Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

2.1.1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih

yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama.

Para sosiolog berpendapat bahwa asal-usul pengelompokkan keluarga bermula

dari peristiwa perkawinan. Akan tetapi asal-usul keluarga dapat pula terbentuk

dari hubungan antara laki-laki dan perempuan dengan status yang berbeda,

kemudian mereka tinggal bersama memiliki anak. Anak yang dihasilkan dari

hidup bersama memiliki anak. Anak yang dihasilkan dari hidup bersama ini

disebut keturunan dari kelompok itu. Dari sinilah pengertian keluarga dapat

dipahami dalam berbagai segi. Pertama, dari segi orang yang melangsungkan

perkawinan yang sah serta dikaruniai anak. Kedua, lelaki dan perempuan yang

hidup bersama serta memiliki seorang anak, namun tidak pernah menikah. Ketiga,

dari segi hubungan jauh antara anggota keluarga, namun masih memiliki ikatan

darah. Keempat, keluarga yang mengadopsi anak orang lain (Suhendi, 2001 : 41)

Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam keluarga terdapat hubungan

fungsional di antara anggotanya. Yang perlu diperhatikan disini ialah faktor yang

mempengaruhi hubungan itu, yaitu struktur keluarga itu sendiri. Struktur keluarga

banyak menentukan pola hubungan dalam keluarga. Pada keluarga batih

hubungan antara anggota mungkin saja lebih kuat karena terdiri dari jumlah

anggota yang terbatas. Akan tetapi, pada keluarga luas, hubungan antaranggota

8

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

keluarga sangat renggang karena terdiri dari jumlah anggota yang banyak dengan

tempat terpisah.

Dengan memperhatikan berbagai definisi di atas, Horton dan Hurt

memberikan beberapa pilihan dalam mendefinisikan keluarga yaitu :

a) Suatu kelompok yang mempunyai nenek moyang yang sama.

b) Suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah dan

perkawinan.

c) Pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak.

d) Pasangan tanpa nikah yang mempunyai anak.

e) Para anggota suatu komunitas yang biasanya mereka ingin disebut

sebagai keluarga (Horton dan Hurt, 1996 : 267)

1. Fungsi Keluarga

Setelah sebuah keluaraga terbentuk, anggota keluarga yang ada di

dalamnya memiliki tugas masing-masing. Suatu pekerjaan yang harus dilakukan

dalam kehidupan keluarga inilah yang disebut fungsi. Jadi fungsi keluarga adalah

suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau di luar keluarga.

Fungsi disini mengacu pada peran individu dalam mengetahui, yang pada

akhirnya mewujudkan hak dan kewajiban. Mengetahui fungsi keluarga sangat

penting sebab dari sinilah terukur dan terbaca sosok keluarga yang ideal dan

harmonis. Munculnya krisis dalam rumah tangga dapat juga sebagai akibat tidak

berfungsinya salah satu fungsi keluarga.

Fungsi keluarga terdiri dari fungsi biologis, fungsi pendidikan, fungsi

keagamaan, fungsi perlindungan, fungsi sosialisasi anak, fungsi rekreatif, dan

fungsi ekonomis. Sementara itu, dalam tulisan Horton dan Hurt, fungsi keluarga

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

meliputi, fungsi pengaturan seksual, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi, fungsi

afeksi, fungsi penentuan status, fungsi perlindungan, dan fungsi ekonomi.

Di antara semua fungsi tersebut, ada tiga pokok fungsi keluarga yang dulu

diubah dan digantikan orang lain, yaitu fungsi biologis, fungsi sosialisasi anak,

dan fungsi afeksi :

a. Fungsi Biologis

Fungsi biologis berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan seksual

suami istri. Keluarga adalah lembaga pokok yang secara absah memberikan uang

bagi pengaturan dan pengorganisasian kepuasan seksual. Namun, ada pula

masyarakat yang memberikan toleransi yang berbeda-beda terhadap lembaga yang

mengambil alih fungsi pengaturan seksual ini, misalnya tempat-tempat hiburan

dan panti pijat. Kenyataan ini pada dasarnya merupakan suatu kendala dan

sekaligus suatu hal yang sangat rumit untuk dipikirkan. Kelangsungan sebuah

keluarga, banyak ditentukan oleh keberhasilan dalam menjalani fungsi biologis

ini. Apabila salah satu pasangan kemudian tidak berhasil menjalankan fungsi

biologisnya, dimungkinkan akan terjadinya gangguan dalam keluarga yang

biasanya berujung pada perceraian dan poligami.

a. Fungsi Sosialisasi Anak

Fungsi sosialisasi anak menunjuk pada perana keluarga dalam membentuk

kepribadian anak. Melalui fungsi ini, keluarga berusaha mepersiapkan bekal

selengkap-lengkapnya kepada anak dengan memperkenalkan pola tingkah laku,

sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat serta

mempelajari peranan yang diharapkan akan dijalankan mereka. Dengan demikian,

sosialisasi berarti melakukan proses pembelajaran terhadap seorang anak. Belajar

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

tidak selalu diartikan sebagai suatu aktivitas yang sifatnya semata-mata

intelektual, tetapi juga mencakup hal lain, yaitu pengamatan. Sejalan dengan itu,

baik atau buruknya sosialisasi dalam keluarga akan berpengaruh terhadap

anggotanya.

Abdullah Nasikh Ulwan (1989 : 17) berpendapat bahwa anak adalah

amanat yang berada pada pundak orang tuanya. Kalbunya yang murni bersih,

seperti mutiara yang tak ternilai. Bila dibiasakan dan dididik kebaikan, dia akan

tumbuh menjadi orang baik dan berbahagia di dunia dan akhirat. Apabila

dibiarkan pada kejelekan seperti layaknya hewan, niscaya dia akan rusak dan

menderita. Kalau sudah begitu keadaannya, sukar untuk dididik dan mengarahkan.

Apabila orang tua tidak menjalankan fungsi sosialisasi dengan baik, problem yang

muncul adalah anak kehilangan perhatian. Setelah itu dia mencari tokoh lain

selain orang tuanya untuk ditiru.

Semua masyarakat sangat menggantungkan diri kepada keluarga dalam hal

sosialisasi sebagai persiapan untuk memasuki usia dewasa agar anak dapat

berperan secara positif di tengah-tengah masyarakat. Salah satu caranya adalah

melalui pemberian model bagi anak. Anak belajar menjadi laki-laki, suami, dan

ayah dengan keluarga yang betul-betul dipimpin oleh seorang laki-laki. Sosialisasi

akan menemukan kesulitan apabila model semacam itu tidak ada dan bila anak

harus mengandalkan diri pada model yang disaksikan dalam keluarga lain. Dalam

proses sosialisasi tidak ada peran pengganti ayah dan ibu yang betul-betul

memuaskan. Sejumlah studi mutakhir menyimpulkan bahwa alasan utama

perbedaan prestasi intelektual anak adalah suasana dalam keluarga. Studi

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

semacam ini semakin menegaskan bahwa keluarga merupakan faktor penentu

utama bagi sosialisasi anak.

b. Fungsi Afeksi

Salah satu kebutuhan dasar manusia ialah kebutuhan kasih sayang atau

rasa dicinta. Pandangan psikiatrik mengatakan bahwa penyebab utama gangguan

emosional, perilaku dan bahkan kesehatan fisik adalah ketiadaan cinta , yakni

tidak adanya kehangatan dan hubungan kasih sayang dalam suatu lingkungan

yang intim. Banyak fakta menunjukkan bahwa kebutuhan persahabatan dan

keintiman sangat penting bagi anak. Data-data menunjukkan bahwa kenakalan

anak serius adalah salah satu cirri khas dari anak yang tidak mendapat perhatian

atau merasakan kasih sayang.

Belakangan ini banyak muncul kelompok sosial yang mampu memenuhi

kebutuhan persahabatan dan kasih sayang. Tentu saja kelompok ini secara tidak

langsung merupakan perluasan dari fungsi afeksi dalam keluarga. Akan tetapi,

perlu diwaspadai apabila kebutuhan afeksi itu kemudian diambil alih oleh

kelompok lain di luar keluarga. Kecendrungan dewasa ini menunjukkan bahwa,

fungsi afeksi telah bergeser kepada orang lain, terutama bagi mereka yang orang

tuanya bekerja di luar rumah. Konsekuensinya, anak tidak lagi dekat secara

psikologis karena anak akan menganggap orang tuanya tidak memiliki perhatian.

Lebih buruk lagi istri yang bekerja diluar rumah, senantiasa memanjakan anak-

anaknya dengan barang-barang mewah (benda yang bersifat materialistis),

padahal kebutuhan sesunggunhya bagi anak bukanlah hal itu, melainkan

keintiman, perhatian, dan kasih sayang tulus dari ibunya. Lebih jauh lagi, seorang

ibu yang bekerja di luar rumah akan memanjakan anaknya. Hal itu dilakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

karena adanya “rasa bersalah” terhadap anaknya akibat tidak bertemu seharian.

Oleh karena itu, dampak lain yang muncul adalah longgarnya nilai control orang

tua terhadap anak dan pemberian toleransi terhadap perbuatan anak yang

melanggar etika.

2. Bentuk-Bentuk Keluarga

Bentuk keluarga sangat berbeda antara satu masyarakat dan masyarakat

lainnya. Bentuk di sini dapat dilihat dari jumlah anggota keluarga, yaitu keluarga

batih dan keluarga luas, dilihat dari sistem yang digunakan, yaitu keluarga

pangkal (sistem family) dan keluarga gabungan (joint family), dan dilihat dari segi

status individu dalam keluarga, yaitu keluarga prokreasi dan keluarga orientasi.

a. Keluarga Batih (Nuclear Family)

Keluarga batih ialah kelompok orang yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-

anaknya yang belum memisahkan diri dan membentuk keluarga tersendiri.

Keluarga ini bisa juga disebut sebagai keluarga conjugal (conjugal family), yaitu

keluarga yang terdiri dari pasangan suami istri bersama anak-anaknya.

Menurut Hutter, keluarga inti (nuclear family) dibedakan dengan keluarga

konjugal (conjugal family). Keluarga conjugal terlihat lebih otonom, dalam arti

tidak memiliki keterikatan secara ketat dengan keluarga luas, sedangkan keluarga

inti tidak memiliki otonomi karena memiliki ikatan garis keturunan, baik

patrilineal maupun matrilinieal (Suhendi dkk, 2001 : 54).Hubungan intim antara

suami dan istri lebih mendalam, namun biasanya dikaitkan dengan suatu

hubungan pertukaran yang menyenangkan. Apabila suami mampu memberikan

suasana kepuasan batin dan materi, hubungan suami dan istri menyebabkan

mekanisme pertukaran sosial tidak berjalan, terbuka peluang bentuk berpisah.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

b. Keluarga Luas (Extended Family)

Keluarga luas, yaitu keluarga yang terdiri dari semua orang yang

berketurunan dari kakek dan nenek yang sama termasuk keturunan masing-

masing isteri dan suami. Dengan kata lain, keluarga luas adalah keluarga batih

ditambah kerabat lain yang memiliki hubungan erat dan senantiasa dipertahankan.

Sebutan keluarga yang diperluas (Extended Family) digunakan bagi suatu sistem

yang masyarakatnya menginginkan beberapa generasi yang hidup dalam satu atap

rumah tangga. Sistem semacam ini ada pada orang-orang China yaitu bila seorang

laki-laki telah menikah, ia tinggal bersama dengan keluarga yang telah menikah

dan bersama anak-anaknya yang lain yang belum menikah, juga bersama cicitnya

dari garis keturunan laki-laki.

Istilah keluarga luas seringkali digunakan untuk mengacu pada keluarga

batih berikut keluarga lain yang memiliki hubungan baik dengannya dan tetap

memelihara dan mempertahankan hubungan tersebut. Keluarga luas tentu saja

memiliki keuntungan tersendiri. Pertama, keluarga luas banyak ditemukan di

desa-desa dan bukan pada daerah industri.

Keluarga luas sangat cocok dengan kehidupan desa, yang dapat

memberikan pelayanan sosial bagi anggota-anggotanya. Kedua, keluarga luas

mampu mengumpulkan modal ekonomi secara besar. Proses pengambilan

keputusan dalam keluarga luas terlihat sangat berbelit-belit. Penyelesaian masalah

waris yang dikehendaki jatuh pada anak yang paling tua sering mengakibatkan

benturan dan gesekan pada istri-istri muda lainnya. Peraturan mengenai hal itu

tidak secara terperinci memuaskan mereka. Inilah posisi kehidupan keluarga yang

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

memperlihatkan segi-segi kooperatif pada satu sisi dan pertentangan pada sisi

lainnya.

c. Keluarga Pangkal (Stem Family)

Keluarga pangkal, yaitu sejenis keluarga yang menggunkan sistem

pewarisan kekayaan pada satu anak yang paling tua. Keluarga pangkal ini banyak

terdapat di Eropa zaman feodal. Para petani imigran AS dan di zaman Tokugawa

Jepang. Pada masa tersebut seorang anak yang paling tua bertanggung jawab

terhadap adik-adiknya yang perempuan sampai menikah, begitu pula terhadap

saudara laki-lakinya yang lain. Dengan demikian, pada jenis keluarga ini

pemusatan kekayaan hanya pada satu orang.

d. Keluarga Gabungan (Joint Family)

Keluarga gabungan, yaitu keluarga yang terdiri atas orang-orang yang

berhak atas hasil milik keluarga, antara lain saudara laki-laki setiap generasi. Di

sini, tekanannya hanya pada saudara laki-laki karena menurut adat Hindu, anak

laki-laki sejak kelahirannya mempunyai hak atas kekayaan keluarga. Walaupun

antara saudara laki-laki itu tinggal terpisah, mereka manganggap dirinya sebagai

suatu keluarga gabungan dan tetap menghormati kewajiban mereka bersama,

termasuk membuat anggaran perawatan harta keluarga dan menetapkan anggaran

belanja. Lelaki tertua yang menjadi kepala keluarga tidak bisa menjual harta milik

bersama itu.

e. Keluarga Prokreasi dan Keluarga Orientasi

Keluarga prokreasi adalah sebuah keluarga yang individunya merupakan

orang tua. Adapun orientasi adalah keluarga yang individunya merupakan slah

seorang keturunan. Ikatan perkawinan merupakan dasar bagi terbentuknya suatu

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

keluarga baru (keluarga prokreasi) sebagai unit terkecil dalam masyarakat. Namun

demikian, perkawinan ini tidak dengan sendirinya menjadi sarana bagi

penerimaan anggota dalam keluarga asal (orientasi). Hubungan suami dan istri

dengan keluarga orientasinya sangat erat dan kuat.

2.2. Kedudukan dan Peran Perempuan Dalam Keluarga

Definisi peran dalam perspektif ilmu Sosiologi. Mengenai definisi peran,

Pratama, Fauzi, Setiawan, Zafriady & Fallo (2008) dan Tangkilisan (2005)

mengungkapkan bahwa peran dapat didefinisikan sebagai suatu aspek dinamis

dari adanya suatu kedudukan (posisi/status sosial). Aspek dinamis tersebut

mencakup rangkaian wewenang, hak dan kewajiban yang menyertai keberadaan

dari kedudukan tersebut. Lebih lanjut, Pratama dkk. menyebutkan bahwa suatu

peran mencakup tiga hal, yaitu:

a) Peran meliputi norma-norma terkait posisi dan tempat (kedudukan) dalam

masyarakat,

b) Peran merupakan konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu

(atau organisasi) dalam masyarakat.

c) Peran sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial.

Struktur sosial sendiri dapat diartikan sebagai suatu jalinan atau pola

hubungan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu antara lain kelompok-

kelompok sosial, institusi sosial, norma sosial dan stratifikasi sosial (Henslin,

2007). Dalam istilah yang lebih sederhana, peran merupakan perilaku individu

yang penting bagi pihak-pihak selain dirinya dalam suatu masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

Henslin (2007) mendefinisikan peran (role) sebagai perilaku, kewajiban

dan hak yang melekat pada suatu status. Lebih jauh, Henslin menyebutkan bahwa

arti penting sosiologis dari suatu peran adalah “…memaparkan apa yang

diharapkan dari (sese)orang“. Jika masyarakat dianalogikan sebagai sebuah

pementasan drama, maka peran diibaratkan sebagai aturan yang “...mengekang

orang – mengatakan kepada mereka kapan harus ‘masuk’ dan kapan harus

‘keluar’…“. Dengan kata lain, peran dapat diartikan sebagai batasan-batasan

mengenai apa yang boleh dan tidak boleh, patut dan tidak patut dilakukan oleh

seseorang (atau suatu institusi) di tengah masyarakat di sekitarnya.

Pada umumnya kedudukan dan peranan wanita pada zaman dahulu

menduduki tempat kedua dalam masyarakat. Kedudukan wanita lebih rendah bila

dibandingkan dengan laki-laki. Hal seperti ini hanya ditemukan dikalangan

masyarakat biasa tapi banyak juga ditemukan pada masyarakat kalangan atas.

Kadang-kadang dibedakan antara pengertian-pengertian kedudukan dengan

kedudukan sosial, untuk lebih jelasnya dapat dijabarkan bahwa kedudukan

diartikan sebagai tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan

dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya dan

hak-hak serta kewajiban-kewajibannya.

Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila

seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan

dengan peranan, adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan, keduanya tak dapat

dipisah-pisahkan, oleh karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya

juga demikian, tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

Peranan yang melekat pada diri seseorang, harus dibedakan dengan posisi atau

tempatnya dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi atau tempat seseorang dalam

masyarakat merupakan unsur yang statis yang menunjukkan tempat individu

dalam organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi,

penyesuaian diri dan sebagai suatu proses, jadi tepatnya adalah seseorang

menduduki suatu posisi atau tempat dalam masyarakat serta menjalankan suatu

peranan (Soekanto, 2002:243).

Kaum perempuan memiliki kodrat kehidupan yang berupa: kodrat

perempuan sebagai ibu, sebagai istri, sebagai individu perempuan, dan sebagai

anggota masyarakat. Setiap unsur kodrat yang dimiliki memerlukan tanggung

jawab yang berbeda dengan peran dirinya sebagai anggota masyarakat, dan akan

berbeda pula dengan peran dirinya sebagai individu. Meskipun demikian masing-

masing unsur tersebut tidak boleh saling bertentangan (Sujarwa, 2001:91).

Adapun dalam pembahasan ini lebih mengutamakan pada potret fenomena

sosial berdasarkan analisis kasus kodrat perempuan yaitu :

1. Peran dan citra perempuan sebagai ibu

Karateristik perempuan sebagai ibu bukan saja terletak pada peran kodrat

perempuan yang dapat mengandung dan melahirkan, melainkan juga terletak pada

kemampuan seorang ibu dalam mengasuh anak-anaknya sejak lahir hingga

dewasa. Dalam kehidupan modern, banyak kaum ibu rumah tangga mengabaikan

atau bahkan enggan mengasuh perkembangan dan pertumbuhan anaknya sendri,

sehingga tidak jarang pertumbuhan perkembangan anak-anak di kota besar itu

lebih didasarkan pada kemampuan fasilitas finansialnya dengan menyerahkan

sepenuhnya pada pembantu rumah tangga atau panti-panti penitipan anak.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

2. Peran dan citra perempuan sebagai istri

Dalam pandangan islam, hubungan suami istri diibaratkan sebagai pakaian

antara yang satu bagi yang lain. Suami merupakan pakaian bagi istri dan istri

merupakan pakaian bagi suami. Laki-laki merupakan kepala dan rumah

merupakan pelabuhannya. Dalam kehidupan modern, peran suami istri dalam

gambaran diatas masih dimungkinkan. Meskipun mereka memiliki mobilitas yang

lebih tinggi dibanding dengan kehidupan keluarga tradisional, keluarga modern

masih didasarkan pada pandangan romantis, maternal, dan domestik. Cinta

romantis adalah konsep yang menunjang prinsip modernisme keteraturan, untuk

tiap pria ada satu orang perempuan yang menjadi pasangannya, demikian pula

yang sebaliknya. Cinta material dipandang sebagai perwujudan tugas seorang ibu

dalam mencintai dan merawat anak-anaknya. Persepsi cinta, romantis, material,

dan domestic dapat diartikan sebagai suatu kehidupan keluarga yang dapat berada

dalam satu nilai kebersamaan.

Dalam kehidupan pasca modern, tampaknya ada perbedaan, kekhususan,

dan ketidakberaturan yang mendasari kehidupan keluarga mereka. Konsep tentang

keluarga inti dengan satu bapak yang bekerja mencari nafkah dan satu ibu yang

yang mengayomi anak-anak dirumah sudah sulit dipertahankan sebagai realitas

kehidupan. Keluarga pasca modern diwarnai dengan kehidupan kedua orang tua

yang sama-sama bekerja mencari nafkah diluar rumah, akibatnya angka

perceraian semakin tinggi, banyak keluarga dengan satu orang tua saja sehingga

anak-anak harus bertahan dan berjuang dijalan.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

3. Peranan Perempuan Dalam Ekonomi Keluarga

Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dilakukan melalui upaya

stabilisasi ekonomi, pemanfaatan sumber daya dalam negeri yang potensial, dan

upaya promosi ekspor yang merupakan tendensi pembangunan dunia saat itu.

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa periode ini sentrum aktivitas

pembangunan masih terpusat di darat, terhadap lapisan masyarakat yang

menjanjikan potensi produksi yang tinggi, dan unit aktivitas yang sanggup

mendatangkan akumulasi modal dan devisa negara terbesar. Kecendrungan ini

belum berjalan secara proporsional bila dikaitkan dengan luas wilayah, dan luas

kelompok masyarakat yang menguntungkan nasib pada pengelolahan sumber

daya laut.

Permasalahan petani dan kemiskinan memiliki akar yang cukup kompleks.

Terdapat banyak hal yang turut mempengaruhi kehidupannya. Namun, dalam hal

ini dikemukakan empat masalah dasar yang dihadapi dalam peningkatan kualitas

hidup masyarakat petani, paling tidak dipengaruhi oleh empat hal pokok :

a. Kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh masyarakat petani.

Kualitas hidup yang dimaksud dapat dalam arti luas yang meliputi kualitas

pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan aspek sosial lainnya. Acuan yang

digunakan pada kajian ini adalah kualitas SDM yang berkaitan langsung

dengan tingkat produktivitas dan kualitas hasil kerja yang dipunyai. Hal

yang terakhir ini berkaitan langsung dengan keterampilan yang dimiliki

kelompok masyarakat petani tersebut.

b. Keterbatasan daya jangkau pemasaran hasil produksi sumber daya hasil

pertanian yang dipunyai oleh para petani. Keterbatasan daya jangkau

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

pemasaran dapat berkaitan erat dengan masalah dasar sebelumnya yang

berakibat pada mutu hasil produksi yang rendah, skala produksi yang tidak

ekonomis, dan ketepatan distribusi. Kelompok petani, di samping

memiliki keterbatasan sumber daya manusia, juga memiliki keterbatasan

asset produksi, serta kekuatan organisasi dan manajemen yang lemah.

c. Keterbatasan akses kelompok masyarakat petani terhadap sumber daya

finasial, teknologi, dan informasi, melengkapi kedua masalah dasar

sebelumnya. Kelambatan adaptasi teknologi kelompok masyarakat petani

bukan merupakan keterbatasan melekat pada diri petani, melainkan

terbatasnya kemudahan yang diberikan untuk beradaptasi.

d. Keterbatasan kualitas kelembagaan yang dimiliki.Keterbatasan

kelembagaan bukan hanya bersumber dari sisi internal kalangan petani,

melainkan juga berasal dari faktor eksternal, seperti perangkat hukum

melindungi, pengembangan organisasi, tingkat kemajuan koperasi petani,

dan atau lingkungan yang menempatkan kelembagaan petani khususnya

pada saat berhadapan dengan kekuatan kelembagaan swasta nasional dan

asing, pada kondisi yang tidak berimbang.

Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat.

Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

organisasi terbatas dan mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak

yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan. Dengan kata lain, keluarga tetap

merupakan bagian dari masyarakat lokal yang lahir dan berada didalamnya, yang

secara berangsur-angsur akan melepaskan ciri-ciri tersebut karena tumbuhnya

mereka ke arah pendewasaan (Khairuddin, 1985:10).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani yang berarti tata pelaksanaan

rumah tangga yang berupa kegiatan unutk memenuhi kebutuhan pokok yaitu

makanan,peralatan rumah tangga, pakaian, dan perumahan. Berbicara mengenai

ekonomi selalu dikaitkan dengan manajemen serta pola pengambilan keputusan

dalam keluarga serta upaya pemenuhan ekonomi. Manajemen didalam sebuah

keluarga akan melibatkan suami maupun istri sebagai pengendali dalam keluarga.

Aktivitas dalam sebuah keluarga tidak akan berjalan lancar tanpa adanya kerja

sama diantara anggota keluarga dibawah pimpinan suami selaku pencari nafkah

dan bekerja sama dengan istri. Peran perempuan dalam ekonomi petani tidak

terbatas pada aspek sumbangan tunai saja, tetapi juga pada aspek manajemen

dalam keluarga. Di dalam sebuah manajemen keuangan ekonomi keluarga petani

sebahagian besar berada di tangan perempuan atau istri khususnya, dan kemudian

suami pada umumnya tidak ikut campur tangan dalam urusan rumah tangga.

2.3. Partisipasi

2.3.1. Pengertian Partisipasi

Partisipasi adalah keikutsertaan, peranserta tau keterlibatan yang berkitan

dengan keadaaan lahiriahnya (Sastropoetro;1995). Participation becomes, then,

people's involvement in reflection and action, a process of empowerment and

active involvement in decision making throughout a programme, and access and

control over resources and institutions (Cristóvão, 1990).

Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif

dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan

memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materill (PTO PNPM

PPK, 2007).

Hoofsteede (1971) menyatakan bahwa patisipasi adalah the taking part in

one ore more phases of the process sedangkan Keith Davis (1967) menyatakan

bahwa patisipasi “as mental and emotional involment of persons of person in a

group situation which encourages him to contribute to group goals and share

responsibility in them” Verhangen (1979) dalam Mardikanto (2003) menyatakan

bahwa, partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi

yang berkaitan dengan pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat.

Theodorson dalam Mardikanto (1994) mengemukakan bahwa dalam pengertian

sehari-hari, partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang

(individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan

atau keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif

ditujukan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat

diartikan sebagi keikutsertaan seseorang didalam suatu kelompok sosial untuk

mengambil bagian dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau

profesinya sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tumbuh dan berkembangnya

partisipasi dapat didekati dengan beragam pendekatan disiplin keilmuan. Menurut

konsep proses pendidikan, partisipasi merupakan bentuk tanggapan atau response

atas rangsangan-rangsangan yang diberikan; yang dalam hal ini, tanggapan

merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo, 1961).

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

Partisipasi masyarakat merutut Hetifah Sj. Soemarto (2003) adalah proses

ketika warga sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi,

mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan, dan

pemantauan kebijakan kebijakan yang langsung mempengaruhi kehiduapan

mereka. Conyers (1991) menyebutkan tiga alasan mengapa partisipasi masyarakat

mempunyai sifat sangat penting. Pertama partispasi masyarakat merupakan suatu

alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap

masyarakata, tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek

akan gagal, alasan kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih mempercayai

proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan

dan perencanaannya, karena mereka akan mengetahui seluk beluk proyek tersebut

dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap poyek tersebut. Alasan ketiga yang

mendorong adanya partisiapsi umum di banyak negara karena timbul anggapan

bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam

pembangunan masyarakat mereka sendiri. Hal ini selaras dengan konsep man-

cetered development yaitu pembangunan yang diarahkan demi perbaiakan nasib

manusia.

2.3.2. Tipologi Partisipasi

Penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyrakat serngkali

terhambat oleh persepsi yang kurang tepat, yang menilai masyarakat “sulit diajak

maju” oleh sebab itu kesulitan penumbuhan dan pengembangan partisipasi

masyrakat juga disebabkan karena sudah adanya campur tangan dari pihak

penguasa. Berikut adalah macam tipologi partisipasi masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

1. Partisipasi Pasif / manipulatif dengan karakteristik masyrakat diberitahu

apa yang sedang atau telah terjadi, pengumuman sepihak oleh pelkasan

proyek yanpa memperhatikan tanggapan masyarakat dan informasi yang

diperlukan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran.

2. Partisipasi Informatif memilki kararkteristik dimana masyarakat menjawab

pertanyaan-pertanyaan penelitian, masyarakat tidak diberikesempatan

untuk terlibat dan mempengaruhi proses penelitian dan akuarasi hasil

penelitian tidak dibahas bersama masyarakat.

3. Partisipasi konsultatif dengan karateristik masyaakat berpartisipasi dengan

cara berkonsultasi, tidak ada peluang pembutsn keputusan bersama, dan

para profesional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan

masyarakat (sebagi masukan) atau tindak lanjut

4. Partisipasi intensif memiliki karakteristik masyarakat memberikan

korbanan atau jasanya untuk memperolh imbalan berupa intensif/upah.

Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembelajan atau eksperimen-

eksperimen yang dilakukan dan asyarakat tidak memiliki andil untuk

melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah intensif dihentikan.

5. Partisipasi Fungsional memiliki karakteristik masyarakat membentuk

kelompok untuk mencapai tujuan proyek, pembentukan kelompok

biasanya setelah ada keptusan-keputusan utama yang di sepakati, pada

tahap awal masyarakat tergantung terhadap pihak luar namun secara

bertahap menunjukkan kemandiriannya.

6. Partisipasi interaktif memiliki ciri dimana masyarakat berperan dalam

analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan penguatan

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

kelembagaan dan cenderung melibatkan metoda interdisipliner yang

mencari keragaman prespektik dalam proses belajar mengajar yang

terstuktur dan sisteatis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas

(pelaksanaan) keputusan-keputusan merek, sehingga memiliki andil dalam

keseluruhan proses kegitan.

7. Self mobilization (mandiri) memiliki karakter masyarakat mengambil

inisiatif sendiri secara bebabas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk

mengubah sistem atau nilai-niloai yang mereka miliki. Masyarakat

mengambangkan kontak dengan lembaga-lemabaga lain untuk

mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang diperlukan.

Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada

dan atau digunakan

2.3.3. Tahap-Tahap Partisipasi

Uraian dari masing-masing tahapan partisipasi adalah sebagai berikut :

1. Tahap partisipasi dalam pengambilan keputusan

Pada umumnya, setiap program pembangunan masyarakat (termasuk

pemanfaatan sumber daya lokal dan alokasi anggarannya) selalu

ditetapkan sendiri oleh pemerintah pusat, yang dalam hal ini lebih

mencerminkan sifat kebutuhan kelompok-kelompok elit yang berkuasa

dan kurang mencerminkan keinginan dan kebutuhan masyarakat banyak.

Karena itu, partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan

melalui dibukanya forum yang memungkinkan masyarakat banyak

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

berpartisipasi langsung di dalam proses pengambilan keputusan tentang

program-program pembangunan di wilayah setempat atau di tingkat lokal

(Mardikanto, 2001).

2. Tahap partisipasi dalam perencanaan kegiatan

Slamet (1993) membedakan ada tingkatan partisipasi yaitu : partisipasi

dalam tahap perencanaan, partisipasi dalam tahap pelaksanaan, partisipasi

dalam tahap pemanfaatan. Partisipasi dalam tahap perencanaan merupakan

tahapan yang paling tinggi tingkatannya diukur dari derajat

keterlibatannya. Dalam tahap perencanaan, orang sekaligus diajak turut

membuat keputusan yang mencakup merumusan tujuan, maksud dan

target.

Salah satu metodologi perencanaan pembangunan yang baru adalah

mengakui adanya kemampuan yang berbeda dari setiap kelompok masyarakat

dalam mengontrol dan ketergantungan mereka terhadap sumber-sumber yang

dapat diraih di dalam sistem lingkungannya.

Pengetahuan para perencana teknis yang berasal dari atas umumnya amat

mendalam. Oleh karena keadaan ini, peranan masyarakat sendirilah akhirnya yang

mau membuat pilihan akhir sebab mereka yang akan menanggung kehidupan

mereka. Oleh sebab itu, sistem perencanaan harus didesain sesuai dengan respon

masyarakat, bukan hanya karena keterlibatan mereka yang begitu esensial dalam

meraih komitmen, tetapi karena masyarakatlah yang mempunyai informasi yang

relevan yang tidak dapat dijangkau perencanaan teknis atasan (Slamet, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

3. Tahap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, seringkali diartikan sebagai

partisipasi masyarakat banyak (yang umumnya lebih miskin) untuk secara

sukarela menyumbangkan tenaganya di dalam kegiatan pembangunan. Di

lain pihak, lapisan yang ada di atasnya (yang umumnya terdiri atas orang

kaya) yang lebih banyak memperoleh manfaat dari hasil pembangunan,

tidak dituntut sumbangannya secara proposional. Karena itu, partisipasi

masyarakat dalam tahap pelaksanaan pembangunan harus diartikan

sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja,

uang tunai, dan atau beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan

dengan manfaat yang akan diterima oleh warga yang bersangkutan

(Mardikanto, 2001).

4. Tahap partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan

Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dan proyek pembangunan

sangat diperlukan. Bukan saja agar tujuannya dapat dicapai seperti yang

diharapkan, tetapi juga diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang

masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan

pembangunan yang bersangkutan. Dalam hal ini, partisipasi masyarakat

mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan perkembangan kegiatan

serta perilaku aparat pembangunan sangat diperlukan (Mardikanto, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

5. Tahap partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan

Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan, merupakan unsur

terpenting yang sering terlupakan. Sebab tujuan pembangunan adalah

untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan

hasil pembangunan merupakan tujuan utama. Di samping itu,

pemanfaaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan

kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program

pembangunan yang akan datang (Mardikanto, 2001).

2.3.4. Tingkat Kesukarelaan Partisipasi

Dusseldorp (1981) membedakan adanya beberapa jenjang kesukarelaan

sebagai berikut:

1. Partisipasi spontan, yaitu peranserta yang tumbuh karena motivasi

intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinannya sendiri.

2. Partisipasi terinduksi, yaitu peranserta yang tumbuh karena terinduksi oleh

adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari

luar; meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh untuk

berpartisipasi.

3. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu peranserta yang tumbuh karena

adanya tekanan yang dirasakan sebagaimana layaknya warga masyarakat

pada umumnya, atau peranserta yang dilakukan untuk mematuhi

kebiasaan, nilai-nilai, atau norma yang dianut oleh masyarakat setempat.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

Jika tidak berperanserta, khawatir akan tersisih atau dikucilkan

masyarakatnya.

4. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial-ekonomi, yaitu peranserta yang

dilakukan karena takut akan kehilangan status sosial atau menderita

kerugian/tidak memperoleh bagian manfaat dari kegiatan yang

dilaksanakan.

5. Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu peranserta yang dilakukan karena

takut menerima hukuman dari peraturan/ketentuan-ketentuan yang sudah

diberlakukan.

2.3.5. Syarat tumbuh partisipasi

Margono Slamet (1985) menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya

partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh 3 (tiga) unsur

pokok, yaitu:

a. Adanya kemauan yang diberikan kepada masyarakat, untuk berpartisipasi

b. Adanya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi

c. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipas.

Lebih rinci Slamet menjelaskan tiga persyaratan yang menyangkut

kemauan, kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi adalah sebagai

berikut

a) Kemauan Secara psikologis kemauan berpartisipasi muncul oleh adanya

motif intrinsik (dari dalam sendiri) maupun ekstrinsik (karena rangsangan,

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

dorongan atau tekanan dari pihak luar). Tumbuh dan berkembangnya

kemauan berpartisipasi sedikitnya diperlukan sikap-sikap yang:

1. Sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat

pembangunan.

2. Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada

umumnya.

3. Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat

puas sendiri.

4. Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah, dan

tercapainya tujuan pembangunan.

5. Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk

memperbaiki mutu hidupnya

b) Kemampuan Beberapa kemampuan yang dituntut untuk dapat

berpartisipasi dengan baik itu antara lain adalah:

1. Kemampuan untuk mengidentifikasi masalah.

2. Kemampuan untuk memahami kesempatan-kesempatan yang dapat

dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan

memanfaatkan sumberdaya yang tersedia.

3. Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan

pengetahuan dan keterampilan serta sumber daya lain yang dimiliki

c) Robbins (1998) kemampuan adalah kapasitas individu melaksanakan

berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Lebih lanjut Robbins (1998)

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

menyatakan pada hakikatnya kemampuan individu tersuusun dari dua

perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

d) Kesempatan Berbagai kesempatan untuk berpartisipasi ini sangat

dipengaruhi oleh:

1. Kemauan politik dari penguasa/pemerintah untuk melibatkan

masyarakat dalam pembangunan.

2. Kesempatan untuk memperoleh informasi.

3. Kesempatan untuk memobilisasi dan memanfaatkan sumberdaya.

4. Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi tepat

guna.

5. Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan

mempergunakan peraturan, perizinan dan prosedur kegiatan yang

harus dilaksanakan.

6. Kesempatan untuk mengembangkan kepemimpinan yang mampu

menumbuhkan, menggerakkan dan mengembangkan serta memelihara

partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Sementara Mardikanto (1994) menyatakan bahwa pembangunan yang

partisipatoris tidak sekedar dimaksudkan untuk mencapai perbaikan kesejahteraan

masyarakat (secara material), akan tetapi harus mampu menjadikan warga

masyarakatnya menjadi lebih kreatif. Karena itu setiap hubungan atau interaksi

antara orang luar dengan masyarakat sasaran yang sifatnya asimetris (seperti:

menggurui, hak yang tidak sama dalam berbicara, serta mekanisme yang

menindas) tidak boleh terjadi. Dengan dimikian, setiap pelaksanaan aksi tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

hanya dilakukan dengan mengirimkan orang dari luar ke dalam masrakat sasaran,

akan tetapi secara bertahap harus semakin memanfaatkan orang-orang dalam

untuk merumuskan perencanaan yang sebaik-baiknya dalam masyarakatnya

sendiri.

Mardikanto (2003) menjelaskan adanya kesempatan yang diberikan, sering

merupakan faktor pendorong tumbuhnya kemauan, dan kemauan akan sangat

menentukan kemampuannya. Kemauan untuk berpartisipasi merupakan kunci

utama bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat. Sebab,

kesempatan dan kemampuan yang cukup, belum merupakan jaminan bagi tumbuh

dan berkembangnya partisipasi masyarakat, jika mereka sendiri tidak memiliki

kemauan untuk (turut) membangun. Sebaliknya, adanya kemauan akan

mendorong seseorang untuk meningkatkan kemam-puan dan aktif memburu serta

memanfaatkan setiap kesempatan. (Mardikanto,2003).

Mardikanto (2003) menjelaskan beberapa kesempatan yang dimaksud

adalah kemauan politik dari penguasa untuk melibatkan masyarakat dalam

pembagunan, baik dalam pengambilan kepu-tusan perencanaan, pelaksanaan,

monitoring dan evaluasi, pemeliharaan, dan pemanfaatan pembangunan; sejak di

tingkat pusat sampai di jajaran birokrasi yang paling bawah. Selain hal tersebut

terdapat kesempatankesempatan yang lain diantaranya kesempatan untuk

memperoleh informasi pembangunan, kesempatan memanfaatkan dan

memobilisasi sumber daya (alam dan manusia) untuk pelaksanaan pembangunan.

Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi yang tepat (termasuk

peralatan perlengkapan penunjangnya). Kesempatan untuk berorganisasi,

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

termasuk untuk memperoleh dan menggunakan peraturan, perijinan, dan prosedur

kegiatan yang harus dilaksanakan, dan Kesempatan mengembangkan

kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, menggerakkan, dan mengembangkan

serta memelihara partisipasi masyarakat (Mardikanto,2003).

Adanya kesempatan-kesempatan yang disediakan untuk menggerakkkan

partisipasi masyarakat akan tidak banyak berarti, jika masyarakatnya tidak

memiliki kemampuan untuk berpartisipasi. Mardikanto (2003) menjelaskan yang

dimaksud dengan kemampuan di sini adalah :

1. Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan

untuk membangun, atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun

(memperbaiki mutu hidupnya).

2. Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan, yang dipengaruhi oleh

tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki.

3. Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan

menggunakan sumberdaya dan kesempatan (peluang) lain yang tersedia

secara optimal.

Yadav dalam Mardikanto (1994) mengemukakan adanya empat macam

kegiatan yang menunjukkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu :

partisipasi dalam pengambilan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan,

partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi, dan partisipasi dalam pemanfaatan

hasil pembangunan. Tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam

proses pembangunan, menunjukkan adanya kepercayaan dan kesempatan yang

diberikan "pemerintah" kepada masyarakatnya untuk terlibat secara aktif di dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

proses pembangunan. Artinya, tumbuh dan berkembangnya partisipasi

masyarakat, memberikan indikasi adanya pengakuan (aparat) pemerintah bahwa

masyarakat bukanlah sekedar obyek atau penikmat hasil pembangunan, melainkan

subyek atau pelaku pembangunan yang memiliki kemauan dan kemampuan yang

dapat diandalkan sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan

hasil-hasil pembangunan (Mardikanto, 2001).

f) Pendekatan Partisipatif dan Pemberdayaan. Dampak pendekatan

partisipatif secara umum adalah sebagai berikut:

a. Program dan pelaksanaannya lebih aplikatif terhadap konteks

sosial, ekonomi dan budaya yang sudah ada, sehingga memenuhi

kebutuhan masyarakat. Ini menyiratkan kebijakan desentralisasi.

b. Menciptakan rasa memiliki dan tanggung jawab diantara semua

pihak terkait dalam merencanakan dan melaksanakan program,

sehingga dampaknya dan begitu pula program itu sendiri

berkesinambungan.

c. Perlunya memberikan peran bagi semua orang untuk terlibat dalam

proses, khususnya dalam hal pengambilan dan pertanggungan

jawab keputusan sehingga memberdayakan semua orang yang

terlibat (terberdayakan).

d. Kegiatan-kegiatan pelaksanaan menjadi lebih obyektif dan

fleksibel berdasarkan keadaan setempat.

e. Transparansi semakin terbuka lebar akibat penyebaran informasi

dan wewenang.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

f. Pelaksanaan proyek atau program lebih terfokus pada kebutuhan

masyarakat

Dalam pembangunan partisipatif, pemberdayaan merupakan salah satu

strategi yang dianggap paling tepat jika faktor-faktor determinan dikondiskana

terlebih dahulu sedemikian rupa agar esensi pemberdayaan tidak terdistorsi.

Friedman menyatakan bahwa pemecahan masalah pembangunan melalui

pemeberdayaan adalah sebagai berikut “…involves a process of social an

political empowerment whose long term objective is to rebalance the structure of

power in society by making state action more accountable, strengthening the

powers of civil society in the management of its own affairs, and making

corporate business more socially responsible” (Friedmann, 1992)

Empowerment is the process of increasing the capacity of individuals or

groups to make choices and to transform those choices into desired actions and

outcomes. (World Bank, 2008)

World Bank dalam Bulletinnya Vol. 11 No.4/Vol. 2 No. 1 October-

Desember 2001 telah menetapkan pemberdayaan sebagai salah satu ujung-tombak

dari Strategi Trisula (three-pronged strategy) untuk memerangi kemiskinan yang

dilaksanakan sejak memasuki dasarwarsa 90-an, yang terdiri dari: penggalakan

peluang (promoting opportunity) fasilitasi pemberdayaan (facilitating

empowerment) dan peningkatan keamanan (enhancing security)

(Mardikanto,2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

World bank dalam Mardikanto (2003) menyatakan yang dimaksud dengan

pemberdayaan adalah pemberian kesempatan kepada kelompok grassroot untuk

bersuara dan menentukan sendiri pilihan-pilihannya (voice and choice) kaitannya

dengan: aksesibilitas informasi, keterlibatan dalam pemenuhan kebutuhan serta

partisipasi dalam keseluruhan proses pembangunan, bertanggung-gugat

(akuntabilitas publik), dan penguatan kapasitas lokal.

Dalam konsep pemberdayaan tersebut, terkandung pema-haman bahwa

pemberdayaan tersebut diarahkan terwujudnya masyarakat madani (yang beradab)

dan dalam pengertian dapat mengambil keputusan (yang terbaik) bagi

kesejahteraannya sendiri. Pemberdayaan masyarakat, dimaksudkan untuk

memperkuat kemampuan (capacity strenghtening) masyarakat, agar mereka dapat

berpartisipasi secara aktif dalam keselu-ruahn proses pembangunan, terutama

pembangunan yang ditawarkan oleh penguasa dan atau pihak luar yang lain

(penyuluh, LSM, dll) (Mardikanto, 2003)

Menurut Effendi, partisipasi ada dua bentuk, yaitu partisipasi vertikal dan

partisipasi horizontal.

2.3.6. Bentuk - Bentuk Partisipasi

1. Partisipasi vertikal adalah suatu bentuk kondisi tertentu dalam masyarakat

yang terlibat di dalamnya atau mengambil bagian dalam suatu program

pihak lain, dalam hubungan mana masyarakat berada sebagai posisi

bawahan.

2. Partisipasi horizontal adalah dimana masyarakatnya tidak mustahil untuk

mempunyai prakarsa dimana setiap anggota / kelompok masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

berpartisipasi secara horizontal antara satu dengan yang lainnya, baik

dalam melakukan usaha bersama, maupun dalam rangka melakukan

kegiatan dengan pihak lain. menurut Effendi sendiri, tentu saja partisipasi

seperti ini merupakan tanda permulaan tumbuhnya masyarakat yang

mampu berkembang secara mandiri

Sebagaimana tertuang dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipati

yang disusun oleh Department for International Development (DFID) (dalam

Monique Sumampouw, 2004: 106-107) adalah:

2.3.7. Prinsip-prinsip partisipasi

1. Cakupan : Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang

terkena dampak dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses

proyek

2. Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership): Pada dasarnya

setiap

pembangunan.

orang mempunyai keterampilan, kemampuan dan prakarsaserta

mempunyai hak untuk menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam

setiap proses

3. Transparansi :Semua pihak harus dapat menumbuhkembangkan

komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga

menimbulkan dialog.

guna membangun dialog tanpa memperhitungkan jenjang

dan struktur masing-masing pihak.

4. Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership) : Berbagai

pihak yang terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi

kewenangan dan kekuasaan untuk menghindari terjadinya dominasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

5. Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility : Berbagai pihak

mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena

adanya kesetaraan kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya

dalam proses pengambilan keputusan dan langkah-langkah

selanjutnya.

6. Pemberdayaan (Empowerment : Keterlibatan berbagai pihak tidak

lepas dari segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak,

sehingga melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan,

terjadi suatu proses saling belajar dan saling memberdayakan satu

sama lain.

7. Kerjasama : Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang

terlibat untuk saling berbagi kelebihan

guna mengurangi berbagai

kelemahan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan

sumber daya manusia.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

Tabel. 2.1. Tipe-tipe Partisipasi

2.3.8.`Tipe Partisipasi

Tipologi Karakteristik

Partisipasi pasif/

manipulative

(a) Masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahu apa yang

sedang atau telah terjadi;

(b) Pengumuman sepihak oleh manajemen atau

pelaksana proyek] tanpa memperhatikan tanggapan

masyarakat;

(c) Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan

profesional di luar kelompok sasaran.

Partisipasi dengan

cara memberikan

informasi

(a) Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab

pertanyaan-pertanyaan penelitian seperti dalam kuesioner atau

sejenisnya;

(b) Masyarakat tidak punya kesempatan untuk terlibat dan

memengaruhi proses penyelesaian;

(c) Akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama

masyarakat.

Partisipasi melalui

konsultasi

(a) Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi;

(b) Orang luar mendengarkan dan membangun pandangan-

pandangannya sendiri untuk kemudian mendefinisikan

permasalahan dan pemecahannya, dengan memodifikasi

tanggapan-tanggapan masyarakat;

(c) Tidak ada peluang bagi pembuat keputusan bersama;

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

(d) Para profesional tidak berkewajiban mengajukan

pandangan-pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk

ditindaklanjuti.

Partisipasi untuk

insentif materil

(a) Masyarakat berpartisipasi dengan cara menyediakan

sumber daya seperti tenaga kerja, demi mendapatkan

makanan, upah, ganti rugi, dan sebagainya;

(b) Masyarakat

(c)

tidak dilibatkan dalam eksperimen atau proses

pembelajarannya;

Masyarakat tidak mempunyai andil untuk melanjutkan

kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat [[insentif yang

disediakan/diterima habis.

Partisipasi

fungsional

(a) Masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok

untuk mencapai tujuan

(b) Pembentukan kelompok (biasanya) setelah ada keputusan-

keputusan utama yang disepakati;

yang berhubungan dengan proyek;

(c) Pada awalnya, kelompok masyarakat ini bergantung pada

pihak luar (fasilitator, dll) tetapi pada saatnya mampu

mandiri.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

Partisipasi

interaktif

(a) Masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama yang

mengarah pada perencanaan

(b) Partisipasi ini cenderung melibatkan

kegiatan dan pembentukan

lembaga sosial baru atau penguatan kelembagaan yang telah

ada;

metode inter-disiplin

yang mencari keragaman perspektif

(c) Kelompok-kelompok masyarakat mempunyai peran

kontrol atas keputusan-keputusan mereka, sehingga mereka

mempunyai andil dalam seluruh penyelenggaraan kegiatan.

dalam proses belajar yang

terstruktur dan sistematik;

Self mobilization

(a)Masyarakat berpartisipasi dengan

mengambil inisiatif

(b) Masyarakat mengembangkan kontak dengan lembaga-

lembaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan

sumberdaya yang dibutuhkan;

secara bebas (tidak dipengaruhi/ditekan

pihak luar) untuk mengubah sistem-sistem atau nilai-nilai

yang mereka miliki;

(c)Masyarakat memegang kendali atas

pemanfaatan sumberdaya yang ada.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi partisipasi masyarakat

dalam suatu program, sifat faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu

keberhasilan program namun ada juga yang sifatnya dapat

menghambat

2.3.9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

keberhasilan program. Misalnya saja faktorusia, terbatasnya harta

benda, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Angell (dalam Ross, 1967: 130)

mengatakan partisipasi yangtumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh

banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam

berpartisipasi, yaitu:

1. Usia

Faktor usia merupakan faktor yang memengaruhi sikap seseorang terhadap

kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka

dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada

nilai dan norma

2. Jenis kelamin

masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak

yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.

Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan

bahwa pada dasarnya tempat perempuan[ adalah “di dapur” yang berarti

bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama

adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran

perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan

pendidikan perempuan yang semakin baik.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

3. Pendidikan

Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi.

Pendidikan

4. Pekerjaan dan penghasilan

dianggap dapat memengaruhi sikap hidup seseorang terhadap

lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan

kesejahteraan seluruh masyarakat.

Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang

akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan

dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat

mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan

masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu

kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.

5. Lamanya tinggal

Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya

berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi

seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan

tertentu, maka rasa

memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam

partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.

2.4. Respon

Respon seseorang dapat dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif

(Azwar, 1988). Apabila respon positif maka orang yang bersangkutan cenderung

untuk menyukai atau mendekati objek, sedangkan respon negatif cenderung untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

menjauhi objek tersebut. Respon berasal dari kata response, yang berarti jawaban,

balasan atau tanggapan (reaction). Dalam kamus besar Bahasa Indonesia edisi

ketiga dijelaskan definisi respon adalah berupa tanggapan, reaksi, dan jawaban.

Dalam pembahasan teori respon tidak terlepas dari pembahasan, proses teori

komunikasi, karena respon merupakan timbal balik dari apa yang

dikomunikasikan terhadap orang-orang yang terlibat proses komunikasi.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Steven M Caffe respon dibagi

menjadi tiga bagian yaitu:

1. Kognitif, yaitu respon yang berkaitan erat dengan pengetahuan

keterampilan dan informasi seseorang mengenai sesuatu. respon ini timbul

apabika adanya perubahan terhadap yang dipahami atau dipersepsi oleh

khalayak.

2. Afektif, yaitu respon yang berhubungan dengan emosi, sikap dan menilai

seseorang terhadap sesuatu. Respon ini timbul apabila ada perubahan yang

disenangi oleh khalayak terhadap sesuatu.

3. Konatif, yaitu respon yang berhubungan dengan prilaku nyata yang

meliputi tindakan atau perbuatan.

Oleh karena itu proses perubahan sikap tersebut tergantung pada

keselarasan antara Amil dan muzakki, apakah strategi stimulus Amil dapat

diterima oleh objek Amil atau Sebaliknya tidak dapat diterima. Jika strategi

stimulus Amil dapat diterima berarti komunikasi Amil dan muzakki dapat efektif

dan lancar begitu juga sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

1. Pengertian Kognisi (Pengetahuan)

Istilah kognisi berasal dari kata cognoscare yang artinya mengetahui.

Aspek kognisi banyak mempermasalahkan bagaimana cara memperoleh

pemahaman tentang dirinya dan lingkungannya, serta bagaimana dengan

kesadaran itu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Setiap perilaku sadar manusia

didahului oleh proses kognisi yang memberi arah terhadap perilaku dan setiap

lahiriahnya baik dirasakan maupun tidak dirasakan.

2. Pengertian Afeksi (Sikap)

Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak, beroperasi, berfikir dan

merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi dan nilai. Sikap timbul dari

pengalaman, tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar. Sikap

mempunyai daya dorong atau motivasi dan bersifat evaluatif, artinya mengandung

nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Objek sikap dirasakan adanya

motivasi, tujuan, nilai dan kebutuhan.

Sayogo dan Fujiwati (1987) mengemukakan bahwa sikap merupakan

kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan

suatu pola tertentu terhadap suatu objek berupa manusia, hewan atau benda akibat

pendirian atau persamaannya terhadap objek tersebut.

3. Pengertian Psikomotorik (Tindakan)

Jones dan Davis dalam Sarlito (1995) memberi definisi tindakan yaitu

keseluruhan respon (reaksi) yang mencerminkan pilihan seseorang yang

mempunyai akibat (efek) terhadap lingkungannya. Suatu tindakan

dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan dan diarahkan pada pencapaian sesuatu

agar kebutuhan tersebut terpenuhi.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

Tindakan yang ditujukan oleh aspek psikomotorik merupakan bentuk

keterampilan motorik yang diperoleh peternak dari suatu proses belajar

(Samsudin, 1977). Psikomotorik yang berhubungan dengan kebiasaan bertindak

yang merupakan aspek perilaku yang menetap (Rahmat, 1989).

2.5. Analisis Gender

Di Indonesia, analisis gender yang paling populer terdiri atas analisis yang

dikembangkan oleh para ilmuwan Studi Perempuan di Universitas Harvard

sebagai berikut: Analisis kegiatan (menjawab pertanyaan : siapa melakukan apa?)

1. Analisis akses dan kontrol pada sumberdaya meliputi pertanyaan: siapa

mendapat sumberdaya apa? dan siapa mengontrol sumberdaya apa?

2. Analisis manfaat, digali dengan pertanyaan: siapa memperoleh manfaat

dari proyek pembangunan/kegiatan.

Analisis yang membutuhkan data kuantitatif dan kualitatif ini mampu

mengungkapkan peran gender perempuan dan lelaki, serta kedudukan perempuan.

Namun kelemahannya tidak menyentuh teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa

analisis itu belum cukup untuk mengangkat kepermukaan kebutuhan petani

perempuan terhadap teknologi pertanian. Usaha Saito & Spurling (1992) untuk,

mengidentifikasi kebutuhan teknologi perempuan tidak mampu menyebutkan

hasilnya.

Meskipun analisis gender telah diterapkan dalam penelitian di berbagai

daerah di Indonesia (Akib et al. 1994; Nendisa et al. 1992; Pellokila et al. 1994),

tidak ada implikasi maupun rekomendasi penelitian dikemukakan untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

memperbaiki teknologi pertanian sesuai dengan kebutuhan gender petani

perempuan. Mengapa hal itu terjadi? Hal ini disebabkan oleh :

a. Ketidak cukupan komponen analisis gender untuk menelaah kebutuhan

pengembangan teknologi pertanian;

b. Kurangnya informasi kualitatif;

c. Belum atau kurangnya kepekaan gender di kalangan peneliti.

Penyebab pertama berkaitan erat dengan komponen gender yang menjadi

dasar data yang dikumpulkan. Kerangka analisis gender Harvard yang paling

populer nampak tidak mempunyai komponen untuk menggali data yang berkaitan

dengan teknologi pertanian. Terbatas pada analisis aktivitas, analisis akses dan

kontrol sumberdaya yang berujung pada pengambilan keputusan, analisis

kebutuhan teknologi petani perempuan tidak ada, karena data gender tentang

teknologi tidak dikumpulkan. Ditambah dengan lemahnya hubungan dan

kerjasama dengan pekerjaan pengembangan masyarakat, antara penyuluh

pertanian dengan peneliti, teknologi yang dihubungkan tidak berhasil

diidentifikasi.

Alasan kedua yaitu kurangnya informasi kualitattif, akibat kerangka pikir

peneliti yang menempatkan data kuantitatif sebagai yang terpenting. Informasi

untuk menyatakan masalah teknologi sering tidak cukup atau bahkan tidak

dipunyai. Terakhir, derajat kepekaan gender peneliti, tergantung pada kualitas

pelatihan penyadaran gender yang pernah diikuti peneliti. Keikut sertaan peneliti

perempuan tidak secara optimis akan mewujudkan penelitian yang sensitif gender.

Keilmuan studi perempuan (atau ada yang menyebut studi gender atau studi

feminis), kesadaran terhadap masalah gender, kemampuan menganalisis gender,

Universitas Sumatera Utara

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

kepekaan gender, perlu dipelajari. Tiadanya kepekaan menyulitkan identifikasi

masalah hubungan gender antara laki-laki dan perempuan, serta menyebabkan

kebutaan atau miopia terhadap isu perempuan. Kalaupun ada datanya misalnya,

tetap saja mereka tidak berkemampuan melihat kebutuhan perempuan. Saito &

Spurling (1992) menyebutkan bahwa mengerti peran gender dalam produksi

pertanian adalah esensial dalam mengembangkan agenda penelitian. Masalah

utamanya yaitu ketiadaan data gender, ada data namun tidak dipergunakan.

Dijelaskan lebih lanjut bahwa upaya perlu dilakukan untuk mengumpulkan

informasi untuk meningkatkan kebutuhan penelitian pertanian dengan perspektif

perempuan. Data yang dikumpulkan harus ber-kemampuan menemukan kegiatan

per-tanian dan mengungkap masalah sebagai-mana dinyatakan petani perempuan.

Sayangnya tidak disinggung bahwa analisis gender belum mencukupi untuk

menganalisis teknologi pertanian.

Berdasarkan riset aksi di daerah lahan kering Jawa Timur: (1) model

usahatani dan konservasi tanah lahan kering SELANI (YPP 1992; Wijaya 1992),

dan (2) peningkatan peranan perempuan dalam proyek pertanian lahan kering

Jawa Timur (Wijaya et al. 1995), dimana pendekatan gender dilaksanakan dan

teknologi pertanian dikembangkan, ditemukan bahwa analisis gender saja tidak

cukup untuk mengidentifikansi topik teknologi yang perlu dikembangkan. Yang

berkemampuan menemukan topik-topik itu adalah observasi lapangan, langkah

demi langkah proses produksi budidaya pertanian, peralatan yang dipakai menurut

jenis kelamin petani, dan perkiraan kebutuhan praktis petani perempuan.

Implikasinya adalah bahwa analisis yang secara spesifik difokuskan untuk

mengembangkan tekno-logi pertanian yang peka gender diperlukan. Jelas

Universitas Sumatera Utara

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

kebutuhan strategi dan kebutuhan praktis perempuan sebagaimana dikatakan

Moser (1986) tidak dapat ditinggalkan. Namun untuk itu pem-berdayaan petani

perempuan agar mampu menjelaskan kebutuhannya memerlukan proses

tersendiri.

Dalam hampir semua kasus, perilaku bias lelaki di masyarakat

menyebabkan pengabaian perempuan dalam pengembangkan teknologi, termasuk

teknologi di sektor pertanian. Teknologi distereotipi sebagai dunia laki-laki.

Jangankan teknologi, dalam literatur keilmuan pertanian, secara umum petani

perempuan sering tidak dimunculkan (lihat Stevens & Jabara 1988). Terlepas dari

perannya di dalam kegiatan pertanian, petani perempuan adalah sumberdaya

manusia yang tidak ternampak dan terabaikan. Kepekaan gender dibutuhkan

untuk menghapus kebutaan isu perempuan, yang dapat dilakukan melalui

pelatihan pemahaman dan penyadaraan gender. Pelatihan tersebut pada pejabat di

semua jenjang birokrasi, peneliti, penyuluh pertanian, dan petugas lapang menjadi

prasyarat.

Sehubungan dengan teknologi, karena pendekatan kebutuhan praktis dan

kebutuhan strategis serta profil aktivitas (Moser & Levy 1986; Moser 1993)

sebagaimana pula analisis gender yang dikembangkan Overholt (1985) belum

mampu mengangkat topik penelitian teknologi, maka komponen analisis perlu

ditambah. Namakanlah komponen itu: analisis praktek teknologi pertanian.

Pertanyaan yang perlu dijawab mencakup:

1. Apakah teknologi yang dipraktekkan dalam proses produksi dan

pascapanen saat ini oleh petani perempuan ?

Universitas Sumatera Utara

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

2. Apakah alat-alat pertanian yang dipergunakan oleh petani perempuan dan

lelaki?

3. Apakah kebutuhan petani perempuan dalam proses produksi, pascapanen,

pengolahan hasil pertanian, pemasaran dan kebutuhan praktisnya untuk

memenuhi peran gendernya maupun keperluan pribadinya sebagai petani

profesional?

Analisis dapat berfokus pada ketepat-gunaan teknologi yang dipraktekkan,

peralatan, kerja yang memberatkan, monoton, menyita banyak waktu,

produkstivitas rendah, sekaligus kesesuaiaan dengan kebutuhan perempuan

Aliran fungsionalisme struktural atau sering disebut aliran fungsionalisme,

adalah mazhab arus utama (mainstream ) dalam ilmu sosial yang dikembangkan

oleh Robert K. Merton dan Talcot Parsons. Teori ini sesungguhnya sangat

sederhana, yakni bagaimana memandang masyarakat sebagai sistem yang terdiri

atas bagian yang berkaitan (agama, pendidikan, struktur publik, sampai rumah

tangga). Masing-masing bagian secara terus-menerus mencari keseimbangan

(equilibrium) dan harmoni. Adapun interelasi terjadi karena adanya konsensus.

Pola yang non-normatif dianggap akan melahirkan gejolak (Fakih, 2005:31).

2.6. Kerangka Konseptual Penelitian

Teori fungsionalisme menyoroti bagaimana terjadinya persoalan gender

itu mengarah kepada pemikiran bagaiamana gender dipermasalahkan. Teori ini

memandang bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri dari bagian-

bagian yang saling berkaitan. Dalam kaitannya dengan masalah kesetaraan gender

yang sedang disuarakan dapat diartikan bahwa dalam struktur masyarakat telah

terjadi suatu kesalahan fungsi atau penyimpangan struktur kehidupan masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

yang telah terjadi suatu kesalahan, sehingga terjadi gejolak. Gejolak itu adalah

suatu gejala adanya kesalahan fungsi atau struktur kehidupan. Teori ini

memandang bahwa laki-laki dan perempuan merupakan bagian dari struktur nilai

dalam kehidupan masyarakat (Azis, 2006:22)

Bentuk keseimbangan yang dibahas pada teori tersebut di atas juga yang

ada pada masyarakat Desa Tampeng, dimana perempuan dan laki-laki memiliki

perannya masing-masing di masyarakat. Kesetaraan gender berarti kesamaan

kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-

haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan

politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan

keamanan nasional (Hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil

pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan

diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun

perempuan.

Terwujudnya kesetaran gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi

antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses,

kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh

manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Memiliki akses dan partisipasi

berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan

memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan

hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh

untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga

memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

Max Weber termasuk di antara ilmuwan sosial yang tidak sepakat dengan

penggunaan dimensi ekonomi semata-mata untuk menentukan stratifikasi sosial.

Oleh karena itu ia mengemukakan bahwa di samping stratifikasi menurut dimensi

ekonomi kita akan menjumpai pula stratifikasi menurut dimensi lain. Dalam

uraiannya mengenai persebaran kekuasaan dalam masyarakat Marx Weber

memperkenalkan pembedaan antara konsep kelas, kelompok status, dan partai

(Weber dalam Gerth dan Mills, 1958:180-195), yang merupakan dasar bagi

pembedaannya antara tiga jenis startifikasi sosial.

Menurut Weber, kelas ditandai oleh beberapa hal. Pertama, kelas

merupakan sejumlah orang yang mempunyai persamaan dalam hal peluang untuk

hidup atau nasib (life chances), peluang untuk hidup orang tersebut ditentukan

oleh kepentingan ekonomi berupa penguasaan atas barang serta kesempatan untuk

memperoleh penghasilan dalam pasaran komoditas atau pasaran kerja. Sebagai

akibat dari dipunyainya persamaan peluang untuk menguasai barang dan jasa

sehingga diperoleh pengahasilan tertentu, maka orang yang berada di kelas yang

sama mempunyai persamaan apa yang oleh Weber dinamakan situasi kelas (class

situation) yaitu persamaan dalam hal peluang untuk menguasai persediaan barang,

pengalaman hidup pribadi, atau cara hidup. Dengan demikian para pengusaha kita

yang melalui usaha mereka di bidang ekonomi berhasil memupuk kekayaan

pribadi dalam jumlah yang besarnya kira-kira sama (misalnya Rp 500 juta) dan

menikmati cara hidup yang sama serta memiliki pengalaman pribadi yang

sama(misalnya memiliki pesawat terbang pribadi, atau berlibur dengan keluarga

ke luar negeri) dapat dianggap berada dalam situasi kelas yang sama sehingga

merupakan anggota kelas yang sama. Menurut Weber kategori dasar untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

membedakan kelas ialah kekayaan yang dimiliki dan faktor yang menciptakan

kelas ialah kepentingan ekonomi.

Dimensi lain yang menurut Weber digunakan orang untuk membeda-

bedakan anggota masyarakat ialah dimensi kehormatan. Menurut Weber manusia

dikelompokkan dalam kelompok status (status groups), yang menurutnya laksana

komunitas yang tak terbentuk. Kelompok status merupakan orang yang berada

dalam situasi status (status situation) yang sama, yaitu orang yang peluang hidup

atau nasibnya ditentukan oleh ukuran kehormatan tertentu. Dalam berbagai suku

bangsa di masyarakat kita misalnya, kita mengenal pembedaan antara bangsawan

dengan rakyat jelata.

Weber mengemukakan bahwa persamaan kehormatan status terutama

dinyatakan melalui persamaan gaya hidup (style of life). Di bidang pergaulan gaya

hidup ini dapat berwujud pembatasan terhadap pergaulan erat dengan orang yang

statusnya lebih rendah. Para anggota suatu kelompok status, misalnya, cenderung

menjalankan endogamy yaitu pernikahan dengan orang dari kelompok lebih

rendah cenderung dihindari. Selain itu kelompok status dibeda-bedakan atas dasar

gaya hidup yang tercermin dari gaya konsumsi dan gaya berbusana.

Selain kedua ukuran tersebut di atas, yaitu ukuran ekonomi dan

kehormatan, menurut Weber warga masyarakat dapat dibeda-bedakan pula

berdasarkan kekuasaan yang dipunyai. Disebutkan olehnya bahwa partai

merupakan suatu gejala yang melibatkan tatanan kekuasaan. Kekuasaan

didefinisikan Weber sebagai peluang bagi seseorang atau sejumlah orang untuk

mewujudkan keinginan mereka sendiri melalui suatu tindakan komunal meskipun

Universitas Sumatera Utara

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

mengalami tantangan dari orang lain yang ikut serta dalam tindakan komunal itu

(Sunarto dalam Weber, 1920:180).

Di sini jelas bahwa stratifikasi diartikannya sebagai penjenjangan

masyarakat menjadi hubungan atasan-bawahan atas dasar kekuasaan, kekayaan

dan kehormatan. Pengaruh Weber Nampak pula dalam karya Jefries dan

Ransford. Dengan menggunakan tiga ukuran, kekuasaan (power), privilese

(privilege), dan prestise (prestige) mereka membedakan tiga macam startifikasi,

yaitu hirarki kekuasaan (power hierarchies) yang didasarkan pada kekuasaan,

hirarki kelas (class hierarchies) yang didasarkan pada penguasaan atas barang dan

jasa, dan hirarki (status hierarchies) yang didasarkan atas pembagian kehormatan

dan status sosial (Sunarto dalam Jeffries dan Ransford, 1980:57-80).

Universitas Sumatera Utara

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

Gambar 1. Skema Kerangka Konseptual

2.4. Definisi Konsep

Untuk menghindari terjadinya multi interpretasi yang berlainan dalam

tulisan penelitian, maka perlu mendefinisikan atau menyederhanakan arti kata

atau pemikiran terhadap penelitian yang digunakan :

1. Kata peran dan peranan dalam sosiologi sering dianggap sama karena tidak

ada pembatasan secara jelas antara peran dan peranan hanya pada sudah

atau tidaknya sebuah peran itu dijalankan. Peranan adalah peran yang telah

dapat dilaksanan individu yang bersangkutan sesuai dengaan kedudukannya,

sehingga untuk mempermudah dalam pendefinisian kata peranan dalam

penelitian ini kata peranan dianggap sama dengan kata peran. Soekanto

Dalam Rumah Tangga (Domestik) :

1. Mengatur rumah 2. Memasak 3. Mencuci 4. Membimbing, dan 5. Mengasuh anak

Peran Ganda Istri

Petani Di Luar Rumah Tangga (Publik) :

1. Transaksi jual-beli hasil pertanian

2. Berdagang/Usaha 3. Pemerintah 4. Wirausaha 5. Buruh Tani

Universitas Sumatera Utara

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Keluarga

dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Suatu Pengantar, peranan diartikan

sebagai aspek dinamis dari kedudukan (status). Dan apabila seseorang

melakukan hak dan kewajibanya sesuai dengan status yang dimilikinya

maka ia melakukan suatu peranan (Soekanto, 1982:273).

2. Kata istri petani terdiri dari dua suku kata yaitu istri dan petani. Kata istri

berarti wanita (perempuan) yang telah menikah atau yang bersuami secara

sah dimata hukum maupun agama sedangkan kata petani dalam kamus

antropologi diartikan sebagai orang yang hidup dari usaha di bidang

pertanian sebagai mata pencaharian hidup pokok. Sehingga kata istri petani

dapat diartikan sebagai seorang wanita yang telah menikah atau yang telah

bersuami, dimana mata pencaharian utama suaminya adalah seorang petani.

3. Keluarga merupakan kesatuan masyarakat yang terkecil, yang terdiri dari

ayah, ibu dan anak-anaknya (keluarga inti/batih). Pada umumnya sebuah

keluarga tersusun dari orang-orang yang saling berhubungan darah dan atau

perkawinan meskipun tidak selalu. Saling berbagi atap (rumah), meja

makan, makanan, uang, bahkan emosi, dapat menjadi faktor untuk

mendefinisikan sekelompok orang sebagai suatu keluarga.

Universitas Sumatera Utara