Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pedikulosis Kapitis

Pedikulosis kapitis adalah infeksi kulit dan rambut kepala yang

sebabkan oleh Pediculus humanus var. capitis. (Djuanda, 2010:119) Penyakit

ini terutama menyerang anak usia muda dan cepat meluas dalam lingkungan

hidup yang padat, misalnya di asrama dan panti asuhan. Tambahan pula

dalam kondisi higiane yang tidak baik, misalnya jarang membersihkan

rambut atau rambut yang relatif susah dibersihkan (rambut yang sangat

panjang pada wanita). Cara penularanya biasanya melalui perantara (benda),

misalnya sisir, bantal kasur dan topi. (Djuanda, 2010:119)

Gambar 2.1.Pediculus humanus capitis dewasa betina dan jantan.

(CDC,2017)

Taksonomi Pediculus humanus capitis menurut Brown 1983 dalam Anonim²

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Phthiraptera

Famili : Pediculidae

Genus : Pediculus

Spesies : Pediculus humanus capitis

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

6

Pediculus humanus capitis adalah serangga parasit yang habitatnya di

kepala manusia yang hidup dengan cara mengisap darah manusia. Parasit ini

bersifat ektoparasit yaitu parasit yang hidup diluar tubuh hospes. Nama lain

Pediculus humanus capitis adalah kutu kepala atau head louse. Kutu ini

bergerak dengan cara merayap, tidak bisa loncat atau terbang. (Atmojo, 2019)

Kutu ini mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna abu-abu dan

menjadi kemerahan jika telah menghisap darah. Terdapat 2 jenis kelamin

ialah jantan dan betina, yang betina dengan ukuran panjang 1,2-3,2 mm dan

lebar lebih kurang ½ panjangnya, jantan lebih kecil dan jumlahnya hanya

sedikit. (Djuanda, 2010:119)

Gambar 2.2.Siklus hidup Pediculus humanus capitis.

(CDC, 2017)

Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa dan dewasa. Telur

(nits) diletakkan di sepanjang rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut, yang

berarti makin ke ujung terdapat telur yang lebih matang. (Djuanda, 2010:119)

Telur akan menetas menjadi nimfa dalam waktu 5 – 10 hari sesudah

dikeluarkan oleh induknya. Setelah mengalami tiga kali pergantian kulit,

nimfa akan mejadi kutu rambut dewasa dalam waktu 7 – 12 hari, dalam

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

7

keadaan cukup makanan parasit ini dapat bertahan hidup 27 – 30 hari.

(Weems, 2007 dalam Sari, 2017)

Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk

menghilangkan rasa gatal. Gatal ini timbul karena pengaruh liur dan ekskreta

dari kutu yang dimasukkan ke dalam kulit waktu menghisap darah. Gejala

mula yang dominan hanya rasa gatal, terutama pada daerah oksiput dan

temporal serta dapat meluas ke seluruh kepala. Kemudian kerena garukan,

terjadi erosi, ekskoriasi, dan infeksi sekunder (nanah, krusta). Bila infeksi

sekunder berat, rambut akan bergumpal akibat banyaknya nanah dan krusta

(plikapelonika) dan disertai pembesaran kelenjar getah bening regional

(oksiput dan retroaurikular). Pada keadaan tersebut kepala memberikan bau

yang busuk. (Djuanda, 2010:120)

Diagnosis dapat dilakukan dengan mencari kutu dewasa dan telur di

rambut kepala. Bentuk dewasa sering kali dapat bergerak bisa dipindahkan

sehingga sulit untuk ditangkap. Sementara itu, telur-telur yang berukuran

kecil dapat ditemukan jika dicari secara teliti. Telur kutu yang belum menetas

jika dipijit di antara dua kuku akan pecah dan mengeluarkan cairan,

sedangkan telur yang sudah menetas menjadi kempis. (Sembel, 2009:160)

Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari kontak dengan

seseorang yang terinfestasi pedikulosis; tidak menggunakan sisir, pakaian,

handuk, dan seprai bekas. (Sembel, 2009:160)

Pengendalian dapat dilakukan dengan: menyisir rambut dengan sisir

halus; merendam rambut dengan larutan air dan cuka, lalu membungkusnya

dengan handuk bersih selama 15 menit; merawat semua anggota keluarga;

membuang atau mencuci dengan air panas pakaian-pakaian yang telah

terkontaminasi; menggunakan obat pediculicide; "mencari kutu" dan

membunuh secara mekanik. (Sembel, 2009:160)

CDC (2003c) merekomdasikan pengendalian infestasi pediculosis

sebagai berikut: (Sembel, 2009:161)

1. Mengobati penderita pediculosis bersama anggota-anggota keluarga dengan

menggunakan pediculicides sesuai peraturan dalam label

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

8

2. Cuci semua pakaian yang terkontaminasi termasuk seprai dan handuk dengan

menggunakan air panas.

B. Antikutu

Pengendalian pedikulosis kapitis dapat menggunakan antikutu atau

pedikulisida. Jenis-jenis pediculicides antara lain adalah:

1. Permethrin 5% (Elimite) atau 1% (Nix) lotion yang diaplikasi secara topical

2. Sampo Lindane 1% (Kwell)

3. Pyrethrin / Piperonyl butoxide (RID Mousse, RID Shampoo A-200)

Flinders & Schweinitz (2004) menyatakan bahwa itu adalah

pengobatan topikal dan sistemik yang dipertanyakan pada sistem persarafan

kutu. Penggunaan 4% piperonyl butoxide, 0,33% pyrethrins (e.g.Rid, Pronto)

dan 1% permethrin (Nix) aman dan efektif. Penggunaan 0,5% malathion

lotion (Ovide) tersedia dalam bentuk pesanan dokter. (Sembel, 2009:161)

Salah satu pedikulisida atau antikutu yang beredar di pasaran dan

digunakan oleh masyarakat umum adalah PediTox®. PediTox® adalah obat

lotion atau cairan yang digunakan untuk pengobatan kutu rambut dan

mencegah penyebarannya. Obat ini mengandung bahan aktif berupa

permethrin yang merupakan insektisida yang juga digunakan untuk mengatasi

gudik (scabies) namun dengan kadar yang lebih rendah. (Anonim¹)

Gambar 2.3. PediTox®.

(https://www.honestdocs.id).

Permetrin (3-phenoxybenzyl-cis-trans-3(2,2dichlorovinyl)-2,2-

dimethyl cyclopropan- carboxilate) adalah sintetik piretroid yang bekerja

dengan menghambat transport sodium pada saraf sehingga menyebabkan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

9

paralisis kutu. Piretroid merupakan derivat sintetik piretrin yang toksisitasnya

rendah, metabolisme di hepar berlangsung sangat cepat, sehinggga tidak

ditemukan metabolitnya pada jaringan. (Becker 2010, dalam Ilhamsyah

2015:10)

Losio permetrin 1% merupakan terapi utama untuk pedikulosis

kapitis. Losio permetrin dioleskan pada rambut basah yang sebelumnya sudah

dicuci dengan sampo tanpa kondisioner, lalu didiamkan selama 10 menit

kemudian dibilas. Jumlah yang disarankan untuk satu kali penggunannya

sebesar 30 ml untuk rambut pendek (sebatas telinga), 50 ml untuk rambut

sedang dan panjang (sebatas bahu). Pemberiannya disarankan untuk diulang

pada hari ke-7 hingga 10 apabila masih tampak kutu. (lhamsyah 2015:10).

Pengunaan pedikulisida atau antikutu dengan bahan sitesis atau kimia

dapat mengakibatakan keracunan pada pengguna, serta serangga menjadi

resisten terhadap insektisida. Artropoda dikatakan kebal atau resisten

terhadap suatu insektisida jika dengan dosis biasa yang digunakan. Resistensi

dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu karena serangga memiliki enzim

yang dapat menetralisir racun insektisida, karena adanya timbunan lemak di

dalam tubuh serangga yang mampu menyerap insektisida yang masuk dan

ada hambatan lain yang dimiliki serangga untuk mencegah masuknya dan

terserapnya insektisida kedalam tubuh serangga. (Soedarto, 2016:422)

C. Serai Wangi (Cymbopogon nardus)

Gambar 2.4. Penampakan fisik Cymbopogon nardus.

(Dokumen Pribadi)

Kedudukan taksonomi tumbuhan serai (Cymbopogon nardus L.)

menurut Noor, 2018:139 yaitu sebagai berikut:

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

10

Regnum : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Cymbopogon

Spesies : Cymbopogon nardus L. Rendle

Serai atau Cymbopogon citratus atau sering disebut Cymbopogon

nardus (Lenabatu) merupakan tumbuhan yang masuk ke dalam family

rumput-rumputan atau Poaceae. Dikenal juga dengan nama serai dapur

(Indonesia), sereh (Sunda), bubu (Halmahera); sereh, serai dan serai dapur

(Malaysia); tanglad dan salai (Filipina); balioko (Bisaya), slek krey sabou

(Kamboja), si khai/ shing khai (Laos), sabalin (Myanmar), cha khrai

(Thailand). Tanaman ini dikenal dengan istilah Lemongrass karena memiliki

bau yang kuat seperti lemon, sering ditemukan tumbuh alami di negara-

negara tropis (Oyen dan Dung, 1999:95).

Tanaman serai dikenal dengan nama berbeda di setiap daerah. Daerah

Jawa mengenal serai dengan nama sereh atau sere. Daerah Sumatera dikenal

dengan nama sereu, sorae atau sanger-sange. Kalimantan mengenal nama

serai dengan nama belangkak, senggalau atau salai. Nusa Tenggara mengenal

serai dengan nama pataha, kedaungwidu. Sulawesi mengenal nama serai

dengan nama sare sedangkan di Maluku dikenal dengan nama garamakusu,

baramakusu (Hutapea, 2000:27).

Tanaman serai merupakan herba menahun dengan tinggi 50-100 cm,

panjang daunnya mencapai 1 m dan lebar 1,5 cm. Secara tradisisonal,

tanaman ini dapat digunakan sebgai obat dan rempah. Serai wangi dapat

tumbuh di tempat yang subur hingga di tempat yang tandus. (Kardinan,

2005:5)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

11

Gambar 2.5. Batang serai wangi (Cymbopogon nardus).

(Dokumen Pribadi).

Batang tanaman serai wangi bergerombol dan berumbi, serta lunak,

berongga dan penampang lintang batang berwarna merah. Isi batangnya

merupakan pelepah umbi untuk pucuk dan berwarna putih kekuningan.

Namun ada juga yang berwarna putih keunguan atau kemerahan. Selain itu,

batang tanaman serai wangi juga bersifat kaku dan mudah patah. Batang

tanaman ini tumbuh tegak lurus di atas tanah (Arzani dan Riyanto, 1992

dalam Arifin, 2014). Tanaman serai wangi memiliki akar yang besar.

Akarnya merupakan jenis akar serabut yang berimpang pendek (Arzani dan

Riyanto, 1992 dalam Arifin, 2014).

Gambar 2.6. Daun serai wangi (Cymbopogon nardus).

(Dokumen Pribadi).

Daun tanaman serai berwarna hijau dan tidak bertangkai. Daunnya

kesat, panjang, runcing dan daun tanaman ini memiliki bentuk seperti pita

yang makin ke ujung makin runcing dan berbau citrus ketika daunnya

diremas. Daunnya juga memiliki tepi yang kasar dan tajam. Tulang daun

tanaman serai tersusun sejajar. Letak daun pada batang tersebar. Panjang

daunnya sekitar 50-100 cm, sedangkan lebarnya kira-kira 2 cm. Daging daun

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

12

tipis, serta pada permukaan dan bagian bawah daunnya berbulu halus (Arzani

dan Riyanto, 1992 dalam Arifin, 2014).

Kandungan dari serai terutama minyak atsiri dengan komponen

sitronelal 30-45%, geraniol 65-90%, sitronelol 11-15%, geranil asetat 3-8%,

sitronelil asetat 24%, sitral, kavikol, eugenol, elemol, kadinol, kadinen,

vanilin, limonen, kamfen. Komponen kimia dalam minyak serai wangi cukup

komplek. Kandungan utama dan terpenting terdapat pada serai wangi adalah

sitronelal, sitronelol dan geraniol. Senyawa tersebut merupakan bahan dasar

yang digunakan dalam parfum/pewangi dan juga produk fatmasi. Tanaman

serai mampu menghasilkan minyak dengan kadar sitronellal 7-15% dan

geraniol 55-65%. (Sastrohamidjojo,2007:67)

Gambar 2.7.Struktur Sitronelal, Sitronelol, dan Geraniol.

(Bota dkk, 2015)

Serai wangi memiliki manfaat sebagai aroma terapi dan anti serangga.

(Noor, 2018:139). Abu daun dan tangkai serai wangi mengandung 49% silica

yang merupakan penyebab desikasi (keluarnya cairan tubuh secara terus-

menerus) pada kulit serangga sehingga akan mati kekeringan. (Kardinan,

2005:7).

Minyak serai wangi atau minyak sitronela dapat digunakan sebagai

pengusir serangga. Berbagai industri telah memanfaatkan minyak sitronela

sebagai bahan baku untuk pembuatan sabun, sampo, pasta gigi, lotion, dan

pestisida nabati (Kardinan, 2005:6). Ekstrak serai wangi (Cymbopogon

nardus) mengandung minyak atsiri senyawa aldehid yang diduga mempunyai

sifat insektisida. Zat aktif serai wangi yang berfungsi sebagai insektisida

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

13

utama adalah sitronelal yang bersifat larut dalam etanol. (Syakir, 2012 dalam

Nurjanah dkk, 2018)

D. Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman

obat yang bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam

bagian tanaman obat tersebut. (Marjoni, 2016:15)

Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif melalui

proses ekstrasi menggunakan pelarut, dimana pelarut yang digunakan

diuapkan kembali sehingga zat akif ekstrak menjadi pekat. (Marjoni,

2016:23)

Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan massa dari

komponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut organik

yang digunakan. Pelarut organik akan menembus dinding sel dan selanjutnya

akan masuk ke dalam rongga sel tumbuhan yang mengandung zat aktif. Zat

aktif akan terlarut dalam pelarut organik pada bagian luar sel untuk

selanjutnya berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses ini terus berulang

sampai terjadi keseimbangan konsentrasi zat aktif antara di dalam sel dengan

konsentrasi zat aktif di luar sel. (Marjoni, 2016:16)

Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode dan cara yang

sesuai dengan sifat dan tujuan ekstraksi itu sendiri. Metode ekstraksi

berdasarkan pengunaan panas dibagi menjadi 2 yaitu cara dingin dan cara

panas.

1. Ekstrasi secara dingin (maserasi dan perkolasi)

2. Ekstrasi seraca panas (seduhan, congue, infusa, digestasi, dekokta, refluks

dan soxhletasi)

Maserasi berasal dari bahasa latin "macerare” yang berarti merendam,

sehingga maserasi dapat diartikan sebagai suatu sediaan cair yang dibuat

dengan cara merendam bahan nabati menggunakan pelarut bukan air atau

pelarut setengah air seperti etanol encer selama waktu tertentu. (Marjoni,

2016)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

14

Prinsip kerja dari maserasi adalah proses melarutnya zat aktif

berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like).

Ekstraksi zat aktif dilakukan dengan cara merendam simplisia nabati dalam

pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada suhu kamar dan terlindung dari

cahaya. Pelarut yang digunakan, akan menembus dinding sel dan kemudian

masuk ke dalam sel tanaman yang penuh dengan zat aktif. Pertemuan antara

zat aktif dan pelarut akan melibatkan proses pelarutan dimana zat aktif akan

terlarut dalam pelarut. (Marjoni, 2016:40)

Maserasi dilakukan pada suhu antara 15° - 20° C dalam waktu selama

3 hari hingga zat aktif yang dikehendaki diperlukan. Meski dinyatakan lain,

maserasi dilakukan dengan cara merendam 10 bagian atau campuran

sederhana dengan derajat kehalusan tertentu. Dimasukkan ke dalam bejana

kemudian dituangi dengan 70 bagian cairan penyari. Ditutup dan dibiarkan

salama 3-5 hari di tempat yang terindung dari cahaya. Diaduk berulang-ulang,

diserkai dan diperas. Ampas dari maserasi dicuci menggunakan cairan

penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian sari. Bejana ditutup dan

dibiarkan selama 2 hari di tempat sejuk dan terlindung dari cahaya matahari

kemudian pisahkan endapan yang diperoleh. (Marjoni, 2016: 41)

Menurut Farmakope Indonesia, pelarut yang dapat digunakan pada

maserasi yaitu air, etanol, etanol-air atau eter. Pilihan utama untuk pelarut

pada maserasi adalah etanol karena etanol memiliki beberapa keunggulan

sebagai pelarut yaitu:

1. Etanol bersifat lebih selektif.

2. Dapat menghambat pertumbuhan kapang dan kuman.

3. Bersifat non toksik (tidak beracun)

4. Etanol bersifat netral

5. Memiliki daya absorbsi yang baik

(Marjoni, 2016:42-43)

6. Ekstrak yang dihasilkan lebih spesifik dan dapat bertahan lama karena etanol

juga berfungsi sebagai pengawet.

7. Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu saja seperti alkaloida,

glikosida, damar-damar dan minyak atsiri. (Marjoni, 2016:31).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

15

E. Lotion

1. Definisi

Lotion merupakan preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian

luar pada kulit. Kebanyakan lotion mengandung bahan serbuk halus yang

tidak larut dalam media dispersi dan disuspensikan dengan menggunakan zat

pensuspensi dan zat pendispersi. (Ansel, 2005:519)

Lotion dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai pelindungan

atau untuk obat karena sifat bahan-bahannya. Kecairannya memungkinkan

pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit yang luas. (Ansel,

2005:519)

Lotion didefinisikan sebagai campuran dua fase yang tidak tercampur,

distabilkan dengan sistem emulsi dan berbentuk cair yang dapat dituang jika

ditempatkan pada suhu ruangan. (Schemitt, 1996 dalam Sari, 2016)

Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispers terdiri dari

bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang

tidak bercampur. Dalam batasan emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase

dalam dan medium dispersi sebagai fase luar atau fase kontinu. (Ansel,

2005:376)

Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut

emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi "m/a".

Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak

disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi "a/m". (Ansel,

2005:376)

Emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar bisa dibuat sebagai

emulsi m/a atau emulsi a/m, tergantung pada berbagai faktor seperti sifat zat

terapeutik yang akan dimasukkan ke dalam emulsi, keinginan untuk

mendapatkan efek emolien atau pelembut jaringan dari preparat tersebut, dan

keadaan permukaan kulit. (Ansel, 2005:377)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

16

2. Formula lotion

Formulasi lotion berdasarkan Safaruddin, Marzuki, Ilyas, 2013:8

FI

Cetil alkohol 1

Paraffin liquid 2

TEA 1

Gliserin 5

Metil paraben 0,1

Parfum 0,1

Asam stearate 2,5

Isoprofil palmintat 2

Petrolatum 1

Aquaades ad 100

FII

Cetil alkohol 3

TEA 3

Lanolin 3

Gliserin 3

Metil Paraben 0,3

Propil paraben 0,15

Asam stearate 6

Aquades ad 100

FIII

Natrium laurel sulfat 0,4

Cetil alcohol 1

Asam asetat 10

TEA 3

Gliserin 7

Asam benzoate 0,2

Propil paraban 0,03

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

17

BHA 0,03

Aquades ad 100

Pada penelitian ini menggunakan FII sebagai formula lotion karena bahan-

bahan yang digunakan mudah didapat, ,mengunakan asam stearat sebagai

pengemulsi dan tidak menggunakan asam asetat sebagai agen pengasam.

3. Bahan penyusun lotion

a. Cetil alcohol (CH₃(CH₂)₁₄CH₂OH)

1) Pemerian: serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih; bau khas lemah;

rasa lemah.

2) Kelarutan: tidak larut dalm air; larut dalm etanol dan dalam eter, kelarutan

bertambah dengna kenaikan suhu.

3) Kegunaan: zat pelapis, zat pengemulsi, zat penguat

(Depkes RI, 1995:72)

b. TEA atau Triethanolamin ((CH₂OHCH₂)₃ N)

1) Pemerian: cairan kental, jernih, dengan bau amoniak, tidak berwarna hingga

kuning pucat

2) Kelarutan: campur dengan air, methanol, etanol (95%) dan seton. Larut dalam

klorofom

3) Kegunaan: zat pembasah dan pengemulsi

(Depkes RI, 1995:652)

c. Lanolin

1) Pemerian: zat berwarna kuning pucat, tidak bersih, lilin dengan bau yang

khas. Lanolin yang meleleh adalah cairan kuning jernih atau hanmpir bersih

2) Kelarutan: larut dalam benzene, klorofom,petrolatum alcohol; sedikit larut

dalam etanol dingin (95%), lebih larut dalam etanol mendidih (95%), praktis

tidak larut dalam air.

3) Kegunaan: agen pengemulsi, basis salep

(Rowe, 2009:378)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

18

d. Gliserin (C₃H₈O₃)

1) Pemerian: cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis; hanya boleh

berbau khas lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopik; netral terhadap

lakmus

2) Kelarutan: dapat campur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam

klorofom, dalam eter, dalam minyak lemak dan minyak menguap

3) Kegunaan: pengawet antimikroba, zat pelunak, humektan, plasticizer, pelarut,

zat pemanis, agen tonisitas

(Depkes RI, 1995:413)

e. Metil paraben atau Nipagin (C₈H₈O₃)

1) Pemerian: hablur kecil, tidak berwarna, tidak berbau dan mempunyai rasa

terbakar

2) Kelarutan: sukar larut dalam air dan benzene, mudah larut dalam etanol dan

eter

3) Kegunaan: zat pengawet

(Depkes RI, 1995:551)

f. Propil paraben atau Nipasol (C₁₀H₁₂O₃)

1) Pemerian: serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna.

2) Kelarutan: sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dan dalam

eter; sukar larut dalam air mendidih.

3) Kegunaan: antimikroba

(Depkes RI, 1995:713)

g. Asam stearat (CH₃(CH₂)₁₆COOH)

1) Pemerian: asam stearate adalah bubuk yang keras, putih atau agak kuning,

mengkilap, padatan kristal atau putih, atau putih kekuningan. Memiliki

sedikit bau dan rasa yang menunjukan lemak.

2) Kelarutan: mudah larut dalam benzene, karbon tetrachloride, klorofom dan

eter, larut dalm etanol, heksan dan propilen glikol, praktis tidak larut dalm air.

3) Kegunaan: sebagai zat pengemulsi, zat pelarut serta pelumas tablet dan

kapsul.

(Wade dan Paul, 1994:494-450)

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

19

h. Aqua destillata, air suling

1) Pemerian: cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mempunyai rasa

2) Kegunaan: pelarut dan pembawa zat aktif

(Depkes RI, 1979:96)

F. Pengujian Lotion

1. Organoleptik

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahan bentuk

lotion, timbulnya bau atau tidak, perubahan warna dan tekstur. Indra manusia

adalah instrumen yang digunakan dalam analisis sensor, terdiri dari indra

penglihatan, penciuman, pencicipan, dan perabaan pendengaran

(Setyaningsih; dkk, 2010:7).

a. Penglihatan

Penilaian kualitas sensorik produk bisa dilakukan dengan melihat

bentuk, ukuran, kejernihan, kekeruhan, warna dan sifat-sifat permukaan

(Setyaningsih; dkk, 2010:8).

b. Penciuman

Bau dan aroma merupakan sensori yang paling sulit untuk

diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar.

Penciuman dapat dilakukan terhadap produk secara langsung, menggunakan

kertas penyerap (untuk parfum), dan uap dari botol yang dikibaskan ke

hidung (untuk minyak atsiri, esens) atau aroma yang keluar pada saat produk

berada dalam mulut (untuk permen, obat batuk) melalui celah retronasal

(Setyaningsih; dkk, 2010:9)

c. Tekstur

Untuk menilai tekstur suatu produk dapat dilakukan perabaan

menggunakan ujung jari tangan. Penilaian dilakukan dengan menggosok-

gosokan jari itu ke bahan yang diuji di anatara kedua jari (Setyaningsih; dkk

2010:11).

2. Homogenitas

Sediaan diamati secara subjektif dengan cara mengoleskan sedikit

lotion di atas kaca objek (objek glass) dan diamati susunan partikel yang

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

20

terbentuk atau ketidak homogenan partikel terdispersi dalam lotion yang

terlihat pada kaca objek. (Depkes RI, 1979:33)

3. pH

pH kosmetik diusahakan sama dengan pH fisiologis kulit yaiitu antara

4,5-6,5. Kosmetik dengan demikian disebut kosmetik dengan “pH balance”.

Semakin asam suatu bahan yang mengenai kulit dapat mengakibatkan kulit

menjadi kering, pecah-pecah, dan mudah terkena infeksi. Maka pengukuran

pH suatu sediaan di perlukan. (Tranggono dan Latifah, 2007:21)

Pengujian pH dilakukan dengan menyiapkan masing-masing sampel

sediaan lotion. Elektroda dicelupkan ke dalam lotion tersebut sampai pH

meter menunjukkan pembacaan yang tetap. Kemudian dicatat hasil

pembacaan skala. (Mardikasari, 2017:32)

4. Daya sebar

Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuannya untuk disebarkan

pada kulit. Penentuannya dilakukan dengan ekstensometer. Sebuah sampel

dengan volume tertentu dilekatkan di pusat antar dua lempeng gelas, dimana

lempeng sebelah atas dengan interval waktu tertentu dibebani dengan

meletakkan anak timbangan di atasnya. Permukaan penyebaran yang

dihasilkan dengan menaiknya pembeban menggambarkan suatu karakteristik

untuk daya hambur. (Voight:1994:382)

Sebanyak 1 gram sediaan lotion ditempatkan dengan hati-hati di atas

kaca yang disediakan 20 x 20 cm. Selanjutnya ditutup dengan kaca yang

sama besarnya 20 x 20 cm dan diberi pemberat diatasnya dengan bobot 125

gram, kemudian diukur diameter yang terbentuk setelah 1 menit. Daya sebar

yang baik yaitu 5 hingga 7 cm (Garg et al. 2002).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

21

G. Kerangka Teori

Gambar 2.8. Kerangka teori. (Sumber: Djuanda, 2010, Sembel, 2009 dan ASEAN, 2013)

Evaluasi Sediaan Fisik

(ASEAN, 2013):

1. Organoleptik

2. Homogenitas

3. pH

4. Resuspendability

5. Viskositas

6. Konsistensi

7. Daya sebar

(Garg et al,

2002)

Formulasi Lotion: berdasarkan

Safaruddin, Marzuki, Ilyas 2013

1. Cetil alkohol 3

2. TEA 3

3. Lanolin 3

4. Gliserin 3

5. Metil Paraben 0,3

6. Propil paraben 0,15

7. Asam stearate 6

8. Aquades ad 100

Uji Daya

Mortilitas

Kutu

Sediaan Lotion

Permethrin 1% lotion

(PediTox®)

Pengujan

Ekstrak Etanol Serai Wangi

(Cymbopogon nardus)

Bahan Sintesis

Pedikulosis Kapitis

Pengendalian

Antikutu

Bahan Alam

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

22

H. Kerangka Konsep

Gambar 2.9. Kerangka konsep.

Formulasi sediaan lotion

ekstrak etanol serai wangi

(Cymbopogon nardus) dengan

konsentrasi 0%, 6%, 8% dan

10 %.

Pengujian lotion:

1. Uji organoleptik

2. Uji homogenitas

3. Uji pH

4. Daya sebar

5. Uji daya mortilitas kutu

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

23

I. Definisi Operasional

Tabel 2.1.Definisi operasional

No Variable

penelitian Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur

Skala

ukur

1. Formulasi sediaan

lotion ekstrak

etanol serai wangi

(Cymbopogon

nardus)

Pembuatan sediaan

lotion ekstrak etanol

serai wangi

(Cymbopogon

nardus) dengan

konsentrasi 0%, 6%,

8% dan 10%

Menimbang

dan

mencampur

Neraca

analitik,

alat gelas

Sediaan lotion

ekstrak etanol

serai wangi

(Cymbopogon

nardus) dengan

konsentrasi 0%,

6%, 8% dan 10%

Rasio

2. Organoleptik Penilaian secara

panca indra meliputi

warna, bau, dan

tekstur

a. Warna Tampilan yang dapat

diukur dengan visual

Melihat warna

dari lotion

yang

dihasilkan

Checklist 1= Putih

2= Putih

kecoklatan

3= Coklat muda

4= Coklat tua

Nominal

b. Bau

Performa yang dapat

diukur melalaui indra

penciuman

Mencium bau

lotion yang

dihasilkan

Checklist

1= Bau khas

2= Tidak berbau

Nominal

c. Tekstur Bentuk yang timbul

saat dirasakan dengan

ujung jari

Merasakan

tekstur lotion

yang

dihasilkan

Checklist 1= Padat

2= Setengah padat

3= Cair

Ordinal

3. Homogenitas Susunan yang

homogen dengan

tidak menujukan

adanya butiran-

butiran kasar

Melihat pada

kaca

transparan

atau objek

glass

Objek

glass

1= Homogen

2= Tidak

homogen

Ordinal

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pedikulosis Kapitis

24

No Variable

penelitian Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur

Skala

ukur

4. pH Besarnya nilai

keasam-basaan

Mengukur

keasam-basaan

lotion dengan

pH meter

pH meter Nilai pH dalam

angka (1-14)

Ratio

5. Daya sebar Ukuran yang

menyatakan

diameter

penyebaran lotion

pada kaca

Pengukuran

diameter lotion

yang terbetuk

pada kaca

Penggaris Centimeter Rasio

6. Daya

mortilitas

kutu

Mortilitas kutu

karena adanya

ekstrak etanol serai

wangi dalam

sediaan lotion.

Menghitung

mortilitas kutu

setelah

diinkunbasi

Tabel

pencatatan

kematian kutu

dengan rentan

waktu setelah

diinkubasi

Jumlah kematian

kutu dengan

rentan waktu

setelah diinkubasi

Rasio