Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Budi Daya Kedelai

Kedelai merupakan tumbuhan serba guna. Karena akarnya memiliki bintil

pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi

sehingga tanamannya dapat digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak.

Kedelai terutama dimanfaatkan bijinya. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta

beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin. Olahan

biji kedelai dapat dibuat menjadi berbagai bentuk seperti tahu, bermacam-macam

saus penyedap (salah satunya kecap, yang aslinya dibuat dari kedelai hitam),

tempe, susu kedelai, tepung kedelai, minyak (dari sini dapat dibuat sabun, plastik,

kosmetik, resin, tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel), serta taosi atau tauco

(Komalasari, 2008).

Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua

spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning,

agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). Glycine

max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang

Selatan, sementara Glycine soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia

Tenggara. Tanaman ini telah menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara dan

Indonesia (Wikipedia).

Kedelai dibudidayakan di lahan sawah maupun lahan kering (ladang). Di

lahan sawah, kedelai umumnya ditanam pada musim kemarau setelah pertanaman

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

10

padi. Sedangkan di lahan kering (tegalan) kedelai umumnya ditanam pada musim

hujan. Langkah-langkah utama dalam budi daya kedelai ialah pemilihan benih,

persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen dan pascapanen.

Berdasarkan informasi dari Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan

dan Umbi-umbian – Kementan (2011), kualitas benih sangat menentukan

keberhasilan usaha tani kedelai. Pada penanaman kedelai, biji atau benih ditanam

secara langsung, sehingga apabila kemampuan tumbuhnya rendah, jumlah

populasi per satuan luas akan berkurang. Oleh karena itu, agar dapat memberikan

hasil yang memuaskan, harus dipilih varietas kedelai yang sesuai dengan

kebutuhan, mampu beradaptasi dengan kondisi lapang, dan memenuhi standar

mutu benih yang baik. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan

benih kedelai adalah:

1. Pilih varietas unggul yang memenuhi sifat-sifat yang diinginkan: ukuran

bijinya besar atau kecil, kulit bijinya kuning atau hitam, toleransinya terhadap

hama/penyakit dan kondisi lahan.

2. Benih murni dan bermutu tinggi merupakan syarat terpenting dalam budi

daya kedelai. Benih harus sehat, bernas, dan daya tumbuh minimal 85 persen,

serta bersih dari kotoran.

3. Kebutuhan benih bergantung pada ukuran benih dan jarak tanam yang

digunakan. Untuk benih ukuran kecil–sedang (9–12 g/100 biji), diperlukan

55–60 kg/ha, sedang untuk benih ukuran besar (14–18 g/100 biji) dibutuhkan

65–75 kg/ha.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

11

Persiapan lahan penanaman kedelai di areal persawahan dapat dilakukan

secara sederhana. Mula-mula jerami padi yang tersisa dibersihkan, kemudian

dikumpulkan, dan dibiarkan mengering. Selanjutnya, dibuat petak-petak

penanaman dengan lebar 3-10 m, yang panjangnya disesuaikan dengan kondisi

lahan. Diantara petak penanaman dibuat saluran drainase selebar 25-30 cm,

dengan kedalaman 30 cm. Setelah didiamkan selama 7-10 hari, tanah siap

ditanami.

Jika areal penanaman kedelai yang digunakan berupa lahan kering atau

tegalan, sebaiknya dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Tanah dicangkul

atau dibajak sedalam 15–20 cm. Di sekeliling lahan dibuat parit selebar 40 cm

dengan kedalaman 30 cm. Selanjutnya, dibuat petakan-petakan dengan panjang

antara 10–15 cm, lebar antara 3–10 cm, dan tinggi 20–30 cm. Antara petakan yang

satu dengan yang lain (kanan dan kiri) dibuat parit selebar dan sedalam 25 cm.

Antara petakan satu dengan petakan di belakangnya dibuat parit selebar 30 cm

dengan kedalaman 25 cm. Selanjutnya, lahan siap ditanami benih.

Sebelum dilakukan kegiatan penanaman, terlebih dulu tanah diberi pupuk

dasar. Pupuk yang digunakan berupa TSP sebanyak 50–100 kg/ha, KCl 50–100

kg/ha, dan Urea 50-75 kg/ha. Dosis pupuk dapat pula disesuaikan dengan anjuran

petugas penyuluh pertanian setempat. Pupuk disebar secara merata di lahan, atau

dimasukkan ke dalam lubang di sisi kanan dan kiri lubang tanam sedalam 5 cm

(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian - Departemen Pertanian, 2008).

Selanjutnya penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam

memakai tugal dengan kedalaman antara 1,5–2 cm. Setiap lubang tanam diisi

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

12

sebanyak 3–4 biji. Penanaman ini dilakukan dengan jarak tanam 40 cm x 10–15

cm. Pada lahan subur, jarak dalam barisan dapat diperkecil menjadi 15–20 cm.

Perawatan tanaman dilakukan berkaitan dengan tiga kegiatan: pengairan,

penyiangan, dan pengendalian hama serta penyakit tanaman. Tanaman kedelai

sangat peka terhadap kekurangan air pada awal pertumbuhan, pada umur 15–21

hari, saat berbunga (umur 25–35 hari), dan saat pengisian polong (umur 55–70

hari). Pada fase-fase tersebut tanaman harus dijaga agar tidak kekeringan.

Penyiangan untuk menghilangkan gulma perlu dilakukan dua kali pada umur 15

dan 45 hari. Penggunaan pestisida untuk pengendalian hama dilakukan

berdasarkan hasil pemantauan, hanya digunakan bila populasi hama telah melebihi

ambang kendali. Pestisida dipilih sesuai dengan hama sasaran, dan dipilih yang

terdaftar/diijinkan.

Panen dilakukan apabila 95 persen polong pada batang utama telah

berwarna kuning kecoklatan. Panen dilakukan dengan memotong pangkal batang

dengan sabit. Hasil panenan ini segera dijemur beberapa hari, kemudian dikupas

dengan thresher atau pemukul. Butir biji dipisahkan dari kotoran/sisa kulit polong,

dan dijemur kembali hingga kadar air biji mencapai 10–12 persen saat disimpan.

Berdasarkan penilaian kelayakan usaha tani kedelai dengan cara return of

investment (ROI) dan perbandingan biaya dengan pendapatan (benefit cost ratio,

B/C rasio) diperoleh hasil sebagai berikut (Irwan, 2006):

1. Return of investment (ROI), merupakan ukuran perbandingan antara

keuntungan dengan total biaya produksi. Cara ini digunakan untuk

mengetahui tingkat efisiensi penggunaan modal atau mengukur keuntungan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

13

usaha tani dalam kaitannya dengan jumlah modal yang diinvestasikan. Nilai

ROI untuk usaha tani kedelai sebesar 2,39. Berarti, setiap modal Rp 1 yang

dikeluarkan untuk usaha tani kedelai akan menghasilkan keuntungan sebesar

Rp 2,39. Dengan demikian, usaha tani kedelai tersebut dinilai efisien dalam

penggunaan modal.

2. Benefit cost ratio (B/C rasio), merupakan suatu ukuran perbandingan antara

keuntungan bersih dengan total biaya produksi sehingga dapat diketahui

kelayakan usaha taninya. Hasil perhitungan nilai B/C rasio pada usaha tani

kedelai senilai 1,39. Artinya, setiap satuan biaya yang dikeluarkan akan

diperoleh hasil penjualan sebesar 1,39 kali lipat. Hasil ini menunjukkan

bahwa usaha tani kedelai layak untuk dikembangkan.

2.1.2. Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Produksi adalah kegiatan perusahaan/produsen dalam memproses input

(faktor produksi) menjadi suatu output yang dikehendaki. Dari kegiatan yang

dilakukan produsen tersebut dapat dibangun sebuah fungsi produksi, yaitu sebuah

model yang menggambarkan bagaimana hubungan antara input yang digunakan

produsen dengan output yang dihasilkan berdasarkan pengetahuan teknis yang

dimiliki produsen (Jones, 2004).

Sebuah fungsi produksi menghubungkan input dengan output. Sukirno

(2005) mengemukakan bahwa fungsi produksi memperlihatkan kemungkinan

output maksimum yang bisa diproduksi dengan sejumlah input tertentu atau

sebaliknya, kuantitas input minimum yang diperlukan untuk memproduksi suatu

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

14

tingkat output tertentu. Bentuk umum persamaan matematik dari fungsi produksi

adalah:

Y = f (X) = f (K,L,M, ...) (2.1)

Y : output produksi

X : faktor produksi (modal (K), tenaga kerja (L), bahan baku (M), dan lain-lain)

Salah satu fungsi produksi yang banyak digunakan dalam penelitian adalah

fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas diperkenalkan

pada tahun 1928 oleh C.W. Cobb dan P.H. Douglas dalam tulisannya yang

berjudul “A Theory of Production” yang dimuat dalam American Economic

Review. Secara umum fungsi Cobb-Douglas menggambarkan tingkat produksi

atau penciptaan nilai tambah (Y) yang diakibatkan oleh pengaruh dua faktor

produksi, yaitu input modal (X1) dan input tenaga kerja (X2). Bentuk dasar

persamaan fungsi Cobb-Douglas adalah: ܇ = (܆,܆) ן= (2.2)܆܆

Parameter yang merupakan ukuran kemajuan teknologi yang melekat

pada semua faktor produksi. Untuk kasus dengan berbagai input produksi,

persamaan fungsi Cobb-Douglas dapat ditulis menjadi: ܇ = (ܖ܆,,…,܆,܆) ן= ܆܆ ܖܖ܆ … (2.3)

Beberapa kelebihan atau kemudahan dari fungsi Cobb Douglas adalah

sebagai berikut:

1. Penyelesaian fungsi lebih sederhana dan tidak rumit karena bisa

ditransformasikan atau diubah dalam bentuk fungsi linier (fungsi logaritma

natural), sehingga memudahkan dalam proses analisis.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

15

2. Nilai koefisien regresi yang dihasilkan menunjukkan besarnya nilai elastisitas

produksi dari setiap faktor produksi, sehingga fungsi produksi ini dapat

secara langsung digunakan untuk mengetahui tingkat produksi optimum

berdasarkan pemakaian faktor produksi.

3. Penjumlahan nilai elastisitas dari setiap faktor produksi menunjukkan skala

hasil usaha (return to scale).

Berdasarkan persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas, terdapat tiga situasi

yang mungkin dalam tingkat pengembalian terhadap skala:

1. Jika kenaikan yang proporsional dalam semua input sama dengan kenaikan

yang proporsional dalam output (ip = 1), maka fungsi produksi tersebut

memiliki tingkat pengembalian terhadap skala yang konstan.

2. Jika kenaikan yang proporsional dalam output kemungkinan lebih besar

daripada kenaikan dalam input (ip > 1), maka fungsi produksi tersebut

memiliki tingkat pengembalian terhadap skala yang meningkat.

3. Jika kenaikan output lebih kecil dari proporsi kenaikan input (ip < 1), maka

fungsi produksi tersebut memiliki tingkat pengembalian terhadap skala yang

menurun.

2.1.3. Hukum Perluasan Produksi

Perluasan produksi dalam jangka panjang dapat dilakukan dengan

menambah semua faktor produksi secara bersama-sama. Menurut Tasman (2006),

dengan asumsi tingkat teknologi yang konstan, maka akan berlaku hukum

perluasan produksi sebagai berikut:

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

16

a. Skala hasil meningkat (increasing returns to scale), artinya adalah perluasan

produksi yang dilakukan menghasilkan output produksi yang proporsinya

lebih besar daripada penambahan faktor-faktor produksi. Jika input modal

atau tenaga kerja ditambah secara proposional sebesar k, maka akan

menyebabkan peningkatan output produksi yang lebih besar dari k atau ( ଵ,ଶ) > ( ଵ,ଶ) dengan nilai k>1. Dalam kondisi ini perluasan

produksi masih bisa terus dilakukan karena kondisi perusahaan masih dalam

skala hasil usaha yang meningkat.

b. Skala hasil tetap (constant returns to scale), artinya adalah perluasan produksi

yang dilakukan menghasilkan output produksi yang proporsinya sama dengan

penambahan faktor-faktor produksi. Jika input modal maupun tenaga kerja

ditambah secara proposional sebesar k akan menyebabkan peningkatan output

produksi sebesar k pula atau ( ଵ,ଶ) = ( ଵ,ଶ). Dalam kondisi ini,

perluasan produksi yang dilakukan tidak akan meningkatkan pertambahan

jumlah output.

c. Skala hasil menurun (decreasing returns to scale), artinya adalah perluasan

produksi yang dilakukan menghasilkan output produksi yang proporsinya

lebih kecil daripada penambahan faktor-faktor produksi. Penambahan input

modal atau tenaga kerja secara proporsional sebesar k, akan menyebabkan

peningkatan output produksi yang lebih kecil dari k atau ( ଵ,ଶ) <( ଵ,ଶ). Dalam kondisi ini sudah tidak mungkin dilakukan perluasan

produksi karena kondisi perusahaan berada dalam skala hasil usaha yang

menurun.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

17

2.1.4. Elastisitas Produksi dan Efisiensi

Dari persamaan umum fungsi produksi fungsi produksi Y= f(X) =

f(K,L,M, ...), Y melambangkan total produksi dari kombinasi faktor-faktor

produksi X (TPx). Dengan mengasumsikan ketika satu variabel berubah maka

variabel lainnya dianggap konstan atau tetap (ceteris paribus), tambahan produksi

yang diperoleh akibat penggunaan tambahan satu unit faktor produksi X dikenal

dengan istilah produk marginal X (MPx). Sedangkan rata-rata produk yang

dihasilkan per unit faktor produksi X yang digunakan dikenal dengan istilah

produksi rata-rata X (APx) (Nicholson, 1995).

Secara matematis, produk marginal X dirumuskan sebagai berikut:

MPX=Tambahan Output Y

Tambahan Input X=įY

įX=f

'(X) (2.4)

Secara matematis produk rata-rata X dirumuskan sebagai berikut: ܆۾ۯ =܆ ܜܝܘܖ۷ ܔ܉ܜܗ܂܇ ܜܝܘܜܝ۽ ܔ܉ܜܗ܂ =

(2.5) ܆܇

Perubahan jumlah output produksi yang disebabkan oleh perubahan

penggunaan faktor produksi atau input dapat dinyatakan dengan elastisitas

produksi ( ,ߝ ). Elastisitas produksi dapat dinyatakan dalam rumus sebagai

berikut: , = Τ Τ =

.. = (2.6)

Bentuk kurva TPx (Total Produksi), kurva MPx (Produk Marjinal) dan

kurva APx (Produk Rata-rata), dimana X menyatakan salah satu faktor produksi

dengan asumsi faktor produksi lain ceteris paribus adalah seperti seperti pada

gambar berikut:

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

18

Sumber: Nicholson (1995)

Gambar 2.1. Kurva TPx (Total Produksi), kurva MPx (Produk Marjinal) dan kurva

APx (Produk Rata-rata)

Hubungan antara kurva TPX dan MPX seperti pada gambar 2.1 adalah MPX

akan bernilai nol pada saat TPX berada pada titik maksimum. Ketika kurva TPX

mulai menurun setelah melalui titik maksimum, maka MPX akan bernilai negatif.

Pada saat kurva TPX mengalami kenaikan, maka kurva MPX mengalami

penurunan. Pada saat nilai MPX positif, maka kurva TPX tidak akan mengalami

penurunan. Kesimpulannya adalah penambahan input pada saat slope TPX negatif

(nilai MPX < 0) tidak akan meningkatkan jumlah output.

Sedangkan hubungan kurva MPX dan APX seperti dalam Gambar 2.1

adalah APX akan mencapai titik maksimal ketika nilai APX sama dengan nilai

MPX, artinya nilai elastisitas produksinya sama dengan satu (, = 1). Ketika

nilai MPX < nilai APX, maka kurva APX akan memiliki slope negatif, sehingga

nilai elastisitas produksinya kurang dari satu (1 > , atau 0< 1 >,). Pada saat

TPX

MPX

APX

Input Faktor Produksi

Jumlah per

periode (Y)

X* X** X***

Daerah I

Daerah II

Daerah III

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

19

nilai MPX > nilai APX, maka kurva APX akan memiliki slope positif, sehingga

nilai elastisitas produksi lebih dari satu (ߝ, > 1).

Berdasarkan nilai elastisitas produksinya, hubungan antara ketiga kurva

tersebut menghasikan tiga daerah produksi. Daerah I, yakni pada saat nilai MP

lebih besar dari nilai AP sehingga nilai elastisitasnya lebih besar dari satu (, >

1). Daerah ini merupakan daerah yang tidak rasional (Irrational Region) bagi

perusahaan untuk berhenti berproduksi karena belum mencapai keuntungan

maksimum. Perusahaan masih bisa meningkatkan output produksi dengan

menambahkan input lebih banyak lagi sehingga keuntungan maksimum bisa

tercapai (Nicholson,1995).

Daerah II terjadi pada saat kurva MPX dan kurva APX menurun atau

mempunyai slope negatif, sehinga nilai elastisitas berkisar antara nol sampai

dengan satu (0 < ߝ, < 1). Daerah II merupakan daerah yang rasional bagi

perusahaan untuk terus berproduksi atau menggunakan faktor produksi secara

optimal. Pada daerah ini terjadi hukum pengembalian yang semakin berkurang

(the law of diminishing returns) yakni penurunan jumlah pertambahan output

akibat peningkatan jumlah input yang digunakan atau nilai ∆Y yang semakin

kecil.

Daerah III juga merupakan daerah yang tidak rasional bagi perusahaan

untuk berproduksi karena penambahan input justru akan menurunkan jumlah

output yang dihasilkan. Daerah III terjadi pada saat MPX bernilai negatif dan nilai

APX menurun atau pada saat nilai elastisitasnya kurang dari nol (ߝ, < 0).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

20

Jaya (1993) menyatakan bahwa secara sederhana pengertian efisiensi adalah

menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan sejumlah output tertentu.

Efisiensi dapat dilihat dari segi kuantitas fisik (teknik) maupun nilai (harga).

Efisiensi ekonomi merupakan produk dari efisiensi teknik dan efisiensi harga.

Artinya efisiensi ekonomi akan tercapai jika efiensi teknik dan harga tercapai

(Yotopoulos dalam Juwandi, 2003)

Yotopoulos dalam Juwandi (2003), mengemukakan bahwa efisiensi

ekonomi akan tercapai jika terpenuhi dua kondisi:

1. Necessary condition atau syarat perlu yang berkaitan dengan efisiensi teknik.

Untuk mencapai efisiensi teknik, hubungan fisik antara input dan output

ditunjukkan dengan elastisitas produksi antara 0 dengan 1. Dengan kata lain

efisiensi teknik tercapai jika proses produksi berada dalam daerah produksi II.

2. Sufficient condition atau syarat cukup yang berkaitan dengan tujuan mencapai

keuntungan maksimum. Keuntungan maksimum tercapai dengan syarat nilai

produk marginal sama dengan biaya marginal.

2.1.5. Analisis Regresi

Analisis regresi linier berganda adalah suatu metode analisis yang

digunakan untuk mengetahui hubungan antara berbagai variabel, yaitu satu

variabel tidak bebas (dependent variable) dengan beberapa variabel bebas yang

menjelaskan (independent variables). Bentuk matematis model regresi linier

berganda dengan k variabel, yang terdiri dari satu variabel tidak bebas Y dan k-1

variabel bebas X1, X2,….., Xk-1 serta jumlah pengamatan observasi sebanyak i

(i=1,2,3,...,n) dapat ditulis dalam bentuk sebagai berikut (Gujarati, 2004):

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

21

܇ = + ܆ + ܆ + +ڮ (ܓ)܆(ܓ) + (2.7) ܃

Ada empat asumsi yang harus dipenuhi untuk membentuk sebuah model

persamaan regresi linier berganda, yaitu:

1. Asumsi Normalitas atau ),0(~ 2 Ni

Maksudnya adalah setiap sisaan (i, i=1,2,3,..,n) distribusikan secara normal

dengan rata-rata nol dan varians sama dengan 2.

2. Asumsi Autokorelasi

Autokorelasi mengandung arti ada korelasi atau hubungan yang berurutan

antara sisaan dari suatu observasi dengan sisaan observasi yang lain. Jika

tidak ada hubungan yang berurutan antarsisaan dikatakan tidak ada

autokorelasi.

3. Asumsi Heteroskedastisitas

Secara teknis homoskedastisitas atau penyebaran sama adalah asumsi yang

menyatakan bahwa sisaan dari observasi memiliki varians yang sama.

Maksudnya adalah varian dari kesalahan pengganggu merupakan suatu

konstanta positif yang sama dengan 2. Jika ߤ)ݎݒ| ) ଶߪ maka dapat

disimpulkan terjadi heteroskedastisitas antar sisaan dalam model.

4. Asumsi Multikolinearitas

Artinya adalah tidak terdapat hubungan linier yang pasti antara variabel-

variabel bebas yang menjelaskan.

Nilai koefisien dari persamaan regresi (i) dapat diketahui menggunakan

metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat terkecil akan menghasilkan estimator

yang mempunyai sifat linier, tidak bias dan mempunyai varian yang minimum

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

22

atau biasa disebut Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) jika memenuhi

keempat asumsi tersebut.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik faktor

produksi tanaman kedelai. Selain perbedaan lokasi dan periode waktu penelitian,

perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya adalah terkait

variabel penggunaan pupuk yang dalam penelitian ini dipecah menjadi tiga

variabel yaitu urea, TSP/SP36, dan KCl.

Okabe, et al. (1984), dalam studinya mengenai sosial ekonomi sistem

komoditas kedelai di Indonesia di Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan

Lampung menunjukkan bahwa tingkat pemakaian benih beragam, dan sering lebih

tinggi daripada yang dianjurkan. Pemakaian benih yang banyak itu disebabkan

oleh usaha petani untuk mengimbangi daya perkecambahan yang sering rendah

dan pertumbuhan tanaman yang lambat. Fungsi-fungsi produksi menunjukkan

bahwa tidak ada perbaikan yang akan diperoleh melalui peningkatan pemakaian

pupuk. Pemakaian pupuk tampaknya telah melampaui tingkat yang wajar.

Pestisida merupakan masukan yang dapat berdampak nyata pada produktivitas

kedelai. Akan tetapi pengalaman membuktikan, pemakaian yang sembarangan

dapat menurunkan produksi. Para petani tampaknya kurang/belum tahu tentang

hama-hama penting dan cara pengendaliannya.

Al-Mudatsir (2009) melakukan analisis faktor-faktor yang memengaruhi

respon penawaran kacang kedelai di Indonesia. Dalam penelitiannya respon

penawaran kacang kedelai diduga secara tidak langsung melalui persamaan respon

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

23

areal dan respon produktivitas. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui

faktor-faktor yang memengaruhi luas areal panen yaitu harga kacang kedelai,

harga jagung, harga kacang tanah, luas areal teririgasi, dan luas areal panen tahun

sebelumnya. Faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas yaitu harga pupuk,

upah buruh dan produktivitas tahun sebelumnya.

Irdhoni (2010) melakukan analisis keunggulan kompetitif usaha tani

kedelai. Penelitiannya difokuskan di Desa Wonokalang, Kecamatan Wonoayu,

Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Berdasarkan hasil penelitiannya, faktor

produksi yang mempengaruhi produksi kedelai yaitu luas lahan, benih, pupuk

kimia, pupuk organik, insektisida dan tenaga kerja semuanya berpengaruh positif.

Usaha tani kedelai di Desa Wonokalang, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten

Sidoarjo mempunyai keunggulan kompetitif dengan nilai koefisien 0,584.

Penelitian Khai dan Yabe (2011) tentang pengukuran efisiensi teknis pada

produksi padi di Vietnam dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas

menunjukkan bahwa benih, pestisida, pupuk, mesin pertanian, buruh tani, pekerja

keluarga, luas lahan, perlengkapan kerja, dan pengeluaran lainnya memberikan

pengaruh terhadap produksi padi dengan efisiensi teknis 81,6 persen. Selanjutnya

dengan fungsi Tobin diketahui bahwa faktor-faktor penting yang mempengaruhi

efisiensi teknis adalah intensitas tenaga kerja, pengairan, dan pendidikan petani.

Matakena, Syam’un, dan Ghany (2011), melakukan penelitian yang

bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi dan kemitraan

terhadap produksi usaha tani kedelai di Distrik Makimi Kabupaten Nabire. Dalam

studi ini digunakan bantuan fungsi produksi Cobb-Douglas dan NPM. Hasil

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

24

penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan (simultan) variabel yang

diamati berpengaruh nyata terhadap produksi, namun secara parsial lahan, tenaga

kerja dan pupuk berpengaruh nyata, sedangkan benih, pestisida dan kemitraan

tidak berpengaruh terhadap produksi usaha tani kedelai.

2.3. Kerangka Pemikiran

kebutuhan kedelai dalam negeri cenderung meningkat pada lima tahun

terakhir, dan produksi kedelai dalam negeri hanya mampu memenuhi 29-42

persen dari kebutuhan tersebut. Saat ini lebih dari 50 persen kebutuhan kedelai

nasional diperoleh dari hasil impor, suatu kondisi yang dapat mengancam

kedaulatan pangan Indonesia jika suatu saat negara pengekspor kedelai

menghentikan ekspornya.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pemerintah Indonesia melalui

Kementan telah menargetkan Indonesia untuk berswasembada kedelai pada tahun

2014 dengan produksi sebesar 2,70 juta ton. Dalam rencana strategis Kementan

dicantumkan bahwa target produksi tersebut diharapkan tercapai dengan adanya

kenaikan produksi secara bertahap dari tahun ke tahun mulai tahun 2005 sampai

dengan tahun 2014. Pada tahun 2010, sasaran produksi kedelai di Pulau Jawa

adalah sebesar 780.900 ton.

Dalam realisasi di lapangan, catatan BPS menunjukkan produksi kedelai di

Pulau Jawa pada tahun 2010 adalah sebesar 633.212 ton. Sehingga bisa

disimpulkan angka sasaran produksi kedelai yang telah ditetapkan oleh Kementan

tidak tercapai. Dengan terjadinya hal ini maka upaya-upaya peningkatan produksi

kedelai harus dilakukan dengan lebih baik lagi.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

25

Gambar 2.2. Alur kerangka pemikiran

Produksi kedelai, seperti produksi-produksi lainnya dalam ilmu ekonomi,

merupakan suatu fungsi dari input-input produksinya. Sehingga untuk

meningkatkan produksi kedelai, terlebih dahulu perlu diketahui faktor produksi

apa saja yang berpengaruh terhadap produksi kedelai. Selanjutnya dengan

melakukan analisis terhadap fungsi produksi kedelai dapat diperoleh informasi

tentang elastisitas produksi dari setiap faktor produksi. Nilai elastisitas produksi

Impor kedelai > Produksi

nasional

Kebutuhan

kedelai terus

meningkat

Peningkatan produksi kedelai

menuju swasembada 2014

Sasaran produksi kedelai setiap tahun

Evaluasi s/d 2010:

Sasaran produksi tidak

tercapai

Implikasi kebijakan

Realisasi

produksi kedelai

Identifikasi faktor

produksi kedelai

Analisis fungsi

produksi kedelai:

Peranan setiap faktor

terhadap produksi

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

26

tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan yang

ditujukan untuk meningkatkan produksi kedelai.


Recommended