktor yang berperan penting dalam

lingkungan, mengambil peran yang signifikan bagi keberlanjutan lingkungan.

Bagaimanapun juga, manusia tidak bisa dilepaskan dari lingkungan untuk setiap

kegiatan yang dilakukannya. Perkermbangan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang diprakarsai oleh manusia menciptakan hubungan yang semakin serius antara

manusia dengan lingkungan. Suatu pola hubungan timbal balik antara

pembangunan yang dilakukan oleh manusia dengan lingkungan dapat dilihat

dalam Gambar 2.2 berikut (Soemirat, 2011).

14

Page 7: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

Gambar 2.2 Hubungan Timbal Balik Lingkungan dan Pembangunan

Sumber: Soemirat, J. (2011). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Pemerintah Indonesia juga mempunyai berbagai program lingkungan yang

dirancang untuk dapat mengakomodasi keperluan di masa mendatang. Program-

program yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, serta dikoordinasikan oleh

Bapedal meliputi (Ikhsan, 2009):

1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

2. Program Kali Bersih (PROKASIH)

3. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

4. ADIPURA

5. Produksi Bersih (PRODUKSIH)

6. Program Penilaian Kinerja Lingkungan (PROPER)

7. Pengembangan Audit Lingkungan

8. Pengendalian Dampak Skala Kecil

9. Pengendalian Kerusakan Lingkungan

10. Pengendalian Pencemaran Kerja

11. Pengendalian Pencemaran Laut dan Pesisir

12. Pembinaan Laboratorium Lingkungan

15

ManusiaFloraFauna

Teknologi

Limbah

Barang

Jasa

Limbah

Kesejahteraan Masyarakat

dan Keseimbangan

Lingkungan

Page 8: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

13. Pengembangan Sumber Daya Manusia dan di Bidang Pengendalian

Dampak Lingkungan

14. Ekolabel

15. Sistem Informasi Bapedal

16. Pengembangan Instrumen-Instrumen Ekonomi

2.1.2.1 Lingkungan Udara (Atmosfer)

Atmosfer adalah lingkungan udara, yakni udara yang melingkupi planet

Bumi ini, dan mempunyai mempunyai komposisi yang didominasi oleh nitrogen

(N2) dan oksigen (O2) serta beberapa kandungan gas lain dalam komposisi yang

lebih sedikit, seperti air (H2O) dan karbondioksida (CO2) (Soemirat, 2011;

Ahrens, 2009). Atmosfer memiliki peranan penting bagi kelangsungan hidup

manusia karena di dalamnya terdapat gas oksigen yang digunakan untuk bernapas.

Karena atmosfer ini adalah udara, maka manusia tidak dapat melihat gas, namun

bisa merasakan gerakan udara dalam bentuk angin (Ahrens, 2009).

Struktur komposisi gas yang membentuk atmosfer, khususnya yang dekat

dengan permukaan Bumi dapat dilihat dari Tabel 2.2 berikut ini (Ahrens, 2009).

16

Page 9: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

17

Page 10: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

2.1.2.1.1 Kerusakan Lingkungan Udara

Sebagai lingkungan yang berinteraksi langsung dengan kegiatan manusia,

atmosfer sangat rentan terhadap pencemaran yang dilakukan oleh manusia.

Sebagai salah satu contohnya, saat ini lapizan ozon (lapizan yang mengabsorbsi

sebagian sinar ultraviolet dan secara tidak langsung mengubahnya menjadi panas;

lapisan ozon merupakan lapisan udara yang berada pada lapisan stratosfer, satu

lapisan di atas lapisan troposfer, dan di bawah mesosfer dan termosfer) di

Antartika telah menipis sebesar 90%. Penipisan yang signifikan ini diperkirakan

mempunyai luas sebesar daratan Amerika Serikat, dan dikenal dengan lubang

ozon (ozone hole). Dengan demikian, jumlah sinar ultraviolet yang sampai ke

permukaan Bumi menjadi semakin banyak (Rowland, 1987, dalam Soemirat,

2011).

Penyebab utama penipisan pada lapisan ozon ini adalah Chloro-Fluoro-

Carbon (CFC) yang sintetis. CFC mulai diproduksi pada tahun 1920 dan

digunakan oleh sektor industri sejak tahun 1930. Beberapa jenis CFC yang sering

digunakan adalah sebagai berikut (Soemirat, 2011):

1. CFC12 banyak digunakana sebagai zat pendingin lemari es dan pendingin

ruangan (air conditioner).

2. CFC11 yang dipakai dalam proses busa pada pembuatan karet busa, baik

yang lunak maupun yang keras.

3. CFC13 yang digunakan sebagai pembersih peralatan elektronik karena

kemampuannya untuk memasuki celah-celah yang kecil dan melarutkan

minyak.

4. Kombinasi CFC11 dan CFC12 yang digunakan dalam aerosol.

Selain itu, terdapat pula beberapa zat kimia yang menjadi pencemar udara.

Beberapa zat itu antara lain (Soemirat 2011): sulfur dioksida (SO2) yang

bersumber dari gunung api, pembusukan bahan organik oleh mikroba, dan reduksi

sulfat secara biologis; nitrogen oksida (N2O) yang berasal dari proses

pembakaran, khususnya pembakaran pada kendaraan bermotor; karbon

monoksida (CO) yang berasal dari pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-

bahan yang mengandung karbon atau oleh pembakaran di bawah temperatur dan

tekanan tinggi seperti yang terjadi dalam mesin (internal combustion engine);

18

Page 11: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

hidrogen sulfida (H2S) yang berasal dari gunung berapi dan dekomposisi zat

organik; hidrokarbon yang berasal dari hampir setiap kegiatan serta proses alami

yang dilakukan oleh manusia. Selain itu terdapat pula partikulat, jelaga,

mikroorganisme, dan kebisingan yang sama-sama mampu mengurangi kualitas

udara.

Beberapa bencana pencemaran udara yang terkenal di dunia antara lain

dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini:

Tabel 2.3 Bencana Udara Terkenal di Dunia

Lokasi Sumber/Jenis Pencemar

Jumlah Penderita/Kematia

n

Kelainan

Meuse Valley, Belgia, 1930

Industri baja, dll/ SO2, F, Oksida

6000/60 Peradangan jaringan paru-paru

Yokohama, Jepang, 1946

Industri, pemanas rumah

Tidak diketahui Asthma, Emphysema

Donora, USA, 1949

Logam, debu industri baja, dll/ SO2, sulfat

5910/20 Kelainan jaringan paru-paru

London, Inggris, 1952

Industri, pemanas rumah

Tidak diketahui/4000 Kelainan jaringan paru-paru

New York, USA, 1953

Industri, kendaraan bermotor, pemanas rumah

Morbiditas naik/165 Kelainan paru-paru dan jantung

Poza Rica, Mexico, 1950

Kilang minyak 320/22 Kelainan paru-paru, susunan saraf pusat

New Orleans, USA, 1955

Industri gandum 200 per hari/2 Asthma

Sumber: Purdom, (1971), Setrn, (1977), dan Soemirat (2011) dalam Soemirat (2011)

2.1.2.1.2 Pengelolaan Lingkungan Udara

Setiap ada pembicaraan mengenai kebersihan kualitas udara maupun

pencemaran udara, terdapat tiga kelompok manusia, yaitu, (i) mereka yang selalu

menginginkan udara bersih, (ii) mereka yang ingin memanfaatkan udara dengan

kapasitas membersihkan dirinya (self purification process), sebagai tempat untuk

19

Page 12: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

membuang segala sesuatu yang dapat dimasukkan ke dalam atmosfer, sampai

terjadi efek buruk yang nyata, (iii) dan mereka yang baru saja mengerti tentang

baik-buruknya kedua pendapat di atas (masyarakat luas). Oleh karena itu,

diperlukan suatu kesepakan bersama dalam melakukan pengelolaan udara

(Soemirat, 2011).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 dikenal sebagai peraturan

mengenai pengelolaan lingkungan secara umum. Terkait dengan udara, Lampiran

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 memberikan

standar khusus untuk beberapa parameter zat kimia tertentu. Standar tersebut

dikenal dengan istilah baku mutu udara. Dengan diberlakukannya baku mutu ini,

maka berarti bahwa unsur-unsur yang melebihi standar akan disebut tercemar, dan

bukan lagi terkotori, sehingga tidak akan terjadi lagi gangguan kesehatan terhadap

manusia, hewan, dan tumbuhan karena kadar berbagai zat yang tidak terlampaui

(Soemirat, 2011).

Selain itu, sarana dan prasarana juga diperlukan sebagai fasilitas untuk

dapat mengendalikan kualitas udara, termasuk pula alat-alat pembersih gas buang.

Alat-alat pembersih gas buang sekarang sudah banyak tersedia, antara lain filter,

electrostatic precipitator, cyclones, kolektor mekanis, scrubbers, adsorbers,

pembakar atau after burner, dan lainnya (Soemirat, 2011).

2.1.2.2 Lingkungan Air (Hidrosfer)

Sebesar 71% dari permukaan Bumi adalah air, dengan komposisi lautan

97,2%, es dan gletser 2,1%, air tanah 0,61%, air permukaan 0,009%, pelembab

tanah 0,005%, air di atmosfer 0,001% (Mannahan, 1972, dalam Soemirat, 2011;

Fetter, 1994, dalam Kusumayudha, 2008). Air merupakan bagian terbesar di

permukaan Bumi dan menjadi komponen penting bagi kelangsungan hidup

manusia. Kehilangan 15% kadar air dalam tubuh saja dapat mengakibatkan

kematian (Soemirat, 2011). Oleh karena itu, air merupakan sumber daya yang

harus dikelola dengan baik dan hati-hati.

Air di permukaan Bumi bukanlah suatu sistem yang statis. Air mengalami

proses yang berkelanjutan karena sifat air yang mampu menjadi padat dan gas. Di

dalam hidrologi (ilmu yang mempelajari tentang air), siklus ini dinamakan siklus

20

Page 13: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

hidrologi (Williams, 2004). Siklus hidrologi dapat dilihat dalam Gambar 2.3

sebagai berikut (Sungkowo, 2007):

Gambar 2.3 Siklus Hidrologi

Sumber: Sungkowo, A. (2007). Dinamika Bumi. Pembekalan Olimpiade Sains Nasional:

Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.

Dari sekian banyak manfaat air, jumlah air yang betul-betul dikonsumsi

oleh manusia hanya sebagian kecil saja, yakni yang tergolong penyediaan air

minum/bersih. Sebagian besar air digunakan sebagai media, misalnya penyediaan

air bersih ini sebagian besar akan kembali ke alam sebagai air bekas cucian, bekas

membersihkan rumah, bekas membuang kotoran, bekas mandi, dan lainnya. Jadi,

air sangat berpengaruh terhadap kebersihan dan juga kesehatan manusia. Di

samping itu, pemanfaatan air untuk kegiatan lain justru lebih besar daripada

konsumsi. Bahkan, orang lebih mementingkan air untuk keperluan irigasi

daripada untuk air minum, terutama di daerah pedesaan (Soemirat, 2011).

2.1.2.2.1 Kerusakan Lingkungan Air

Ada beberapa hal yang dapat merusak lingkungan air antara lain: zat

pengikat oksigen, pupuk tanaman, material tersuspensi, zat kimia penyebab

21

Page 14: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

masalah khusus, dan panas (Soemirat, 2011). Zat pengikat oksigen biasanya

adalah zat kimia organik yang banyak digunakan oleh mikroorganisme sebagai

bahan makanannya. Kualitas air akan terganggu oleh zat pengikat oksigen ini

apabila transfer oksigen dari udara ke air berjalan dengan lambat daripada

penggunaannya karena adanya proses biokimia yang dilakukan oleh zat pengikat

oksigen.

Pupuk yang paling banyak digunakan adalah pupuk dengan kandungan

nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Pupuk yang biasanya digunakan di

daerah pertanian ini tidak semuanya terpakai dan sebagian akan terbuang ke

perairan, baik lewat saluran irigasi, keluaran, maupun melalui permukaan air

secara langsung. Karena kandungan pupuk ini juga bermanfaat bagi tanaman air,

maka tanaman air juga akan mendapatkan nutrisi bagi pertumbuhannya. Hal ini

mengakibatkan pertumbuhan tanaman air yang cepat, sehingga menutup

permukaan air dari terpaan sinar matahari dan transfer oksigen dari udara.

Material tersuspensi adalah materi yang mempunyai ukuran lebih besar

daripada molekul/ion yang terlarut. Material tersuspensi ini mempunyai efek yang

tidak bagus bagi kualitas air. Material tersuspensi akan membuat air menjadi

keruh, sehingga mikroorganisme di dalam air kurang mendapatkan asupan cahaya

dan oksigen. Padahal, mikroorganisme ini berperan penting dalam ekosistem

perairan. Material tersuspensi juga dapat menggumpal dan mengendap sehingga

menyebabkan terganggunya saluran air.

Panas merupakan contoh pengotoran air oleh zat fisik. Buangan panas

terutama dikeluarkan oleh industri besar, yang menggunakan energi panas untuk

mesin-mesin dan setiap proses yang dilakukan. Panas yang dibuang ke lingkungan

air tentu akan memengaruhi kualitas perairan tersebut. Keseimbangan eskosistem

yang ada dalam lingkungan air bisa saja terganggu karena temperatur yang

meningkat dari batas ideal.

2.1.2.2.2 Pengelolaan Lingkungan Air

Pengelolaan lingkungan air harus dilakukan dengan mengelola

pemanfaatan sumber daya air secara integratif. Tiga aspek yang harus

diperhatikan adalah (i) penghematan dan konservasi, (ii) minimalisasi pengotoran

22

Page 15: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

dan pencemaran, dan (iii) maksimalisasi daur ulang dan pemanfaatan kembali. Di

samping itu, pengelolaan lingkungan air juga harus senantiasa memerhatikan tiga

standar yang dikenal dalam lingkungan air, yakni standar desain, standar kinerja,

dan standar prosedural (Soemirat, 2011; Sawyer dan McCarty, 1978)

Air buangan juga menjadi bahasan panting dalam pengelolaan lingkungan

air. Berbagai cara pengolahan air buangan dapat diterapkan berdasarkan

kualitasnya. Pada umumnya, pengolahan air buangan dilakukan secara bertahap,

seperti dikutip dalam Soemirat (2011):

1. Pengolahan awal atau preliminary treatment adalah pengolahan yang

dilakukan untuk mencegah komplikasi pengolahan selanjutnya, dan untuk

mengurangi kegiatan pemeliharaan peralatan.

2. Pengolahan primer ialah pengolahan untuk menghilangkan semua benda

terapung dan sebagian besar benda tersuspensi.

3. Pengolahan sekunder ialah pengolahan biologis seperti pengolahan dengan

lumpur aktif, kolam oksidasi, trickling filter, lagoon storage dan aerasi,

land spreading, dan seterusnya.

4. Apabila pengolahan ini belum cukup, maka dapat dilakukan pengolahan

kimiawi (pengolahan tersier) secara khusus, untuk menghilangkan zat-zat

kimia yang berbahara, zat organik yang persisten, dan seterusnya.

2.1.2.3 Litosfer

Litosfer merupakan bagian dari planet Bumi yang paling luar dengan

ketebalan 65-100 kilometer (Williams, 2004). Lapisan paling atas dari litosfer

merupakan lapisan yang sangat tipis, yakni lapisan tanah. Lapisan tanah ini

mencakup 29% dari permukaan bumi atau sekitar 14.800 juta hektare (Buringh,

1979 dalam Soemirat, 2011).

Tanah merupakan bagian paling tipis dari seluruh lapisan Bumi, namun

pengaruhnya sangat besar bagi kelangsungan hidup manusia. Bagaimanapun juga,

manusia dalam melakukan aktivitasnya selalu menginjakkan kaki di tanah.

Lapisan tanah terdiri dari beberapa horizon (Mannahan, 1972 dalam Soemirat,

2011). Horizon paling atas disebut dengan top soil (horizon A), di bawahnya ada

23

Page 16: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

sub soil (horizon B), dan kemudian terdapat horizon C yang terdiri atas pelapukan

batuan, dan di bawahnya lagi ada batu-batuan atau bedrock.

Tanah ini pada umumnya gembur, terdiri atas mineral padat, zat organik

(5%), air dan rongga-rongga udara. Sifat tanah inilah yang memungkinkan adanya

interaksi antara litosfer dengan lingkungan lainnya, yakni air, udara, dan

organisme.

2.1.2.3.1 Kerusakan Lingkungan Tanah

Ancaman utama terhadap kualitas tanah adalah limbah, baik yang

dihasilkan oleh perusahaan, organisasi nirlaba, maupun rumah tangga. Lebih

spesifik lagi, limbah tersebut dalam bentuk sampah. Litosfer digunakan manusia

sebagai tempat pembuangan limbah padat atau sampah yang bersifat padat.

Padahal di dalamnya bisa saja terdapat sampah yang berbahaya (Soemirat, 2011).

Sampah yang berbahaya adalah sampah yang karena jumlahnya, atau

konsentrasinya, atau karena sifat kimiawi, fisika, dan mikrobiologinya dapat:

meningkatkan mortalitas dan morbiditas secara bermakna, atau menyebabkan

penyakit yang tidak reversibel ataupun sakit berat yang pulih/reversibel, atau;

berpotensi menimbulkan bahaya sekarang maupun di masa yang akan datang

terhadap kesehatan atau lingkungan apabila tidak diolah, ditranspor, disimpan,

dan dibuang dengan baik (The Resource Conservation and Recovery Act, 1978

dalam Soemirat, 2011).

Adanya limbah beracun dan berbaya juga dapat mengganggu ekosistem

lingkungan tanah. Lebih parahnya lagi, apabila terdapat sampah yang tidak

dikelola dengan baik, maka terjadi kemungkinan adanya penumpukan zat

anorganik di dalam tanah. Hal ini tentu berakibat pada kesehatan manusia, dan

keberlangsungan generasi manusia, selain tatanan lingkungan lainnya (Soemirat,

2011).

2.1.2.3.2 Pengelolaan Lingkungan Tanah

Khusus pada penanganan sampah, teknik pembuangan sampah dapat

dilihat dari asal pembuangan sampah hingga sampah tersebut berakhir di tempat

pembuangan akhir. Usaha pertama adalah pemilahan, mengurangi sampah pada

24

Page 17: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

sumbernya, baik dari segi kualitas maupun kuantitas dengan melakukan beberapa

hal sebagai berikut (Soemirat, 2011):

1. Meningkatkan pemeliharaan dan kualitas barang sehingga tidak cepat

menjadi sampah.

2. Meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku.

3. Meningkatkan penggunaan bahan yang dapat terurai secara alami,

misalnya pembungkus plastik diganti dengan pembungkus kertas.

Untuk selanjutnya, sampah ditransfer ke tempat pembuangan sampah

sementara dengan media transportasi yang memadai dan sesuai lingkungan.

Sebelum dimusnahkan, sampah dapat pula diolah terlebih dahulu, sesuai dengan

kualitas masing-masing sampah. Pada pembuangan akhir terdapat dua teknik,

yakni landfarming dan landfilling. Landfarming dilakukan dengan cara

composting secara anaerobik di dalam tanah sehingga tanah bisa menjadi subur.

Pada landfilling, tanah digunakan sebagai tempat pembuangan akhir tanpa adanya

pemanfaatan kembali.

Pada pertemuan yang membahas persampahan antara berbagai organisasi

internasional, yakni International Reference Center for Waste Disposal (IRCWD),

World Bank Regional Water and Sanitation Group of East Asia and the Pacific

(RWSGEAP), WHO-Western Pacific Regional Center (WHO-PEPAS)

menghasilkan tiga pokok penting yang harus diperhatikan di masa mendatang,

yakni:

1. Pengumpulan sampah dari masyarakat.

2. Composting yang terdesentralisasi.

3. Pembuatan pedoman yang realistis dan aman untuk pembuangan sampah

kota

2.1.2.4 Biosfer

Biosfer merupakan lingkungan yang terdiri dari kelompok flora dan fauna,

terkecuali manusia (Soemirat, 2011). Dalam biosfer ini terdapat hukum

termodinamika atau hukum kekekalan energi. Hukum ini menyatakan bahwa

energi itu tidak dapat diciptakan maupun dihancurkan, akan tetapi hanya berubah

dari satu bentuk ke bentuk yang lain (konversi energi); dan bahwa tidak ada

25

Page 18: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

konversi energi yang sempurna/100% (Coventry, 1975; Berry, 1974 dalam

Soemirat, 2011). Hukum ini berlaku pula pada rantai makanan, yang mana

manusia sebagai konsumen puncak dalam rantai makanan tersebut.

Peran biosfer sangat penting bagi manusia, terutama sebagai sumber

pangan (sumber energi). Kekurangan sumber pangan dapat mengakibatkan gizi

buruk dan kelaparan, dan tentunya akan mengancam keberlangsungan kehidupan

manusia itu sendiri. Bahkan, makanan yang tercukupi pun masih dapat

menyebabkan penyakit karena tidak higienis (Soemirat, 2011).

Pada dasarnya kerusakan yang terjadi pada ruang lingkup biosfer berkaitan

erat dengan kerusakan yang terjadi pada ruang lingkup atmosfer, hidrosfer, dan

litosfer. Hal ini dikarenakan flora dan fauna sebagai faktor utama pembentuk

biosfer hidup dalam tiga ranah lingkungan itu (Soemirat, 2011).

Untuk pengelolaan biosfer sendiri juga sama halnya seperti pengelolaan

lingkungan-lingkungan lainnya. Prinsip yang digunakan adalah model Man and

Biosphere, dengan tekanan pada pemeliharaan, peningkatan, perbaikan dari

biodiversitas di berbagai ekosistem, sesuai dengan konvensi biodiversitas

(Soemirat, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa peran manusia menjadi sangat

penting bagi kualitas lingkungannya.

2.1.3 Akuntansi Lingkungan

2.1.3.1 Definisi dan Batasan Akuntansi

Menurut Wild, Shaw, dan Chiapetta (2011), akuntansi adalah sebuah

sistem informasi dan pengukuran yang di dalamnya terdapat serangkaian proses

identifikasi, pencatatan, dan komunikasi terhadap informasi yang relevan, dapat

diandalkan, dan dapat dibandingkan dalam kegiatan (bisnis) sebuah organisasi.

Mengidentifikasi aktivitas bisnis memerlukan beberapa hal untuk dilakukan,

yakni memilah transaksi dan kejadian yang relevan dari sebuah organisasi.

Pencatatan dilakukan dengan mencatat kegiatan dan transaksi dalam satuan mata

uang untuk kemudian diklasifikasikan dan disarikan ke dalam format yang baku.

Proses komunikasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menyusun laporan

keuangan yang dibutuhkan oleh pihak-pihak terkait. Selain itu juga dibutuhkan

serangkaian analisis dan interpretasi atas laporan yang telah dikeluarkan.

26

Page 19: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

Komunikasi yang dilakukan terhadap pelaporan keuangan memiliki

keterkaitan dengan dua pihak berkepentingan, atau istilah lainnya adalah

pengguna (user) dari laporan keuangan tersebut. Oleh sebab itu, pengguna laporan

keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni pengguna eksternal dan

pengguna internal. Pengguna eksternal meliputi investor, kreditor, masyarakat,

pemerintah, auditor eksternal, konsumen, dan pemegang saham. Akuntansi yang

digunakan untuk melakukan pelaporan keuangan kepada pihak eksternal sering

disebut dengan istilah akuntansi keuangan (financial accounting). Pengguna

internal meliputi jajaran manajemen, staf, auditor internal, dan semua yang terkait

dengan operasional bisnis di dalam perusahaan. Akuntansi yang digunakan untuk

melakukan pelaporan keuangan kepada pihak internal sering disebut dengan

istilah akuntansi manajemen (Wild, Shaw, dan Chiapetta, 2011)

Akuntansi sebagai sebuah sistem, Romney dan Steinbart (2009)

mendefinisikan sistem sebagai serangkaian komponen yang saling terhubung dan

saling memengaruhi untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Sebuah sistem

mempunyai subsistem yang berfungsi untuk menjalankan tugasnya masing-

masing, sehingga gabungan dari setiap kinerja subsistem akan memengaruhi

keberhasilan sistem tersebut dalam mencapai tujuan.

Ikhsan (2009) memberikan definisi akuntansi sebagai suatu sistem untuk

menghasilkan informasi keuangan yang digunakan oleh para pemakainya dalam

proses pengambilan keputusan bisnis. Dengan demikian, akuntansi merupakan

serangkaian proses di dalam kegiatan bisnis yang bermuara pada laporan

keuangan.

Definisi lain juga dapat dilihat dalam buku A Statement of Basic

Accounting Theory seperti dikutip langsung dari Harahap (2011) berikut ini:

“Proses mengidentifikasikan, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi

sebagai bahan informasi dalam hal mempertimbangkan berbagai alternatif dalam

mengambil kesimpulan oleh para pemakainya.”

American Institute of Certified Public Accounting (AICPA) juga

memberikan definisi akuntansi seperti dikutip dalam Harahap (2011): “Akuntansi

adalah seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu

27

Page 20: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

dan dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian yang umumnya

bersifat keuangan dan termasuk menafsirkan hasil-hasilnya.”

Akuntansi sebagai sebuah proses mempunyai arti bahwa proses yang

terjadi meliputi pengolahan data sejak terjadinya transaksi hingga informasi

dilaporkan. Data yang diperoleh dari kegiatan transaksi kemudian dimasukkan ke

dalam proses pengolahan data untuk mendapatkan output berupa informasi.

Informasi inilah yang nantinya akan dilaporkan kepada pihak-pihak yang

membutuhkan (Harahap, 2011). Kegiatan yang dilalaui dalam proses akuntansi

adalah dapat dilihat dalam Gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.4 Elemen Pengolahan Data

Sumber: Howard F. Stettler Auditing Principples, Prentice Hall 1978 hlm. 47 seperti dikutip

oleh Harahap (2011).

2.1.3.2 Konsep Akuntansi Lingkungan

Ikhsan (2009) menyatakan bahwa akuntansi lingkungan merupakan istilah

yang mempunyai rentang batasan yang luas, sehingga dapat dikategorikan sebagai

berikut:

1. Penilaian dan pengungkapan aspek lingkungan terkait dengan informasi

keuangan dalam konteks akuntansi keuangan dan pelaporannya.

28

Informasi dilaporkan

Catatan diklasifikasikan

Catatan transaksi secara kronologis

Transaksi dicatat (manual/mekanis EDP)

Transaksi dilaksanakan

Transaksi disetujui (tertulis maupun lisan)

Page 21: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

2. Penilaian dan penggunaan lingkungan terkait dengan informasi fisik dan

keuangan dalam konteks akuntansi manajemen lingkungan.

3. Estimasi atau dampak eksternal lingkungan dan biaya-biaya, atau sering

mengacu pada konsep Full Cost Accounting (FCA).

Pada dasarnya, penjelasan mengenai akuntansi lingkungan harus

mengikuti beberapa faktor yang berkaitan dengan penilaian aspek lingkungan

untuk pelaporan keuangan. Beberapa faktor tersebut antara lain (Ikhsan, 2009):

1. Biaya konservasi lingkungan, yang diukur dengan menggunakan nilai

satuan mata uang.

2. Keuntungan konservasi lingkungan, yang diukur dengan menggunakan

unit fisik.

3. Keuntungan ekonomi dari kegiatan konservasi lingkungan, yang diukur

menggunakan nilai satuan mata uang.

Martusa (2009) memberikan gambaran mengenai akuntansi lingkungan

sebagai sarana untuk melaporkan operasional suatu lembaga, baik negara, kota,

perusahaan, maupun organisasi yang dikaitkan dengan lingkungan. Tujuan

diterapkannya akuntansi lingkungan adalah untuk memberikan informasi terkait

dengan kinerja lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Pengungkapan

kinerja lingkungan ini menjadi penting karena adanya teori stakeholder yang

menyatakan bahwa perusahaan sebagai entitas bisnis juga memiliki tanggung

jawab terhadap lingkungan. Apabila kinerja lingkungan perusahaan tidak

diungkapkan, maka dampak yang terjadi adalah adanya boikot dari masyarakat

terhadap perusahaan terkait. Apabila hal ini terjadi, maka perusahaan akan

mengalami kebangkrutan dan tidak memiliki nilai keberlanjutan dalam

menjalankan kegiatan operasionalnya.

Sementara itu, United States Environmental Protection Agency/US EPA

(2009) memberikan batasan akuntansi lingkungan sebagai berikut:

“Environmental accounting in the context of national income

accounting refers to natural resource accounting, which can entail

statistics about a nation’s or region’s consumption, extent, quality,

and valueof natural resources, both renewable and non-renewable.

Environmental accounting in the context of financial accounting

29

Page 22: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

usually refers to preparation of financial reports for external

audiencies using Generally Accepted Accounting Principles.

Environmental accounting as an aspect of management accounting

serves business managers in making capital investment decisions,

costing determinations, process/product design decisions,

performance evaluations, and a host of other forward-looking

business decisions.”

Akuntansi lingkungan juga sering disebut dengan istilah green accounting,

seperti yang dilakukan oleh Astuti (2012), yang memberikan definisi akuntansi

lingkungan sebagai pengungkapan konsekuensi dari suatu peristiwa yang terkait

dengan lingkungan di dalam laporan keuangan perusahaan. Green accounting

merupakan sarana untuk melaporkan kegiatan lingkungan yang dilakukan oleh

perusahaan di dalam laporan keuangan. Tujuannya adalah untuk memberikan

informasi kepada pihak-pihak terkait bahwa perusahaan tersebut telah

melaksanakan kegiatan operasionalnya yang sejalan dengan perlindungan

lingkungan.

Ginsberg dan Paul (2004) membuat matriks antara perusahaan dengan

lingkungan hidup. Setiap faktor dalam matriks tersebut mempunyai hubungan

terkait dengan substansi pada segmen green market dan diferensiasi pada tingkat

green yang ditentukan. Matriks dapat dilihat seperti Gambar 2.5 berikut ini:

30

Page 23: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

Gambar 2.5 Matriks Antara Perusahaan dan Kinerja Lingkungan

Sumber: Ginsberg, J.M. dan Paul N.B. (2004). Choosing The Right Green Marketing

Strategy. MIT Sloan Management Review.

Berikut ini adalah penjelasan dari matriks di atas yang dikutip dari Astuti

(2009):

Lean green mencoba menjadi bagian sosial yang baik, akan tetapi mereka

tidak fokus terhadap publikasi pada penciptaan produk yang ramah lingkungan

seperti yang dikehendaki masyarakat. Walaupun demikian, mereka termotivasi

untuk mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi melalui aktivitas yang ramah

lingkungan. Tujuan dilakukannya hal ini semata-mata untuk kepentingan bisnis,

yakni untuk menciptakan persaingan yang kompetitif dalam hal produk yang

berasal dari biaya yang rendah (low-cost). Mereka melakukan peningkatan

efisiensi melalui aktivitas lingkungan bukan karena tujuan untuk kelestarian

lingkungan.

Defensive green menggunakan aspek lingkungan sebagai bahan pemasaran

mereka, sehingga mereka seringkali diasosiasikan dengan green marketing. Green

marketing tersebut seringkali digunakan sebagai upaya preventif atau respon

terhadap krisis yang muncul dari perusahaan kompetitor. Mereka berusaha untuk

selalu meningkatkan image perusahaan dengan promosi yang mengunggulkan

lingkungan. Akan tetapi, terkadang langkah-langkah yang mereka lakukan hanya

bersifat sporadis dan temporer, karena motif untuk melakukannya hanyalah untuk

31

Page 24: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

kepentingan kompetisi bisnis dengan perusahaan pesaing. Mereka menyadari

bahwa industri ramah lingkungan merupakan lahan yang sangat potensial. Mereka

juga memiliki berbagai program yang mengarah pada konservasi lingkungan,

sehingga mereka akan memiliki argumen ketika dikritik oleh aktivis lingkungan

maupun perusahaan pesaing.

Shaded green menyadari bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor

dalam kesatuan kegiatan bisnis. Mereka mempunyai pemikiran bahwa lingkungan

merupakan kesempatan yang baik bagi perusahaan untuk mengembangkan

inisiatif kebutuhan-kebutuhan produk dan teknologi yang dihasilkan dalam proses

yang mengutamakan persaingan yang menguntungkan. Mereka mempunyai

kemampuan untuk membedakan diri mereka dengan perusahaan lain, akan tetapi

mereka memilih untuk tidak melakukannya karena mereka masih fokus pada

pencarian profit daripada isu-isu lingkungan. Shaded greens pada prinsipnya

melakuka promosi secara langsung kelebihan yang dapat dihitung berkaitan

dengan produk mereka dan menjual produk melalui saluran penjualan yang utama.

Keuntungan dari produk yang berkenaan dengan produk ramah lingkungan hanya

dipromosikan sebagai faktor pendukung saja.

Extreme green mempunyai paradigma bahwa lingkungan merupakan satu

kesatuan yang tidak terpisahkan dalam suatu kegiatan bisnis. Oleh sebab itu,

mereka akan senantiasa memasukkan aspek lingkungan dalam setiap kegiatan

operasional yang dilakukan. Mereka menyadari bahwa produk dan kegiatan yang

mengacu pada kelestarian akan mendatangkan keuntungan, baik dalam bentuk

materi finansial maupun non-finansial. Praktik yang terjadi tersebut mencakup

pendekatan penentuan harga, pengelolaan lingkungan yang berbasis pada TQM

dan tentang pengelolaan untuk masalah lingkungan.

Menurut Suartana (2009), akuntansi lingkungan merupakan sebuah

kegiatan klasifikasi pembiayaan yang dikeluarkan oleh perusahaan terkait dengan

konservasi lingkungan, yang kemudian diungkapkan dalam pos-pos lingkungan.

Akuntansi lingkungan juga bisa dianalogikan sebagai kerangka kerja pengukuran

kuantitatif atas biaya yang telah dikeluarkan terhadap pelestarian lingkungan.

Menurut Lindrianasari (2007) dalam Suartana (2009), konservasi lingkungan yang

32

Page 25: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

dilakukan oleh perusahaan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok sebagai

berikut:

1. Konservasi terhadap kondisi yang berpengaruh terhadap kesehatan

makhluk hidup dan lingkungan hidup yang berasal dari polusi udara,

polusi air, pencemaran tanah, kebisingan, getaran, bau busuk, dan lain

sebagainya.

2. Konservasi terhadap kondisi yang berpengaruh secara menyeluruh seperti

pemansan global, penipisan lapisan ozon, serta pencemaran laut.

3. Konservasi terhadap sumber daya (termasuk air). Konservasi ini dapat

dilakukan dengan cara mengurangi penggunaan bahan kimia yang dapat

mencemari lingkungan, mengendalikan sampah dari kegiatan produksi

perusahaan, dan penggunaan material dari hasil daur ulang.

Menurut Sahid dalam Yuliusman (2008) dalam Debora dan Ismail (2011),

terdapat beberapa pengertian akuntansi lingkungan karena ada beberapa ilmuwan

yang memberikan pengertian dalam arti luas maupun sempit. Secara umum atau

pengertian secara luas, istilah lingkungan yang digunakan dalam akuntansi

lingkungan meliputi proses-proses sebagai berikut:

1. Mengenali, mencari dan kemudian mengurangi efek-efek lingkungan

negatif dari pelaksanaan praktik laporan yang konvensional.

2. Mengenali secara terpisah biaya-biaya dan penghasilan yang berhubungan

dengan lingkungan dalam sistem laporan yang konvensional.

3. Mengambil langkah-langkah aktif untuk menyusun inisiatif-inisiatif untuk

memperbaiki efek-efek lingkungan yang timbul dari praktik-praktik

laporan konvensional.

4. Merencanakan bentuk-bentuk baru sistem laporan finansial dan non-

finansial, sistem informasi, dan sistem pengawasan untuk lebih

mendukung keputusan manajemen yang secara lingkungan tidak

berbahaya.

5. Mengembangkan bentuk-bentuk baru dalam betuk kinerja, pelaporan, dan

penilaian untuk tujuan internal dan eksternal.

6. Mengenali, menguji, mencari, dan memperbaiki area-area yang mencakup

kriteria finansial konvensional dan kriteria lingkungan bertentangan.

33

Page 26: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

7. Mencoba cara-cara agar sistem keberlanjutan dapat dinilai dan

digabungkan menjadi kebiasaan yang berhubungan dengan organisasi.

Akuntansi lingkungan sendiri juga memiliki maksud dan tujuan,

sebagaimana dinyatakan oleh Pramanik et.al. dalam Sadjiarto (2011) dalam

Debora dan Ismail (2011) sebagai berikut:

1. Mendorong pertanggungjawaban entitas dan meningkatkan

transparansi lingkungan.

2. Membantu entitas dalam menetapkan strategi untuk menanggapi isu

lingkungan hidup dalam konteks hubungan entitas dengan masyarakat

dan terlebih dengan kelompok-kelompok penggiat (activist) atau

penekan (pressure group) terkairt isu lingkungan.

3. Memberikan citra yang lebih positif sehingga entitas dapat

memperoleh dana dari kelompok dan individu ‘hijau’, seiring dengan

tuntutan etis dari investor yang semakin meningkat.

4. Mendorong konsumen untuk membeli produk hijau dan dengan

demikian membuat entitas memiliki keunggulan pemasaran yang lebih

kompetitif dibandingkan dengan entitas yang tidak melakukan

pengungkapan.

5. Menunjukkan komitmen entitas terhadap usaha perbaikan lingkungan

hidup.

6. Mencegah opini negatif publik mengingat perusahaan yang berusaha

pada area yang berisiko tidak ramah lingkungan pada umumnya akan

menerima tentangan dari masyarakat.

Socio economic accounting (SEA) merupakan istilah lain yang juga sering

digunakan untuk menjelaskan akuntansi lingkungan. Pada akuntansi

konvensional, yang menjadi fokus perhatian adalah pencatatan dan pengukuran

yang berkaitan dengan kegiatan transaksi dengan pelanggan, lembaga, atau

organisasi lain (reciprocal transaction). Namun pada akuntansi lingkungan, aspek

sosial lingkungan dan dampak (externalities) juga merupakan fokus utama

perusahaan (Harahap, 2011).

Ahmed Belkaoui dalam Harahap (2011) menyatakan socio economic

accounting sebagai berikut:

34

Page 27: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

SEA timbul dari penerapan akuntansi dalam ilmu sosial, ini

menyangkut pengaturan, pengukuran analisis, dan pengungkapan

pengaruh ekonomi dan sosial dari kegiatan pemerintah dan

perusahaan. Hal ini termasuk kegiatan yang bersifat mikro dan

makro. Pada tingkat makro bertujuan untuk mengukur dan

mengungkapkan kegiatan ekonomi dan sosial negara mencakup

social accounting dan reporting peranan akuntansi dalam

pembangunan ekonomi. Pada tingkat mikro bertujuan untuk

mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap

lingkungannya, mencakup financial dan managerial accounting,

serta social auditing.

Walaupun demikian, socio economic accounting tidaklah sama dengan

social accounting, yakni pengukuran mengenai bagaimana efisiensi suatu sistem

ekonomi berfungsi dan memberikan data periodik yang menyangkut indikasi

posisi suatu negara menyangkut ukuran externalities itu. Socio economic

accounting mempunyai ranah yang lebih luas karena meliputi juga lingkungan

(Harahap, 2011).

2.1.3.3 Pengukuran dalam Akuntansi Lingkungan

Pengukuran dalam akuntansi lingkungan merupakan bahasan yang

tergolong rumit. Hal ini disebabkan karena pengukuran dilakukan pada objek

yang memiliki dampak positif dan dampak negatif, yang mana transaksinya

bersifat uncomplete cycle, non-reciprocal, dan belum memengaruhi posisi

keuangan perusahaan. Tentu hal ini berbeda dengan akuntansi konvensional yang

dilakukan pengukuran jika suatu transaksi sudah memengaruhi posisi keuangan

perusahaan (Harahap, 2011).

Midwest Research Insitute (MRI) (Belkaoui, 1985 dalam Harahap, 2011)

melakukan studi mengenai keterkaitan polusi udara dengan bahan, lingkungan,

dan makhluk hidup yang terkena polusi. Kerugian ekonomis yang ditimbulkan

dapat diukur menggunakan rumus berikut:

Q = P x N x F x R

35

Page 28: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

dengan keterangan:

Q : kerugian akibat polusi

P : produksi dalam dolar

N : umur ekonomis dari suatu bahan yang dinilai berdasarkan

penggunaannya

F : faktor rata-rata tertimbang sebagai persentase bahan yang menimbulkan

polusi udara

R : faktor tenaga kerja yang menggambarkan nilai bahan yang dipakai dan

nilai yang masih ada

Sedangkan kerugian yang terjadi pada tanah akibat adanya polusi dapat

dihitung menggunakan rumus:

L = Q x V

dengan keterangan:

L : kerusakan lahan

Q : nilai bahan yang menyebabkan polusi sebagaimana rumus di atas

V : nilai interaksi tanah per tahun

Pengukuran dalam akuntansi lingkungan ini masih menjadi bahan

penelitian para ahli karena kerumitannya, dan hubungannya yang erat dengan

disiplin ilmu lain. Namun demikian, informasi yang akan dilaporkan dalam socio

economic reporting dilakukan dengan berbagai metode pengukuran sebagai

berikut (Harahap, 2011):

1. Menggunakan penelitian yang menggunakan opportunity cost approach,

yakni pengukuran berdasarkan dampak nyata yang dapat diukur secara

fisik.

2. Menggunakan kuesioner, survai, wawancara, dan sebagainya kepada

masyarakat yang diindikasi terkena dampak lingkungan perusahaan.

3. Menggunakan hubungan antara kerugian massal dan permintaan untuk

barang perorangan dalam menghitung jumlah kerugian masyarakat.

4. Menggunakan reaksi pasar dalam menentukan harga.

36

Page 29: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

Sebagai contoh, berikut ini terdapat metode pengukuran yang digunakan

untuk menaksir keuntungan dari suatu kawasan rekreasi (Calawsen dan Knetsch

dalam Belkaoui, 1985 dalam Harahap, 2011):

1. Metode harga maksimum (maximum price method), yakni

penaksiran dari seluruh jumlah yang dibayarkan oleh pengunjung.

2. Metode pengeluaran kotor (gross expenditure method), yakni

penaksiran dari keseluruhan jumlah yang dibelanjakan oleh

pengunjung selama melakukan rekreasi.

3. Harga pasar ikan (market value of fish method), yakni penaksiran

dilakukan dari harga ikan yang ditangkap oleh pengunjung selama

rekreasi.

4. Metode harga pokok (cost method), yakni penaksiran yang

dilakukan dengan dengan menyamakan keuntungan yang diperoleh

dari suatu kawasan rekreasi dengan harga pokok pembangunannya.

5. Metode harga pasar (market value method), yakni penaksiran yang

menggunakan harga pasar atau harga yang dibebankan di daerah

rekreasi lainnya.

6. Metode wawancara langsung (direct interview method), yakni

memberikan pertanyaan secara langsung kepada para pengunjung,

berapa mereka bersedia membayar karena mengunjungi daerah

rekreasi itu.

2.1.3.4 Pelaporan dalam Akuntansi Lingkungan

Terdapat beberapa teknik pelaporan akuntansi lingkungan, seperti

diungkapkan oleh Diller (1970) dalam Harahap (2011) berikut ini:

1. Pengungkapan dalam surat kepada pemegang saham baik dalam laporan

tahunan maupun bentuk laporan lainnya.

2. Pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan (notes to financial

statements).

3. Dibuat dalam perkiraan tambahan misalnya melalui adanya perkiraan

(akun) penyisihan kerusakan lokasi, biaya pemeliharaan lingkungan, dan

sebagainya.

37

Page 30: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

2.1.4 Investasi

Definisi investasi adalah konsumsi yang ditunda sementara waktu dan

akan dikonsumsi lebih besar di masa mendatang. Hal tersebut berarti satu pihak

baik perorangan maupun lembaga akan menunda konsumsinya dan membeli

instrumen investasi, kemudian menjual instrumen investasi dengan adanya

tambahan dalam bentuk materi finansial yang dikenal dengan tingkat bunga

ataupun capital gain (Manurung, 2006).

Salah satu latar belakang dilakukannya investasi adalah karena adanya

inflasi yang di masa mendatang akan menaikkan harga, baik barang maupun jasa.

Dengan adanya inflasi tersebut, maka nilai mata uang di masa kini tidak akan

sama dengan nilai uang di masa mendatang, atau biasa disebut dengan istilah time

value of money. Kenaikan harga yang disebabkan oleh adanya inflasi tersebut juga

memunculkan adanya ketidakmampuan untuk mengendalikan tingkat daya beli di

masa mendatang (Manurung, 2006).

Selain itu, ketidakpastian di masa mendatang juga merupakan salah satu

faktor yang memengaruhi adanya investasi. Dalam hal ini, investasi digunakan

untuk mengantisipasi ketidakpastian pendapatan di masa mendatang. Dana hasil

investasi dapat digunakan apabila suatu saat pendapatan di masa mendatang tidak

sesuai dengan harapan. Akibatnya, harus dibuat persiapan dengan melakukan

investasi agar pengeluaran yang lebih besar di masa mendatang dapat

diakomodasi (Manurung, 2006).

Investasi juga didefinisikan sebagai keputusan untuk mengeluarkan dana

pada saat sekarang untuk membeli aktiva riil (tanah, rumah, mobil, dan

sebagainya) atau aktiva keuangan (saham, obligasi, reksadana, wesel, dan

sebagainya) dengan tujuan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar di

masa yang akan datang (Haming dan Basalamah, 2003). Gitman (2000) dalam

Haming dan Basalamah (2003) mengartikan investasi sebagai komitmen untuk

mengeluarkan dana sejumlah tertentu pada saat sekarang yang diharapkan akan

menerima manfaat yang lebih besar di masa yang akan datang. Lebih lanjut,

Fitzgerald (1978) dalam Haming dan Basalamah (2003) menyatakan bahwa

investasi adalah aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber

dana yang digunakan untuk mengadakan barang modal pada saat sekarang, dan

38

Page 31: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

dengan barang modal itu akan dihasilkan aliran produk baru di masa yang akan

datang. Van Horne (1981) dan J.J. Clark, dkk (1979) dalam Haming dan

Basalamah (2003) menjelaskan bahwa investasi adalah kegiatan yang

memanfaatkan pengeluaran kas pada saat sekarang untuk mengadakan barang

modal guna menghasilkan penerimaan yang lebih besar di masa yang akan datang

untuk dua tahun atau lebih.

Dalam literatur lainnya, Gitman dan Joehnk (2008) mendefinisikan

investasi sebagai “simply any vehicle into which funds can be placed with the

expectation that it will generate positive income and/or preserve or increase its

value”. Imbal balik yang didapatkan dari investasi dapat diperoleh dalam dua

bentuk, yakni pendapatan kini (current income) dan kenaikan nilai (increased

value). Uang yang ditanamkan di dalam tabungan bank akan mempunyai imbal

balik dalam bentuk current income yang didapatkan dari adanya bunga setiap

periode. Sedangkan uang yang diinvestasikan dalam bentuk saham akan memiliki

imbal balik dalam bentuk increased value, dari waktu saham dibeli hingga saham

dijual (Gitman dan Joehnk, 2008).

Suatu kegiatan investasi akan melibatkan dua pihak, yakni supplier

sebagai pihak yang memiliki kelebihan dana, dan demander sebagai pihak yang

membutuhkan dana. Supplier dan demander akan bersama-sama menjalankan

kegiatan investasi dengan financial insitution dan/atau financial market (dalam

hal transaksi properti, pihak supplier dan demander secara langsung melakukan

transaksi antara keduanya tanpa pihak perantara pihak lain). Oleh sebab itu, suatu

kegiatan investasi tidak hanya melibat satu pihak saja, namun juga berbagai pihak

sesuai dengan peran dan kepentingannya masing-masing (Gitman dan Joehnk,

2008).

Financial market merupakan pasar yang di dalamnya terdapat aktivitas

transfer dana dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang kekurangan dana.

Financial market mempunyai peran yang sangat penting bagi efisiensi ekonomi di

suatu negara. Oleh karenanya, financial market yang bekerja dengan efektif dan

efisien merupakan kunci keberhasilan perekonomian suatu negara. Financial

institution muncul sebagai pelaku agar mekanisme yang terjadi pada financial

market dapat bekerja (Mishkin, 2012).

39

Page 32: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

2.1.5 Obligasi

2.1.5.1 Definisi dan Batasan Obligasi

Fabozzi (2007) menjelaskan bahwa obligasi merupakan instrumen utang

(debt instrument) yang kemudian menimbulkan kewajiban bagi issuer (atau biasa

disebut debtor atau borrower) untuk membayar lender/investor uang sejumlah

pinjaman pokok ditambah dengan bunga dalam jangka waktu tertentu. Waktu atau

tanggal pada saat dilakukan pembayaran final disebut dengan maturity date.

Sedangkan Rahardjo (2004) memberikan batasan obligasi sebagai bagian

dari instrumen investasi berpendapatan tetap (fixed income), karena jenis

keuntungan yang diberikan kepada investor obligasi didasarkan pada tingkat suku

bunga yang sudah ditentukan sebelumnya dengan penghitungan tertentu. Suku

bunga yang dimaksud bisa dalam bentuk suku bunga tetap (fixed rate) maupun

suku bunga mengambang (floating rate).

Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2013) mengartikan obligasi sebagai salah

bentuk dari interest-bearing notes payable. Hal ini bermaksud bahwa obligasi

merupakan kewajiban yang di dalamnya terdapat kesepakatan antar kedua belah

pihak (lender dan borrower), yakni borrower akan memberikan bunga dengan

suku tingkat suku bunga tertentu kepada lender, di samping pembayaran pokok.

Dalam literatur lain, Johnson (1997) dalam Rahardjo (2004) memberikan

penjelasan obligasi sebagai berikut:

“Bonds are fixed income securities that can be described as long

term debt instruments representing the issuer’s contractual

obligation, or IOU. The buyer of a newly issued coupon bond is

lending money to the issuer who, in turn, aggrees to pay interest on

this loan and repay the principal at a stated maturity date.”

Obligasi sebagai salah satu dari bagian produk sekuritas berpendapatan

tetap (fixed income securities) dikenal sebagai alternatif untuk instrumen

pembiayaan dan/atau investasi yang memberikan pendapatan bagi investor dengan

nilai pendapatan dan waktu yang telah ditentukan sebelumnya dan kedua belah

pihak telah menerima segala keputusan terkait dengan perjanjian jual beli obligasi.

Walaupun termasuk ke dalam instrumen investasi, namun obligasi mempunyai

40

Page 33: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

karakteristik yang berbeda dengan saham. Pada level yang paling prinsipal,

dengan menerbitkan obligasi, pemilik perusahaan secara langsung menerbitkan

surat utang yang mengandung kewajiban untuk memberikan pembayaran

sejumlah suku bunga beserta dengan jumlah pokok pinjaman. Sedangkan pada

penerbitan saham, pemilik perusahaan tidak mempunyai kewajiban untuk

melakukan pembayaran, namun hanya porsi kepemilikan sahamnya saja yang

bakal mengalami penurunan (Rahardjo, 2004).

Tabel 2.4 berikut ini merupakan perbandingan mengenai perbedaan

karakteristik antara obligasi dan saham.

Tabel 2.4 Perbedaan Karakteristik Obligasi dan Saham

Karakteristik Obligasi Saham

Jenis Jangka pendek dan panjang Jangka panjang

Risiko Relatif kecil Relatif besar dan tidak pasti

Siklus bisnis Stabil Fluktuatif

Jangka waktu Terbatas Tidak terbatas

Biaya modal Suku bunga/kupon Dividen

Instrumen Viariatif/banyak ragam Terbatas

Struktur

biaya

Fixed/floating Persentase laba bersih

Wanprestasi Kreditur ada hak klaim Shareholder mempunyai hak

klaim paling akhir

Hak suara Tidak ada dalam RUPS Berhak dalam RUPS

Pajak Bunga dibayarkan sebagai

pengurangan pajak

Pajak ditetapkan sebelum

dividen dibayarkan

Pailit Kreditur tidak punyai hak

klaim

Hak terakhir atas klaim aset

Sumber: Rahardjo, S. (2004). Panduan Investasi Obligasi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

2.1.5.2 Klasifikasi Obligasi

Pada Tabel 2.6 berikut akan dipaparkan mengenai klasifikasi obligasi berdasarkan

penerbit, suku bunga, kepemilikan, jaminan, pelunasan, penukaran, dan lokasi.

41

Page 34: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

42

Page 35: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

43

Page 36: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

44

Page 37: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

2.1.5.3 Struktur Obligasi

2.1.5.2.1 Prinsipal

Sama halnya seperti dalam penentuan harga, harga suatu obligasi

ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran atas obligasi tersebut. Prinsipal

adalah nilai utang atau jumlah pokok pinjaman (liabilitas) yang harus dibayar

kembali pada saat jatuh tempo serta dipisahkan dari jumlah pendapatan bunga.

Dengan kata lain, prinsipal sering disebut dengan istilah nilai nomial obligasi atau

face value yang tercantum dalam surat obligasi yang diterbitkan (Rahardjo, 2004).

Pengertian prinsipal secara umum adalah sejumlah nilai nominal obligasi

pada saat obligasi tersebut diterbitkan di pasar perdana. Sebagai contoh, PT X

menerbitkan obligasi di pasar perdana dengan nilai nominal sebesar Rp 1 miliar,

maka nilai sejumlah Rp 1 miliar tersebut merupakan prinsipal dari obligasi yang

diterbitkan. Prinsipal ini mewakili pokok pinjaman utang dari emiten penerbit

obligasi dan umumnya juga merupakan satuan investasi obligasi (Rahardjo,

2004).

Dalam penerbitannya, suatu obligasi dapat diterbitkan pada face value-

nya, di bawah face value-nya (discount), atau di atas face value-nya (premium)

(Weygandt, Kimmel, dan Kieso, 2013). Face value merupakan jumlah pokok

yang harus dibayarkan oleh penerbit obligasi pada saat maturity date tiba. Dengan

kata lain, apabila suatu obligasi dijual dengan tingkat suku bunga pasar (market

interest rate) yang lebih kecil daripada tingkat suku bunga kontraktual (bond

contractual interest rate), maka obligasi tersebut dijual dengan premium. Apabila

yang terjadi adalah sebaliknya, maka obligasi tersebut dijual dengan discount.

Apabila dijual dengan nilai tingkat suku bunga yang sama, maka obligasi tersebut

dijual pada face value. Tingkat suku bunga ini pun juga dipengaruhi oleh

beberapa hal, yakni tingkat inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi, nilai tukar mata

uang domestik terhadap mata uang asing, pertumbuhan investasi, dan trend poitik

(Rahardjo, 2004). Penjualan obligasi pada berbagai macam kondisi seperti

dijelaskan di atas dapat digambarkan dalam contoh perbandingan seperti dalam

Tabel 2.6 berikut.

45

Page 38: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

Tabel 2.6 Contoh Penerbitan Obligasi pada Tingkat Suku Bunga yang Berbeda

Bond contractual

interest rate

Market Interest

RateBonds Sell at

10% 8% Premium

10% 10% Face Value

10% 12% DiscountSumber: Weygandt, J. J., Kimmel, P. D., dan Kieso, D. E. (2013). Accounting Principles (11th

edition). John Wiley and Sons.

2.1.5.2.2 Harga

Sebagai salah satu instrumen investasi, harga obligasi selalu berfluktuasi

sesuai dengan kondisi pasar. Pembentukan harga obligasi ditentukan oleh

beberapa faktor di bawah ini, seperti dijelaskan oleh Rahardjo (2004):

1. Tingkat kupon.

Obligasi dengan tingkat kupon yang tinggi akan memberikan return

kepada pemegang obligasi tersebut lebih tinggi daripada obligasi lainnya.

Oleh karena itu, obligasi dengan kupon tinggi akan diminati di pasar, yang

menyebabkan permintaan akan obligasi ini meningkat. Sesuai dengan

hukum pembentukan harga, maka harga obligasi dengan kupon tinggi

tersebut pun juga akan naik. Begitu juga sebaliknya, apabila tingkat kupon

yang diberikan relatif rendah, maka harga akan cenderung lebih murah.

2. Rating emiten.

Rating suatu obligasi memengaruhi minat investor dalam membeli suatu

obligasi. Perusahaan dengan rating obligasi AAA tentu akan memiliki

harga yang lebih tinggi dan menarik banyak minat investor daripada

obligasi dengan rating BB.

3. Nilai obligasi.

Penerbitan sebuah obligasi harus didasarkan juga pada seberapa besar nilai

obligasi yang akan diterbitkan dan dijual ke pasar perdagangan, atau oleh

para pelaku investor. Apabila nilai penerbitan obligasi tersebut melebihi

daya beli (purchasing power) investor, maka diprekdisikan harga obligasi

46

Page 39: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

tersebut cenderung turun di pasar sekunder. Jumlah nilai obligasi yang

kecil cenderung lebih dapat diserap atau dibeli oleh pasar sekunder

sehingga tingkat harga obligasi tersebut bisa terjaga stabilitasnya.

4. Periode jatuh tempo.

Obligasi yang memiliki masa jatuh tempo yang lama akan memiliki

tingkat risiko yang lebih tinggi, sehingga yield yang dihasilkan pun juga

akan berbeda dengan obligasi dengan masa jatuh tempo yang pendek.

Apabila terjadi perubahan tingkat suku bunga, maka tentu perubahan harga

yang dialami oleh obligasi dengan masa jatuh tempo yang lama akan lebih

besar daripada obligasi dengan masa jatuh tempo yang pendek.

5. Likuiditas obligasi.

Obligasi yang likuid adalah obligasi yang banyak beredar di kalangan

investor, atau dalam pengertian lain, aktif dalam pasar. Obligasi dengan

tingkat likuiditas yang tinggi sering diperdagangkan investor di pasar

obligasi. Harga obligasi dengan likuiditas tinggi cenderung stabil dan

meningkat. Sebaliknya, harga obligasi dengan tingkat likuiditas yang

rendah cenderung melemah.

6. Tipe obligasi.

Investor tertarik pada obligasi yang memiliki struktur penjaminan yang

kuat, sehingga harga obligasi yang mempunyai jaminan sinking fund atau

tersedianya collateral akan memiliki harga yang cenderung lebih tinggi

dibandingkan dengan obligasi yang tidak mempunyai insentif tambahan

lainnya.

2.1.5.2.3 Kupon (Coupon)

Kupon pengertiannya yaitu berupa pendapatan suku bunga yang akan

diterima oleh pemegang obligasi sesuai perjanjian dengan penerbit obligasi

tersebut. Biasanya pembayaran kupon dilakukan secara periodik, bisa dalam

jangka waktu kuartal, semester, maupun tahunan. Pembayaran kupon ini sudah

ditentukan sebelumnya, dan kupon dibayarkan hingga jatuh tempo obligasi. Suatu

obligasi tentu akan lebih menarik jika menawarkan tingkat kupon yang lebih

47

Page 40: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

tinggi dari rata-rata kupon obligasi pada umumnya ataupun tingkat suku bunga

perbankan.

Beberapa jenis kupon antara lain:

1. Fixed rate

Investor mendapatkan pembayaran suku bunga yang tetap selama periode

tertentu sampai masa jatuh tempo obligasi.

2. Floating rate

Tingkat suku bunga ditentukan berdasarkan variabel relatif dari rata-rata

tingkat suku bunga deposito (perbankan). Jadi, tingkat suku bunga yang

dibayarkan akan mengikuti fluktuasi dari suku bunga deposito.

3. Variable rate

Penentuan kupon obligasi dievaluasi secara berkala menggunakan

perhitungan atau referensi interest rate yang telah ditentukan sebelumnya

4. Zero coupon

Obligasi dengan zero coupon mempunyai karakteristik tidak memberikan

pembayaran kupon kepada pemegang obligasi, atau dengan kata lain, nilai

kuponnya nol. Harga pada obligasi dengan zero coupon diberikan secara

diskonto.

2.1.5.2.4 Jatuh Tempo (Maturity)

Setiap obligasi mempunyai masa jatuh tempo, yakni waktu ketika obligasi

tersebut harus dilunasi nilia pokoknya oleh penerbit obligasi, dan kewajiban

membayar bunga sudah selesai. Emiten penerbit obligasi mempunyai kewajiban

mutlak untuk membayar nilai pokok secara penuh kepada pemegang obligasi,

seperti yang tercantum dalam kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.

Kewajiban membayar pokok dan bunga pada saat jatuh tempo akan terhindar

apabila dilakukan penebusan obligasi (redemption) atau pembelian kembali

obligasi sebelum jatuh tempo oleh penerbit obligasi tersebut.

Semakin lama masa jatuh tempo, maka tingkat risiko dari obligasi tersebut

akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian di masa mendatang

yang semakin panjang pula rentang waktunya. Beberapa faktor yang

48

Page 41: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

memengaruhi antara lain tingkat suku bunga, pertumbuhan ekonomi,

pertumbuhan investasi, dan trend politik.

2.1.5.3 Obligasi Hijau (Green Bond)

Obligasi hijau merupakan sekuritas berpendapatan tetap (fixed-income

securities) yang dananya akan digunakan untuk membiayai proyek yang memiliki

keuntungan lingkungan (Sustainable Prosperity, 2012). Contoh dari obligasi hijau

adalah climate bonds, yakni obligasi yang digunakan untuk membiayai proyek

mitigasi perubahan lingkungan. Beberapa jenis obligasi lainnya yang digunakan

secara khusus untuk pengelolaan lingkungan juga termasuk ke dalam obligasi

hijau.

Sejalan dengan Sustainable Prosperity, TD Economics (2013) menjelaskan

obligasi hijau sebagai instrumen utang yang digunakan untuk mendukung dan

membiayai proyek yang memiliki keuntungan lingkungan. Biasanya obligasi ini

diterbitkan untuk membantu melakukan pengelolaan lingkungan ketika

pemerintah tidak memiliki kecukupan dana untuk melakukan hal tersebut.

TD Economics (2013) menegaskan investor institusional sebagai “the most

client-base for green bonds”. Investor institusional ini menguasai 72% dari

investasi jangka panjang (long-term investment) dari total kapitalisasi US$95

triliun pasar obligasi dunia dan mempunyai permintaan yang kuat terhadap

produk-produk yang berbasis lingkungan. Walaupun begitu, investor individu

juga memiliki ketertarikan yang meningkat terhadap obligasi hijau dengan adanya

berbagai macam produk keuangan dan pengelolaan portofolio yang semakin

canggih.

Bloomberg (2014) mengelompokkan obligasi hijau ke dalam beberapa

kategori dengan definisinya masing-masing. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.7

di bawah ini:

49

Page 42: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

Tabel 2.7 Jenis dan Definisi Obligasi Hijau

Jenis Definisi

Corporate self-labelled Bonds issued by corporations and explicitely

labelled as green.

Green asset-backed securities Assed-backed securities whose cashflows come

from a portfolio of underlying receivables such

as loans and leases. The receivables are

associated with green (e.g., renewable energy,

energy efficiency) projects.

Supranational/international Bonds issued by supranational or international

organisations like multilateral banks,

developments banks, and export credit

agencies.

Government Bonds issued by national, regional, or local

governments to finance green projects. This

include US municipal bonds.

Project bonds Bonds backed by the cashflows of an

underlying renewable energy project or

portfolio of projects.Sumber: Bloomberg New Energy Finance. (2 Juni 2014). Green bonds market outlook 2014.

Sama halnya seperti obligasi lainnya, obligasi hijau juga memiliki

beberapa pelaku utama sebagai berikut (TD Economics, 2012):

1. Issuers (borrowers), yakni pihak (institusi) yang menerbitkan obligasi

hijau (utang) kepada publik dengan perjanjian pembayaran prinsipal pada

tanggal tertentu ditambah bunga selama periode tertentu. Issuers akan

menggunakan dana yang diperoleh dari penerbitan obligasi hijau ini untuk

membiayai proyek-proyek yang mempunyai tujuan dalam pengelolaan

lingkungan.

2. Investors (lenders), yakni pihak yang membeli obligasi hijau yang

diterbitkan oleh issuers. Investor ini dapat berupa investor institusi, seperti

perusahaan dana pensiun, reksa dana, dan asuransi, serta perusahaan

50

Page 43: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

pengelola aset. Dalam skala rumah tangga (investor individu), investor

memiliki porsi yang sedikit, namun volumenya semakin meningkat.

3. Auditors/Verifiers, yakni pihak spesialis yang memonitor penggunaan dana

obligasi hijau untuk proyek-proyek terkait. Ahli keuangan dan akuntansi

berperan dalam memastikan apakah dana yang terkumpul benar-benar

digunakan untuk melakukan pengelolaan lingkungan, dan ahli lingkungan

berperan dalam memastikan bahwa proyek yang dimaksud benar-benar

memiliki keuntungan lingkungan.

2.1.6 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) tentang Obligasi

Investasi dalam bentuk obligasi merupakan salah satu kegiatan investasi

yang dilakukan pada efek utang. Oleh karena itu, investasi pada obligasi

(kepemilikan atas instrumen investasi dalam bentuk efek utang), termasuk ke

dalam instrumen keuangan. Di Indonesia perlakuan akuntansi tentang instrumen

keuangan diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), yakni

PSAK 50: Penyajian Instrumen Keuangan, PSAK 55: Pengakuan dan Pengukuran

Instrumen Keuangan, dan PSAK 60: Penggungkapan Instrumen Keuangan.

Gambar 2.6 memaparkan turunan instrumen keuangan beserta dengan

peraturannya.

Gambar 2.6 Turunan Instrumen Keuangan dan Peraturannya

Sumber: Martani, D. (n.d.). Overview PSAK 50 dan 55. Bahan Ajar Presentasi: Universitas

Indonesia.

51

Page 44: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

2.1.6.1 PSAK 50: Penyajian Instrumen Keuangan

Beberapa hal penting terkait dengan PSAK 50 adalah sebagai berikut

(Martani, n.d.):

1. Ranah lingkupnya meliputi seluruh jenis instrumen keuangan.

2. Instrumen keuangan terdiri dari aset keuangan, liabilitas keuangan, dan

instrumen ekuitas.

3. Instrumen ekuitas adalah kontrak yang memberikan kepada pemegang

saham hak residu atas aset entitas setelah dikurangi dengan semua

liabilitas.

4. Pada alokasi nilai buku instrumen keuangan untuk komponen ekuitas dan

utang, nilai utang ditetapkan terlebih dahulu.

5. Pembelian kembali atas saham (treasury stock) berpengaruh pada

perubahan ekuitas, sehingga tidak ada keuntungan atau kerugian yang

diakui.

6. Kontrak yang diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas

termasuk ke dalam definisi aset dan liabilitas keuangan.

2.1.6.2 PSAK 55: Pengakuan dan Pengukuran Instrumen Keuangan

Beberapa hal penting terkait dengan PSAK 55 adalah sebagai berikut

(Martani, n.d.):

1. Instrumen keuangan diukur pada pengakuan awal sebesar nilai wajar

ditambah dengan biaya transaksi, kecuali untuk instrumen yang memang

diukur dengan menggunakan nilai wajar.

2. Penghapusan (derecognition) atas aset keuangan didasarkan atas

kombinasi risk and reward dan pendekatan pengendalian. Evaluasi atas

risk and reward dilakukan sebelum evaluasi atas transfer pengendalian.

3. Pengakuan gain/loss pada penghapusan utang yang baru diterbitkan

mempunyai persyaratan (term) yang berbeda dengan utang yang lebih dulu

diterbitkan.

4. Restrukturisasi utang (menyebabkan perubahan substansial pada term)

dapat menyebabkan gain/loss pada saar penerbitan liabilitas baru.

52

Page 45: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

5. Aset keuangan memiliki empat kategori, yakni: aset keuangan yang

ditetapkan untuk diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi,

investasi dimiliki hingga jatuh tempo, pinjaman yang diberikan atau

piutang, dan aset keuangan tersedia untuk dijual.

6. Liabilitas keuangan memiliki dua katogori, yakni: kewajiban keuangan

yang diukur pada nilai wajar melalui laporan keuangan laba rugi, dan

kewajiban lain.

7. Pengukuran aset keuangan menggunakan nilai wajar (fair value).

8. Harga pasar atas aset yang dimiliki atau liabilitas yang akan diterbitkan

adalah harga penawaran (bid price) dan untuk aset yang akan dibeli atau

liabilitas yang dimiliki adalah harga permintaan (asking price).

9. Pengukuran instrumen keuangan sebesar nilai amortisasi, premium, dan

diskon diamortisasi dengan menggunakan effective interest rate.

10. Terjadinya penurunan nilai aset keuangan serta penilaiannya dilakukan

setiap tanggal laporan keuangan.

2.1.6.3 PSAK 60: Pengungkapan Instrumen Keuangan

Beberapa hal penting terkait dengan PSAK 60 adalah sebagai berikut

(Martani, n.d.):

1. Setiap entitas harus mengungkapkan instrumen keuangan yang dimilikinya

kepada pengguna laporan keuangan untuk melakukan evaluasi atas kinerja

keuangan yang dilakukan.

2. Penungkapan nilai wajar mempunyai urutan:

Tingkat 1, harga kuotasi pasar.

Tingkat 2, input selain harga kuotasian (dapat diobservasi).

Tingkat 3, input yang bukan berdasarkan harga pasar.

3. Diatur jenis dan tingkat risiko setiap instrumen keuangan.

4. Diperlukannya pengungkapan secara kualitatif seperti penjelasan

timbulnya risiko, tujuan, kebijakan, dan proses pengelolaan risiko.

5. Diperlukannya penggungkapan secara kuantitatif seperti risiko kredit,

risiko likuiditas, dan analisis sensitivitas.

53

Page 46: Bab II Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Pemikiran

Universitas Bakrie

2.2 Kerangka Pemikiran

54

Konsep Triple Bottom Line

Konsep Akuntansi Lingkungan pada Investasi Obligasi Hijau (Green Bond) di Indonesia

Bagaimana perlakuan akuntansi terhadap obligasi hijau?

Bagaimana investasi obligasi hijau dapat diterapkan di

Indonesia?

Bagaimana aspek lingkungan dari investasi obligasi hijau

diungkapkan pada pelaporan keuangan?

ObligasiHijau

AkuntansiLingkungan

Perusahaan(Bisnis)

Lingkungan

limbah, polusi, sampah

sumber daya, energi, kenyamanan

investasi proyek konservasi


Recommended