Transcript

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Terapeutik

2.1.1 Pengertian

Komunikasi berasal dari kata communicare yang berarti sebagai berpartisipasi

atau memberitahukan dan juga berasal dari communis yang memiliki arti milik bersama

atau berlaku dimana-mana. Komunikasi merupakan suatu pertukaran pikiran atau

keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti serta saling percaya demi

terwujudnya hubungan yang baik antar seseorang dengan orang lainnya, yang dapat

disampaikan melalui simbol, tanda, atau perilaku yang umum dan biasanya terjadi dua

arah. Komunikasi juga dapat digunakan sebagai media pertukaran fakta, gagasan, opini

atau emosi antar dua orang atau lebih dengan tujuan agar setiap manusia yang terlibat

dalam proses komunikasi dapat saling menukar arti dan pengertin terhadap sesuatu

(Taufik & Juliane, 2010).

Komunikasi merupakan proses pertukaran informasi atau meneruskan makna

atau arti. Selain itu komunikasi merupakan proses penyampaian informasi, malna atau

pemahaman dari pengirim ke penerima (Musliha & Fatmawati, 2009). Proses

penyampaian pesan dari komunikator ke komunikan melalui media tertentu untuk

menghasilkan efek atau tujuan dengan mengharapkan feedback (umpan balik) (Setyawan

& Budi, 2015).

Perawat merupakan sebuah komponen penting dalam proses keperawatan

yang dituntut mampu berkomunikasi dengan baik. Komunikasi dalam suatu proses

keperawatan, komunikasi merupakan alat bagi perawat untuk dapat mempengaruhi

tingkah laku dari pasien dalam pelaksanaan pelaksanaan asuhan keperawatan

11

(Musliha & Fatmawati, 2009). Dalam memberikan asuhan keperawatn komunikasi

terapeutik dapat berperan penting dalam pemecahan masalah pasien. Komunikasi

terapeutik merupakan komunikasi yang terjalin dengan baik, komunikaatif dan

bertujuan untuk menyembuhkan atau setidaknya dapat melegakan serta dapat membuat

pasien merasa nyaman dan akhirnya mendapatkan kepuasan (Yubiliana, 2017).

Komunikasi terapeutik merupakan suatu hubungan perawat dengan pasien yang

dirancang untuk mencapai tujuan therapy dalam pencapaian tingkat kesembuhan yang

optimal dan efektif dengan harapan lama hari rawat pasien menjadi pendek dan

dipersingkat (Muhith & Siyoto, 2018). Menurut Priyoto (2015) perawat dituntut untuk

melakukan komunikasi terapeutik dalam tindakan keperawatan agar pasien dan keluarga

mengetahui tindakan yang akan dilakukan kepada pasien melalui tahapan-tahapan dalam

komunikasi terapeutik. Perawat tidak boleh bingung dan sebaliknya pasien harus merasa

bahwa dia merupakan focus utama perawat selama melakukan interaksi.

Menurut Indrawati 2003 yang dikutip dalam Musliha & Fatmawati, (2009)

menyatakan bahwa komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan

titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan

mendasar dan komunikasi ini adalah adamya saling membutuhkan antar perawat dan

pasien, sehingga dapat dikategorikan kedalam komunikasi pribadi di antara perawat dan

pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan. Menurut Stuart dan Sudeen

yang dikutip dalam Musliha & Fatmawati (2009) menyatakan bahwa tujuan hubungan

terapeutik diarahkan pada pertumbuhan pasien meliputi: realisasi diri, penerimaan diri

dan peningkatan penghormatan terhadap diri. Rasa identitas personal yang jelas dan

peningkatan integritas diri. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang

intim dan saling bergantungdengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai. Peningkatan

12

fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal

yang realistik.

2.1.2 Tahapan Komunikasi Terapeutik

Menurut Stuart G.W (1998) yang dikutip dalam Musliha & Fatmawati, (2009),

komunikasi terapeutik terdiri dari empat tahapan, yaitu :

1. Tahap Pre-interaksi

Tahap ini merupakan tahap persiapan perawat sebelum bertemu dan

berkomunikasi dengan pasien. Perawat perlu mengevaluasi diri tentang kemampuan

yang dimiliki. Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri perawat

akan dapat memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik ketika bertemu dan

berkomunikasi dengan pasien, jika dirasa dirinya belum siap untuk bertemu dengan

pasien makan perawat perlu belajar kembali dan berdiskusi dengan teman kelompok

yang lebih berkompeten. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi dan

mengumpulkan data, sebagai dasar atau bahan untuk membuat rencana interaksi.

2. Tahap Orientasi/ Perkenalan

Tahap ini dimulai ketika perawat bertemu pasien untuk pertama kalinya. Pada

tahap ini digunakan oleh perawat untuk berkenalan dan langkah awal membina

hubungan saling percaya dengan pasien. Tugas-tugas perawat dalam tahap ini adalah

mampu membina hubungan saling percaya dengan pasien dan menunjukkan

komunikasi terbuka dan sikap penerimaan. Untuk dapat membina hubungan saling

percaya dengan pasien, perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima pasien,

menghargai pasien dan mampu menepati janji kepada pasien. Selain itu perawat harus

merumuskan suatu kontrak bersama dengan pasien. Kontrak yang harus dirumuskan

dan disetujui bersama adalah tempat, waktu dan topik pertemuan. Perawat juga bertugas

untuk menggali perasaan dan pikiran pasien serta dapat mengidentifikasi masalah

13

pasien. Teknik pertanyaan terbuka dapat mendorong pasien mengekspresikan

perasaannya. Pada tahap ini perawat juga bertugas untuk merumuskan tujuan dengan

pasien, tujuan dapat dirumuskan setelah masalah pasien teridentifikasi.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam tahap ini adalah, sebagai berikut : (1)

memberikan salam terapeutik disertai dengan jabat tangan, (2) memperkenalkan diri

perawat “ Nama saya Sulistiyawati, anda bisa memanggil saya perawat Wati”, (3)

Menanyakan nama pasien “ Nama Bapak/Ibu/Saudara siapa?”, (4) menyepakati

kontrak yang terkait dengan kesediaan pasien untuk bercakap-cakap (tempat bercakap-

cakap dan lama percakapan), (5) menghadapi kontrak yang terkait dengan penjelasan

identitas perawat untuk membina hubungan saling percaya bersama pasien, (6) memulai

percakapan awal yang berfokus pada pengkajian keluhan utama dan alasan masuk

rumah sakit/ faskes lainnya, pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi dapat digunakan

untuk mengetahui kondisi terkini dan kemajuan pasien dari hasil interaksi sebelumnya,

(7) menyepakasti masalah dari pasien.

3. Tahap Kerja

Tahap merupakan inti dari hubungan perawat dengan pasien dalam keseluruhan

tahap komunikasi terapeutik. Pada tahap ini perawat bersama dengan pasien mengatasi

masalah yang dihadapi oleh pasien. Perawat dituntut untuk mampu membantu dan

mendukung pasien dalam menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian

menganalisa pesan komuniksi yang telah disampaikan pasien melalui komunikasi verbal

maupun nonverbal. Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan

keperawatan yang telah ditetapkan.

14

4. Tahap Terminasi

Tahap terminasi merupakan tahap akhir dari keseluruhan proses komunikasi

terapeutik. Perawat bersama pasien diharapkan mampu meninjau kembali kembali

proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuannya. Tahap terminasi dibagi

menjadi 2, yaitu:

a. Terminasi Sementara

Terminasi sementara merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan pasien,

akan tetapi masih ada pertemuan lainnya yang akan dilakukan pada waktu yang telah

disepakati bersama.

b. Terminasi Akhir

Pada terminasi akhir perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara

menyeluruh.

2.1.3 Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Menurut Arwani, (2003) dalam Taufik & Juliane, (2010) ada tiga hal mendasar

yang menjadi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu keikhlasan (genuineness), empati

(emphaty), kehangatan (warmth).

1. Keikhlasan (genuineness), perawat harus menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan

yang dimiliki terhadap keadaan pasien. Perawat harus mampu menunjukkan rasa

ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap pasien sehingga mampu

berkomunikasi secara tepat. Perawat tidak akan menolak segala bentuk perasaan

negative yang di punyai pasien, bahkan perawat harus mampu berinteraksi dengan

pasien dalam segala bentuk perasaan yang dimiliki pasien. Hasilnya perawat akan

mampu mengeluarkan segala perasaan yang dimiliki dengan cara yang tepat. Bukan

dengan cara menyalahkan atau menghukum pasien.

15

2. Empati (emphaty), merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan” perawat

terhadap perasaan yang dialami pasien dan mampu merasakan “dunia pribadi

pasien”. Empati merupakan suatu yang jujur, sensitif, dan tidak dibuat-buat

(objektif) didasarkan atas apa yang dialami orang lain / pasien. Empati berbeda

dengan simpati, empati cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman diantara

orang yang terlibat dalam suatu komunikasi. Perawat harus berusaha keras untuk

mengetahui secara pasti apa yang sedang dipikirikan dan dialami oleh pasien.

Empati memperbolehkan perawat untuk berpartisipasi sejenak terhadap sesuatu

yang terkait dengan emosi asien. Perawat yang berempati dengan oranglain dapat

menghindari penilaian berdasarkan kata hati (implusive judgement) tentang seseorang

dan pada umumnya dengan empati perawat akan menjadi lebih sensitif dan ikhlas.

3. Kehangatan (warmth), merupakan hubungan yang saling membantu (helping

relationship) yang dibuat untuk memberikan kesempatan pasien mengeluarkan “unek-

unek” (perasaan dan nilai) secara bebas. Dengan kehangatan perawat akan

mendorong pasien untuk mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam

bentuk perbuatan tanpa takut dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permitif dan

tanpa adanya ancaman menunjukka adanya rasa penerimaan perawat terhadap

pasien, sehingga pasien mampu mengekspresikan perasaannya secara mendalam.

Dalam hal tersebut perawat mempunyai kesempatan lebih luas untuk mengetahui

kebutuhan pasien.

Selain itu menurut Ariani, (2018) menyatakan bahwa terdapat beberapa

karakteristik dalam komunikasi terapeutik perawat, seperti:

1. Openees, reaksi pengaturan penyingkapan diri pada orang lain melalui pikiran dan

perasaan.

2. Empaty, perasaan seperti yang orang lain rasakan

16

3. Supportiveness, menjelaskan dan menyanjung atau mendukung

4. Possitiveness, ekspresi diri dalam menilai perilaku positif terhadap diri, orang lain dan

situasi.

5. Equality, pengakuan, antar bagian (komunikator-komunikan) dalam membagi fungsi

komunikasi, ada pergantian fungsi (simultan).

2.1.4 Sikap Komunikasi Terapeutik

Egan dalam Musliha & Fatmawati, (2009) menyatakan bahwa ada lima sikap

dan cara menghadirkan diri perawat yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik,

yaitu:

1. Perawat dan pasien berada dalam posisi yang saling berhadapan. Posisi ini

menandakan bahwa perawat siap interaksi dengan pasien.

2. Mempertahankan kontak mata, sikap ini menandakan bahwa perawat mengahargai

pasien dan menyatakan keinginannya untuk berkomunikasi.

3. Membungkukan ke arah pasien, posisi ini menandakan bahwa perawat

berkeinginan untuk mengatakan dan mendengarkan sesuaru.

4. Mempertahankan sikap terbuka, perawat tidak melipat kaki atau tangan, posisi

tersebut menandakan keterbukaan untuk berkomunikasi.

5. Rileks, perawat mampu mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi

dalam memberikan respon kepada pasien.

Selain itu Stuart dan Sundeen (1998) dalam Damayanti, (2008) mengatakan ada

lima kategori komunikasi nonverbal, yaitu:

1. Isyarat vocal, yaitu isyarat para linguistik termasuk semua kualitas bicara nonverbal

misalnya, tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.

2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan gerakan

tubuh.

17

3. Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh

seseorang seperti pakaian atau benda pribadi lainnya.

4. Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antar dua orang. Hal ini

dapat didasarkan pada norma-norma sosial budaya yang dimiliki.

5. Sentuhan, yaitu fisik antar dua orang dan merupakan komunikasi nonverbal yang

paling personal. Respon seseorang dalam hal ini sangat dipengaruhi oleh tatanan

dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.

2.1.5 Teknik Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik memerlukan teknik yang disesuaikan dengan karakter

masing-masing pasien. Menurut Machfoedz, (2009) terdapat beberapa teknik

komunikasi terapeutik, sebagai berikut:

1. Mendengarkan

Perawat harus berusaha mendengarkan informasi yang disampaikan oleh pasien

dengan penuh empati dan perhatian. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan

memandang ke arah pasien selama melakukan komunikasi, menjaga kontak pandang

yang menunjukkan rasa keingintahuan, dan menganggukkan kepala pada saat berbicara

tentang hal yang dirasa penting dan memerlukan umpan balik. Teknik mendengarkan

ini dimaksudkan untuk memberikan rasa nyaman kepada Pasien dalam mengungkapkan

perasaan dan menjaga kestabilan emosi pasien.

2. Menunjukkan penerimaan

Dalam hal ini perawat sebaiknya tidak menunjukkan ekspresi wajah yang

menunjukkan penolakan. Selama pasien berbicara sebaiknya perawat tidak menyela atau

membantah pernyataan pasien, sebab menerima bukan berarti menyetujui, melainkan

bersediah untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan ketidaksetujuan atau

18

penolakan. Untuk menunjukkan sikap penerimaan perawat dapat menganggukkan

kepala dalam merespon pembicaraan pasien.

3. Mengulang pernyataan pasien

Perawat memberikan umpan balik kepada pasien dengan cara mengulang

pernyataan pasien. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa perawat mengikuti

pembicaraan pasien. Sehingga Pasien mengetahui bahwa pesannya mendapat respon

dan berharap komunikasi dapat berlanjut.

4. Klarifikasi

Klarifikasi diperlukan untuk memperoleh kejelasan dan kesamaan ide, perasaan,

dan presepsi.

1) Memfokuskan Pembicaraan

Metode ini digunakan untuk membatasi materi pembicaraan agar lebih spesifik

dan mudah dimengerti.

2) Menyampaikan hasil pengamatan

Perawat perulu menyampaikan hasil pengamatan yang didapat dari isyarat

nonverbal yang dilakukan pasien untuk mengetahui bahwa pesan yang disampaikan

dapat tersampaikan dengan baik. Dengan demikian akan menjadikan pasien

berkomunikasi dengan baik dan terfokus pada permasalahan yang sedang dibicarakan.

3) Menawarkan informasi

Memberikan informasi yang lebih lengkap merupakan pendidikan kesehatan

untuk pasien. Informasi yang tidak tersampaikan oleh dokter atau tenaga kesehatan

lainnya, perawat perlu meminta penjelasan alasannya. Perawat dimungkinkan untuk

memfasilitasi pasien dalam pengambilan keputusan, bukan untuk menasehati.

19

4) Diam

Diam memungkinkan pasien berkomunikasi dengan dirinya sendiri,

menghimpun pikirannya dan memproses informasi. Penerapan metode diam

memerlukan waktu keterampilan dan ketepatan waktu agar tidak menimbulkan perasaan

tidak enak.

5) Menunjukkan penghargaan

Penghargaan kepada pasien dapat ditunjukkan dengan menucapkan salam

kepada pasien, terlebih disertai menyebutkan nama. Dengan demikian pasien akan lebih

merasa keberadaannya dihargai.

6) Refleksi

Reaksi yang muncul saat berkomunikasi antara perawat dan pasien disebut

refleksi. Refleksi dibedakan menjadi dua klasifikasi:

a. Refleksi isi yang bertujuan mensahkan sesuatu yang didengar. Klarifikasi ide yang

diungkapkan oleh pasien dan pemahaman perawat tergolong dalam refleksi isi.

b. Refleksi perasaan bertujuan agar pasien dapat menyadari eksistensi sebagai manusia

yang mempunyai potensi sebagai individu yang berdiri sendiri.

2.1.6 Prinsip-Prinsip Komunikasi Terapeutik

Menurut Mundakir, (2006) dalam Pieter, (2017) untuk mengetahui suatu

komunikasi bersifat terapeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah komunikasi

tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip komunikasi terapeutik berikut:

1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti dapat memahami dirinya sendiri

serta nilai yang dianutnya.

2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling

menghargai antar perawat dan pasien.

3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.

20

4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.

5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi

untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh

makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk

mengetahui atau mengatasi perasaan gembira, sedih, marah keberhasilan maupun

frustasi.

7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan

konsistensinya.

8. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya

simpati bukan merupakan tindakan terapeutik.

9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.

10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang

lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu

keadaan fisik, mental, sosial dan spiritual dan gaya hidup.

11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap mengganggu

12. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang

tanpa rasa takut

13. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusia.

14. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan

berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia

15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya atas

tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain tentang apa yang

dikomunikasikan.

21

Sedangkan menurut Nurhasanah, (2013) terdapat delapan prinsip dasar

komunikasi terapeutik, yaitu:

1. Hubungan perawat dengan Pasien didasarkan pada prinsip “humanity of nurse and

clients”, yang artinya hubungan perawat dan pasien terdapat hubungan saling

mempengaruhi baik pikiran, perasaan dan tingkah laku untuk memperbaiki tingkah

laku pasien.

2. Prinsip yang sama dengan komunikasi interpersonal, yaitu prinsip De Vito yang

berarti keterbukaan, empati, sifat mendukung, sikap positif, dan kesetaraan.

3. Kualitas hubungan antara perawat dengan pasien ditentukan oleh bagaimana

perawat mendefinisikan dirinya sebagai manusia (human).

4. Perawat menggunakan dirinya dengan teknik pendekatan yang khusus untuk

memberi pengertian dan merubah perilaku pasien.

5. Perawat perlu memahami perasaan dan perilaku pasien dengan melihat latar

belakang. Perawat perlu untuk menghargai keunikan pasien

6. Komunukasi yang diberikan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun

penerima pesan.

7. Trust, harus dicapai terlebih dahulu sebelum identifikasi masalah dan alternative

problem solving

8. Trust, merupakan kunci dari komunikasi terapeutik.

2.1.7 Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik

Secara umum komunikasi mengalami kendala apabila terdapat perbedaan yang

mencolok dalam pengalaman hidup diantara pihak pengirim pesan dan pihak penerima

pesan (Machfoedz, 2009). Menurut Hamid (1998) dalam Lalongkoe, (2013) hambatan

komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat dengan Pasien terdiri dari

tiga jenis utama:

22

1. Resisten.

Resisten adalah upaya pasien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab

ansietas yang dialami. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh pasien selama fase

kerja, karena pada fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.

2. Transferens

Transferens merupakan respon tidak sadar dimana pasien mengalami perasaan

atau sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupan

dimasa lalu.

3. Kontertransferens

Kontratransferens merupakan kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat

bukan pasien yang merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap

pasien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau

ketidaktepatan dalam intensitas emosi.

Menurut Mundakir, (2006) untuk mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi

saat komunikasi terapeutik dapat diperbaiki dengan cara berikut:

1. Meningkatkan kesadaran diri.

Kesadaran diri dapat muncul apabila ada pengetahuan dan kemauan yang cukup

untuk memperbaiki kualitas komunikasi. Seorang perawat dapat berkomunikasi secara

baik dengan pasien apabila mempunyai kesadaran diri yang baik. Faktor-faktor pribadi

perawat yang harus disadari adalah tentang sikap, nilai-nilai, kepercayaan, perasaan dan

perilaku.

2. Melatih keterampilan interpersonal

Kemampuan berkomunikasi yang baik, sistemmatis dan sopan merupakan

modal utama perawat dalam menjalin hubungan interpersonal. Kemampuan tersebut

perlu adanya pelatihan dan pembelajaran. Untuk mendapatkan komunikasi yang efektif

23

maka seorang perawat perlu meningkatkan keterampilan komunikasi tersebut secara

terstruktur dan terencana.

3. Meningkatkan pengetahuan tentang konsep

1) Pengetahuan perawat tentang topik atau materi yang dikomunikasikan.

2) Pengetahuan tentang strategi yang tepat dalam komunikasi. Strategi komunikasi

sangat tergantung pada tujuan tindakan intervensi yang akan dilakukan.

4. Memperjelas tujuan interaksi

Kejelasan komunikasi membantu perawat untuk tetap fokus dalam

berkomunikasi hingga tujuan komunikasi tercapai. Tujuan akan tercapai apabila

komunikasi dilakukan pada situasi dan kondisi yang tepat dan startegi intervensi

komunikasi yang digunakan juga efektif.

2.1.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut

Pribadi, (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam pelayanan

kesehatan, khususnya untuk hal komunikasi antar perawat dengan pasien meliputi:

1. Persepsi

Persepsi merupakan faktor yang dominan dalam suatu komunikasi, presepsi

yang dimiliki oleh pasien maupun perawat dapat mempengaruhi jalannya komunikasi.

2. Nilai

Nilai merupakan keyakinan yang dianut oleh masing-masing individu, nilai dapat

memperngaruhi komunikasi dikarenakan nilai-nilai yang dianut oleh perawat dalam

melaksanakan tugasnya tidak sama dengan yang dianut dan yang dipahami oleh pasien.

24

3. Emosi

Emosi juga menjadi faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik

dikarenakan keberadaan komunikasi dalam masing-masing individu berbeda-beda, disini

perawat berkewajiban untuk selalu menjalin komunikasi dengan pasien guna menyelami

apa yang dirasakan (emosi) pasien.

4. Latar belakang sosial budaya

Latar belakang sosial dan budaya pasien harus dijadikan pegangan oleh perawat

dalam bertutur kata, bersikap dan menjalankan tugasnya.

5. Pengetahuan

Pengetahuan juga mempengaruhi cara seseorang berkomunikasi, seorang

perawat dituntut untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan berkomunikasi

dengan pasien sesuai dengan kapasitas pengetahuan mereka.

6. Peran dan hubungan

Mencoba mengenali keberadaan pasien secara lebih mendalam merupakan

langkah progresif guna mencari kesamaan peran. Kesamaan peran akan membuat

komunikasi yang terjadi diantara dua orang ataupun lebih menjadi lebih hangat,

nyaman, rileks dan terbuka.

7. Kondisi lingkungan

Kondisi Lingkungan yang nyaman merupakan bagian dari faktor penentu dalam

upaya menciptakan komunikasi yang baik dengan pasien, maka dari itu perawat

diberikan wewenang penuh guna mengontrol pasien yang datang agar kenyamanan

kondisi lingkungan tetap terjaga secara optimal.

25

2.2 KEPUASAN PASIEN

2.2.1 Pengertian

Kepuasan berasal dari kata dasar “puas” yang dalam kamus besar bahasa

Indonesia berarti merasa senang (lega, gembira, kenyang, dan sebagainya karena sudah

terpenuhi hasrat hatinya). Menurut Sedarmayanti, (2008) kepuasan merupakan tingkat

perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan

harapan.

Kepuasan pasien merupakan cerminan kualitas pelayanan kesehatan yang

mereka terima. Mutu pelayanan kesehatan merujuk pada tingkat kesempurnaan

pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien

(Supartiningsih, 2017). Menurut Amarta, (2012) kepuasan pasien adalah apabila perawat

atau tenaga kesehatan yang lainnya menyelesaikan keluhan utamanya. Keramahan dan

komunikasi yang baik akan memberikan feedback yang baik pula.

Kepuasan pasien erat hubungannya dengan mutu pelayanan, maka suatu

pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila

pelayanan kesehatan tersebut dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan (Azwar,

2009). Menurut Al-Assaf, (2009) disamping persoalan keterjangkauan dan ketersediaan

layanan yang disediakan dalam institusi kesehatan harus memiliki karakteristik tertentu.

Elemen kepuasan pasien sebenarnya merupakan yang paling penting atau utama. Jika

pasien tidak puas dengan pelayanan yang diberikan pasien tidak akan mencari layanan

tersebut walaupun layanan tersebut sudah tersediah atau mudah untuk dijangkau.

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

Kepuasan pasien sangat dipengaruhi oleh pelayanan mutu kesehatan, berikut

merupakan lima dimensi mutu (ServQual) yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien

Pasuraman, dalam (Muninjaya, 2011):

26

1. Responsiveness (Cepat Tanggap)

Responsiveness merupakan kemampuan petugas kesehatan menolong pelanggan

(pasien) dan kesiapannya melayani suatu prosedur dan bisa memenuhi harapan

pelanggan (pasien). Pelayanan kesehatan yang responsif terhadap kebutuhan pelanggan

(pasien) kebanyakan ditentukan oleh sikap para front-line staff. Petugas kesehatan secara

langsung berhubungan dengan Pasien dan keluarga Pasien, baik melalui tatap muka,

komunikasi non verbal, langsung atau melalui telepon.

2. Reabillity

Reabillity merupakan kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan

dengan tepat waktu dan akurat.

3. Assurance

Assurance berkaitan dengan pengetahuan, kesopanan dan sifat petugas yang

dapat dipercaya oleh pelanggan (pasien).

4. Empathy

Empathy berkaitan dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus tenaga

kesehatan kepada setiap pasien, memahami kebutuhan pasien dan memberikan

kemudahan untuk dihubungi setiap saat apabila pasien membutuhkan bantuannya.

5. Tangible

Tangible merupakan mutu pelayanan kesehatan yang dapat dirasakan secara

langsung oleh pasien dengan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan yang

memadahi.

2.2.3 Aspek-Aspek Kepuasan Pasien

Menurut Suyanto (2009), dalam Sabarguna, (2011) kepuasan pasien meliputi

empat aspek dibawah ini:

27

1. Aspek Kenyamanan

Bagian dari aspek kenyamanan berupa: lokasi rumah sakit, kebersihan rumah

sakit, kenyamanan ruangan, makanan dan peralatan ruangan.

2. Aspek Hubungan Pasien dengan Petugas Rumah Sakit

Bagian dari aspek ini berupa: keramahan, komunikasi, responstatif, suportif, dan

cekatan.

3. Aspek Kompetisi Teknis Petugas

Bagian dari aspek ini berupa: keberanian bertindak, pengalaman, gelar, terkenal

dan kursus.

4. Aspek Biaya

Bagian dari aspek ini berupa: mahalnya pelayanan, sebanding dengan yang

didapatkan, terjangkau atau tidak, adanya keringanan atau tidak dan kemudahan

memperoleh pelayanan kesehatan.

2.3 Hubungan Penerapan Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan Pasien

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang terjadi antara perawat atau

tenaga kesehatan lainnya yang umumnya lebih akrab karena mempunyai tujuan dan

berfokus pada pasien yang membutuhkan bantuan (Taufik & Juliane, 2010).

Komunikasi terapeutik merupakan salah satu bentuk pelayanan dari rumah sakit yang

dapat mempengaruhi presepsi pasien terhadap kepuasan. Pasien akan mengevaluasi

pelayanan yang diterima tersebut dengan menggunakan presepsinya yang dapat

menghasilkan sikap puas maupun tidak puas. Kepuasan pasien merupakan salah satu

indikator kinerja rumah sakit, yang mana kepuasan tidak hanya bersumber pada

kelengkapan fasilitas, melainkan juga komunikasi terapeutik dari perawat (Arham &

Hamidi, 2018).

28

Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian Transyah & Toni, (2018) yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara penerapan komunikasi

terapeutik dengan kepuasan pasien yang dilakukan di Ruang Interne Rawat Inap RSUD

dr. Rasidin Padang Tahun 2017. Hubungan yang bermakna tersebut adalah hubungan

pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan kepuasan, yang mana dengan adanya

pelaksanaan komunikasi terapeutik yang baik maka pasien akan merasa nyaman dan

dihargai sehingga akan menimbulkan perasaan puas pada pasien tersebut. Hal tersebut

sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Priyanto, (2012) bahwa salah satu faktor

yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien dalam pemberian asuhan keperawatan atau

pelayanan kesehatan adalah komunikasi atau tata cara penyampaian informasi yang

diberikan oleh penyediah jasa dan bagaimana keluhan-keluhan dari pasien cepat

diterima oleh perawat dalam memberikan respon terhadap keluhan-keluhan dari pasien.

Mahendra, (2015) juga menyatakan dalam penelitiannya bahwa semakin baik pelayanan

dirumah sakit termasuk daya tanggap dan komunikasi terapeutik perawat maka akan

semakin tinggi tingkat kepuasan pasien sehingga mampu menimbulkan sikap loyal

pasien kepada penyedia layanan kesehatan.


Recommended