Transcript

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar

1. Konsep kebutuhan dasar manusia

Kebutuhan dasar manusia adalah unsur-unsur yang dibutuhkan

manusia dalam memepertahankan keseimbangan fisiologis maupun

psikologis, yang tentunya untuk mempertahankan kehidupan dan

kesehatan. Ada beberapa pendapat ahli tentang model kebutuhan dasar

manusia salah satunya yaitu kebutuhan dasar manusia menurut Virginia

Handerson. Yang termaut dalam Taksonomi II NANDA I. Kebutuhan

oksigenasi terdapat dalam domain eliminasi dan pertukaran yang

tepatnya pada kelas fungsi pernafasan (herdman& kamitsuru, 2016).

Adapula kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow.

Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow lebih dikenal

dengan istilah Hieraki Kebutuhan Dasar Manusia Maslow. Kebutuhan

oksigenasi menurut Abraham Maslow terdapat beberapa kebutuhan

fisiologis (physiologic needs). Kebutuhan fisiologis ini mencakup :

a. Kebutuhan oksigenasi dan pertukaran gas

b. Kebutuhan cairan dan elektrolit

c. Kebutuhan makanan

d. Kebutuhan eliminasi urine dan alvi

e. Kebutuhan istirahat tidur

f. Kebutuhan aktivitas

g. Kebutuhan kesehatan temperature tubuh

h. Kebutuhan seksual

(Mubarak & chayatin, 2008).

6

7

2. Pengertian Oksigenasi

Oksigen (O2) adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam

proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup

seluruh sel- sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara

menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas (Tarwoto & Wartonah edisi

3, 2006).

Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,

mempertahankan hidup dan aktifitas berbagai organ dan sel tubuh.

Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur

vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahankan

kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini

diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas dari atmosfer.

Oksigen (O2) untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh

(Sulistiyo Andarmoyo, 2012).

3. Fisiologi Sistem pernafasan

Sistem pernafasan terdiri atas organ pertukaran gas yaitu paru-paru

dan sebuah pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot

pernafasan, diafragma, isi abdomen, dinding abdomen, dan pusat

pernafasan di otak (Tarwoto & Wartonah edisi 3, 2006).

Ada tiga langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi

paru, dan difusi.

a. Ventilasi

Ventilasi adalah keluar proses keluar masuknya udara dari

dan ke paru-paru, jumlahnya sekitar 500ml sehingga terjadi

pertukaran gas antara tekanan atmosfer dan alveolus. Kepatenan

ventilasi tergantung pada faktor yaitu kebersihan jalan nafas, sistem

saraf pusat dan pusat pernafasan, pengembangan dan pengempisan

paru-paru dan kemampuan otot-otot pernafasan.

8

b. Perfusi paru

Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi

paru untuk di oksigenasi, di mana pada sirkulasi paru adalah darah

doksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dari ventrikel

kanan jantung.

c. Difusi

Oksigen terus menerus berdifusi dari udara dalam alveoli

kedalam aliran darah dan CO2 terus berdifusi dari darah kedalam

alveoli. Difusi adalah pergerakan molekul dari area dengan

konsentrasi tinggi ke area konsentrasi rendah. Difusi udara respirasi

terjadi antara alveolus dengan membran kapiler.

4. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi

a. Faktor fisiologi

1) Menurunnya kapasitas pengingatan O2 seperti pada anemia.

2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada

obstruksi saluran napas bagian atas.

3) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan

transpor O2 terganggu.

4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu

hamil, luka, dan lain- lain.

5) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti

pada kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang abnormal,

penyakit kronik seperti TB Paru.

b. Faktor perkembangan

1) Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukkan

surfaktan.

2) Bayi dan toddler: adanya resiko infeksi saluran pernapasan akut.

3) Anak usia sekolah dan remaja: resiko infeksi saluran pernapasan

dan merokok.

9

4) Dewasa muda dan pertengahan: diet yang tidak sehat, kurang

aktivitas, stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-

paru.

5) Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan

kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi

paru menurun.

c. Faktor perilaku

1) Nutrisi: misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan

ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya

ikat oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulkan

arteriosklerosis.

2) Exercise: akan meningkatkan kebutuhan oksigen.

3) Merokok: nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah

perifer dan koroner.

4) Substance abuse (alkohol dan obat- obatan): menyebabkan

intake nutrisi menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin,

alkohol, menyebabkan depresi pusat pernapasan.

5) Kecemasan: menyebabkan metabolisme meningkat.

d. Faktor lingkungan

1) Tempat kerja (polusi).

2) Suhu lingkungan.

3) Ketinggian tempat dari permukaan laut.

5. Tipe Kekurangan Oksigen Dalam Tubuh

Menurut Tarwoto & Wartonah edisi 4(2010):

a. Hipoksemia

Hipoksemia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan

konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri

(SaO2) di bawah normal (normal PaO2 85-100 mmHg, SaO2 95%).

Pada neonatus PaO2 <50 mmHg atau SaO2 <90%. Keadaan ini

disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt),

atau berada pada tempat yang kurang oksigen.

10

Tanda dan gejala hipoksemia diantaranya sesak napas, frekuensi

napas 35 x/menit, nadi cepat dan dangkal, serta sianosis.

b. Hipoksia

Hipoksia merupakan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak

adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi

oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen

pada tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit

ventilasi berhenti spontan. Penyebab hipoksia lainnya adalah:

1) Menurunnya hemoglobin

2) Berkurangnya konsentrasi oksigen

3) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen

4) Menurunnya difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah

5) Menurunnya perfusi jaringan

6) Kerusakan atau gangguan ventilasi

Tanda- tanda hipoksia adalah kelelahan, kecemasan, menurunnya

kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan

dalam, sianosis, sesak napas, serta clubbing finger.

c. Gagal Napas

Merupakan kedaan dimana terjadi kegagalan tubuh memenuhi

kebutuhan oksigen karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi

secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbon

dioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan

CO2 dan penurunan O2 dalam darah secara signifikan.Gagal napas

dapat disebabkan oleh gangguan sistem saraf pusat yang mengontrol

sistem pernapasan, kelemahan neuromuskular, keracunan obat,

gangguan metabolisme, kelemahan otot pernapasan, dan obstruksi

jalan napas.

11

d. Perubahan pola napas

Pada keadaan normal, frekuensi pernapasan pada orang dewasa

sekitar 18- 22 x/menit, dengan irama teratur, serta inspirasi lebih

panjang dari ekspirasi. Pernapasan normal disebut apnea. Perubahan

pola napas dapat berupa :

1) Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien dengan

asma.

2) Apnea, yaitu tidak bernapas, berhenti napas.

3) Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan

frekuensi napas lebih dari 24 x/menit.

4) Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal

dengan frekuensi kurang dari 16 x/menit.

5) Kusmaul, yaitu pernapasan dnegan panjang ekspirasi dan

inspirasi sama sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam,

misalnya pada penyakit diabetes melitus dan uremia.

6) Cheyne-stokes, merupakan pernapasan cepat dan dalam

kemudian berangsur- angsur dangkal dan diikuti periode apnea

yang berulang secara teratur.

7) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea

dengan periode yang tidak teratur.

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan

1. Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan

pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien

pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan

berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang

berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistik ,dan

berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah

yang dihadapi klien. Salah satu bagian yang terpenting dari asuhan

keperawatan ialah dokumentasi. Dokumentasi merupakan tanggung

12

jawab dan tugas perawat setelah melakukan intervensi keperawatan.

Tetapi akhir-akhir ini tanggung jawab perawat terhadap dokumentasi

sudah berubah. Oleh karena perubahan tersebut, maka perawat perlu

menyusun suatu dokumentasi yang efisien dan lebih bermakna dalam

pencatatannya dan penyimpanannya (Nursalam, 2009).

2. Langkah-Langkah Asuhan Keperawatan

Tahapan–tahapan asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian data,

diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan

keperawatan (implementasi), dan evaluasi keperawatan.

a. Pengkajian Data

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari

berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi

status kesehatan klien (Nursalam, 2009). Tahap pengkajian

merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan

sesuai dengan kebutuhan individu (klien). Oleh karena itu,

pengkajian yang benar, akurat, lengkap dan sesuai dengan

kenyataan sangat penting sebagai data untuk merumuskan

diagnosis keperawatan dan dalam memberikan asuhan

keperawatan sesuai dengan respon individu yang sesuai dengan

standar praktik yang telah ditentukan oleh American Nurse

Association (ANA).

Pada pengkajian terdapat dua tipe data, yaitu data subjektif

dan data objektif. Data subjektif adalah data yang didapatka dari

klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian

(lyer et al dalam nursalam 2009). Data tersebut tidak dapat

ditentukan oleh perawat secara independen tetapi melalui suatu

interaksi atau wawancara dengan klien. Data subjektif diperoleh

dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan, dan

ide tentang status kesehatannya. Sedangkan, data objektif adalah

data yang dapat diobservasi dan diukur oleh perawat (lyer et al

13

dalam nursalam 2009). Data ini diperoleh melalui kepekaan

perawat (senses) selama melakukan pemeriksaan fisik melalui

2S (sight, smell) dan HT (hearing, touch/taste). Yang termasuk

data objektif adalah frekuensi pernapasan, tekanan darah,

adanya edema dan berat badan (Nursalam, 2009).

Pengkajian data ini meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan

fisik, dan melalui pemeriksaan diagnostik. Untuk memudahkan

dalam pengkajian sebaiknya dilakukan secara berurutan,

terutama pada pemeriksaan fisik yang dimulai dari mata, hidung,

mulut dan bibir, vena leher, kulit, jari dan kuku, serta dada dan

thoraks (Andarmoyo, 2012).

b. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keparawatan adalah suatau pernyataan yang

menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko

perubahan pola) dari individu atau kelompok di mana perawat

secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan

intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,

membatasi, mencegah dan mengubah (Carpenito dalam

Nursalam 2009).

Gordon dalam Nursalam 2009, mendefinisikan bahwa

diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan

potensial di mana berdasrkan pendidikan dan pengalamannya,

perawat mampu dan mempunyai kewenangan untuk

memberikan asuhan keperawatan. Kewenangan tersebut dapat

diterapkan berdasarkan standar praktik keperawatan dan kode

etik perawat yang berlaku di Indonesia.

North American Nursing Diagnosis Association (NANDA)

menyatakan bahwa diagnosis keperawatan adalah keputusan

klinik mengenai respons individu (klien dan masyarakat) tentang

masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai dasar seleksi

intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan

14

keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat.Semua

diagnosa didukung oleh data, dimana NANDA diartikan sebagai

definisi karateristik. Definisi karakteristik tersebut dinamakan

tanda dan gejala. Tanda adalah sesuatu yang dapat diobservasi

dan gejala adalah suatu yang dirasakan klien.

c. Perencanaan keperawatan

Tahap perencanaan memberikan kesempatan kepada

perawat, klien, keluarga dan orang terdekat klien untuk

merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi

masalah yang dialami klien. Perencanaan ini merupakan suatu

petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat rencana

tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai

dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan.

Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok

dari proses keperawatan sebab perencanaan merupakan

keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin

dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan,

dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan.

Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan keperawatan

untuk klien, keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan secara

maksimal (Asmadi, 2008).

d. Pelaksanaan keperawatan

Implementasi yang merupakan komponen dari proses

keperawatan adalah katagori dari prilaku keperawatan dimana

tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang

dipekirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan

diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan

keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses

keperawatan. Namun demikian, di banyak lingkungan

perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara

langsung setelah pengkajian (Potter & Perry, 2009).

15

e. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang

merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara

hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang

dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara

berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga

kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya

tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses

keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali ke

dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang

(reassessment). Secara umum, evaluasi ditujukan untuk:

1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai

tujuan.

2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau

belum.

3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum

tercapai

(Asmadi, 2008)

3. Pengkajian Keperawatan

a. Anamnesis

1) Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)

Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien

baik secara fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan

perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya

terhadap terjadinya masalah/ penyakit, dan tingkat pendidikan

dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang

masalahnya/ penyakitnya (Sulistiyo Andarmoyo, 2012).

b. Keluhan utama

Keluhan utama yang biasa muncul antara lain batuk,

peningkatan produksi sputum, dispnea, hemoptisis, nyeri dada,

16

ronchi (+), demam, kejang, sianosis daerah mulut dan hidung,

muntah, diare.

1) Batuk (cough)

Batuk merupakan gejala utama dan merupakan gangguan

yang paling sering di keluhkan. Tanyakan pada klien batuk

bersifat produktif atau non produktif.

2) Peningkatan produksi sputum

Sputum merupakan suatu subtansi yang keluar bersama

dengan batuk. Lakukan pengkajian terkait warna, konsistensi,

bau, dan jumlah dari sputum.

3) Dispnea

Dispnea merupakan suatu persepsi klien yang merasa

kesulitan untuk bernafas. Perawat harus menanyakan

kemampuan klien untuk melakukan aktivitas.

4) Homoptisis

Hemoptisis adalah darah yang keluar dari mulut dengan di

batukan. Perawat harus mengkaji darimana sumber darah.

5) Nyeri dada

Nyeri dada dapat berhubungan dengan masalah jantung dan

paru- paru. Gambaran lengkap mengenai nyeri dada dapat

menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura,

muskuloskeletal, kardiak, dan gastrointestinal.

c. Riwayat kesehatan masa lalu

1) Riwayat merokok

2) Pengobatan saat ini dan masa lalu

3) Alergi

4) Tempat tinggal

d. Riwayat kesehatan keluarga

1) Penyakit infeksi tertentu

2) Kelainan alergis

17

3) Klien bronkitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi

udaranya tinggi.

e. Pemeriksaan fisik

Menurut Irman Somantri edisi 2, 2009 yaitu:

1) Inspeksi

a) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada

posis duduk.

b) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan

yang lainnya.

c) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan

kondisinya, lesi, massa, dan gangguan tulang belakang.

d) Catat jumlah irama, kedalaman pernapasan, dan

kesimetrisan pergerakan dada.

e) Observasi tipe pernapasan

f) Inspeksi pada bentuk dada

g) Observasi kesimetrisan pergerakan dada.

h) Observasi retraksi abnormal ruang intercostal selama

insiprasi

2) Palpasi

a) Kaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi

abnormalitas.

b) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji

saat inspeksi

c) Kaji kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.

d) Vocal fremitus, yaitu getaran dinding dada yang dihasilkan

ketika berbicara.

3) Perkusi

a) Perkusi langsung, yakni pemeriksa memukul torak klien

dengan bagian palmar jari tengah keempat ujung jari

tangannya yang dirapatkan.

18

b) Perkusi tak langsung, yakni pemeriksa menempelkan suatu

objek padat yang disebut pleksimeter pada dada klien, lalu

sebuah objek lain yang disebut pleksor untuk memukul

pleksimeter tadi, sehingga menimbulkan suara.

Suara perkusi pada bronkopneumonia biasanya hipersonor/

redup.

4) Auskultasi

Biasanya pada penderita bronkopneumonia terdengar suara

napas ronchi.

f. Pengkajian psikososial

1) Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan

berpengaruh terhadap fungsi respirasi.

2) Penyakit pernapasan kronik dapat menyebabkan perubahan

dalam peran keluarga dan hubungan dengan orang lain.

3) Mekanisme koping,kaji reaksi masalah stress psikososial dan

mencari jalan keluarnya.

g. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

a. Leukosit 18.000 – 40.000/mm3

b. Hitung jenis di dapatkan geseran ke kiri

c. LED meningkat

2) X – foto dada

Terdapat bercak – bercak infiltrat yang tersebar

(Nursalam,2013)

19

4.Diagnosa Keperawatan

Menurut standar diagnosa keperawatan indonesia SDKI (2017) Tiga

dignosa keperawatan utama yang akan muncul pada anak dengan

bronkopneumonia adalah sebagai berikut :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi

jalan napas ( SDKI edisi 1,2017).

1) Definisi: ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi

jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten

2) Tanda dan gejala:

Gejala dan tanda mayor

Subjektif :

(tidak tersedia)

Objektif

a) Batuk tidak efektif

b) Tidak mampu batuk

c) Sputum berlebih

d) Mengi, wheezing dan /atau ronkhi kering

e) Mekonium di jalan nafas (pada neonatus)

Gejala dan tanda minor

Subjektif:

a) Dispnea

b) Sulit bicara

c) Ortopnea

Objektif

a) Gelisah

b) Sianosis

c) Bunyi nafas menurunfrekuensi napas berubah

20

b. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolisme.

( SDKI edisi 1,2017)

1) Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme

2) Tanda dan gejala:

Gejala dan tanda mayor

Subjektif:

(tidak tersedia)

Objektif:

a) Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal

Gejala dan tanda minor

Subjektif:

a) Cepat kenyang setelah makan

b) Kram/nyeri abdomen

c) Nafsu makan menurun

Objektif

a) Bising usus hiperaktif

b) Otot pengunyah lemah

c) Otot menelan lemah

d) Membran mukosa pucat

e) Sariawan

f) Serum albumin turun

g) Rambut rontok berlebih

h) diare

c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai

dan kebutuhan oksigen (SDKI edisi 1,2017)

1) Definisi: ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas

sehari-hari

21

2) Tanda dan gejala

Gejala dan tanda mayor

Subjektif:

a) Mengeluh lelah

Objektif:

a) Frekuensi jantungmeningkat >20% dari kondisi istirahat

Gejala dan tanda minor

Subjektif:

a) Dispnea saat/setelah aktivitas

b) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas

c) Merasa lemah

Objektif:

a) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat

b) Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas

c) Gambaran EKG menunjukan iskemia

d) Sianosis

Adapun teori menurut nurarif & hadhi (2013) diagnosa yang muncul pada anak

bronkopneumonia adalah :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum

2. Pola nafas idak efektif b.d obstuksi bronchial

3. Kerusakan pertukaran gas b.d peningkatan tekanan kapiler alveolus

4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kebutuhan metabolik

sekunder terhadap demam dan proses infeksi

5. Hipertermi b.d proses infeksi saluran pernafasan

6. Intoleransi aktivitas b.d hipoksia

22

5. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan merupakan tahapan selanjutnya dari diagnosis keperawatan yang sudah ditegakkan. Dalam rencana

keperawatan pada bronkopneumonia penulis akan lebih fokus pada rencana untuk bersihan jalan nafas tidak efektif

Tabel 2.1 Rencana Keperawatan menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Bersihan jalan napas berhubungan

dengan hipersekresi jalan napas).

Diagnosa Intervensi Utama Intervensi Pendukung

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan

dengan hipersekresi jalan napas.

Definisi : ketidakmampuan membersihkan sekret

atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan

jalan nafas tetap paten

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan

jalan nafas pasien kembali efektif dengan kriteria

hasil :

1. Mendemostrasikan batuk efektif dan suara nafas

yang bersih, tidak ada sianosis dan dipsneu

(mampu mengeluarkan sputum, mampu

bernafas dengan mudah, tidak ada pursede lips)

2. Menunjukan jalan nafas yang paten (pasien

tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi

pernafasan dalam rentang normal, tidak ada

suara nafas abnormal)

3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah

faktor yang dapat menghambat jalan nafas

Penyebab :

Fisiologis

1. Spasme jalan nafas

2. Hipersekrresi jalan nafas

3. Disfungsi neuromuskuler

Latihan batuk efektif

Tindakan :

Observasi

1. Identifikasi kemapuan batuk

2. Monitor adanya retensi sputum

3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas

4. Monitor input dan output cairan

Terapeutik

5. Atur posisi semi fowler/fowler

6. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan

pasien

7. Buang sekret pada tempat sputum

Edukasi

8. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

9. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung

selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,

kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir

mencucu selama 8 detik

10. Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam

hingga 3 kali

11. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah

tarik nafas dalam yang

ke-3

Kolaborasi

1. Dukungan kepatuhan program pengobatan

2. Edukasi fisioterapi dada

3. Edukasi pengukuran respirasi

4. Fisioterapi dada

5. Konsultasi via telepon

6. Manajemen asma manajemen alergi

7. Manajemen anafilaksis

8. Manajemen isolasi

9. Manajemen ventilasi mekanik

10. Manajemen jalan nafas buatan

11. Pemberian obat inhalasi

12. Pemberian obat interpleura

13. Pemberian obat intradermal

14. Pemberian obat nassal

15. Pencegahan aspirasi

16. Pengaturan posisi

17. Penghisapan jalan nafas

18. Penyapihan ventilasi mekanik

19. Perawatan trakeostomi

20. Skrining tuberkulosis

21. Stabilisasi jalan nafas

22. Terapi oksigen

23

4. Benda asing dalam jalan nafas

5. Adanya jalan nafas buatan

6. Sekresi yang tertahan

7. Hiperplasia dinding jalan nafas

8. Proses infeksi

9. Respon alergi

10. Efek agen farmakologis (mis.anastesi)

Situasional

1. Merokok aktif

2. Merokok pasif

3. Terpajan polutan

Gejalan dan tanda mayor

Subjektif :

(tidak tersedia)

Objektif :

1. Batuk tidak efektif

2. Tidak mampu batuk

3. Sputum berlebih

4. Mengi, whezzing, dan atau rongkhi kering

5. Mekonium di jalan nafas (pada neonatus)

Gejala dan tanda minor

Subjektif :

1. Dispnea

2. Sulit bicara

3. Ortopnea

Objektif :

1. Gelisah

2. Sianosis

3. Bunyi nafas menurun

4. Frekuensi nafas berubah

5. Pola nafas berubah

Kondisi klinis terkait

1. Gullian barre syndrome

2. Sklerosis multipel

12. Kolaborasi pemberian mukolitik atau

ekspektoran, jika perlu.

Manajemen jalan nafas

Tindakan :

Observasi

1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,

usaha nafas)

2. Monitor bunyi nafas tambahan

3. Monitor sputum

Terapeutik

4. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan

head-tilt dan chin-lift

5. Posisikan semi fowler/fowler

6. Berikan minum hangat

7. Lakukan fisioterapi dada

8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15

detik

9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum

penghisapan endotrakeal

10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan

forsep McGill

11. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

12. Anjurkan asupan cairan 2.000 ml/ hari, jika

tidak kontraindikasi

13. Ajarkan teknik batuk efektif

Pemantauan respirasi

Tindakan

Observasi

24

3. Myasthenia gravis

4. Prosedur diagnostik

5. Depresi sistem saraf pusat

6. Cidera kepala

7. Stroke

8. Kuadriplegia

9. Sindrom aspirasi mekonium

10. Infeksi saluran nafas

1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya

nafas

2. Monitor pola nafas

3. Monitor kemampuan batuk efektif

4. Monitor adanya produksi sputum

5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas

6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

7. Auskultasi bunyi nafas

8. Monitor saturasi oksigen

9. Monitor nilai AGD

10. Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik

11. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan

kondisi pasien

12. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

13. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

14. Informasikan hasil pemantauan

25

Tabel 2.2 Rencana Keperawatan menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia defisit nutrisi berhubungan dengan

peningkatan kebutuhan metabolisme.

Diagnosa Intervensi utama Intervensi pendukung Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan

kebutuhan metabolisme.

Definisi :

Asupan nutrisi tidak cukup memenuhi kebutuhan

metabolisme

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan di

harapkan asupan nutrisi pasien dapat terpenuhi

dengan kriteria hasil :

1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan

tujuan

2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

5. Menunjukan peningkatan pengecapan dari

menelan

6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang

berarti

Penyebab :

1. Ketidakmampuan menelan makanan

2. Ketidakmampuan mencerna makanan

3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

4. Peningkatan kebutuhan metabolisme

5. Faktor ekonomi

6. Faktor psikologis

Gejala dan tanda mayor

Subjektif :

(tidak tersedia)

Objektif:

Manajemen nutrisi

Tindakan :

Observasi

1. Identifikasi status nutrisi

2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

3. Identifikasi makanan yang disukai

4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien

5. Identifikasi perlunya penggunaan selang

nasogastrik

6. Monitor asupan makanan

7. Monitor berat badan

8. Monitor pemeriksaan hasil laboratorium

Terapeutik

9. Lakukan oral hygiene sebelum makan

10. Fasilitasi menentukan pedoman diet

11. Sajikan makanan secara menarik dan suhu

yang sesuai

12. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah

konstipasi

13. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi

protein

14. Berikan suplemen makanan

15. Hentikan pemberian makan melalui selang

nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

16. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

17. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

18. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum

makan, jika perlu

1. Dukungan kepatuhan program pengobatan

2. Edukasi diet

3. Edukasi kemoterapi

4. Konseling laktasi

5. Konseling nutrisi

6. Konsultasi

7. Manajemen cairan

8. Manajemen demensia

9. Manajemen diare

10. Manajemen eliminasi fekal

11. Manajemen energi

12. Manajemen gangguan makan

13. Manajemen hiperglikemia

14. Manajemen hipoglikemia

15. Manajemen kemoterapi

16. Manajemen reaksi alergi

17. Pemantauan cairan

18. Pemantauan nutrisi

19. Pemantauan tanda vital

20. Pemberian makanan

21. Pemberian makanan enteral

22. Pemberian makanan parenteral

23. Pemberian obat intravena

24. Terapi menelan

26

1. Berat badan menurun minimal 10% dibawah

rentan ideal

Gejalan dan tanda minor

Subjektif :

1. Cepat kenyang setelah makan

2. Kram atau nyeri abdomen

3. Nafsu makan menurun

Objektif :

1. Bising usus hiperaktif

2. Otot pengunyah lemah

3. Otot menelan lemah

4. Membran mukosa pucat

5. Sariawan

6. Serum albumin turun

7. Rambut rontok berlebihan

8. Diare

Kondisi klinis terkait :

1. Stroke

2. Parkinson

3. Mobius syndrome

4. Cerebral palsy

5. Cleft lip

6. Cleft palate

7. Amyotropic lateral sclerosis

8. Kerusakan neuromuskular

9. Luka bakar

10. Kanker

11. Infeksi

12. AIDS

13. Penyakit Crohn’s

14. Enterokolitis

15. Fibrosis kistik

19. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan

jumlah kalori dan jenis nutrien yang

dibutuhkan, jika perlu

Promosi berat badan

Tindakan:

Observasi

1. Identifikasi kemungkinan penyebab BB

kurang

2. Monitor adanya mual dan muntah

3. Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi

sehari-hari

4. Monitor berat badan

5. Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit

serum

Terapeutik

6. Berikan perawatan mulut sebelum pemberian

makan, jika perlu

7. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi

pasien

8. Hidangkan makanan secara menarik

9. Berikan suplemen, jika perlu

10. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk

peningkatan yang dicapai

Edukasi

11. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi,

namun tetap terjangkau

12. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang

dibutuhkan

27

Tabel 2.3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

Diagnosa Intervensi utama Intervensi pendukung

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

Definisi:

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktifitas

sehari- hari.

Tujuan dan kriteria hasil:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan di harapkan

kebutuhan aktivitas pasien dapat terpenuhi dengan

kriteria hasil :

1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa di

sertai peningkatan tekanan darah, nadi, dan

RR

2. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara

mandiri

3. Tanda-tanda vital normal

4. Energi psikomotor

5. Level kelemahan

6. Mampu berpindah : dengan atau tanpa bantuan

alat

7. Status kardiopulmonari adekuat

8. Sirkulasi status baik

9. Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi

adekuat

Penyebab :

1. Ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen

2. Tirah baring

3. Kelemahan

4. Imobilitas

5. Gaya hidup monoton

Manajemen energi

Tindakan

Observasi

1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang

mengakibatkan kelelahan

2. Monitor kelelahan fisik dan emosional

3. Monitor pola dan jam tidur

4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama

melakukan aktivitas

Terapeutik

5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah

stimulus

6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau

gerak aktif

7. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan

8. Fasilitasi duduk di sisi tempat tdur, jika tidak

dpaat berpindah atau berjalan

Edukasi

9. Anjurkan tirah baring

10. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

11. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan

gejalan kelelahan tidak berkurang

12. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi

kelelahan

Kolaborasi

13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara

meningkatkan asupan makanan

Terapi aktivitas

Tindakan

1. Dukungan ambulasi

2. Dukungan kepatuhan program pengobatan

3. Dukungan meditasi

4. Dukungan pemeliharaan rumah

5. Dukungan perawatan diri

6. Dukungan spiritual

7. Dukungan tidur

8. Edukasi latihan fisik

9. Edukasi teknik ambulasi

10. Edukasi pengukuran nadi radialis

11. Manajemen aritmia

12. Manajemen lingkungan

13. Manajemen medikasi

14. Manajemen mood

15. Manajemen nutrisi

16. Manajemen nyeri

17. Manajemen program latihan

18. Pemantauan tanda vital

19. Pemberian obat

20. Pemberian obat inhalasi

21. Pemberian obat intravena

22. Pemberian obat oral

23. Penentuan tujuan bersama

24. Promosi berat badan

25. Promosi dukungan keluarga

26. Promosi latihan fisik

27. Rehabilitasi jantung

28. Terapi aktifitas

29. Terapi bantuan hewan

30. Terapi musik

28

Gejala dan tanda mayor

Subjektif :

1. Mengeluh lelah

Objektif :

1. Frekuensi jantung meningkat lebih dari 20%

dari kondisi istirahat

Gejala dan tanda minor :

Subjektif :

1. Dispnea saat atau setelah aktivitas

2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas

3. Merasa lemah

Objektif :

1. Tekanan darah berubah lebih dari 20% dari

kondisi istirahat

2. Gambaran EKG menunjukan aritmia saat atau

setelah aktivitas

3. Gambaran EKG menunjukan iskemia

4. Sianosis

Konsisi klinis terkait :

1. Anemia

2. Gagal jantung kongestif

3. Penyakit jantung koroner

4. Penyakit katub jantung

5. Aritmia

6. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

7. Gangguan metabolik

8. Gangguan muskuloskeletal

Observasi

1. Identifikasi defistit tingkat aktifitas

2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam

aktifitas tertentu

3. Identifikasi sumber daya untuk aktifitas yang

diinginkan

4. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi

dalam aktifitas

5. Identifikasi makna aktifitas rutin dan waktu

luang

6. Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan

spiritual terhadap aktifitas

Terapeutik

7. Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit

yang dialami

8. Sepakati komitmen untuk meningkatkan

frekuensi dan rentang aktifitas

9. Fasilitasi memilih aktifitas dan tetapkan tujuan

aktifitas yang konsisten sesuai kemampuan

fisik, psikologis, dan sosial

10. Koordinasikan pemilihan aktifitas sesuai usia

11. Fasilitasi makna aktifitas yang dipilih

12. Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktifitas

13. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam

menyesuaikan lingkungan untuk

mengakomodasi aktifutas yang dipilih

14. Fasiltasi aktifitas fisik rutin

15. Fasilitasi aktifitas pengganti saat mengalami

keterbatasan waktu, energi, atau gerak

16. Fasilitasi aktifitas motorik kasar untuk pasien

hiperaktif

17. Tingkatkan aktifitas fisik untuk memelihara

berat badan, jika sesuai

31. Terapi oksigen

32. Terapi relaksasi otot progresif

29

18. Fasilitasi aktifitas motorik untuk merelaksasi

otot

19. Fasilitasi aktifitas dengan komponen memori

implisit dan emosional untuk pasien demensia,

jika sesuai

20. Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak

kompetitif, terstruktur, dan aktif

21. Tingkatkan keterlibatan dalam aktifitas rekreasi

dan diversifikasi untuk menurunkan kecemasan

22. Libatkan keluarga dalam aktifitas

23. Fasilitasi mengembangkan motivasi dan

penguatan diri

24. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau

kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan

25. Jadwalkan aktifitas dalam rutinitas sehari- hari

26. Berikan penguatan posistif atas partisipasi

dalam aktifitas

Edukasi

27. Jelaskan metode aktifitas fisik sehari- hari, jika

perlu

28. Ajarkan cara melakukan aktifitas yang dipilih

29. Anjurkan melakukan aktifitas fisik, sosial,

spiritual, dan kognitif dalam menjaga fungsi dan

kesehatan

30. Anjurkan terlibat dalam aktifitas kelompok atau

terapi, jika sesuai

31. Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan

positif atas partisipasi dalam aktifitas

Kolaborasi

32. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam

merencanakan dan memonitor program

aktifitas, jika sesuai

33. Rujuk pada pusat atau program aktifitas

komunitas, jika perlu

30

6. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana keperawatan untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah

rencana keperawatan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk

membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu,

rencana keperawatan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pasien. Tujuan

dari implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang

telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan

penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan

keperawatan lain dapat dilaksanakan dengan baik jika pasien

mempunyai keinginan untuk berpartisispasi dalam implementasi

keperawatan (Nursalam, 2009).

7. Evaluasi

Evaluasi merupakan suatu proses kontinu yang terjadi saat anda

melakukan kontak dengan pasien. Setelah melaksanakan intervensi,

kumpulkan data subjektif dan objektif dari pasien, keluarga, dan anggota

tim kesehatan. Selain itu, anda juga meninjau ulang pengetahuan tentang

status terbaru dari kondisi, terapi, sumber daya pemulihan, dan hasil

yang diharapkan. Anda dapat mengevaluasi pasien secara lebih baik.

Jika hasil telah dipenuhi, berarti tujuan untuk pasien juga telah

terpenuhi. Bandingkan perilaku dan respon pasien sebelum dan setelah

dilakukan asuhan keperawatan. Bisa disimpulkan bahwa langkah-

langkah evaluasi sebagai berikut:

b. Daftar tujuan pasien

c. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu

d. Bandingkan antara tujuan dan kemampuan pasien

e. Diskusikan dengan pasien atau keluarga, apakah tujuan dapat

tercapai atau tidak

30

31

8. Tinjauan Konsep Penyakit

1.Pengertian

Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang

mempunyai pola penyebarab berbercak, teratur dalam satu atau lebih area

terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkin paru yang

berdekatan di sekitarnyam (Smeltzer & Suzzane C,2002 dalam nic-noc

2015).

Bronkopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya

menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh

eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di

lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai

infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan

penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh (Sudigdiodi dan Imam

supardi, 1998).

Berdasarkan definisi diatas maka bronkopneumonia adalah suatu

peradangan yang terjadi di saluran pernafasan yang di sebabkan oleh

bakteri maupun virus, biasanya menyerang daerah bronkus yang

menyebabkan saluran pernafasan terganggu.

2. Etiologi

Secara umum bronkopneumonia di akibatkan penurunan mekanisme

pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Organ normal

dan seha tmempunyai mekanisme pertahan tubuh terhadap organ

pernafasan yang terdiri atas reflek glottis dan batuk, adanya lapisan

mukus, gerakan silia yang menggerakan kuman keluar dari organ, dan

sekresi humoral setempat (nurarif dan hardi, 2013).

3.Manifestasi Klinis Bronchopneumonia

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi disaluran

pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita

bronkopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti

menggigil, demam, nyeri dada, pleuritis, batuk produktif, hidung

kemerahan, saat bernapas menggunakan otot aksesorius, dan bisa timbul

32

sianosis. Terdengar adanya krekels diatas paru yang sakit dan terdengar

ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat) (Barbara

C. Long :35 dalam buku NIC-NOC 2015).

9. Tanda dan Gejala Bronchopneumonia

a. Peningkatan suhu tubuh yang mendadak biasanya didahului oleh

infeksi traktus respiratorius bagian atas, kadang timbul kejang.

b. Pernapasan cepat dan dangkal disekitar cuping hidung

c. Sianosis sekitar hidung dan mulut.

d. Kadang- kadang muntah dan diare

e. Batuk (pada permulaan penyakit tidak ditemukan, tapi setelah

beberapa hari mula-mula kering, kemudian menjadi produktif).

10. Komplikasi

Ada lima komplikasi menurut Santa Manurung, 2009 :

a. Empiema

b. Otitis media akut

c. Atelektasis

d. Emfisema

e. Meningitis

11. Patofisiologi Bronchopneumonia/ patogenesis bronchopneumonia

Kuman masuk kedalam jaringan paru-paru malalui saluran pernafasan

dari atas untuk mencapai bronkeolus dan kemudan alveolus sekitarnya.

Kelainan yang timbul berupa bercak konsolidasi yang terbesar pada

kedua paru-paru, lebih banyak dari bagian bangsal. Bronkopneumonia

dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada di udara, aspirasi

organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi

yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke

bronkeoli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan

menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan

jaringan interstitial. Kuman pneumococcusdapat meluas melalui porus

khon dari alveoli keseruruh sekmen atau lobus. Eritrosit mengalami

perembesan dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Alveoli dan

33

septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin

serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar.

Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal, dan berwarna merah. Pada

tingkat lebih lanjut, airan darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit

bersama kuman pneumococcus di dalamnya. Paru masuk dalam tahap

hepatisasi abu-abu dan tanpa berwarna abu-abu kekuningan. Secara

perlahan-lahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin di buang

dari alveoli (sujono dan sukarmen, 2009).

Terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa

kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas, akan tetapi apabila

proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik maka setelah

edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus akan mengalami

kerusakan yang dapat mengakibatkan proses difusi osmosis oksigen

pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan

jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Penurunan itu yang secara

klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan

purulent pada alveolus juga dapat mengakibatkan peningkatan tekanan

pada paru, selain dapat berakibat penurunan kemampuan mengambil

oksigen dari luar juga mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru.

Penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan tersebut

menggunakan otot-otot bantu pernafasan (otot intercosta) yang dapat

menimbulkan peningkatan retraksi dada infeksi pada paru, akan tetapi

apabila infeksi saluran pernafasan bawah tidak dapat berlangsung baik

dan menyebabkan kapiler dan alveoli, iritan PMN eritrosit pecah dan

menyebabkan pergeseran paru, penurunan capliance paru, dan suplai O2

menurun, dari hiperventilasi menyebabkan dipsneu, dan menjadi

retraksi dada / nafas cuping hidung. Dari hipoksia menyebabkan anaerob

meningkat menjadi akumulasi asam laktat dan fentique. Selain itu

banyak eksudat sering terjadi karena absorbsi yang lambat. Eksudat

pada infeksi ini mula-mula encer dan keruh, mengandung banyak kuman

penyebab (streptococcus,virus, dll). Selanjutnya eksudat berubah

34

menjadi plurent dan menyebabkan sumbatan pada lumen bronkus.

Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga

penderita mengalami sesak nafas (Nurarif dan Hardi Kusuma, 2013).

35

ma

- Penderita yang dirawat di RS

- Penderita yang mengalami supresi sistem pertahanan tubuh

- Kontaminasi peralatan RS

Jamur, virus, bakteri, protozoa

Saluran pernapasan atas Infeksi saluran pernapasan

bawah

Kuman terbawa di saluran

cerna

Kuman berlebih di bronkus Proses peradangan

Akumulasi sekret di bronkus

Mucus bronkus meningkat

Bau mulut tidak sedap

anoreksia

Intake kurang

Ketidakefetifan bersihan

jalan napas Infeksi saluran pencernaan

Peningkatan flora normal

dalam usus

Peningkatan peristaltik usus

malabsorbsi

Diare

Resiko ketidakseimbangan

elektrolit

Eksplorasi meningkat Ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh

Dilatasi pembuluh darah

Eksudat plasma masuk alveoli

Peningkatan metabolisme

Peningkatan suhu

Edema antara kapiler dan

alveoli

Suplai O2 menurun

Gangguan difusi dalam plasma

Septikimia

Ketidakefektifan bersihan

jalan napas

Iritan PMN eritrosit pecah Edema paru

Penurunan capliance paru Pergeseran dinding paru

hipoksia hiperventilasi dispneu

Metabolic anaerob meningkat

Intoleransi aktivitas

Akumulasi asam laktat

Fatique

Retraksi dada/nafas cuping

hidung

Gangguan pertukaran gas


Recommended