Transcript
Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Baja Karbon

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Baja Karbon

Baja karbon merupakan paduan antara besi (Fe) dan karbon (C) dengan

sedikit unsur tambahan berupa belerang, fosfor, mangan dan silikon.Baja karbon

mempunyai kandungan karbon maksimal sebesar 1,7%. Sifat baja karbon tergantung

pada besarnya kadar karbon, semakin tinggi kadar karbonnya maka kekuatan dan

kekerasannya akan semakin tinggi, karena itu baja ini dapat dikelompokkan

berdasarkan kadar karbonnya. Berdasarkan kegunaannya ataupun kepentingan

pabrikasi dan disesuaikan berdasarkan standar ASTM (American Society for Testing

and Material) paduan besi (Fe) –karbon (C) merupakan unsur utama pembentuk

baja. Disamping itu baja juga bisa mengandung unsur campuran lain yang disebut

paduan, misalnya karbon (C), sulfur (S), posfor (P), silikon (Si) dan mangan (Mn)

yang jumlahnya dibatasi. Berdasarkan kandungan karbonnya baja terbagi menjadi

menjadi tiga macam, yaitu :

1. Low carbon steel (C<0,3%)

Baja karbon rendah (low carbon steel) mempunyai kandungan

karbon kurang dari 0,3%C sehingga bukan tergolong baja yang keras. Baja

karbon rendah mempunyai kemungkinan kecil untuk dapat dikeraskan

karena kandungan karbonnya tidak cukup untuk membentuk struktur

martensite.

2. Medium carbon steel (0,3<0,6C%)

Baja karbon sedang (medium carbon steel) yang memiliki

kandungan karbon sebesar 0,3%C –0,6%C sehingga mempunyai

kemungkinan untuk dapat dilakukan pengerasan dengan menggunakan

perlakuan panas yang sesuai.

3. High carbon steel (0,6–1,7%C)

Baja karbon tinggi (High carbon steel) mempunyai kandungan

karbon sebanyak 0,6%C –1,7%C sehingga memiliki sifat mekanik yang

tinggi namun keuletannya rendah. Berkebalikan dengan baja karbon rendah,

pengerasan dengan menggunakan laku panas tidak terlalu berpengaruh

dikarenakan banyak terdapat martensite yang membuat baja akan semakin

getas.

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Baja Karbon

Program Studi Teknik Mesin

Fakultas Teknik UNTAG Surabaya

6

Pemilihan baja AISI 1020 karena baja ini banyak dipakai dalam pembuatan

komponen-komponen permesinan dan mudah diperoleh di pasaran. Data-data yang

dapat diperoleh dari baja AISI 1020 (matweb.com, 2016) adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Komposisi material gear spraket

Nama unsur Nama Material

Gear spraket ( Baja AISI 1020 )

Karbon ( C ) ( 0,20 - 0,30 )%

Silikon ( Si ) ( 0,15 - 0,35 )%

Mangan ( Mn ) ( 0,50 - 0,70 )%

Pospor ( P ) ( 0,035 )%

Sulfur ( S ) ( 0,035 )%

Nikel ( Ni ) ( 1,40 - 1,70 )%

Chromium ( Cr ) ( 0,90 - 1,40 )%

Molybdenum ( Mo ) ( 0,20 - 0,30 )%

Tabel 2.2 Sifat mekanik Baja AISI 1020

AISI 1020 diberi nama menurut standar American Iron and Steel Institude

(AISI) dimana angka 1xxx menyatakan baja, angka 10xx menyatakan jenis baja,

sedangkan angka 20 menyatakan kadar kandungan karbon dalam seperseratus persen

(0,20%). Jadi dapat disimpulkan bahwa material SAE AISI 1020 merupakan baja

karbon dengan kandungan karbon 0,20%.

2.1.2 Heat Treatment

Proses perlakuan panas (Heat Treatment) adalah suatu proses mengubah

sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan

pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau tanpa merubah komposisi kimia

logam yang bersangkutan. Tujuan proses perlakuan panas untuk menghasilkan sifat-

sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat proses perlakuan panas

dapat mencakup keseluruhan bagian dari logam atau sebagian dari logam.

Nama Satuan

Tensile strength 420 Mpa

Yield strength 350 Mpa

Elongation 15 %

Modulus elastisitas 200 Gpa

hardness 111 HB

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Baja Karbon

Program Studi Teknik Mesin

Fakultas Teknik UNTAG Surabaya

7

Adanya sifat alotropik dari besi menyebabkan timbulnya variasi struktur

mikro dari berbagai jenis logam. Alotropik itu sendiri adalah merupakan

transformasi dari satu bentuk susunan atom (sel satuan) ke bentuk susunan atom

yang lain. Pada temperatur dibawah 910°C sel satuannya Body Center Cubic (BCC),

temperatur antara 910°C dan 1392°C sel satuannya Face Center Cubic (FCC)

sedangkan temperatur diatas 1392°C sel satuannya kembali menjadi BCC.

Proses perlakuan panas ada dua kategori, yaitu :

Softening (Pelunakan) : Adalah usaha untuk menurunkan sifat mekanik agar

menjadi lunak dengan cara mendinginkan material yang sudah dipanaskan

didalam tungku (annealing) atau mendinginkan dalam udara terbuka

(normalizing).

Hardening (Pengerasan) : Adalah usaha untuk meningkatkan sifat material

terutama kekerasan dengan cara dicelup cepat (quenching) material yang

sudah dipanaskan ke dalam suatu media quenching berupa air, air garam,

maupun oli.

Tujuan dari heat treatment adalah :

Mempersiapkan material untuk pengolahan berikutnya.

Mempermudah proses machining.

Mengurangi kebutuhan daya pembentukan dan kebutuhan energi.

Memperbaiki keuletan dan kekuatan material.

Mengeraskan logam sehingga tahan aus dan kemampuan memotong

meningkat.

Menghilangkan tegangan dalam.

Memperbesar atau memperkecil ukuran butiran agar seragam.

Menghasilkan pemukaan yang keras disekeliling inti yang ulet.

Kekerasan yang diperoleh bergantung pada kadar karbon baja yang diproses

Heat Treatment merupakan proses pengubahan sifat logam, terutama baja, melalui

pengubahan struktur mikro dengan cara pemanasan dan pengaturan laju

pendinginan. Heat treatment merupakan mekanisme penguatan logam dimana logam

yang akan kita ubah sifatnya sudah berada dalam kondisi solid. Dalam heat

treatment kita memanaskan specimen sampai dengan temperature austenisasinya.

Berikut adalah macam-macam proses Heat Treatment yang biasanya dilakukan :

2.1.3 Hardening

Pengerasan merupakan salah satu laku panas dengan kondisi non

equilibrium, laku panas yang pendinginannya berlangsung pada kondisi non

equilibrium, pendinginan yang sangat cepat sehingga struktur mikro yang diperoleh

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Baja Karbon

Program Studi Teknik Mesin

Fakultas Teknik UNTAG Surabaya

8

adalah struktur mikro yang tidak equilibrium, terutama bila diperlukan sifat tahan

aus dari suatu bagian, maka sifat kekerasan akan sangat menentukan. Kekerasan baja

memang juga tergantung pada komposisi kimianya, terutama pada kadar karbonnya,

makin tinggi kadar karbon maka semakin keras tetapi kekerasan baja masih dapat

diubah struktur mikronya sehingga proses laku panas akan memperoleh kekerasan

yang tinggi untuk memperoleh martensite yang tinggi, dengan demikian dinamakan

sebagai proses pengerasan.

Setelah proses pengerasan kekerasan maksimum banyak tergantung pada

kadar karbon yang dimiliki oleh baja, makin tinggi kadar karbonnnya maka makin

tinggi kekerasan yang akan dicapai. Pada baja dengan kadar karbon rendah

kekerasan yang dihasilkan tidak akan maksimal setelah dilakukan pengerasan, oleh

karena itu proses pengerasan yang paling tepat adalah yang mempunyai kadar

karbon kurang dari 0.3%C. Makin tinggi kadar karbonnya makin tinggi juga

kekerasannya (dibandingkan dengan kekerasan sebelum pengerasan) tetapi pada

batas tertentu kenaikan kekerasan mulai menurun. Hal ini dapat terjadi karena kadar

karbon (dalam austenite) yang makin tinggi akan mengakibatkan retained austenite

yang banyak sehingga dapat mengurangi kenaikan kekerasan.

Pada suatu kondisi pemanasan belum tentu semua karbon dalam baja akan

larut dalam austenite, tergantung pada ketinggian temperatur pemanasan. Karena itu

kekerasan yang terjadi setelah proses pengerasan yang tergantung dari beberapa

faktor yaitu tingginya temperatur austenite, terhomogennya austenite, laju

pendinginan, kondisi permukaan benda kerja

Gambar 2.1. Diagram Fasa Fe-c

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Baja Karbon

Program Studi Teknik Mesin

Fakultas Teknik UNTAG Surabaya

9

2.1.4 Holding Time

Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu

bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk

memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitenya homogen

atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenite, difusi karbon dan unsur

paduannya. Pedoman untuk menentukan holding time dari berbagai jenis baja pada

yang umum diantaranya sebagai berikut.

Baja Konstruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah; yang

mengandung karbida yang mudah larut, diperlukan holding time yang

singkat, 5 – 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap

sudah memadai.

Baja Konstruksi dari Baja Paduan Menengah dianjurkan menggunakan

holding time 15 – 25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja.

Low Alloy Tool Steel; memerlukan holding time yang tepat agar kekerasan

yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per

millimeter tebal benda, atau 10 – 30 menit.

High Alloy Chrome Steel; Membutuhkan holding time yang paling panjang

diantara semua baja perkakas, juga tergantung pada temperatur

pemanasannya. Juga diperlukan kombinasi temperatur dan holding time

yang tepat. Biasanya dianjurkan menggunakan 0,5 menit per millimeter

tebal benda dengan minimum 10 menit, maksimum 3 jam.

Hot Work Tool Steel; mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut

pada suhu 1000°C. Pada temperatur ini kemungkinan terjadinya

pertumbuhan butir sangat besar, karena itu holding time harus dibatasi, 15 –

30 menit.

High Speed Steel; memerlukan temperatur pemanasan yang sangat tinggi

1200ºC - 1300ºC. Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan holding time

diambil hanya beberapa menit saja. (jurnal, 2008)

2.1.5 Quenching

Proses quenching melibatkan beberapa faktor yang saling berhubungan.

Pertama yaitu jenis media pendingin dan kondisi proses yang digunakan, yang kedua

adalah komposisi kimia dan hardenbility dari logam tersebut. Hardenbility

merupakan fungsi dari komposisi kimia dan ukuran butir pada temperatur tertentu.

Selain itu, dimensi dari logam juga berpengaruh terhadap hasil proses quenching.

A. Pendinginan tidak menerus

Jika suatu baja didinginkan dari suhu yang lebih tinggi dan

kemudian ditahan pada suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Baja Karbon

Program Studi Teknik Mesin

Fakultas Teknik UNTAG Surabaya

10

akan menghasilkan struktur mikro yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada

diagram Isothermal Tranformation Diagram dibawah ini.

Gambar 2.2 Isothermal Tranformation Diagram

Berikut beberapa penjelasan tentang diagram diatas :

a) Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia terutama kadar karbon

dalam baja tersebut

b) Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0.83% yang ditahan suhunya

dititik tertentu dan letaknya dibagian atas dari kurva C, akan menghasilkan

struktur perlite dan ferrite.

c) Jika ditahan suhunya pada titik tertentu bagian bawah kurva C tapi masih

disisi sebelah atas garis horizontal, maka akan mendapatkan struktur mikro

Bainit (lebih keras dari perlite).

d) Bila ditahan suhunya pada titik tertentu dibawah garis horizontal, maka akan

mendapat struktur Martensite (sangat keras dan getas).

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Baja Karbon

Program Studi Teknik Mesin

Fakultas Teknik UNTAG Surabaya

11

e) Semakin tinggi kadar karbon, maka kedua buah kurva C tersebut akan

bergeser kekanan.

f) Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya suhu pemanasan, lamanya

pemanasan dan semakin lama pemanasannya akan timbul butiran yang lebih

besar. Semakin cepat pendinginan akan menghasilkan ukuran butir yang

lebih kecil.

B. Pendinginan Terus menerus

Dalam prakteknya proses pendinginan pada pembuatan material

baja dilakukan secara menerus mulai dari suhu yang lebih tinggi sampai

dengan suhu rendah. Pengaruh kecepatan pendinginan terus menerus

terhadap struktur mikro yang terbentuk dapat dilihat dari diagram Continuos

Cooling Transformation Diagram.

Gambar 2.3 Continuos Cooling Transformation Diagram.

Penjelasan diagram:

- Kurva pendinginan (a) menunjukkan pendinginan secara kontinyu yang

sangat cepat dari temperatur austenite sekitar 920°C ke temperature 200°C.

Laju pendinginan cepat ini menghasilkan dekomposisi fasa austenite

menjadi martensite. Fasa Austenite akan mulai terdekomposisi menjadi

martensite pada temperatur Ms, martensite start. Sedangkan akhir

pembentukan martensite akan berakhir ketika pendinginan mencapai

temperatur Mf, martensite finish.

- Kurva pendinginan (b) menunjukkan pendinginan kontinyu dengan laju

sedang/medium dari temperatur 920°C ke 250°C. Dengan laju pendinginan

kontinyu ini fasa austenite terdekomposisi menjadi struktur bainit.

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Baja Karbon

Program Studi Teknik Mesin

Fakultas Teknik UNTAG Surabaya

12

- Kurva pendinginan (c) menunjukkan pendinginan kontinyu dengan laju

pendinginan lambat dari temparatur 920°C ke 250°C. Pendinginan lambat

ini menyebabkan fasa austenite terdekomposisi manjadi fasa ferrite dan

perlite.

2.1.6 Kekerasan

Menurut Harun (1986) penunjukan kekerasan bisa diketahui dengan jalan

mengukur ketahanan suatu logam terhadap penekanan, yaitu dengan jalan

penekanan bola baja yang dikeraskan atau suatu piramida intan pada permukaannya,

lalu ukuran bekasnya diukur. Dalam sistem test kekerasan rockwell, yang biasa

digunakan adalah intan konis untuk logam yang keras dan bola untuk yang lebih

lunak. Menurut Sutjino dan Mujiman (1996 :1) kekerasan didefinisikan sebagai

ketahanan bahan terhadap deformasi plastis, sedangkan angka kekerasannya sebagai

beban terpasang ( gf = gram force ) dibagi dengan luas permukaan jejak (mm2).

Menurut Sudira dan Saito (1992:31) pengujian kekerasan adalah satu dari sekian

banyak pengujian yang dipakai, karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil

tanpa kesukaran mengenai spesifikasi. Kekerasan adalah kriteria untuk menyatakan

intensitas tahanan suatu bahan terhadap deformasi yang disebabkan oleh objek lain.

Ada 3 macam pengujian kekerasan yaitu :

a) Pengujian penekanan

b) Pengujian goresan

c) Pengujian resilience yang pada umumnya ditentukan dengan cara tidak

merusak. Untuk logam pengujian yang sering digunakan adalah pengujian

penekanan. Pengujian kekerasan rockwell cocok untuk semua material yang

keras dan lunak.

2.1.7 Uji Kekerasan Rockwell

Pengujian kekerasan diperlukan untuk mengetahui seberapa keras material

yang kita treatment. Djaprie, (1987 : 335) berpendapat : Uji kekerasan yang paling

banyak dipergunakan di Amerika Serikat adalah uji kekerasan rockwell. Hal ini

disebabkan oleh sifat-sifatnya yaitu cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu

untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, dan

ukuran lekukannya kecil, sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang

lengkap, dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Uji kekerasan

rockwell sangat berguna dan mempunyai kemampuan ulang (reproducible) asalkan

sejumlah kondisi sederhana yang diperlukan dapat dipenuhi.

Pengujian kekerasan rockwell menggunakan indentor berupa bola baja yang

dikeraskan atau dapat juga menggunakan indentor berupa kerucut intan. Beban atau

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Baja Karbon

Program Studi Teknik Mesin

Fakultas Teknik UNTAG Surabaya

13

gaya yang digunakan untuk penekan adalah bervariasi tergantung pada logam yang

diuji. Nilai kekerasannya didasarkan pada kedalaman indentasi yang terjadi. Nilai

kekerasan metode rockwell dibagi dalam skala kekerasan yaitu : kekerasan rockwell

skala C, biasa ditulis dengan HRC. Kekerasan rockwell skala B ditulis dengan HRB.

Kekerasan rockwell skala B digunakan untuk bahan atau logam yang relative lunak,

sedangkan rockwell skala C digunakan untuk logam yang relative keras.

Kekerasan rockwell B menggunakan indentor bola baja berdiamter 1,6 mm

dengan beban 100 kiligram. Sedangkan kekerasan rockwell skala C menggunakan

indentor kerucut intan dengan beban penekan sebesar 150 kilogram.

Tabel 2.3 Beban, Indentor, dan Skala Kekerasan

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Baja Karbon

Program Studi Teknik Mesin

Fakultas Teknik UNTAG Surabaya

14

Berikut ini gambar pengujian kekerasan rockwell :

Gambar 2.4 Kekerasan rockwell

Sebagian besar hal-hal yang disusun berikut dapat diterapkan dengan baik

pada uji kekerasan rockwell yaitu : Penumbuk dan landasan harus bersih dan

terpasang dengan baik. Permukaan yang akan diuji harus bersih dan kering, halus,

dan bebas dari oksida. Permukaan yang agak kasar biasanya dapat menggunakan uji

rockwell. Permukaan harus datar dan tegak lurus terhadap penumbuk. Uji untuk

permukaan silinder akan memberikan hasil pembacaan yang rendah, kesalahan yang

terjadi tergantung pada lengkungan, beban,penumbuk dan kekerasan bahan.

Tebal benda uji harus sedemikian hingga tidak terjadi gembung (bulge) pada

permukaan dibaliknya. Tebal benda uji dianjurkan 10 kali kedalaman lekukan.

Pengujian dilakukan pada bahan yang tebalnya satu macam. Daerah diantara

lekukan-lekukan harus 3 hingga 5 kali diameter lekukan. Kecepatan penerapan

beban harus dibakukan, hal ini dilakukan dengan cara mengatur daspot pada mesin

uji rockwell. Tanpa pengontrolan beban secara hati-hati dapat terjadi variasi nilai

kekerasan yang cukup besar pada bahan yang sangat lunak. Peruntukkan bahan

demikian gagang pengoperasian mesin uji rockwell harus dikembalikan ke posisi

semula segera setelah beban besar telah diterapkan secara penuh.

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Baja Karbon

Program Studi Teknik Mesin

Fakultas Teknik UNTAG Surabaya

15

2.1.8 Struktur mikro

Menurut Lely Susita R.M., dkk (1996) struktur mikro adalah struktur yang

hanya bisa diamati melalui mikroskop baik itu mikroskop optik maupun mikroskop

elektron. Informasi yang bisa diperoleh dari struktur mikro antara lain identifikasi

fasa-fasa yang ada, presentase fasa, distribusi fasa, inklusi (pengotor), presipitat

maupun ukuran butir. Perubahan struktur suatu sistem pencampuran logam hanya

akan terjadi apabila suatu campuran didinginkan secara perlahan lahan (Amanto dan

Daryanto, 1999: 67). Pada cairan logam yang telah mencapai temperatur tertinggi

kemudian didinginkan sampai mencapai titik beku, maka akan terjadi perubahan-

perubahan struktur (Arifin, 2010 : 73). Perubahan yang terjadi pada suatu logam

adalah berhubungan dengan letak atom-atom di dalam balur-balur jarak antara tiap-

tiap balur dan besarnya suatu balur yang terjadi. Struktur mikro dapat diubah dengan

suatu perlakuan panas. Ini berarti untuk material dengan komposisi yang sama dapat

mempunyai sifat-sifat yang berbeda dan ini bisa diperoleh dengan cara mengubah

struktur mikronya. Dengan kata lain, untuk memperbaiki sifat-sifat suatu material

sesuai dengan yang dikehendaki dapat diperoleh dengan cara mengubah struktur

mikronya.

Dalam mengetahui struktur mikro suatu material perlu dilakukan pengujian

struktur mikro. Pengujian struktur mikro bertujuan untuk mengetahui struktur

sebelum perlakuan panas dan sesudah perlakuan panas suatu material.

Beberapa fasa yang sering ditemukan dalam baja karbon :

a) Austenite

Austenite adalah campuran besi dan karbon yang terbentuk pada

pembekuan, pada proses pendingin selanjutnya austenite berubah menjadi

ferrite dan pearlite dan sementite. Sifat austenite adalah lunak, tidak

magnetis dan dapat ditempa. Kadar karbon maksimum sebesar 2,14%.

Berikut struktur austenite :

Gambar 2.5 Struktur Austenite

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Baja Karbon

Program Studi Teknik Mesin

Fakultas Teknik UNTAG Surabaya

16

b) Ferrite

Fasa ini disebut alpha (α), ruang antar atomnya kecil dan rapat

sehingga hanya sedikit menampung atom karbon oleh sebab itu daya larut

karbon dalam ferrite rendah < 1 atom C per 1000 atom besi. Pada suhu

ruang, kadar karbonnya 0,008%, sehingga dapat dianggap besi murni. Kadar

maksimum karbon sebesar 0,025% pada suhu 723°C. Ferrite bersifat

magnetik sampai suhu 768° C. Sifat ferrite lainnya adalah lunak dan liat.

Ferrite berwarna putih.

c) Pearlit

Fasa ini merupakan campuran mekanis yang terdiri dari dua fasa,

yaitu ferrite dengan kadar karbon 0,025% dan sementite dalam bentuk

lamellar (lapisan) dengan kadar karbon 6, 67% yang berselang-seling rapat

terletak bersebelahan. Pearlite merupkan struktur mikro dari reaksi

eutektoid lamellar. Sifat pearlite adalah lebih keras dan lebih kuat dari pada

ferrite tetapi kurang liat dan tidak magnetis. Pearlite berwarna hitam.

Berikut ini gambar struktur ferrite dan pearlite :

Gambar 2.6 Struktur Pearlit dan Ferrit

d) Bainit

Bainit merupakan fasa yang terjadi akibat transformasi pendinginan

yang sangat cepat pada fasa austenite ke suhu antara 250°C-550°C dan

ditahan pada suhu tersebut (ishotermal). Bainit adalah struktur mikro dari

reaksi eutektoid (γ→α +Fe3C) non lamellar (tidak berupa lapisan). Bainit

merupakan struktur mikro campuran fasa ferrite dan sementite (Fe3C). Sifat

dari bainit adalah lunak. Berikut gambar struktur bainit:

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Baja Karbon

Program Studi Teknik Mesin

Fakultas Teknik UNTAG Surabaya

17

Gambar 2.7 Struktur Bainit

e) Martensite

Martensite merupakan fasa dimana ferrite dan sementite bercampur,

tetapi bukan dalam lamellar, melainkan jarum-jarum sementite. Fasa ini

terbentuk dari austenite meta stabil didinginkan dengan laju pendinginan

cepat tertentu. Terjadinya hanya prespitasi Fe3C unsur paduan lainnya tetapi

larut transformasi ishotermal pada 260°C untuk membentuk dispersi karbida

yang halus dalam metriks ferrite. Martensite bilah (lath martensite)

terbentuk jika kadar C dalam baja sampai 0,6% sedangkan di atas 1%C akan

terbentuk martensite pelat (plate martensite). Perubahan dari tipe bilah ke

pelat terjadi pada interval 0,6% < C < 1,08%. Sifat dari martensite adalah

rapuh dan keras, kekerasan tergantung dari komposisi karbon. Martensite

berbentuk seperti jarum. Berikut ini adalah struktur martensite:

Gambar 2.8 Struktur Martensite

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Baja Karbon

Program Studi Teknik Mesin

Fakultas Teknik UNTAG Surabaya

18

f) Sementite (karbida besi)

Pada paduan besi melebihi batas daya larut membentuk fasa kedua

yang disebut karbida besi (sementite). Karbida besi mempunyai komposisi

kimia Fe3C. Dibandingkan dengan ferrite, sementite sangat keras. Karbida

besi dalam ferrite akan meningkatkan kekerasan baja, tetapi karbida besi

murni tidak liat. Karbida ini tidak dapat menyesuaikan diri dengan adanya

konsentrasi tegangan, oleh karena itu kurang kuat. Sifat sementite adalah

keras, rapuh dan magnetis. Berikut ini struktur dari sementite (karbida besi)

Gambar 2.9 Struktur Sementite


Recommended