Download doc - Apendisitis Suci

Transcript
Page 1: Apendisitis Suci

Case Report Session

APPENDISITIS

OLEH:

Suci Chairiya AkmalBP. 0910313230

PEMBIMBING:

Dr. Yahya Marpaung, Sp.B

ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNAND

RSUP DR. M. DJAMIL

Page 2: Apendisitis Suci

2014BAB I

1.1 Anatomi dan Embriologi

Sistem digestif yang secara embriologi berasal dari midgut meliputi duodenum

distal muara duktus koledukus, usus halus, sekum dan apendiks, kolon asendens, dan ½

sampai ¾ bagian oral kolon transversum. Premordium sekum dan apendiks Vermiformis

(cecal diverticulum) mulai tumbuh pada umur 6 minggu kehamilan, yaitu penonjolan

dari tepi antimesenterium lengkung midgut bagian kaudal. Selama perkembangan

antenatal dan postnatal, kecepatan pertumbuhan sekum melebihi kecepatan

pertumbuhan apendiks, sehingga menggeser apendiks ke arah medial di depan katup

ileosekal. Apendiks mengalami pertumbuhan memanjang dari distal sekum selama

kehamilan. Selama masa pertumbuhan bayi, terjadi juga pertumbuhan bagian kanan-

depan sekum, akibatnya apendiks mengalami rotasi kearah postero-medial dan menetap

pada posisi tersebut yaitu 2,5 cm dibawah katup ileosekal, sehingga pangkal apendiks di

sisi medial. Organ ini merupakan organ yang tidak mempunyai kedudukan yang

menetap didalam rongga abdomen. Hubungan pangkal apendiks ke sekum relatif

konstan, sedangkan ujung dari apendiks bisa ditemukan pada posisi retrosekal, pelvikal,

subsekal, preileal atau parakolika kanan. Posisi apendiks retrosekal paling banyak

ditemukan yaitu 64% kasus.

Page 3: Apendisitis Suci

Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa

dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh darah

dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang

berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila letak

apendiks retrosekal maka tidak tertutup oleh peritoneum viscerale (Soybel, 2001).

Menurut Wakeley (1997) lokasi apendiks adalah sebagai berikut: retrosekal (65,28%),

pelvikal (31,01%), subsekal (2,26%), preileal (1%) dan postileal serta parakolika kanan

(0,4%) (Schwartz, 1990).

Pada 65% kasus apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan apendiks

memungkinkan bergerak dalam ruang geraknya tergantung pada panjangnya

mesoapendiks. Pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal yaitu di belakang

sekum, dibelakang kolon askenden atau tepi lateral kolon askenden. Gejala klinis

apendisitis ditentukan oleh letak dari apendiks. Pada posisi retrosekal, kadang-kadang

appendiks menjulang kekranial ke arah ren dekster, sehingga keluhan penderita adalah

nyeri di regio flank kanan. Dan kadang diperlukan palpasi yang agak dalam pada

keadaan tertentu karena appendiks yang mengalami inflamasi ini secara kebetulan

terlindungi oleh sekum yang biasanya mengalami sedikit dilatasi Letak appendik

mungkin juga bisa di regio kiri bawah hal ini dipakai untuk penanda kemungkinan

adanya dekstrokardia. Kadang pula panjang appendiks sampai melintasi linea mediana

abdomen, sehingga bila organ ini meradang mengakibatkan nyeri perut kiri bawah. Juga

pada kasus-kasus malrotasi usus kadang appendiks bisa sampai diregio epigastrum,

berdekatan dengan gaster atau hepar lobus kanan.

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya bervariasi berkisar

antara 2-22 cm. Letak basis apendiks berada pada posteromedial sekum pada pertemuan

ketiga taenia koli, kira-kira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga taenia tersebut terutama

taenia anterior yang digunakan sebagai penanda untuk mencari basis apendiks. Basis

apendiks terletak di fossa iliaka kanan, bila diproyeksikan ke dinding abdomen terletak

di kuadran kanan bawah yang disebut dengan titik Mc Burney. Kira-kira 5% penderita

mempunyai apendiks yang melingkar ke belakang sekum dan naik (ke arah kranial)

pada posisi retroperitoneal di belakang kolon askenden. Apabila sekum gagal

mengalami rotasi normal mungkin apendiks bisa terletak di mana saja di dalam kavum

Page 4: Apendisitis Suci

abdomen. Pada anak-anak apendiks lebih panjang dan lebih tipis daripada dewasa oleh

karena itu pada peradangan akan lebih mudah mengalami perforasi. Sampai umur

kurang lebih 10 tahun, omentum mayus masih tipis, pendek dan lembut serta belum

mampu membentuk pertahanan atau pendindingan (walling off) pada perforasi,

sehingga peritonitis umum karena apendisitis akut lebih umum terjadi pada anak-anak

daripada dewasa (Raffensperger. Apendiks kekurangan sakulasi dan mempunyai lapisan

otot longitudinal, mukosanya diinfiltrasi jaringan limfoid. Pada bayi apendiks berbentuk

kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujung. Keadaan ini

memungkinkan menjadi sebab rendahnya kasus apendisitis pada umur tersebut , 1990).

Apendiks mempunyai lumen yang sempit, bentuknya seperti cacing, dan apeksnya

menempel pada sekum. Apendiks pada bayi berbentuk konikal. Panjang apendiks

bervariasi dari 2 – 20 cm dengan panjang rata-rata 6 – 9 cm. Diameter masuk lumen

apendiks antara 0,5 – 15 mm. Lapisan epitel lumen apendiks seperti pada epitel kolon

tetapi kelenjar intestinalnya lebih kecil daripada kolon. Apendiks mempunyai lapisan

muskulus dua lapis. Lapisan dalam berbentuk sirkuler yang merupakan kelanjutan dari

lapisan muskulus sekum, sedangkan lapisan luar berbentuk muskulus longitudinal yang

dibentuk oleh fusi dari 3 tenia koli diperbatasan antara sekum dan apendiks. Pada masa

bayi folikel kelenjar limfe submukosa masih ada. Folikel ini jumlahnya terus meningkat

sampai puncaknya berjumlah sekitar 200 pada usia 12 – 20 tahun.

Setelah usia 30 tahun ada pengurangan jumlah folikel sampai setengahnya, dan

berangsur menghilang pada usia 60 tahun. Mesoapendiks terletak dibelakang ileum

terminal yang bergabung dengan mesenterium intestinal.

Vaskularisasi appendiks mendapatkan darah dari cabang a. ileokolika berupa

appendiksularis yang merupakan satu-satunya feeding arteri untuk appendiks, sehingga

apabila terjadi trombus pada appendiksitis akuta akan berakibat berbentuk gangren, dan

bahkan perforasi dari appendiks tersebut. Arteri apendikuler adalah cabang terminal dari

arteri ileokolika dan berjalan pada ujung bebas mesoapendiks. Kadang-kadang pada

mesenterium yang inkomplet, arteri ini terletak panda dinding sekum. Pada

mesoapendiks yang pendek dapat berakibat apendiks yang terfiksir (immobile). Kadang-

kadang arteri apendikularis berjumlah dua. . Namun demikian pangkal appendik

Page 5: Apendisitis Suci

ternyata mendapatkan vaskularisasi tambahan dari cabang-cabang kecil arteri sekalis

anterior dan posterior .

Vena appendiks bermuara di vena ileokalika yang melanjutkan diri ke vena

mesenterika superior. Sedangkan sistim limfatiknya mengalir ke lymfonodi ileosekal

Pembuluh limfe mengalirkan cairan limfe ke satu atau dua noduli limfatisi yang terletak

pada mesoapendiks. Dari sini cairan limfe berjalan melalui sejumlah noduli limfatisi

mesenterika untuk mencapai noduli limfatisi mesenterika superior. Syaraf apendiks

berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesenterika

superior. Serabut syaraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari apendiks

berjalan bersama saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis setinggi segmen torakal

X karena itu nyeri visceral pada apendiks bermula disekitar umbilikus. Appendiks

menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam

lumen dan selanjutnya dicurahkan ke sekum .

  Malrotasi atau maldesesnsus dari sekum akan mengakibatkan kelainan letak dari

apendiks sehingga mungkin saja terletak disepanjang daerah fossa iliaka kanan dan area

infrasplenik kiri. Dalam hal terdapat transposisi dari visera maka apendiks dapat terletak

di kwadran kiri bawah. Mengingat akan kemungkinan-kemungkinan kelainan posisi

atau letak sekum ini sangat penting, karena hal ini sering mendatangkan kesulitan dalam

menegakkan diagnosis bila terjadi peradangan pada apendiks tersebut. Suatu anomaly

yang sangat jarang terjadi adalah duplikasi apendiks seperti dikemukakan oleh Green.

Sementara menurut Waugh duplikasi apendiks ini tidak ada hubungannya dengan

duplikasi sekum. Kedua apendiks mungkin terbungkus dalam sarung fibrous dan

dikelilingi oleh satu lapisan otot dan rongganya mungkin berhubungan sebagian atau

seluruhnya atau mungkin berasal secara terpisah dari sekum. Ada yang berpendapat

bahwa apendiks yang kedua merupakan suatu divertikel sekum yang kongenital.

Karena apendiks merupakan suatu kantong yang buntu dengan lumen yang

sempit dan seperti traktus intestinalis lainnya secara normal berisi bakteri, resiko

stagnasi dari isi apendiks yang terinfeksi selalu ada. Resiko ini akan bertambah hebat

dengan adanya suatu mekanisme valvula pada pangkal apendiks yang dikenal dengan

valvula Gerlach . Dengan adanya benda-benda asing yang terperangkap dalam lumen

apendiks, posisinya yang mobil, dan adanya kinking, bands, adhesi dan lain-lain

Page 6: Apendisitis Suci

keadaan yang menyebabkan angulasi dari apendiks, maka keadaan akan semakin

diperburuk. Banyaknya jaringan limfoid pada dindingnya juga akan mempermudah

terjadinya infeksi pada apendiks.

Organ lain di luar apendiks yang mempunyai peranan besar apabila terjadi

peradangan apendiks adalah omentum. Ini merupakan salah satu alat pertahanan tubuh

apabila terjadi suatu proses intraabdominal termasuk apendiks. Pada umur dibawah 10

tahun pertumbuhan omentum ini pada umumnya belum sempurna, masih tipis dan

pendek, sehingga belum dapat mencapai apensdiks apabila terjadi peradangan apendiks.

Hal inilah yang merupakan salah satu sebab lebih mudah terjadi perforasi dan peritonitis

umum pada apendisitis anak.

  Appendiks vermiformis (umbai cacing) terletak pada puncak caecum , pada

pertemuan ke-3 tinea coli yaitu :

1. Taenia libra

2. Taenia omentalis

3. Taenia mesocolica

Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat

Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula

appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumen bagian

proksimal menyempit , bagian distal melebar. Hal ini berlawanan pada bayi, sehingga

menyebabkan rendahnya insidensi appendisitis pada usia tersebut.

  Secara histologis mempunyai 4 lapisan yaitu tunika :

- Mukosa

- Sub mukosa  : banyak terdapat limfoid

- Muskularis 

Terdapat Stratum circulare (dalam) dan stratum longitudinale (luar), stratum

longitunale merupakan gabungan dari ke-3 taenia coli.

Posisi appendik :

1. Ileocecal

2. Antecaecal  : di depan caecum

3. Retrocaecal  : intraperitoneal & retroperitoneal

Page 7: Apendisitis Suci

4. Anteileal

5. RetroIleal

6. Pelvical

Appendiks mendapat vaskularisasi dari a.Appendicularis a.Iliocolica a. Mesenterica

superior. a. Appendicularis merupakan suatu arteri yang tidak memiliki kolateral

(endarteri) , sehingga jika tersumbat mengakibatkan ganggren. Darah dari appendiks di

drainage ke v. appendicularis v. Ileocolica. Innervasi appendiks dari cabang n.X

(parasimpatis), sehingga nyeri viseral pada appendisitis bermula disekitar umbilikus.

 

1.2 Epidemiologi

Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di Negara

berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara

bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat

dalam menu sehari-hari.

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, Hanya pada anak kurang dari

satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,

setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali

pada umur 20-30 tahun, insiden lelaki lebih tinggi.

1.3 Etiologi

Penyebab belum diketahui. Faktor yang mempengaruhi :

Obstruksi

1. Hiperplasi kelenjar getah bening (60%).

2.Fecolith (35%)  : massa feces yang membatu

3. Corpus alienum (4%)  : biji-bijian

4.  Striktur lumen (1%) : kinking , karena mesoappendiks pendek, adesi.

Page 8: Apendisitis Suci

Infeksi

Biasanya secara hematogen dari tempat lain, misal : pneumonia, tonsilitis dsb.

Antara lain jenis kuman : E. Coli, Streptococcus.Ada 4 faktor yang mempengaruhi

terjadinya appendisitis :  

1. Adanya isi lumen

2. Derajat sumbatan yang terus menerus

3. Sekresi mukus yang terus menerus

4. Sifat inelastis / tak lentur dari mukosa appendik

Akibat sumbatan / obstruksi mengakibatkan sekresi mukus terganggu , sehingga

tekanan intra lumen meningkat mengakibatkan gangguan drainage pada :

Limfe  : Oedem kuman masuk ulcerasi mukosa Appendisitis akut

Vena    : TrombusIskhemikuman masuk pus Appendisitis Supuratif

  Arteri :  Nekrosis kuman masuk ganggren Appendisitis ganggrenosa Perforasi

peritonitis umum

1.4 Patogenesis

Secara anatomi pembuluh arteri masuk melalui sisi muskuler yang lemah ini. Kontraksi

muskulus longitudinal akan diikuti oleh kontraksi muskulus sirkuler secara sinergis,

lambat, dan berakhir beberapa menit. Gerakan aktif dapat dilihat pada bagian pangkal

apendiks dan semakain ke distal gerakan semakin berkurang. Pada keadaan inflamasi,

kontraksi muskuli apendiks akan terganggu

Pada keadaan normal tekanan dalam lumen apendiks antara 15 – 25 cmH2O dan

meningkat menjadi 30 – 50 cmH2O pada waktu kontraksi. Pada keadaan normal

tekanan panda lumen sekum antara 3 – 4 cmH2O, sehingga terjadi perbedaan tekanan

yang berakibat cairan di dalam lumen apendiks terdorong masuk sekum. Mukosa

normal apendiks dapat mensekresi cairan 1 ml dalam 24 jam (Riwanto I, 1992).

Apendiks juga berperan sebagai sistem imun pada sistem gastrointestinal (GUT).

Page 9: Apendisitis Suci

Sekresi immunoglobulin diproduksi oleh Gut-Associated Lymphoid Tissues (GALD)

dan hasil sekresi yang dominan adalah IgA. Antibodi ini mengontrol proliferasi bakteri,

netralisasi virus, dan mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya.

Pemikiran bahwa apendiks adalah bagian dari sistem GALD yang mensekresi globulin

kurang banyak berkembang.

Hal ini dapat dibuktikan pada pengangkatan apendiks tidak terjadi efek pada

sistem immunology. Meskipun kelainan pada apendisitis akut disebabkan oleh infeksi

bakteri, faktor yang memicu terjadinya infeksi masih belum diketahui secara jelas. Pada

apendisitis akut umumnya bakteri yang berkembang pada lumen apendiks adalah

Bacteroides fragilis dan Escherichea colli. Kedua bakteri ini adalah flora normal usus.

Bakteri ini menginvasi mukosa, submukosa, dan muskularis, yang menyebabkan udem,

hiperemis dan kongesti local vaskuler, dan hiperplasi kelenjar limfe. Kadang-kadang

terjadi trombosis pada vasa dengan nekrosis dan perforasi

Beberapa penelitian tentang faktor yang berperan dalam etiologi terjadinya

apendisitis akut diantaranya: obstruksi lumen apendiks, Obstruksi bagian distal kolon,

erosi mukosa, konstipasi dan diet rendah serat Percobaan pada binatang dan manusia

menunjukkan bahwa total obstruksi pada pangkal lumen apendiks dapat menyebabkan

apendisitis. Beberapa keadaan yang mengikuti setelah terjadi obstruksi yaitu: akumulasi

cairan intraluminal, peningkatan tekanan intraluminal, obstruksi sirkulasi vena, stasis

sirkulasi dan kongesti dinding apendiks, efusi, obstruksi arteri dan hipoksia, serta

terjadinya infeksi anaerob. Pada keadaan klinis, faktor obstruksi ditemukan dalam 60 -

70 persen kasus. Enam puluh persen obstruksi disebabkan oleh hiperplasi kelenjar limfe

submukosa, 35% disebabkan oleh fekalit, dan 5% disebabkan oleh faktor obstruksi yang

lain. Keadaan obstruksi berakibat terjadinya proses inflamasi Obstruksi pada bagian

distal kolon akan meningkatkan tekanan intralumen sekum, sehingga sekresi lumen

apendiks akan terhambat keluar. Arnbjornsson melaporkan prevalensi kanker kolorektal

pada usia lebih dari 40 tahun, ditemukan setelah 30 bulan sebelumnya dilakukan

apendektomi, lebih besar dibandingkan jumlah kasus pada usia yang sama. Dia percaya

bahwa kanker kolorektal ini sudah ada sebelum dilakukan apendektomi dan menduga

kanker inilah yang meningkatkan tekanan intrasekal yang menyebabkan apendisitis.

Page 10: Apendisitis Suci

  Beberapa penelitian klinis berpendapat bahwa Entamoeba histolytica, Trichuris

trichiura, dan Enterobius vermikularis dapat menyebabkan erosi membrane mukosa

apendiks dan perdarahan. Pada kasus infiltrasi bakteri, dapat menyebabkan apendisitis

akut dan abses. Pada awalnya Entamoeba histolytica berkembang di kripte glandula

intestinal. Selama infasi pada lapisan mukosa, parasit ini memproduksi ensim yang

dapat menyebabkan nekrosis mukosa sebagai pencetus terjadinya ulkus. Keadaan

berikutnya adalah bakteri yang menginvasi dan berkembang pada ulkus, dan

memprovokasi proses inflamasi yang dimulai dengan infiltrasi sel radang akut.

Konstipasi dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal sekum, yang

dapat diikuti oleh obstruksi fungsional apendiks dan berkembangbiaknya bakteri.

Penyebab utama konstipasi adalah diet rendah serat. Diet rendah serat dapat

menyebabkan feses menjadi memadat , lebih lengket dan berbentuk makin membesar,

sehingga membutuhkan proses transit dalam kolon yang lama. Diet tinggi serat tidak

hanya memperpendek waktu transit feses dalam kolon, tetapi dapat juga mengubah

kandungan bakteri. Hill et al menyimpulkan bahwa bakteri yang terdapat dalam feses

orang Amerika dan Inggris (yang mengkonsumsi rendah serat) lebih tinggi

dibandingkan feses orang Uganda, India, dan Jepang.

Beberapa penelitian juga menyebutkan adanya insidesi apendisitis di negara

maju seperti Amerika dan Inggris yang kurang mengkonsumsi serat lebih besar

dibandingkan di Afrika dan Asia

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum. Hambatan aliran

dalam muara apendiks berperan besar dalam patogenesis apendisitis. Jaringan limfoid

pertamakali terlihat di submukosa apendiks sekitar 2 minggu setelah kelahiran. Jumlah

jaringan limfoid meningkat selama pubertas, dan menetap dalam waktu 10 tahun

berikutnya, kemudian mulai menurun dengan pertambahan umur. Setelah umur 60

tahun, tidak ada jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks (Kozar dan

Roslyn, 1999; Way, 2003). Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut

associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran pencernaan termasuk

Page 11: Apendisitis Suci

apendiks adalah Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung infeksi.

Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh, sebab

jaringan limfoid disini kecil jika dibandingkan jumlah di saluran pencernaan dan seluruh

tubuh (Sjamsuhidayat, 1997)

Peradangan apendiks biasanya dimulai pada mukosa dan kemudian melibatkan

seluruh lapisan dinding apendiks mulai dari submukosa, lamina muskularis dan lamina

serosa . Proses awal ini terjadi dalam waktu 12 – 24 jam pertama. Obstruksi pada bagian

yang lebih proksimal dari lumen menyebabkan stasis bagian distal apendiks, sehingga

mucus yang terbentuk secara terus menerus akan terakumulasi. Selanjutnya akan

menyebabkan tekanan intraluminer meningkat, kondisi ini akan memacu proses

translokasi kuman dan terjadi peningkatan jumlah kuman di dalam lumen apendiks

cepat. Selanjutnya terjadi gangguan sirkulasi limfe yang menyebabkan udem. Kondisi

yang kurang baik ini akan memudahkan invasi bakteri dari dalam lumen menembus

mukosa dan menyebabkan ulserasi mukosa apendiks, maka terjadilah keadaan yang

disebut apendisitis fokal , atau apendisitis simple . Obstruksi yang berkelanjutan

menyebabkan tekanan intraluminer semakin tinggi dan menyebabkan terjadinya

gangguan sirkulasi vaskuler. Sirkulasi venular akan mengalami gangguan lebih dahulu

daripada arterial. Keadaan ini akan menyebabkan udem bertambah berat, terjadi iskemi,

dan invasi bakteri semakin berat sehingga terjadi pernanahan pada dinding apendiks,

terjadilah keadaan yang disebut apendisitis akuta supuratif. Pada keadaan yang lebih

lanjut tekanan intraluminer akan semakin tinggi, udem menjadi lebih hebat, terjadi

gangguan sirkulasi arterial. Hal ini menyebabkan terjadinya gangren pada dinding

apendiks terutama pada daerah antemesenterial yang relatif miskin vaskularisasi.

Gangren biasanya di tengah-tengah apendiks dan berbentuk ellipsoid. Keadaan ini

disebut apendisitis gangrenosa. Apabila tekanan intraluminer semakin meningkat, akan

terjadi perforasi pada daerah yang gangrene tersebut. Material intraluminer yang

infeksius akan tercurah ke dalam rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis lokal

maupun general tergantung keadaan umum penderita dan fungsi pertahanan omentum.

Apabila fungsi omentum baik, tempat yang mengalami perforasi akan ditutup oleh

omentum, terjadilah infitrat periapendikular .

Page 12: Apendisitis Suci

Apabila kemudian terjadi pernanahan maka akan terbentuk suatu rongga yang

berisi nanah di sekitar apendiks,terjadilah keadaan yang disebut abses periapendikular.

Apabila omentum belum berfungsi baik, material infeksius dari lumen apendiks tersebut

akan menyebar di sekitar apendiks dan terjadi peritonitis lokal. Selanjutnya apabila

keadaan umum tubuh cukup baik, proses akan terlokalisir , tetapi apabila keadaan

umumnya kurang baik maka akan terjadi peritonitis general .

Pemakaian antibiotika akan mengubah perlangsungan proses tersebut sehingga

dapat terjadi keadaan keadaan seperti apendisitis rekurens, apendisitis khronis, atau

yang lain. Apendisitis rekurens adalah suatu apendisitis yang secara klinis memberikan

serangan yang berulang, durante operasi pada apendiks terdapat peradangan dan pada

pemeriksaan histopatologis didapatkan tanda peradangan akut. Sedangkan apendisitis

khronis digambarkan sebagai apendisitis yang secara klinis serangan sudah lebih dari 2

minggu, pendapatan durante operasi maupun pemeriksaan histopatologis menunjukkan

tanda inflamasi khronis, dan serangan menghilang setelah dilakukan apendektomi.

Bekas terjadinya infeksi dapat dilihat pada durante operasi, dimana apendiks akan

dikelilingi oleh perlekatan perlekatan yang banyak. Dan kadang-kadang terdapat pita-

pita bekas peradangan dari apendiks keorgan lain atau ke peritoneum. Apendiks dapat

tertekuk, terputar atau terjadi kinking, kadang-kadang terdapat stenosis partial atau ada

bagian yang mengalami distensi dan berisi mucus (mukokel). Atau bahkan dapat terjadi

fragmentasi dari apendiks yang masing-masing bagiannya dihubungkan oleh pita-pita

jaringan parut. Gambaran ini merupakan “gross pathology” dari suatu apendisitis

khronika .

Appendisitis akut setelah 48 jam dapat menjadi :

1.      Sembuh

2.      Kronik

3.      Perforasi

4.      Infiltrat / abses

Page 13: Apendisitis Suci

Ini terjadi bila proses berjalan lambat, ileum terminale, caecum dan omentum

akan membentuk barier dalam bentuk infiltrat. Pada anak-anak dimana omentum

pendek dan orang tua dengan daya tahan tubuh yang menurun sulit terbentuk infiltrat,

sehingga kemungkinan terjadi perforasi lebih besar.

Sampai saat ini masih menjadi perdebatan dan spekulasi umum di kalangan para

ahli mengenai penyebab pasti dari apendisitis. Beberapa penelitian epidemiologi

menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi

terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intra sekal yang

berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal

kolon. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis. Ada beberapa teori

yang sudah diajukan, seperti teori sumbatan, teori infeksi, teori konstipasi dan teori

hygiene ,namun hal ini juga belum jelas benar. Diperkirakan pula bahwa pada penderita

tua obstipasi merupakan factor resiko yang utama,sedangkan pada umur muda adalah

adanya pembengkakan sistim limfatik apendiks akibat infeksi virus. Disebut pula

adanya perubahan konsentrasi flora usus dan spasme sekum mempunyai peranan yang

besar.

Pada teori sumbatan dikatakan bahwa terjadinya apendisitis diawali adanya

sumbatan dari lumen apendiks. Hal ini disokong dari hasil pemeriksaan histologis

pascaoperasi dan eksperimen pada binatang percobaan. Seperti yang di dapat oleh

Collins yang dikutip oleh Arnbjornsson pada 3400 kasus, 50% nya telah terbukti

apendisitis dan ditemukan adanya factor obstruksi ini. Condon menyebutkan bahwa

apendisitis adalah akibat dari obtruksi yang diikuti infeksi. Disebutkan bahwa 60%

kasus berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan limfoid

submukosa dan 35% karena stasis fekal atau fekalit sementara 4% karena benda asing

lainnya dan 1% karena striktur atau hal-hal lainnya yang menyebabkan penyempitan

dari lumen apendiks.Teori ini juga didukung oleh penemuan Wangensteen dan Brower

(1939) yang mengatakan bahwa pada 75% apendisitis akut terdapat obstruksi dari lumen

apendiks, dan pada apendisitis gangrenosa seluruhnya terdapat obstruksi.

Selanjutnya apendisitis yang berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan

hyperplasia jaringan limfoid submukosa disebutkan lebih banyak lagi terjadi pada anak-

anak, sementara obstruksi karena fekalit atau benda asing lebih banyak ditemukan

Page 14: Apendisitis Suci

sebagai penyebab apendisitis pada orang dewasa. Adanya fekalit dihubungkan oleh para

ahli dengan hebatnya perjalanan penyakitnya

Bila terdapat fekalit (apendikolit) pada pasien-pasien dengan gejala akut

kemungkinan apendiks telah mengalami komplikasi yaitu gangren 77%, sedang bila

tidak ditemukan apendikolit dan hanya gangren 42%.Satu seri lain menyebutkan bahwa

apendisitis akut dengan apendikolit terdapat kemungkinan gangren atau perforasi

sebanyak 50% . Selain fekalit dan hyperplasia kel limfoid kita hendak tidak boleh

melupakan sebab obstruksi yang lain ,apalagi untuk negara kita Indonesia dan negara-

negara Asia khususnya yaitu penyumbatan yang disebabkan oleh cacing dan parasit

lainnya.

Bila terjadi infeksi, bakteri enteral memegang peranan yang penting. Pada

penderita muda yang memiliki jaringan limfoid yang banyak, maka akan terjadi reaksi

radang dan selanjutnya jaringan limfoid akan berproliferasi akibat selanjutnya akan

mengakibatkan penyumbatan pada lumen apendiks. Hal inilah yang menjadi alasan

mengapa ada yang beranggapan bahwa obstruksi yang terjadi merupakan adalah proses

lanjutan dari inflamasi yang terjadi sebagai akibat adanya infeksi. Kalaupun obstruksi

berperan hanyalah pada proses awalnya saja.19 Selanjutnya dipercaya juga bahwa

infeksi bakteri enterogen merupakan factor patogenetik primer pada proses apendisitis.

Diyakini bahwa adanya fekalit didalam lumen apendiks yang sebelumnya telah

terinfeksi hanya memperburuk dan memperberat infeksi karena terjadinya peningkatan

tekanan intraluminar apendiks. Ada kemungkinan lain yang menyokong teori infeksi

enterogen ini adalah kemungkinan tertelannya bakteri dari suatu focus di hidung atau

tenggorokan sehingga dapat menyebabkan proses peradangan pada apendiks. Secara

hematogen dikatakan mungkin saja dapat terjadi karena dianggap apendiks adalah

“tonsil” abdomen.

Pada teori konstipasi dapat dikatakan bahwa konstipasi sebagai penyebab dan

mungkin pula sebagai akibat dari apendisitis. Tapi hal ini masih perlu dipertanyakan

lagi, sebenarnya apakah konstipasi ini benar berperan dalam terjadinya apendisitis.

Banyak pasien-pasien konstipasi kronis yang tidak pernah menderita apendisitis dan

sebaliknya orang –orang yang tidak pernah mengeluh konstipasi mendapatkan

apendisitis. Penggunaan yang berlebihan dan terus menerus dari laksatif pada kasus

Page 15: Apendisitis Suci

konstipasi akan memberikan kerugian karena hal tersebut akan merubah suasana flora

usus dan akan menyebabkan terjadinya keadaan hyperemia usus yang merupakan

permulaan dari proses inflamasi. Bila kebetulan sakit perut yang dialami disebabkan

apendisitis maka pemberiaan purgative akan merangsang peristaltic yang merupakan

predisposisi untuk terjadinya perforasi dan peritonitis.

Radang appendix biasanya disebabkan karena obstruksi lumen yang disertai

dengan infeksi. Appendicitis diklasifikasikan sebagai berikut: (Ellis, 1989)

1.Acute appendicitis tanpa komplikasi. (cataral appendicitis)

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mucosa saja. Appendix

kadang tampak normal, atau hanya hiperemia saja. Bila appendix tersebut dibuka, maka

akan tampak mukosa yang menebal, oedema dan kemerahan. Kondisi ini disebabkan

invasi bakteri dari jaringan limpoid ke dalam dinding appendix. Karena lumen appendix

tak tersumbat. Maka hal ini hanya menyebabkan peradangan biasa.

Bila jaringan limpoid di dinding appendix mengalami oedema, maka akam

mengakibatkan obstruksi lumen appendix, yang akan mempengaruhi feeding sehingga

appendix menjadi gangrena, seterusnya timbul infark. Atau hanya mengalami perforasi

(mikroskopis), dalam hal ini serosa menjadi kasar dan dilapisi eksudat fibrin Post

appendicitis acute, kadang-kadnag terbentuk adesi yang mengakibatkan kinking, dan

kejadian ini bisa membentuk sumbatan pula

2. .   Acute appendicitis dengan komplikasi:

- Peritonitis

- Abses atau infiltrat.

Merupakan appendicitis yang berbahaya, karena appendix menjadi lingkaran

tertutup yang berisi “fecal material”, yang telah mengalami dekomposisi. Perbahan

setelah terjadinya sumbatan lumen appendix tergantung daripada isi sumbatan. Bila

lumen appendix kosong, appendix hanya mengalami distensi yang berisi cairan mucus

dan terbentuklah mucocele. Sedangkan bakteria penyebab, biasanya merupakan flora

normal lumen usus berupa aerob (gram + dan atau gram - ) dan anaerob.

Page 16: Apendisitis Suci

Pada saat appendix mengalami obstruksi, terjadi penumpukan sekresi mucus, yang

akan mengakibatkan proliferasi bakteri, sehingga terjadi penekanan pada moukosa

appendix, dikuti dengan masuknya bakteri ke dalam jaringan yang lebih dalam lagi.

Sehingga timbulah proses inflamasi dinding appendix, yang diikuti dengan proses

trombosis pembuluh darah setempat. Karena arteri appendix merupakan end arteri

sehingga menyebabkan daerah distal kekurangan darah, terbentuklah gangrene yang

segera diikuti dengan proses nekrosis dinding appendix.

Dikesempatan lain bakteri mengadakan multiplikasi dan invesi melalui erosi

mukosa, karena tekanan isi lumen, yang berakibat perforasi dinding, sehingga timbul

peritonitis. Proses obstruksi appendix ini merupakan kasus terbanyak untuk

appendicitis. Dua per tiga kasus gangrene appendix, fecalith selalu didapatkan

Bila kondisi penderita baik, maka perforasi tersebut akan dikompensir dengan

proses pembentukan dinding oleh karingan sekitar, misal omentum dan jaringan viscera

lain, terjadilah infiltrat atau (mass), atau proses pultulasi yang mengakibatkan abses

periappendix

1.5 Manifestasi Klinis

a. Symptoma.

Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdominal. Secara klinis nyeri

dimulai difus terpusat di daerah epigatrium bawah atau umbilical , dengan tingkatan

sedang dan menetap, kadang-kadang disertai dengan kram intermiten. Nyeri akan

beralih setelah periode yang bervariasi dari 1 hingga 12 jam, biasanya 4 - 6 jam , nyeri

terletak di kuadran kanan bawah. Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis.

Hal ini begitu konstan sehingga pada pemeriksaan perlu ditanyakan pada pasien.

Vomitus terjadi pada 75% kasus, umumnya hanya satu dua kali. Umumnya ada riwayat

obstipasi sebelum onset nyeri abdominal. Diare terjadi pada beberapa pasien. Urutan

kejadian symptoms mempunyai kemaknaan diagnosis banding yang besar, lebih dari

Page 17: Apendisitis Suci

95% apendisitis akut, anoreksia merupakan gejala pertama, diikuti oleh nyeri abdominal

dan baru diikuti oleh vomitus, bila terjadi.

b.   Signa. 

Tanda vital tidak berubah banyak. Peninggian temperature jarang lebih dari 1°C,

frekuensi nadi normal atau sedikit meninggi. Adanya perubahan atau peninggian yang

besar berarti telah terjadi komplikasi atau diagnosis lain perlu diperhatikan. Pasien

biasanya lebih menyukai posisi supine dengan paha kanan ditarik ke atas, karena suatu

gerakan akan meningkatkan nyeri. Nyeri kuadran kanan bawah secara klasik ada bila

apendiks yang meradang terletak di anterior. Nyeri tekan sering maksimal pada atau

dekat titik yang oleh McBurney dinyatakan sebagai terletak secara pasti antara 1,5 – 2

inchi dari spina iliaca anterior pada garis lurus yang ditarik dari spina ini ke umbilicus.

Adanya iritasi peritoneal ditunjukkan oleh adanya nyeri lepas tekan dan Rovsing’s sign.

Adanya hiperestesi pada daerah yang diinervasi oleh n. spinalis T10, T11, T12 ,

meskipun bukan penyerta yang konstan adalah sering pada apendisitis akut. Tahan

muskuler terhadap palpasi abdomen sejajar dengan derajat proses peradangan, yang

pada awalnya terjadi secara volunteer seiring dengan peningkatan iritasi peritoneal

terjadi peningkatan spamus otot, sehingga kemudian terjadi secara involunter. Iritasi

muskuler ditunjukkan oleh adanya psoas sign dan obturator sign.

1.6 Diagnosis

1.Anamnesis: berdasarkan gejala klinik. Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang

khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian

bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar,

lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri

berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita

merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam.

Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut.

Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri

Page 18: Apendisitis Suci

tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi

berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis,

2007) Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah:

Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar

ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang

menetap di dinding usus). Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan,

penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.

2. Pemeriksaan fisik, Pada pemeriksaan fisik di dapatkan :

Nyeri ketok (+), nyeri tekan (+) nyeri lepas (+) pada titik Mc Burney

Defans Muskular (+)

Rovsing Sign (+) : nyeri kanan bawah pada penekanan abdomen bagian kiti

karena adanya udara dalam rongga abdomen.

Blumberg Sign (+) : nyeri kanan bawah bila tekanan sebelah kiri dilepaskan.

Psoas Sign (+)

Rectal Touche : nyeri tekan pada jam 9-12

Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa

nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika

orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc.

Burney.

MANTRELS score 

M = migration of pain to the RLQ  1

A = anorexia     1

N = nausea and vomiting   1

T = tenderness in RLQ    2

R = rebound pain    1

E = elevated temperature   1

L = leukocytosis     2

S = shift of WBC to the left   1

Page 19: Apendisitis Suci

Total                10

Source.—Alvarado, 1986.

Penilaian MANTRELS score :

skor 7 atau lebih : operasi

Skor 5 – 6 : observasi

membantu dalam memilih manakah pasien yang perlu mendapatkan

pemeriksaan imaging.

 ALVARADO SCORE 

Appendicitis Point Pain     2

Leucositosis (>10.000/mm3)    2

Vomitus/Nausea      1

Anorexia       1

Rebound Tenderness Phenomen    1

Abdominal Migrate Pain     1

Degree of Celcius (>37,3 ْ  C)    1

Observation of Hemogram (segmen >75%) 

Penilaian:

1   >8  :  Acute Appendicitis

5 – 7 :  Suspect Acute Appendicitis

AU   <5 : Not Acute Appendicitis

3. Pemeriksaan Penunjang

A. Laboratorium:

Angka leukosit

Hitung jenis leukosit

Page 20: Apendisitis Suci

Urinalisa

PP test

CRP

Pada apendiksitis:

80-85% pasien apendiksitis akut dewasa AL > 10.000 sel/mmk.

Neutrofilia > 75% terjadi pada 78% pasien.

< 4% pasien apendiksitis AL < 10.000 sel/mmk dan neutrofilia kurang dari 75%

Pada pasien tua, peningkatan segmen > 6% telah memiliki predictive value yang

tinggi untuk apendiksitis.

B. Radiologi

- Ultrasonogram showing longitudinal section (arrows) of inflamed appendix.

- Computed tomographic scan showing cross-section of inflamed appendix (A) with

appendicolith (a).

- Computed tomographic scan showing enlarged and inflamed appendix (A)

extending from the cecum (C).

C. Laparoskopi 

1.7 Diagnosis Banding

1. Gastroenteritis

Pada gastroenteritis , mual, muntah, diare, mendahului rasa sakit. Sakit perut

lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan

leukositosis kurang menonjol dibandingkan pada appendisitis.

2. Demam dengue

Page 21: Apendisitis Suci

Dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Hasil tes rumple leede positif,

trombositopenia, hematokrit meningkat

3. Limfadenitis mesentrika

Didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut terutama

kanan disertai dengan mual, nyeri tekan perut samar terutama kanan.

4. Kelainan ovulasi

Folikel ovarium pecah ( ovulasi ) mungkin memberikan nyeri perut kanan

bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah

timbul lebih dulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam 24 jam, tetapi

dapat mengganggu selama 2 hari.

5. Infeksi panggul

Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya

lebih tinggi dari apendisitis dan nyeri perut bawah perut lebih difus. Infeksi panggul

pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urine. Pada colok vagina akan

timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan.

6. Kista ovarium terpuntir

Timbul nyeri mendadak dengan intensitas tinggi dan teraba massa dalam rongga

pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina, atau colok rectal. Tidak ada demam. USG

dapat menentukan diagnosis.

7. Endometriosis vagina

Endometriosis akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometrio berada,

dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.

8. Urolitiasis pielum/ureter kanan.

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan

merupakan gambaran yang khas.eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau

urografi IV dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan

demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral sebelah kanan dan piuria.

Page 22: Apendisitis Suci

1.8 Penatalaksanaan

1. Operasi Sito : untuk appendisitis akut, abses dan perforasi

2. Operasi Elektif : untuk appendisitis kronik.

3. Konservatif

- Bed rest total posisi Fowler

- Diet rendah serat

- Antibiotik spektrum luas.

1. Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif dengan ditandai dengan :

a.Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi

b.Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-

tanda peritonitis

c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke

kiri. Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan,

karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan

pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi

daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.

2. Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan :

a.Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.

b Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi

lagi.

c. Pemeriksaan lokal abdomen tanang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya

teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.

Page 23: Apendisitis Suci

d. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

Tindakan yang dilakukan sebainya konservati dengan pemberian antibiotik dan

istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan

lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu

sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi

abses dengan atau tanpa peritonitis umum.

Pembedahan

Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah tercapai.

Suhu tubuh tidak melebihi 38oC, produksi urin berkisar 1-2 ml/kg/jam. nadi di bawah

120/menit.

Teknik pembedahan

Insisi transversal di sebelah kanan sedikit di bawah umbilicus. Sayatan Fowler

Weier lebih dipilih, karena cepat dapat mencapai rongga abdomen dan bila diperlukan

sayatan dapat diperlebar ke medial dengan memotong fasi dan otot rectum.

Sebelum membuka peritoneum tepi sayatan diamankan dengan kasa. Membuka

peritoneum sedikit dahulu dan alat hisap telah disiapkan sedemikian rupa hingga nanah

dapat langsung terisap tanpa kontaminasi ke tepi sayatan. Sayatan peritoneum

diperlebar dan penghisapan nanah diteruskan. Apendektomi dikerjakan seperti biasa.

Pencucian rongga peitonium mutlak dikerjakan dengan larutan NaCl fisiologis sampai

benar-benar bersih.

Cairan yang dimasukkan terlihat jerih sewaktu dihisap kembali. Pengumpulan

nanah biasa ditemukan di fosa apendiks, rongga pelvis, di bawah diafragma dan diantara

usus-usus. Luka sayatan dicuci dengan larutan NaCl fisiologis juga setelah peritonium

dan lapisan fasia yang menempel peritonium dan sebagian otot dijahit. Penjahitan luka

sayatan jangan dilakukan terlalu kuat dan rapat. Pemasangan dren intraperitoneal masih

merupakan kontroversi. Bila pencucian rongga peritonium benar-benar bersih dren tidak

diperlukan. Lebih baik dicuci bersih tanpa dren daripada dicuci kurang bersih dipasang

Page 24: Apendisitis Suci

dren.

Terapi

Apendisitis perforasi

Persiapan prabedah : Pemasangan sonde lambung dan tindakan dekompresi. Rehidrasi.

penurunan suhu tubuh. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis cukup, diberikan secara

intravena.

Apendisitis dengan penyulit peritonitis umum

Umumnya klien dalam kondisi buruk. Tampak septis dan dalam kondisi hipovolemik

serta hipertensi. Hipovolemik akibat puasa lama, muntah dan pemusatan cairan di

daerah proses radang, seperti udem organ intraperitoneal, dinding abdomen dan

pengumpulan cairan dalam rongga usus dan rongga peritoneal.

Persiapan prabedah:

1.Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi

2.Pemasangan kateter untuk control produksi urin.

3.Rehidrasi

4.Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.

5.Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk

membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.

Bila dari hasil diagnosis positif apendiksitis akut, maka tindakan yang paling

tepat adalah segera dilakukan apendiktomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam dua

cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila apendiksitis baru diketahui

setelah terbentuk massa periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus

dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita. Antibiotik

Page 25: Apendisitis Suci

ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala

membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala

berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan

drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila

ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan

laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi

antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.

Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi

bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke

pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian

prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan

kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis juga

berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi. Namun

pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi awal berupa

antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical Infection Society

menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum pembedahan dengan

menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24 jam untuk apendisitis non

perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi.

Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah

pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis

dengan perforasi.

1. cairan

intravena ; cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti

segera dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien

tua atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena central.

Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus di

infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan

darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan bila

mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan.

Page 26: Apendisitis Suci

2. antibiotik

: pemberian antibiotik intravena diberikan untuk antisipasi bakteri patogen ,

antibiotik initial diberikan termasuk generasi ke 3 cephalosporins, ampicillin

sulbaktam, dan lain-lain, dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman anaerob.

Pemberian antibiotik postops harus di ubeah berdasarkan kulture dan

sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan

normal leukosit. 

  Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan

pipa nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari

appendisitist perforasi.

Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik

apendiktomi. Apendiktomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan

apendiks. Mencakup Mc Burney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan

diseksi melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal untuk membuat

suatu muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum

apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa

yang terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan

inversi pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi

ditutup.

Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan telah

sukses dilalukan pada 90-94% kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis perforasi.

Saat ini laparoskopik apendiktomi lebih disukai. Prosedurnya, port placement terdiri

dari pertama menempatkan port kamera di daerah umbilikus,

kemudian melihat langsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada

beberapa pilihan operasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan bawah dan

yang lainnya di kuadran kiri bawah atau keduanya diletakkan di kuadran kiri bawah.

Sekum dan apendiks kemudian dipindahkan dari lateral ke medial. Berbagai macam

metode tersedia untuk pengangkatan apendiks, seperti dectrocauter,

endoloops, stapling devices. Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli

Page 27: Apendisitis Suci

bedahnya. Apendiks kemudian diangkat dari abdomen menggunakan sebuah endobag.

Laparoskopik apendiktomi mempunyai beberapa keuntungan antara lain bekas

operasinya lebih bagus dari segi kosmetik dan mengurangi infeksi pascabedah.

Beberapa penelitian juga menemukan bahwa laparoskopik apendiktomi juga

mempersingkat masa rawatan di rumah sakit. Kerugian laparoskopik apendiktomi antara

lain mahal dari segi biaya dan juga pengerjaannya yang lebih lama, sekitar 20 menit

lebih lama dari apendiktomi terbuka. Namun lama pengerjaanya dapat dipersingkat

dengan peningkatan pengalaman. Kontraindikasi laparoskopik apendiktomi adalah pada

pasien dengan perlengketan intra-abdomen yang signifikan.

1.9 Komplikasi

 Komplikasi

yang sering ditemukan adalah infeksi, perforasi, abses intra abdominal/pelvis,

sepsis, syok, dehisensi. Perforasi yang ditemukan baik perforasi bebas maupaun

perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan, sehingga membentuk

massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk usus.

1.10 Prognosis

Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara umum angka

kematian pasien apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan dengan

komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan.

BAB II

ILUSTRASI KASUS

Page 28: Apendisitis Suci

Seorang pasien perempuan 19 tahun dirawat dibangsal bedah sejak 2 hari yang

lalu sejak tanggal 14 April 2014 dengan :

Keluhan utama :

Nyeri pada perut kanan bawah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Nyeri pada perut kanan bawah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Awalnya nyeri dirasakan 1 tahun yang lalu pada daerah di sekitar pusat

kemudian berpindah dan menetap ke perut kanan bawah, setelah itu nyeri

menghilang dengan sendirinya tanpa pengobatan. Sewaktu timbul

keluhan tersebut pasien mengalami demam, hilang timbul, tidak tinggi,

tidak menggigil dan tidak berkeringat. Mual ada sejak timbul keluhan,

muntah tidak ada.

2 hari yang lalu yang lalu pasien merasakan nyeri kembali pada perut

kanan bawah. Nyeri dirasakan tiba-tiba dan bertambah ketika bergerak.

Ini merupakan serangan ketiga kalinya.

Demam tidak ada.

Riwayat BAB berdarah tidak ada. BAB pasien seperti biasa dan tidak ada

keluhan.

Riwayat BAB seperti pita atau tahi kambing tidak ada.

BAK tidak ada keluhan, riwayat kencing batu tidak ada.

Nafsu makan biasa.

Berat badan menurun sejak sakit tidak ada.

Page 29: Apendisitis Suci

Menstruasi teratur, siklus 30 hari, lamanya 4-7 hari, jumlah biasa, tidak

ada nyeri pada pertengahan siklus menstruasi dan menjelang menstruasi.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang Nadi : 86 x/mnt

Kesadaran : CMC, GCS= 15 Nafas : 20 x/mnt

Tekanan darah : 110/70 mmHg Suhu : 36,8ºC

Status Generalis

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak Ikterik

Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar

Thorak

Jantung I : Iktus tidak terlihat

Pa : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Pe : batas jantung normal

Aus : irama murni, teratur, bising (-)

Paru I : simetris kiri dan kanan

Pa : fremitus kiri dan kanan sama

Pe : sonor

Aus : vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Status Lokalisata

Page 30: Apendisitis Suci

Abdomen :

I : Tidak tampak membuncit , distensi (-), darm countur (-), darm steifung (-)

Aus : Bising usus + normal

Pa : Nyeri tekan (+) dan nyeri lepas (+) pada region iliaka dextra, tidak teraba

massa, Rovsing sign (-), Bloomberg sign (-), Obturator sign (+), Psoas sign (+),

Muscle rigidity (-)

Pe : Tympani

Pemeriksaan Laboratorium rutin :

Hb :

Leukosit :

Trombosit :

Hematokrit :

Diagnosa Kerja : Appendisitis kronis eksaserbasi akut

Pemeriksaan Anjuran :

Appendicogram

Appendicogram : tampak sisa kantong di apendiks

Kesan : Appendisitis kronis

Rencana Terapi :

Appendictomy

Prognosis

Page 31: Apendisitis Suci

Quo ad vitam : bonam

Quo ad sanam : bonam

Follow up :

14 Oktober 2008

S/ nyeri perut kanan bawah bila ditekan

mual tidak ada, muntah tidak ada

demam tidak ada

O/ Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : CMC, GCS=15

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 78 x/ menit

Frekuensi Nafas : 18x/ menit

Temperatur : 37ºC

Status Lokalisata:

Abdomen : regio iliaca dekstra

I : distensi (-), darm countur (-), darm steifung (-).

Aus : bising usus (+) normal

Pa :nyeri tekan (+), nyeri lepas (-), Rovsing sign (+), Psoas

sign (+), Obturator sign (+).

Pe : tympani

A/ Appendisitis kronis

P/ Appendictomy

Page 32: Apendisitis Suci

15 Oktober 2008

S/ nyeri perut kanan bawah

mual tidak ada, muntah tidak ada

demam tidak ada

O/ Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : CMC, GCS=15

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Frekuensi Nadi : 72 x/ menit

Frekuensi Nafas : 20 x/ menit

Temperatur : 36,8ºC

Status Lokalisata:

I : distensi (-), darm countur (-), darm steifung (-).

Aus : bising usus (+) normal

Pa :nyeri tekan (+), nyeri lepas (-), Rovsing sign (+), Psoas

sign (+), Obturator sign (+).

Pe : tympani

A/ Appendisitis kronis

P/ Hari ini akan dilakukan tindakan operasi appendictomy.

Pukul 10.50 WIB

Telah selesai dilakukan Appendictomy dalam general anesthesi.

Laporan operasi:

Diagnosis pra bedah : Appendisitis kronis

Diagnosis pasca bedah: Appendisitis kronis

Page 33: Apendisitis Suci

Indikasi operasi : Appendisitis kronis

Nama operasi : Appendictomy

Jaringan yang diinsisi : Appendiks vermiformis

Pasien posisi supinasi dalam general anesthesi

Aseptik dan antiseptik prosedur

Incisi transverse melalui titik Mc Burney, buka lapisan kulit lapis demi lapis,

buka peritoneum tampak caecum, tampak appendiks letak retrocaecal, tidak

hiperemis, panjang 9cmx 0,5cmx0,5cm, lakukan appendictomy, rawat

perdarahan.

Tutup luka operasi lapis demi lapis

Operasi telah selesai dilakukan.

Pukul 14.00 WIB

Pasien sudah dirawat di ruangan CW

Awasi vital sign

Boleh minum jika bising usus (+) dan flatus (+)

IVFD RL 30 gtt/menit

Terapi:

Cefotaxim 2x1 gram

Ketorolac 2x1 amp

Page 34: Apendisitis Suci

DISKUSI

Telah dilaporkan sebuah kasus pada seorang pasien perempuan berusia 21 tahun

dengan diagnosa appendicitis kronis. Diagnosis ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis awal masuk didapatkan nyeri pada perut kanan bawah apabila

ditekan sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Awalnya nyeri dirasakan 2 tahun

yang lalu pada daerah di sekitar pusat kemudian berpindah dan menetap ke perut kanan

bawah, setelah itu nyeri menghilang dengan sendirinya tanpa pengobatan. Sewaktu

timbul keluhan tersebut pasien mengalami demam, hilang timbul, tidak tinggi, tidak

menggigil dan tidak berkeringat. Mual dan muntah ada sejak timbul keluhan. Kemudian

sejak 3 bulan yang lalu pasien merasakan nyeri kembali pada perut kanan bawah apabila

ditekan . Mual dan muntah tidak ada, demam tidak ada.

Dari pemeriksan fisik awal masuk ditemukan nyeri tekan (+) dan nyeri lepas (-) ,

tidak teraba massa di perut kanan bawah , Rovsing sign (+), Obturator sign (+), Psoas

sign (+), Muscle rigidity (-). Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan Hb, Ht,

Page 35: Apendisitis Suci

dan leukosit dalam batas normal . Pada pasien ini direncanakan akan dilakukan

pemeriksaan penunjang appendicogram.

Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sementara pasien

didiagnosis kerja dengan appendicitis kronis. Rencana terapi yang akan dilakukan pada

pasien adalah appendictomy