BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
1. Tifus abdominalis adalah “penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 1 minggu dan terdapat gangguan
kesadaran”. (Suriadi, 2006 : 255).
2. Thypus abdominalis adalah “penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan yaitu pada usus halus dengan gejala demam yang lebih dari 1
minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit
ini adalah Salmonella Thyposa”. (Ngastiyah, 2005 : 236).
3. Thypus abdominalis adalah “ penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang
disebabkan oleh Salmonella thypii.” (A.Aziz Alimul Hidayat, 2006 : 126)
Jadi Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
Salmonella Typhi mengenai saluran pencernaan pada usus halus ditandai adanya
demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran.
2.2 Etiologi
Menurut mansjoer, dkk (2000 : 432) etiologi dari demam thypoid adalah
Salmonella Typhi, basil gram negative, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora.
Mempunyai sekurangnya 4 macam antigen yaitu Antigen O : Onne Hauch : Somatik
antigen (tidak menyebar), Antigen H : Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan
bersifat termolabil Antigen V1 : kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh
kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis.
Sedangkan menurut yatim (2007 : 123) kuman penyebab demam thypoid
yaitu salmonella thypii atau para thypii A, B, C.
3
4
2.3 Patofisiologi
Menurut Suriadi, dkk (2006 : 255) perjalanan penyakit demam thypoid yaitu
pertama-tama kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan di
dalam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan
berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran
darah (bakterimia primer). Dan mencapai sel-sel retikulo endothelial, hati, limfa, dan
organ lainnya.
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo
endothelial melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan
bakterimia untuk ke dua kalinya. Selanjutnya kuman masuk kebeberapa jaringan
organ tubuh terutama limpa, usus, dan kandung empedu.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaque peyeri. Ini terjadi pada
kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ke tiga
terjadi ulserasi plaque peyeri. Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang
dapat menimbulkan sikratik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai
perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala
demam disebabkan oleh endotoksin. Sedangkan gejala pada saluran pencernaan
desebabkan pada usus halus.
2.4 Manifestasi Klinik
Menurut Suriadi, dkk (2006 : 255) manifestasi klinis pada demam thyfoid yaitu :
1. Nyeri kepala, lemah, lesu.
2. Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama tiga minggu.
Minggu pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya sushu tubuh
meningkat pada malam hari dan menurun pada siang hari. Pada minggu kedua
suhu tubuh terus meningkat, dan minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun
dan kembali normal.
5
3. Gangguan pada saluran cerna : halitosis, bibir kering dan pecah-pecah, lidah
ditutupi selaput putih koto (coated tongue), meteorismus, mual, tidak nafsu
makan, hepatomegali, splenomegali yang disertai nyeri pada perabaan.
4. Gangguan kesadaran : penurunan kesadaran (apatis, somnolen)
5. Bintik-bintik kemerahan pada kulit (roseola) akibat emboli basil dalam kapiler
kulit
6. Epitaksis.
Sedangkan menurut Ngatiyah (2005 : 237) menyatakan demam tifoid pada anak
biasanya lebih ringan daripada orang dewasa.
Typhus Abdominalis yang tidak diobati seringkali merupakan penyakit berat
yang berlangsung lama dan terjadi selama 4 minggu atau lebih. Adapun manifestasi
klinik yang bisa ditemukan pada demam typhoid menurut. Nelson, (2001) dan
Mansjoer (2000), antara lain:
1. Demam
Demam biasanya berlangsung 3 minggu, bersifat febrisn remitten dan suhu
tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap
hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Suhu tubuh meningkat dan dapat terjadi serangan kejang.
2. Gangguan SistemPencernaan
Mulut berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah tertutup
selaput putih kotor (coated tongue). Ujung dan tepinya kemerahan jarang disertai
tremor. Pemeriksaan abdomen di temukan keadaan perut kembung (meteorismus),
hati dan limpa membesar di sertai nyeri perabaan. Biasanya sering terjadi
konstipasi,kadang diare atau BAB tanpa kelainan. Pasien juga akan mengalami mual,
muntah, dan distensi abdomen, selain itu biasanya juga dijumpai ikterik.
3. Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak teraba demam yaitu
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali penyakit
berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
4. Gejala lain
6
Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bitik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada minggu pertama
demam kadang-kadang di temukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar.
2.5 Komplikasi
Komplikasi Typhus Abdominalis menurut Widodo (2006) dapat terjadi pada
usus halus dan diluar usus halus, antara lain:
1. Komplikasi pada Usus Halus
a. Perdarahan usus
Usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk tukak atau
luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus
lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila
tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi.
b. Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada
minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita Typhus
Abdominalis dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah
kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan
tanda-tanda ileus.
c. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen
tegang (defence musculair) dan nyeri tekan.
2. Komplikasi diluar Usus Halus
a. Komplikasi kardiovaskular meliputi gagal sirkulasi perifer, miokarditis,
tromboflebitis.
b. Komplikasi paru meliputi pneumonia, emphiema, pleuritis.
c. Komplikasi hepatobilier meliputi hepatitis, kolesistitis.
d. Komplikasi ginjal meliputi glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
7
e. Komplikasi tulang meliputi osteomielitis, periositis, spondiltis, arthritis.
f. Komplikasi neuropsikiatrik atau Typhoid toksik.
Adapun komplikasi dari demam tifoid menurut suriadi, dkk (2006 : 255) antara
lain yaitu,
a. Usus : perdarahan usus, melena, perforasi usus, peritonitis
b. Organ lain : meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan bronkopneumoni
Menurut Ngatiyah (2005 : 241) komplikasi demam tifoid terjadi pada usus halus.
Umumnya jarang terjadi, bila terjadi fatal akibatnya diantaranya adalah:
a. Perdarahan Usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinjad dengan
benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai
perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi Usus
Timbul biasanya pada minggu ke tiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian
distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan
bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan
terdapat udara diantara hati dan diafragma. Pada rontgen abdomen yang
dibuat dalam keadaan tegak
c. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus halus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang dan nyeri tekan.
2.6 Penatalaksanaan Medis.
Pengobatan Typhus Abdominalis menurut Widodo (2006) terdiri atas 3 bagian
yaitu dengan perawatan, diet, dan obat-obatan (medikasi).
1. Perawatan
Pasien Typhus Abdominalis perlu di rawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi, dan pengobatan. Pasien harus tirah baring sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk
8
mencegah terjadinya komplikasi pendarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi
pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien
dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-
waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
Defekasi dan buang air kecil perlu di perhatikan, karena kadang terjadi obstipasi
dan retensi air kemih.
2. Diet
Makanan harus cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan
tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan
gas. Bila kesadaran menurun dapat diberikan makanan cair melalui sonde
lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan baik dapat juga diberikan makanan
lunak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini
yaitu nasi dengan laukpauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar)
dapat diberikan dengan aman.
3. Obat-obatan
a. Obat-obat anti mikroba yang sering di pergunakan ialah:
1) Kloramfenikol; obat anti mikroba yang dapat meredakan demam dengan cepat.
2) Tiamfenikol; efektifitas tiamfenikol pada demam typoid hamper sama dengan
kloramfenikol.
3) Cotrimoksazol (kombinasi dari Sulfamitoksasol); efektifitas obat ini dilaporkan
hampir sama dengan kloramfenikol.
b. Obat-obat anti biotik yang sering dipergunakan ialah :
1) Ampicillin dan Amoksisilin; indikasi mutlak penggunaannya adalah pasien
demam typhoid dengan leokopenia.
2) Cefalosforin generasi ketiga; beberapa uji klinis menunjukkan Cefalosforin
generasi ketiga antara lain Sefiperazon, Ceftriakson, dan Cefotaxim efektif
untuk demam.
3) Fluorokinolon; efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian
yang optimal belum di ketahui dengan pasti.
9
Sedangakan Menurut Ngatiyah (2005 : 158) pasien yang dirawat dengan
diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung
sebagai pasien tifus abdominalis dan diberikan pengobtan sebagai berikut.
1. Isolasi pasien, disenfeksi pakaian dan ekskreta
2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia dan lain-lain.
3. Istirahat selama demam sampai 2 minggu setelah suhu normal kembali.
Kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan
diruangan
4. Diet
Makanan harus cukup mengandung cairan, kalori dan tinggi protein. Bahkan
makanan tidak boleh banyak mengandung serat, tidak merangsang,dan tidak
menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila kesadaran pasien menurun
diberikan makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu
makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.
5. Obat
Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali jika pasien tidak serasi dapat
diberikan obat lainnya, seperti kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol
dengan dosis tinggi, yaitu 100mg/kgBB/hari (maksimum 2 gram perhari),
diberikan 3 kali sehari peroral atau intravena. Pemberian kloramfenikol
dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah
relaps. Efek negative nya yaitu mungkin pembentukan zat anti kurang karena
basil terlalu cepat dimusnahkan.
6. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi
dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena dan sebagainya.
2.7 Pengkajian fokus
Data dasar pengkajian pasien dengan Typhus Abdominalis menurut Doenges
(2002) yaitu :
1. Identitas Klien, meliputi:
10
a. Umur ; penderita yang terkena Typhus Abdominalis rata-rata antara usia 3-19
tahun, karena terkait dengan pola dan jenis makanan yang dikonsumsi yang
lebih variatif dan beresiko menjadi faktor pencetus masukanya kuman
Salmonella Typhi.
b. Lingkungan; kebersihan lingkungan yang buruk merupakan sumber dari
penyakit Typhus Abdominalis , seperti membuang sampah sembarangan.
c. Pekerjaan; kebanyakan penderita penyakit Typhus Abdominalis bekerja ditempat
yang kumuh, atau bekerja yang menguras tenaga.
d. Jenis Kelamin; kebanyakan penderita yang terkena penyakit typhoid lakilaki
lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 2-3:1
2. Riwayat kesehatan, meliputi:
a. Keluhan utama; pada pasien Typhus Abdominalis biasanya mengeluh perut
merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.
b. Riwayat penyakit dahulu; apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit
Typhus Abdominalis, apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya.
c. Riwayat penyakit sekarang; pada umumnya penyakit pada pasien Typhus
Abdominalis adalah demam, anoreksia, mual, muntah, diare, perasaan tidak
enak diperut, pucat (anemi), nyeri otot, lidah typhoid (kotor), gangguan
kesadaran berupa sommolen sampai koma.
d. Riwayat kesehatan keluarga; apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah
menderita Typhus Abdominalis atau sakit lainnya.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan; adanya pola hidup dan kebiasaan
yang tidak sehat, dan tidak mengetahui pemeliharaan dan penanganan
kesehatan, kebiasaan jajan di tempat terbuka, kebiasaan tidak mencuci tangan
sebelum makan.
b. Pola nutrisi dan metabolisme; adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan
selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat
mempengaruhi status nutrisi tubuh. Pasien juga akan dijumpai adanya demam
dan keluhan badannya panas.
11
c. Pola aktifitas dan latihan; pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya
kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat
penyakitnya.
d. Pola istirahat dan tidur; kebiasaan tidur pasien akan terganggu karena suhu
badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada saat tidur.
e. Pola persepsi sensori kognitif; adanya nyeri pada ulu hati, nyeri pada kuadran
kanan atas dan menurunya tingkat kesadaran.
f. Pola hubungan dengan orang lain; adanya kondisi kesehatan mempengaruhi
terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam
menjalankan peranya selama sakit.
g. Persepsi diri dan konsep diri; adanya kecemasan, ketakutan atau penilaian
terhadap diri, tampak sakit terhadap diri, kontak mata, asertif atau pasif, isyarat
non verbal, ekspresi wajah, merasa tidak berdaya, gugup atau rileks.
h. Pola mekanisme koping; stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam
mengatasi masalah penyakitnya.
i. Pola nilai kepercayaan atau keyakinan; timbulnya distres dalam spritual pada
pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta
kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
4. Pemeriksaaan fisik
a. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital; biasanya pada klien typhoid mengalami
penurunan kesadaran, badan lemah, suhu meningkat antara 37,5-38oC, tekanan
darah mengalami penurunan, dan penurunan frekuensi nadi.
b. Kepala dan leher; biasanya pada pasien Typhus Abdominalis yang ditemukan
adanya kongjungtiva anemia, mukosa pucat, bibir kering, lidah kotor ditepi dan
ditengah merah.
c. Abdomen; biasanya terdapat nyeri tekan pada bagian ulu hati dan kuadran kanan
atas.
d. Sistem integument; turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, mungkin
muncul roseola.
12
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid menurut Widodo (2006)
adalah pemeriksaan laboratorium , yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Biasanya pada klien dengan demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis, tetapi kenyataannya leukopenia jarang dijumpai. Pada
kebanyakan kasus Typhus Abdominalis, jumlah leukosit pada sediaan darah
tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa Typhus
Abdominalis.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya Typhus Abdominalis.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan Typhus Abdominalis, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam.
d. UjiWidal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah di
vaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman). Makin tinggi titter O makin besar jumlah kuman Salmonella Typhi di
dalam tubuh.
13
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman). Makin tinggi titter H makin besar jumlah kuman Salmonella Typhi di
dalam tubuh.
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
sampai kuman)
2.8 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul merujuk pada Carpenito (2002)
dan Doenges (2000), antara lain:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah, nafsu makan menurun.
2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan
sekunder terhadap diare, demam, dan muntah.
3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan efek peradangan pada
usus.
4. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan
peristaltik usus.
5. Gangguan eliminasi BAB : diare berhubungan dengan absorbs dinding usus
sekunder, infeksi Salmonella typhi.
6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan pada usus
halus.
7. Cemas berhubungan dengan krisis situasi akibat proses penyakit dan
hospitalisasi.
2.9 Intervensi dan Rasional
Fokus intervensi keperawatan dan rasional merujuk pada Carpenito (2002)
dan Doenges (2000), antara lain:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah, nafsu makan menurun.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi.
14
b. Kriteria hasil : BB stabil atau peningkatan BB, tidak ada malnutrisi, nafsu makan
meningkat, pasien mengmhabiskan porsi makan yang sudah disediakan rumah
sakit.
c. Intervensi :
1) Dorong tirah baring atau pembatasan aktifitas selama fase sakit akut. Rasional:
Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan
simpanan energi.
2) Anjurkan klien istirahat sebelum makan. Rasional: Menenangkan peristaltik dan
meningkatkan energi untuk makan
3) Sediakan makanan dalam keadaan hangat, lingkungan menyenangkan, dan kondisi
tidak terburu-buru. Rasional: Lingkungan yang menyenangkan dapat menurunkan
stress dan lebih kondusif untuk makan.
4) Catat masukan makanannya. Rasional: Memberikan rasa kontrol pada klien dan
memberikan kesempatan untuk memilih makanan yang diinginkan, dinikmati,
dapat meningkatkan masukan.
5) Berikan nutrisi parental total, terapi Intra Vena sesuai indikasi. Rasional: Dapat
mengistirahatkan saluran sementara memberikan nutrisi penting.
6) Timbang berat badan setiap hari. Rasional: memberikan informasi tentang
kebutuhan diet atau keefektifan terapi.
2. Resiko Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan
sekunder terhadap diare, demam, dan muntah.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam kebutuhan cairan
terpenuhi.
b. Kriteria hasil: Suhu 36-37oC, turgor baik, kulit lembab, TD 120/80 mmHg, nadi
80x/menit, nadi perifer teraba, mempertahankan volume cairan.
c. Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital. Rasional: Hipotensi, Takardi, demam, dapat menunjukan
respon pada efek kehilangan cairan.
2) Observasi kulit kering berlebihan dan membrane mukosa, penurunan turgor kulit.
Rasional: Dapat mengetahui kehilangan cairan berlebihan dan dehidrasi.
15
3) Pertahankan pembatasan per oral, tirah baring, hindari kerja atau batasi aktifitas.
Rasional: Kolon diistirahatkan untuk peyembuhan dan untuk menurunkan cairan
usus
4) Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari untuk adanya darah samar. Rasional:
Diet tak adekuat dan penurunan absorbsi dapat memasukan defisiensi Vitamin K
dan merusak koagulasi, potensial resiko pendarahan.
5) Kolaborasi pemberian cairan parenteral sesuai indikasi. Rasional:
Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk
memperbaiki kehilangan atau anemia.
3. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan efek peradangan pada
usus.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri hilang atau bekurang.
b. Kriteria hasil : Nyeri klien dapat hilang atau berkurang, klien tampak rileks, klien
tampak tenang, ekspresi wajah tidak cemas, suhu 36-37oC, TD 120/80 mmHg,
nadi 80x/menit, RR 20x/menit.
c. Intervensi :
1) Kaji laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya intensitas (skala 0-
10). Selidiki dan laporkan perubahan karateristik nyeri. Rasional: Nyeri selama
defekasi seiring terjadi pada klien dengan tiba-tiba dimana dapat berat dan tidak
dimana dapat berat dan terus menerus. Perubahan pada karateristik nyeri dapat
menunjukan penyebaran penyakit atau terjadi komplikasi.
2) Dorong klien untuk menghilangkan rasa nyeri. Rasional: Untuk dapat mentoleransi
nyeri.
3) Tentukan stress luar, misal keluarga, teman, lingkungan kerja atau sosial. Rasional:
Stress dapat mengganggu respon saraf otonomik dan mendukung eksaserasi
penyakit. Meskipun tujuan kemandirianlah pada klien menjadi penambah stessor.
4) Anjurkan klien istirahat atau tidur yang cukup. Rasional: Kelelahan karena
penyakit cenderung menjadi masalah berarti, mempengaruhi kemampuan
mengatasinya.
16
5) Dorong penggunaan ketrampilan menangani stress misal tekhnik relaksasi, latihan
nafas dalam. Rasional: Memberatkan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi
dan meningkatkan kemampuan koping.
6) Berikan obat analgetik sesuai indikasi. Rasional: bantuan dalam istirahat psikologi
atau fisik, menghemat energi, dan dapat menguatkan kemampuan koping.
4. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan
peristaltik usus.
a. Tujuan : Selama dalam perawatan kebutuhan eliminasi terpenuhi.
b. Kriteria hasil : Tidak terjadi gangguan pada eliminasi BAB kembali normal,
konsistensi lunak, tidak cair, pasien tidak kembung.
c. Intervensi :
1) Kaji pola BAB pasien. Rasional: Untuk mengetahui pola BAB pasien.
2) Pantau dan catat BAB setiap hari. Rasional: Mengetahui konsistensi pada feses dan
perkembangan pola BAB pasien.
3) Pertahankan intake cairan 2-3 liter /hari. Raional: Memenuhi kebutuhan cairan dan
membantu memperbaiki konsistensi feses.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet tinggi serat tapi rendah lemak.
Rasional: Serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorbsi air dalam aliranya
sepanjang traktus intestinal.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pencahar. Rasional: Obat itu
untuk melunakan feses yang keras sehingga pasien dapat defekasi dengan mudah.
5. Gangguan eliminasi BAB : diare berhubungan dengan absorbs dinding usus
sekunder, infeksi salmonella typhi.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien tidak
mengalami diare, BAB normal.
b. Kriteria hasil: BAB normal 1-2x/ hari, Konsistensi berbentuk, perut tidak mulas,
peristaltik normal.
c. Intervensi :
1) Kaji frekuensi, bau, warna feses. Rasional: Untuk mengetahui adakah pendarahan.
2) Observasi tanda dehidrasi. Rasional: Untuk mengetahui tanda dehidrasi.
17
3) Observasi Peristaltik usus. Rasional: Untuk mengetahui perubahan peristaltik usus.
4) Observasi atau monitor intake output cairan. Rasional: Untuk mengetahui balance
cairan.
5) Anjurkan klien untuk banyak minum. Rasional: Untuk menggantikan cairan tubuh
yang hilang melalui diare.
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti diare dan anti mikroba.
Rasional: untuk mengurangi reaksi peradangan pada usus halus dan menurunkan
peristaltik.
6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan pada usus
halus.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh normal.
b. Kriteria hasil : Suhu tubuh normal 36-37oC, TD 120/80 mmHg, bibir tidak kering,
pasien tampak rileks, turgor kulit baik, tidak terjadi resiko kekurangan volume
cairan.
c. Intervensi :
1) Kaji peningkatan suhu. Rasional: Suhu 38,9oC menentukan proses penyakit infeksi
akut.
2) Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambah linen tempat tidur sesuai indikasi.
Rasional: Suhu lingkungan atau jumlah slimut harus dibatasi untuk
mempertahankan suhu mendekati normal.
3) Berikan kompres air hangat, hindari penggunaan air es. Rasional: Membantu
mengurangi demam (penggunaan air es menyebabkan peningkatan suhu secara
aktual).
4) Kolaborasi pemberian Antipiretik. Rasional: Digunakan untuk mengurangi
demam.
5) Kolaborasi pemberian Antibiotik dan Antimikroba. Rasional: untuk mengatasi
peradangan yang terjadi dalam tubuh.
7. Cemas berhubungan dengan krisis situasi akibat proses penyakit dan
hospitalisasi.
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kecemasan berkurang.
18
b. Kriteria Hasil : klien menunjukkan penurunan ketegangan, mampu mengontrol
kecemasan, menunjukkan kemampuan interaksi sosial yang baik dengan
lingkungan.
c. Intervensi :
1) Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan klien.
2) Berikan informasi tentang masalah kesehatan dan penyakit yang dialaminya.
Rasional: membantu mengurangi ketegangan klien yang tidak beralasan.
3) Bantu pasien memfokuskan pada situasi saat ini Rasional: sebagai alat bantu untuk
mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi ansietas.
4) Sediakan pengalihan melalui alat bantu seperti televise, radio, permainan, serta
terapi okupasi. Rasional: membantu mengalihkan perhatian klien dan mengurangi
kecemasan
5) Kurangi rangsangan yang berlebihan dan sediakan lingkungan yang tenang.
Rasional: mengurangi faktor yang dapat mebuat klien cemas.
6) Kolaborasi dengan psikiater bila diperlukan. Rasional : membantu klien lebih
tenang dalam mengatasi kecemasan yang berlebihan.
Recommended