Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada diri manusia sebagai makhluk hidup terdapat dua naluri yang juga

terdapat dalam makhluk hidup lainnya, yaitu naluri untuk mempertahankan hidup

dan naluri untuk melanjutkan hidup. Untuk memenuhi dua naluri tersebut Allah

menciptakan dalam diri setiap manusia dua nafsu, yaitu : nafsu makan dan nafsu

syahwat. Nafsu makan berpotensi untuk memenuhi naluri mempertahankan hidup

dan karena itu setiap manusia memerlukan sesuatu yang dapat dimakannya. Dari

sini muncul kecenderungan manusia untuk mendapatkan dan memiliki harta.

Nafsu syahwat berpotensi untuk memenuhi naluri melanjutkan kehidupan dan

untuk itu manusia membutuhkan lawan jenisnya untuk menyalurkan nafsu

syahwatnya itu. Sebagai mahluk berakal, manusia membutuhkan sesuatu untuk

dapat mempertahankan dan meningkatkan daya akalnya itu. Sebagai mahluk

beragama manusia memerlukan sesuatu untuk dapat mempertahankan dan

menyempurnakan agamanya itu.1

Segi kehidupan manusia yang diatur Allah tersebut dapat dikelompokkan

kepada dua kelompok : pertama, hal-hal Penciptaannya. Aturan tentang hal ini

disebut “hukum ibadat”. Tujuannya untuk menjaga hubungan atau tali antara

1 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta : Kencana, 2004), h. 2.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

2

Allah dengan hamba-Nya yang disebut juga hablun min Allah. Kedua, berkaitan

dengan hubungan antar manusia dengan alam sekitarnya. Aturan tentang hal ini

disebut “hukum muamalat”. Tujuannya menjaga hubungan antara manusia dan

alamnya atau disebut juga “hablun min al naas”. Kedua hubungan ini harus tetap

terpelihara agar manusia terlepas dari kehinaan, kemiskinan dan kemarahan

Allah.2

Diantara aturan yang mengatur hubungan sesama manusia yang ditetapkan

Allah adalah aturan tentang harta warisan, yaitu harta dan pemilikan yang timbul

akibat dari suatu kematian. Harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah

meninggal memerlukan pengaturan tentang siapa yang berhak menerimanya,

berapa jumlahnya dan bagaimana cara mendapatkannya.

Harta benda yang diberikan Allah kepada umat manusia, di samping

berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pemiliknya dalam upaya mengabdi kepada

Tuhan Yang Maha Pemberi, juga antara lain untuk perekat hubungan

persaudaraan atau ukhuah Islamiyah dam insaniyah. Berkaitan dengan hal yang

disebut terakhir ini, seseorang yang kebetulan mendapat harta berlebih dianjurkan

bahkan di satu kali diwajibkan untuk memberikan sebagian kepada saudaranya

yang sedang membutuhkan. Di samping itu, dianjurkan pula untuk menghadiah-

2 Ibid . h. 3.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

3

hadiahi diantara anggota masyarakat meskipun masing-masing pada dasarnya

sedang tidak membutuhkannya. 3

Harta warisan bukan berarti tidak menjadi permasalahan bagi keluarga,

karena sifat manusia yang memiliki naluri untuk bertahan hidup dengan cara

apapun walau terkadang cara tersebut tidak dibenarkan oleh syari’at Islam.

Berbagai kemungkinan timbulnya permasalahan disebabkan harta telah

diantisipasi dengan adanya aturan-aturan ketat di bidang harta, seperti dapat

dilihat dalam aturan jual-beli, utang-piutang, aturan hibah, wakaf, wasiat,

mawaris dan sebagainya. Silang sengketa tidak dapat dihindarkan bilamana

pihak-pihak terkait tidak konsisten dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan.

Namun, bilamana di satu kali silang sengketa tidak dapat dihindarkan, agar tidak

berakibat putus atau retaknya hubungan persaudaraan, Islam mengajarkan supaya

pihak-pihak yang bersengketa mampu mengendalikan emosi sehingga bersedia

untuk berdamai. Adanya anjuran untuk berdamai adalah sengketa harta tidak

berujung pada jauhnya jarak hubungan persaudaraan. Untuk mewujudkan

perdamaian itu masing-masing pihak perlu menampakkan kesediannya untuk

mengalah yang pada hakikatnya adalah untuk menang melawan nafsu serakah.4

Di antara hal-hal yang sangat sering menimbulkan sengketa adalah

masalah harta warisan. Kematian seseorang sering berakibat timbulnya sengketa

3 Ibid, h.4 4 Ibid ,h.4.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

4

di kalangan ahli waris mengenai harta peninggalannya. Dalam hukum Islam,

pembagian harta warisan telah diatur dalam ilmu faraidh . Dalam ilmu ini telah

diatur secara sistematis siapa saja yang berhak menerima harta warisan dan

kadarnya. Aturan mengenai siapa saja yang akan mendapatkan harta warisan di

antara kaum kerabat dekat pada prinsipnya antara lain didasarkan atas adanya

sikap di antara kerabat itu untuk hidup serugi dan selaba, senasib dan

sepenanggungan. Seseorang, jika senang menerima harta warisan, maka

hendaklah juga ia mau merugi, artinya, ia diberi harta warisan, karena rela

membantu si mati di masa hidupnya atau mau membantu keluarga yang

ditinggalkannya. Dengan demikian berarti, selain antara ahli waris dapat saling

mewarisi, juga saling memperhatikan nasib temannya. Begitulah antara lain

landasan filosofis hukum waris.5

Oleh karena itu, sikap mengintai kematian anggota kerabat untuk dapat

mewarisi hartanya, tidak sejalan dengan ajaran Islam tersebut diatas. Namun hal

seperti itu sangat mungkin terjadi dalam masyarakat yang masih rendah

pengetahuan dan kesadaran hukumnya.6 Bagi ummat Islam melaksanakan

hukum-hukum Islam, Terutama masalah kewarisan adalah suatu keharusan,

selama belum adanya nash-nash yang menunjukkan ketidak wajibannya. Namun

5 Ibid, h.5. 6 Satria Effendi M. Zein Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer (Jakarta :

Kencana, 2004) h. 233

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

5

dalam masalah waris, nash-nash yang berkaitan dengan hukum membagi

kewarisan tidak disebut, dan yang disebut adalah keharusan menetapkan besar

kecilnya masing-masing bagian. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa

kewajiban disini, adalah ketika seseorang menyerahkan masalah kewarisan secara

(menurut) faraidh/ilmu waris.7

Dalam prakteknya, banyak masyarakat yang masih bingung tentang

masalah waris, bahkan banyak yang menjadi sengketa dalam warisan. Seperti

halnya terjadi di Pengadilan Agama Cirebon, pada Putusan Pengadilan Agama

Cirebon terdapat sengketa masalah waris dalam putusan no.

0028/Pdt.P/2008/PA.Sbr. Hakim menetapkan putusan dengan memberikan bagian

harta waris kepada ahli waris pengganti melebihi bagian dari ahli waris yang

sederajat dengan yang diganti, dalam hal ini penulis menemukan kejanggalan

pada putusan tersebut karena tidak sejalan dengan pasal 185 Kompilasi Hukum

Islam di Indosesia ayat 2 yang berbunyi : “Bagian ahli waris pengganti tidak

boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.” Hal

inilah menurut penulis menjadi bagian yang menarik dan perlu ditinjau serta

dikritisi, hal-hal apa saja yang melatarbelakangi putusan tersebut. Dan penulis

akan menuangkannya di dalam tugas akhir dalam rangka memenuhi standar

kelulusan Strata satu (S1) dengan judul “Status Hukum Ahli Waris Pengganti

7 Abta, Asyari. Djunaidi Abd. Syakur Ilmu waris Al- Faraidl (Surabaya : Hikmah Perdana) h.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

6

Menurut Perspektif Kompilasi Hukum Islam dan Fiqh (Studi Kasus Penetapan

Pengadilan Agama Sumber,Cirebon)”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Dalam uraian tersebut di atas, terlihat betapa luas cakupan yang

terkandung dalam perkara Kewarisan. Hak mendapatkan warisan adalah hak bagi

ahli waris yang sebenarnya hak tersebut adalah titipan dari sang Khalik yang

harus kita jaga sebaik-baiknya dan jangan sampai disalah gunakan. Begitu pula

apabila seorang ahli waris yang kebetulan terlebih dahulu meninggal dunia dari

pada sang pewaris, hal seperti ini tentunya akan mempunyai pengaruh yang besar

terhadap bagian masing-masing ahli waris.

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan terarah dan lebih spesifik, maka pembahasan pada

penelitian ini dibatasi hanya pada ahli waris pengganti dan alasan hakim

memberikan bagian ahli waris pengganti yang melebihi dari yang sederajat

dengan yang digantikannya.

2. Rumusan Masalah

Untuk memperjelas tulisan skripsi ini, penulis merumuskan masalah ini

sebagai berikut: sesuai pasal 185 Kompilasi Hukum Islam, bagian ahli waris

pengganti tidak boleh melebihi bagian yang sederajat. Kenyataan dilapangan,

putusan Pengadilan Agama Sumber menetapkan bahwa bagian ahli waris

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

7

pengganti melebihi bagian yang sederajat. Rumusan masalah tersebut penulis

rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana hukum Kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam ?

2. Bagaimana posisi ahli waris pengganti dalam Kompilasi Hukum Islam ?

3. Apa alasan hakim memberikan penetapan tersebut ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Dengan merujuk pada pembahasan diatas maka penelitian di tujukan

untuk :

1. Untuk mengetahui hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam.

2. Untuk mengetahui posisi ahli waris pengganti dalam Kompilasi Hukum

Islam.

3. Untuk mengetahui alasan hakim memberikan penetapan tersebut.

Adapun manfaat daripenelitian ini adalah :

a. Bagi penulis menambah wawasan tentang ahli waris pengganti.

b. Bagi fakultas memberikan sumbangan kepustakaan dalam rangka

pengembangan akademis.

c. Dapat memberikan pengetahuan lebih jauh dalam pembahasan Ahli waris

pengganti dengan studi analisis putusan No. 0028/Pdt.P/ 2008/PA.Sbr.

D. Review Studi Terdahulu

Dalam buku karangan Al-Yasa Abu Bakar yang berjudul : “Ahli Waris

Sepertalian Darah: Kajian Perbandingan Tentang Penalaran Hazairin Dan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

8

Penalaran Fikh Madzhab” secara keseluruhan menjelaskan tentang Kewarisan

Menurut Pemikiran Hazairin yang didalamnya mencakup tentang dasar-dasar

teori tentang kewarisan Islam dan nalar Fiqh terhadap kewarisan Islam oleh

`Ulama Fiqh serta pembagian-pembagiann dzawil furudh dan dzawil arham.

Dari buku diatas yang berkaitan dengan penelitian penulis ada pada bab II

hal. 52 tentang garis pokok penggantian yang didalamnya mencakup pemikiran

Hazairin tentang Ahli waris pengganti, yang menjelaskan dasar hukum dan

penafsiran Hazairin tentang ahli waris pengganti.

Posisi penelitian ini adalah adanya ketidakserasian antara teori yang

dikemukakan oleh Prof. Hazairin dengan yang terjadi sebenarnya di Pengadilan

Agama Sumber, Cirebon dalam Penetapan Ahli Waris Pengganti dengan No.

registrasi: 0028/Pdt.P/2008/PA. Sbr.

E. Kerangka Konseptual.

Dalam sendi kehidupan manusia yang diatur oleh Allah SWT, dapat

dikelompokkan kepada dua kelompok yaitu: hablun min Allah atau yang lazim

disebut juga dengan “Hukum Keibadatan” yang tujuannya untuk menjaga

hubungan antara Allah dengan hambanya, dan yang kedua disebut dengan hablun

min al naas atau yang lebih kita kenal dengan “hukum muamalat” yang tujuannya

adalah guna menjaga hubungan antara sesama manusia. Kedua hubungan ini

harus tetap terjaga agar manusia terlepas dari kehinaan, kemiskinan dan

kemarahan Allah SWT.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

9

Diantara aturan yang mengatur hubungan sesama manusia yang ditetapkan

oleh Allah SWT adalah aturan tentang harta warisan, yaitu harta dan kepemilikan

yang timbul dari suatu kematian.

Kematian seseorang sering berakibat timbulnya sengketa dikalangan ahli

waris mengenai harta peninggalannya. Dalam hukum Islam, pembagian harta

warisan telah diatur secara sistematis siapa saja yang berhak menerima harta

warisan dan pembagiannya.

Dalam Kompilasi Hukum Islam, juga telah diatur masalah hukum

kewarisan, yang didalamnya juga terdapat masalah tentang ahli waris pengganti.

Adapun yang dimaksud dengan ahli waris pengganti adalah ahli waris

yang menggantikan sesorang untuk memperoleh bagian warisan yang pada

mulanya akan diperoleh orang yang digantikannya disebabkan karena orang yang

digantikan itu adalah orang yang seharusnya menerima warisan kalau dia masih

hidup, tetapi dalam kasus bersangkutan dia telah meninggal lebih dahulu dari

pewaris. Orang yang digantikan ini hendaklah merupakan penghubung antara dia

yang menggantikan ini dengan pewaris yang meninggalkan harta peninggalan.8

F. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penulisan yang dilakukan penulis adalah :

8 Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia (Jakarta, Sinar Grafika, 2004) h. 80.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

10

1. Jenis penelitian yang diambil penulis adalah kualitatif yaitu penelitian yang

bersifat eksploratif dan deskriptif yaitu jenis penelitian dimana penulis

melakukan pengembangan data yang lebih mendalam agar permasalahan yang

diangkat lebih bisa difahami.

Teknik pengumpulan data, dalam hal ini penulis menggunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut :

a. Penelitian Kepustakaan, yaitu data-data yang diperloeh dari literatur dan

referensi yang berhubungan dan berkenaan dengan judul ini.

b. Penelitian Lapangan, penelitian untuk mendapatkan informasi dari sumber

asli mengenai permaslahan yang menjadi pokok bahasan, yang difokuskan

pada Pengadilan Agama Sumber, Cirebon Jawa Barat Indonesia.

Sedangkan untuk alat pengumpul data, penulis menggunakan cara sebagai

berikut :

a. Wawancara, yaitu alat pengumpul data yang dipergunakan untuk

mendapat informasi yang berkenaan dengan pokok permasalahan.

Wawancara dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab dengan pihak

yang terkait yaitu pegawai Pengadilan Agama Sumber,Cirebon, Jawa

Barat Indonesia.

b. Dokumentasi, yaitu dengan melihat dokumen-dokumen dan arsip-arsip

yang ada di lembaga pemerintahan yang terkait.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

11

Adapun untuk analisa data penulis menggunakan dengan cara setelah

data-data tersebut terkumpul, lalu penulis menganalisanya dengan metode :

1) Metode Induktif, yaitu suatu cara dalam menganalisa data yang bersifat

khusus kemudian ditarik atau disimpulkan yang bersifat umum.

2) Metode Deduktif, yaitu suatu cara dalam menganalisa data yang bersifat

umum kemudian ditarik atau disimpulkan yang bersifat khusus.

G. Sistematika Penulisan

Adapun untuk sistematika penulisan ini, terdiri dari 5 (lima) bab yang

terdiri dari sub-sub yang dirinci sebagai berikut :

Bab Pertama, Mengenai Pendahuluan. Membahas tentang Latar belakang

masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan dan Manfaat, Study

Review, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.

Bab Kedua, Mengenai Waris dan Bagiannya dalam Hukum Islam,

membahas tentang Pengertian dan Dasar Hukum Waris, Rukun dan Syarat Waris,

Sebab dan Penghalang Memperoleh Harta Waris,Subjek Hukum Waris, Bagian

masing-Masing Ahli Waris.

Bab Ketiga, Mengenai Kedudukan Ahli Waris Pengganti, membahas

tentang Pengertian dan Dasar Hukum Ahli Waris Pengganti, Ahli Waris

Pengganti dalam Fiqh, Ahli Waris Pengganti Menurut Hazairin, Ahli Waris

Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam, Mengenai Arti Mawalli dalam Al-

Qur’an.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

12

Bab Keempat, Mengenai Analisis Perkara Penetapan Hakim Tentang

Ahli Waris Pengganti, membahas tentang Profil Pengadilan Agama Cirebon,

Analisis Perkara Penetapan Pengadilan Agama Cirebon, Analisis Penulis.

Bab Kelima, Tentang Penutup, membahas tentang kesimpulan dan saran-

saran dari penelitian ini agar pembagian waris dapat dilakukan dengan baik.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

13

BAB II

Waris dan Bagiannya dalam Hukum Islam

A. Pengertian Ilmu Faraidh dan Dasar Hukum Waris.

1. Pengertian Ilmu Faraidh/Waris.

Dalam Hukum Islam, hukum kewarisan dikenal dengan istilah ilmu

Faraid atau ilmu mirats dalam bahasa arab, kata faraid menunjukan jamak dari

bentuk tunggal faridah.9 yang berarti satu ketentuan atau bagian-bagian tertentu.

Firman Allah فنصف ما فرضتم artinya separuh dari apa yang kamu tentukan.

Demikian juga kata mirats merupakn bentuk tunggal dari kata mawaris, yang

berarti harta yang diwariskan.

Kata “Al-Miraats” dalam bahasa arab merupakan bentuk masdar dari kata

Waratsa-Yaritsu-Irtsan-Wamiiraatsan. Pengertian “Miiraast” menurut bahasa

adalah berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain atau dari suatu

kaum kepada kaum lain (sesuatu ini bersifat umum), bisa bersifat harta atau ilmu

keluhuran.10

Secara etimologi (bahasa) kata ”kewarisan” berasal dari waratsa ورث

yang memiliki beberapa pengertian, antara lain :

9 Mahmud Yunus. Kamus Arab-Indonesia. ( Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemah/

Penafsir Al-qur`an, 1973) 10 M. Ali. Ash Shabuniy, Hukum Waris Islam, ( Surabaya – Indonesia : Al-Ikhlas ), h. 1.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

14

Pertama, ”mengganti” seperti yang tertera dalam Qs..al Naml (27):16 :

..... ☺

⌧ ☺

Artinya: “Dan Sulaiman Telah mewarisi Daud, dan dia berkata: "Hai

manusia, kami Telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami

diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) Ini benar-benar suatu

kurnia yang nyata" .(Q.s..al Naml, 27:16)

Pada terjemahan Al-Qur’an terdapat catatan kaki no 593, kata “mewarisi”

diberikan penjelasan yaitu : “Nabi Sulaiman As, menggantikan kenabian dan

kerajaan Nabi Daud As. Serta mewarisi ilmu pengetahuan dan kitab Zabur yang

diturunkan kepadanya.11

Kedua, “ memberi” seperti yang tercantum dalam Qs. Al-Zumar (39).74 :

11 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Surabaya, Mekar Jaya,2004).

h.532.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

15

Artinya: “Dan mereka mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang

Telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan Telah (memberi) kepada kami

tempat Ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam surga di

mana saja yang kami kehendaki; Maka syurga Itulah sebaik-baik balasan

bagi orang-orang yang beramal. (Qs. Al-Zumar,39:74).

Ketiga, “Mewarisi” seperti yang terdapat dalam Qs. Maryam (19).6 :

Artinya: ”Yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian

keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai"

(Qs. Maryam 19: 6).

Dari ketiga pengertian waris secara bahasa di atas ada tiga macam arti,

yaitu: menggantikan, memberi, dan mewarisi. Antara satu dengan yang lainnya

merupakan bagian yang tidak terpisahkan melainkan memiliki kesamaan

maksud, mengingat ketiga arti tersebut selaras dengan pengertian waris atau

kewarisan.12

Adapun menurut tinjauan terminologi, sebagaimana halnya dalam kamus

al-Munjid fi al-lughah wa al-‘alam, adalah :

13. فالن بعد وفاتهمالانتقل اليه

12 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia ( Jakarta, PT. Raja Grafindo persada, 2000) h.356 13 Luwis Ma’luf, Al-Munjid Fi Al-Lughah wa Al-‘Alam. (Beirut: Dar al Masyrik, 1984) cet ke

27, h.895.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

16

Artinya: “ Harta seseorang berpindah kepadanya setelah ia meninggal

dunia “

Secara definitif, banyak dari tokoh dan Ulama yang memberikan

pengertian tentang kewarisan itu sendiri, menurut M. Ali As-Shabuni, arti

warisan adalah pindahnya hak milik orang lain yang meninggal, baik yang

ditinggalkannya itu berupa benda bergerak ataupun tidak bergerak.14

Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) dapat disimpulkan pula bahwa hak

kewarisan adalah hak yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta

peninggalan atau Tirkah, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli

waris dan berapa harganya masing-masing. Hal ini sesuai dengan ketentuan KHI

pasal 171 (a).

2. Dasar Hukum Kewarisan Islam.

Ruang lingkup kewarisan Islam sangat jelas dasar hukumnya, maka

penulis merasa sangat perlu untuk mengupasnya. Dasar hukum kewarisan dalam

Islam adalah :

1. Al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam yang pertama dan utama,

dia menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum kewarisan secara jelas dan

terperinci. Adapun ayat-ayat yang dijadikan sebagai dasar dari Hukum

Kewarisan dalam Islam, seperti Qs. An-Nisa’ (4):11.

14 M. Idris Ramulyo., Hukum Kewarisan Islam, ( Jakarta: 1998) h.1.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

17

Artinya: ”Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka

untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; (Qs. An-Nisa’, 4:11.).

Kemudian dijelaskan pula dalam ayat lain Qs. An-Nisa’ (4):12..

Artinya: ”Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang

ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. ( Qs. An-Nisa’, 4:12.).

2. Sunnah atau Hadits.

Imam al-Bukhari menghimpun hadits tentang kewarisan tidak

kurang dari 46 hadits, dan Imam Muslim menyebut hadits-hadits

kewarisan kurang lebih 20 hadits. Namun pada bahasan kali ini perincian

hadits tersebut tidak akan dikutip semua, hanya yang pokok saja yang

akan diungkapkan.15

اهللا عليه وسلم ي عن رسول اهللا صل عنهماعن ابن عباس رضي اهللا

الفرائض باهلها، فما ترآت الفرائض فألولى رجلالحقوا: قال

16 )مسلم (ذآر

15 M. bin Ali bin Muhammad Asy syaukani, Nayl al Author, (Azhar, Maktabul Iman, t.th)

jilid ke-5, h.60.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

18

Artinya: Dari Ibnu Abbas RA, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda:

”Berikanlah ketentuan warisan yang pasti itu kepada yang berhak. Adapun

sisanya, maka bagi laki-laki yang paling dekat nasabnya.(H.R.Muslim)

Kemudian dalam hadits lain pula dijelaskan:

. ال : يد رضي اهللا عنهما ان النبي صلى اهللا عليه وسلم قالة بن زعن اسام.

17.سلميرث المسلم الكافر واليرث الكافر الم

Artinya: ”Dari Usamah bin Zaid ra. Bahawa Nabi saw bersabda:

”orang Islam tidak dapat mewariskan hartanya kepada orang kafir, dan

orang kafir tidak dapat mewariskan hartanya kepada orang

muslim”.(Muslim: 5/59).

Dari pengertian Hadits pertama dan kedua di atas, dapat dipahami bahwa

pembagian waris diserahkan terlebih dahulu kepada orang yang berhak yaitu

yang tergolong dalam Ashabu al Furudl(Orang-orang yang berhak menerima

bagian), sisanya kemudian untuk Ashabah (sisa). Diketahui pula bahwa

perbuatan waris mewarisi hanya diperbolehkan bagi yang satu agama (Islam),

dan terakhir juga menjelaskan tentang ahli waris yang tidak mendapatkan harta

pusaka karena membunuh.18

3. Ijma’

16 Imam Muslim, Shahih Muslim, (Riyadh, Darussalam,1998) h.705. 17 Ibid, h.705.

18 M. Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, h.61.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

19

Yaitu kesepakatan para ulama atau para sahabat sepeninggal

Rasulullah saw tentang ketentuan warisan yang dalam Al-Qur’an karena

telah disepakati oleh para sahabat dan ulama, maka Ijma’ dijadikan

sebagai sumber dan referensi Hukum.19

B. Rukun-Rukun dan Syarat-Syarat Waris.

1. Rukun-Rukun Waris.

Untuk dapat menerima pusaka, harus memenuhi beberapa rukun, beberapa

sebab, beberapa syarat dan beberapa penghalang (Man’i).

Adapun rukun-rukun pusaka ada tiga, yaitu :20

a. Muwarrits, orang yang maninggalkan hartanya.

b. Waris, orang yang ada hubungan dengan orang yang telah meninggal,

seperti kekerabatan (hubungan darah) dan perkawinan.

c. Mauruts, harta yang menjadi pusaka. Harta ini dalam istilah Fiqh

dinamakan: Mauruts, Mirats, Irts, Turats, dan Tirkah.

Sedangkan untuk terjadinya pewarisan ada tiga rukun, yaitu:

a. Ahli waris, yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan

kekerabatan, baik karena hubungan sedarah, hubungan sebab

perkawinan (semenda), atau akibat memerdekakan hamba sahaya.

19 Tengku Hashbi As-Shidieqy, Fiqh Mawaris. h.303. 20 Ibid h.29.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

20

21الوارث وهوالذي ينمس الي الميت من اصبابالميراث

Artinya ”Ahli waris yaitu orang yang dihubungkan kepada si mati

dengan salah satu sebab-sebab pewarisan”.

b. Pewaris, yaitu si orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang

diwarisi harta peninggalannya adalah orang yang mewariskan

hartanya.

22.وحكما مثل المفقود الذي حكم بموته االمورث الميت حقيقة

Artinya: ”Pewaris yaitu si mati, baik mati hakiki maupun mati hukum,

seperti orang yang telah hilang, yang oleh hakim dinyatakan

meninggal dunia”

c. Warisan, yaitu harta peninggalan si mayyit (mati) yang berpindah

kepada ahli waris.

2. Syarat-Syarat Pembagian Waris.

Sebagaimana rukun pewarisan, syarat pewarisan pun ada tiga hal yang

harus terpenuhi, yaitu :23

a. Pada saat meninggalnya pewaris, ahli waris benar-benar dalam

keadaan hidup. Termasuk bayi yang masih ada dalam kandungan

(hamil), meskipun masih berupa janin apabila dapat dipastikan hidup,

21 Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunnah (Semarang: Toha Putera, 1972) h.426. 22 Ibid h.426.

23 Tengku Hasbi As-Shidieqy, Fiqh Mawaris, h.4.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

21

melalui gerakan (kontraksi) atau cara yang lainnya, maka si bagi janin

tersebut baerhak mendapatkan warisan.

b. Pewaris benar-benar telah meninggal dunia, apakah meninggal secara

hakiki atau meninggal secara yuridis (hukum).

24.موتالمفقودموت المورث حقيقة او موته حكما آان يحكم القا ضي ب

Dengan adanya syarat ini maka segala harta dan seseorang tidak boleh

dibagikan, kecuali orang tersebut benar-benar meninggal dunia atau hakim

memutuskan kematiannya. Seperti orang yang hilang, apabila hakim telah

memutuskan kematian orang tersebut dengan bukti-bukti yang kuat, maka saat

itu barulah harta peninggalannya dapat dibagikan diantara ahli warisnya.25

c. Untuk mendapatkan harta warisan disyaratkan tidak adanya

penghalang warisan.

26. موانع االرث منااليو جد مانع

Artinya: ”tidak adanya salah satu penghalang dari penghalang-

penghalang pewarisan”.

24 Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunnah, h.425.

25 Tengku Hasbi As-Shidieqy, Fiqh Mawaris, h.5.

26 Ibid, h.426.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

22

C. Sebab Adanya Dan Penghalang Waris.

1. Sebab-Sebab Adanya Waris

Pewarisan baru terjadi manakala atau apabila ada sebab-sebab yang

mengikat pewaris dengan ahli warisnya, adapun sebab-sebab seseorang dapat

menerima warisan, yaitu:27

a. Perkawinan.

Dari hubungan pernikahan, seseorang dapat atau bisa memberikan

atau menerima warisan, Perkawinan yang menjadi sebab pewarisan

tersebut disyaratkan harus menjadi akad yang sah menurut syari’at

walaupun dalam perkawinan tersebut belum terjadi khalwat (tinggal

berduaan) dan ikatan perkawinan tersebut masih utuh atau dianggap

masih utuh, jadi perkawinan yang fasid atau yang batal tidaklah menjadi

sebab pewarisan.28

b. Kekerabatan.

Selain dari jalan perkawinan, seseorang dapat menerima atau

memberi warisan dapat melalui jalan kekerabatan, adapun dalil yang

memperbolehkan hal ini adalah :

27 Ibid, h.4.

28 Ibid.h.5.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

23

وتشمل القرا بة الفروع واالصول المورث وهي الصلبة النسبية بين

29والحوشي

Artinya: ”Yaitu hubungan nasahabiyah antara pewaris dengan ahli

waris. Kekerabatan ini terdiri atas al-Furu’ (keturunan kebawah) al

ushul (keturunan keatas), dan al-Hawasyi (keturunan menyanping)”.

c. Wala’

كم حةابرق و تق اب العبسيقه بتع المعتق وينرع با ها الشانشاية

30.لفالحوالمواالة ب عقد بسد باح وحص شين بتنشاب

Artinya: ”Kekerabatan secara hukum yang ditetapkan oleh syar’i

antara orang yang memerdekakan budak dengan budaknya

disebabkan adanya pembebasan budak, atau seseorang dengan

seseorang lainnya disebabkan adanya akad muwalah (perjanjian) dan

muhalafah (sumpah)”.

Wala’ merupakan hal yang menjadikan seseorang menurut hukum

mempunyai ikatan kekerabatan dengan orang lain, mengenai Wala’ ini

jumhur ulama menyatakan Wala’ al muwalah tidak termasuk sebab

pewarisan.31

29 H. Muhammad Makluf, Al Mawarits fi Al-Syari’at al Islamiyah, h.34. 30 Ibid, h. 35.

31 A.Rifa’I Arief, Tafsir al Mas’ur fi ‘Ilmi al Faraidh, h.6.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

24

وال يعتبر سببا عند ةيفني حب اند عي االرث فباب سة بعتبراالوء المالو

32.ءجمهورالعلما

Artinya: ”Wala’ al Muwwamalah termasuk menjadi sebab pewarisan

menurut Abu Hanifah, tetapi tidak termasuk sebagai sebab pewarisan

menurut jumhur ulama”.

2. Penghalang Hak Waris.

Hal-hal yang dapat menggugurkan (menjadi) hak ahli waris tersebut

yaitu:33

a. Pembunuhan.

Jumhur ulama telah sepakat dalam menetapkan pembunuhan sebagai

penghalang untuk menerima warisan. Yaitu pembunuhan yang disengaja, hal ini

sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, yaitu:

ق حيرغم ب احقب ببستم يا امدن عاء آاو سرث االننع م ماطلقاتل م القنا

34. بالغا ام التل القا نا ء آاوسو

Artinya: ”Bahwasanya pembunuhan itu mutlak menjadi penghalang

pewarisan, baik pembunuhan yang disengaja maupun karena sikap, baik

dilakukan secara langsung (mubasyarah) maupun tidak langsung

(tasabbuh), baik dilakukan karena menjalankan hak (kewajiban) maupun

32 Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunnah, h. 426.

33 H. Muhammad Makluf, Al Mawarits fi Al-Syari’at al Islamiyah, h.27. 34 Ibid , h.27.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

25

bukan : baik pembunuhnya orang aqil baligh maupun orang yang tidak

atau belum aqil baligh”.

b. Perbudakan.

Para ulama telah menyepakati perbudakan merupakan sebagai penghalang

pewarisan berdasarkan adanya nash shahih. 35 yakni firman Allah SWT:

Artinya: ”Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba

sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan

seorang yang kami beri rezki yang baik dari kami, lalu dia menafkahkan

sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan,

Adakah mereka itu sama? segala puji Hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan

mereka tiada mengetahui

c. Berlainan Agama.

Yang dimaksud dengan berlainan agama adalah berlainannya agama orang

yang menjadi pewaris dengan orang yang menjadi ahli waris, mengenai

35 M. Yusuf Musa, al-Tirkah wa al-Mirats fi al-Islam (Mesir: Daar al Kitab al Araby, 1959),

h.161.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

26

kedudukan berlainan agama sebagai penghalang pewarisan telah menjadi ijma’

seluruh ummat Islam.36 Hal ini dikarenakan Hadits Rasulullah saw:

هل ارث اوت يال: لقا. ملس ويهل ع اهللايلي صبالنر ان مبد اهللا بن عن ععو

37.شتي ينتلم

Artinya: ”Dari Abdullah ibnu Ummar bahwa Nabi saw bersabda:

tidaklah saling mewarisi orang kafir dan orang kafir pun tidak mewarisi

orang Islam” (H.R. Ahmad).

Hadits yang diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid diatas menunjukkan

bahwa perbedaan agama adalah mutlak menjadi penghalang pewarisan. Jadi,

seorang muslim tidaklah mewarisi ahli warisnya yang non muslim begitu juga

sebaliknya. Yang berpendapat demikian adalah ulama-ulama termasyhur.38

Dalam Kompilasi Hukum Islam juga dijelaskan, bahwa yang menjadi

penghalang bagi seseorang untuk menerima warisan adalah sesuai dengan pasal

173 yang berbunyi:

”Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dihukum karena:

36 H. Muhammad Makluf, Al Mawarits fi Al-Syari’at al Islamiyah, h.29. 37 Imam Ahmad bin Hanbal, h.594.

38 H. Muhammad Makluf, h.30.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

27

a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau

menganiaya berat pada pewaris;

b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan

bahwa pewaris telah menlakukan suatu kejahatan yang diancam

dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih

berat.”39

D. Subjek dan Bagian Waris.

1. Subjek Hukum Waris.

Mengenai subjek hukum waris, hal yang penting untuk dibahas adalah

pewaris (al-muwarris) dan ahli waris (al-waris). Pewaris (al-muwarris) adalah

setiap orang yang meninggal dengan meninggalkan harta kekayaan. Sedangkan

ahli waris ialah orang yang bernisbah (memiliki akses hubungan) kepada si

mayyit karena ada salah satu sebab dari beberapa sebab yang menimbulkan

kewarisan. 40

Tentang ahli waris, siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa

bagian masing-masing diatur dalam ayat-ayat al-Qur’an dan beberapa hadits-

hadits Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-

39 Kompilasi Hukum Islam

40 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2005), h.114.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

28

hadits yang ada, para ulama biasa mengelompokkan ahli waris ke dalam dua

kelompok besar, yaitu:41

1) Kelompok ashabul furudh.

Ashabul furudh ialah waris yang secara pasti mendapatkan bagian tertentu

dari harta waris yang ditinggalkan si mayyit. Mereka adalah 4 orang dari

kalangan laki-laki, dan 8 orang dari kalangan perempuan. Empat orang dari

kalangan laki-laki adalah ayah, kakek dan terus keatas, saudara seibu, suami.

Sedangkan 8 orang dari kalangan perempuan adalah ibu, nenek terus keatas,

anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan), saudara kandung

perempuan, saudara perempuan seayah, saudara perempuan seibu, seisteri.

2) Kelompok ashabah. 42

Yang dimaksud ashabah adalah kelompok ahli waris yang berhubungan

langsung dengan si mayyit, yaitu setiap laki-laki yang antara dia dengan si

mayyit dalam silsilah nashabnya tidak pernah terselang ahli waris perempuan.

Misalnya anak laki-laki si mayyit dan ayahnya, anak laki-laki dari anak laki-

laki si mayyit dan saudara kandung laki-laki dan saudara laki-laki seayah.

Dari segi hubungan jauh dekatnya kekerabatan, ahli waris dapat dibedakan

menjadi:43

41Ibid, h.114.

42Ibid, h.114.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

29

1) Ahli waris hajib yaitu ahli waris yang dekat hubungan kekeluargaan

menghalangi hak ahli waris yang jauh hubungannya. Contohnya, anak laki-

laki menjadi penghalang bagi saudara perempuan.

2) Ahli waris mahjub yaitu ahli waris yang jauh hubungan kekerabatannya, dan

terhalang untuk mewarisi.

Apabila ahli waris yang dicantumkan pada pasal 174 Kompilasi Hukum

Islam tersebut dirinci, ahli waris lai-laki 13 orang, ahli waris perempuan 8 orang,

jadi seluruhnya ada 21 orang. 44

1. Ahli waris nashabiyah laki-laki:

1) Ayah.

2) Kakek (dari garis ayah).

3) Anak laki-laki.

4) Cucu laki-laki garis laki-laki.

5) Saudara laki-laki sekandung.

6) Saudara laki-laki seayah.

7) Saudara laki-laki seibu.

8) Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung.

9) Anak laki-laki saudara laki-laki seayah.

10) Paman, saudara lki-laki ayah sekandung.

43 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),h.356.

44 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),h.356.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

30

11) Paman, saudara laki-laki ayah seayah.

12) Anak laki-laki paman sekandung.

13) Anak laki-laki paman seayah.

Urutan tersebut disusun berdasarkan kedekatan kekerabatan ahli waris

tersebut dengan si pewaris. Kalau semua ahli waris tersebut itu ada, maka yang

mendapat warisan adalah anak laki-laki dan ayah.45

2. Ahli waris nashabiyah perempuan.

1) Ibu.

2) Nenek dari garis ibu.

3) Nenek dari garis ayah.

4) Anak perempuan.

5) Cucu perempuan garis laki-laki.

6) Saudara perempuan sekandung.

7) Saudara perempuan seayah.

8) Saudara perempuan seibu.

2. Bagian masing-Masing Ahli Waris.

Mengenai bagian masing-masing ahli waris, dapat dikelompokkan

menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Ahli Waris Karena Sebab Keturunan.46

45 Ibid, h.357.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

31

Ashabu al-furudh Nashabiyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta

warisan disebabkan karena nashab atau keturunan.47

Berikut ini akan dijelaskan tentang pembagiannya menurut urutan pasal

dalam Kompilasi Hukum Islam:

1) Anak Perempuan.

Dinyatakan dalam pasal 176 Kompilasi Hukum Islam:

”Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila

dua orang ataua lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga

bagian, dan apabila anak perempuan bersama anak laki-laki, maka

bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak

perempuan” 48

2) Ayah, menerima bagian:

Dinyatakan dalam Pasal 177 Kompilasi Hukum Islam:

”Ayah mendapatkan sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan

anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian”49

3) Ibu, menerima bagian:

46 Ahli waris karena sebab keturunan dikenal juga dengan ahli waris nashabiyah.

47 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, h.357.

48 Kompilasi Hukum Islam di Indeonesia, Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama,2001.

49 Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor: 2 Tahun 1994, maksud pasal tersebut ialah: ayat mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, tetapi meninggalkan suami dan ibu, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

32

Dinyatakan dalam pasal 178 Kompilasi Hukum Islam:50

(1) Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau

lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia

mendapat sepertiga bagian.

(2) Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda

atau duda bersama-sama dengan ayah.

4) Saudara Perempuan Seibu, menerima bagian:

Dinyatakan dalam pasal 181 Kompilasi Hukum Islam:51

”Bila seorang meninggal dunia tanpa meninggalkan anak dan ayah,

maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-mesing

mendapat seperenam baian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka

mereka bersama-sama mandapat sepertiga bagian.”

5) Saudara perempuan sekandung menerima:

- ½ satu orang, tidak ada anak dan ayah.

- 2/3 dua orang atau lebih, tidak bersama anak dan ayah.

- Sisa, bersama saudara laki-laki sekandung.

- Sisa, karena ada anak atau cucu perempuan garis laki-laki.

6) Saudara perempuan seayah, menerima bagian:

Dinyatakan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 182:52

50 Kompilasi Hukum Islam di Indeonesia, h.25.

51 Ibid ,h.25.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

33

7) Kakek, menerima bagian:

- 1/6 bila bersama anak atau cucu.

- Sisa, tidak ada anak atau cucu.

- 1/6 + sisa, hanya bersama anak atau cucu perempuan.

- 1/3 dalam keadaan bersama saudara-saudara sekandung/seayah dan

ahli waris lain.

8) Nenek, menerima bagian:

- 1/6 baik seorang atau lebih.

9) Cucu perempuan garis laki-laki, menerima bagian:

- ½ satu orang tidak ada mu’assib (penyebab menerima sisa).

- 2/3 dua orang atau lebih.

- 1/6 bersama satu anak perempuan.

- Sisa bersama cucu laki-laki garis laki-laki.

b. Ahli Waris Karena Sebab Ikatan Pernikahan.53

Ashabu al-Furudh sababiyah, yaitu ahli waris yang berhak menerima harta

warisan yang disebabkan karena hubungan pernikahan.54

(1) Suami, menerima:

52 Lihat Kompilasi Hukum Islam ,h.25.

53 Ahli waris karena sebab ikatan pernikahan ini dikenal juga dengan ashabu al-furudh sababiyah

54 Hasbiyallah, Belajar Mudah Ilmu Waris, h.20.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

34

- ½ bila tidak ada anak atau cucu.

- ¼ bila ada anak atau cucu.

(2) Isteri, menerima bagian:

- ¼ bila tidak ada anak atau cucu.

- 1/8 bila ada anak atau cucu

Bagian suami atau isteri (duda atau janda) dijelaskan dalam pasal 179 dan

180 Kompilasi Hukum Islam:55

Pasal 179:

”Duda mendapat separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak,

dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian.”

Pasal 180:

”Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak mennggalkan

anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan

bagian.”

55 Kompilasi Hukum Islam di Indeonesia, h.25.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

35

BAB III

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI

A. Pengertian Ahli Waris Pengganti dan Dasar Hukum Ahli Waris Pengganti.

1. Pengertian Ahli Waris Pengganti.

Adapun yang dimaksud dengan ahli waris pengganti adalah ahli waris yang

menggantikan seseorang untuk memperoleh bagian warisan yang pada mulanya

akan diperoleh dari orang yang digantikannya daisebabkan karena orang yang

digantikannya itu adalah orang yang seharusnya menerima warisan kalau dia

masih hidup, tetapi dalam kasus bersangkutan dia telah meninggal terlebih dahulu

dari pewaris. Orang yang digantikannya ini hendaklah merupakan penghubung

antara dia yang menggantikan ini dengan pewaris yang meninggalkan harta

peninggalan.56

Ahli waris kelompok terakhir ini, kedudukan dan bagiannya memang tidak

dijelaskan dalam Al-Qur’an. Kedudukan mereka sebagai ahli waris dan bagiannya

dapat dipahami melalaui perluasan pengertian waris yang disebutkan langsung

dalam Al-Qur’an, pengertian anak diperluas ke cucu, pengertian saudara diperluas

kepada anak saudara dan seterusnya. Dari dasar hukum dan cara mereka menjadi

56 Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia (Jakarta, Sinar Grafika, 2004) h.80.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

36

ahli waris, mereka dapat disebut sebagai ahli waris pengganti, ahli waris karena

penggantian itu mengambil alih saham yang seharusnya menjadi hak dari orang

yang digantikannya.57

Jadi ahli waris pengganti tidak mewarisi karena dirinya sendiri, dia selalu

mengambil alih hak yang seharusnya menjadi saham dari ahli waris yang

menghubungkan dia dengan pewaris. Tentang sejauh mana kedudukan mereka

sebagai ahli waris dalam hubungannya dengan ahli waris langsung yang

digantikannya, dari segi bagian yang mereka terima, tidak ada petunjuknya secara

pasti dalam Al-Qur’an atau hadits Nabi. Dalam hal ini Allah SWT menyerahkan

penyelesaiannya kepada akal menusia.58 Maka dari itu penyelesaian ahli waris

peganti di serahkan kepada ijtihad manusia, dalam hal ini tentu saja diperuntukan

bagi para fuqaha atau ulama kontemporer.

2. Dasar Hukum Ahli Waris Pengganti.

Mengenai Ahli waris pengganti ini, Hazairin memberikan penafsiran

tentang adanya penggantian ahli waris dalam hukum Islam dengan mengambil

dalil dari Ayat 33 surat An-Nisaa’ berikut:

☺ ⌧

57 Ibid, h.80. 58 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta, Kencana, 2004) h.271.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

37

⌧ ⌧

Artinya: Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang

ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-

pewarisnya. dan (jika ada) orang-orang yang kamu Telah bersumpah setia

dengan mereka, Maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya

Allah menyaksikan segala sesuatu.

Secara bebas Hazairin menerangkan bahwa teks ayat 33 surat An-Nisaa’

ayat 33 mengandung makna bahwa Allah mengadakan mawalli untuk si fulan dari

harta peninggalan orang tua dan keluarga dekat (serta والذ ين عقدت ايمانكم) dan

bahwa untuk itu berikanlah kepada mawalli itu (hak yang menjadi) bagiannya.59

Fulan dianggap sebagai ahli waris, karena diiringkan dengan kata الوالدان

dan االقربون yang menjadi pewaris. Apabila yang menjadi ahli waris adalah

orang tua (ayah atau ibu), ahli waris adalah anak dan atau mawalli anak, demikian

menurut Hazairin.60

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa Hazairin telah melakukan

suatu pembaharuan terhadap hukum kewarisan Islam dengan memberikan

59 Ibid, h.272. 60 Ibid, h.272.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

38

penafsiran tentang adanya penggantian ahli waris seperti yang telah diuraikan

diatas, dan penafsiran ini agaknya telah menjadi suatu sumber Hukum Kewarisan

di Indonesia yang tertuang dalam pasal 185 Kompilasi Hukum Islam.

B. Mengenai Arti Mawalli Dalam Al-Qur’an.

Dalam hukum kewarisan Islam dalam Al-Qur’an ada ayat yang mengatur

mengenai istilah wallidan dan aqrabun juga istilah mawali, yaitu dalam QS. An-

Nissa ayat 33.

Mawali itu adalah ahli waris, sedangkan yang dimaksud si pewaris disini

ialah ayah atau ibu atau seseorang dari aqrabun. Jika ayah atau ibu yang mati

maka istilah-istilah itu mempunyai timbalan berupa anak, anak yang mati atau

pun anak yang menjadi ahli waris karena masih hidup. Jika tidak anak-anak, baik

anak-anak yang mati terlebih dahulu maupun anak-anak yang masih hidup pada

saat matinya si pewaris, maka si pewaris itu bukan ayah tetapi seorang daripada

aqrabun.61 Kepada anak-anak yang masih hidup telah mesti diberikan nasibnya

sebagai ahli waris, tetapi disamping nasib bagi anak-anak ini mesti pula diberikan

nasib kepada nawali yang diadakan Allah bagi si fulan, dengan kata lain mawali

si fulan ikut serta sebagai ahli waris bagi ayah dan bukan si fulan sendiri.62

61 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur’an Dan Hadits,(Jakarta: Tintamas, 1982), hal. 28.

62 Ibid, h.28.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

39

Fulan dianggap sebagai ahli waris, karena diiringi dengan kata walidan dan

aqrabun yang menjadi pewaris. Hanya fulan tersebut mempunyai mawali yang

juga berhak mewarisi. Dalam keadaan yang menjadi pewaris adalah orang tua

(ayah atau ibu) maka menurut Hazairin, ahli waris adalah anak dan atau mawali

anak. Jika anak-anak itu masih hidup, maka tentu merekalah yang secara serta

merta mengambil warisan berdasarkan surat An-Nissa ayat 11, sedangkan dalam

ayat 33 ini, ada pula mawali dari anak yang berhak menjadi ahli waris. Mawali

disini hanya mungkin dipikirkan sebagai keturunan dari anak yang telah

meninggal terlebih dahulu. Demikian dikatakan, karena dengan disebutnya nama

ayah atau ibu maka otomatis ahli warisnya adalah anak. Tidak ada kemungkinan

lain selain daripada mengartikan mawali dengan keturunan dari anak yang telah

meninggal dunia, karena hanya dalam keadaan inilah posisi ayah sebagai pewaris

tidak akan bertukar. Ini lebih dikuatkan lagi karena Allah dalam ayat ini

menggunakan kata ja’ala yang semakna dengan khalaqa untuk menetapkan

mawali, yaitu dengan menciptakan dari tidak ada menjadi ada.63 Dalam

kewarisan, penciptaan tersebut hanya bisa dibayangkan melalui kelahiran,

sehingga ada hubungan antara pihak yang diangkat menjadi mawali dengan ahli

waris tersebut.

63 Al Yasa Abubakar, Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian Perbandingan Terhadap Penalaran Hazairin Dan Penalaran Fikih Mazhab, (Jakarta: INIS, 1998), hal. 55-56.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

40

Keadaan ini beliau terapkan kepada ahli waris lainnya. Jika pewaris adalah

saudara (aqrabun), maka ahli warisnya adalah saudara dan mawali saudara, yaitu

saudara keturunan itu sendiri. Adapun ayah dan ibu, maka mawali-nya naik ke

atas, yaitu orang tua dari ayah dan orang tua dari ibu (leluhur derajat satu) serta

keturunan-keturunan mereka yang merupakan kerabat garis sisi kedua.64

Mahmud Yunus tidak sepakat dengan Hazairin dalam mengartikan mawalli

(Q.S. An-Nisa : 33) sebagai ahli waris pengganti. Sebab meskipun arti mawalli

(jama’ mawla) itu banyak, seperti: yang mempunyai, tuan, budak, yang

memerdekakan dan lain-lain, namun dalam ayat tersebut arti mawalli,

sebagaimana sudah disepakati para mufassir, ialah: anak, ahli waris, ashabah atau

yang mempunyai hak dalam peninggalan.65

Argumen pokok yang dipergunakan Hazairin dalam penafsiran terhadap

ayat mawalli dalam surat an-Nisa:33 adalah bahwa ilmu bahasa Arab baru

dimulai oleh ‘Ali Ibnu Abi Thalib dengan berpedoman pada bahasa Al-Qur’an

kitab dari Yang Maha Agung. Hazairin menolak arti mawalli yang mujmal yang

diartikan sebagai “tuan yang memerdekakan budak”, “budak yang dimerdekakan”

dan “ashabah” , sama halnya menolak artinya yang lain, yaitu “bekas anak

angkat” yang berlaku dalam adat Arab sebagaimana dimaksud dalam surat al-

Ahzab: 5

64 Ibid., hal. 56. 65 Mahmud al-Alusi, Ruhul Ma’aniy, (Beirut: Dar Ihya’it-Turats al-‘Arabiy, t.th), juz V, h.21.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

41

Artinya: “Dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka,

maka panggillah mereka sebagai saudara-saudara seagama dan maula-

maulamu” yang kemudian dicabut dengan surat al-Azhab:4 “Allah tidak

menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri)”.

Jelasnya lembaga pengangkatan anak yang berlaku dalam hukum adat Arab

yang berkaitan bahwa anak angkat yang selalu laki-laki itumenjadi ahli waris si

pengangkat, dihapus oleh Al-Qur’an. Alasan penolakan itu ialah:66

1. Lembaga perbudakan sudah dihapus oleh kesepakatan internasional semenjak

pertengahan abad XIX (1860) dan harus tidak selaras lagi dengan Al-Qur’an.

2. Lafadz ‘ashabah dalam hadits Abu Hurairah pengertiannya telah terhapus

dengan turunnya ayat-ayat waris dalam surat an-Nisa, sebab hadits tersebut

mengandung pengertian klan yang tidak selaras dengan reformasi hukum

dalam al-Qur’an.

Hazairin menyatakan bahwa fatwa Ahl al-Sunnah dalam masyarakat Arab

yang bersendikan sistem kekeluargaan patrineal, dalam suatu masa sejarah,

ketika ilmu pengetahuan tentang bentuk-bentuk kemasyarakatan belum

66 Al Yasa Abubakar, hal. 58.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

42

berkembang sehingga mujtahid-mujtahid (Ahl al-Sunnah) tersebut belum

mungkin memperoleh bahan perbandingan mengenai berbagai sistem kewarisan

yang dapat dijumpai dalam berbagai bentuk masyarakat, karena wajar kiranya

terjadi konflik antara sistem kewarisan yangdihasilkan Ahl al-Sunnah tersebut

dengan sistem kewarisan adat dalam berbagai lingkungan masyarakat di

Indonesia. Konflik-konflik tersebut sebetulnya bukanlah suatu yang disengaja

oleh al-Qur’an, tetapi timbul karena pemahaman manusia belaka.67

Untuk mengatasi keadaan itu, Hazairin berusaha mencari kebenaran hakiki

(yang sesuai dengan kemauan Allah), dari ayat-ayat kewarisan itu, berdasar

keyakinan bahwa kemauan Allah (yang juga bersifat Tauhid), tentunya

menginginkan satu macam kebenaran saja terhadap kemauan-Nya, suatu

kebenaran yang tidak akan diperselisihkan karena merupakan kebenaran final.68

Menurut Hazairin, kebenaran hakiki di bidang ini dapat didekati dengan

cara menghimpun semua ayat dan Hadits yang berhubungan dengan kewarisan,

lalu menafsirkannya sebagai satu kesatuan yang saling menerangkan. Dalam

kegiatan ini, hasil temuan ilmu Antropologi dimanfaatkan sebagai kerangka acu

(Frame of Reference) dapat membantu menjelaskan pengertian dan konsep-

konsepnya. Caranya, sistem kekeluargaan yang ada dalam masyarakat manusia

67 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur’an dan Hadits, (Jakarta: Tintamas, 1982), h.2.

68 Ibid, h.3.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

43

dikaji dan diperbandingkan satu sama lain, lalu dibawakan kepada Al-Qur’an

untuk menentukan bentuk mana yang kiranya bersesuaian dan dingini oleh

Qur’an. Secara lebih khusus, Hazairin memperhatikan sistem kemasyarakatan

yang ada di Indonesia, lalu diperbandingkan dengan sistem yang ada dalam

masyarakat Arab. Dalam rangkaian ini, beliau juga mengkaji penafsiran para

sahabat dan ulama mujtahid (madzhab) terhadap ayat-ayat kewarisan, lantas

berkesimpulan bahwa pemahaman tersebut dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan

masyarakat Arab. Bahkan sistem kewarisan Fiqh yang dikembangkan empat

madzhab, masih dalam kerangka masyarakat Arab, walaupun telah mengalami

beberapa perubahan penting.69

Hazairin menjelaskan bahwa di Indonesia dikenal 3 macam sistem

kewarisan, yaitu: Sistem kewarisan Individual, yang cirinya harta warisan dapat

dibagi-bagikan pemiliknya diantara ahli waris; Sistem kewarisan kolektif, yang

cirinya harta kewarisan itu diwarisi oleh sekumpulan ahli waris (secara bersama-

sama) yang merupakan semacam badan hukum, yang tidak boleh dibagi-bagikan

pemiliknya diantara ahli waris, dan hanya boleh dibagikan pemanfaatannya

kepada manusia: dan sistem kewarisan Mayorat, yang cirinya hanya anak tertua

saat meninggalnya pewaris yang berhak mewarisi harta warisan atau sejumlah

harta pokok dari satu keluarga.70

69 Ibid, h.3.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

44

Hazairin mengartikan mawalli (Qs. An-Nisa’: 33) denagn ahli waris

pengganti dari mendiang anak, mendiang saudara, mendiang datuk atau nenek

yang mayit lebih dahulu sebelum pewaris. Hal itu bertalian dengan cara

membaca, kata taraka ber fa’il al- walidani wal aqrabun, jadi pewaris itu ialah

orang tua dan karib-karib terdekat seperti cucu atau saudara. Tetapi dalam

pelbagai kitab tafsir mawalli diartikan semata-mata ahli waris langsung. Karena

mengartikan surat An-Nisa’ ayat 33 hanya “jika ada mayat maka ada ahli waris

langsungnya”. Tidak terpikir oleh para mufassir itu bahwa ada kalanya ahli waris

langsung itu sudah tidak ada. Akan tetapi Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 33

mengadakan ahli waris lain dalam ahli waris langsung sudah tidak ada, yaitu ahli

waris pengganti.71

Hazairin menunjuk penafsiran beberapa kitab tassir seperti Ruhul

Ma’ani, Al Kasysyaf dan Ibnu Katsir, bahwa pewarisnya dalam ketiga kitab

tafsir ini ialah ibu bapak dan karib-karib terdekat, mawalli nya adlah anak dan

karib-karib terdekat pula. Dalam kitab Fathul Qadir si pewaris adalah anak,

sedang Mawalli nya adalah ibu bapak dan karib-karib terdekat. Dan al-Manar

si pewaris adalah anak, dan mawalli nya ( ahli waris langsung ) adalah ibu

bapak, karib-karib terdekat dan suami atau isteri. Tafsir al-Manar inilah yang

diikuti Mahmud Yunus, kata Hazairin. Para mufassir lama itu menoleh

70 Ibid, h.15. 71 Majelis Ilmiah Islamiyah Jakarta, Perdebatan dalam seminar Hukum Nasional tentang

Faraid, (Jakarta. Tintamas, 1964), 93.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

45

penafsiran surat An-Nisa’: 33 secara bilateral, tetapi mereka mengikuti

tafsiran mereka yang steril itu dan menempuh jalan yang disediakan oleh Zaid

ibnu Thabit dan Abu bakar dan kawan-kawan RA. Karena ajaran mereka itu

berdasarkan hukum adat Arab yang patrilineal diskriminatif atau menambah

jumlah dzaul faraidh.72

C. Ahli Waris Pengganti dalam Fiqh

Dalam kitab-kitab fiqih klasik, cucu tidak mendapatkan bagian hak waris

apabila orang tuanya telah maninggal dunia lebih dahulu dari si pewaris (kakek

atau nenek).

Dari perincian ahli waris dan bagian masing-masing, baik menurut Ahlu

Sunnah atau golongan Syi’ah terlihat bahwa ada ahli waris tertentu dan bagian

yang sudah ditentukan dalam Al-Qur’an yaitu anak, ayah, ibu, saudara, suami

atau isteri. Kedudukan mereka sebagai ahli waris adalah murni karena

hubungannya dengan pewaris, bukan menempati kedudukan ahli waris yang lain.

Kelompok ahli waris dalam bentuk ini dapat disebut ahli waris langsung.73

Berikut merupakan taswir mengenai ahli waris pengganti di Indonesia

menurit Ulama Fikih, melalui ilustrasi sebagai berikut:

72 Ibid, h. 93-94.

73 Al Yasa Abu Bajar, Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian Perbandingan Terhadap

Penalaran Hazairin dan Penalaran Fikih Madzhab, (Jakarta: INIS,1998),h.55.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

46

A adalah mayyit (pewaris) meninggal pada tahun 2008, mempunyai 3

orang anak, dua orang anak laki-laki (B dan C) dan 1 perempuan (D). Besarnya

harta peninggalan sebesar Rp.24.000.000,- pada tahun 2006 anak laki-lakinya (B)

meninggal dunia meninggalkan 2 orang anak (Ba dan Bb) sedangkan C

mempunyai seorang anak (Ca) dan D mempunyai 2 orang anak (Da dan Db).

Berikut pembagiannya:

M

D

Db Da

Ca

C

B

Bb Ba

Keterangan: = Mayit (pewaris)

= laki-laki yang telah meninggal

= laki-laki yang masih hidup

= perempuan yang masih hidup

Yang menjadi ahli waris menurut Ulama Fiqh adalah hanya C dan D saja.

Maka pembagiannya adalah:

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

47

- C = 2/3 x Rp. 24.000.000 = Rp.16.000.000,-

- D = 1/3 x Rp 24.000.000 = Rp. 8.000.000,- +

Rp. 24.000.000,-

Ba dan Bb terhijab oleh C, oleh karena itu tidak menjadi ahli waris.

Sedangkan Ca, Da, dan Db tidak menjadi ahli waris karena masih ada ahli waris

lagnsung yaitu C dan D.74

D. Ahli Waris Pengganti Menurut Hazairin.

1. Riwayat Singkat Hazairin.

Hazairin dilahirkan di Kota Bukit Tinggi pada tanggal 22 Nopember 1906.

pada tahun itu, Indonesia masih dibawah kekuasaan penjajah kolonoal Belanda.

Dalam usahanya berjuang melawan penjajahan kolonial Belanda khususnya

dalam bidang hukum, beliau banyak menentang paham-paham hukum yang

dijadikan kolonial Belanda kepada masyarakat Indonesia. Dan beliaulah yang

secara tegas berani berkata “Teori Receptie” (Hukum Islam baru bisa dianggap

sebagai hukum dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat apabila tidak

bertentangan dengan hukum adat). Adalah “Teori Iblis” yang sungguh-sungguh

bertentangan dengan iman orang Islam. Betapa tidak! Bukankah mustahil dan

tidak masuk diakal, hukum ciptaan Tuhan itu diuji terlebih dahulu dengan hukum

74 Ibid, h.58.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

48

adat yang lahir dan diakui sebagai hukum hanya karena kesepakatan nilai

manusia.75

Dan beliau jugalah yang secara tegas menentang apa yang disebut “Islam

Abangan” dan “Islam Putihan”. Adanya dua golongan Islam ini seperti juga teori

receptie tidak terlepas dari politik pemerintahan Belanda yang disebut Devide et

Impera (Pecah belah dan kuasai). Karena itulah istilah penggolongan Islam

Abangan dan Islam Putihan ditentang secara keras dan tajam oleh beliau dalam

seminar hukum Nasional tahun 1965. berselang 12 tahun setelah Seminar

Nasional tersebut, tepatnya tanggal 12 Desember 1975 beliau menghembuskan

nafas yang terahir dalam usia 69 tahun.76

2. Konsep Pemikiran Hazairin Terhadap Ahli Waris Pengganti.

Beberapa hal baru yang ditafsirkan dari al-Qur’an yang berkaitan dengan

hukum waris yang disampaikan Hazairin yaitu: sistem kekeluargaan bilateral,

bilateral individual, kebersamaan anak-anak dan orang tua, kasus kalalah, dan

faraidh.77

75 Bismar Siregar, Bunga Rampai, Karangan Tersebar I , (Jakarta, Rajawali Press, 1989),

h.15.

76 Ibid. H. 58

77 Moh Dja’far, Polemik Nukum Waris, Perdebatan antara Prf.Dr. Hazairin dan Ahlus Sunnah

(Jakarta: Kencana Mas Publishing House, 2007), h.13.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

49

Studi yang dilakukan sekitar seperempat abad terhadap Hukum Adat,

Hazairin dengan komitmen keimanannya mendapatkan kesan secara ‘ainul yakin,

bahwa masyarakat adat dengan berbagai jenis sistem kekeluargaannya yang

dalam perkembangannya mengarah dari masyarakat yang bukan bilateral kepada

masyarakat yang bilateral merupakan faktor-faktor pembantu untuk mencapai

tujuan Al-Qur’an mewujudkan masyarakat yang bilateral kepada seluruh

ummat.78

Fiqh Ahlus Sunnah, terbentuk dalam masyarakat Arab yang bersendikan

sistem kekeluargaan yang patrilineal. Pada masa itu belum berkembang ilmu

tentang bentuk-bentuk masyarakat di dunia, sehingga para mujtahid Ahlus

Sunnah belum sempat memperoleh bahan-bahan perbandingan mengenai sistem

hukum waris yang dijumpai dalam pelbagai bentuk masyarakat disekitar

mereka.79

Dalam ajaran kewarisan bilateralnya, menurut Hazairin ahli waris yang

telah meninggal dunia lebih dahulu dari si pewaris dapat digantikan oleh anaknya.

Hal tersebut yang dikenal dengan ahli waris pengganti atau mewalli. Hazairin

memandang maksud dari kata mawalli dalam surat al- Nisaa ayat 33 adalah ahli

waris. Sehingga jika dibandingkan artinya adalah sebagai berikut:

78 Yang dimaksud dengan berbagai jenis sistem kekeluargaan ialah seperti patrilineal, matrilineal, bilateral dan lain-lain. Baca Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur’an dan Hadits, (Jakarta: Tintamas, 1982) cet. Ke-3, h.1.

79 Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur’an dan Hadits, h.2.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

50

☺ ⌧

⌧ ⌧

Artinya: ”Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu

bapak dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya. dan (jika ada) orang-

orang yang kamu Telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah kepada

mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.” (Qs. Al-

Nisaa’:33).

Sedangkan Hazairin menterjemahkannya dengan:

” Dan untuk setiap orang itu, Aku Allah telah mengadakan mawallinya

bagi harta peninggalan ayah dan ibu dan bagi harta peninggalan keluarga dekat,

demikian juga harta peninggalan bagi tolan seperjanjian, karena itu berikanlah

bagian-bagian kewarisannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala

sesuatu.”80

80 Al Yasa Abu Bakar, Ahli waris Sepeertalian Darah,:Kajian Perbandingan Terhadap Penalaran Hazairin dan Penalaran Fikih Madzhab, (Jakarta: INIS, 1998),h.54.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

51

Untuk sampai pada terjemahan diatas, Hazairin memberikan uraian sebagai

baerikut:

Nashibahum, saya terjemahkan sebagai bagian kewarisan . yaitu sesuatu

bagian dari harta peninggalan, bealaskan pemakaian kata nashib itu dalam ayat

kewarisan lainnya. Yaitu dalam Al-Qur’an IV: 7, selain hubungannya sendiri

dalam ayat 33 itu dengan mimma taraka dan sebagainya. Didalam ayat 33 itu,

jelas bahwa nashib itu disuruh diberikan kepada mawalli itu dan bukan kepada

orang yang tersimpul dalam likullin, sehingga mawalli itu adalah ahli waris.

Untuk menangkap maksud ayat 33 itu. Coba kita isi likullin itu dengan li fulanin,

dan ja’alna diganti dengan ja’alahu, sedangkan urusan perjanjian itu gampangnya

ditinggalkan saja. Maka bunyi ayat itu manjadi ”wa li fulanin ja’allahu mawaliya

mimma taraka ’l walidani wa ’l aqrabuuna fa’aatuuhum nashibahum.” 81

Berikut merupakan taswir mengenai ahli waris pengganti di Indonesia

menurut Hazairin, melalui ilustrasi sebagai berikut:

A adalah mayyit (pewaris) meninggal pada tahun 2008, mempunyai 3

orang anak, dua orang anak laki-laki (B dan C) dan 1 perempuan (D). Besarnya

harta peninggalan sebesar Rp.24.000.000,- pada tahun 2006 anak laki-lakinya (B)

meninggal dunia meninggalkan 2 orang anak (Ba dan Bb) sedangkan C

mempunyai seorang anak (Ca) dan D mempunyai 2 orang anak (Da dan Db).

Berikut pembagiannya:

81 Ibid, h.54.

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

52

M

D

Db Da

Ca

C

B

Bb Ba

Keterangan: = Mayit (pewaris)

= laki-laki yang telah meninggal

= laki-laki yang masih hidup

= perempuan yang masih hidup82

Yang menjadi ahli waris menurut Hazairin adalah C, D, Ba, Bb. Ba dan Bb

menggantikan B yang telah maninggal dunia lebih dahulu, berikut pembagiannya:

- C = 2/5 x Rp. 24.000.000,- = Rp. 9.600.000,-

- D = 1/5 x Rp. 24.000.000,- = Rp. 4.800.000,-

82 Pembagian ahli waris pengganti menurut ajaran bilateral Hazairin, baca Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur’an dan Hadits

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

53

- Ba dan Bb = 2/5 x Rp. 24.000.000,- = Rp. 9.600.000,-

Ba = ½ x Rp. 9.600.000,- = Rp. 4.800.000,-

Bb = ½ x Rp. 9.600.000,- = Rp. 4.800.000,- +

Rp. 9.600.000,-

+

Rp. 24.000.000,-

E. Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.

1. Sejarah Singkat Kompilasi Hukum Islam

Ide Kompilasi Hukum Islam timbul setelah beberapa tahun Mahkamah

Agung membina bidang teknis yustisial Peradilan Agama. Selama itu terasa

adanya beberapa kelemahan, antara lain soal hukum Islam yang diterapkan di

Lingkungan Peradilan Agama yang cenderung simpang siur disebabkan oleh

perbedaan pendapat ulama dalam hampir setiap persoalan. Untuk mengatasi

masalah ini diperlukan adanya suatu buku hukum yang menghimpun semua

hukum terapan yang berlaku bagi lingkungan Peradilan Agama yang dapat

dijadikan pedoman oleh para hakim dalam melaksanakan tugasnya, sehingga

terjamin adanya kesatuan dan kepastian hukum. 83

83 Departemen Agama, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, 2004, h.245-246.

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

54

Apa yang dilakukan oleh Departemen Agama pada tahun 1958 dengan

membatasi hanya 13 buah kitab kuning merupakan uapaya kearah kesatuan dan

kepastian hukum. Karena itulah kemudian timbul gagasan untuk membuat

Kompilasi Hukum Islam sebagai buku hukum bagi Pengadilan Agama.84

Proses pembentukan Kompilasi Hukum Islam dilaksanakan oleh sebuah

tim pelaksana proyek yang ditunjuk dengan SKB Ketua Mahkamah Agung RI

No. 07/KMA/1985 dan Menteri Agama No.25 Tahun 1985 pada tanggal 25 Maret

1985. Jangka waktu pelaksanaan proyek yang ditetapkan oleh SKB tersebut

adalah dua tahun, terhitung sejak saat ditetapkannya SKB. 85

Adapun tugas pokok proyek tersebut adalah untuk melaksanakan usaha

pembangunan hukum Islam melalui yurisprudensi dengan jalan Kompilasi

Hukum. Sasarannya mengkaji kitab-kitab yang dipergunakan sebagai landasan

putusan-putusan hakim agar sesuai dengan perkembangan masyarakat Indonesia

menuju hukum nasional.86

Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, maka proyek

Pembangunan Hukum Islam melalui yurisprudensi dilakukan dengan cara:

1. Pengumpulan Data.

84 Ibid, h.247.

85 Ibid, h.249.

86 Ibid, h.249.

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

55

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengadakan penelaahan/pengkajian

kitab-kitab dengan melibatkan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang ada

di Indonesia. Ada tujuh IAIN yang dilibatkan dalam penelaahan/pengkajian

kitab-kitab.87

2. Wawancara.

Wawancara dilakukan dengan para Ulama.

3. Lokakarya.

Hasil penelaahan dan pengkajian kitab-kitab serta wawancara perlu

diseminarkan lebih lanjut melalui lokakarya.

4. Studi Perbandingan.

Untuk memperoleh sistem/ kaidah-kaidah hukum / seminar-seminar satu sama

lain dengan jalan memperbandingkan dari negara-negara Islam lainnya.

Setelah melakukan pengolahan dari hasil-hasil penelitian melalui empat

cara kerja proyek tersebut, akhirnya dirumuskan naskah rancangan Kompilasi

Hukum Islam. Rancangan Kompilasi Hukum Islam ini selesai disusun dalam

kurun waktu 2 tahun 9 bulan yang telah siap dilokakaryakan. Pada tanggal 29

Desember 1987 secara resmi rancangan Kompilasi Hukum Islam tersebut oleh

Pimpinan Proyek Pembinaan Hukum Islam melalui Yurisprudensi diserahkan

kepada ketua Mahkamah Agung RI dan Menteri Agama.88

87 Ibid, h.267. 88 Ibid, h.260.

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

56

Proses selanjutnya setelah naskah akhir Kompilasi Hukum Islam

mengalami penghalusan redaksi yang intensif disampaikanlah kepada Presiden

oleh Mneteri Agama untuk memperoleh benruk yuridis penggunaan Kompilasi

Hukum Islam tersebut dalam praktek di lingkungan Peradilan Agama. Kemudian

lahirlah Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 sebagai pengesahan Kompilasi

Hukum Islam untuk dipergunakan sebagai pedoman bagi para hakim pada

lingkungan Peradilan Agama.89

2. Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam.

Ketentuan ahli waris pengganti kepada ahli waris yang orang tuanya telah

meninggal terlebih dahulu dari pewaris, pada hakekatnya, diatur dalam Kompilasi

Hukum Islam di Indonesia. Hal ini sebagaimana termaktub dalam pasal di bawah

ini :

Pasal 185:

1) Ahli Waris yang meninggal labih dahulu daripada si pewaris maka

kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang terebut

dalam pasal 173.

2) Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris

yang sederajat dengan yang diganti.

89 Ibid, h.264.

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

57

Namun demikian, pemberian wasiat wajibah kepada anak atau orang tua

angkat, justru lebih mendapat penekanan/perhatian. Hal ini sebagaimana tertuang

dalam pasal di bawah ini :

Pasal 209 :

1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal-pasal 176 sampai

dengan pasal 193 diatas, sedangakan terhadap orang tua angkat yang tidak

menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3

(sepertiga) dari harta warisan anak angkatnya.

2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasia diberi wasiat wajibah

sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertga) bagian dari harta warisan orang tua

angkatnya.

Pasal 185 diatas menunjukkan bahwa ahli waris yang orang tuanya telah

meninggal terlebih dahulu dari pewaris, ia menggantikan kedudukan orang tuanya

(penerima warisan, seandainya ia masih hidup) dalam menerima harta

peninggalan pewaris. Dalam keadaan demikian, kedudukannya menjadi ahli waris

pengganti. Sebagaimana dalam BW dikenal dengan istilah Plaatsvervulling.

Pemberian bagian kepada ahli waris pengganti (terutama bagi para cucu),

walaupun tidak seperti Plaatsvervulling dalam BW, hal ini sejalan dengan

doctrine mawalli Hazairin dan cara succesior pertrepsi dan prinsip representasi

yang dapat dipakai olaeh golongan Syi’ah. Namun demikian, dalam pasal 185

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

58

ayat (2) tersebut bagian ahli waris pengganti dibatasi, tidak boleh melebihi bagian

ahli waris yang sesderajat dengan ahli waris yang diganti.90

Prinsip pengganti tempat (ahli waris pengganti) tersebut tidak dikenal dan

tidak dipergunakan oleh Jumhur Ulama, termasuk Imam 4 madzhab. Namun

demikian, khusus terhadap nasib para cucu yang orang tuanya meninggal dunia

terlebih dahulu, oleh beberapa ulama tetap diperhatikan melalaui ketentuan wasiat

wajibah, sebagaimana telah dituangkan dalam Kitab Undang-Undang Wasiat

Mesir Nomor 71 Tahun 1946.

1. Mengenai Pengertian “Walad”

Dalam menafsirkan kata-kata walad pada ayat 176 surat al-Nisa’,

Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, mengambil pendapat Ibnu Abbas yang

berpendapat, pengertiannya mencakup baik anak laki-laki maupun anak

perempuan, maka hak waris dari orang-orang yang mempunyai hubungan

darah dengan pewaris, kecuali orang tua, suami atau isteri, menjadi terhijab.

Hal ini tersirat dari ketentuan pasal dibawah ini :

Pasal 182 :

Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan ayah dan anak, sedang

ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia

mendapat separuh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama

90 Ibid, h.200.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

59

dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih,

maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara

perempuan tersebit bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau

seayah, maka bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu dengan

saudara perempuan.91

Jadi, selama masih ada anak (walaupun perempuan) seluruh saudara

pewaris, baik sekandung maupun sebapak, laki-laki maupun perempuan, tidak

berhak mendapatkan warisan.

Dalam Kompilasi Hukum Islam, hukum kewarisan diatur dalam buku II

yaitu dari pasal 171 s/d pasal 214. Dalam buku II Kompilasi Hukum Islam yang

menjelaskan tentang Hukum Kewarisan dibagi menjadi enam bab, bab I

Ketentuan Umum,bab II ahli waris, bab II besarnya bahagian, bab IV aul dan

Rad, bab V wasiat, dan bab VI hibah. Mengenai ahli waris pengganti, hal tersebut

diatur dalam pasal 185 KHI yang berbunyi:92

1) Ahli waris yang meninggal lebih dahuludari pada si pewaris maka

kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang

tersebut dalam pasal 173.

91 Ibid, h.201.

92 Kompilasi Hukum Islam.

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

60

2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris

yang sederajat dengan yang diganti.

Dari pasal tersebut cucu dari anak yang telah meninggal dunia terlebih

dahulu dari si pewaris masih mempunyai hak untuk mendapatkan harta warisan

meskipun dibatasi dengan ayat (2).93

Berikut merupakan taswir mengenai ahli waris pengganti di Indonesia

menurut Kompilasi Hukum Islam, melalui ilustrasi sebagai berikut:

A adalah mayyit (pewaris) meninggal pada tahun 2008, mempunyai 3

orang anak, dua orang anak laki-laki (B dan C) dan 1 perempuan (D). Besarnya

harta peninggalan sebesar Rp.24.000.000,- pada tahun 2006 anak laki-lakinya (B)

meninggal dunia meninggalkan 2 orang anak (Ba dan Bb) sedangkan C

mempunyai seorang anak (Ca) dan D mempunyai 2 orang anak (Da dan Db).

Berikut pembagiannya:94

93 Suparman Usman, Yusuf Sowaminata, Fiqh mawarris Islam h.199.

94 Pembagian ahli waris pengganti menurut Kompilasi Hukum Islam, baca Hazairin, Hukum

Kewarisan Bilateral Menurut Qur’an dan Hadits.

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

61

M

D

Db Da

Ca

C

B

Bb Ba

Keterangan: = Mayit (pewaris)

= laki-laki yang telah meninggal

= laki-laki yang masih hidup

= perempuan yang masih hidup

Yang menjadi ahli waris menurut Kompilasi Hukum Islam adalah C, D,

Ba, Bb. Ba dan Bb menjadi ahli waris menggantikan posisi B yang telah

meninggal dunia lebih dulu dari pada pewaris. Jadi pembagiannya adalah:

- Ba dan Bb = ¼ x Rp. 24.000.000,- = Rp. 6.000.000,-

Ba = ½ x Rp. 6.000.000,- = Rp. 3.000.000,-

Bb = ½ x Rp. 6.000.000,- = Rp. 3.000.000,-

- C = 2/4 x Rp. 24.000.000,- = Rp. 12.000.000,-

- D = ¼ x Rp. 24.000.000,- = Rp. 6.000.000,- +

Rp. 24.000.000,-

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

62

Berbeda dengan yang diterapkan oleh Hazairin, kompilasi pada pasal 185

(2) menerapkan bahwa besarnya harta warisan ahli wais pengganti tidak boleh

lebih besar bagiannya daripada ahli waris sederajat dengan yang digantikannya.

Oleh karena itu bagian dari Ba dan Bb sama seperti D. Disinilah perbedaan antara

Hazairin dengan KHI.95

95 Ibid, h.54.

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

63

BAB IV

ANALISA TERHADAP PUTUSAN AHLI WARIS PENGGANTI DI

PENGADILAN AGAMA SUMBER

A. Profil Pengadilan Agama Sumber

1. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Sumber96

Pengadilan Agama Sumber dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri

Agama No. 207 tahun 1986, tanggal 22 Juli 1986 dengan nama Pengadilan

Agama.

2. Sejarah Singkat Pembentukan Pengadilan Agama Sumber97

Sejak tahun 1882 berdasarkan ketetapan raja nomor 24 nomor 1882 (Stbl.

152 tahun 1882, yang diubah dan disempurnakan dengan Stbl. No. 116 dan 610

tahun 1937 ditetapkan bahwa Kota Cirebon dibagi menjadi dua wilayah yaitu

Kabupaten Cirebon dan Kodya Cirebon. Sejak tanggal 22 Juli 1986 berdasarkan

Keputusan Menteri Agama RI Nomor 207 tahun 1986, pembentukan Pengadilan

Agama Sumber yang wilayah hukumnya Kabupaten Cirebon dan mulai

kegiatannya sejak tanggal 28 Februari 1987. Kabupaten Cirebon luas wilayah ±

990,36 KM2, serta delapan wilayah pembantu Bupati (Karesidenan) 23 wilayah

kecamatan, 6 wilayah kecamatan perwakilan serta 412 desa 11 kelurahan.

96 Diambil dari Penyusunan data Yuridiksi pengadilan Agama Sumber pada tanggal 9

September 2009, h.1.

97 Ibid, h.1.

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

64

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 2000

tentang pedoman pembentukan kecamatan dan Perda Nomor 26 tahun 2000,

tentang pembentukan 6 Kecamatan yang dulunya perwakilan Kecamatan

ditindak lanjuti dengan perda nomor 45 tahun 2001, menjadi 29 wilayah

Kecamatan terdiri dari 400 Desa dan 12 Kelurahan. Dengan keluarnya Perda

nomor 35 tentang Pembentukan dan Penataan kecamatan, lembaran daerah

Nomor 59 tahun 2002 seri E.13 maka Kabupaten Cirebon terdiri dari 31

Kecamatan 401 Desa dan 12, lembaran daerah nomor 17 tahun 2006, seri d.10,

maka Kabupaten Cirebon terdiri dari 40 Kecamatan 408 Desa dan 12 Kelurahan

Kelurahan jumlah penduduk yang hampir 99% beragama Islam.

3. Sejarah Singkat Pembentukan Daerah Tk. II.98

Sebelum agama Islam masuk ke wilayah Kabupaten Cirebon, pada abad

XI terdapat 5 kerajaan dengan pola dan lingkup pmerintahannya yang masih

sederhana, kerajaan-kerajaan tersebut adalah Kerajaan indraprahasta yang

berlokasi di Desa Sarwodadi Kecamatan Sumber, keraton Cirebon Girang yang

berlokasi di Kecamatan Cirebon Selatan, Keraton Singapura yang berlokasi di

Wilayah Kecamatan Cirebon Selatan, Keraton Japura yang berlokasi di

Kecamatan Astanajapura, dan Kadipaten, Palimanan yang berlokasi di Wilayah

Kecamatan Palimanan kerajaan-kerajaan tersebut diatas berada dibawah

kekuasaan kerajaan Galuh.

98 Diambil dari Penyusunan data Yuridiksi pengadilan Agama Sumber pada tanggal 9

September 2009,h.2.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

65

Setelah Islam masuk dan dengan pernyataan Keraton Cirebon dari

kungkungan Pakuan Pajajaran (Hindu) menandai munculnya masa Islam dan

selanjutnya ditetapkan hari jadi Kabupaten Daerah Tingkat II Cirebon tepatnya

pada tanggal Dwi Dasi Sukia Paksa masa Sahastra Patang Atus Papat Ikang

sakakala yang berarti tanggal 12 Syafar 887 H. atau 02 April 1402 M. pada

tahun 1979 wilayah daerah Cirebon menjadi 2 wilayah hukum yaitu Kotamadya

Daerah Tingkat II Cirebon dan Kabupaten Cirebon dengan ibu kota

Kabupatennya Sumber Kecamatan Sumber berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 33 tahun 1979.

4. Data dan Keterangan Wilayah Hukum Pengadilan Agama Sumber.99

Kabupaten Cirebon secara astronomi terletak antara :

108° 40’ -108° 48’ Bujur Timur.

6° 30’ - 7° 00’ Lintang Selatan.

Sedangkan secara geografis administratif Kabupaten Cirebon berbatasan :

- Sebelah barat dengan wilayah Kabupaten Majalengka ;

- Sebelah utara dengan wilayah Kabupaten Indramayu ;

- Sebelah timur dengan wilayah Kabupaten Kuningan ;

- Sebelah selatan dengan wilayah Kota Cirebon dan Kabupaten Brebes.

Luas Kabupaten Cirebon lebih kurang 998,36 KM2 dahulu meliputi

delapan wilayah pembantu Bupati (Karesidenan) 23 wilayah Kecamatan, 6

99 Diambil dari Penyusunan data Yuridiksi pengadilan Agama Sumber pada tanggal 9 September 2009, h.6.

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

66

wilayah kecamatan perwakilan serta 412 desa 12 kelurahan. Berdasarkan

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 2000 tentang pedoman

pembentukan kecamatan dan perda nomor 26 tahun 2000, tentang pembentukan

6 kecamatan yang dulunya perwakilan kecamatan ditindak lanjuti dengan perda

nomor 45 tahun 2001, menjadi 29 wilayah kecamatan terdiri dari 400 Desa dan

12 kelurahan. Dengan keluarga Perda nomor : 35 tentang pembentukan dan

penataan kecamatan, lembaran daerah nomor 17 tahun 2006, seri d.10, maka

Kabupaten Cirebon terdiri dari 40 Kecamatan 408 Desa dan 12 Kelurahan.

B. Kronologis Perkara

Kronologis perkara ini sesuai yang didaftarkan pada kepaniteraan

Pengadilan Agama Sumber pada tanggal 21 Nopember 2008 dengan Nomor

registrasi: 0028/Pdt.P/2008/PA.Sbr. adalah pada saat beberapa pemohon

(Kumulasi Permohonan), diantaranya adalah :

1) Hj. Rr. Rodiyah binti R.H. Pratamu Anwar, (76 Th), agama Islam,

sebagai Pemohon I;

2) Hj. Rr. Ichwanah binti R.H. Pratamu Anwar, (69 Th), agama Islam,

sebagai Pemohon II;

3) Hj. Rr. Fatchijah binti R.H. Pratamu Anwar, (62 Th), agama Islam,

sebagai Pemohon III;

4) Fathul Hadi bin Samsuri, (57 Th), agama Islam, sebagai Pemohon IV;

5) Ika Yuliani bin Samsuri, agama Islam, sebagai Pemohon V;

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

67

6) Fathul Helmi bin Samsuri, (48 Th), agama Islam, sebagai pemohon VI;

7) Subur Budiyanto, (46 Th), agama Islam, sebagai Pemohon VII;

8) Ade satori bin Samsuri, 9$2 Th), agama Islam, sebagai Pemohon VII;

9) Lisa Ratriana binti R. Chairul Hadimidjojo, (42 Th), agama Islam,

sebagai Pemohon IX;

10) Patria Nurul Hadimidjojo bin R. Chairul Hadimidjojo, (42 Th). agama

Islam, sebagai Pemohon X;

11) Rina Patriana Chairiyani binti R. Chairul Hadimidjojo, agama Islam,

sebagai Pemohon XI.

Mengajukan Permohonan kepada Pengadilan Agama Sumber guna

mendapatkan penetapan ahli waris dan bagiannya terhadap harta warisan yang

ditinggalkan oleh Hj. Rr. Latifah binti R.H. Pratamu Anwar, yang telah

meninggal dunia pada tanggal 28 Juni 2006 berupa :

a. Sebuah rumah bata di atas tanah seluas 203 m2 dengan sertifikat hak

milik No: 96 An. Ny. Rr. Latifah yang terletak di desa Weru Kidul

Blok Karang Paris, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon.

b. Sebidang tanah seluas 105 m2 milik Hj. Rr. Latifah dengan Akte Jual

Beli No: 542/2000 yang terletak di desa Weru Kidul Blok Karang

Paris, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon.

Permohonan tersebut diajukan mengingat bahwa Hj. Rr. Latifah binti R.H.

Pratamu Anwar yang telah meninggal dunia pada tanggal 28 Juni 2008 sebagai

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

68

Pewaris yang semasa hidupnya telah menikah dengan seorang laki-laki bernama

Wadiman yang telah meninggal dunia pada tanggal 11 Maret 1988, dan selama

perkawinannya dengan Wadiman tidak dikaruniai keturunan/anak.

Maka dari itu beberapa Pemohon seperti yang nama-namanya telah

disebutkan di atas sepakat untuk mengajukan permohonan kepada Pengadilan

Agama Sumber dengan Nomor Perkara : 0028/Pdt.P/2008/PA.Sbr. guna

mendapatkan hak waris atas Hj. Rr. Latifah dan bagian-bagiannya.

Dalam perkara yang diajukan oleh : Hj. Rr. Rodiyah binti R.H. Pratamu

Anwar (Pemohon I); Hj. Rr. Ichwanah binti R.H. Pratamu Anwar (Pemohon II);

Hj.Rr. Fatchijah binti R.H. Pratamu Anwar (Pemohon III); Fathul Hadi bin

Samsuri (Pemohon IV); Ika Yuliani Binti Samsuri (Pemohon V); Fathul Helmi

bin Samsuri (Pemohon VI); Subur Budiyanto bin Samsuri (Pemohon VII); Ade

Satori bin Samsuru (Pemohon VIII); Lisa Ratriana binti R. Chairul Hadimidjojo

(Pemohon IX); Patria Nurul Hadimidjojo bin R. Chairul Hadimidjojo (Pemohon

X); Rina Patriana Chaeriyani binti R. Chierul Hadimidjojo (Pemohon XI),

mengajukan Permohonan kepada Pengadilan Agama Sumber dengan Pokok

Perkara yaitu Permohonan hak waris dan bagiannya terhadap Hj. Rr. Ltifah binti

binti R.H. Pratamu Anwar sebagai Pewaris.

Bahwa pada hari persidangan yang telah ditetapkan, Pemohon I telah

datang menghadap sendiri ke persidangan, Pemohon II telah datang menghadap

yang diwakili oleh kuasanya bernama Indin Dhariyatun Titi Astuti, Spd.

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

69

Berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 30 Nopember 2008, Pemohon III

telah menghadap sendiri ke persidangan, Pemohon IV yang datang menghadap

ke persidangan selain bertindak untuk diri sendiri juga bertindak untuk dan atas

nama Pemohon V, Pemohon VI, Pemohon VII, dan Pemohon VIII.

Berdasarkan Surat Kuasa khusus tertanggal 27 Nopember 2008,

selanjutnya pemeriksaan Perkara dimulai dengan membicarakan Surat

Permohonan para Pemohon, dimana atas pertanyaan Majelis Hakim, para

Pemohon menyatakan tetap pada Permohonannya dengan penjelasan

sebagaimana termuat dalam berita acara sidang, guna memperkuat dalil

permohonannya para pemohon mengajukan bukti-bukti dan saksi-saksi seperti

yang tertera dalam lembar penetapan No: 0028/Pdt.P/2008/PA.Sbr.

C. Pertimbangan Hukum dan Putusan Hakim

Dalam memeriksa kasus ini, para hakim yang memeriksa kasus ini

mempunyai pandangan yang sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 182

yang berbunyi, bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan ayah dan anak,

sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia

mendapat separoh bagian. Bila saudara perempuan terebut bersama-sama dengan

saudara perempuan sekandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka

bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut

bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian

saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan.

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

70

Dan dasar hukum lain yang digunakan hakim adalah pasal 185 Kompilasi

Hukum Islam ayat 1 yaitu yang berbunyi : ”Ahli waris yang meninggal lebih

dahulu daripada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya,

kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173”. Pasal ini ditujukan untuk:

Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V.

Adapun dasar hukum lain yang digunakan hakim adalah pasal 176:

”Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila

dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapzt dua pertiga bagian, dan

apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak

laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.”

Sedangkan rincian pembagian yang dilakukan para hakim untuk para

pihak adalah sebagai berikut :

1) Hj . Rr. Rodiyah binti R.H. Pratamu Anwar memperoleh 1/6 bagian

2) Rr. Mardiyah binti R.H. Pratamu Anwar memperoleh 1/6 bagian ;

yang diberikan kepada :

a. Fathul Hadi bin Samsuri mendapat 2/9 X 1/6 bagian ;

b. Ika Yuliyani binti Samsuri mendapat 1/9 X 1/6 bagian ;

c. Fathul Helmi bin Samsuri mendapat 2/9 X 1/6 bagian ;

d. Subur Budiyanto bin Samsuri mendapat 2/9 x 1/6 bagian ;

e. Ade Satori bin Samsuri mendapat 2/9 X 1/6 bagian ;

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

71

3) R.Chairul Hadimidjojo bin R.H. Pratamu Anwar memperoleh 2/6

bagian ;

a. Lisa Ratriana Chairiyati binti R. Chairul Hadimidjojo mendapat ¼

X 2/6 bagian ;

b. Patria Nurul Hadimidjojo bin R. Chairul Hadimidjojo mendapat 2/4

X 2/6 bagian ;

c. Rina Patriana Chairiyani binti R. Chairul Hadimidjojo mendapat ¼

X 2/6 bagian ;

4) Hj. Rr. Ichwanah binti R. H. Pratamu Anwar mendapat 1/6 bagian.

5) Hj. Rr. Fatchijah binti R. H. Pratamu Anwar mendapat1/6 bagian.

D. Analisis Penulis

Dalam sub bab ini, penulis akan mecoba untuk menganalisa mengenai

Penetapan Ahli Waris yang di dalamnya mencakup tentang adanya pembagian

Ahli Waris Pengganti yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama Sumber dengan

No: 0028/Pdt.P/2008/PA.Sbr. yang dijukan oleh beberapa pemohon yang nama-

namanya seperti yang telah disebutkan diatas.

Penulis menemukan beberapa kejanggalan yang menurut penulis tidak

sesuai dengan teori, diantaranya adalah:

Dalam pertimbangannya, hakim tidak mengikutsertakan pasal 185 (2),

dengan hanya menyertakan pasal 185 ayat (1).

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

72

Dalam menetapkan bagian waris kepada ahli waris alm.R. Chairul

Hadimidjojo bin R.H. Pratamu Anwar, Hakim Menetapkan bahwa bagian dari

ahli waris tersebut adalah 2/6 bagian dari harta warisan yang ditinggalkan oleh

pewaris, yang kemudian hak waris tersebut digantikan oleh anak-anaknya,

diantaranya adalah: Lisa Ratriana Chairiyanti binti R. Chairul Hadimidjojo

(Pemohon IX) mendapatkan ¼ x 2/6 bagian, Patria Nurul Hadimidjojo bin R.

Chairul Hadimidjojo (Pemohon X) mendapatkan ½ x 2/6 bagian, dan Rina

Patriana Nurul Hadimidjojo binti R. Chairul Hadimidjojo (Pemohon XI)

mendapatkan ¼ x 2/6 bagian.

Hal inilah yang penulis rasakan adanya ketidaksesuaian antara

pertimbangan hakim yang menetapkan penetapan tersebut, dengan ketentuan

dari pasal 185 Kompilasi Hukum Islam, Tentang Ahli Waris Pengganti.dan hal

ini pula yang mendorong penulis agar mengetahui lebih jauh mengapa Hakim

menetapkan bagian-bagian tersebut diatas.

Untuk itu penulis mengumpulkan informasi berupa wawancara dengan

Hakim yang menetapkan perkara tersebut. Penulis mengajukan beberapa

pertanyaan, yang diantaranya adalah:

1. Apakah yang menjadi Landasan Hukum bagi bapak Hakim dalam

memeutuskan perkara waris pengganti tersebut?

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

73

”...’Kan sudah ada dalam Penetapan yang saudara pegang,, yang

menjadi pertimbangan hakim adalah: pasal 185 KHI, pasal 182

KHI,dan juga ketentuan dari pasal 176 KHI.100

2. Mengapa dalam pertimbangan Bapak Hakim, Bapak tidak

mengikutsertakan pasal 185 (2) dalm menetapkan Penetapan tersebut?

Karena, yang saya baca dalam Penetapan tersebut ada bagian ahli

waris yang menggantikan ahli waris yang sebenarnya, melebihi dari

bagian ahli waris yang sederajat dengan yang digantikannya?

” Jadi begini..... yang saudara tanyakan ke saya itu, bukan

melebihi.... karena jika saudara perhatikan Penetapan tadi,, bahwa

bagian dari ahli waris tersebut adalah ¼ dari 2/6 bagian, 2/4 dari

2/6 bagian, dan ¼ dari 2/6 bagian,,, jadi apakah pembagian tersebut

melebihi dari bagian yang sederajat dengan yang digantikannya?

Karena bagian yang sederajat itu kan 1/6 bagian...”101

3. Jadi, menurut Bapak Hakim, bagaimanakah seharusnya dalam

memutuskan perkara ahli waris pengganti tersebut?

100 Wawancara khusus dengan Hakim Drs. H. Oon Syahroni, SH. Pada tanggal 09-09-09,

Hakim Pengadilan Agama Sunber . 101 Wawancara khusus dengan Hakim Drs. H. Oon Syahroni, SH. Pada tanggal 09-09-09,

Hakim Pengadilan Agama Sunber.

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

74

”begini....bagian ahli waris pengganti dapat dikatakan melebihi,

apabila ahli waris pengganti tersebut memperoleh bagian yang

melebihi bagian dengan yang sederajat dengan yang digantikannya,,,

contohnya: jika dalam Penetapan yang saudara pegang, ahli waris

penggantinya hanya ada satu orang anak laki-laki, sehingga

bagiannya adalah 2/6 dari harta warisan dan bagian itu melebihi

bagian dengan yang sedrejat dengan yang digantikannya... dapat

dikatakan melebihi jika bagian dari ahli waris pengganti tersebut

melebihi bagian yang sedrajat, setelah hak waris tersebut telah

dibagi dengan ahli waris pengganti, bukan sebelum dibagi dengan

ahli waris pengganti.102

Dalam hal ini, sejauh yang penulis pahami tentang konsep ahli waris

pengganti, dan dengan tanpa mengurangi rasa hormat kepada Bapak Hakim yang

mengangani perkara tersebut, penulis agaknya kurang sependapat dengan

jawaban yang dikemukakan oleh Hakim.

Menurut penulis, dalam Penetapan ahli waris pengganti tersebut, terdapat

adanya melebihi bagian yang seharusnya didapat oleh ahli waris pengganti,

seperti yang diperoleh pada Pemohon IX, Pemohon X, dan Pemohon XI.

102 Wawancara khusus dengan Hakim Drs. H. Oon Syahroni, SH. Pada tanggal 09-09-09,

Hakim Pengadilan Agama Sunber.

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

75

Dalam penetapannya, Pengadilan Agama Cirebon menetapkan bahwa

bagian ahli waris bagi pemohon IX, X, XI yang menggantikan posisi ayahnya

yang telah meninggal dunia terlebih dahulu, hal ini sesuai dengan ketentuan

pasal 185 (1) KHI : ”Bahwa ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada

pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya.”

Kemudian memberikan 2/6 bagian bagi ahli waris yang telah meninggal

dunia yang akan dibagi kepada 3 pemohon di atas, dengan menggunakan

pertimbangan hukum sesuai dengan pasal 182 KHI yang berbunyi ” Bila saudara

perempuan tersebut bersama-sama saudara laki-laki sekandung atau seayah,

maka bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu dengan saudara

perempuan.”

Penetapan Hakim di atas berlainan dengan yang penulis pahami tentang

konsep ahli waris pengganti, seperti yang tertuang dalam pasal 185 (2)

Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi: ” Bagian ahli waris pengganti tidak

boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang

digantikannya”,

Yang penulis pahami adalah ketentuan melebihi yaitu pembagian waris

kepada ahli waris yang akan digantikan oleh ahli waris pengganti, bukan bagian

yang diperoleh dari masing-masing ahli waris tersebut, melainkan bagian dari

ahli waris yang digantikannya.

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

76

Menurut pemahaman penulis mengenai konsep Ahli Waris Pengganti

yang kaitannya dengan kasus tersebut diatas adalah: bagian kepada ahli waris

yang digantikan oleh anaknya adalah 1/5 bagian, dan bukan 2/6 bagian seperti

Penetapan Hakim karena mengacu kepada Pasal 185 (2) KHI, yang berbunyi:

”Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang

sederajat dengan yang digantikannya.”

Oleh karena itu karena berubahnya bagian ahli waris yang akan

digantikan, maka berubah pula bagian yang diperoleh bagi ahli waris yang

menggantikan kedudukan ahli waris tersebut, pembagiannya adalah: bagi

Pemohon IX mendapatakan ¼ x 1/5 bagian; Pemohon X mendapatkan 2/4 x 1/5

bagian; dan Pemohon XI mendapatkan ¼ x 1/5 bagian.

Akan tetapi walau bagaimanapun, penulis hanya ingin memberikan

pandangan kepada para pembaca mengenai konsep ahli waris pengganti, dan

penulis kembalikan sepenuhnya kepada para pembaca dalam memberikan

penilian terhadap pandangan penulis. Maka dari itu, penulis dengan segala

kerendahan hati sangat mengharapkan kritik dan saran dari para akademisi dan

juga dari para pembaca.

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa uraian diatas, dapat penulis simpulkan dalam bentuk poin-

poin yang diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Hukum Kewarisan sebagaimana yang diatur oleh Kompilasi Hukum Islam di

Indonesia, pada dasarnya Merupakan hukum Kewarisan yang diangkat dari

pendapat Jumhur Fuqaha (termasuk Syafi’iyah didalamnya), akan tetapi

dalam beberapa hal terdapat pengecualian, yang termasuk didalamnya adalah

mengenai wasiat wajibah dan ahli waris pengganti.

2. Ketentuan ahli waris pengganti, pada hakekatnya diatur dalam Kompilasi

Hukum Islam di Indonesia. Hal ini sebagaimana tertuang dalam pasal 185.

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

78

Pada pasal 185 diatas menunjukkan bahwa ahli waris yang orang tuanya telah

meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris, ia menggantikan kedudukan

orang tuanya (penerima warisan) dalam menerima harta peninggalan pewaris.

Dalam keadaan demikian, kedudukannya menjadi ahli waris pengganti.

Sebagaimana dalam BW dikenal dengan istilah Plaatsvervulling. Pemberian

bagian kepada ahli waris pengganti (terutama bagi para cucu), walaupun tidak

seperti Plaatsvervulling dalam BW, hal inisejalan dengan doctrine mawalli

Hazairin dan cara succesior perceptie dan prinsip representasi yang dapat

dipakai oleh golongan Syi’ah. Namun demikian, dalam pasal 185 (2) tersebut,

bagian ahli waris pengganti di batasi, yakni tidak boleh melebihi bagian ahli

waris yang sederajat dengan ahli waris yang diganti. Prinsip pengganti tempat

(ahli waris pengganti) tersebut tidak dikenal dan tidak dipergunakan oleh

Jumhur Ulama, termasuk Imam 4 madzhab. Namun demikian, khusus

terhadap nasib para cucu yang orang tuanya meninggal dunia terlebih dahulu,

oleh beberapa ulama tetap diperhatikan melalui ketentuan wasiat wajibah.

3. Dalam pertimbangan Hakim, terkait dengan penetapan tersebut. Hakim tidak

menyertai ketentuan pasal 185 (2) KHI, dan dengan hanya menyertakan

ketentuan pasal 185(1). Yang menjadi alasan Hakim adalah, ketentuan

tersebut tidak melebihi seperti yang disebutkan dalam pasal 185(2) KHI,

karena dalam pembagian waris terhadap ahli waris pengganti yang orang

tuanya telah meninggal dunia terlebih dahulu, dapat dikatakan melebihi

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

79

apabila bagian masing-masing ahli waris pengganti melebihi dengan ahli

waris yang sederajat dengan yang diganti. Bukan merupakan jumlah

keseluruhan dari bagian ahli waris yang digantikannya.

B. Saran-saran

Setelah penulis memaparkan beberapa hal yang berkaitan Ahli Waris

Pengganti, selanjutnya penulis akan memberikan saran-saran sebagaimana berikut:

1. Begitu pentingnya permasalahan Ahli Waris Pengganti ini untuk diketahui

sehingga perlu adanya kitab-kitab dan buku-buku lainnya, khususnya bagi

pemerhati studi hukum. Akan tetapi langkanya literatur yang tersedia, maka

sebaiknya kepada para pihak yang berwenang diharapkan melakukan

pengadaan kitab-kitab dan buku-buku lainnya untuk mempermudah proses

pemahaman bagi para mahasiswa dan masyarakat luas terhadap kitab-kitab

fiqh dan ilmu lainnya.

2. Tentang ahli waris pengganti ini hendaknya disosialisasikan melalui

pengajian-pengajian sera melalui khutbah-khutbah jum’at dan lain

sebagainya. Supaya masyarakat tidak merasa bahwa Fiqh dilangkahi.

3. Materi ahli waris pwngganti ini hendaknya dapat dimasukkan kedalam

kurikulum fiqh Madrasah Tsanawiyah ataupun Madrasah Aliyah, ataupun

melalui mata pelajaran Agama Islam pada kejuruan masing-masing..

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Membahas tentang Latar belakang masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah Tujuan

80