Transcript

PERANCANGAN PERSIMPANGAN SEBIDANG

[PERANCANGAN PERSIMPANGAN SEBIDANG]2015

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam suatu wilayah terdiri dari susunan sistem jaringan jalan yang selalu bertemu ( intersect ) satu dengan lainnya, simpul ini disebut jalan persimpangan jalan. Persimpangan jalan memegang peranan penting dalam suatu sistem jaringan, segmen jalan, dimana perancangan persimpangan akan menjadi sangat penting, karena jika persimpangan dirancang dengan benar sesuai dengan standar geometric dan teknik lalu lintas maka lalu lintas akan lancar ,nyaman dan safe. Tetapi jika tidak dirancang dengan benar akan memberikan dampak negative seperti macet, polusi dan kecelakaan.

Lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. Dalam bidang lalu lintas ada beberapa permasalahan yang sering terjadi di lapangan, misalnya kemacetan. Kemacetan dapat disebabkan oleh manajemen lalu lintas yang kurang baik. Terlebih lagi dalam era globalisasi ini, penggunaan kendaraan pribadi semakin meningkat, sehingga dapat menyebabkan kepadatan lalu lintas pun meningkat. Jika hal ini terus berlanjut dan tidak ada yang berusaha untuk mencari solusinya, maka dapat terjadi kemacetan total lalu lintas. Salah satu dampak dari kemacetan ini adalah menunda kegiatan masyarakat yang telah direncanakan sehingga dapat menurunkan pergerakan ekonomi masyarakat.Meningkatnya kemacetan pada jalan perkotaan maupun jalan luar kota yang diakibatkan bertambahnya kepemilikan kendaraan, terbatasnya sumber daya untuk pembangunan jalan raya, dan belum optimalnya pengoperasian fasilitas lalu lintas yang ada, merupakan persoalan utama di banyak negara. Telah diakui bahwa usaha benar diperlukan bagi penambahan kapasitas, dimana akan diperlukan metode efektif untuk perancangan dan perencanaan agar didapat nilai terbaik bagi suatu pembiayaan dengan mempertimbangkan biaya langsung maupun keselamatan dan dampak lingkungan. Manual Kapasitasjalandengan metode perhitungan perilaku lalu lintas yang benar, yang merupakan fungsi dari rencana jalan dan kebutuhan lalu lintas,diperlukan untuk maksud diatas, juga untuk perancangan lalu-lintas umum. Pengetahuan dasar tentang karakteristik lalu lintas yang terdapat dalam manual tersebut, juga merupakan masukan yang penting bagi model manajemen tepat biaya bagi pembinaan jaringan jalan peramalan lalulintas dan distribusi perjalanan dengan keterbatasan kapasitas.

Dengan menggunakan pedoman MKJI tersebut, kita bias merencanakan berbagai titik pepersimpangan utntuk mengatasi dan mencari solusi dari berbagai masalah pada jalan raya terutama masalah kemacetan lalu lintas.1.2. Tujuan

Dalam pembuatan tugas perencanaan persimpangan sebidang tersebut, adapun maksud dan tujuannya sebagai berikut :

a. Untuk menganalisis lalu lintasb. Untuk menentukan tipe pengendalian/simpang

c. Untuk menganalisis kinerja simpang prioritasd. Untuk menganalisis kinerja simpang APILLe. Untuk merencanakan geometrik simpang dan detailnya

f. Untuk merencanakan tata letak APILL

g. Untuk merencanakan marka jalan dan rambu serta detailnya

1.3. Metode Penulisan

Metode yang dipakai adalah metode studi literatur, yaitu berdasarkan teori teori yang diambil dari buku dan bimbingan, arahan dari dosen pembimbing.

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Persimpangan Jalan (Intersection) dan Pola PergerakanPersimpangan jalan adalah daerah atau tempat dimana dua atau lebih jalan raya yang berpencar, bergabung, bersilangan dan berpotongan, termasuk fasilitas jalan dan sisi jalan untuk pergerakan lalu lintas pada daerah itu. Fungsi operasional utama dari persimpangan adalah untuk menyediakan perpindahan atau perubahan arah perjalanan.

Persimpangan merupakan bagian penting dari jalan raya karena sebagian besar dari efisiensi, keamanan, kecepatan, biaya operasional dan kapasitas lalu lintas tergantung pada perencanaan persimpangan. Masalah-masalah yang saling terkait pada persimpangan adalah:a. Volume dan kapasitas (secara langsung mempengaruhi hambatan).

b. Desain geometrik dan kebebasan pandang.

c. Perilaku lalu lintas dan panjang antrian.

d. Kecepatan.

e. Pangaturan lampu jalan.

f. Kecelakaan dan keselamatan.

g. Parkir.Tujuan utama perencanaan simpang adalah mengurangi konflik antara kendaraan bermotor serta tidak bermotor (gerobak, sepeda) dan penyediaan fasilitas yang memberikan kemudahan, kenyamanan, dan keselamatan terhadap pemakai jalan yang melalui persimpangan. Menurut Departemen P.U. (1997) terdapat empat jenis dasar dari alih gerak kendaraan yang berbahaya seperti berikut :

Gambar 2.1 Pergerakan Lalu Lintas Pada Persimpangan

Persimpangan jalan terdiri dari dua kategori utama yaitu persimpangan sebidang dan persimpangan tak sebidang (Saodang, 2004).

a. Persimpangan sebidang (At Grade Intersection)

Yaitu pertemuan dua atau lebih jalan raya dalam satu bidang yang mempunyai elevasi yang sama. Desain persimpangan ini berbentuk huruf T, huruf Y, persimpangan empat kaki, serta persimpangan berkaki banyak. Simpang jalan pada pertemuan sebidang ini sangat potensial untuk menjadi:

a) Titik pusat konflik lalu lintas, yang saling bertemu.

b) Penyebab kemacetan, akibat perubahan kapasitas.

c) Tempat terjadinya kecelakaan.

d) Konsentrasi kendaraan dan penyebrang jalan.

b. Persimpangan tak sebidang (Grade Separated Intersection)

Yaitu persimpangan dimana jalan yang satu dengan yang lainnya tidak saling bertemu dalam satu bidang dan mempunyai beda tinggi antara keduanya. Tujuan dari pembangunan simpang tidak sebidang ini adalah untuk menghilangkan konflik dan mengurangi volume lalu lintas yang menggunakan daerah yang digunakan secara bersama-sama (shared area), mengurangi hambatan, memperbesar kapasitas, menambah keamanan dan kenyamanan.2.2 Konflik-Konflik pada PersimpanganUntuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2 dan 2.3 di bawah ini:

Gambar 2.2 Konflik konflik pada simpang tiga lengan

Sumber : Warpani, 1993

Gambar 2.3 Konflik konflik utama dan kedua pada simpang bersinyal dengan empat lengan

Sumber : Departemen P.U. (1997)

Jika hanya konflik-konflik utama yang dipisahkan, maka kemungkinan untuk mengatur sinyal lampu lalu lintas hanya dengan dua phase. Masing-masing sebuah untuk jalan yang berpotongan, metode ini selalu dapat diterapkan jika gerakan belok kanan dalam suatu persimpangan tidak dilarang, karena pengaturan dua phase memberikan kapasitas tertinggi dalam beberapa kejadian. Maka pengaturan tersebut disarankan sebagai dasar dalam kebanyakan analisa lalu lintas.

Jika pertimbangan keselamatan lalu lintas atau pembatasan kapasitas memerlukan pemisahan satu atau lebih gerakan belok kanan, maka banyaknya phase harus ditambah. Penggunaan lebih dari dua phase biasanya akan menambah waktu siklus rasio waktu yang disediakan untuk pergantian antara phase. Meskipun hal ini memberikan suatu keuntungan dari sisi keselamatan lalu lintas pada umumnya, bukan berarti bahwa kapasitas seluruh dari simpang tersebut akan berkurang.

Berangkatnya arus bolak-balik selama waktu hijau sangat dipengaruhi oleh rencana phase yang memperhatikan gerakan belok kanan. Jika arus belok kanan dari suatu pendekat yang ditinjau dan atau dari arah berlawanan terjadi dalam phase yang sama dengan arus berangkat lurus dan belok kiri dari pendekat tersebut, maka arus berangkat tersebut dianggap sebagai terlawan. Jika tidak ada arus belok kanan dari pendekat tersebut, dan jika arus belok kanan diberangkatkan ketika lalu lintas dari arah berlawan sedang menghadapi merah, maka arus tersebut dianggap sebagai terlindung.

Sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu lintas adalah fungsi dari keadaan geometrik dan tuntutan lalu lintas. Dengan menggunakan sinyal, perancang dapat mendistribusikan kapasitas jalan kepada berbagai pendekat melalui alokasi waktu hijau pada tiap pendekat. Sehingga untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalu lintas, pertama-tama perlu ditentukan phase dan waktu sinyal yang paling sesuai dengan kondisi yang ditinjau.2.3 Volume Lalu Lintas (Q)Volume lalu lintas merupakan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dari suatu segmen jalan dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit). Jumlah kendaraan dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp). Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan sehubungan dengan penentuan jumlah dan lebar lajur adalah :

2.3.1Lalu Lintas Harian Rata-rataLalu lintas harian rata-rata adalah volume lalu lintas rata-rata dalam satu hari. Dari cara memperoleh data tersebut dikenal 2 jenis lalu lintas harian rata-rata yaitu lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) dan lalu lintas harian rata-rata (LHR).

LHRT adalah jumlah lalu lintas kendaraan rata-rata yang melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh.LHRT = Untuk dapat menghitung LHRT haruslah tersedia data jumlah kendaraan yang terus menerus selama 1 tahun penuh. Mengingat akan biaya yang diperlukan dan membandingkan dengan ketelitian yang dicapai serta tak semua tempat di Indonesia mempunyai data volume lalu lintas selama 1 tahun, maka untuk kondisi tersebut dapat pula dipergunakan satuan Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR).2.3.2Predikisi Lalu Lintas

Peramalan lalu lintas menggunakan metode exponential sebagai berikut.LHRT n = LHRT (1 + i )n

(2.1)Dimana :

LHRT n = Perkiraan/peramalan lalu lintas ke-n

i= angka pertumbuhan lalu lintas

n= umur prediksi2.3.3Komposisi Lalu Lintas dan prosentase LHR pada jam puncak (k)

Komposisi lalu lintas terdiri dari kendaraan ringan (KR), kendaraan berat (KB) dan sepeda motor (SM) yang biasanya diperoleh dari survey pencatatan lalu lintas (traffic counting) selama 24 jam dalam 3 hari.Sedangkan nilai persentase jam puncak (k) dapat diambil 8 12 % dan faktor jam puncak peak hour faktor (PHF) adalah 0,9-0,95.

2.3.4Volume jam perencanaan (VJP)

Lalu lintas yang digunakan pada perencanaan dan perancangan adalah volume jam perencanaan (VJP) dengan rumus :

VJP = k (LHRTn)/PHF (kend/jam/2arah)

(2.2)Untuk satu arahnya diambil split 50/50 : VJP = 0,5 x k(LHRTn)/PHF (kend/jam)

(2.3)2.4 Pengaturan Persimpangan Jalan

Pengaturan persimpangan dilihat dari segi pandang untuk kontrol kendaraan dapat dibedakan menjadi dua (Morlok, 1991) yaitu:

1. Persimpangan tanpa sinyal, dimana pengemudi kendaraan sendiri yang harus memutuskan apakah aman untuk memasuki persimpangan itu.

2. Persimpangan dengan sinyal, dimana persimpangan itu diatur sesuai sistem dengan tiga aspek lampu yaitu merah, kuning, dan hijau.

Karakteristik persimpangan tak bersinyal diterapkan dengan maksud sebagai berikut :

1. Pada umumnya digunakan di daerah pemukiman perkotaan dan daerah pedalaman untuk persimpangan antara jalan setempat yang arus lalu lintasnya rendah.

2. Untuk melakukan perbaikan kecil pada geometrik simpang agar dapat mempertahankan tingkat kinerja lalu lintas yang diinginkan.

Dalam perencanaan simpang tak bersinyal disarankan sebagai berikut :

1. Sudut simpang harus mendekati 90( demi keamanan lalu lintas.

2. Harus disediakan fasilitas agar gerakan belok kiri dapat dilepaskan dengan konflik yang terkecil terhadap gerakan kendaraan yang lain.

3. Lajur terdekat dengan kerb harus lebih lebar dari yang biasa untuk memberikan ruang bagi kendaraan tak bermotor.

4. Lajur membelok yang terpisah sebaiknya direncanakan menjauhi garis utama lalu lintas, panjang lajur membelok harus mencukupi untuk mencegah antrian terjadi pada kondisi arus tinggi yang dapat menghambat pergerakan pada lajur terus.

5. Pulau lalu lintas tengah harus digunakan bila lebar jalan lebih dari 10 m untuk memudahkan pejalan kaki menyebrang.

6. Jika jalan utama memiliki median, sebaiknya paling sedikit lebarnya 3 4 m, untuk memudahkan kendaraan dari jalan kedua menyebrang dalam 2 langkah (tahap).

7. Daerah konflik simpang sebaiknya kecil dan dengan lintasan yang jelas bagi gerakan yang berkonflik.

Yang dijadikan kriteria bahwa suatu persimpangan sudah harus dipasang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas menurut Dirjen. Perhubungan Darat, 1998 adalah:

1. Arus minimal lalu lintas yang menggunakan persimpangan rata-rata di atas 750 kendaraan/jam, terjadi secara kontinu 8 jam sehari.

2. Waktu tunggu atau hambatan rata-rata kendaraan di persimpangan melampaui 30 detik.

3. Persimpangan digunakan oleh rata-rata lebih dari 175 pejalan kaki/jam, terjadi secara kontinue 8 jam sehari.

4. Sering terjadi kecelakaan pada persimpangan yang bersangkutan.

5. Pada daerah yang bersangkutan dipasang suatu sistem pengendalian lalu lintas terpadu (Area Traffic Control / ATC), sehingga setiap persimpangan yang termasuk didalam daerah yang bersangkutan harus dikendalikan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas.

Syarat-syarat yang disebut di atas tidak baku dan dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Persimpangan bersinyal umumnya dipergunakan dengan beberapa alasan antara lain:

1. Menghindari kemacetan simpang, mengurangi jumlah kecelakaan akibat adanya konflik arus lalu lintas yang saling berlawanan, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu lintas jam puncak.

2. Untuk memberi kesempatan kepada para pejalan kaki untuk dengan aman dapat menyeberang.

2.5 Analisis Kinerja Simpang Tak Bersinyal

Secara lebih rinci, prosedur perhitungan analisis kinerja simpang tak bersinyal meliputi formulir-formulir yang digunakan untuk mengetahui kinerja simpang pada simpang tidak bersinyal adalah sebagai berikut :

1. Formulir USIG-I, geometri dan arus lalu lintas.

2. Formulir USIG-II, analisis mengenai lebar pendekat dan tipe simpang, kapasitas dan perilaku lalu lintas.

2.5.1 Data Masukan

Disini akan diuraikan secara rinci tentang kondisi-kondisi yang diperlukan untuk mendapatkan data masukkan dalam menganalisis simpang tak bersinyal diantaranya adalah: a. Kondisi Geometrik

Sketsa pola geometrik jalan yang dimasukkan ke dalam formulir USIG-I. Harus dibedakan antara jalan utama dan jalan minor dengan cara pemberian nama. Untuk simpang lengan tiga, jalan yang menerus selalu dikatakan jalan utama. Pada sketa jalan harus diterangkan dengan jelas kondisi geometrik jalan yang dimaksud seperti lebar jalan, lebar bahu, dan lain-lain.

b. Kondisi lalu lintas

Kondisi lalu lintas yang dianalisa ditentukan menurut Arus Jam Rencana atau Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan dengan faktor k yang sesuai untuk konversi dari LHRT menjadi arus per jam. Pada survai tentang kondisi lalu lintas ini, sketsa mengenai arus lalu lintas sangat diperlukan terutama jika akan merencanakan perubahan sistem pengaturan simpang dari tidak bersinyal ke simpang bersinyal maupun sistem satu arah.

c. Kondisi Lingkungan Berikut data kondisi lingkungan yang dibutuhkan dalam perhitungan:

1) Kelas ukuran kota.Yaitu ukuran besarnya jumlah penduduk yang tinggal dalam suatu daerah perkotaan seperti pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Kelas Ukuran Kota

Ukuran Kota Jumlah Penduduk (juta)

Sangat kecil < 0,1

Kecil 0,1 X 0,25

Komersial (COM)TinggiTerlawan0,930,880,840,790,740,70

Terlindung0,930,910,880,870,850,81

SedangTerlawan0,940,890,850,800,750,71

Terlindung0,940,920,890,880,860,82

RendahTerlawan0,950,900,860,810,760,72

Terlindung0,950,930,900,890,870,83

Perumahan (RES)TinggiTerlawan0,960,910,860,810,780,72

Terlindung0,960,940,920,890,860,84

SedangTerlawan0,970,920,870,820,790,73

Terlindung0,970,950,930,900,870,85

RendahTerlawan0,980,930,880,830,800,74

Terlindung0,980,960,940,910,880,86

Akses Terbatas (RA)Tinggi/SedangRendahTerlawan1,000,950,900,850,800,75

Terlindung1,000,980,950,930,900,88

Sumber : Departemen P.U. (1997)c. Faktor Jarak Parkir Tepi Jalan (FP)

Faktor jarak parkir tepi jalan dapat disesuaikan dengan rumus sebagai berikut:

FP = [LP/3 (Wa 2) x (LP /3 g)/Wa] / g(2.23)

Dimana:

FP= Faktor jarak parkir tepi jalan.

Wa= Lebar pendekat (m).

g = Waktu hijau (detik).

LP= Jarak antara garis henti dan kendaraan yang parkir pertama (m).

d. Faktor Belok Kanan (FRT)

Faktor koreksi terhadap arus belok kanan pada pendekat yang ditinjau, dapat dihitung dengan rumus:

FRT = 1 + PRT x 0,26(2.24)

Dimana:

PRT= Rasio untuk lalu lintas yang belok ke kanan.

e. Faktor Belok Kiri (FLT)

Pengaruh arus belok kiri dihitung dengan rumus :

FLT = 1 PLT x 0,16(2.25)

Dimana:

PLT= Rasio untul lalu lintas yang belok ke kiri.

2.6.9 Rasio Arus (FR)

Rasio arus (FR) merupaka rasion arus lalu lintas terhadap arus jenuh masing-masing pendekat (Departemen P.U., 1997).

Rasio arus (FR) dihitung dengan rumus :

FR = Q/S(2.26)

Dimana:

Q = Arus lalu lintas (smp/jam).

S = Arus Jenuh (smp/jam hijau).

Nilai kritis FRcrit (maksimum) dari rasio arus yang ada dihitung rasio arus pada simpang dengan penjumlahan rasio arus kritik tersebut:

IFR = (FRcrit)(2.27)

Dari kedua nilai di atas maka diperoleh rasio fase (Phase Ratio) PR untuk tipe fase yaitu:

PR = FRcrit/IFR(2.28)

Perlu diperhatikan:

a. Jika LTOR harus dikeluarkan dari analisa hanya gerakan-gerakan lurus dan belok kanan saja yang dimaksud dalam nilai Q.

b. Jiak We = Wkeluar hanya gerakan lurus saja yang dimasukkan dalam nilai Q.

c. Jika suatu pendekat mempunyai sinyal hijau dalam dua phase, yang satu untuk terlawan (O) dan yang satu untuk arus terlindung (P), gabungan arus lalu lintas sebaiknya dihitung sebagai smp rata-rata berbobot untuk kondisi terlawan dan terlindung, hasilnya dimasukkan kedalam baris gabungan phase tersebut.2.6.10 Waktu Siklus dan Waktu Hijau

2.6.10.1 Waktu Siklus Sebelum Penyesuaian (Cua)

Waktu siklus adalah waktu untuk urutan lengkap dan indikasi sinyal (Departemen P.U., 1997). Waktu siklus sebelum penyesuaian (Cua) untuk pengendalian waktu tetap dihitung dengan rumus:

Cua = (1,5 x LTI + 5)/(1-IFR) (2.29)

Dimana:

Cua= Panjang siklus sebelum penyesuaian (detik).

LTI= Jumlah waktu yang hilang setiap siklus (detik).

FR= Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S).

FRcrit= Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase sinyal.

IFR = (FRcrit) = Rasio arus simpang = Jumlah FCcrit dari seluruh fase pada siklus tersebut.

Waktu siklus yang didapat kemudian disesuaikan dengan waktu siklus yang direkomendasikan seperti pada Tabel 2.15.

Tabel 2.15 Pengaturan waktu siklus

Tipe PengaturanWaktu Siklus yang Layak

(detik)

2 Phase40-80

3 Phase50-100

4 Phase80-130

Sumber: Departemen P.U. (1997)Jika waku siklus lebih rendah dari nilai yang disarankan, akan menyebabkan kesulitan bagi para pejalan kaki untuk menyebrang jalan. Waktu siklus yang melebihi 130 detik harus dihindari kecuali pada kasus sangat khusus (simpang sangat besar), karena hal itu sering kali menyebabkan keugian dalam kapasitas keseluruhan. Jika perhitungan menghasilkan waktu siklus yang jauh lebih tinggi dari batas yang disarankan, maka hal ini menandakan bahwa kapasitas dari denah simpang tersebut adalah tidak mencukupi.

2.6.10.2 Waktu Hijau (g)

Waktu hijau adalah waktu nyala hijau dalam suatu pendekat (Alamsyah, 2005). Perhitungan waktu hijau untuk tiap phase dijelaskan dengan rumus:

gi = (cua-LTI) X PRi 10 detik (2.30)

Dimana:

gi= Tampilan waktu hijau pada phase I (detik)

cua= Waktu siklus (detik)

LTI= Waktu hilang total per-siklus (detik)

PRi= Rasio Fase FRcrit / ( FRcrit)

Syarat untuk waktu hijau minimal adalah 10 detik, kalau lebih kecil dari 10 detik dapat mengakibatkan pelanggaran lampu merah yang berlebihan dan kesulitan bagi pejalan kaki untuk menyeberang jalan, dan bila disesuaikan harus dimasukkan dalam waktu siklus.

2.6.10.3 Waktu Siklus yang Disesuaikan (c)

Waktu siklus yang disesuaikan (c) dihitung berdasarkan pada waktu hijau yang diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu hilang. Dinyatakan dengan rumus:

C = g + LTI (2.31)

2.6.11 Kinerja Persimpangan

Unsur terpenting didalam pengevaluasian kinerja persimpangan bersinyal adalah lampu lalu lintas, kapasitas dan tingkat pelayanan. Sehingga untuk menjaga agar kinerja persimpangan dapat berjalan dengan baik kapasitas dan tingkat pelayanan perlu dipertimbangkan dalam mengevaluasi operasi daripada persimpangan dengan lampu lalu lintas. Ukuran dari kinerja persimpangan dapat ditentukan berdasarkan panjang antrian, jumlah kendaraan terhenti dan tundaan, syarat dari perhitungan kinerja simpang adalah: Tundaan 40 detik/smp, Tingkat pelayanan D (TRB., 1994).

Ukuran kualitas dari kinerja persimpangan adalah dengan menggunakan variable sebagai berikut (Departemen P.U., 1997):

2.6.11.1 Kapasitas Persimpangan (C)

Kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan. Kapasitas simpang dinyatakan dengan rumus:

C = S x g/c (2.32)

Dimana:

C= Kapasitas (smp/jam)

S= Arus jenuh (smp/jam hijau)

g= Waktu hijau (detik)

c= panjang siklus (detik)

Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (QLT, QRT, dan QST) dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per-jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan.

Tabel 2.16 Konversi kendaraan terhadap satuan mobil penumpang

Jenis kendaraanemp untuk tipe pendekat

TerlindungTerlawan

Kendaraan Berat (HV)1,31,3

Kendaraan Ringan (KR)1,01,0

Sepeda Motor (SM)0,20,4

Sumber: Departemen P.U. (1997)

2.6.11.2 Derajat Kejenuhan (DS)

Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio volume (Q) terhadap kapasitas (C) (Alamsyah, 2005). Rumus untuk menghitung derajat kejenuhan adalah:

DS = Q/C (2.33)

2.6.11.3 Panjang Antrian (NQ)

Yang dimaksud dengan panjang antrian adalah banyaknya kendaraan yang berada pada persimpangan tiap jalur saat nyala lampu merah (Departemen P.U., 1997). Parameter ini digunakan untuk perencanaan pengendalian parker tepi jalan atau angkutan umum stop, panjang kebutuhan perlebaran persimpangan dan panjang kebutuhan lebar belok kiri boleh langsung. Rumus untuk menentukan rata-rata panjang antrian berdasarkan MKJI 1997, adalah:

Untuk derajat kejenuhan (DS) > 0.5:

NQ1 = 0,25 x C x (2.34)

Untuk DS < 0.5 ; NQ1 = 0

Dimana:

NQ1= Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya.

DS= Derajat kejenuhan.

C = Kapasitas (smp/jam)

Jumlah antrian selama fase merah (NQ2):

NQ2 = c x (2.35)

Dimana:

NQ2= Jumlah smp yang datang dari fase merah.

GR= Rasio hijau.

c= Waktu siklus (detik).

Qmasuk= Arus lalu lintas yang masuk LTOR (smp/jam).

Jumlah kendaraan antri menjadi :

NQ = NQ1 + NQ2

(2.36)Maka panjang antrian kendaraan adalah dengan mengalikan NQmax dengan luas rata rata yang dipergunakan per smp (10 m2) kemudian dibagi dengan lebar masuknya. NQmax didapat dengan menyesuaikan nilai NQ dalam hal peluang yang diinginkan untuk terjadinya pembebanan lebih POL (%) dengan menggunakan Gambar 2.18. untuk perencanaan disarankan POL 5%, untuk operasi suatu nilai POL = 5 10 % mungkin dapat diterima :

QL = (NQmax x 10)/Wmasuk(2.37)

Gambar 2.18 Perhitungan jumlah antrian (NQmax) dalam smp

Sumber : Departemen P.U. (1997)

2.6.11.4 Kendaraan Terhenti (NS)

Angka henti (NS) masing masing pendekat yang didefinisikan sebagai jumlah rata rata kendaraan berhenti per smp, ini termasuk henti berulang sebelum melewati garis stop persimpangan (Departement P.U.,1997).

Dihitung dengan rumus :

NS = 0,9 x x 3600(2.38)

Dimana :

c= Waktu siklus (dtk).

Q= Arus lalu lintas (smp/jam).

Jumlah kendaraan terhenti (Nsv) :

Nsv = Q x NS (smp/jam) (2.39)

Laju henti untuk seluruh simpang :

NSTotal = (2.40)2.6.11.5 Tundaan (Delay)

Tundaan adalah rata rata waktu tunggu tiap kendaraan yang masuk dalam pendekat (Departement P.U., 1997). Tundaan pada persimpangan terdiri dari 2 komponen yaitu tundaan lalu lintas (DT) dan tundaan geometric (DG) :

Dj = DTj + DGj(2.41)

Dimana :

Dj= Tundaan rata rata pendekat j (dtk/smp).

DTj= Tundaan lalu lintas rata rata pendekat j (dtk/smp).

DGj= Tundaan geometric rata rata pendekat.

1. Tundaan lalu lintas (DT) yaitu akibat interaksi antar lalu lintas pada persimpangan dengan faktor luar seperti kemacetan pada hilir (pintu keluar) dan pengaturan manual oleh polisi, dengan rumus :

DTj = c x (2.42)

Atau,

DTj = c x A + (2.43)Dimana :

A = (2.44)

c = Waktu siklus (dtk).

C = Kapasitas (smp/jam).

DS = Derajat kejenuhan.

GR = Rasio hijau (g/c) (dtk).

NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya.

2. Tundaan geometrik (DG) adalah tundaan akibat perlambatan percepatan pada simpang atau akibat terhenti karena lampu merah.

DGj = ( 1 Psv ) x PT x 6 + ( Psv x 4 )(2.45)

Atau masukkan DGj rata rata 6 detik/smp.

Dimana :

Psv= Rasio kendaraan terhenti pada pendekat.

PT= Rasio kendaraan berbelok pada pendekat.

2.7 Tingkat Pelayanan Persimpangan

Tingkat pelayanan persimpangan adalah suatu ukuran kuantitatif yang memberikan gambaran dari pengguna jalan mengenai kondisi lalu lintas aspek dari tingkat pelayanan dapat berupa kecepatan dan waktu temph, kepadatan, tundaan kenyamanan, keamanan, dan lain lain (TRB, 1994). Pada analisis kapasitas didefinisikan enam tingkat pelayanan. Hubungan tundaan (delay) dengan tingkat pelayanan terbaik A dan tingkat pelayanan F yang terburuk. Hubungan tundaan (delay) dengan tingkat pelayanan sebagai acuan penilaian persimpangan, seperti Tabel 2.17 berikut :

Tabel 2.17 Hubungan tundaan dengan tingkat pelayanan

Tundaan (detik/smp)Tingkat pelayanan

< 5,0A

5,1 15,0B

15,1 25,0C

25,1 40,0D

40,1 60.0E

> 60,0F

Sumber : TRB., 1994

a. Tingkat pelayanan A berarti operasi pada simpang memiliki tundaan yang sangat rendah kurang dari 5,0 detik perkendaraan. Hal ini terjadi bila sebagian besar kendaraan datang pada saat hijau sehingga banyak kendaraan yang tidak berhenti. Panjang siklus yang pendek juga dapat menghasilkan tundaan rendah.

b. Tingkat pelayanan B berarti operasi pada simpang memiliki tundaan dalam rentang 5,1 15,0 detik perkendaraan. Biasanya hal ini terjadi bila panjang siklus pada simpang pendek. Kendaraan berhenti lebih banyak dari tingkat pelayanan A, menghasilkan tundaan rata rata sedang dan tidak terjadi kemacetan.

c. Tingkat pelayanan C berarti operasi pada simpang memiliki tundaan dalam rentang 15,1 25,0 detik perkendaraan. Tundaan yang lebih besar ini di hasilkan dari dari lebih panjangnya siklus. Pada tingkat ini jumlah kendaraan yang berhenti adalah signifikan, meski tetap cukup banyak kendaraan yang terus melalui simpang tanpa harus berhenti.

d. Tingkat pelayanan D berarti operasi pada simpang memiliki tundaan dalam rentang 25,1 40,0 detik perkendaraan. Pada tingkat pelayanan D pengaruh dari kemacetan sudah lebih terlihat. Tundaan yang lebih besar dapat dihasilkan dari kombinasi panjang siklus yang lebih rendah. Banyak kendaraan yang harus berhenti pada simpang.

e. Tingkat pelayanan E berarti operasi pada simpang memiliki tundaan dalam rentang 40,1 60,0 detik perkendaraan. Pada tingkat pelayanan E ini dijadikan sebagai batas tundaan yang sudah tidak bisa diterima. Tundaan besar ini dihasilkan dari panjang siklus yang panjang, serta rasio Q/Cyang tinggi, dan kemacetan terjadi disetiap kaki persimpangan.

f. Tingkat pelayanan F berarti operasi pada simpang memiliki tundaan lebih besar dari 60,0 detik peerkendaraan. Pada tingkat pelayanan F ini tundaan sudah tidak dapat diterima, hal ini biasanya karena terjadinya kejenuhan pada simpangakibat arus melalui simpang melampaui kapasitas simpang dan dapat juga karena panjang siklus yang terlalu panjang.2.8 Rambu Lalu Lintas

Rambu lalu lintas adalah salah satu alat perlengkapan jalan dalam bentuk tertentu yang memuat lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan di antaranya, yang digunakan untuk memberikan peringatan, larangan, perintah dan petunjuk bagi pemakai jalan.

Agar rambu dapat terlihat baik siang ataupun malam atau pada waktu hujan maka bahan harus terbuat dari material yang reflektif (memantulkan cahaya).

Adapun beberapa rambu yang digunakan dalam perencanaan persimpangan sebidang tersebut yaitu :a. Rambu Peringatan

b. Rambu Larangan dan Perintah

c. Rambu Petunjuk

2.9 Markah JalanMarka jalan (tidak baku: marka jalan) adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong serta lambang lainnya yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas.

Pengelompokan markah :a. Markah membujurMarkah membujur adalah tanda yang sejajar dengan sumbu jalan. Marka membujur yang dihubungkan dengan garis melintang yang dipergunakan untuk membatasi ruang parkir pada jalur lalu lintas kendaraan, tidak dianggap sebagai markah jalan membujur.

Markah putus-putus

Markah utuh

Markah putus-putus menjelang Marka utuh

Markah putus-putus dan utuh

b. Markah melintang

Markah melintang adalah tanda yang tegak lurus terhadap sumbu jalan, seperti pada garis henti di Zebra cross atau di persimpangan

Garis henti pada persimpangan jalan 2 arah

Garis henti pada persimpangan jalan 1 arah

Garis henti pada persimpangan jalan 1 arah dengan 3 lajur

Garis henti pada penyebrangan orang (zebra cross)

c. Markah serongMarkah serong adalah tanda yang membentuk garis utuh yang tidak termasuk dalam pengertian marka membujur atau marka melintang, untuk menyatakan suatu daerah permukaan jalan yang bukan merupakan jalur lalu lintas kendaraan.

Markah serong (chevron)

d. Markah lambangMarkah lambang adalah tanda yang mengandung arti tertentu untuk menyatakan peringatan, perintah dan larangan untuk melengkapi atau menegaskan maksud yang telah disampaikan oleh rambu lalu lintas atau tanda lalu lintas lainnya.

Markah panah

Markah tulisan pada Zona Selamat Sekolah

Markah lambang pada Ruang Henti Khusus Sepeda Motor

Berpencar (diverging)

Bergabung (merging)

Bersilang (weaving)

Berpotongan (crossing)

QP%=47,71*DS-24,68*DS^2+56,47*DS^3

QP%=9,02*DS+20,66*DS^2+10,49*DS^3

DECKY CIPTA INDRASHWARA50

_1491189535.unknown

_1491189536.unknown

_1491189534.unknown

_1489434972.wmf