117
78
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan
siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku siswa adalah belajar (Rusman,
2011:131). Dimana, perilaku mengajar dan belajar tersebut berhubungan dengan
bahan pembelajaran. Bahan pembelajaran dapat berupa pengetahuan, nilai-nilai
kesusilaan, dan ketrampilan. Banyak kegiatan guru dan siswa dalam kaitannya
dengan bahan pembelajaran adalah model pembelajaran.
Model pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan
pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil belajar. Dalam penerapannya,
model pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-
masing model pembelajaran memiliki tujuan dan prinsip yang berbeda-beda.
Model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang
memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan
model itu (Mills dalam Suprijono, 2011:45). Pemilihan model yang tepat perlu
memperhatikan tujuan pengajaran.
Model pembelajaran dapat dikatakan baik jika memenuhi prinsip-prinsip
yaitu (1) semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar aktivitas
belajar siswa, maka hal itu semakin baik. (2) Semakin sedikit waktu yang diperlukan
7
8
guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik. (3) Sesuai dengan cara
belajar siswa yang dilakukan. (4) Dapat dilakukan dengan baik oleh guru. (5) Tidak
ada satupun metode yang paling sesuai untuk segala tujuan, jenis materi, dan proses
belajar yang ada (Hasan dalam Isjoni, 2011:50).
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil
penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan
analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional
di kelas (Suprijono, 2011:46). Fungsi model pembelajaran yaitu guru dapat
membantu siswa mendapat informasi, ide keterampilan, cara berpikir dan
mengekspresikan ide. Sehinga model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu
rencana atau pola yang digunakan dalam mangatur materi pelajaran dan memberi
petunjuk kepada pengajar di kelas.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pada
hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa, baik interaksi
secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu
dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran adalah pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar
(KBM) secara sistematis untuk mencapai tujuan belajar yang maksimal.
9
2.1.2 Pembelajaran Kooperatif
2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Lie (2002) cooperative learning disebut juga dengan pembelajaran
gotong royong yaitu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Istilah cooperative learning dalam bahasa Indonesia dikenal dengan nama
pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda (Isjoni,
2011:12). Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan
anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka
belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar.
Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan mereka dapat
melakukannya seorang diri.
Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang
bersifat heterogen (Rusman, 2011: 202). Pembelajaran kooperatif juga disebut
dengan pembelajaran teman sebaya dimana siswa bekerjasama dalam kelompok-
kelompok kecil yang mempunyai tanggung jawab bagi individu maupun kelompok
terhadap tugas-tugas. Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa dapat lebih
10
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit melalui diskusi dan bila
dibandingkan dengan pembelajaran individual, pembelajaran kooperatif lebih dapat
mencapai kesuksesan akademik, tanggung jawab individu, kelompok, dan sosial
siswa.
Pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam
model pembelajaran kooperatif (Lie, 2002:40). Kelompok heterogenitas dapat
dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender dan kemampuan akademis.
Kelompok ini biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua
orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan
akademis kurang.
Pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan
positif dalam kelompok (Slavin dalam Rusman, 2011:201). Dalam pembelajaran
kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai
jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa
sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi juga harus
membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk
mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide mereka, ini
merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide
mereka sendiri. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling
membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan
yang mereka kuasai saat itu dan dan menuntup kesenjangan dalam pemahaman
masing-masing.
11
Belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa
berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman dan saling
memberikan pendapat (sharing ideas). Selain itu dalam belajar biasanya siswa
dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu,
pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja
sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu pembelajaran dengan teman sebaya dengan cara
siswa belajar dan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Dimana para siswa diharapkan
dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk mengatasi
suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, untuk mencapai satu tujuan bersama
dalam belajar.
2.1.2.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim, et al
dalam Isjoni (2011:26), yaitu:
a. Hasil belajar akademik
Model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa
pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan
12
dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan, baik
pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama
menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar
belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas
akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan menghargai satu sama
lain.
c. Pengembangan ketrampilan sosial
Ketrampilan-ketrampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak
anak muda masih kurang dalam ketrampilan sosial.
2.1.2.3 Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Jika seseorang ingin melaksanakan model pembelajaran kooperatif di dalam
kelasnya atau mata pelajaran yang diampunya, maka guru harus memperhatikan dan
merencanakan dengan matang agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Karakteristik
atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut (Rusman,
2011:207).
a. Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim
merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu
13
membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
b. Didasarkan pada manajemen kooperatif
Manajemen mempunyai tiga fungsi, yaitu: (a) Fungsi manajemen sebagai
perencanaan pelaksanaan menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan
sesuai dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah
ditentukan. (b) Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukan bahwa
pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses
pembelajaran berjalan dengan efektif. (c) Fungsi manajemen sebagai kontrol,
menunjukan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria
keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun non tes.
c. Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara
kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan
dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerjasama yang baik, pembelajaran kooperatif
tidak akan mencapai hasil yang optimal.
d. Ketrampilan bekerja sama
Kemauan bekerja sama itu dipraktikan melalui aktifitas dalam kegiatan
pembelajaran secara kelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau
dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
14
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang
menggunakan pembelajaran kooperatif (Rusman, 2011:211). Secara rinci keenam
fase pembelajaran kooperatif dirangkum dalam tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru Fase-1 Menyampaikan Tujuan dan Memotivasi Siswa
Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar.
Fase-2 Menyampaikan Informasi
Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan demontrasi atau melalui bahan bacaan.
Fase-3 Mengorganisasi Siswa ke dalam Kelompok-Kelompok Belajar.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien.
Fase-4 Membimbing Kelompok Bekerja dan Belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase-5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6 Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Sumber: Rusman, 2011
2.1.2.4 Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar
belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan
pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson dalam
15
Lie (2002:30), mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
Pembelajaran kooperatif, untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model
pembelajaran kooperatif yaitu :
a. Saling ketergantungan positif
Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya.
Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas
sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya
sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
b. Tanggung jawab perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran
kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang
terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran kooperatif membuat
persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota
kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya
dalam kelompok bisa dilaksanakan.
c. Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk
membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah
menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
16
d. Komunikasi antar anggota
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai
keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung
pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka
untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam
kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses
yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar
dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
e. Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya
bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan
setiap kali ada kerja kelompok, melainkan bisa diadakan selang beberapa waktu
setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran kooperatif.
2.1.2.5 Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya
terdiri atas empat tahap, sebagai berikut (Rusman, 2011: 212).
a. Penjelasan materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok
materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. tujuan utama
tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.
17
b. Belajar kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan
materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.
c. Penilaian, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes
atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok.
d. Pengakuan tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau
tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah,
dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terusberprestasi lebih baik.
2.1.2.6 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Jerolimek dan Parker dalam Isjoni (2007:24) berpendapat bahwa
pembelajaran kooperatif memiliki beberapa kelebihan yaitu (1) saling
ketergantungan yang positif; (2) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan
individu; (3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas; (3) suasana
kelas rileks dan menyenangkan; (4) terjalinnya hubungan yang hangat dan
bersahabat antara siswa dengan guru; (5) memiliki banyak kesempatan untuk
mengekpresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.
Model pembelajaran kooperatif, tidak hanya unggul dalam membantu siswa
memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman. Dalam
pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga
memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang
berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
18
Kelebihan dalam pembelajaran kooperatif, tidak memungkin juga adanya
kelemahan dalam pembelajaran kooperatif, misalnya kekhawatiran guru akan
terjadinya kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar di dalam kelompok jika
menetapkan model pembelajaran seperti ini. Menurut Isjoni (2007:25) kelemahan
pembelajaran kooperatif bersumber pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
antara lain: (1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di samping
itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu. (2) Agar proses
pembelajaran di kelas berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas,
alat dan biaya yang cukup memadai. (3) Selama kegiatan diskusi kelompok
berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas
sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. (4) Saat
diskusi kelas terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain
menjadi pasif.
Cara mengatasi kelemahan dalam pembelajaran kooperatif, sebaiknya
sebelum pembelajaran berlangsung guru mempersiapkan pembelajaran secara
matang seperti alat peraga atau yang lainnya, agar pada saat proses belajar mengajar
berlangsung tidak ada hambatan. Pada waktu pembelajaran kooperatif berlangsung
guru sebaiknya membatasi masalah yang dibahas, agar waktu yang telah ditentukan
tidak melebihi batas. Selain itu guru harus berusaha menanamkan dan membina
sikap berdemokrasi diantara para siswa. Maksudnya suasana kelas harus diwujudkan
sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan kepribadian siswa yang demokratis
19
dan diharapkan suasana yang terbuka dengan kebiasaan-kebiasaan kerjasama,
terutama dalam memecahkan kesulitan-kesulitan.
Seorang siswa haruslah dapat menerima pendapat siswa lainnya, seperti siswa
satu mengemukakan pendapatnya lalu siswa yang lainnya mendengarkan dimana
letak kesalahan, kekurangan atau kelebihan, kalau ada kekurangannya maka perlu
ditambah. Penambahan ini harus disetujui oleh semua anggota dan harus saling
menghormati pendapat orang lain.
Berdasarkan pendapat yang telah dijabarkan, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif dapat membuat kemajuan besar para siswa kearah
pengembangan sikap, nilai, dan tingkah laku yang memungkinkan mereka dapat
berpartisipasi dalam komunitas mereka dengan cara-cara yang sesuai dengan tujuan
pendidikan. Hal ini dapat tercapai karena tujuan utama pembelajaran kooperatif
adalah untuk memperoleh pengetahuan dari sesama temannya. Pengetahuan itu tidak
lagi diperoleh dari gurunya. Seorang teman haruslah memberikan kesempatan
kepada teman yang lain untuk mengemukakan pendapatnya dengan cara menghargai
pendapat orang lain, saling mengoreksi kesalahan, dan saling membetulkan lainnya.
2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pertama kali didesain oleh Elliot
Aronson dan teman-temannya 1978 di Universitas Texas (Slavin, 2010:236), yang
berpendapat bahwa:
20
Essensi dari jigsaw adalah suatu model pembelajaran kooperatif di mana tiap siswa dalam kelompok memiliki satu potongan gambaran informasi khusus yang masing-masing berbeda, kemudian ia bertanggung jawab untuk mengajarkannya pada teman satu kelompoknya. Ketika seluruh gambaran informasi ini bergabung, siswa telah memiliki suatu puzzle (dinamakan jigsaw). Arti jigsaw dalam bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang
menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan
gambar. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini mengambil pola cara bekerja
sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara
bekerjasama dengan siswa lainnya untuk mencapai tujuan bersama.
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai
materi pelajaran untuk mencapai materi yang maksimal (Isjoni, 2011:54). Teknik ini
dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun
berbicara.
Isjoni (2011) menyatakan bahwa dalam model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw terdapat tahap-tahap dalam penyelenggaraannya. Tahap pertama siswa
dikelompokkan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Pembentukan kelompok ini
dapat dilakukan guru berdasarkan pertimbangan tertentu. Tahap kedua setiap anggota
kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu. Kemudian siswa atau
perwakilan dari kelompok masing-masing bertemu dengan anggota-anggota dari
kelompok lain yang mempelajari materi yang sama. Selanjutnya materi tersebut
didiskusikan sehingga setiap perwakilan kelompok tersebut memahami setiap
21
masalah yang dijumpai sehingga perwakilan tersebut dapat memahami dan
menguasai materi tersebut. Pada tahap ketiga, setelah masing-masing perwakilan
tersebut dapat menguasai materi yang ditugaskan, kemudian masing-masing
perwakilan tersebut kembali ke kelompok masing-masing atau kelompok asal.
Selanjutnya masing-masing anggota tersebut saling menjelaskan pada teman satu
kelompoknya sehingga teman satu kelompoknya dapat memahami materi yang di
tugaskankan guru. Pada tahap selanjutnya siswa diberi tes/kuis, hal tersebut
dilakukan untuk mengetahui apakah siswa sudah memahami suatu materi. Dengan
demikian, secara umum penyelenggaraan model belajar jigsaw dalam proses belajar
mengajar dapat menumbuhkan tanggung jawab siswa sehingga terlibat langsung
secara aktif dalam memahami suatu persoalan dan menyelesaikannya secara
kelompok. Tahap terakhir, siswa yang memperoleh skor tertinggi diberikan
penghargaan.
Adapun rencana pembelajaran kooperatif tipe jigsaw secara rinci sebagai
berikut: (1) siswa dibagi menjadi 5 kelompok, setiap anggota kelompok diberi
subtopik bacaan yang berbeda yang terdiri dari subtopik bagian 1, 2, 3, 4, dan 5. (2)
siswa dengan subtopik bacaan yang sama untuk membentuk kelompok ahli. (3) siswa
di kelompok ahli mempelajari materi yang sama serta berdiskusi agar dapat
memahami dan menguasai materi. (4) siswa kembali ke kelompok asal memberikan
informasi yang telah diperoleh atau dipelajari di kelompok ahli. (5) siswa
mempresentasikan hasil diskusi kelompok asal. (6) siswa diberikan evaluasi/kuis
pada akhir pembelajaran. (7) siswa diberikan penghargaan pada kelompok yang
22
mempunyai skor tertinggi. Untuk lebih jelas lagi tentang pembelajaran yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dapat dilihat pada gambar
2.1 sebagai berikut.
Sumber : Modifikasi dari Lie, 2002
Gambar 2.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki beberapa
kelebihaan yaitu (1) secara umum siswa pada model kooperatif tipe jigsaw lebih aktif
dan saling memberikan pendapat (sharing ideals). Karena suasana belajar lebih
Kelompok 1: Anggota
A1, B1, C1, D1
Kelompok 3: Anggota
A3, B3, C3, D3
Kelompok 2: Anggota
A2, B2, C2, D2
Kelompok 4: Anggota
A4, B4, C4, D4
Kelompok 6: Anggota
A6, B6, C6, D6
Kelompok 5: Anggota
A5, B5, C5, D5
Kelompok Ahli 1:
A1, A2, A3, A4, A5, A6
Kelompok Ahli 3:
C1, C2, C3, C4, C5, C6
Kelompok Ahli 4:
D1, D2, D3, D4, D5, D6
Kelompok Ahli 2:
B1, B2, B3, B4, B5, B6
23
kondusif, baru dan adanya penghargaan yang diberikan kelompok. Maka masing-
masing kelompok berkompetisi untuk mencapai prestasi yang baik. (2) Siswa lebih
memiliki kesempatan berinteraksi sosial dengan temannya. (3) Siswa lebih aktif dan
kreatif serta lebih memiliki tanggung jawab secara individual.
Lie dalam Rusman (2011:218) menyatakan bahwa kelebihan pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw, yaitu (1) siswa yang terlibat di dalam pembelajaran model
kooperatif tipe jigsaw ini memperoleh prestasi yang baik; (2) mempunyai sikap yang
lebih baik dan lebih positif terhadap pembelajaran; (3) siswa saling menghargai
perbedaan dan pendapat orang lain.
Jhonson and Jhonson dalam Teti Sobari (Rusman, 2011: 219) menunjukan
bahwa interaksi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki berbagai keunggulan
terhadap perkembangan anak, meliputi: (1) meningkatkan hasil belajar; (2)
meningkatkan daya ingat; (3) digunakan untuk untuk mencapai tarap penalaran
tingkat tinggi; (4) mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik (kesadaran individu); (5)
meningkatkan hubungan antarmanusia yang heterogen; (6) meningkatkan sikap anak
yang positif terhadap sekolah; (7) meningkatkan sikap positif terhadap guru; (8)
meningkatkan harga diri anak; (9) meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang
positif; dan (10) meningkatkan ketrampilan hidup bergotong royong.
Beberapa kelebihan tersebut menyiratkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw memiliki kelebihan yaitu, dapat merangsang siswa
memberdayakan segala kemampuan dan potensinya dalam setiap pembelajaran.
Siswa diajarkan untuk belajar bagaimana cara belajar, belajar bagaimana membuat
24
sesuatu, belajar bagaimana hidup bersama-sama, dan belajar bagaimana cara siswa
berkomunikasi dengan baik untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan
mengkomunikasikannya kepada teman-temannya yang lain. Kemampuan
berkomunikasi siswa dilatih melalui diskusi kelompok ahli dan kelompok asal. Di
kelompok ahli siswa berkumpul saling berbagi pemahaman terhadap suatu
permasalahan, kemudian di kelompok asal siswa saling memberikan pemahaman dan
penjelasan hasil diskusi yang telah mereka peroleh di kelompok ahli kepada anggota
kelompok lainnya dikelompok asal. Selain itu, siswa dituntut untuk mempertanggung
jawabkan hasil diskusinya di depan kelas melalui presentasi kelompok.
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw juga memiliki beberapa
kelemahan yaitu: (1) Terdapat kelompok yang siswanya kurang berani untuk
mengemukakan pendapat atau bertanya sehingga kelompok tersebut dalam diskusi
menjadi kurang hidup. (2) Memerlukan waktu yang relatif cukup lama dan persiapan
yang matang antara lain dalam pembuatan bahan ajar dan LKS benar-benar
memerlukan kecermatan dan ketepatan. (3) Siswa tidak terbiasa dengan model
pembelajaran tipe jigsaw, sehingga proses pembelajarannya menjadi kurang
maksimal. (4) Masih ada siswa yang kurang bertanggung jawab, sehinggga
pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menjadi kurang efektif. (5)
Kebiasaan adanya pembicaraan yang didominasi oleh seseorang.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran di
25
mana tiap siswa dalam kelompok memiliki satu potongan gambaran informasi
khusus yang masing-masing berbeda, kemudian ia bertanggung jawab
mengajarkannya pada teman satu kelompoknya untuk mencapai tujuan bersama.
2.1.4 Hasil Belajar
Hasil belajar yang sering disebut dengan istilah "scholastic achievement" atau
"academic achievement" adalah seluruh efisiensi dan hasil yang dicapai melalui
proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-
nilai berdasarkan tes hasil belajar (Briggs dalam Sumarno, 2010). Menurut Gagne
dan Driscoll dalam Sumarno (2010) Hasil belajar yaitu kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui
penampilan siswa (learner 's performance).
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011:22). Dalam hal ini, seorang guru
harus benar-benar memberikan pengalaman belajar yang bermanfaat dan mempunyai
konsep yang jelas sehingga akan berpengaruh positif terhadap diri siswa sebagai
bekal dalam kehidupannya.
Hasil belajar merupakan tolok ukur yang utama untuk mengukur tingkat
pencapaian kompetensi siswa dan keberhasilan siswa dalam belajar. Seseorang yang
hasil belajarnya tinggi dapat dikatakan, bahwa dia telah berhasil dalam belajar.
Demikian pula sebaliknya. Sedangkan dalam usaha untuk mencapai suatu hasil
belajar dari proses belajar mengajar, seorang siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor
26
baik dalam maupun luar diri siswa. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Slameto
(2010) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
digolongkan menjadi dua sebagai berikut: (1) Faktor-faktor intern adalah faktor yang
berasal dari diri siswa. Faktor intern ini terbagi menjadi tiga faktor yaitu : faktor
jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. (2) Faktor-faktor ekstern adalah
faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini meliputi: faktor keluarga, faktor
sekolah, dan faktor masyarakat.
Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditunjukan untuk
mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran
yang telah dilakukan (Rusman, 2011:78). Pada tahap ini seorang guru dituntut
memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan dan cara-cara evaluasi,
penyusunan alat-alat evaluasi, pengolahan dan penggunaan hasil belajar.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, penulis menyimpulkan bahwa Hasil
belajar adalah hasil akhir atau tolok ukur untuk mengetahui keberhasilan seseorang
yang dicapai setelah mengalami proses belajar yang dapat dibuktikan melalui hasil
tes. Tes sebagai alat ukur banyak macamnya dan luas penggunaannya. Dalam
penelitian ini menggunakan dua cara yaitu (1) Tes pilihan ganda merupakan prosedur
tes dengan soal yang harus dijawab oleh siswa dengan memilih jawaban yang
tersedia. Tes pilihan ganda digunakan saat uji validitas intrumen tes, pretest, dan
posttest. (2) Tes Tertulis merupakan prosedur tes di mana soal dan jawaban yang
diberikan kepada siswa dalam bentuk tulisan. Tes tertulis digunakan untuk
memberikan penilaian setelah akhir pembelajaran (tes sumantif) berbentuk isay.
27
2.1.5 Pembelajaran PKn di SD
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata
pelajaran yang dapat membentuk diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural,
bahasa, usia, untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang
dilandasi oleh UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah wahana untuk
mengembangkan kemampuan, watak, dan karakter wargananegara yang demokratis
dan bertanggungjawab. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Permendiknas
No.22 tahun 2006 bahwa :
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap dan ketrampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggungjawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pembelajaran PKn merupakan salah satu pembelajaran yang bertujuan untuk
membentuk warga negara yang baik. Mata pelajaran PKn dapat dipergunakan untuk
menanamkan pendidikan nilai, moral dan norma secara terus menerus. Terlebih lagi
jika mengingat kenyataan bahwa bangsa Indonesia sekarang sedang mengalami krisis
jati diri, sehingga nilai moral dan norma menjadi hal yang penting untuk
membentengi kekrisisan jati diri bangsa ini sehingga warga negara yang baik lekas
terwujud dan tujuan pendidikan nasional dapat tercapai.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelajaran PKn dalam rangka
“nation and character building” (1) PKn merupakan bidang kajian kewarganegaraan
yang ditopang berbagai disiplin ilmu yang relevan, yaitu : ilmu politik, hukum,
28
sosiologi, antropologi, psikologi, dan disipin ilmu lainnya yang digunakan sebagai
sebagai landasan untuk melakukan kajian-kajian terhadap proses pengembangan
konsep, nilai dan perilaku demokrasi warganegara. (2) PKn mengembangkan daya
nalar (state of mind) bagi siswa. Pengembangan karakter bangsa merupakan proses
pengembangan warganegara yang cerdas dan berdaya nalar tinggi. PKn memusatkan
perhatiannya pada pengembangan kecerdasan warganegara (civic intelegence)
sebagai landasan pengembangan nilai dan perilaku demokrasi. (3) PKn sebagai suatu
proses pencerdasan, maka pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah yang
lebih inspiratif dan partisipatif dengan menekankan pelatihan penggunaan logika dan
penalaran. Pembelajaran PKn yang efektif dikembangkan bahan pembelajaran yang
interaktif dikemas dalam berbagai paket seperti bahan belajar tercetak, terakam,
tersiar, elektronik, dan bahan belajar yang digali dari lingkungan masyarakat sebagai
pengalaman langsung (hand of experince). (4) PKn sebagai laboratorium demokratis.
Melalui PKn, pemahaman sikap dan perilaku demokratis dikembnagkan bukan
semata-mata melalui “mengajar demokrasi” (teaching democracy), tetapi melalui
model pembelajaran yang secara langsung menerapkan cara hidup secara demokrasi
(doing democracy).
Tujuan dari pelajaran Pendidikan kewarganegaraan adalah agar siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut (Permendiknas No.22 tahun 2006 ) : (1)
Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;
(2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi; (3)
29
Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-
bangsa lainnya; (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.
Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi
beberapa aspek-aspek (Permendiknas No.22 tahun 2006). Ruang lingkup tersebut
yaitu persatuan dan kesatuan bangsa, norma, hak asasi manusia, kebutuhan warga
negara, konstitusi negara, kekuasan dan politik, pancasila, dan globalisasi.
Mata pelajaran PKn memiliki tiga dimensi yaitu: (1) dimensi pengetahuan
kewarganegaraan (Civics Knowledge) yang mencakup bidang politik, hukum dan
moral. (2) Dimensi ketrampilan kewarganegaraan (Civics Skills) meliputi
ketrampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (3) Dimensi nilai-
nilai kewarganegaraan (Civics Values) mencakup antara lain percaya diri,
penguasaan atas nilai religius, norma dan moral luhur. (Depdinas 2003:4).
Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan dapat diisimpulkan bahwa PKn
merupakan mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik
dan mengembangkan potensi siswa, sehingga memiliki wawasan, sikap dan
ketrampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk
berpartisipasi secara cerdas dan bertanggungjawab dalam berbagai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Mata pelajaran PKn dapat dipergunakan
untuk menanamkan pendidikan nilai, moral dan norma secara terus menerus.
30
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
terhadap mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) telah dilakukan oleh
peneliti lain dapat berbentuk tesis, skripsi, ataupun jurnal. Berbagai penelitian
tersebut telah membuktikan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Sehingga peneliti memilih beberapa kajian hasil penelitian yang relevan sesuai
penelitian yang penulis lakukan.
Pertama, Cicik Asti Tahaphari (Skripsi, 2010). Peningkatan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan materi tentang pengaruh
globalisasi melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw bagi siswa kelas IV SD
Negeri Wulung 4 Randublatung Kabupatan Blora tahun ajaran 2009/2010.
Peningkatan ketuntasan prestasi belajar siswa terjadi secara bertahap, dimana pada
kondisi awal siswa tuntas sebanyak 8 anak (40%), pada siklus I ketuntasan siswa
meningkat menjadi 15 siswa (75%), dan pada siklus II ketuntasan belajar siswa
meningkat menjadi 20 siswa (100%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa,
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa terhadap peningkatan standar kompetensi menunjukan sikap terhadap
pengaruh globalisasi di lingkungan sekitar. Implikasinya dengan penelitian yang
diadakan penulis yaitu terbukti bahwa ada pengaruh penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar PKn dari siklus I dan II
yang mengalami peningkatan.
31
Peneliti kedua, Idha Yusani (Skipsi, 2009). Penerapan pembelajaran jigsaw
untuk meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas IV SD Negeri Karangrejo 05
Kecamatan Garum Kabupaten Blitar. Hasil penelitian diketahui bahwa prestasi
belajar siswa cukup baik. Pada siklus I ada 23 siswa (65,71%) yang tuntas dalam
belajar sedangkan 12 siswa (34,29%) belum tuntas dengan nilai rata-rata 77,18. Nilai
tertinggi 85 dan nilai terendah 50. Pada siklus II 32 siswa (91,43%) tuntas dalam
belajar dan 3 siswa (8,57%) belum tuntas dalam belajarnya dengan nilai rata-rata
82,88 dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 60. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa, praktik pembelajaran dan aktifitas belajar siswa mengalami peningkatan
setelah menerapkan pembelajaran jigsaw. Implikasinya dengan penelitian yang
diadakan penulis yaitu terbukti bahwa ada pengaruh penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar PKn dari siklus I dan II
yang mengalami peningkatan secara bertahap, selain itu praktik pembelajaran dan
aktifitas belajar siswa juga meningkat.
Peneliti ketiga, Tri Astatik (Skripsi, 2007). Penerapan model pembelajaran
jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada bidang studi PKn kelas 5A SD
Negeri Sukoharjo I Malang pada pokok bahasan tenggang rasa. Pada waktu sebelum
mengadakan model pembelajaran jigsaw nilai siswa di bawah 75, dengan nilai rata-
rata adalah 57,8 %. Akan tetapi setelah adanya hasil penelitian yang menerapkan
model pembelajaran jigsaw, hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Hal ini
dapat dibuktikan dengan meningkatnya persentase ketuntasan belajar dari 68,42 %
pada siklus I menjadi 84,2 % pada siklus II. Pendapat siswa terhadap model
32
pembelajaran jigsaw sangat positif, sebab dengan model pembelajaran ini siswa lebih
aktif mengemukakan pendapat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, model
pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan ketuntasan hasil belajar siswa.
Implikasinya terhadap penelitian yang diadakan penulis yaitu terbukti ada pengaruh
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar PKn
dari siklus I dan II mengalami perubahan secara bertahap. Apalagi, berdampak
positif pula terhadap siswa yang menjadi aktif dalam mengemukakan pendapatnya.
Peneliti keempat, Sein Canggah Faudilah Santi (Skripsi, 2011). Penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan pemahaman konsep
tentang susunan pemerintahan pusat mata pelajaran PKn pada siswa kelas IV SD
Negeri 02 Jati Jaten Karanganyar tahun pelajaran 2010/2011. Peningkatan
pemahaman konsep tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya nilai
pemahaman konsep siswa pada setiap tindakan. Rata – rata nilai pemahaman konsep
siswa sebelum tindakan yaitu 59,9. Pada siklus I nilai rata – rata pemahaman konsep
siswa menjadi 70,5, dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 75,2. Sebelum
dilaksanakan tindakan, siswa yang memperoleh nilai diatas KKM ( ≥60) hanya
sebanyak 14 siswa (45%), pada siklus I meningkat menjadi 26 siswa (84%), dan pada
siklus II meningkat lagi menjadi 30 siswa (97%). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa, dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat
meningkatkan pemahaman konsep susunan pemerinahan pusat pada siswa kelas IV
SD Negeri 02 Jati Jaten Karanganyar tahun pelajaran 2010/ 2011. Implikasinya yaitu
terbukti ada pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
33
terhadap hasil belajar PKn, sehingga meningkatkan pemahaman konsep dari setiap
tindakan.
Peneliti kelima, Heti Marheni (Tesis, 2010). Pengaruh model pembelajaran
cooperative learning terhadap penguasaan kompetensi belajar PKn ditinjau dari
minat belajar siswa SMP Negeri 4 Surakarta. Disimpulkan bahwa (1) Terdapat
perbedaan rata-rata antara pendekatan kooperatif tipe jigsaw dengan tipe STAD
dengan hasil uji kompetensi belajar PKn siswa yang diajar dengan pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw lebih baik dari pada tipe STAD. (2) Terdapat perbedaan
kompetensi belajar PKn antara siswa yang mempunyai minat belajar tinggi dan
rendah dengan hasil siswa dengan minat belajar tinggi lebih baik kompetensi belajar
PKn-nya dibandingkan siswa dengan minat belajar normatif rendah. Hal ini
dibuktikan dari harga Fhitung = 83.778 > = 0,05 = 3,11. F-tabel. Hal ini berarti
hipotesis statistik (Ho) pertama ditolak dan H1 diterima. (3) Terdapat perbedaan rata-
rata antara minat belajar tinggi dan rendah dengan skor kompetensi belajar PKn
siswa yang memiliki minat belajar tinggi lebih baik dari pada siswa yang memiliki
minat belajar rendah; (4) Terdapat pengaruh interaksi antara pendekatan
pembelajaran dengan minat belajar terhadap kompetensi belajar PKn terbukti dari
hasil pengujian diperoleh F-hitung 18,475. Adapun F tabel diketahui sebesar 3,11.
Karena F hitung lebih besar dari F tabel, maka Ho ditolak. Hal ini berarti terdapat
interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif dan minat
belajar terhadap pencapaian kompetensi belajar PKn. Implikasinya dengan penelitian
yang diadakan penulis yaitu terbukti ada pengaruh penggunaan model pembelajaran
34
kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar PKn dengan adanya perbedaan hasil uji
kompetensi belajar PKn siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw lebih baik dari pada tipe STAD. Kemudian berpengaruh juga dengan minat
belajar siswa yang tinggi.
Peneliti keenam, Mawardi dan Puspasari Nur Indah Prihatini (Jurnal, 2010).
Perbedaan efektivitas pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pembelajaran
konvensional pada mata pelajaran PKn kelas IV SD Negeri I Badran Kecamatan
Kranggan Kabupaten Temanggung. Menyimpulkan bahwa, ada perbedaan yang
signifikan antara hasil belajar PKn siswa kelas IV yang menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw dengan pembelajaran konvensional. Hasil belajar siswa yang
menggunakan kooperatif tipe jigsaw, menunjukan ketuntasan belajar sebesar 96 %
(24 siswa) dari 25 siswa. Sedangkan pembelajaran konvensional menunjukan
ketuntasan belajar sebesar 60 % (15 siswa). Temuan penelitian ini menunjukan
bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih efektif daripada pembelajaran
konvensional. Implikasinya dengan penelitian yang diadakan penulis yaitu terbukti
ada pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil
belajar PKn dengan perbedaaan hasil belajar kelas yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih baik daripada kelas yang menggunakan
model pembelajaran konvensional.
Peneliti ketujuh, Supriono (Jurnal, 2005). Penggunaan metode pembelajaran
kooperatif model jigsaw dalam pembelajaran PKn kelas III-4 SMP Nasional
Balikpapan tahun 2005/2006. Hasil penelitian dalam bentuk paper and pensil test
35
dilakukan sebanyak dua kali Pertemuan pertama 82.67%, sedangkan pertemuan
kedua 87.48% dengan rata-rata kelas diperoleh 85.08% dari jumlah siswa sebanyak
31 siswa orang dengan nilai terendah 77.44 dan tertinggi 92.28 sehingga kelulusan
mencapai 100%. Disimpulkan bahwa, (1) terjadi perubahan dalam proses
pembelajaran yang meliputi peningkatan ketrampilan sosial, interaksi dan kerjasama
antar siswa, keberanian mengenukakan pendapat, (2) suasana pembelajaran lebih
rileks dan siswa selalu terdorong untuk bertanya baik kepada teman-temannya
maupun kepada guru. selain itu, guru memotivasi siswa-siswa yang belum aktif,
sehingga proses pembelajaran sesuai dengan desain pembelajaran yang telah
direncanakan. (3) adanya peningkatan hasil belajar PKn yang dapat dilakukan
dengan menerapkan salah satu model pembelajaran yaitu model jigsaw. Implikasinya
dengan penelitian yang diadakan penulis yaitu terbukti ada pengaruh penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar PKn dengan
peningkatan hasil belajar dari pertemuan pertama dan kedua.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dijabarkan, maka dapat
disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dapat diterapkan pada pelajaran PKn terutama pada materi-materi untuk
membina dan mengembangkan sikap kerjasama dan demokratis. Selanjutnya
diharapkan pengalaman belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
akan menciptakan suasana belajar yang kondusif, pembelajaran menjadi lebih efektif.
36
Dalam proses pembelajaran akan tampak lebih interaktif karena terjadi interaksi
antara guru dengan siswa maupun antar kelompok siswa.
2.3 Kerangka Berpikir
Keberhasilan pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam
pelaksanaan pendidikan. Agar pembelajaran berhasil guru harus membimbing siswa,
sehingga mereka dapat mengembangkan pengetahuannya sesuai dengan struktur
pengetahuan bidang studi yang dipelajarinya khususya pada bidang studi PKn pada
kompetensi dasar mengenal bentuk-bentuk keputusan bersama. Langkah-langkah
yang dapat ditempuh antara lain memperbaiki kegiatan pembelajaran dengan
menciptakan kegiatan belajar mengajar yang lebih interaktif, artinya ada komunikasi
dua arah antara guru dan siswa. Guru tidak hanya melakukan transfer ilmu
pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa juga harus aktif. Salah satu bentuk usaha
guru dalam mengadakan pendekatan dengan siswanya adalah melalui model
pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Pada dasarnya,
dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-
komponen yang lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok
belajar kooperatif yang terdiri dari empat sampai enam orang siswa sehingga setiap
anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap subtopik yang ditugaskan
37
guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggung
jawab subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari dua atau tiga
orang. Model pembelajaran ini sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran
PKn
Adapun kerangka berfikirnya dapat digambarkan dalam skema berikut.
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berfikir
Pretest
Posttest
Belum menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw
Hasil belajar
Hasil belajar
Sudah menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw
Subyek Uji t
38
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan, maka
penulis merumuskan hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
Ho : tidak ada pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
terhadap hasil belajar PKn bagi siswa kelas V SD Negeri I Genengsari
Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan semester II tahun pelajaran
2011/2012.
Ha : ada pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap
hasil belajar PKn bagi siswa kelas V SD Negeri I Genengsari Kecamatan
Toroh Kabupaten Grobogan semester II tahun pelajaran 2011/2012.