Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Konsep Pemerintahan Daerah

Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1

ayat (2) adalah sebagai berikut :

“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah

dikemukakan di atas, maka yang dimaksud pemerintahan daerah adalah

penyelenggaraan urusan-urusan yang menjadi urusan daerah (provinsi

atau kabupaten) oleh pemerintah daerah dan DPRD.

Penyelenggara pemerintahan daerah menurut Undang-undang

Nomor 23 tahun 2014 Pasal adalah pemerintah daerah dan DPRD Dalam

menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas

desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekosentrasi sesuai dengan

peraturan perundang-undangan (Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014). Sementara itu, dalam menyelenggarakan

pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi

dan tugas pembantuan.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

27

Dengan demikian penyelenggara pemerintah daerah terdiri dari

pemerintahan daerah dan DPRD. Pemerintah daerah adalah Gubernur,

Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah. Sedangkan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah

sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintah daerah

harus mampu mengelola daerahnya sendiri dengan baik dengan penuh

tanggung jawab dan jauh dari praktik-praktik korupsi.

Dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan, terutama

dalam penyelenggaraan otonomi daerah dibekali dengan hak dan

kewajiban tertentu. Hak-hak daerah menurut Undanag-Undang Nomor 23

Tahun 2014:

1. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya

2. Memilih pemimpin daerah

3. Mengelola aparatur daerah

4. Mengelola kekayan daerah

5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah

6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan

sumber daya lainnya yang berada di daerah

7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah dan

8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

28

Disamping hak-hak tersebut di atas, daerah juga diberi beberapa

kewajiban, yaitu:

1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan

nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat

3. Mengembangkan kehidupan demokrasi

4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan

5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan

6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan

7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak

8. Mengembangkan sistem jaminan sosial

9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah

10. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah

11. Melestarikan lingkungan hidup

12. Mengelola administrasi kependudukan

13. Melestarikan nilai sosial budaya

14. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai

dengan kewenangannya.

15. Kewajiban lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

29

Hak dan kewajiban daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk

rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk

pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah, yang dikelola dalam sistem

pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan asas-asas yang telah

dikemukakan di atas, pengelolaan keuangan dilakukan secara efisien,

efisien, transparan, bertanggungjawab, tertib, adil, patuh, dan taat pada

peraturan perundang-undangan ( Rozali, 2007 : 27-30).

Melalui sistem pemerintahan daerah, pemerintahan daerah diberi

wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan yang diserahkan

kepadanya. Dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terdiri

dari:

a. Urusan Pemerintahan Absolut adalah Urusan Pemerintahan yang

sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

b. Urusan Pemerintahan Konkuren urusan pemerintahan yang dibagi

antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah

Kabupaten/Kota.

c. Urusan Pemerintahan Umum adalah Urusan Pemerintahan yang

menjadi kewenangan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

30

2.1.2. Konsep Pemerintahan Desa

Defenisi Desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

Tentang Desa Pasal 1 Ayat (1) Desa adalah Desa dan Desa Adat atau

yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang

berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

kepentingan masyarakat setempat berdarkan prakarsa masyarakat, hak

asal usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem

Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sedangkan defenisi Desa berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 47 Tahun 2015 Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43

Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2014 Tentang Desa adalah Desa dan Desa Adat atau yang disebut

dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat

hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat

berdarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisional

yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

31

Pemerintahan Desa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43

Tahun 2015 adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-

batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan

Negara Kesatuan Indonesia.

Kekuatan rantai besi berada pada mata rantai yang terlemah.Jika

mengibaratkan system pemerintahan nasional sebagai rangkaian mata

rantai sistem pemerintahan mulai dari Pusat, Daerah dan Desa, maka

desa merupakan mata rantai terlemah.Hampir segala aspek menunjukkan

betapa lemahnya kedudukan dan keberadaan desa dalam konstalasi

pemerintah. Padahal desalah yang menjadi pertautan terakhir dengan

masyarakat yang akan membawanya ketujuan akhir yang telah digariskan

sebagai cita-cita bersama. (Wasistiono, 2006:1)

Desa di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr. Herman Warner

Muntinghe, seorang Belanda anggota Raad van Indie pada masa

penjajahan kolonial Inggris, yang merupakan pembantu Gubernur Jendral

Inggris yang berkuasa pada tahun 1811 di Indonesia. Dalam sebuah

laporan tertanggal 14 juli 1817 kepada pemerintahannya disebutkan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

32

tentang adanya desa-desa di daerah-daerah pesisir uatama Pulau Jawa.

Dan kemudian hari ditemukan juga desa-desa dikepulauan luar jawa yang

kurang lebih sama dengan desa yang ada di Jawa (Wasistiono,2006:7).

Kata “Desa” sendiri berasal dari bahasa India yakni swadesi yang

berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang

meruju pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta

memiliki batas yang jelas (Husaini, 2013:57). Sesuai batasan definisi

tersebut, maka Indonesia dapat ditemui banyak kesatuan masyarakat

dengn peristilahannya masing-masing seperti Dusun dan Marga bagi

masyarakat Sumatera Selatan, Dati di Maluku, Nagari di Minang atau

Wanua di Minahasa. Pada daerah lain masyarakat setingkat desa juga

memiliki berbagai istilah dan keunikan sendiri baik mata pencaharian

maupun adat istiadatnya.

2.1.3. Konsep Otonomi Desa

Pengembangan otonomi desa merupakan konsekuensi berbagai

tuntutan perkembangan lingkungan global, lingkungan pemerintahan dan

lingkungan sosial masyarakat yang dinamis. Desa sebagai sub sistem

pemerintahan nasional, memerlukan adaptasi dan antisipasi terhadap

perkembangan tersebut (Wasistiono dan Tahir, 2006:85).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

33

Otonomi desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan utuh serta

bukan merupakan pemberian dari pemerintah.Sebaliknya pemerintah

berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki desa

tersebut.Dengan demikian hak untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat inilah yang disebut otonomi desa.Desa yang

otonom memberikan ruang gerak yang luas pada perencanaan

pembangunan yang merupakan kebutuhan nyata masyarakat dan tidak

banyak terbebani oleh program-program kerja dari berbagai instansi dan

pemerintah.

Otonomi desa adalah kewenangan desa yang diberikan untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan (Widjaya :26). Adapun tujuan otonomi

desa adalah :

1. Peningkatan pembangunan

2. Peningkatan pelayanan

3. Peningkatan kemandirian

4. Peningkatan daya saing desa

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

34

Untuk memperkuat pelaksanaan otonomi desa diharapkan

pemerintah secara intensif dan terpadu mengupayakan kebijakan sebagai

berikut :

a. memberi akses dan kesempatan kepada desa untuk menggali sumber

daya alam yang ada dalam wilayahnya untuk dimamfaatkan sebagai

sumber pendapatan desa tanpa mengabaikan fungsi kelestarian,

konservasi dan pembangunan yang berkelanjutan.

b. Memprogramkan pemberian bantuan kepada desa sesuai dengan

ketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

c. Memfasilitasi upaya peningkatan kepastian pemerintahan, lembaga-

lembaga kemasyarakatan serta komponen masyarakat lainnya di desa

melalui pembinaan dan pengawasan, pemberian pedoman,

bimbingan, pelatihan, arahan dan supervise.

Karena otonomi desa merupakan otonomi yang berdasarkan asal

usul dan adat istiadat dalam masyarakat atau merupakan hasil cipta, rasa

dan karsa masyarakat dalam kenyataannya pasti akan timbul

keanekaragaman dari penataan desa, tata kehidupan masyarakat, potensi

desa, susunan pemerintahan maupun tata pemerintahan yang sangat

dipengaruhi oleh keaneka ragaman asal usul dan adat istiadat

masyarakatnya. Diharapkan dengan adanya otonomi desa maka akan

tercipta desa yang mandiri. Untuk melihat kemadirian desa maka harus

dilihat kemandirian masyarakatnya.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

35

Teori struktural fungsional menjelaskan bahwa dalam proses

pembangunan masyarakat pedesaan perlu adanya adaptasi dengan

lingkungan sekitarnya baik lingkungan alam, fisik, sosial ekonomi maupun

sosial budaya, ini mempertegas bahwa proses perubahan masyarakat

pedesaan harus sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya. Departemen

Dalam Negeri memberikan penafsiran kemandirian sebagai bobot

sumbangan masyarakat desa dengan mengurus kepentingan dan

mangatasi masalah sendiri.Semakin besar bobot tersebut maka semakin

kuat pula tingkat kemandirian suatu desa.Sementara Badan Pusat

Statistik memberikan nilai kemandirian dari segi bobot sumbangan

masyarakat desa dengan proyek pemerintah desa.

Ukuran yang dipakai oleh Departemen Dalam Negeri untuk

mengetahui tingkat kemandirian suatu desa dapat ditinjau dari 7 (tujuh)

pendekatan yang terdiri dari 3 (tiga) variabel dibidang ekonomi (berupa

hasil karya manusia yaitu ragam mata pencaharian, produksi pertanian

dan prasarana perhubungan serta pertanian dan pasar) dan 4 (empat)

variabel dibidang sosial budaya komoditas (yang terdiri dari kelembagaan

adat lama, pemerintah desa dan kelembagaan desa lainnya, swadaya

kegotongroyongan serta tingkat pendidikan penduduk).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

36

2.1.4. Konsep Pembangunan Desa

Pembangunan untuk rakyat harus dilaksanakan dengan strategi

memadukan antara pertumbuhan dan pemerataan. Dengan demikian

sasaran pembangunan dalam arti yang luas, tidak saja pencapaian

produktivitas melainkan juga secara bersamaan etrcapai pula pemerataan

hasil dan keseimbangan pembangunan diberbagai bidang: politik,

ekonomi, sosial budaya dan ketahanan masyarakat.

Dalam menjalankan partisipasi pembangunan desa selain

membutuhkan kebijakan dari daerah, partisipasi masyarakat,

pembangunan desa juga menentukan peranan sumber daya aparatur

desa yang pro aktif dalam pengembangan desa.

Desa yang di atur dalam Undang-Undang No.22 Tahun 1999

merupakan transisi dari desa seragam yang diciptakan Undang-Undang

No.5 Tahun 1974 dan sekaligus memberikan landasan yang kuat bagi

terwujudnya Development Community dimana desa tidak lagi sebagai

level administrasi atau bawahan daerah, desa merupakan Independent

Community, yaitu desa dan masyaraktnya berhak berbicara atas

kepentingan sendiri.

Dalam peraktek pemerintahan di Indonesia sumber-sumber daerah

banyak dipungut pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota. Misalnya

Pajak Bumi dan Bangunan sebagian besar adanya masuk ke kas daerah.

Contoh lain adalah keberadaan perusahan negara dan perusahaan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

37

swasta besar di pedesaan. Secara resmi tidak ada penghasilan

perusahaan besar tersebut masuk ke kas desa. Mungkin secara tidak

resmi bantuan perusahaan besar (Community Development) tersebut

langsung diberikan kepada aparatur atau tokoh masyarakat pedesaan,

dengan maksud supaya mereka tidak mengalami kesulitan menghadapi

kritikan masyarakat Desa dari kebijakan perusahaan yang merugikan

kepentingan masyarakat setempat. Bagi kebanyakan daerah lainnya,

persoalan otonomi daerah memiliki arti yang sangat penting.

Desentralisasi dengan pengawasan, jika hal ini bisa terus berjalan dalam

pengertian yang nyata, akan memiliki pengaruh mendalam terhadap

kehidupan masyarakat Desa.

Jika hal tersebut (Community Development) dikelola secara serius

maka Community Development menjadi sumber pendapatan desa yang

dapat memenuhi kebutuhan pembangunan desa sesuai dengan Undang-

Undang 23 Tahun 2014.

Pemerintah Indonesia mencoba menerapkan konsep Community

Development (CD) secara selektif dan bertahap mulai Repelita I 1956-

1960, menurut model negara-negara bekas jajahan Inggris. Rezim

Soeharto ingin melakukan lompatan kodok melalaui akselerasi

modernisasi desa, keseragaman, keserentakan, serba-sewadah, loncat-

loncatan, sektoralisasi dan inpres. Akibatnya kesenjangan antar desa

pada gilirannya antar kawasan semakin lebar. (Ndraha, 2007:199).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

38

2.1.5. Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya”

yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut

maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju

berdaya, atau proses untuk memperoleh daya/ kekuatan/ kemampuan,

dan atau proses pemberian daya/ kekuatan/ kemampuan dari pihak yang

memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya.

Pengertian “proses” menunjukan pada serangkaian tindakan atau

langkah-langkah yang dilakukan secara kronologis sitematis yang

mencerminkan pertahapan upaya mengubah masyarakat yang kurang

atau belum berdaya menuju keberdayaan. Proses akan merujuk pada

suatu tindakan nyata yang dilakukan secara bertahap untuk mengubah

kondisi masyarakat yang lemah, baik knowledge, attitude, maupun

practice (KAP) menuju pada penguasaan pengetahuan, sikap-perilaku

sadar dan kecakapan-keterampilan yang baik.

Makna “memperoleh” daya/ kekuatan/ kemampuan menunjuk pada

sumber inisiatif dalam rangka mendapatkan atau meningkatkan daya,

kekuatan atau kemampuan sehingga memiliki keberdayaan. Kata

“memperoleh” mengindikasikan bahwa yang menjadi sumber inisiatif

untuk berdaya berasal dari masyarakat itu sendiri. Dengan demikian

masyarakat yang mencari, mengusahakan, melakukan, menciptakan

situasi atau meminta pada pihak lain untuk memberikan daya/

kekuatan/ kemampuan. Iklim seperti ini hanya akan tercipta jika

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

39

masyarakat tersebut menyadari ketidakmampuan/ ketidakberdayaan/ tidak

adanya kekuatan, dan sekaligus disertai dengan kesadaran akan perlunya

memperoleh daya/ kemampuan/ kekuatan.

Makna kata “pemberian” menunjukkan bahwa sumber inisiatif

bukan dari masyarakat. Insisatif untuk mengalihkan daya/

kemampuan/ kekuatan, adalah pihak-pihak lain yang memiliki

kekuatan dan kemampuan, misalnya pemerintah atau agen-agen lainnya.

Senada dengan pengertian ini Prijono & Pranarka (1996: 77) menyatakan

bahwa: pemberdayaan mengandung dua arti. Pengertian yang pertama

adalah to give power or authority, pengertian kedua to give ability to or

enable. Pemaknaan pengertian pertama meliputi memberikan kekuasaan,

mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepada pihak yang

kurang/ belum berdaya. Di sisi lain pemaknaan pengertian kedua adalah

memberikan kemampuan atau keberdayaan serta memberikan peluang

kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu.

Berbeda dengan pendapat Pranarka, Sumodiningrat

(Sumodiningrat, 2000 dalam Teguh, 2004: 78-79) menyampaikan:

pemberdayaan sebenarnya merupakan istilah yang khas Indonesia

daripada Barat. Di barat istilah tersebut diterjemahkan sebagai

empowerment, dan istilah itu benar tapi tidak tepat. Pemberdayaan yang

kita maksud adalah memberi “daya” bukan “kekuasaan” daripada “

pemberdayaan” itu sendiri. Barangkali istilah yang paling tepat adalah

“energize” atau katakan memberi “energi” pemberdayaan adalah

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

40

pemberian energi agar yang bersangkutan mampu untuk bergerak

secara mandiri.

Bertolak pada kedua pendapat diatas dapat dipahami bahwa untuk

konteks barat apa yang disebut dengan empowerment lebih

merupakan pemberian kekuasaan daripada pemberian daya. Pengertian

tersebut sangat wajar terbentuk, mengingat lahirnya konsep

pemberdayaan di barat merupakan suatau reaksi atau pergulatan

kekuasaan, sedangkan dalam konteks Indonesia apa yang disebut

dengan pemberdayaan merupakan suatu usaha untuk memberikan

daya, atau meningkatkan daya (Winarni, 1998: 75-76).

Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan

masyarakat, Winarni (1998:75-76) mengungkapkan bahwa inti dari

pemberdayaan adalah meliputi tiga hal yaitu pengembangan, (enabling),

memperkuat potensi atau daya (empowering), terciptanya

kemandirian (Winarni, 1998: 75).

Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana

atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang

(enabling). Logika ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada

masyarakat yang sama sekali tanpa memiliki daya. Setiap masyarakat

pasti memiliki daya, akan tetapi kadang-kadang mereka tidak menyadari

atau daya tersebut masih belum diketahui secara eksplisit. Oleh karena itu

daya harus digali dan kemudian dikembangkan. Jika asumsi ini

berkembang maka pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya,

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

41

dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran

akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya. Di

samping itu hendaknya pemberdayaan jangan menjebak masyarakat

dalam perangkap ketergantungan (charity), pemberdayaan sebaliknya

harus mengantarkan pada proses kemandirian. (Winari, 1998: 76).

Akar pemahaman yang diperoleh dalam diskursus ini adalah:

1. Daya dipahami sebagai suatu kemampuan yang seharusnya dimiliki

oleh masyarakat, supaya mereka dapat melakukan sesuatu

(pembangunan) secara mandiri.

2. Pemberdayaan merupakan suatu proses bertahap yang harus

dilakukan dalam rangka memperoleh serta meningkatkan daya

sehingga masyarakat mampu mandiri (Winarni, 1998: 76).

Pemberdayaan memiliki makna membangkitkan sumber daya,

kesempatan, pengetahuan dan keterampilan masyarakat untuk

meningkatkan kapasitas dalam menentukan masa depan mereka

(Suparjan dan Hempri, 2003: 43). Konsep utama yang terkandung dalam

pemberdayaan adalah bagaimana memberikan kesempatan yang luas

bagi masyarakat untuk menentukan sendiri arah kehidupan dalam

komunitasnya.

Pemberdayaan memberikan tekanan pada otonom pengambilan

keputusan dari suatu kelompok masyarakat. Penerapan aspek

demokrasi dan partisipasi dengan titik fokus pada lokalitas akan menjadi

landasan bagi upaya penguatan potensi lokal. Pada aras ini

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

42

pemberdayaan masyarakat juga difokuskan pada penguatan individu

anggota masyarakat beserta pranata-pranatanya. Pendekatan utama

dalam konsep pemberdayaan ini adalah menempatkan masyarakat

tidak sekedar sebagai obyek melainkan juga sebagai subyek.

Konteks pemberdayaan, sebenarnya terkandung unsur partisipasi

yaitu bagaimana masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan, dan

hak untuk menikmati hasil pembangunan. Pemberdayaan mementingkan

adanya pengakuan subyek akan kemampuan atau daya (power)

yang dimiliki obyek. Secara garis besar, proses ini melihat pentingnya

proses ini melihat pentingnya mengalihfungsikan individu yang tadinya

obyek menjadi subyek (Suparjan dan Hempri, 2003: 44).

Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk

membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian

tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa

yang mereka lakukan tersebut. Lebih lanjut perlu ditelusuri apa yang

sesungguhnya dimaknai sebagai suatu masyarakat yang mandiri.

Kemandirian masyarakat adalah merupakan suatu kondisi yang

dialami masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan,

memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi

mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan

mempergunakan daya dan kemampuan yang terdiri atas kemampuan

kognitif, konatif, psikomotorik, dengan pengerahan sumber daya yang

dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut, dengan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

43

demikian untuk menuju mandiri perlu dukungan kemampuan berupa

sumber daya manusia yang utuh dengan kondisi kognitif, konatif,

psikomotorik dan afektif, dan sumber daya lainnya yang bersifat fisik-

material.

Pemberdayan masyarakat hendaklah mengarah pada pada

pembentukan kognitif masyarakat yang lebih baik. Kondisi kognitif pada

hakikatnya merupakan kemampuan berpikir yang dilandasi oleh

pengetahuan dan wawasan seorang atau masyarakat dalam rangka

mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kondisi konatif

merupakan suatu sikap perilaku masyarakat yang terbentuk yang

diarahkan pada perilaku yang sensitif terhadap nilai-nilai

pembangunan dan pemberdayaan. Kondisi afektif adalah merupakan

sense yang dimiliki oleh masyarakat yang diharapkan dapat

diintervensi untuk mencapai keberdayaan dalam sikap dan perilaku.

Kemampuan psikomotorik merupakan kecakapan ketrampilan yang

dimiliki masyarakat sebagai upaya pendukung masyarakat dalam rangka

melakukan aktivitas pembangunan.

Terjadinya keberdayaan pada empat aspek tersebut (kognitif,

konatif, afektif dan psikomotorik) akan dapat memberikan kontribusi pada

terciptanya kemandirian masyarakat yang dicita-citakan, karena dengan

demikian dalam masyarakat akan terjadi kecukupan wawasan yang

dilengkapi dengan kecakapan ketrampilan yang memadai, diperkuat oleh

rasa memerlukan pembangunan dan perilaku sadar akan kebutuhannya

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

44

tersebut, untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah

proses. Melalui proses belajar maka masyarakat secara bertahap akan

memperoleh kemampuan/ daya dari waktu ke waktu, dengan demikian

akan terakumulasi kemampuan yang memadai untuk mengantarkan

kemandirian mereka, apa yang diharapkan dari pemberdayaan yang

merupakan visualisasi dari pembangunan sosial ini diharapkan dapat

mewujudkan komunitas yang baik dan masyarakat yang ideal (Teguh,

2004: 80-81).

Menurut Sumodiningrat pemberdayaan tidak bersifat selamanya,

melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, meski

dari jauh di jaga agar tidak jatuh lagi (Sumodiningrat,2000 dalam Teguh,

2004: 82). Dilihat dari pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui

suatu masa proses belajar hingga mencapai status mandiri, meskipun

demikian dalam rangka mencapai kemandirian tersebut tetap dilakukan

pemeliharaan semangat, kondisi dan kemampuan secara terus menerus

supaya tidak mengalami kemunduran lagi.

Sebagaimana disampaikan dimuka bahwa proses belajar dalam

rangka pemberdayaan masyarakat akan berlangsung secara bertahap.

Tahap-tahap yang harus dilalui tersebut adalah meliputi:

1. Tahap penyadaran dan tahap pembentukan perilaku menuju perilaku

sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan kapasitas diri.

2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan,

kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

45

keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam

pembangunan.

3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan

keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif

untuk mengantarkan pada kemandirian (Teguh,2004: 83).

2.1.6. Kebijakan Publik

1. Pengertian Kebijakan

Carl J Federick sebagaimana dikutip Agustino (2008:7)

mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang

diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu

lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-

kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan

kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan

perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang

penting dari definisi kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus

menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang

diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

46

Wahab mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri masih

terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli.

Maka untuk memahami istilah kebijakan, Wahab (2008: 40-50)

memberikan beberapa pedoman sebagai berikut :

a. Kebijakan harus dibedakan dari keputusan

b. Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari

administrasi

c. Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan

d. Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan

e. Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai

f. Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik

eksplisit maupun implisit

g. Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang

waktu

h. Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar

organisasi dan yang bersifat intra organisasi

i. Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci

lembaga-lembaga pemerintah

j. Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.

Menurut Winarno (2007 : 15), istilah kebijakan (policy term)

mungkin digunakan secara luas seperti pada “kebijakan luar negeri

Indonesia”, “kebijakan ekonomi Jepang”, dan atau mungkin juga dipakai

untuk menjadi sesuatu yang lebih khusus, seperti misalnya jika

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

47

kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang debirokartisasi dan

deregulasi. Namun baik Solihin Abdul Wahab maupun Budi Winarno

sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaanya sering dipertukarkan

dengan istilah lain seperti tujuan (goals) program, keputusan, undang-

undang, ketentuan- ketentuan, standar, proposal dan grand design

(Suharno :2009 : 11).

Irfan Islamy sebagaimana dikutip Suandi (2010: 12) kebijakan

harus dibedakan dengan kebijaksanaan. Policy diterjemahkan dengan

kebijakan yang berbeda artinya dengan wisdom yang artinya

kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan memerlukan pertimbangan

pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan mencakup aturan-

aturan yang ada didalamnya. James E Anderson sebagaimana

dikutip Islamy (2009: 17) mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “ a

purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing

with a problem or matter of concern” (Serangkaian tindakan yang

mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh

seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu

masalah tertentu).

Konsep kebijakan yang ditawarkan oleh Anderson ini menurut

Winarno (2007: 18) dianggap lebih tepat karena memusatkan

perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa

yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu konsep ini juga

membedakan secara tegas antara kebijakan (policy) dengan keputusan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

48

(decision) yang mengandung arti pemilihan diantara berbagai alternatif

yang ada.

Richard Rose sebagaimana dikutip Winarno (2007: 17) juga

menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai

serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta

konsekuensi- konsekuensi bagi mereka yang bersangkutan daripada

sebagai keputusan yang berdiri sendiri. Pendapat kedua ahli tersebut

setidaknya dapat menjelaskan bahwa mempertukarkan istilah kebijakan

dengan keputusan adalah keliru, karena pada dasarnya kebijakan

dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar suatu

keputusan untuk melakukan sesuatu.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka

dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah tindakan-tindakan atau

kegiatan yang sengaja dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang,

suatu kelompok atau pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur

keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang

ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

49

2. Pengertian Kebijakan Publik

Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup

berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya,

hukum, dan sebagainya. Disamping itu dilihat dari hirarkirnya kebijakan

publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal seperti undang-

undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri,

peraturan pemerintah daerah/provinsi, keputusan gubernur,

peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan bupati/walikota.

Secara terminologi pengertian kebijakan publik (public policy) itu

ternyata banyak sekali, tergantung dari sudut mana kita mengartikannya.

Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai the authoritative

allocation of values for the whole society atau sebagai pengalokasian

nilai- nilai secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat. Laswell

dan Kaplan juga mengartikan kebijakan publik sebagai a projected

program of goal, value, and practice atau sesuatu program

pencapaian tujuan, nilai-nilai dalam praktek-praktek yang terarah.

Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi

Winarno (2002: 17) mendefinisikan kebijakan publik sebagai hipotesis

yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang bias

diramalkan. Kebijakan publik itu harus dibedakan dengan bentuk-

bentuk kebijakan yang lain misalnya kebijakan swasta. Hal ini

dipengaruhi oleh keterlibatan faktor-faktor bukan pemerintah. Robert

Eyestone sebagaimana dikutip Agustino (2008 : 6) mendefinisikan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

50

kebijakan publik sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan

lingkungannya”. Banyak pihak beranggapan bahwa definisi tersebut

masih terlalu luas untuk dipahami, karena apa yang dimaksud

dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal.

Menurut Nugroho, ada dua karakteristik dari kebijakan publik,

yaitu:1) kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah untuk

dipahami, karena maknanya adalah hal-hal yang dikerjakan untuk

mencapai tujuan nasional; 2) kebijakan publik merupakan sesuatu

yang mudah diukur, karena ukurannya jelas yakni sejauh mana

kemajuan pencapaian cita-cita sudah ditempuh. Menurut Woll

sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003:2) menyebutkan bahwa kebijakan

publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di

masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga

yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Thomas R Dye sebagaimana dikutip Islamy (2009: 19)

mendefinisikan kebijakan publik sebagai “ is whatever government

choose to do or not to do” ( apapaun yang dipilih pemerintah untuk

dilakukan atau untuk tidak dilakukan). Definisi ini menekankan bahwa

kebijakan publik adalah mengenai perwujudan “tindakan” dan bukan

merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat publik

semata. Di samping itu pilihan pemerintah untuk tidak melakukan

sesuatu juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

51

pengaruh (dampak yang sama dengan pilihan pemerintah untuk

melakukan sesuatu.

David Easton sebagaimana dikutip Agustino (2009: 19)

memberikan definisi kebijakan publik sebagai “ the autorative allocation

of values for the whole society”. Definisi ini menegaskan bahwa hanya

pemilik otoritas dalam sistem politik (pemerintah) yang secara syah dapat

berbuat sesuatu pada masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk

melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu diwujudkan

dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai. Hal ini disebabkan karena

pemerintah termasuk ke dalam “authorities in a political system” yaitu

para penguasa dalam sistem politik yang terlibat dalam urusan sistem

politik sehari-hari dan mempunyai tanggungjawab dalam suatu maslaha

tertentu dimana pada suatu titik mereka diminta untuk mengambil

keputusan di kemudian hari kelak diterima serta mengikat sebagian besar

anggota masyarakat selama waktu tertentu.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat disimpulkan

bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau

tidak dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan

tertentu guna memecahkan masalah-masalah publik atau demi

kepentingan publik. Kebijakan untuk melakukan sesuatu biasanya

tertuang dalam ketentuan- ketentuan atau peraturan perundang-

undangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang mengikat

dan memaksa.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

52

3. Urgensi Kebijakan Publik

Untuk melakukan studi kebijakan publik merupakan studi yang

bermaksud untuk menggambarkan, menganalisis, dan menjelaskan

secara cermat berbagai sebab dan akibat dari tindakan-tindakan

pemerintah. Studi kebijakan publik menurut Thomas R. Dye,

sebagaimana dikutip Wahab ( Suharno: 2010: 14) sebagai berikut:

“Studi kebijakan publik mencakup menggambarkan upaya kebijakan publik, penilaian mengenai dampak dari kekuatan- kekuatan yang berasal dari lingkungan terhadap isi kebijakan publik, analisis mengenai akibat berbagai pernyataan kelembagaan dan proses-proses politik terhadap kebijakan publik; penelitian mendalam mengenai akibat-akibat dari berbagai kebijakan politik pada masyarakat, baik berupa dampak kebijakan publik pada masyarakat, baik berupa dampak yang diharapkan (direncanakan) maupun dampak yang tidak diharapkan.”

Wahab sebagaimana dikutip Suharno (2010: 16-19) dengan

mengikuti pendapat dari Anderson (1978) dan Dye (1978)

menyebutkan beberapa alasan mengapa kebijakan publik penting

atau urgen untuk dipelajari, yaitu:

a) Alasan Ilmiah

Kebijakan publik dipelajari dengan maksud untuk memperoleh

pengetahuan yang luas tentang asal-muasalnya, proses

perkembangannya, dan konsekuensi-konsekuensinya bagi masyarakat.

Dalam hal ini kebijakan dapat dipandang sebagai variabel terikat

(dependent variable) maupun sebagai variabel independen (independent

variable). Kebijakan dipandang sebagai variabel terikat, maka

perhatian akan tertuju pada faktor-faktor politik dan lingkungan yang

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

53

membantu menentukan substansi kebijakan atau diduga

mempengaruhi isi kebijakan piblik. Kebijakan dipandang sebagai

variabel independen jika focus perhatian tertuju pada dampak kebijakan

tertuju pada sistem politik dan lingkungan yang berpengaruh terhadapo

kebijakan publik.

b) Alasan professional

Studi kebijakan publik dimaksudkan sebagai upaya untuk

menetapkan pengetahuan ilmiah dibidang kebijakan publik guna

memecahkan masalah-masalah sosial sehari-hari.

c) Alasan Politik

Mempelajari kebijakan publik pada dasarnya dimaksudkan agar

pemerintah dapat menempuh kebijakan yang tepat guna mencapai tujuan

yang tepat pula.

4. Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses

yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel

yang harus dikaji. Oleh karena itu beberapa ahli politik yang menaruh

minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses

penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap. Tujuan

pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji

kebijakan publik. Namun demikian, beberapa ahli mungkin membagi

tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda. Tahap-tahap kebijakan

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

54

publik menurut William Dunn sebagaimana dikutip Winarno (2007: 32-

34 adalah sebagai berikut:

a) Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah

pada agenda publik. Sebelumnya masalah ini berkompetisi

terlebih dahulu untuk dapat masuk dalam agenda kebijakan. Pada

akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus

kabijakan. Pada tahap ini mungkin suatu masalah tidak disentuh sama

sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus

pembahasan, atau ada pula masalah karena alasan- alasan tertentu

ditunda untuk waktu yang lama.

b) Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian

dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi

didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik.

Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan

kebijakan (policy alternatives/policy options) yang ada. Dalam perumusan

kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai

kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini

masing-masing actor akan bersaing dan berusaha untuk mengusulkan

pemecahan masalah terbaik.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

55

c) Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para

perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif

kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas

legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau putusan

peradilan.

d) Tahap implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan

elit jika program tersebut tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakan

oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat

bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit

administrasikan yang memobilisasikan sumber daya finansial dan

manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan

saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan

para pelaksana (implementors), namun beberapa yang lain munkin akan

ditentang oleh para pelaksana.

e) Tahap evaluasi kebijakan

Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau

dievaluasi, unuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk meraih

dampak yang diinginkan, yaitu memecahkan masalah yang dihadapi

masyarakat. Oleh karena itu ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-

kriteria yamh menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik yang

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

56

telah dilaksanakan sudah mencapai dampak atau tujuan yang diinginkan

atau belum.

2.1.7. Evaluasi Kebijakan Publik

Evaluasi adalah kegiatan menilai mencari terobosan baru untuk

penyempurnaan. Evaluasi juga merupakan proses analisis yang

menekankan pada penciptaan Premis nilai yang memberikan penilaian

terhadap lahirnya sebuah program kebijakan atau sebuah kegiatan.

Proses evaluasi melahirkan sebuah pertanyaan apa perbedaan yang

dibuat ?. Artinya evaluasi merupakan analisa terhadap sebuah fakta dan

tanggapan yang dihasilkan ketika sebuah program dan kebijakan

dilaksanakan.

Evaluasi merupakan suatu proses yang mendasarkan diri pada

disiplin ketata dan tahapan waktu maka untuk dapat mengetahui hasil dari

kegiatan ataupun kendala-kendala yang terjadi dari suatu kegiatan

(Nurcholis,2005: 169),dengan evaluasi dapat mengukur tingkat

keberhasilan prinsip-prinsip dan pelaksanaan fungsi dan tugas Badan

Permusyawarahan Desa. Evaluasi merupakan penilaian pencapaian

kinerja dari implementasi. Evaluasi dilaksanakan setelah kegiatan selesai

dilaksanakan.(Nugroho, 2002:665)

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

57

Sebuah kebijakan publik tidak bisa dilepas begitu saja, kebijakan

harus diawasi dan salah satu mekanisme pengawasan tersebut disebut

evaluasi kebijakan.Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauhmana

keefektifan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada

konstituennya.Sejauhmana tujuan dapat dicapai. Evaluasi diperlukan

untuk melihat kesenjangan antara harapan dan kenyataan. (Nugroho,

2002:665)

Evaluasi menurut Siagian (1985 :7) adalah penilaian dan

merupakan bagian yang internal dari proses pelaksanaan sistem

pengawasan, penilaian merupakan suatu proses analisa data yang

diperoleh melalui proses penguasaan untuk menentukan hasil faktual dari

pelaksanaan pengawasan itu. Instrument yang digunakan dalam proses

penilaian boleh saja atau bisa menggunakan instrument pengawasan. Jika

demikian hanya perbedaan mendasar pengawasan dan penilaian terletak

pada aspek orientasi waktu, sasaran dan pemamfaatannya.

Menurut Badudu (2001:402) evaluasi adalah menilai atau memaksa

untuk menilai pekerjaan yang sudah dilakukan, bagaimana hasilnya cukup

baik atau buruk.Evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang

menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi,

implementasi dan.Evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan

fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap

akhir saja, melainkan kepada seluruh proses kebijakan. Menurut Edward

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

58

dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau usaha proses untuk

menentukan nilai dari sesuatu. (Sudijono, 1996:1).

Selanjutnya menurut Siagian (1985:12) faktor-faktor pendukung

kegiatan penilaian tersebut adalah :

1. Tercapaianya sasaran yang ditetapkan untuk dicapai. 2. Tersedianya dana, sarana dan prasarana yang diperlukan. 3. Pengetahuan dan keterampilan manajerial yang mutakhir, tidak

ketinggalan zaman yang sesuai dengan tuntutan lingkungan eksternal. 4. Keunggulan produk organisasi sehingga para pesaing tersebut dapat

menandinginya. 5. Loyalitas, dedikasi dan semangat kerja yang tinggi dari para

pelaksana berbagai kegiatan operasional. 6. Interaksi positif antara berbagai bantuan kerja yang membuahkan

kerjasama yang intim dan serasi. 7. Tepatnya rincian strategi bidang fungsional dikaitkan dengan tujuan,

misi sasaran jangka panjang dan strategi induk organisasi. 8. Dalam pada itu harus diwaspadai pula kemungkinan diraihnya

keberhasilan semua dalam arti bahwa keberhasilan yang diraih itu hanya karena sasaran dan standar mutu kerja yang ditentukan terlalu rendah, sehingga tanpa upaya yang maksimalpun keberhasilanpun akan dicapai.

Adapun ciri dari evaluasi kebijakan menurut Nugroho (2007:670)

adalah:

a. Tujuannya menemukan hal-hal yang strategis untuk meningkatkan kinerja kebijakan.

b. Evaluator mampu mengambil jarak dari pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan dan target kebijakan.

c. Prosedur dapat dipertanggungjawabkan secara metodologi. d. Dilaksnakan tidak dalam suasana permusuhan atau kebencian. e. Mencakup rumusan, implementasi, lingkungan dan kinerja kebijakan.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

59

Menurut Dunn (Nugroho, 2007 :10) tahap-tahap dalam proses

pembuatan kebijakan adalah sebagai berikut :

1. Fase penyusunan agenda, disini pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah kebijakan pada agenda publik

2. Fase formulasi kebijakan, disini para pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah

3. Adopsi kebijakan, disini alternatif kebijakan dipilih dan diadopsi dengan dukungan dari mayoritas dan atau consensus kelembagaan

4. Implementasi kebijakan, disini kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi dengan memobilisir sumber daya yang dimilikinya, terutama financial dan manusia.

5. Penilaian kebijakan, disini pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan akan dinilai apakah telah memenuhi kebijakan yang telah ditentukan.

Kelima tahap pembuatan kebijakan di atas dinilai paralel dengan

tahapan analisis kebijakan yang dapat digambarkan pada table berikut :

Tabel. 2.1. Tahapan Analisis Kebijakan

Analisis Kebijakan Pembuatan Kebijakan

1 2

a. Perumusan Masalah

b. Peramalan

c. Rekomendasi

d. Pemantauan

e. Penilaian (evaluasi)

a. Penyusunan agenda

b. Formulasi kebijakan

c. Adopsi kebijakan

d. Implementasi kebijakan

e. Penilaian kebijakan

Sumber : Dunn dalam Nugroho, 2007

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

60

Berikut ini akan dijelaskan proses analisis kebijakan menurut

Dunn (Nugroho, 2007: 16) yaitu sebagai berikut :

1. Perumusan masalah, masalah kebijakan adalah nilai kebutuhan atau kesempatan yang belum terpenuhi yang dapat diidentifikasi untuk kemudian diperbaiki atau dicapai melalui tindakan publik. Fase-fase perumusan masalah kebijakan antara lain :

a. Pencarian masalah b. Pendefenisian masalah c. Spesifikasi masalah d. Pengenalan masalah

2. Peramalan masa depan kebijakan, peramalan adalah prosedur untuk membuat informasi actual tentang situasi social dimasa depan atas dasar informasi yang telah ada tentang masalah kebijakan. Peramalan mempunyai sejumlah tatanan yaitu :

a. Akurasi ramalan. b. Kondisi komperatif masa depan. c. Konteks, yaitu konteks institusional, temporal dan historical.

3. Rekomendasi kebijakan, yaitu menentukan alternatif yang terbaik dan mengapa. Terdapat enam kriteria untuk rekomendasi kebijakan antara lain : a. Efektifitas b. Efisiensi c. Kecukupan d. Perataan e. Responsifitas f. Kelayakan

4. Pemantauan hasil kebijakan, yaitu untuk memberi informasi tentang sebab dan akibat kebijakan publik. Pemantauan mempunyai empat fungsi yaitu : a. Ekplanasi b. Akutansi c. Pemeriksaan d. Kepatuhan

5. Penilaian (evaluasi) kinerja kebijakan yaitu menekankan pada penciptaan premis-premis nilai dengan kebutuhan untuk menjawab pertanyaan “ apa perbedaan yang dibuat ?” kriteria untuk evaluasi kebijakan sama dengan kriteria rekomendasi kebijakan yaitu : a. Efektifitas b. Efisiensi c. Kecukupan d. Perataan e. Responsifitas f. Kelayakan

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

61

Deskripsi utama Evaluasi adalah bahwa evaluasi menghasilkan

tuntutan tuntutan yang bersifat evaluasi.Pertanyaan yang terlontar tentang

evaluasi bukanlah mengenai fakta (apakah sesuatu ada?) atau aksi

(apakah yang harus dilakukan?). Tetapi berhubungan dengan nilai

(berapa nilainya?) karena evaluasi mempunyai karakteristik yang

membedakan dengan metode analisis kebijakan lainnya seperti yang

dipaparkan Dunn(Nugroho, 2007: 156) yaitu :

1. Fokus nilai. Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari suatu kebijakan dan program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, bukan sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi. Karena ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mencakup prosedur untuk mengevaluasi tujuan tujuan dan sasaran itu sendiri.

2. Interpendensi Fakta Nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik “Fakta”maupun nilai untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja tertinggi (atau rendah) diperlukan tidak hanya hasil hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok ataupun seluruh masyarakat. Untuk menyatakan yang demikian harus didukung oleh bukti bukti bahwa hasil kebijakan secara aktual merupakan konsekuensi dari aksi aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu, karena itu pemantauan merupakan prasarat bagi evaluasi.

3. Orientasi masa kini dan masa lampau, tuntutan evaluasi berbeda dengan tuntutan tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekrang dan masa lalu, dibangdingkan hasil masa desan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah.

4. Dualitas nilai. Nilai nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena dipandang sebgai tujuan dan sekaligus cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada. Dapat dianggap sebagai intrisik maupun ekstrinsit. Nilai nilai sering ditata dalam suatu yang merefleksikan kepentingan dan saling ketergantungan antar tujuan dan sasaran.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

62

Studi evaluasi dapat menjawab bagaimana suatu kebijakan

dilaksanakan, apa kendalanya, apakah program dapat mencapai sasaran,

variabel apa sajakah yang berpengaruh terhadap keberhasilan suatu

kebijakan atau program. Evaluasi dilakukan karena tidak semua program

kebijakan meraih hasil yang diinginkan.Seringkali terjadi kebijakan publik

gagal meraih maksud atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya

(Winarno, 2002: 165). Evaluasi kebijakan ditunjukkan untuk melihat

sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah

kebijakan public yang sudah dijalankan meraih dampak yang diinginkan?.

(Laster, 2002: 165)

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan

yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup

substansi, implementasi dan dampak.Dalam hal ini evaluasi kebijakan

dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya evaluasi kebijakan

tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam

seluruh proses kebijakan. Dengan demikian evaluasi kebijakan bias

meliputi perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang

diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi maupun

dampak kebijakan.(Laster, 2002: 166)

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

63

Teori evaluasi kebijakan akan dapat mengetahui peran para aktor

dalam pembuatan kebijakan. Dalam proses pembuatan kebijakan melalui

beberapa proses, diantaranya proses pengkajian kebijakan. Dalam proses

pengkajian harus memahami metode analisis yang bertujuan

menciptakan, menilai secara kritis dan mengkomunikasikan pengetahuan

yang relevan dengankebijakan.

Evaluasi merupakan suatu proses yang mendasarkan diri pada

disiplin ketat dan tahapan waktu, maka untuk dapat memenuhi hasil dari

kegiatan atau program yang telah direncanakan. Dengan evaluasi dapat

diketahui hambatan atau kendala-kendala yang terjadi dari suatu kegiatan.

Degnan evaluasi dapat mengukur tingkat keberhasilan prinsip-prinsip dan

pelaksanaan kegiatan dana simpan pinjam kelompok .

Evaluasi menurut Siagian (2000:166) adalah penilaian dan

merupakan bagian yang integral dari proses pelaksanaan system

pengawasan, penilaian merupakan suatu proses analisa data yang

diperoleh melalui proses penguasaan untuk menentukan hasil faktual dari

pelaksanaan pengawasan itu. Instrument yang digunakan dalam proses

penilaian boleh saja atau bias menggunakan instrument pengawasan, jika

demikian halnya perbedaan mendasar pengawasan, dengan penilaian

terletak pada aspek oerientasi waktu, sasaran dan pemanfaatannya.

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

64

Selanjutnya menurut Siagian (1990) faktor-faktor pendukung

kegiatan penilaian tersebut adalah:

1. Tercapainya sasaran yang ditetapkan untuk dicapai. 2. Tersedianya dana, sasaran dan prasarana yang diperlukan. 3. Pengetahuan dan keterampilan manajerial yang mutakhir, tidak

ketinggalan zaman yang sesuai dengan tuntutan lingkungan eksternal. 4. Keunggulan produk organisasi sehingga para pesaing tersebut dapat

menandingkannya. 5. Loyalitas, dedikasi dan semangat kerja yang tinggi dari para

pelaksana berbagai kegiatan operasional. 6. Interaksi positif antara berbagai bantuan kerja yang membuahkan

kerja sama yang intim dan serasi. 7. Tepatnya rincian strategi bidang fungsional dan operasional dikaitkan

dengan tujuan, misi, sasaran jangka panjang dan strategi induk organisasi.

8. Dalam pada itu harus diwaspadai pula kemungkinan diraihnya keberhasilan “semua” dan arti bahwa keberhasilan yang diraih itu hanya karena sasaran dan standard mutu kerja yang ditentukan terlalu rendah, sehingga tanpa upaya maksimalpun, keberhasilanpun akan dicapai juga.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), Evaluasi adalah

penilaian hasil,.Tujuan pokok evaluasi bukanlah untuk menyalah-

nyalahkan, melainkan untuk melihat seberapa besar kesenjangan antara

pencapaian dan harapan suatu kebijakan public.Tugas selanjutnya adalah

bagaimana mengurangi dan menutup kesenjangan tersebut.Jadi evaluasi

kebijakan publik harus dipahami sebagai sesuatu yang bersifat positif.

Evaluasi bertujuan mencari kekurangan dan menutupi kekurangan. Ciri

dari evaluasi kebijakan adalah :

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

65

1. Tujuan menemukan hal-hal yang strategis untuk menigkatkan

kinerja kebijakan.

2. Evaluasi mampu mengambil jarak dari pembuat kebijakan,

pelaksanaan kebijakan, dan target kebijakan.

3. Prosedur dapat dipertanggungjawabkan secara metodologi.

4. Dilaksanakan tidak dalam permusuhan atau kebencian.

5. Mencakup rumusan, implementasi, lingkungan dan kinerja

kebijakan.

Tujuan khusus meliputi, menigkatkan pengetahuan masyarakat

tentang Program Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan

Pada Usaha Ekonomi Desa/Kelurahan Simpan Pinjam (UED/K-SP) dan

pemanfaatannya, meningkatkan ekonomi masyarakat dalam

pengembangan usaha produktif sektoral. Desa, terjadinya sinergi antara

kegiatan ekonomi yang bermodalkan pinjaman UED/K-SP dengan

program program lainnya yang ada dalam desa, meningkatkan peran

serta masyarakat dalam swadaya masyarakat pada kegiatan

pembangunan desa dan terjadinya peningkatan ekonomi masyarakat

desa.

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

66

Evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau

manfaat hasil kebijakan. Secara umum Dunn menggambarkan kriteria-

kriteria evaluasi kebijakan publik sebagai berikut :

Tabel. 2.2. Indikator Evaluasi Kebijakan Publik

Tipe Kriteria Pertanyaan Ilustrasi

1 2 3

Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah

dicapai? Unit pelayanan

Efisiensi

Seberapa banyak usaha

diperlukan untuk mencapai hasil

yang diinginkan?

- Unit biaya,Manfaat bersih

dan Rasio biaya-manfaat

Kecukupan

Seberapa jauh pencapaian hasil

yang diinginkan dapat

memecahkan masalah

Biaya tetap dan Efektivitas

tetap

Perataan

Apakah biaya dan manfaat

didistribusikan dengan merata

kepada kelompok-kelompok yang

berbeda?

- Kriteria Pareto, Kriteria

Kaldor Hicks, Kriteria

Rawls

Responsivitas

Apakah hasil kebijakan

memuaskan kebutuhan preferensi

atau nilai kelompok-kelompok

tertentu?

Konsistensi dengan survey

warga negara

Ketepatan

Apakah hasil (tujuan) yang

diinginkan benar-benar berguna

atau bernilai?

Program publik harus

merata dan efisien

Sumber : Dunn dalam Nugroho, 2007

Kebijakan yang telah diformulasikan atau dirumuskan bermaksud

untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks ini, dapat dimengerti

apabila banyak kalangan yang berpendapat bahwa kebijakan tidak akan

sukses jika dalam pelaksanaannya tidak ada kaitannya dengan tujuan

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

67

yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui sejauhmana pelaksanaan

kebijakan mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka tahap terakhir dari

proses kebijakan adalah melakukan evaluasi kebijakan. Evaluasi

kebijakan menekankan pada estimasi atau pengukuran dari suatu

kebijakan, termasuk juga materi, implementasi, pencapaian tujuan, dan

dampak dari kebijakan tersebut, bahkan evaluasi juga dapat digunakan

untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan

atau kegagalan suatu kebijakan, sehingga hasil pengkajian tersebut dapat

digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan apakah kebijakan

tersebut akan dilanjutkan, diubah, diperkuat atau diakhiri. (Anderson,

1997:2)

Adapun menurut Ndraha (1989:201), berpendapat bahwa evaluasi

merupakan proses perbandingan antara standar dengan fakta dan analisa

hasilnya. Kesimpulannya adalah perbandingan antara tujuan yang hendak

dicapai dalam penyelesaian masalah dengan kejadian yang sebenarnya,

sehingga dapat disimpulkan dengan analisa akhir apakah suatu kebijakan

harus direvisi atau dilanjutkan.

Evaluasi implementasi kebijakan dibagi tiga, menurut timing

evaluasi yaitu sebelum dilaksanakan, pada waktu dilaksanakan dan

setelah dilaksanakan. Evaluasi pada waktu pelaksanaan biasanya disebut

evaluasi proses. Evaluasi setelah kebijakan juga disebut sebagai evaluasi

konsekuensi (output) kebijakan dan/atau evaluasi impak/pengaruh

(outcome) kebijakan atau sebagai evaluasi sumatif (Nugroho :671). Lester

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

68

dan Steward,Jr mengelompokkan evaluasi implementasi kebijakan

menjadi evaluasi proses, yaitu evaluasi yang berkenaan dengan proses

implementasi. Evaluasi impak, yaitu evaluasi berkenaan dengan hasil

dan/atau pengaruh dari implementasi kebijakan. Evaluasi kebijakan, yaitu

apakah benar hasil yang dicapai mencerminkan tujuan yang dikehendaki

dan evaluasi meta-evaluasi yang berkenaan dengan evaluasi berbagai

implementasi kebijakan yang ada untuk menemukan kesamaan-

kesamaan tertentu. (Nugroho :674)

House (Nugroho :674) membagi model evaluasi menjadi :

a. Model sistem, dengan indikator utama adalah efisiensi. b. Model perilaku, dengan indikator utama adalah produktivitas dan

akuntabilitas. c. Model formulasi keputusan dengan indikator utama adalah keefektifan

dan keterjagaan kualitas. d. Model tujuan bebas dengan indikator utama adalah pilihan pengguna

dan mamfaat sosial. e. Model kekritisan seni dengan indikator utama adalah standar yang

semakin baik dan kesadaran yang semakin meningkat. f. Model review professional dengan indikator utama adalah penerimaan

professional. g. Model kuasi legal dengan indikator utama adalah resolusi. h. Model studi kasus dengan indikator utama adalah pemahaman atas

diversitas. Anderson membagi evaluasi kbijakan publik menjadi tiga.Tipe

pertama, evaluasi kebijakan publik yang dipahami sebagai kegiatan

fungsional.Kedua, evaluasi yang memfokuskan pada bekerjanya

kebijakan.Ketiga, evaluasi kebijakan sistematis yang melihat secara

objektif program-program kebijakan yang ditujukan untuk mengukur

dampaknya bagi masyarakat dan sejauhmana tujuan-tujuan yang ada

telah dinyatakan telah dicapai. (Nugroho :674).

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

69

Menurut Wibawa (1993 :45), evaluasi kebijakan publik memiliki

empat fungsi yaitu:

1. Eksplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini evaluator dapat mengidentifikasi masalah, kondisi dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan.

2. Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya sesuai dengan standard an prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan.

3. Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah output benar-benar sampai ketangan kelompok sasaran kebijakan atau justru ada kebocoran atau penyimpangan.

4. Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial-ekonomi dari kebijakan tersebut.

Howlet dan Ramesh mengelompokkan evaluasi menjadi tiga yaitu :

1. Evaluasi administratif, yang berkenaan dengan evaluasi sisi administratif anggaran, efisiensi, biaya dari proses kebijakan didalam pemerintah yang berkenaan dengan : a. Effort evaluation, yang menilai dari sisi input program yang

dikembangkan kebijakan. b. Performance evaluation, yang menilai keluaran (output) dari

program yang dikembangkan oleh kebijakan. c. Adequacy of performance evaluation atau effectiveness evaluation,

yang menilai apakah program dijalankan sebagaimana yang sudah ditetapkan.

d. Efficiency evaluation, yang menilai biaya program dan memberikan penilaian tentang keefektifan biaya tersebut.

e. Process evaluation, yang menilai metode yang dipergunakan oleh organisasi untuk melaksanakan program.

2. Evaluasi judisial, yaitu evaluasi yang berkenaan dengan isu keabsahan hukum tempat kebijakan diimplementasikan, termasuk kemungkinan pelanggaran terhadap konstitusi, sistem hukum, etika, aturan administrasi Negara hingga hak azazi manusia.

Evaluasi politik, yaitu menilai sejauh mana penerimaan konstituen

politik terhadap kebijakan publik yang diimplementasikan.

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

70

2.1.8. Program Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP)

Berdasarkan Petunjuk Teknis PPD, Program Pemeberdayaan Desa

disingkat PPD adalah program yang bertujuan untuk mempercepat

penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat,

penyediaan Dana Usaha Desa dan penguatan koordinasi serta sinergi

sektoral dalam pembangunan desa secara partisipatif dan jenis kegiatan

PPD pada dasarnya meliputi seluruh bidang kegiatan yang mendukung

upaya Pemerintah Provinsi Riau untuk menaggulangi maslaah

Kemiskinan, Kebodohan, dan Ketertinggalan Infrastruktur (K2I).

Sedangkan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) adalah

Lembaga Keunagan Mikro (LKM) yang dibentuk oleh Desa melalui

musyawarah untuk mengelola Dana Usaha Desa dan dana yang berasal

dari kegiatan simpan pinjam masyarakat.

Adapun prinsip pengelolaan kegiatan Program Pemberdayaan

Desa adalah (Juknis PPD, 2009:5) ialah :

1. Prinsip Dasar. Penegelolaan Dana Usaha Desa harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar PPD yaitu transparan, memihak kepada masyarakat miskin, desentralisasi/dapat dikerjakan oleh masyarakat, akuntabilitas, kompetisi sehat, termasuk dalam hal usulan, pemilihan pengelola, system pengelolaan serta penyaluran dana.

2. Swadaya. Masyarakat memberikan swadaya untuk setiap kegiatan yang diusulkan, sebagai salah satu indikasi adanya kesungguhan dan kebutuhan akan kegiatan tersebut.

3. Pelestarian Kegiatan. Dana Usaha Desa merupakan tanggung jawab masyarakat, melalui pengurus yang telah terbentuk. Sedangkan kegiatan ekonomi yang telah tercipta dan mempunyai pangsa pasar perlu dikembangkan dengan bantuan pembinaan manajemen dan instansi terkait.

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

71

Adapun Visi dan Misi PPD seperti yang tertuang dalam Pedoman

Umum PPD (2009:5) adalah :

Visi Program Pemberdayaan Desa adalah mewujudkan masyarakat

Riau yang sejahtera. Adapun Misi PPD adalah;

a. Mempercepat penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan

ekonomi masyarakat dengan pemberian Dana Usaha Desa,

b. Memperkuat kelembagaan masyarakat desa,

c. Mendorong pelembagaan system pembangunan pasrtisipatif,

d. Mendorong peran aktif dinas sektoral untuk memenuhi kebutuhan

dasar masyarakat desa.

Berdasarkan petunjuk teknis PPD (2009:1) tujuan khusus dari PPD

ini adalah:

1. Mendorong berkembangnya perekonomian masyarakat desa. 2. Meningkatkan dorongan berusaha bagi anggota masyarakat desa

yang berpenghasilan rendah. 3. Meningkatkan pengembangan usaha dan penyerapan tenaga kerja

bagi masyarakat desa. 4. Mengurangi ketergantungan masyarakat dari rentenir. 5. Meningkatkan peranan masyarakat dalam pengelolaan Dana Usaha

Desa. 6. Meningkatkan kebiasaan gotong-royong dan gemar menabung secara

tertib. 7. Meningkatkan peran perempuan dalam perencanaan dan

pelaksanaan kegiatan desa. 8. Memenuhi kebutuhan sarana/prasarana yang dibutuhkan oleh

masyarakat desa.

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

72

Sesuai dengan Pedoman Umum dan Petunjuk Teknis sebagaimana

diatur dalam Keputusan Gubernur Riau Nomor 78 Tahun 2009 tentang

Penyelenggara dari Program Pemberdayaan ini adalah ditunjuk Badan

Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa (BPM Bangdes)

Provinsi Riau sebagai Pelaksana Tim Koordinasi Pembinaan dan

Pengendalian PPD yang bertanggungjawab langsung kepada Gubernur

Riau. Sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota, maka yang

bertanggungjawab dalam Pelaksanaan Tim Koordinasi Pembinaan dan

Pengendalian PPD di Kabupaten/Kota adalah Kepala Badan

Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) langsung

kepada Bupati/Walikota.

Dana Usaha Desa adalah dana hibah yang disediakan Pemerintah

Provinsi Riau dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Riau dalam

APBD masing-masing yang dianggarkan untuk desa.

Sedangkan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) adalah

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dibentuk oleh desa melalui

musyawarah untuk mengelola Dana Usaha Desa dan dana yang berasal

dari kegiatan simpan pinjam masyarakat.

Usaha ekonomi produktif ini meliputi seluruh kegiatan usaha baik

perorangan ataupun kelompok yang merupakan prakarsa dari masyarakat

sendiri untuk meningkatkan taraf hidupnya, antara lain :

1. Perdagangan; kios, warung, pengumpul.

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

73

2. Pertanian; tanaman pangan.

3. Perkebunan; sawit, karet, kelapa, dan lain sebagaianya.

4. Peternakan; itik, ayam, sapi, kerbau, kambing, dan lain-lain.

5. Perikanan; perikanan tangkap, tambak, dan lain-lain.

6. Jasa; perbengkelan, salon, servis computer, handphone, dan lain-lain.

7. Industri Rumah Tangga; pembuatan minyak kelapa, gula aren, batu

bata, pengolahan ikan, anyaman, dan lain-lain.

Selanjutnya UED-SP berfungsi sebagai lembaga keuangan desa

untuk menyalurkan dana melalui mekanisme penyaluran kredit dan

penarikan dana dari penyalur kredit tersebut. UED-SP merupakan

organisasi atau lembaga yang dibentuk oleh masyarakat karena adanya

kesadaran dan persamaan tujuan untuk meningkatkan taraf

hidup.Sebagai suatu organisasi, maka UED-SP harus memiliki anggaran

dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) yang ditetapkan oleh

masyarakat melalui musyawarah desa.Melalui musyawarah desa ini

ditetapkan pula pengelolanya untuk melaksanakan program UED-SP.

Intinya adalah musyawarah desa adalah pemegang kekuasaan tertinggi.

Musyawarah desa merupakan forum tertinggi menetapkan AD/ART,

pengelola dan garis-garis besar program UED-SP. Selanjutnya

menjabarkan garis-garis besar program dalam bentuk program kerja dan

melayani masyarakat yang dalam pelaksanaannya mendapat

pengawasan atau pembinaan dari Badan Pengawas.

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

74

Keanggotaan UED-SP adalah anggota masyarakat desa yang

memenuhi persyaratan berdasarkan AD/ART.Sasaran program adalah

anggota UED-SP dan masyarakat desa yang memiliki usaha ekonomi

produktif.Masyarakat dapat mengembangkan kegiatan usahanya melalui

kegiatan usaha perorangan atau dalam bentuk kelompok.

Pengelola UED-SP terdiri dari : Ketua, Kasir, Tata Usaha dan Staff

Analisis Kredit (SAK) yang diangkat dan diberhentikan berdasarkan

musyawarah desa yang dinyatakan dengan Surat Keputusan Kepala Desa

serta mempunyai masa jabatan selama tiga tahun dan setelah itu dapat

dipilih kembali.

Mekanisme Pelaksanaan Program UED-SP yang meliputi

pendataan calon pemanfaat, penetapan calon pemanfaat, penggunaan

dana, dan pengembalian dana pinjaman yaitu :

1. Pelaksanaan Pendataan Calon Pemanfaat : dilaksanakan langsung

dengan cara sosialisasi program UED-SP oleh Pendamping Desa

dengan unsure-unsur perangkat desa kepada masyarakat melalui

tahapan-tahapan Musyawarah Desa yang didalamnya menetapkan

bahwa setiap calon pemanfaat harus mengajukan proposal Rencana

Usaha Pemanfaat (RUP) dan diperiksa kelengkapan dokumen

administrasi RUP oleh pengelola UED-SP yaitu Staf Analisis Kredit

(SAK).

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

75

2. Pelaksanaan penetapan calon pemanfaat : setelah seluruh pemanfaat

melengkapi dokumen administrasi RUP maka dilakukan proses

verifikasi survey lapangan sebagai penilaiaan yang meliputi (1) tempat

usaha, (2) kesesuaian usaha yang dilakukan dengan yang diusulkan

dalam proposal, (3) kesesuaian pengguna dana dengan kebutuhan

usaha, (4) kebenaran dan nilai agunan yang diajukan, (5) kapasitas

usaha dan kemampuan mengembalikan pinjaman, dan (6) karakter

calon pemanfaat. Setelah proses verifikasi enam kategori memenuhi

syarat maka dapat ditetapkan jumlah calon pemanfaat.

3. Pelaksanaan penggunaan dana : oleh pengelola UED-SP membuat

Surat Perjanjian Pemberian Pinjaman (SP3) dengan pemegang

otoritas Rekening Dana Usaha Desa (DUD) diketahui oleh

Pendamping Desa dan Pengawas Umum yang dilengkapi dengan

dokumen usulan kegiatan hasil pembahasan pada forum musyawarah

desa, pemegang otoritas rekening DUD berdasarkan SP3 mentransfer

dana dari rekening DUD ke rekening UED-SP sesuai dengan jumlah

yang diajukan. Setelah dana dicairkan melalui rekning DUD maka

langsung dilakukan penyaluran dana ke anggota atau kelompok

pemanfaat/ masyarakat yang meminjam. Kewajiban bagi pemanfaat

anggota/kelompok harus menggunakan dana pinjaman sesuai

kebutuhan serta memperhatikan siklus usaha, pemanfaat wajib

membelanjakan dana pinjaman sesuai dengan renacana kegiatan

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

76

yang diajukan dan tertuang dalam dokumen Surat Perjanjian

Pemeberian Kredit (SP2K).

4. Proses pengembalian dana pinjaman : dikembalikan setiap bulan oleh

pemanfaat setalah satu bulan yang lalu menerima penyaluran dana

pinjaman, pemanfaat mengembalikan dana pinjaman dengan bunga

12% pertahun atau 1% perbulan yang telah ditetapkan di dalam

Petunjuk Teknis Program, apabila terjadi keterlambatan pengembalian

atau penunggakan pemanfaat akan dikenakan denda sesuai yang

tertuang di dalam AD/ART dari hasil musyawarah desa.

Program UED-SP memiliki alur kegiatan program yang baku sesuai

dengan yang tercantum dalam Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan

seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Pemantauan dalam pelaksanaan program UED-SP terbagi menjadi

dua bagian, yaitu sebagai berikut.

1. Pemantauan Internal, adalah kegiatan pemantauan yang dilakukan

mereka yang terlibat secara langung dalam program

2. Pemantauan Eksternal, adalah pemantauan yang dilakukan oleh

pihak luar yang independen yang diharapkan dapat memberikan

pandangan yang lebih objektif.

Pemantauan ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

77

2.2. Kerangka Berpikir

Berdasarkan studi literatur dan penelitian terdahulu, maka disusun

kerangka pemikiran seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2.3. Kerangka Pikir Penelitian

Evaluasi Pelayanan Program Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) Kecamatan Bengkalis

Sumber : Modifikasi Penulis, 2018

Pelaksanaan Program Usaha

Ekonomi Desa Simpan Pinjam

(UED-SP)

Sasaran Program

Tujuan Program

EVALUASI Teori William N. Dunn

Kriteria Evaluasi:

1. Efektifitas (Pencapaian Hasil yang diinginkan) 2. Efisiensi (Usaha untuk mencapai hasil) 3. Kecukupan (Pengaruh Kebijakan dalam Memecahkan Masalah) 4. Pemerataan (Pemerataan Manfaat Kebijakan) 5. Responsivitas (Hasil Kebijakan sesuai Kebutuhan) 6. Ketepatan (Manfaat Tujuan Kebijakan)

BAIK

CUKUP BAIK

TIDAK BAIK

Pemberdayaan Masyarakat

Kecamatan Bengkalis

Kabupaten Bengkalis

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

78

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rusli (2014) Evaluasi

Pelaksanaan Program Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan

Pada Usaha EkonomiI Desa - Simpan Pinjam di Kecamatan Bengkalis

Kabupaten Bengkalis, dari hasil peneilitian diketahui bahwa Implementasi

Program Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan pada Usaha

Ekonomi Desa Simpan Pinjam di Kecamatan Bengkalis pada tahun 2012-

2013 telah sesuai dengan petunjuk teknis meskipun terlihat kurang

optimal di dalam beberapa tahap implementasi.

Pada tahap persiapan program dilihat bahwa pembentukan Tim

Pengurus Pelaksanaan Program dan fasilitator sudah sesuai dengan

pedoman pelaksanaan. Begitu pula dalam identifikasi masalah,

kebutuhan, dan potensi sudah melibatkan masyarakat/sasaran program.

Namun untuk kegiatan identifikasi data dilapangan terhadap masyarakat /

pemanfaat program masih kurang optimal dan belum tepat sasaran. Hal

ini disebabkan karena beberapa petugas pendata kurang memahami dan

hanya memandang keadaan masyarakat secara umum dengan hanya

melihat KKnya saja tanpa mengadakan survey ke rumah-rumah

masyarakat. Sedangkan untuk pelatihan fasilitator tingkat kabupaten telah

dilaksanakan. Komunikasi dalam tahapan ini berjalan dengan baik ini

terlihat dari adanya musyawarah untuk mengidentifikasi masalah,

kebutuhan serta potensi yang ada. Sementara itu komunikasi yang sudah

dijalankan tapi kurang efektif adalah penyampaian tahap proses

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

79

peminjaman dana UED/K-SP, yang didalamnya mengenai kriteria

masyarakat yang boleh melakukan peminjaman. Sikap pelaksana dalam

tahap ini sangat mendukung, hal ini dapat ditunjukkan dengan fasilitator

mengundang dan mendampingi masyarakat/pemanfaat program dalam

melakukan identifikasi masalah, kebutuhan, serta potensi. Dukungan

Masyarakat/kelompok sasaran juga bagus ini terlihat dengan adanya

partisipasi dari masyarakat dalam musyawarah.

Pada tahap pelaksanaan program telah dilaksanakan berdasarkan

petunjuk teknis program tatpi masih belum optimal. Pelaksanaan program

tersebut meliputi pembinaan secara intern dikelembagaan UED/K-SP,

pembinaan ekstern yang langsung mengenai masyarakat/kelompok

sasaran dalam hal ini secara langsung mengidentifikasi permasalahan-

permasalahan yang dialami oleh masyarakat hingga di selesaikan didalam

forum musyawarah. Selanjutnya pembuatan laporan perkembangan

program dan laporan keuangan yang didalamnya meliputi perkembangan

pinjaman oleh masyarakat, tingkat keberhasilan usaha masyarakat dan

seberapa besar dana usaha desa terserap melalui pinjaman masyarakat.

Komunikasi sudah terjalin dengan baik, ini terlihat dari keterlibatan

masyarakat didalam musyawarah desa dan menjadi pemanfaat

program.Selain itu juga dibukanya forum diskusi mengenai pemecahan

masalah yang dialami oleh masyarakat/pemanfaat program.Sikap

pelaksana kurang baik karena jarang sekali mau melakukan inspeksi

kelapangan dan melakukan pembinaan terhadap masyarakat untuk

Page 55: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

80

pengembangan usaha mereka.Dukungan kelompok sasaransudah cukup

baik ini terlihat dari adanya peran aktif masyarakat/pemanfaat program

disaat mengikuti forum musyawarah dan pertemuan bersama pihak

pelaksana program dalam hal penyelesaian tunggakan.

Pada tahap evaluasi kegiatan pada umum sudah terlaksana

dengan baik.Hal ini terlihat dari terlibatnya semua pihak dalam evaluasi ini

baik dari masyarakat, Tim Pembina Kecamatan, maupun Tim Pembina

Kabupaten. Dalam evaluasi ini perwakilan masyarakat di panggil langsung

untuk memberikan keterangan perihal pelaksanaan program UED/K-SP

yang dilaksanakan oleh tim Pelaksana program meliputi Pengelola

UED/K-SP, Fasilitator Pendamping Desa dan Kepala Desa. Sementara itu

Tim Evaluasi melakukan penilaian dengan cara diskusi pelaksana

program tingkat desa/kelurahan dan tingkat kecamatan mengenai hasil

laporan keuangan dan progress kegiatan mengadakan kunjungan ke

lokasi. Komunikasi terjalin dengan baik antara masyarakat/pemanfaat

progam dengan Tim Evaluasi.Sikap pelaksana juga sudah baik ini terlihat

dari adanya laporan yang dibuat oleh Tim Pembina Kecamatan.Dukungan

Masyarakat/ kelompok sasaran juga sudah baik ini terlihat dari

kehadirannya pada saat pelaksanaan evaluasi serta kemauan untuk

memberikan keterangan tentang pelaksanaan program oleh pelaksana

program.

Page 56: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

81

2.4. Konsep Operasional

untuk kesepahaman pengertian dalam penelitian ini agar tidak

menimbulkan salah pemahaman dan pengertian, maka akan dijelaskan

dan dirumuskan beberapa konsep sebagai berikut :

1. Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh

pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan

tertentu di masyarakat dimana dalam penyusunannya melalui

berbagai mekanisme.

2. Evaluasi kebijakan adalah mengkaji akibat-akibat pelaksanaan suatu

kebijakan dan membahas hubungan antara cara-cara yang digunakan

dan hasil yang hendak dicapai.

3. Evaluasi pelaksanaan Program Peningkatan Keberdayaan

Masyarakat Pedesahaan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-

SP) ialah program yang selama ini dilaksanakan di Kabupaten

Bengkalis khususnya Kecamatan Bengkalis.

4. Evaluasi dalam penelitian ini adalah Evaluasi Peningkatan

Keberdayaan Masyarakat Pedesahaan Usaha Ekonomi Desa Simpan

Pinjam (UED-SP).

5. UED-SP adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dibentuk oleh

Desa melalui musyawarah untuk mengelola Dana Usaha Desa dan

dana yang berasal dari kegiatan simpan pinjam masyarakat.

6. Pemberdayaan UED-SP ialah tindakan sosial yang dilaksanakan oleh

lembaga UED-SP dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif

Page 57: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

82

untuk memecahkan masalah sosial dan ekonomi dengan kemampuan

dan sumber daya yang dimiliki.

2.5. Operasional Variabel

Secara terperinci operasinalisasi variabel pada penelitian ini dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.3. Operasional Variabel

Konsep Variabel Indikator Sub Indikator Penilaian

Evaluasi adalah

perbandingan antara tujuan yang hendak

dicapai dalam

penyelesaian masalah dengan kejadian

yang sebenarnya

Evaluasi Program

Pemberdayaan Masyarakat

UED-SP

Efektifitas

Meningkatnya Ekonomi Masyarakat

Baik

Bertambahnya Usaha di Desa

Turunnya angka kemiskinan

Effesiensi

Tahapan Peminjaman

Upaya meminimalisir tunggakan

Inovasi dalam administrasi pelayanan

Kecukupan

Kebijakan dalam menghadapi tunggakan

Cukup Baik

Laporan pengelola kepada Pemerintah

Komunikasi (Etika) Pengelola

Pemerataan

Keberpihakan Pengelola terhadap pemanfaat

Upaya mengurangi kesenjangan

Pemahaman Perbub Nomor 38 Tahun 2014

Resposivitas

Respon masyarakat terhadap UED-SP

Tidak Baik

Partisipasi masyarakat terhadap UED-SP

Pandangan masyarakat terhadap kelanjutan program

Ketetapan

Keberadaan Pemanfaat Fiktif

Proses penyitaan agunan

kebijakan dalam verifikasi berkas pemanfaat

Sumber : Modifikasi Penulis, 2018

Page 58: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

83

2.6. Teknik Pengukuran

2.6.1. Efektifitas

Baik : Apabila Indikator pada efektifitas dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

67% - 100%

Kurang Baik : Apabila Indikator pada efektifitas dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

34% - 66%

Tidak Baik Apabila Indikator pada efektifitas dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

0% - 33%

2.6.2. Efesiensi

Baik : Apabila Indikator pada efesiensi dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

67% - 100%

Kurang Baik : Apabila Indikator pada efesiensi dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

34% - 66%

Page 59: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

84

Tidak Baik Apabila Indikator pada efesiensi dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

0% - 33%

2.6.3. Kecukupan

Baik : Apabila Indikator pada kecukupan dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

67% - 100%

Kurang Baik : Apabila Indikator pada kecukupan dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

34% - 66%

Tidak Baik Apabila Indikator pada kecukupan dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

0% - 33%

2.6.4. Pemerataan

Baik : Apabila Indikator pada pemerataan dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

67% - 100%

Page 60: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

85

Kurang Baik : Apabila Indikator pada pemerataan dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

34% - 66%

Tidak Baik : Apabila Indikator pada pemerataan dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

0% - 33%

2.6.5. Responsivitas

Baik : Apabila Indikator pada responsivitas dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

67% - 100%

Kurang Baik : Apabila Indikator pada responsivitas dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

34% - 66%

Tidak Baik Apabila Indikator pada responsivitas dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

0% - 33%

Page 61: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

86

2.6.6. Ketepatan

Baik : Apabila Indikator pada ketepatan dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

67% - 100%

Kurang Baik : Apabila Indikator pada ketepatan dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

34% - 66%

Tidak Baik Apabila Indikator pada ketepatan dapat

terpenuhi dengan baik terhadap Program

UED-SP dengan persentase penilaian

0% - 33%

2.7. Ukuran Variabel

2.7.1. Evaluasi Program UED-SP Dalam Upaya Pemberdayaan

Masyarakat Kecamatan Bengkalis

Baik : Apabila Pelaksanaan Program UED-SP ini

dilihat dari aspek efektifitas, efesiensi,

kecukupan, pemerataan, responsivitas dan

ketepatan terpenuhi dengan penilaian dari

responden dengan persentase penilaian

67% - 100%

Page 62: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1…library.uir.ac.id/skripsi/pdf/167122017/bab2.pdf · 2018. 7. 20. · 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

87

Kurang Baik : Apabila Pelaksanaan Program UED-SP ini

dilihat dari aspek efektifitas, efesiensi,

kecukupan, pemerataan, responsivitas dan

ketepatan terpenuhi dengan penilaian dari

responden dengan persentase penilaian

34% - 66%

Tidak Baik Apabila Pelaksanaan Program UED-SP ini

dilihat dari aspek efektifitas, efesiensi,

kecukupan, pemerataan, responsivitas dan

ketepatan terpenuhi dengan penilaian dari

responden dengan persentase penilaian

0% - 33%


Recommended