Transcript
  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-1

    4.1 Kondisi Geografis Kabupaten Sidoarjo

    Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sidoarjo

    tahun 2006-2025, pada bab I menyebutkan bahwa Visi Kabupaten Sidoarjo adalah

    Mewujudkan Masyarakat Yang Mandiri, Sejahtera Dan Madani. Mandiri mempunyai

    dua target yang berbeda, antara terhadap masyarakat (society) dan tata pelaksana

    pemerintahan. Pertama, masyarakat yang mampu mengembangkan potensi diri dan

    sumberdaya yang ada serta mampu menyediakan yang belum ada untuk dirinya dan

    daerahnya, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya tanpa harus

    tergantung pada pihak luar. Kedua, pada konteks pemerintahan, mandiri yakni mampu

    membiayai pembangunannya dengan mengandalkan kekuatan dan kemampuan

    daerahnya tanpa harus tergantung dengan luar.

    4.1.1 Sektor Pertanian

    Komoditi yang dicakup meliputi tanaman padi, jagung, ketela pohon, ketela

    rambat, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, sayur-sayuran, buah-buahan dan

    tanaman pangan lainnya, termasuk produk ikutan dan hasil pengolahan sederhana

    seperti beras tumbuk, gaplek, sagu dan sebagainya.

    Data produksi diperoleh dari Badan Pusat Statsitik (BPS), Kantor BPS Kabupaten

    Sidoarjo dan Dinas Pertanian, Pekebunan dan Peternakan Sidoarjo. Sedangkan data

    harga bersumber pada data harga yang dikumpulkan BPS Kabupaten Sidoarjo.

    Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara pendekatan

    produksi yaitu dengan mengalikan kuantum setiap jenis produksi dengan masing-

    masing harganya, kemudian hasilnya dikurangi dengan biaya antara atas dasar harga

    yang berlaku pada setiap tahunnya. Biaya antara tersebut diperoleh dengan

    menggunakan rasio biaya antara terhadap output dari hasil survei khusus.

    Nilai tambah atas dasar konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi, yaitu

    mengalikan kuantum produksi pada masing-masing tahun dengan harga pada tahun

    2000, kemudian dikurangi dengan biaya antara atas dasar harga konstan 2000.

    a. Tanaman Perkebunan

    Tanaman Perkebunan Rakyat.

    BAB IV GAMBARAN UMUM MINAPOLITAN SIDOARJO

  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-2

    Komoditi yang dicakup meliputi tanaman perkebunan yang diusahakan rakyat seperti

    tebu, kelapa, jambu mete dan sebagainya termasuk produk ikutannya dan hasil

    pengolahan sederhana seperti gula merah, minyak kelapa dan sebagainya.

    Data produksi diperoleh dari Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan Kabupaten

    Sidoarjo dan begitu juga data harga. Cara penghitungan nilai tambah bruto atas dasar

    harga berlaku maupun atas dasar harga konstan 2000 dilakukan sama seperti pada

    tanaman bahan makanan.

    b. Tanaman Perkebunan Besar.

    Perlakuannya sama seperti pada tanaman perkebunan rakyat, bedanya hanya pada

    pengusahaan tanamannya. Pada sub sektor ini tanaman diusahakan oleh perusahaan

    perkebunan.

    b. Peternakan dan Hasil-hasilnya.

    Cakupan sub sektor ini meliputi produksi ternak besar, ternak kecil dan unggas, seperti

    sapi, kerbau, babi, kambing, domba, ayam itik, bebek dan sebagainya termasuk hasil-

    hasil ternak seperti susu, telor, kulit dan hasil dari pemotongan ternak.

    Data produksi diperkirakan dari selisih populasi ternak, ditambah dengan ekspor ternak

    netto dan ternak yang dipotong. Sedangkan data harga diperoleh dari laporan harga

    produsen yang dikumpulkan oleh BPS Kabupaten Sidoarjo. Nilai tambah bruto atas

    dasar harga berlaku dihitung dengan cara pendekatan produksi, nilai tambah bruto

    atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi, sedangkan biaya

    diperoleh dari survei khusus.

    Kehutanan.

    Sub sektor ini mencakup penebangan kayu, pengambilan hasil hutan dan perburuan.

    Kegiatan penebangan kayu menghasilkan kayu gelondongan, kayu bakar, arang dan

    bambu, sedangkan pengambilan hasil hutan lainnya berupa rotan, damar, kulit kayu,

    nipah, akar-akaran dan sebagainya. Hasil perburuan binatang liar seperti babi hutan,

    rusa, penyu, buaya, ular, madu dan sebagainya.

    Semua kegiatan sub sektor ini tidak ada di wilayah Kabupaten Sidoarjo, sehingga

    tidak menghasilkan nilai tambah sama sekali.

    c. Perikanan

    Komoditi yang mencakup meliputi semua hasil dari kegiatan perikanan laut,

    perairan umum, tambak, kolam, sawah dan keramba, termasuk pengolahan sederhana

    seperti pengeringan dan penggaraman ikan. Data mengenai produksi dan nilainya dari

    Dinas Perikanan Kabupaten Sidoarjo dengan menggunakan rasio nilai tambah

    bruto terhadap output yang diperoleh dari survei khusus, maka dilakukan penghitungan

  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-3

    nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku. Sedangkan nilai bruto atas dasar harga

    konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi.

    4.1.2 Sektor Listrik, Gas dan Air Minum

    Cakupan sub sektor ini adalah seluruh kegiatan kelistrikan, baik yang

    diusahakan oleh PLN maupun non PLN. Data produksi, harga dan biaya antara

    diperoleh dari Kantor PLN. Output atas dasar harga berlaku dihitung dengan

    mengalikan besarnya produksi dan harga yang berlaku pada masing-masing tahun

    sedangkan output atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara revaluasi.

    a. G a s

    Cakupan sub sektor ini adalah meliputi usaha pembuatan dan penyaluran gas

    kota. Kegiatan usaha ini tidak terdapat di wilayah Kabupaten Sidoarjo.

    b. Air Bersih

    Cakupan sub sektor ini adalah usaha pengolahan, penjernihan dan

    pendistribusian air bersih yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

    Data produksi, harga dan biaya antara diperoleh dari PDAM Kabupaten Sidoarjo. Nilai

    output atas dasar harga berlaku diperoleh dari perkalian antara kuantum produksi

    dengan harga yang berlaku pada masing-masing tahun, sedangkan nilai output atas

    dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara revaluasi.

    4.1.3 PDRB Kabupaten Sidoarjo

    Tabel 4. 1 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku

    Sektor/Sub Sektor 2006 2007 2008 2009* 2010**

    (1) (2) (3) (4) (5) (6)

    1. Pertanian 1.275.009,00 1.352.164,74 1.485.912,89 1.622.267,13 1.737.549,86

    1.1. Tanaman Bahan Makanan 334.096,31 362.381,46

    400.827,46

    433.300,24 463.906,15

    1.2. Tanaman Perkebunan 147.727,59 159.421,61

    174.629,03

    182.012,10 185.462,42

    1.3. Peternakan dan Hasil- hasilnya 156.572,53

    162.370,09

    177.902,51

    193.296,88 204.879,61

    1.4. Kehutanan -

    -

    -

    -

    -

    1.5. Perikanan 636.612,57 667.991,58

    732.553,89

    813.657,91 883.301,68

    2. Pertambangan dan

    Penggalian 371.569,19

    301.527,54

    297.731,71

    191.480,23

    161.122,03

    2.1 Gas Bumi dan Penggalian 371.569,19 301.527,54

    297.731,71

    191.480,23 161.122,03

  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-4

    Tabel 4. 2 Indeks Implisit Produk Domestik Regional Bruto Tahun 2006 - 2010 ( % )

    Sektor/Sub Sektor 2006 2007 2008 2009* 2010**

    (1) (2) (3) (4) (5) (6)

    1. Pertanian 153,63 162,69 175,72 185,37 195,04 1.1. Tanaman Bahan Makanan 151,68 164,43 181,86 190,67 204,86

    1.2. Tanaman Perkebunan 175,11 188,95 207,20 215,82 221,83 1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 186,58 193,46 212,01 233,87 243,55

    1.4. Kehutanan -

    -

    -

    -

    -

    1.5. Perikanan 144,24 150,98 160,29 169,19 177,84

    2. Pertambangan dan Penggalian 143,26 181,75 194,80 204,41 208,66 2.1 Gas Bumi dan Penggalian 143,26 181,75 194,80 204,41 208,66

    3. Industri Pengolahan 173,10 183,33 197,58 212,63 228,25

    3.1 Industri Migas -

    -

    -

    -

    -

    3. Industri Pengolahan 18.752.060,66 20.358.828,52 22.524.488,63 24.787.734,65 27.506.878,72

    3.1 Industri Migas -

    -

    -

    -

    -

    3.2 Industri Tanpa Migas 18.752.060,66 20.358.828,52 22.524.488,63 24.787.734,65 27.506.878,72 1. Makanan, Minuman dan

    Tembakau 4.139.627,24 4.558.672,01

    5.070.125,34

    5.592.396,21 6.250.444,81

    2. Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 938.744,27

    983.617,72

    1.065.291,69

    1.184.672,90 1.278.692,75

    3. Barang Kayu dan Hasil Hutan lainnya 504.612,31

    529.638,93

    577.200,77

    621.521,58 665.838,11

    4. Kertas dan Barang Cetakan 7.153.414,19

    7.798.244,05

    8.605.508,03

    9.484.976,95 10.587.225,74

    5. Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 1.710.756,90

    1.879.744,62

    2.098.485,58

    2.238.342,26 2.442.835,17

    6. Semen dan Barang Galian Non Logam 530.310,15

    586.375,25

    672.591,34

    741.401,89 815.250,17

    7. Logam Dasar Besi dan Baja 1.784.345,07

    1.863.519,07

    2.031.584,38

    2.297.515,38 2.560.907,12

    8. Alat Angkutan, Mesin & Peralatannya 1.091.787,82

    1.200.584,59

    1.341.876,81

    1.448.192,65 1.593.597,06

    9. Barang-barang Lainnya 898.462,71 958.432,28

    1.061.824,69

    1.178.714,83 1.312.087,80

    4. Listrik, Gas dan Air Bersih 514.558,66 587.592,83 696.049,84 756.782,38 834.443,43

    4.1 Listrik 475.168,95 541.767,46

    642.887,45

    697.449,10 768.348,42

    4.2 Air Bersih 39.389,71 45.825,37

    53.162,39

    59.333,28 66.095,01

    5. Konstruksi 362.744,47 407.076,07

    473.929,74

    528.531,68 591.788,39

    Catatan : * = Angka Diperbaiki

    ** = Angka Sementara

  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-5

    3.2 Industri Tanpa Migas 173,10 183,33 197,58 212,63 228,25 1. Makanan, Minuman dan Tembakau 167,34 177,45 191,38 207,78 224,44 2. Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 148,70 154,83 167,48 194,84 213,07 3. Barang Kayu dan Hasil Hutan lainnya 157,36 166,03 181,02 205,67 224,67 4. Kertas dan Barang Cetakan 190,73 200,95 213,84 227,00 243,19 5. Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 153,42 168,44 184,39 194,04 206,22 6. Semen dan Barang Galian Non Logam 167,32 175,23 195,63 210,04 223,82 7. Logam Dasar Besi dan Baja 167,91 174,75 189,40 209,15 225,22 8. Alat Angkutan, Mesin & Peralatannya 158,23 168,78 180,66 188,40 199,67 9. Barang-barang Lainnya 190,37 202,84 223,89 234,05 246,44

    4. Listrik, Gas dan Air Bersih 196,41 204,41 221,24 228,48 238,14

    4.1 Listrik 198,86 206,42 223,35 230,46 240,06

    4.2 Air Bersih 171,04 183,36 198,57 207,55 217,83

    5. Konstruksi 161,67 178,15 199,93 213,69 226,17

    Catatan : * = Angka Diperbaiki

    ** = Angka Sementara

    Tabel 4. 3 Inflasi Produk Domestik Regional Bruto Tahun 2006 - 2010 ( % )

    Sektor/Sub Sektor 2006 2007 2008 2009* 2010**

    (1) (2) (3) (4) (5) (6)

    1. Pertanian 5,03 5,90 8,00 5,49 5,22

    1.1. Tanaman Bahan Makanan 3,43 8,41 10,60 4,85 7,44

    1.2. Tanaman Perkebunan 4,71 7,90 9,66 4,16 2,78 1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 3,30 3,69 9,59 10,31 4,14

    1.4. Kehutanan

    -

    -

    -

    -

    -

    1.5. Perikanan 6,57 4,68 6,16 5,55 5,11

    2. Pertambangan dan Penggalian 8,81 26,86 10,78 2,52 2,08

    2.1 Gas Bumi dan Penggalian 8,81 26,86 10,78 2,52 2,08

    3. Industri Pengolahan 6,77 6,13 7,95 7,66 7,34

    3.1 Industri Migas -

    -

    -

    -

    -

    3.2 Industri Tanpa Migas 6,77 6,13 7,95 7,66 7,34 1. Makanan, Minuman dan

    Tembakau 7,69 6,04 7,84 8,57 8,02

    2. Tekstil, Barang Kulit dan 6,20 4,12 8,17 16,33 9,36

  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-6

    Alas Kaki

    3. Barang Kayu dan Hasil Hutan lainnya 7,11 5,51 9,03 13,61 9,24

    4. Kertas dan Barang Cetakan 4,71 5,36 6,42 6,15 7,13

    5. Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 7,39 9,79 9,47 5,23 6,28

    6. Semen dan Barang Galian Non Logam 5,21 4,73 11,64 7,37 6,56

    7. Logam Dasar Besi dan Baja 8,69 4,07 8,38 10,43 7,68

    8. Alat Angkutan, Mesin & Peralatannya 6,48 6,67 7,04 4,28 5,98

    9. Barang-barang Lainnya 7,81 6,55 10,38 4,54 5,29

    4. Listrik, Gas dan Air Bersih 4,47 3,99 8,22 3,25 4,22

    4.1 Listrik 4,30 3,80 8,20 3,18 4,17

    4.2 Air Bersih 7,32 7,20 8,30 4,52 4,95

    5. Konstruksi 5,01 10,20 12,22 6,89 5,84

    Catatan : * = Angka Diperbaiki

    ** = Angka Sementara

    4.2 Kondisi Geografis Kecamatan Candi

    Candi adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur,

    Indonesia. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Sidoarjo di sebelah utara,

    Laut Jawa di sisi timur, Kecamatan Tanggulangin di selatan, dan dengan Kecamatan

    Tulangan di sebelah barat.

    Wilayah yang masuk dalam cakupan Kecamatan Candi diantaranya:

    -Kelurahan/Desa Balongdowo

    - Kelurahan/Desa Balonggabus

    - Kelurahan/Desa Bligo

    - Kelurahan/Desa Candi

    - Kelurahan/Desa Durungbanjar

    - Kelurahan/Desa Durungbedug

    - Kelurahan/Desa Gelam

    - Kelurahan/Desa Jambangan

    - Kelurahan/Desa Kalipecabean

    - Kelurahan/Desa Karangtanjung

    - Kelurahan/Desa Kebunsari

    - Kelurahan/Desa Kedung Peluk

  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-7

    - Kelurahan/Desa Kedungkendo

    - Kelurahan/Desa Kendalpecabean

    - Kelurahan/Desa Klurak

    - Kelurahan/Desa Larangan

    - Kelurahan/Desa Ngampelsari

    - Kelurahan/Desa Sepande

    - Kelurahan/Desa Sidodadi

    - Kelurahan/Desa Sugih Waras

    - Kelurahan/Desa Sumokali

    - Kelurahan/Desa Sumorame

    - Kelurahan/Desa Tenggulunan

    - Kelurahan/Desa Wedoro Klurak

    4.3 Perikanan Budidaya Unggulan Kabupaten Sidoarjo

    4.3.1 Perikanan Bandeng

    Seperti halnya komoditas pertanian lain, data resmi permintaan bandeng tidak

    dapat diperoleh. Permintaan bandeng non bibit berasal dari permintaan konsumsi dan

    bandeng untuk umpan baik umpan hidup maupun umpan mati. Bandeng konsumsi

    umumnya mempunyai berat sekitar 3 ons atau 3 ekor per kg, sementara bandeng

    umpan lebih kecil yakni sekitar 1 ons atau 10-12 ekor per kg.

    Di Sidoarjo, permintaan bandeng konsumsi 91% berasal dari pasar lokal

    (kabupaten), 6% pasar provinsi, 3% pasar nasional dan tidak ada data bandeng yang

    dijual di pasar internasional (Bappekab Sidoarjo dan FE UNAIR, 2003). Namun

    demikian dari Statistik Sidoarjo dalam Angka tahun 1997, Kabupaten Sidoarjo

    mencatat ekspor bandeng sebanyak 5.880 ton dengan nilai lebih dari US $ 7 juta.

    Bandeng yang dipasarkan sebagian masuk ke pengolahan ikan, pada tahun 2002

    tercatat produksi bandeng beku mencapai 1.077 ton atau 0,35% dari total ikan olahan

    (Dinas Statistik Jawa Timur, 2002).

    Bandeng dikonsumsi oleh seluruh golongan masyarakat baik di pedesaan

    maupun di perkotaan (Tabel 3.1). Konsumsi bandeng penduduk pedesaan lebih

  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-8

    rendah dari pada penduduk perkotaan dengan perbandingan 0,884 kg/kap/th dan

    1,664 kg/kap/th. Hal ini terkait dengan ketersediaan bandeng di daerah perkotaan yang

    cukup memadai. Daerah produksi bandeng umumnya berada di pantai yang relatif

    dekat dengan daerah perkotaan sehingga bandeng tersedia dalam jumlah yang cukup.

    Sementara itu untuk wilayah pedesaan yang jauh dari daerah produksi relatif sulit

    ditemukan bandeng karena pemasaran bandeng yang masih dalam bentuk segar

    sangat rawan akan kerusakan.

    Makin tinggi pendapatan masyarakat makin tinggi pula tingkat konsumsi

    bandeng mereka, untuk masyarakat golongan bawah (< Rp 80.000 per kap per tahun)

    tidak/belum mengkonsumsi bandeng. Di daerah pedesaan ketika pendapatan

    mencapai Rp 500.000,- per kapita per bulan konsumsi bandeng mengalami

    penurunan, sementara di daerah perkotaan dengan pendapatan yang sama, sekalipun

    telah mencapai konsumsi yang cukup tinggi (3,016 kg/kap/th) konsumsi belum

    mengalami penurunan. Angka-angka ini seharusnya tidak diinterpretasikan sebagai

    kejenuhan konsumsi, sebab menurut standar kesehatan tingkat konsumsi protein

    hewani masyarakat belum memenuhi standar. Pada tahun 2003 konsumsi protein

    hewani baru mencapai 11,76 gram/kap/hari sementara standar yang dianjurkan adalah

    15 gram per capita per hari.

    Tabel 4. 4 Konsumsi Bandeng Per Kapita per Tahun

    Golongan Pendapatan (Rp 000/bulan)

    Perkotaan Pedesaan

    < 40 - - 40 50 - - 60- 79 - 0,052 80 99 0,624 0,208 100 149 0,624 0,624 150 199 1,196 1,092 200 299 1,404 1,612 300 499 2,600 1,716 >500 3,016 1,404 Rata-rata 1,664 0,884

    Sumber: BPS

    Berdasar konsumsi per kapita dapat diperkirakan permintaan bandeng

    nasional. Konsumsi bandeng per kapita per tahun untuk tahun 1996 adalah 0,676 kg,

    tahun 1999 adalah 0,52 kg dan tahun 2003 adalah 1,664 kg. Berdasarkan kondisi

    perekonomian secara umum untuk menghitung permintaan nasional diasumsikan hal-

    hal berikut:

    1. Tahun 1994-1997 adalah periode sebelum krisis maka tingkat konsumsinya

    dianggap mengikuti pola konsumsi tahun 1996.

  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-9

    2. Tahun 1998 2000 adalah periode krisis sehingga tingkat konsumsi

    diasumsikan sama dengan tahun krisis yakni konsumsi tahun 1999.

    3. Tahun 2001 2003 merupakan periode pemulihan, oleh karena itu konsumsi

    tahun ini diasumsikan sama dengan tingkat konsumsi tahun 2003.

    Berdasar asumsi diatas maka perkiraan permintaan bandeng tahun 1994-2003

    dapat dilihat pada Tabel 3.2. Melalui perkiraan permintaan ini dapat dilihat bahwa

    pertumbuhan permintaan bandeng nasional mencapai 6,33% rata-rata per tahun.

    Pertumbuhan yang cukup tinggi ini diduga terkait dengan beberapa aspek, antara lain:

    1. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan

    seseorang maka akan semakin tinggi pemahamannya akan pola konsumsi

    yang sehat, itulah sebabnya konsumsi sumber protein hewani pun menjadi

    semakin tinggi.

    2. Pendapatan. Sebagai sumber protein yang belum terpenuhi standar

    kecukupannya, konsumsi protein akan bertambah seiring dengan pertambahan

    pendapatan. Makin tinggi pendapatan yang berarti makin tinggi daya beli maka

    akan makin tinggi tingkat konsumsi protein, dan sebaliknya.

    Tabel 4. 5 Permintaan Bandeng Nasional, 1994-2003

    PENAWARAN

    Besarnya jumlah penawaran bandeng dapat diperkirakan dengan

    mengasumsikan bahwa seluruh produksi bandeng terjual. Hasil utama tambak selain

    bandeng adalah udang. Pada sebagian kecil tambak kadang ditebar juga beberapa

    jenis ikan misalkan tawes atau gurami. Berikut disajikan data produksi tambak

    kabupaten Sidoarjo selama 6 tahun terakhir (Tabel 3.3) untuk menggambarkan jumlah

    penawaran bandeng.

  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-10

    Tabel 4. 6 Produksi Tambak Kabupaten Sidoarjo 1997-2002 (kg)

    Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sidoarjo, 2003

    Dari data produksi tambak Kabupaten Sidoarjo terlihat bahwa bandeng

    merupakan komoditi yang paling banyak diproduksi (lebih dari 60%). Tahun 2001

    produksi bandeng dan ikan lain meningkat cukup tinggi sebab pada periode ini terjadi

    kegagalan budidaya udang yang disebabkan serangan penyakit. Hingga saat ini

    penyakit udang bercak putih itu masih mengancam sejumlah daerah produksi udang

    (Kompas, 21 Juni 2004). Kegagalan udang membuat sebagian petambak beralih ke

    budidaya bandeng yang relatif tahan terhadap penyakit, hal ini terlihat dari makin

    tingginya proporsi produksi bandeng terhadap udang dan ikan lainnya.

    Berdasarkan pola produksi tambak kabupaten Sidoarjo dapat diprediksi produksi

    bandeng nasional. Untuk itu ditetapkan asumsi sebagai berikut:

    1. Proporsi produksi bandeng nasional tahun 1994-1996 adalah 61%, asumsi ini

    didasarkan pada data proporsi produksi bandeng di Sidoarjo sebelum tahun

    2000 yang rata-rata berada pada kisaran 61%.

    2. Proporsi produksi tahun 1997-2002 sesuai dengan proporsi produksi di

    Kabupaten Sidoarjo (tabel 3.3)

    3. Seluruh produksi dijual.

    Dengan asumsi tersebut maka perkiraan penawaran bandeng nasional tahun 2002

    mencapai 300.000 ton, dengan pertumbuhan penawaran 3,82% rata-rata per tahun.

    Tabel 4. 7 Penawaran Bandeng Nasional, 1994 1995

  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-11

    ANALISIS PERSAINGAN DAN PELUANG PASAR

    Sebagai sumber protein hewani bandeng saling bersaing dengan beberapa jenis

    sumber protein lain. Tahun 2003 sepuluh sumber protein hewani yang terbanyak

    dikonsumsi penduduk Indonesia adalah produk ayam dan ikan (Tabel 3.5). Dari Tabel

    ini dapat dilihat bahwa produk yang berasal dari ayam (daging dan telur) lebih disukai

    masyarakat. Hal ini diduga terkait dengan beberapa hal diantaranya:

    1. Harga bandeng (ikan secara umum) relatif lebih mahal dibandingkan produk

    ayam.

    2. Produk ayam tersedia dekat dengan konsumen, artinya produk ayam baik yang

    segar maupun dalam bentuk olahan mudah diperoleh konsumen.

    3. Bandeng di pusat produksi cukup mudah diperoleh dengan harga yang relatif

    murah, tetapi makin jauh dari pusat produksi makin sulit menemukan bandeng

    yang baik.

    4. Promosi terhadap produk ikan relatif sangat kurang dibanding produk ayam,

    sehingga produk ikan relatif kurang dikenal masyarakat, akibatnya tingkat

    konsumsinya rendah.

    Tabel 4. 8 Konsumsi 10 Sumber Protein Terpenting (per kapita per tahun)

    Persaingan bandeng dengan sumber protein lain cukup ketat, tetapi jika dilihat secara

    makro maka peluang pasar untuk bandeng pada dasarnya masih terbuka lebar, hal ini

    didasarkan pada beberapa indikator berikut:

    1. Bandeng merupakan barang konsumsi hampir seluruh golongan masyarakat,

    hal ini dapat dilihat dari tabel 3.1 yang menunjukkan bahwa dari masyarakat

    berpendapatan rendah sampai yang berpendapatan tinggi mengkonsumsi

    bandeng.

  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-12

    2. Sebagian besar masyarakat golongan pendapatan menengah dan rendah

    (dibawah Rp 500.000,- per kapita per bulan) tingkat konsumsi protein

    hewaninya masih sangat rendah sehingga perlu ditingkatkan.

    3. Pertumbuhan penawaran bandeng 3,82% sedangkan tingkat pertumbuhan

    permintaan mencapai 6,33% ini merupakan peluang yang sangat besar.

    4. Bandeng adalah sumber protein yang sehat sehingga masyarakat golongan

    menengah keatas yang telah cukup protein pun dapat mengkonsumsi bandeng

    sebagai konsumsi yang sehat.

    HARGA BANDENG

    Harga bandeng ditentukan oleh berapa faktor, antara lain:

    1. Wilayah produksi dan daerah pemasaran. Makin jauh bandeng dari wilayah

    produksi maka makin mahal harganya.

    2. Kualitas bandeng yang dihasilkan. Semakin bagus kualitas bandeng makin

    mahal harganya. Pengecekan kualitas badeng dapat dilihat dari beberapa cara

    yakni:

    1. Rupa : cemerlang sampai kotor

    2. Bau : amis spesifik sampai busuk

    3. Tekstur : elastis kompak sampai lunak sekali

    4. Mata : cembung, transparan, pupil hitam sampai kornea putih, kotor,

    pupil putih tenggelam

    5. Insang : merah cerah, filamen teratur, amis segar, tidak berlendir

    sampai memutih kotor, bau, filamen menyempit

    6. Daging : pinkish agak transparan, bening, cemerlang sampai elastis

    kompak tak ber-air lengket dan mudah membubur.

    3. Ukuran bandeng. Semakin besar ukuran bandeng semakin tinggi harga setiap

    kg-nya. Di wilayah Sidoarjo dikenal beberapa ukuran bandeng yakni:

    a. Bandeng umpan/balian : 10-12 ekor per kg

    b. Bandeng biasa/normal : 3 4 ekor per kg

    c. Bandeng super : 1 2 ekor per kg

    d. Bandeng super besar : 1 ekor 4 kg

    Bandeng umpan, biasa dan super diproduksi dan diperdagangkan secara rutin setiap

    saat. Pada masa tertentu dihasilkan pula bandeng super besar dengan ukuran sekitar

    4 kg per ekor. Bandeng super besar yang masa pemeliharaannya mencapai 4 tahun

    tidak sulit dijumpai di pasar pada hari-hari besar Islam yang biasanya menjadi hari

    pesta bagi sebagian masyarakat. Bandeng super besar ini juga menjadi komoditi yang

    dilombakan pada hari-hari tertentu dan dilelang. Setiap tahun di Sidoarjo bandeng

  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-13

    super besar yang dilelang menghasilkan pendapatan jutaan rupiah bagi pemiliknya.

    Berbagai ukuran bandeng konsumsi dapat dilihat pada foto 1 sampai foto 3.

    Ket: paling kanan bandeng umpan dan paling kiri bandeng normal

    Ket: paling kanan bandeng ukuran 1 kg, tengah 0,5 kg dan kiri 3 ons

    Bandeng Super Besar dengan Berat Mencapai 4 kg per ekor

  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-14

    Mengikuti jalur pemasaran yang umum maka ada tiga tingkatan harga yang terjadi,

    yaitu:

    1. Harga yang terbentuk di TPI yaitu harga yang diterima petambak. Pada tingkat

    ini harga terbentuk sepenuhnya berdasar kekuatan permintaan dan penawaran.

    2. Harga yang terbentuk di tingkat pedagang besar. Harga pada tingkat ini

    ditentukan oleh pedagang besar.

    3. Harga di tingkat konsumen. Pada tingkat ini kembali harga ditentukan oleh

    kekuatan tawar antara penjual (pedagang pengecer) dan pembeli (konsumen).

    Pada saat penelitian, akhir Mei 2004, harga bandeng berbagai ukuran dapat dilihat

    pada Tabel 3.6. Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar ukuran

    bandeng maka semakin tinggi harganya dan semakin besar margin yang diterima

    pelakunya. Namun demikian ukuran yang paling disukai konsumen umumnya adalah

    bandeng ukuran normal. Sementara itu jika bandeng telah diolah harganya dapat

    meningkat beberapa kali lipat. Sebagai gambaran, harga bandeng asap atau bandeng

    presto ukuran normal yang telah dikemas sehingga rapi dan tahan lama adalah Rp.

    22.000,- per ekor. Artinya melalui proses pengolahan bandeng ukuran normal yang

    harganya Rp 8.000,- per 3 ekor menjadi Rp 66.000,-

    Tabel 4. 9 Harga Bandeng Berbagai Ukuran dan pada Berbagai

    Tingkatan Pemasar (Rp per kg)

    JALUR PEMASARAN

    Jalur pemasaran bandeng di wilayah Sidoarjo relatif pendek (Gambar 3.1).

    Bandeng dari tambak sebagian besar (84%) dibawa oleh petambak ke tempat

    pelelangan ikan /TPI (Bappekap Sidoarjo dan FE UNAIR, 2003). TPI bisa berlokasi di

    tempat khusus yang telah dibangun dan disediakan pemerintah atau di tepi-tepi

    tambak tertentu. Aktivitas di TPI umumnya berlangsung pagi sekali atau sore sekali.

    Dalam sebuah TPI biasanya terdapat beberapa agen yang akan menjadi juru lelang,

    tetapi ada juga TPI yang hanya mempunyai satu agen. TPI dengan banyak agen lebih

  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-15

    disukai petambak karena petambak memiliki alternatif tempat penjualan sehingga

    kekuatan agen untuk menekan petambak menjadi berkurang.

    Gambar 4. 1 Jaringan Pemasaran Bandeng Sidoarjo

    Bandeng yang telah sampai di agen selanjutnya akan dilelang oleh agen

    kepada pedangang besar. Di sini petambak hanya bisa menyaksikan transaksi tanpa

    dapat mempengaruhi apapun, bahkan siapa pembeli bandengnya petambak tidak

    mengetahui. Jika bandeng telah terjual maka petambak hanya akan menerima nota

    bahwa bandeng seberat sekian terjual dengan harga sekian. Sementara itu

    pembayaran dilaksanakan paling cepat satu minggu setelah transaksi. Sebagai juru

    lelang agen akan menerima pendapatan 5% dari nilai transaksi.

    Bandeng yang telah dibeli pedagang besar selanjutnya didistribusikan ke restoran,

    perusahaan pengolahan ikan dan pedagang pengecer di pasar-pasar tradisional.

    Distribusi ke restoran dan perusahaan pengolahan umumnya berdasarkan pesanan

    oleh karena itu jika pedagang besar telah memperoleh pesanan mereka akan

    melakukan sortir bandeng sesuai pesanan yang diterima. Dengan demikian bandeng

    yang didistribusikan kepada pedagang pengecer adalah sisa bandeng pesanan.

    Bandeng akan dijumpai konsumen di pasar tradisional, pasar kering (supermarket)

    atau restoran/toko penjual oleh-oleh khas Sidoarjo. Di pasar tradisional bandeng dijual

    secara eceran sesuai selera pembeli dan tawar menawar menjadi ciri khas pasar

    tradisional. Sementara jika bandeng telah berada di pasar kering maka konsumen

    hanya bisa menerima harga yang telah ditentukan penjual.

  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-16

    Bandeng yang tidak dijual melalui TPI bisa mengalir langsung ke pengecer atau ke

    konsumen. Bandeng yang dijual langsung ke pengecer tercatat hanya 4% sedangkan

    yang langsung ke konsumen 12% (Bappekab Sidoarjo dan FE UNAIR, 2003).

    Penjualan langsung ke pengecer atau konsumen tidak mudah dilakukan petambak

    mengingat besarnya volume barang yang harus dijual sementara petambak tidak

    memiliki keahlian untuk memasarkan bandengnya.

    KENDALA PEMASARAN

    Proses penjualan melalui lelang merupakan proses yang cukup adil mengikuti

    fluktuasi permintaan dan penawaran. Ketika musim panen tiba maka bandeng yang

    disetor ke TPI jumlahnya cukup melimpah, pada saat seperti ini harga yang terbentuk

    cenderung rendah. Sebaliknya ketika bandeng yang dihasilkan petambak relatif sedikit

    harga yang terbentuk cenderung tinggi.

    Kelemahan pemasaran bandeng adalah tingginya biaya transaksi yang muncul dari

    sistim pembayaran kepada petambak yang ditetapkan oleh agen. Ketika transaksi

    terjadi petambak hanya menerima nota yang berisi jumlah bandeng yang terjual dan

    harganya. Dalam nota tidak disebutkan kapan pembayaran akan dilakukan. Dengan

    demikian waktu pembayaran menjadi tidak pasti. Ketika petambak datang untuk

    meminta bayaran dengan sangat mudah agen mengatakan belum ada uang dan

    petambak tidak dapat melakukan apapun untuk menagih uangnya. Menghadapi hal ini

    maka yang dilakukan petambak adalah menunggu di TPI. Seminggu setelah transaksi

    petambak akan datang ke TPI untuk menunggu dan mengamati agennya. Ketika dilihat

    ada pedagang yang melakukan pembayaran maka petambak akan segera datang

    untuk menagih pembayaran bandengnya.

    Posisi yang sangat lemah pada petambak ini sangat merugikan, sebab tidak

    jarang terjadi ketika ada petambak yang sangat memerlukan uang dia akan meminta

    pembayaran tanpa menunggu ada pedagang yang membayar. Pada kasus ini agen

  • PENYUSUNAN MINAPOLITAN KABUPATEN SIDOARJO

    L A P O R A N P E N D A H U L U A N IV-17

    akan melakukan pembayaran tetapi petambak harus rela dipotong nilai penjualannya

    sebesar 25% dari nilai transaksi sebagai biaya karena meminta pembayaran yang

    dianggap lebih cepat.

    Pedagang besar tidak membayar tunai kepada agen, tetapi karena pedagang besar

    terikat dengan kegiatan lelang berikutnya agen memiliki kekuatan tawar yang relatif

    tinggi kepada pedagang besar. Jika pedagang besar tidak membayar bandeng yang

    telah dibawa maka agen akan melarang pedagang ini untuk ikut lelang di tempatnya.

    Kendala berikutnya dalam pemasaran bandeng adalah kendala umum yang dihadapi

    komoditi pertanian, yakni cepat rusaknya barang. Dengan cepat rusaknya barang

    sementara petambak tidak memiliki alat pengolahan bandeng maka kekuatan tawar

    petambak tetap pada posisi yang lemah.

    Kendala pemasaran lainnya adalah duri bandeng. Bandeng memiliki duri halus

    yang cukup mengganggu jika tidak dihilangkan. Sampai saat ini hanya konsumen

    tradisional yang menyukai bandeng dengan duri itu, sementara konsumen umum lebih

    menyukai bandeng olahan seperti bandeng presto atau otak-otak. Kurang

    bervariasinya produk bandeng juga menjadi hambatan peningkatan permintaan.

    4.1 Kondisi Geografis Kabupaten Sidoarjo4.1.1 Sektor Pertaniana. Tanaman Perkebunanb. Peternakan dan Hasil-hasilnya.c. Perikanan 4.1.2 Sektor Listrik, Gas dan Air Minum4.1.3 PDRB Kabupaten Sidoarjo4.2 Kondisi Geografis Kecamatan Candi4.3 Perikanan Budidaya Unggulan Kabupaten Sidoarjo4.3.1 Perikanan Bandeng