Transcript
Page 1: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

1

ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI

GUDANG (SRG) KOMODITI JAGUNG

PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN

2013

Page 2: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

2

RINGKASAN EKSEKUTIF

Upaya pengembangan sektor pertanian masih dihadapkan pada permasalahan klasik, yaitu sulitnya petani untuk memperoleh bantuan pembiayaan bagi kelangsungan usaha taninya serta harga produk pertanian yang fluktuatif dan rendah pada saat panen. Akses terhadap sumber pembiayaan, seperti perbankan dirasakan sulit untuk dipenuhi petani, karena sebagian besar agunan yang dipersyaratkan merupakan agunan fixed asset atau agunan fisik dengan sistem administrasi yang sangat kompleks. Pada dasarnya, petani dapat melakukan tunda jual untuk menghindari kerugian akibat rendahnya harga saat panen raya. Namun demikian, petani tidak memiliki posisi tawar yang kuat untuk tidak menjual hasil panennya karena petani membutuhkan uang tunai dalam waktu cepat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan melakukan usaha tani di musim tanam berikutnya. Kementerian Perdagangan, berharap melalui SRG stabilitas harga dan stok komoditas dapat terjaga. Selain itu, petani juga dapat menunda waktu penjualan hasil produksi saat panen raya dan menunggu saat yang tepat untuk menjual dengan harga yang lebih baik karena SRG dapat menjadi salah satu alternatif sumber pembiayaan pertanian. SRG dapat dimanfaatkan oleh kelompok tani sebagai bukti kepemilikan komoditas yang dapat dijadikan agunan untuk mendapatkan kredit dari pihak perbankan ataupun nonperbankan.

Dalam pelaksanaannya, SRG juga tidak serta merta terlepas dari berbagai macam kendala. Berdasarkan pemantauan pelaksanaan SRG di beberapa daerah beberapa kendala tersebut antara lain: (a) rata-rata lahan yang dimiliki sempit sehingga sulit dalam konsolidasi hasilnya; (b) lemahnya kelembagaan petani ataupun petugas pendamping di lapangan; (c) keterbatasan kemampuan pemahaman SRG baik oleh petani dan petugas pendamping; (d) beban operasional yang memberatkan. Oleh sebab itu, analisis ini penting dilakukan untuk mengetahui sejauhmana efektifitas pelaksanaan SRG di Indonesia, khususnya komoditi Jagung. Dengan demikian, diharapkan SRG dapat berjalan sesuai dengan tujuan awal, demi kesejahteraan petani dan kemajuan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam menggunakan SRG, mengidentifikasikan permasalahan dalam implementasi SRG, menganalisis efektifitas pelaksanaan SRG untuk komoditi jagung dan merumuskan usulan konsep atau mekanisme sebagai masukan dalam perumusan kebijakan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan SRG pada komoditi jagung. Analisis ini difokuskan pada evaluasi implementasi peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan Sistem Resi Gudang serta kelembagaan yang terkait dengan Sistem Resi Gudang. Daerah penelitian : meliputi 2 (dua) daerah yaitu, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat (Lombok Timur). Justifikasi pemilihan lokasi tersebut adalah, keduanya merupakan daerah sentra produksi jagung yang sudah memiliki dan memanfaatkan sarana dan prasarana SRG. Metodologi analisis ini dilakukan dengan mengidentifikasi permasalahan dalam penerapan SRG di setiap stakeholder dan melihat sejauhmana tingkat pemanfaatan dan penerapan SRG pada petani komoditi jagung, selain itu petani diminta untuk memberikan perspektifnya terhadap pemanfaatan resi gudang dari sisi benefit yang sifatnya monetary dan non monetary serta sisi cost yang juga bersifat monetary dan non monetary. Dengan diketahuinya kondisi-kondisi tersebut, diharapkan dapat ditarik kesimpulan tentang seberapa efektifnya penerapan SRG komoditi jagung sebagai salah satu komoditi yang dapat diresigudangkan. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Metode deskriptif kuantitatif dipakai untuk memperoleh

Page 3: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

3

gambaran langsung dari stakeholder terkait SRG, terutama petani dalam mempertimbangkan apakah menerapkan/tidak menerapkan SRG. Metode deskriptif kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis (DMA). Sementara itu deskriptif kualitatif juga diperlukan dalam upaya mengkaji dan menjelaskan faktor lain yang menentukan penerapan SRG oleh stakeholder.

Dari pengamatan, ternyata sebagian besar jagung petani tidak diresigudangkan dan baru sebagian kecil yang diresigudangkan. Pertimbangan utama petani untuk memutuskan menerapkan SRG di daearah penelitian memiliki alasan yang beragam. Di NTB alasan utamanya adalah adanya fluktuasi harga yang tinggi sehingga pada saat harga turun (biasanya terjadi pada saat penen raya) petani meresigudangkan jagungnya dan sebaliknya menjual produknya bila harga tinggi. Hal ini menjadi alasan utama karena informasi harga jagung di wilayah tersebut sudah transparan. Faktor utama lainnya adalah kondisi sarana dan prasarana kurang memadai seperti kurangnya fasilitas pengering, alat uji mutu dan lainnya sehingga berpengaruh pada mutu jagung menjadikan petani enggan untuk meresigudangkan komoditinya. Untuk alasan utama petani Jawa Timur meresigudangkan jagungnya adalah adanya peranan pemerintah khususnya melalui sosialisasi. Melalui sosialisasi yang dilakukan Pemda, petani menjadi mengetahui bahwa SRG memberikan banyak manfaat bagi petani. Peran pemerintah sebetulnya tidak hanya sebatas sosialisasi saja, namun peran lainnya memiliki andil dalam membantu petani seperti subsidi bunga, kelengkapan sarana dan prasarana gudang, subsidi sarana angkutan, pendampingan/pengelola gudang dan sebagainya. Kemudian faktor utama yang menjadikan petani tidak meresigudangkan komoditi jagungnya di kedua daerah penelitian adalah ketidaktahuan terhadap manfaat SRG. Oleh karena itu sosialisasi sangat penting karena banyak petani yang belum mengetahui manfaat dengan adanya tunda jual melalui SRG. Kemudian persepsi petani di kedua daerah penelitian terkait manfaat dan menerapkan SRG, yaitu adanya keuntungan financial akibat tunda jual dan mudahnya mendapatkan pembiayaan dari bank dengan mengagunkan resi gudangnya. Untuk biayanya yang dirasakan petani NTB adalah dirasakan proses yang berbelit, lamanya pengurusan serta biaya administrasi menjadi salah satu faktor biaya SRG. Sebaliknya di Jawa Timur, biaya yang masih dirasakan adalah kepemilikan lahan yang kurang memadai sehingga volume produksinya kurang ekonomis kalau di kirim ke gudang SRG yang letaknya pada umumnya jauh.

Berdasarkan hasil analisis tersebut maka rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan adalah: (1). Sosialisasi secara rutin menjadi faktor yang sangat penting untuk merangsang petani menerapkan SRG. Sosialisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara disesuaikan dengan kondisi daerahnya. Keterlibatan stakeholders, termasuk pendampingan, melibatkan penyuluh pertanian yang dibekali materi SRG dan melibatkan petani yang telah sukses menerapkan SRG perlu menjadi perhatian dalam penyuluhan SRG. Keterlibatan petani yang telah sukses dalam SRG perlu dilakukan mengingat petani pada umumnya meniru keberhasilan petani lainnya terhadap hal-hal baru termasuk SRG. (2). Peran pengelolan gudang sangat penting, tidak hanya secara teknis menjaga mutu produk, administrasi, juga harus memiliki jiwa bisnis sehingga dapat memberikan masukan kepada petani kapan harus menyimpan dan kapan harus menjual. (3). Mengingat petani pada umumnya memiliki produksi dibawah 5 ton, maka untuk lebih efisien dalam pengangkutan produksinya ke gudang SRG, diperlukan penguatan lembaga ditingkat petani baik dalam bentuk kelompok tani maupun koperasi. (4). Sarana pengering di gudang-gudang SRG tidak seluruhnya memadai maka perlu dipikirkan pembangunan sarana pengering disentra-sentra produksi sehingga produk yang disimpan di gudang sudah memenuhi standar.

Page 4: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

4

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah.SWT atas rahmat serta hidayah-Nya, sehingga

laporan “Analisis Pelaksanaan Sistem Resi Gudang” dapat diselesaikan. Analisis

ini dilatarbelakangi kondisi dimana sejak dahulu, pemasaran komoditas jagung

memiliki permasalahan, yaitu pada saat musim panen harganya cenderung jatuh

sehingga petani tidak mendapatkan nilai tambah yang layak. Disisi lain, apabila

dilakukan upaya malalui tunda jual, petani masih dihadapkan pada kesulitan

mendapatkan pembiayaan untuk memulai usaha taninya.

Sistem resi gudang (SRG) merupakan salah satu alternatif solusi yang

ditawarkan pemerintah untuk menangani masalah tersebut. Selama ini pemerintah

telah membangun sebanyak 80 gudang SRG diberbagai wilayah sentra produksi

pertanian. Dalam implementasinya ternyata sebagian besar baru digunakan untuk

komoditi gabah dan beras, sedangkan komoditi lainnya masih relatif kecil. Guna

mengetahui pertimbangan petani jagung dalam pemanfaatan SRG, serta seberapa

efektif SRG diimplementasikan untuk komoditi jagung, maka dilakukan analisis ini.

Sampel daerah penelitian dilakukan di Jawa Timur dan Lombok sebagai penghasil

jagung dan juga SRG yang sudah berjalan di daerah tersebut. Analisis ini dilakukan

secara swakelola oleh tim dari Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri dan

dibantu tenaga ahli.

Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan baik ditinjau

dari aspek substansi, analisa, maupun data-data yang sifatnya pendukung, oleh

karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dalam

kesempatan ini tim penelitian mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak

yang membantu terselesainya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga laporan

kajian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pimpinan Kementerian

dalam merumuskan kebijakan terkait SRG jagung.

Jakarta, Juni 2013

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri

Page 5: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

5

Hal

RINGKASAN EKSEKUTIF……………………………………………………………. i

KATA PENGANTAR……………………………………........................................... iii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….. iv

DAFTAR TABEL……………………………………………………………………….. v

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………. vi

BAB. I. PENDAHULUAN……………………………………...................................... 1

1.1. Latar Belakang ……………………………………………………….......... 1

1.2. Tujuan Analisis ………………………………………................................ 3

1.3. Output Analisis …………………………………………………................. 4

1.4. Dampak Analisis …………………………………………………............... 4

1.5. Ruang Lingkup ...……………………………………….............................. 4

1.6. Sistematika Penulisan …………………………………............................. 5

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………................ 6

2.1. Definisi Resi Gudang ……………………………….................................. 6

2.2. Landasan Hukum Resi Gudang ……………………………...................... 7

2.3. Kelembagaan Sistem Resi Gudang ……………………………................ 10

2.4. Penelitian Sebelumnya …………………………………………................. 13

BAB. III. METODOLOGI PENELITIAN …………………………………....................16

3.1. Kerangka Pemikiran ……………………………........................................ 16

3.2. Metode Penelitian dan Analisis ……………………….............................. 17

3.3. Metode Pengumpulan dan Jenis Data ……………................................. 21

3.4. Lokasi Penelitian……………………………………………………………. 22

BAB. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………................ 24

4.1. Perkembangan Pemanfaatan SRG Jagung………. ….......................... 24

4.2. Analisis Faktor Penentu Dalam Penerapan SRG Jagung ……... ........... 25

BAB. V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN……………………… 43

5.1. Kesimpulan………………………………………………............................ 43

5.2. Rekomendasi Kebijakan……………………………………………………. 45

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 6: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

6

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1.1. Jumlah Resi Gudang Komoditas Jagung Tahun 2008-2013……………. 2

Tabel 3.1. Decision Matrix Analisis……………………….......................................... 18

Tabel 3.2. Perspektif Benefit and Cost Terhadap SRG………………………........... 21

Tabel 3.3. Analisis dan Data……………………………………................................. 22

Tabel 4.1. Rekapitulasi Resi Gudang 2008-2013…………………........................... 25

Tabel 4.2. Hasil Analisa Faktor Penentu Penerapan SRG Jagung di NTB….......... 26

Tabel 4.3. Hasil Analisa Faktor Penentu Penerapan SRG Jagung di Jatim…...….. 32

Tabel 4.4. Faktor Utama Yang Memepengaruhi Pemilihan Petani

Untuk Memanfaatkan SRG…………………………............................... 40

Tabel 4.5. Perbandingan Persepsi Manfaat dan Biaya…………….......................... 41

Page 7: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

7

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1. Skema Pelaksanaan SRG…………………………….......................... 9

Gambar 2.2. Skema Kelembagaan SRG…………………………............................ 13

Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran………………………………................................ 17

Gambar 3.2. Value Tree Objectives dari Penerapan SRG……………………........ 21

Gambar 4.1. Value Tree Benefit Benevit and Cost Persepsi Petani NTB…........... 29

Gambar 4.2. Value Tree Objective Benevit and Cost Persepsi Petani Jatim…....... 34

Page 8: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Upaya pengembangan sektor pertanian masih dihadapkan pada

permasalahan klasik, yaitu sulitnya petani/pelaku usaha untuk memperoleh bantuan

pembiayaan bagi kelangsungan usaha taninya serta harga produk pertanian yang

fluktuatif dan rendah pada saat panen. Akses terhadap sumber pembiayaan, seperti

perbankan atau lembaga keuangan non bank, dirasakan sulit untuk dipenuhi petani,

karena sebagian besar agunan/collateral yang dipersyaratkan merupakan agunan

fixed asset atau agunan fisik, seperti tanah, kendaraan atau bangunan, serta sistem

administrasi yang sangat kompleks. Hal ini terjadi karena sebagian besar petani di

Indonesia mempunyai tingkat kepemilikan atas tanah atau barang yang akan

diagunkan tersebut berskala kecil.

Selain itu, turunnya harga pada komoditas pertanian terutama saat panen

raya, telah menjadi masalah laten yang sangat merugikan petani. Bahkan,

fenomena tersebut seringkali membuat petani enggan memanen hasil pertaniannya

karena biaya panen lebih besar daripada harga jual produknya (Muhi, 2011). Pada

dasarnya, petani dapat melakukan tunda jual untuk menghindari kerugian akibat

rendahnya harga saat panen raya. Namun demikian, petani tidak memiliki posisi

tawar yang kuat untuk tidak menjual hasil panennya. Kondisi tersebut disebabkan,

sebagian besar petani memposisikan hasil panennya sebagai “cash crop”. Artinya,

petani membutuhkan uang tunai dalam waktu cepat untuk memenuhi kebutuhan

hidup dan melakukan usaha tani di musim tanam berikutnya (Ashari, 2012).

Berdasarkan permasalahan tersebut, pemerintah Indonesia melalui

Kementerian Perdagangan menciptakan salah satu alternatif solusi yaitu Sistem

Resi Gudang (SRG). SRG telah disyahkan melalui undang-undang No. 9 tahun

2006 tentang Sistem Resi Gudang yang kemudian diamandemen dengan UU No. 9

tahun 2011. Kemudian, untuk implementasi SRG, dalam Permendag No. 26/M-

DAG/Per/6/2007 tentang Barang yang Dapat Disimpan di Gudang Dalam

Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang, telah ditetapkan 8 komoditas pertanian

yang dapat disimpan di gudang. Komoditas tersebut yaitu: (1) gabah; (2) beras; (3)

kopi; (4) jagung; (5) karet; (6) lada; (7) rumput laut; (8) kakao. Penetapan untuk

komoditas lainnya tentang barang dalam SRG dilakukan dengan

Page 9: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

9

mempertimbangkan rekomendasi dari Pemda. Namun demikian harus tetap

memperhatikan persyaratan yang tertuang dalam Permendag No. 26/M-

DAG/Per/6/2007, Pasal 3 mengenai daya simpan, standar mutu, serta jumlah

minimum barang yang disimpan.

Kementerian Perdagangan yang menginisiasi SRG berharap melalui

penerapan SRG stabilitas harga dan stok komoditas dapat terjaga. Selain itu, petani

juga dapat menunda waktu penjualan hasil produksi saat panen raya dan

menunggu saat yang tepat untuk menjual dengan harga yang lebih baik. Bahkan,

menurut Ashari (2012), SRG dapat menjadi salah satu alternatif sumber

pembiayaan pertanian. SRG dapat dimanfaatkan oleh kelompok tani sebagai bukti

kepemilikan komoditas yang dapat dijadikan agunan untuk mendapatkan kredit dari

pihak perbankan ataupun nonperbankan.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan pangan, komoditi jagung

sebagai sumber karbohidrat utama kedua di Indonesia menjadi salah satu komoditi

yang dapat diresigudangkan. Dalam Tabel 1.1. terlihat bahwa jumlah Resi Gudang

di daerah sentra produksi jagung cukup tinggi, terutama di daerah Jawa Timur dan

Lombok Timur. Nilai barang komoditas jagung yang diresigudangkan mencapai Rp

550.175.000 untuk 227 ton jagung di gudang Lombok Timur dan Rp 299.500.000

untuk 129 ton jagung di gudang Tulungagung. Kondisi tersebut terjadi dimungkinkan

karena SRG di daerah tersebut sudah berjalan relatif dengan baik.

Tabel. 1.1.

Jumlah Resi Gudang Tahun 2008-2013

Pengelola Gudang/Gudang Jumlah

Resi Gudang

Jumlah Komoditi (Ton)

Nilai Barang

Gudang Nganjuk 2 43 170,612,500

Gudang Tulungagung 2 129 299,500,000

Gudang Lombok Timur 3 227 550,175,000

Gudang Sampang Sakobanah 3 72 220,800,000

Gudang Sampang Banyuades 1 16 44,800,000

Gudang Pasaman Barat 3 42 144,455,800

Gudang Gowa 4 62 115,431,000

TOTAL 18 591 1,545,774,300

Sumber: Laporan Rekap Resi Gudang BAPPEBTI, 2013

Page 10: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

10

Namun demikian, pada kenyataannya tidak seluruh daerah yang

merupakan sentra produksi jagung telah memiliki SRG atau bahkan yang sudah ada

SRG belum dapat berfungsi dengan baik. Di Propinsi Sumatera Utara, khususnya di

Kabupaten Karo, SRG yang dibangun tahun 2011 belum berfungsi. Padahal,

dengan adanya SRG petani dapat mengurangi biaya operasional sehingga

keuntungan meningkat (Dewantoro, 2011). Kemudian, SRG juga belum didirikan di

Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Padahal, total produksi jagung

mencapai 428.878 ton di tahun 2011 dan dari total produksi tersebut dipasok hampir

67, 32 persen atau (286.078 ton) dari daerah ini (Ekonomi Bisnis, 2012). Kondisi

tersebut boleh jadi disebabkan biaya investasi gudang yang cukup mahal sehingga

tidak banyak daerah yang memiliki gudang khususnya untuk komoditas jagung atau

minimnya keikutsertaan petani dalam SRG.

Dalam pelaksanaan SRG juga tidak serta merta terlepas dari berbagai

macam kendala. Menurut Direktorat Pembiayaan Pertanian, Ditjen Prasarana dan

Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian (2011), berdasarkan pemantauan

pelaksanaan SRG di beberapa daerah beberapa kendala tersebut antara lain: (a)

rata-rata lahan yang dimiliki sempit sehingga sulit dalam konsolidasi hasilnya; (b)

lemahnya kelembagaan oleh petani ataupun petugas pendamping di lapangan; (c)

keterbatasan kemampuan pemahaman SRG baik oleh petani dan petugas

pendamping; (d) beban operasional yang memberatkan. Oleh sebab itu, analisis ini

penting dilakukan untuk mengetahui sejauhmana efektifitas pelaksanaan SRG di

Indonesia, khususnya komoditi Jagung. Dengan demikian, diharapkan SRG dapat

berjalan sesuai dengan tujuan awal, demi kesejahteraan petani dan kemajuan

perekonomian nasional.

1.2. Tujuan Analisis

Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah :

a. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan petani/pedagang dalam

menggunakan SRG.

b. Mengidentifikasikan permasalahan dalam implementasi SRG.

c. Menganalisis efektifitas pelaksanaan SRG untuk komoditi jagung.

Page 11: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

11

d. Merumuskan usulan konsep atau mekanisme sebagai masukan dalam

perumusan kebijakan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan SRG pada

komoditi jagung.

1.3. Output Analisis

Output analisis tentang efektifitas implementasi SRG untuk komoditi jagung

ini antara lain:

a. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan petani/pedagang dalam

menggunakan SRG.

b. Teridentifikasinya permasalahan dalam implementasi SRG.

c. Tingkat efektifitas pelaksanaan SRG untuk komoditi jagung.

d. Usulan konsep atau mekanisme sebagai masukan dalam perumusan kebijakan

untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan SRG pada komoditi jagung.

1.4. Dampak Analisis

Hasil Analisis yang dilaksanakan, diharapkan dapat memberikan dampak

sebagai berikut :

a. Peningkatan jumlah petani/ pedagang jagung yang memanfaatkan SRG.

b. Bahan masukan bagi perumusan kebijakan efektifitas pemanfaatan SRG bagi

petani/ pedagang jagung.

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Analisis ini meliputi :

a. Aspek kebijakan : Peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan Sistem Resi

Gudang; Implementasi peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan Sistem

Resi Gudang; Kelembagaan yang terkait dengan Sistem Resi Gudang.

b. Responden dalam penelitian ini adalah : petani/ pedagang komoditi jagung,

pengelola gudang, Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK), Perbankan, Dinas

Perindustrian dan Perdagangan. Untuk melengkapi data dan analisis dilakukan

eksplorasi data dan informasi dari Instansi terkait yaitu BAPPEBTI

Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian.

c. Daerah Penelitian : meliputi 2 (dua) daerah yaitu, Jawa Timur dan Nusa

Tenggara Barat (Lombok Timur). Justifikasi pemilihan lokasi tersebut adalah,

Page 12: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

12

keduanya merupakan daerah sentra produksi jagung yang sudah memiliki dan

memanfaatkan sarana dan prasarana SRG.

1.6. Sistematika Penulisan

Laporan hasil analisis ini terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah sehingga perlunya analisis,

tujuan dan output analisis, ruang lingkup analisis untuk membatasi permasalahan

yang diteliti serta sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan teori dan konsep-konsep yang menunjang terhadap

permasalahan yang diteliti sebagai dasar pemikiran dalam mengembangkan model

penelitian, Definisi Resi Gudang, Landasan hukum SRG, Kelembagaan Sistem Resi

Gudang dan penelitian sebelumnya yang relevan.

Bab III Metodologi

Dalam bab ini diuraikan metodologi penelitian yang meliputi kerangka berpikir,

metodologi analisis yang terdiri dari teknik pengambilan data dan analisa data.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini menguraikan gambaran implementasi SRG komoditi jagung serta

permasalahnnya, pertimbangan petani/ pedagang dalam menggunakan SRG, serta

gambaran efektifitas implementasi SRG.

Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

Bab ini merupakan bab yang menyimpulkan hasil pembahasan dan menyampaikan

rekomendasi kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah dalam meningkatkan

efektifitas implementasi SRG.

Page 13: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Resi Gudang

Istilah Resi Gudang (Warehouse Receipt) sudah cukup umum dikenal

masyarakat yang ada di negara-negara maju. Mengingat aktivitas terkait resi

gudang ternyata signifikan dalam menumbuhkan dinamika perekonomian

masyarakatnya terutama di bidang pertanian, perikanan dan komoditas lainnya.

Pengembangannya tidak lagi sebatas lokal, tetapi juga sudah pada perdagangan

berbasis ekspor import. Sementara di negara-negara berkembang seperti halnya

Indonesia, resi gudang masih belum cukup akrab dikenal sehingga banyak

menimbulkan multitafsir.

Secara umum resi gudang itu sendiri sesungguhnya bisa diartikan sebagai

dokumen pembayaran yang dijadikan bukti tentang kualitas dan kuantitas komoditas

yang telah ditentukan oleh operator gudang untuk didepositkan di lokasi khusus

atas nama depositornya. Sang depositor itu bisa saja producer (penghasil),

kelompok petani, pedagang, exporter, perusahaan atau individual- yang terlibat

dalam proses resi gudang ini. panen (OECD, 2001, Onumah, 2002, Rothbard,1994,

Workshop on Rural Finance papers, 2004).

Sedangkan pengertian resi gudang di Indonesia sudah termaktub dalam

Undang-undang (UU) No.9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang. Dalam UU itu

disebutkan bahwa resi gudang merupakan surat berharga, dan dapat dialihkan

dengan mudah (negotiable). Ada tiga dasar penerbitan resi gudang, yaitu

berdasarkan kontrak, keanggotaan, dan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2006

tentang resi gudang. Untuk resi gudang berdasarkan kontrak, semisal CMA

(Collateral Management Agreement), tidak dapat dialihkan dan bukan merupakan

dokumen kepemilikan. Resi gudang berdasarkan keanggotaan hanya berlaku bagi

anggotanya saja. Sedangkan, resi gudang berdasarkan UU, dapat diperjualbelikan

dan digunakan sebagai agunan untuk memperoleh pembiayaan. (Darsia, 2008) .

Page 14: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

14

Dengan demikian Resi Gudang dan sistem yang dibentuk itu diharapkan

bisa memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan inventori atau

barang yang disimpan di gudang. Dalam sistem resi gudang ini, pembiayaan yang

dapat diakses oleh pemilik barang tidak hanya berasal dari perbankan dan lembaga

keuangan non-bank, tetapi juga dapat berasal dari investor melalui Derivatif Resi

Gudang. (Bank Indonesia, 2008)

Guna menjaga kualitas komoditi yang dititipkan di gudang tersebut, maka

gudangnya sendiri harus memenuhi standar yang berlaku dan dikelola oleh seorang

operator gudang yang telah terakreditasi, independent dan professional. (Ashari,

2007; Nugrahani, 2007). Dalam sistem ini, operator gudang bertugas menjaga

keamanan penyimpanan komoditi dengan cara pengawasan; dia juga yang

mempunyai kewenangan secara sah menilai barang itu jika terjadi kehilangan, atau

rusak karena kebakaran dan bencana lainnya. Namun operator gudang tidak boleh

mempunyai kepentingan di dalamnya. Bagaimanapun, operator gudang tidak

diperkenankan mencari sumber komoditi sebagai alasan hukum penghapusan

(utang/jaminan) depositornya atau pemegang resi. Operator gudang jelas harus

melindungi hak gadai biaya penyimpanan barang. (Coulter, Norvell, 1998).

2.2. Landasan Hukum Resi Gudang

Berdasarkan UU No, 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, yang

dimaksud Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang

disimpan di gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang. Sedangkan Sistem

Resi Gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan,

penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang. Resi Gudang (Warehouse

Receipt) merupakan salah satu instrumen penting, efektif dan negotiable (dapat

diperdagangkan) serta swapped (dipertukarkan) dalam sistem pembiayaan

perdagangan suatu negara. Di samping itu Resi Gudang juga dapat dipergunakan

sebagai jaminan (collateral) atau diterima sebagai bukti penyerahan barang dalam

rangka pemenuhan kontrak derivatif yang jatuh tempo, sebagaimana terjadi dalam

suatu Kontrak Berjangka.

Dengan demikian sistem Resi Gudang dapat memfasilitasi pemberian kredit

bagi dunia usaha dengan agunan inventori atau barang yang disimpan di gudang.

Resi Gudang sebagai alas hak (document of title) atas barang, dapat digunakan

sebagai agunan, karena resi gudang dijamin dengan komoditas tertentu, yang

berada dalam pengawasan pihak ketiga (Pengelola Gudang) yang terakreditasi

Page 15: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

15

(memperoleh persetujuan Badan Pengawas). Dalam sistem resi gudang ini,

pembiayaan yang dapat diakses oleh pemilik barang tidak hanya berasal dari

perbankan dan lembaga keuangan non-bank, tetapi juga dapat berasal dari investor

melalui Derivatif Resi Gudang.

Sistem Resi Gudang juga bermanfaat dalam menstabilkan harga pasar

dengan memfasilitasi cara penjualan yang dapat dilakukan sepanjang tahun.

Disamping itu, Sistem Resi Gudang dapat digunakan oleh Pemerintah untuk

pengendalian harga dan persediaan nasional.

Maksud pembentukan UU SRG adalah menciptakan sistem pembiayaan

perdagangan yang diperlukan oleh dunia usaha, terutama usah kecil dan menengah

termasuk petani. Selain itu UU SRG dimaksudkan untuk memberikan kepastian

hukum, menjamin dan melindungi kepentingan masyarakat, kelancaran arus barang,

efisiensi biaya distribusi barang, serta mampu menciptakan iklim usaha yang dapat

lebih mendorong laju pembangunan nasional.

Resi Gudang yang diperdagangkan di Indonesia wajib untuk melalui suatu

proses penilaian yang dilakukan oleh suatu lembaga terakreditasi yang disebut

"Lembaga Penilaian Kesesuaian" yang berkewajiban untuk melakukan serangkaian

kegiatan guna menilai atau membuktikan bahwa persyaratan tertentu yang

berkaitan dengan produk, proses, sistem, dan/atau personel terpenuhi. Sedangkan

yang mendapatkan kewenangan guna melakukan penatausahaan resi gudang dan

derivatif resi gudang di Indonesia yang meliputi pencatatan, penyimpanan,

pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan, pelaporan, serta

penyediaan sistem dan jaringan informasi adalah "Pusat Registrasi Resi Gudang"

yang merupakan suatu badan usaha yang berbadan hukum (Skema Pelaksanaan

SRG dapat dilihat pada Gambar 2.1.).

Page 16: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

16

Gambar 2.1 Skema Pelaksanaan Sistem Resi Gudang

Sumber : BAPPEBTI, 2006

Untuk mendukung pelaksanaan UU SRG, pada 22 Juni 2007 pemerintah

telah menerbitkan "Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2007 tentang

Pelaksanaan Undang-undang Nomor 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang;

dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 26/M-DAG/PER/6/2007 yang

telah menetapkan delapan komoditi pertanian sebagai barang yang dapat disimpan

di gudang dalam penyelenggaraan Sistem Resi Gudang. Kedelapan komoditi itu

adalah: gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, dan rumput laut. Masih

menurut Permendag Nomor 26/2007, persyaratan komoditas yang dapat ditetapkan

Petani/ Kelompok

Tani

Gudang

Pinjaman

Pengeluaran/ pengambilan barang

Dokumen Resi Gudang

Deposit Barang

Pusat Registrasi

Lembaga Penilai

Kesesuaian

Asuransi Pengelola Gudang

Penilaian barang

Penjaminan atau asuransi

Penjualan

Pendaftaran dokumen

Lembaga Keuangan-

bank, koperasi, kreditur

Pasar (Spot, future)

Pembayaran/ Pelunasan

Pembeli, Pengolah, Pedagang, Spekulan

Pembelian

Badan Pengawas

Page 17: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

17

untuk dapat dimasukkan ke dalam SRG dan diterbitkan resi gudangnya adalah: (1)

Memiliki daya simpan paling sedikit 3 (tiga) bulan, (2) Memenuhi standar mutu

tertentu, dan (3) Jumlah minimum barang yang disimpan. Sedangkan jika dilihat

ketentuan dari Perdagangan Berjangka Komoditi, maka persyaratan komoditas

yang dapat diperdagangkan berjangka adalah: (1) memiliki harga yang berfluktuasi,

(2) tidak ada intervensi pemerintah, semata-mata atas dasar permintaan dan

pasokan, dan (3) tersedia dalam jumlah yang cukup, bersifat homogen, dan tidak

dimonopoli oleh kelompok tertentu, dan (4) merupakan komoditi potensial dan

sangat berperan dalam perekonomian daerah setempat dan nasional karena

menyangkut Ketahanan pangan dan Ekspor.

2.3. Kelembagaan Sistem Resi Gudang

Sebagaimana tercantum dalam UU tentang SRG, bahwa kebijakan di bidang

perdagangan yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan

kebijakan mengenai perlindungan kepentingan masyarakat terhadap kemungkinan

penyalahgunaan Sistem Resi Gudang, kelancaran distribusi barang, dan efisiensi

biaya ditetapkan oleh Menteri. Sedangkan kelembagaan dalam Sistem Resi

Gudang terdiri atas:

a. Badan Pengawas adalah unit organisasi di bawah Menteri yang diberi

wewenang untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan

pelaksanaan Sistem Resi Gudang. Badan Pengawas berwenang: (a)

memberikan persetujuan sebagai Pengelola Gudang, Lembaga Penilaian

Kesesuaian, dan Pusat Registrasi, serta Bank, lembaga keuangan non-bank,

dan pedagang berjangka sebagai penerbit Derivatif Resi Gudang; (b)

memeriksa Pengelola Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian, Pusat

Registrasi, dan pedagang berjangka; (c) memerintahkan pemeriksaan dan

penyidikan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan pelanggaran

terhadap ketentuan undang-undang tentang SRG dan atau peraturan

pelaksanaannya; (d) menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksaan

tertentu; (e) melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian

masyarakat sebagai akibat pelanggaran ketentuan UU tentang SRG dan

atau aturan pelaksanaannya; (f) membuat penjelasan lebih lanjut yang

bersifat teknis berdasarkan UU tentang SRG dan atau aturan

pelaksanaannya.

Page 18: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

18

b. Pengelola Gudang adalah pihak yang melakukan usaha pergudangan, baik

gudang milik sendiri maupun milik orang lain yang melakukan penyimpanan,

pemeliharaan, dan pengawasan barang yang disimpan oleh pemilik barang

serta berhak menerbitkan Resi Gudang. Lembaga Pengelola Gudang harus

berbentuk badan usaha berbadan hukum yang bergerak khusus di bidang

jasa pengelolaan gudang dan telah mendapat persetujuan Badan Pengawas.

Pengelola Gudang memiliki kewajiban: (a) menyelenggarakan administrasi

pengelolaan barang; (b) membuat perjanjian pengelolaan barang secara

tertulis dengan pemilik barang atau kuasanya; (c) mendaftarkan penerbitan

Resi Gudang kepada Pusat Registrasi; (d) menyelenggarakan administrasi

terkait dengan Resi Gudang yang diterbitkan, Resi Gudang Pengganti, Resi

Gudang yang dimusnahkan, dan Resi Gudang yang dibebani Hak Jaminan;

(e) membuat, memelihara dan menyimpan catatan secara berurutan,

terpisah dan berbeda dari catatan dan laporan usaha lain yang

dijalankannya; (f) menyampaikan laporan bulanan, triwulanan dan tahunan

tentang barang yang dikelola kepada Badan Pengawas; (g) memberikan

data dan informasi mengenai sediaan dan mutasi barang yang dikelolanya,

apabila diminta oleh Badan Pengawas dan/atau instansi yang berwenang;

(h) menyampaikan kepada Pusat Registrasi identitas dan spesimen

tandatangan dari pihak yang berhak bertindak untuk dan atas nama

Pengelola Gudang dalam menandatangani Resi Gudang dan segera

memberitahukan setiap terjadi perubahan atas identitas dan spesimen

tandatangan tersebut; (i) memberitahukan kepada pemegang Resi Gudang

untuk segera mengambil dan/atau mengganti barang yang rusak atau dapat

merusak barang lain sebelum jatuh tempo; (j) memiliki dan menerapkan

Pedoman Operasional Baku yang mendukung kegiatan operasional sebagai

Pengelola Gudang; (k) mengasuransikan semua barang yang dikelola di

Gundangnya dan menyampaikan informasi mengenai jenis dan nilai

asuransi ke Pusat Registrasi; dan (l) menjaga kerahasiaan data dan

informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Gudang yang dipergunakan oleh Pengelola Gudang wajib mendapat

persetujuan dari Badan Pengawas (ketentuan persyaratan gudang dalam

Resi Gudang tertuang dalam Peraturan Kepala Bappebti Nomor 3 Tahun

2007 tentang Persyaratan Umum dan Persyaratan Teknis Gudang).

Page 19: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

19

c. Lembaga Penilaian Kesesuaian adalah lembaga terakreditasi yang

melakukan serangkaian kegiatan untuk menilai atau membuktikan bahwa

persyaratan tertentu yang berkaitan dengan produk, proses, sistem,

dan/atau personel terpebuhi.

Kegiatan penilaian kesesuaian dalam Sistem Resi Gudang dilakukan oleh

Lembaga Penilaian Kesesuaian yang telah mendapat persetujuan Badan

Pengawas dan telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional.

d. Pusat Registrasi adalah badan usaha berbadan hukum yang mendapat

persetujuan Badan Pengawas untuk melakukan penatausahaan Resi

Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang meliputi pencatatan, penyimpanan,

pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan, pelaporan, serta

penyediaan sistem dan jaringan informasi.

Persyaratan untuk mendapat persetujuan sebagai Pusat Registrasi meliputi:

(a) mempunyai pengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun dalam kegiatan

pencatatan transaksi kontrak berjangka komoditas dan kliring; (b) memiliki

sistem penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang

bersifat akurat, aktual (online dan real time), aman, terpercaya dan dapat

diandalkan (reliable); dan (c) memenuhi persyaratan keuangan yang

ditetapkan oleh Badan Pengawas.

Pusat Registrasi memiliki kewajiban: (a) menyelenggarakan penatausahaan

Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang meliputi pencatatan,

penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan,

pelaporan, serta penyediaan sistem dan jaringan informasi; (b) memiliki

sistem penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang

terintegrasi dengan sistem pengawasan Badan Pengawas; (c) memberikan

data dan informasi mengenai penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif

Resi Gudang, apabila diminta oleh Badan Pengawas dan/atau instansi atau

pihak yang berwenang; (d) menjaga kerahasiaan data dan informasi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (e) menyampaikan

konfirmasi secara tertulis atau elektronis kepada pemegang Resi Gudang

dan/atau penerima Hak Jaminan dalam hal: (i) penerbitan Resi Gudang; (ii)

penerbitan Resi Gudang Pengganti; (iii) pengalihan Resi Gudang; atau (iv)

pembebanan, perubahan, atau pencoretan Hak Jaminan; paling lambat 2

Page 20: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

20

(dua) hari setelah berakhirnya bulan kalender, baik terjadi maupun tidak

terjadi perubahan catatan kepemilikan.

Sedangkan hak Pusat Registrasi adalah: (a) mengenakan biaya terkait

dengan penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang; (b)

menunjuk dan/atau bekerjasama dengan pihak lain untuk mendukung

penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang; dan (c)

memperoleh informasi dan data tentang: (i) lembaga dan Gudang yang

memperoleh persetujuan Badan Pengawas dari Badan Pengawas, (ii)

penerbitan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang dari penerbit Resi

Gudang dan penerbit Derivatif Resi Gudang, (iii) pengalihan Resi Gudang

dan Derivatif Resi Gudang dari pihak yang mengalihkan, (iv) pembebanan

Hak Jaminan dari penerima Hak Jaminan, serta (v) penyelesaian transaksi

dari pemegang Resi Gudang, Pengelola Gudang, penerima Hak Jaminan

dan pihak terkait lainnya.

Kelembagaan dalam Sistem Resi Gudang dapat dilihat pada bagan berikut:

Gambar 2.2. Skema Kelembagaan sistem Resi Gudang

Sumber : BAPPEBTI, 2006

2.4. Penelitian Sebelumnya

Menteri Perdagangan

Badan Pengawas Sistem Resi Gudang

Pemerintah Daerah

Pusat Registrasi Pengelola Gudang Lembaga Penilaian Kesesuaian

Gudang

Penerbit Derivatif SRG

Bank Lembaga Keuangan Non Bank

Pedagang Berjangka

Koordinasi

Page 21: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

21

Kajian mengenai SRG khususnya membahas baik terhadap kelembagaan

SRG dan mengenai potensi dan kendala yang ada dalam pelaksanaannya sudah

cukup banyak dilakukan. Salah satunya adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh

Hasan (2008). Menurut Hasan (2008) peraturan perundang-undangan SRG memiliki

implikasi makro dan mikro yang menuntut koordinasi lintas instansi (Kementerian

Koperasi dan UMKM, Bulog, Deptan, Bank Indonesia, dan Pemda). Pada aspek

makro, arah kebijakan pengendalian stok dan harga komoditas dalam kerangka

penataan system perdagangan yang efektif dan efisien harus terintegrasi dengan

program lainnya. Misalnya dalam kerangka program ketahanan pangan nasional,

peningkatan kesejahteraan petani, penguatan perbankan mikro dan peran pemda

untuk mengembangkan produk-produk unggulan yang dapat diresigudangkan.

Sementara dari aspek mikro, pembiayaan resi gudang tidak akan efektif dan efisien

apabila dilakukan secara individual, melainkan harus secara berkelompok dan

berbadan hukum, misalnya dengan kelompok tani yang tergabung dalam koperasi

tani. Kemudian, belum ada jaminan akan terciptanya stabilitas harga komoditas

melalui mekanisme pengendalian stok. Oleh sebab itu, Hasan (2008) menyarankan

sebaiknya penerbitan dan pembiayaan SRG harus langsung dapat dirasakan

manfaatnya oleh pelaku usaha, daripada mengembangkan derivative resi gudang

yang akan lebih banyak berhubungan dengan kepentingan pelaku pasar dan

spekulan di bursa. Agenda mendesak yang harus dilakukan adalah meningkatkan

koordinasi antara pemerintah pusat, sector perbankan, dan pemda dalam rangka

sosialisasi dan implementasi SRG di daerah.

Sementara itu, menurut Aviliani dan Hidayat (2005), secara kelembagaan

sebenarnya infrastruktur untuk mendukung SRG telah cukup memadai. Namun,

permasalahannya adalah bagaimana hubungan kelembagaan tersebut terbentuk

secara optimal, efisien, dan berdaya guna tanpa harus melakukan penyesuaian

terhadap regulasi yang sudah ada. Untuk itu, langkah penting yang harus dilakukan

adalah menyamakan persepsi antar lembaga dan meletakkan struktur program aksi

sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Kemudian, Aviliani dan Hidayat

(2005) juga menyatakan bahwa karena SRG ini dapat memberikan manfaat yang

cukup besar dalam pembiayaan usaha pertanian maka sudah seharusnya

mendapatkan fasilitas utama dari pemerintah dan Bank Indonesia. Kementerian

perdagangan seharusnya dapat menetapkan prioritas program dan sasaran yang

hendak dicapai secara nasional. Contohnya, SRG sebagai salah satu instrument

program pengendalian stok bahan pangan, stabilisasi harga produk pertanian dan

Page 22: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

22

akses permodalan bagi petani. Adanya langkah tesebut memerlukan koordinasi

lintas Kementerian termasuk Bank Indonesia dan juga diperlukan kesamaan

persepsi bahwa SRG tidak dilihat semata sebagai produk pembiayaan perbankan

tetapi memiliki arti yang strategis. Hal tersebut seperti di Negara lain, pemerintah

bahkan berperan sebagai penjamin pelunasan WRF bila debitor mengingkari janji

atau terdapat kejadian force majeur.

Kemudian, hasil studi yang dilakukan oleh Ashari (2011) meunjukkan bahwa

dalam implementasi SRG terlihat SRG memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan.

Hal tersebut terutama dalam mendukung pembiayaan usaha pertanian,

meminimalisir fluktuasi harga, memperbaiki pendapatan petani, memobilisasi kredit,

dan sebagainya. Akan tetapi, masih terdapat beberapa kendala dalam implementasi

SRG. Kendala tersebut seperti besarnya biaya transaksi, inkonsistensi kuantitas

dan kualitas produk pertanian, kurangnya dukungan perbankan, dan masih

lemahnya kelembagaan petani. Dengan masih lemahnya kelembagaan petani,

banyak petani yang beranggapan bahwa peraturan SRG masih sangat rumit

sehingga diperlukan penyederhanaan prosedur. Disamping itu, sosialisasi

keberadaan SRG juga harus lebih dioptimalkan lagi.

Page 23: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Pemerintah mengeluarkan kebijakan SRG (Sistem Resi Gudang) yang

tertuang dalam No. 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang yang kemudian

diamandemen dengan UU No. 9 tahun 2011. Kemudian, untuk implementasi SRG

Kementerian Perdagangan mengeluarkan Permendag No. 26/M-DAG/Per/6/2007

tentang Barang yang Dapat Disimpan di Gudang Dalam Penyelenggaraan Sistem

Resi Gudang. Tujuan dari kebijakan-kebijakan tersebut adalah pada intinya

meningkatkan kesejahteraan petani, manfaat yang diharapkan dari implementasi

SRG diantaranya adalah: sebagai agunan bank, untuk memperpanjang masa

penjualan hasil produksi petani, mewujudkan pasar fisik dan pasar berjangka yang

lebih kompetitif, mengurangi peran pemerintah dalam stabilisasi harga komoditi, dan

memberi kepastian nilai minimum dari komoditi yang diagunkan. Selain itu, manfaat

lain yang diharapkan dari implementasi SRG diantaranya adalah sebagai trade

financing, marketing tool, risk management dan instrumen kebijakan pemerintah

dalam pengendalian stok.

Sistem Resi Gudang sebagai trade financing diharapkan mampu menjawab

permasalahan petani dalam akses pembiayaan. Sistem Resi Gudang sebagai

marketing tool diharapkan mampu menciptakan pola pemasaran komoditi yang lebih

efisien, dan SRG sebagai risk management diharapkan mampu meningkatkan

manajemen resiko dalam hal tunda jual dari komoditi pertanian. Dengan adanya

peningkatan manajemen resiko, diharapkan petani dapat mengatur kapan hasil

produksinya akan dijual ke pasar dengan melihat kondisi pasar yang terjadi.

Namun demikian, belum semua stakeholder khususnya untuk komoditi

jagung, memanfaatkan dan menjalankan Sistem Resi Gudang sesuai dengan peran

masing-masing. Hal tersebut terjadi karena, masih banyak hal yang menjadi

pertimbangan dan kendala yang dihadapi oleh stakeholder tersebut. Oleh karena

itu, langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah adalah dengan

memaksimalkan peran masing-masing stakeholder, kemudian pemanfaatan serta

Page 24: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

24

perbaikan sarana dan prasarana terkait SRG yang telah dibangun selama ini.

Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui tingkat efektifitas pelaksanaan SRG untuk

komoditi jagung. Mengacu kepada hasil analisis tersebut dapat diusulkan konsep

atau mekanisme sebagai masukan dalam perumusan kebijakan untuk

meningkatkan efektivitas pelaksanaan SRG pada komoditi jagung. Gambar 3.1

menggambarkan kerangka atau alur analisis ini.

Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran

3.2. Metode Penelitian dan Analisis

3.2.1 Rancangan Penelitian

Kebijakan SRG Efektifitas Implementasi SRG Jagung

Komoditi Jagung

Identifikasi

Petani/Pedagang yang telah

menerapkan SRG

Petani/Pedagang yang belum menerapkan

SRG

Pertimbangan Penerapan

SRG Jagung

(X1,X2,X3,X4,X5)

Harga Komoditi Sarana dan

Prasarana Gudang Biaya Terkait Resi

Gudang Dukungan

Pemerintah Pemanfaatan Resi

Gudang

Analisis

DMA

VALUE TREE

(Benefit & Cost)

Rekomendasi

Rumusan

Kebijakan

Penerapan SRG

Komoditi Jagung

Identifikasi Permasalahan masing-masing

Stakeholder

Page 25: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

25

Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi permasalahan dalam

penerapan SRG di setiap stakeholder dan melihat sejauhmana tingkat

pemanfaatan dan penerapan SRG pada petani/ pedagang komoditi jagung, selain

itu petani/ pedagang diminta untuk memberikan perspektifnya terhadap

pemanfaatan resi gudang dari sisi benefit yang sifatnya monetary dan non monetary

serta sisi cost yang juga bersifat monetary dan non monetary. Dengan diketahuinya

kondisi-kondisi tersebut, diharapkan dapat ditarik kesimpulan tentang seberapa

efektifnya penerapan SRG komoditi jagung sebagai salah satu komoditi yang dapat

diresigudangkan.

3.2.2 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif dan

kualitatif. Metode deskriptif análisis dipakai dalam penelitian untuk memperoleh

gambaran langsung dari stakeholder terkait SRG, terutama Petani/ Pedagang

dalam mempertimbangkan apakah menerapkan/tidak menerapkan SRG. Metode

deskriptif kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

(DMA). Sementara itu deskriptif kualitatif juga diperlukan dalam upaya mengkaji dan

menjelaskan faktor lain yang menentukan penerapan SRG oleh stakeholder.

3.2.2.1 Model: Decision Matrix Analysis (DMA)

Decision Matrix Analysis (DMA) atau juga disebut sebagai Grid Analisys

merupakan teknik kuantitaif yang dipakai dalam proses pengambilan keputusan.

Dimana keputusan tersebut (yang berupa opsi/pilihan) harus diambil berdasarkan

beberapa pertimbangan/faktor yang menentukan (ASQ, 2012). Faktor-faktor

tersebut dengan nilai tertentu akan menentukan apakah pengambil keputusan

harus mengambil suatu pilihan kebijakan.

Tabel 3.1. Decision Matrix Analysis

Faktor Yang Mempengaruhi

X1 X2 X3 X4 X5 Total

Weights (penimbang)

Pilihan Menerapkan SRG

Tidak Menerapkan SRG

Page 26: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

26

Berdasarkan Kajian Pemanfaatan Resi Gudang Dalam Perdagangan tahun 2008,

yang dilakukan oleh Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri, Departemen

Perdagangan bekerja sama dengan Konsultan PT. ACG, menetapkan faktor-faktor

seperti harga komoditi, sarana dan prasarana gudang, biaya terkait resi gudang,

dukungan pemerintah dan pemanfaatan resi gudang mempengaruhi perilaku petani/

pedagang dalam menerapkan sistem resi gudang untuk suatu komoditi.

Berdasarkan hal tersebut dalam analisis ini, keputusan untuk menerapkan/tidak

menerapkan SRG dipengaruhi oleh berbagai faktor utama sebagai berikut:

X1 = Harga Komoditi

X2 = Sarana dan Prasarana Gudang

X3 = Biaya Terkait Resi Gudang

X4 = Dukungan Pemerintah

X5 = Pemanfaatan Resi Gudang

Pada Tabel 3.1, Sisi baris berisi pilihan yang diambil oleh petani/ pedagang jagung

apakah mengambil keputusan untuk menerapkan SRG, atau Tidak Menerapkan

SRG. Sementara itu, sisi baris berisi faktor-faktor yang mempengaruhi petani/

pedagang dalam mengambil keputusan yang berupa X1, X2, X3, X4 dan X5.

Faktor X1 – Harga Komoditi. Dimana kondisi harga suatu komoditi berupa volatilitas/

fluktuasi, harga pada saat panen, informasi harga pasar suatu daerah dan

penyusutan harga suatu komditi pada saat panen dan pasca panen.

Faktor X2 – Sarana dan Prasarana Gudang. Kondisi kelayakan dari sisi kapasitas

penyimpanan, jarak gudang ke sentra-sentra petani/ pedagang penghasil komoditi,

fasilitas penunjang seperti blower, dryer dan mesin pengayak, dan pelayanan

operasional dan manajemen gudang

Faktor X3 – Biaya Terkait Resi Gudang. Komponen biaya yang dibebankan kepada

pengguna gudang dalam rangka resi gudang antara lain biaya penyimpanan,

administrasi, angkut dan bongkar muat dan biaya penyusutan komoditi yang

disimpan di gudang.

Faktor X4 – Dukungan Pemerintah. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian

Perdagangan untuk mendorong pemanfaatan SRG, berupa kemudahan akses

terhadap kredit dari sektor perbankan, sosialisasi dan penyuluhan kepada petani,

bantuan pembangunan fisik gudang dan pendampingan bagi petani dalam

menerapkan SRG.

Page 27: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

27

Faktor X5 – Pemanfaatan Resi Gudang. Penggunaan Resi Gudang oleh petani/

pedagang baik untuk jaminan/ agunan di bank, dijual/ dipindahtangankan ke pihak

lain, dijual di pasar lelang maupun disimpan dalam rangka mengharapkan harga

yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi saat ini.

Langkah Pemakaian Decision Matrix Analisis (DMA)

Berikut diuraikan langkah-langkah dalam menerapkan Grid Analysis:

a. Mengisi baris dengan berbagai pilihan yang ada (menerapkan/tidak

menerapkanSRG)

b. Mengisi kolom dengan faktor-faktor yang mempengaruhi petani/ pedagang dalam

mengambil keputusan terkait dengan penerapan SRG

c. Mengisi kolom isian dengan nilai skala tertentu, mulai dari 1 (tidak berpengaruh)

sampai 5 (sangat berpengaruh).

d. Menggunakan angka penimbang (weights) dari 1 sampai 5 yang menunjukkan

tingkat kepentingan (secara relatif) antara satu faktor dengan faktor yang lainnya.

e. Mengalikan nilai masing-masing faktor dengan angka penimbang

f. Menjumlahkan semua nilai yang ada dalam satu baris, untuk menentukan

keputusan yang diambil.

3.2.2.2 Value Tree Objective

Teknik ini merupakan bagian dari DMA untuk mengetahui perspektif petani/

pedagang dalam melihat Sistem Resi Gudang. Apakah SRG dilihat lebih sebagai

keuntungan (benefit) atau biaya (cost). Suatu keputusan bisa dilihat dari berbagai

perspektif oleh pengambil keputusan, yang terkait dengan tujuan (objective) dari

perusahaan yang bersangkutan. Pada tingkatan hirarki (keputusan) yang paling

tinggi, seringkali terjadi trade-off antara berbagai kepentingan/penilaian. Penilaian

yang paling atas (top hierarchy) adalah nilai keseluruhan dari faktor pembentuk

dibawahnya (Department for Communities and Local Government, 2009).

Page 28: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

28

Tabel 3.2. Perspektif Benefit and Cost terhadap Sistem Resi Gudang

Nilai (1 – 5)

Benefit Monetary benefit

Keuntungan petani

Bentuk pembiayaan lainnya yang

cepat dan mudah

Dapat diagunkan/jaminan

Non-Monetary benefit

Kekuatan Tawar

Kepastian kualitas dan kuantitas atas

barang yang disimpan

Dapat dijadikan alat tukar barang

Cost Monetary Cost Biaya Adm dan Penyimpanan

Margin yang kecil

Jaminan stok gudang tidak layak krn

biaya suku bunga lebih tinggi

Non-Monetary Cost

Waktu pengurusan dan Prosedur

yang berbelit

Fasilitas gudang belum memadai

Hasil produksi tidak memenuhi

kuantitas dan kualitas

yang dapat digudangkan

Catatan: Nilai 1 – tidak berpengaruh, dan 5 – sangat berpengaruh.

3.3 Metode Pengumpulan dan Jenis Data

Untuk mendukung analisis digunakan data sekunder dan data primer. Data

sekunder diperoleh dari studi pustaka dan kajian terkait dengan implementasi

Sistem resi Gudang. Data sekunder, diantaranya, diperoleh dari instansi terkait yaitu

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), Kementerian

Pertanian, BPS, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian, studi

pustaka, hasil kajian terkait SRG dan lain sebagainya.

Page 29: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

29

Gambar 3.2. Value Tree Objectives dari Penerapan SRG

Data primer diperoleh dari hasil survei lapangan di daerah sentra penghasil

jagung, dengan responden Petani/ Pedagang/ Koperasi Jagung, Pengelola Gudang,

Dinasperindag dan Perbankan di dua daerah sampel yaitu Jawa Timur dan Nusa

Tenggara Barat. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara purposive

sampling melalui wawancara secara mendalam (indepth interview); juga dengan

menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Metode analisis

yang dipakai, jenis dan sumber data, tujuan analisis dan output yang dihasilkan

diuraikan secara ringkas seperti dalam Tabel 3.3.

Penerapan

SRG

Komoditi

Jagung

Cost Benefits

Page 30: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

30

Tabel 3.3. Analisis dan Data

Tujuan Analisis

Metode analisis

Data Sumber Output

1 Mengkaji faktor yang mempengaruhi pilihan petani/pedagang dalam menggunakan SRG

• Studi literatur dan FGD

Sekunder: Hasil kajian terkait

Hasil Kajian dan Narasumber

Faktor-Faktor Utama

yang mempengaruhi pilihan petani/pedagang dalam menggunakan SRG

2 Mengidentifikasi permasalahan dalam implementasi SRG

• Survei Primer : Hasil kuesioner terbuka dan wawancara

Seluruh stakeholder SRG

Informasi hambatan dan kendala penerapan SRG

3 Menganalisis efektifitas pelaksanaan SRG

• DMA dan Value Tree

Primer: Hasil kuesioner tertutup

Petani/ Pedagang/ Koperasi Jagung

Pertimbangan Petani/ Pedagang/ Koperasi dalam menggunakan SRG

3 Merumuskan kebijakan peningkatan efektifitas penerapan SRG jagung

• Hasil DMA dan Value Tree dan FGD

Primer dan sekunder

Seluruh stakeholder SRG

Rumusan kebijakan dalam penerapan SNI

3.4 Lokasi Penelitian

Penelitian ini di lakukan di daerah Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat,

dengan pertimbangan bahwa kedua daerah ini merupakan sentra penghasil jagung

di Indonesia. Di Jawa Timur terdapat 29 (duapuluh sembilan) Kabupaten produsen

jagung. Sedangkan di Nusa Tenggara Barat terdapat 10 (sepuluh) Kabupaten

penghasil jagung.

Page 31: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejak sekian lama, rendahnya harga komoditas pertanian ,terutama saat

panen raya, seringkali merugikan petani. Untuk mengatasi permasalahan ini

sekaligus membantu pembiayaan usaha pertanian, pemerintah telah menggulirkan

skim pembiayaan dengan Sistem Resi Gudang (SRG). Potensi manfaat yang dapat

diperoleh dengan implementasi SRG relatif cukup besar, misalnya dalam

peningkatan kapasitas sektor pertanian untuk mendukung perekonomian nasional.

Menurut BRI (2009), SRG dapat berpeluang untuk meningkatkan produksi,

menambah perputaran ekonomi, dan menyerap tenaga kerja/ mengurangi

pengangguran.

Komoditi jagung sebagai salah satu makanan pokok dan bahan baku utama

pakan ternak, berdasarkan Permendag No. 26/M-DAG/Per/6/2007 tentang Barang

yang Dapat Disimpan di Gudang Dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang,

merupakan salah satu komoditi yang dapat diresi gudangkan. Namun dalam

penerapannya di daerah sentra penghasil jagung, SRG terbentur beberapa kendala

antara lain, rendahnya hasil panen petani yang tidak memenuhi syarat minimal

simpan gudang, jauhnya jarak gudang yang layak untuk mengeluarkan SRG dan

lain sebagainya.

Selain itu, adanya pertimbangan-pertimbangan lain yang dapat menghambat

dan men-discourage petani dalam memanfaatkan resi gudang, terlebih beberapa

stakeholder terkait seperti dinas perindag di daerah, perbankan, pengelola gudang,

dan lembaga penilai keseuaian juga menilai bahwa resi gudang belum banyak yang

dimanfaatkan sejauh ini.

4.1. Perkembangan Pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG) Jagung

Page 32: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

32

Sejak diluncurkan tahun 2008, SRG baru menerbitkan 931 resi dengan total

volume komoditas yang dijaminkan sebesar 37.251 ton senilai Rp. 179,95 miliar

(Kompas, Sabtu 13 Juli 2013) Secara konsep SRG merupakan alternatif sistem

pembiayaan dan tunda jual. Dalam sistem ini, petani, kelompok tani, koperasi,

ataupun usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dapat menunda penjualan

barang/ komoditas yang mereka produksi. Dengan “menahan” untuk menjual

komoditas beberapa waktu lamanya dan menjual pada saat tingkat harga yang

tepat , mereka dapat memperoleh pendapatan yang lebih baik. Mereka tidak perlu

khawatir mengalami kesulitan modal usaha atau memenuhi kebutuhan hidup sehari-

hari selama masa penundaan tersebut. Hal itu karena resi gudang yang mereka

dapatkan setelah mereka menitipkan barang di gudang yang dikelola BAPPEBTI,

Kementerian Perdagangan bisa dijadikan jaminan kredit.

Meski di atas kertas bagus, implementasi SRG memiliki banyak tantangan

antara lain, peminatnya masih minim. Sebagai gambaran, dibandingkan nilai

perdagangan komoditas jagung yang mencapai Rp. 54 triliun per tahun (Kompas,

Sabtu 13 Juli 2013), nilai barang yang dijaminkan melalui SRG nilainya tidak

mencapai Rp. 1 miliar, yaitu sebesar Rp. 920,220,310.

Berdasarkan informasi Harian Kompas, Sabtu 13 Juli 2013, rendahnya minat

petani, kelompok tani, koperasi, ataupun usaha mikro kecil dan menengah (UMKM)

untuk menjaminkan barang sebagai jaminan mendapatkan resi gudang karena

berbagai alasan, di antarnya belum semua petani mengenal sistem tersebut, ketidak

jelasan mekanisme dan analisis usahanya serta tidak adanya jaminan harga jual di

pasar. Juga masih terbatasnya sarana pergudangan yang dapat diakses oleh petani.

Masih kuatnya stigma industri perbankan yang mempersulit nasabahnya, bahkan

cenderung berjarak, dan yang paling penting masih banyak petani jagung yang

hanya memiliki lahan garapan kurang dari 0,5 hektar, yang hanya mampu

memproduksi 1 ton samapi dengan maksimal 3 ton.

Jagung sendiri di Indonesia merupakan komoditas pangan terpenting kedua

setelah padi/beras. Selain sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja,

komoditas ini juga dapat menghasilkan devisa negara melalui ekspor. Di masa

datang terdapat indikasi kuat bahwa tingkat permintaan jagung oleh industri akan

terus meningkat, seiring dengan penambahan penduduk dan peningkatan

kebutuhan pakan ternak. Produksi jagung pada tahun 2012 mencapai 19,38 juta ton

pipilan kering, meningkat 1,73 juta ton atau 9,83%, dibanding realisasi produksi

Page 33: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

33

2011 yang sebanyak 17,64 juta ton. Peningkatan produksi jagung diperkirakan

karena adanya pertambahan areal panen seluas 95,22 ribu hektare atau 3,44%,

dan kenaikan produktivitas sebesar 3,28 kuintal per hektare atau melonjak 7,19%

(Badan Pusat Statistik, 2012). Berdasarkan gambaran tersebut, dapat terlihat

bahwa potensi resi gudang untuk komoditi jagung adalah sangat besar.

Komoditi jagung tersebar di beberapa daerah di Indonesia mulai dari bagian

Barat hingga Indonesia bagian Timur. Berdasarkan data dari BAPPEBTI tahun 2008

- 2013 yang tersaji dalam Tabel 4.1, terlihat bahwa wilayah Jawa Timur sebagai

sentra penghasil jagung merupakan daerah yang paling banyak memanfaatkan Resi

Gudang untuk dijadikan pembiayaan melalui Bank BRI dan Bank Jatim. Sedangkan

di Nusa Tenggara barat, hanya satu Gudang di Lombok Timur yang memanfaatkan

Resi Gudang untuk pembiayaan melalui Bank BRI. Sedangkan untuk pengelola

gudang dengan aset gudang yang dikelola terbanyak adalah PT. Pertani Persero

dengan 6 (enam) gudang penyimpan jagung, diikuti oleh PT. Bhanda Ghara Reksa

Persero dan PT. Petindo Daya Mandiri dengan masing-masing 1 (satu) gudang

yang dikelola.

Tabel 4.1. Rekapitulasi Resi Gudang 2008 - 2013

Sumber : BAPPEBTI, 2013

Jumlah Resi

GudangKomoditi

Jumlah

Komoditi

(Ton)

Nilai Barang Jumlah

Resi GudangBank/LKNB Nilai

A Petindo Daya Mandiri

1 Gudang Karanganyar 5 Jagung 64,0314 152.707.440Rp 2 BRI 41.700.000Rp

B PT Pertani

1 Gudang Nganjuk 2 Jagung 42,95 170.612.500Rp 1 Bank Jatim 24.928.750Rp

2 Gudang Tulungagung 2 Jagung 128,6 299.500.000Rp 2 Bank Jatim 209.650.000Rp

3 Gudang Lombok Timur 3 Jagung 226,5 550.175.000Rp 3 BRI 385.122.500Rp

4 Gudang Sampang Sakobanah 3 Jagung 72 220.800.000Rp 2 Bank Jatim 123.200.000Rp

5 Gudang Sampang Banyuates 1 Jagung 16 44.800.000Rp

6 Gudang Pasaman Barat 3 Jagung 42,487 144.455.800Rp 3Bank BRI Cabang

Simpang Empat 101.119.060Rp

C PT Bhanda Ghara Reksa

1 Gudang Gowa 4 Jagung 62,22 115.431.000Rp 2 BRI 34.500.000Rp

23 654,7884 1.698.481.740Rp 15 920.220.310Rp

NO PENGELOLA GUDANG / GUDANG

PENERBITAN PEMBIAYAAN

TOTAL

Page 34: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

34

4.2. Analisis Faktor Penentu dalam Penerapan SRG Jagung

Pertanian sebagai pilar strategis struktur perekonomian, memerlukan

keberlanjutan produksi dan perdagangan komoditi hasil pertanian. Daerah Jawa

Timur dan Nusa Tenggara Barat sebagai daerah penghasil jagung, seringkali pada

saat panen raya dihadapkan pada masalah anjloknya harga, fenomena ini juga

terjadi pada komoditi-komoditi pertanian lainnya. Hal ini sebetulnya bisa diatasi oleh

petani dengan menunda menjual hasil panennya, tetapi mereka dihadapkan pada

kondisi yang sulit karena harus memiliki uang tunai untuk musim tanam berikutnya

atau untuk mencukupi keperluan hidup rumah tangganya. Oleh karena itu

diperlukan upaya guna memutus rantai sistem perdagangan komoditi hasil

pertanian yang kurang menguntungkan petani. Salah satu alternatif untuk

mengatasi kerugian petani akibat anjloknya harga gabah tersebut adalah dengan

menerapkan Sistem Resi Gudang (SRG). Namun dalam prakteknya, banyak faktor-

faktor yang menjadi pertimbangan petani dalam menentukan apakah mereka akan

menerapkan atau tidak menerapkan SRG.

Berdasarkan hasil survey di dua daerah yaitu, Jawa Timur dan Nusa

Tenggara Barat (yang merupakan sentra produsen jagung), diperoleh gambaran

mengenai pertimbangan para petani/ pedagang/ koperasi tani dalam menerapkan

SRG untuk komoditi jagung. Hasil survey tersebut kemudian diolah dengan

menggunakan Decision Matrix Analisis (DMA). Berdasarkan hasil analisis diperoleh

hasil sebagai berikut :

a. Nusa Tenggara Barat

Survey dilakukan terhadap 10 (sepuluh) petani dan koperasi jagung. Dari 10 (sepuluh)

petani, hanya 1 petani yang tergabung didalam koperasi yang telah menerapkan SRG,

sedangkan sisanya sebanyak 9 (Sembilan) memiliki keputusan untuk tidak menerapkan SRG.

Di NTB sendiri, petani sangat jarang menggunakan resi gudang, karena volume hasil

produksi yang masih terlalu kecil, dimana rata-rata kepemilikan lahan petani di NTB hnya

0,3 hektar. Saat ini, mereka lebih banyak bernaung di bawah kelompok tani agar

dapat mencapai jumlah minimal yang dapat di resi gudangkan yaitu 20 Ton jagung.

Page 35: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

35

Tabel 4.2.

Hasil Analisa Faktor Penentu Penerapan SRG Jagung (Decision Matrix Analysis -DMA) di Nusa Tenggara Barat

Sumber: Hasil Survey, 2013 (diolah)

Berdasarkan Tabel 4.2, terlihat bahwa pertimbangan penerapan SRG di

Propinsi NTB sangat dipengaruhi oleh faktor X1 (Harga Komoditi) yaitu dengan nilai

total 19.0, Dimana mereka berpendapat bahwa penerapan resi gudang untuk

jagung sangat dipengaruhi oleh harga pasar komoditi jagung yang berfluktuasi,

sehingga mereka memilih untuk me-resi gudangkan komoditinya, sehingga ketika

harga bergerak naik mereka dapat menjualnya, demikian pula sebaliknya, ketika

harga sedang turun mereka menahan untuk tidak menjualnya. Selain itu, informasi

harga pasar jagung yang selalu update dan akurat juga menjadi pertimbangan,

dalam hal ini petani dapat mempergunakannya sebagai acuan kapan harus

menahan dan menjual jagungnya ke pasar, dengan tujuan mendapatkan

keuntungan. Lebih lanjut, pertimbangan turunnya harga pada saat panen akibat

Responden Pilihan X1 X2 X3 X4 X5 TOTAL

P1 Menerapkan 19,0 17,1 16,2 18,1 19,0 89,3

Total 19,0 17,1 16,2 18,1 19,0 89,3

P2

Tidak

Menerapkan 12,4 18,1 15,2 17,1 12,4 75,1

P3 12,4 18,1 16,2 18,1 11,4 76,0

P4 13,3 11,4 16,2 11,4 10,5 62,7

P5 14,3 21,2 18,9 23,0 10,5 87,8

P6 15,2 23,5 15,2 13,8 12,0 79,7

P7 15,2 23,5 15,2 23,0 6,0 82,9

P8 11,4 18,8 19,0 23,0 6,0 78,2

P9 15,2 23,5 21,0 23,0 9,0 91,7

P10 15,2 23,5 11,4 23,0 9,0 82,1

Total 124,5 181,5 148,2 175,4 86,7 716,2

143,45 198,55 164,35 193,40 105,70 805,45Grand Total

Page 36: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

36

over supply dan pasca panen akibat turunnya kualitas jagung akibat kesalahan post

harvest treatment.

Faktor lain yang paling berpengaruh terhadap pertimbangan penerapan SRG

oleh petani jagung di NTB adalah, faktor X5 (Pemanfaatan Resi Gudang) dengan

nilai total sebesar 19,0. Sebagai contoh pemanfaatan resi gudang, di Lombok Timur

terdapat Resi Gudang yang direalisasikan untuk dijadikan collateral sebagai modal

usaha yaitu pada tahun 2012, dimana yang mengajukan adalah Koperasi Selaras

untuk Komoditi Jagung, dengan nilai Rp.325 juta dan Koperasi Subur Tani (milik PT.

Pertani) untuk komoditi Gabah dengan nilai Rp. 625 juta.

Dari sisi petani yang memilih untuk tidak menerapkan SRG, faktor X2

(Sarana dan Prasarana Gudang) menjadi faktor yang paling berpengaruh dengan

nilai total sebesar 181,5, dimana seringkali gudang yang ada tidak memiliki

kapasitas yang mencukupi untuk penyimpanan, selain itu jarak gudang yang jauh

dari sentra penghasil jagung menjadikan petani enggan untuk menyimpan

jagungnya di gudang yang dapat mengeluarkan resi gudang, dimana biaya

transportasi menjadi hambatan yang cukup berarti. Lebih lanjut, ketiadaan fasilitas

pengolah pasca panen untuk komoditi jagung seperti blower, dryer, cleaner dan

mesin pengayak yang dapat meningkatkan nilai jagung dan menjaga kualitas

jagung, juga menjadi pertimbangan untuk tidak menerapkan resi gudang.

Pada lokasi sentra penghasil jagung di NTB, lokasi gudang yang memenuhi

syarat untuk dapat mengeluarkan resi gudang hanya ada di Pringgebaya yang

dikelola oleh Koperasi Selaras sehingga menyebabkan Biaya transportasi cukup

mahal, dimana untuk biaya transportasi mencapai +/- Rp.1000 per 100kg, belum

lagi biaya administrasi untuk simpan di gudang, dan persyaratan kadar air yang

membutuhkan biaya lagi untuk treatment agar mencapai kadar air yang

dipersyaratkan. Saat ini, petani lebih tertarik untuk menjual langsung ke pedagang

dari Bali dan Jawa Timur yang langsung melakukan “jemput bola” ke kebun-kebun

petani di pedalaman.

Faktor lain yang paling berpengaruh terhadap pertimbangan untuk tidak

menerapkan SRG petani jagung di NTB adalah, faktor X4 (Dukungan Pemerintah)

dengan nilai total 175,4, dalam hal ini mereka berpendapat bahwa, sejauh ini

kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah baik itu berupa Undang-Undang

maupun Keputusan Menteri belum begitu berperan dalam mendukung implementasi

SRG khususnya di daerah, hanya kebijakan seperti subsidi bunga yang baru dirasa

Page 37: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

37

membantu. Selain itu, masih minimnya sosialisasi Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah dalam hal pemanfaatan dan keuntungan-keuntungan yang

dapat diperoleh petani jika menerapkan SRG, hal tersebut mengakibatkan banyak

petani yang menjual langsung jagungnya ke pedagang yang kebayakan berasal dari

Jawa Timur dan Bali, yang tidak kalah pentingnya adalah penyelesaian dan

pemanfaatan bantuan fisik gudang oleh BAPPEBTI Kementerian Perdagangan,

yang tidak kunjung selesai, sehingga belum dapat dimanfaatkan oleh petani.

Selain itu, terkait dengan dukungan pemerintah terhadap pengujian mutu

barang khususnya jagung, saat ini belum terdapat BPSMB (balai Pengujuan dan

Sertifikasi Mutu Barang) di NTB yang melakukan pengujian mutu barang yang akan

diresi gudangkan, selama ini pengujian melalui BPSMB Jatim, sehingga

membutuhkan waktu sampai satu minggu untuk memperoleh hasil uji, belum lagi

biaya dan waktu untuk mendatangkan PPC (Petugas Pengambil Contoh) dari

Surabaya.

Berdasarkan gambaran di atas, kecenderungan yang ada menunjukkan bahwa, masih

sangat sedikit petani yang memanfaatkan SRG untuk kepentingannya. Kondisi ini bisa

memberikan signal bahwa diperlukan langkah dari pemerintah untuk terus memberikan

insentif sarana dan prasarana pendukung gudang yang dapat membantu pengelolaan

komoditi jagung pasca panen, selain itu masih diperlukannya sosialisasi terkait

pemanfaatan Sistem Resi Gudang untuk komoditi jagung, agar makin banyak petani yang

memanfaatkan SRG sebagai sarana peningkatan kesejahteraan bagi petani itu sendiri.

Page 38: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

38

Gambar 4.1. Value Tree Objective Benefit and Cost Persepsi Petani, NTB

Sumber: Hasil Survey, 2013 (diolah)

Terkait dengan persepsi petani terhadap penerapan SRG, Gambar 4.1.

menggambarkan hasil benefit dan cost perception analysis yang didasarkan pada

persepsi petani dalam menerapkan SRG. Dari sisi positif/ benefit, penerapan SRG

bagi petani bisa memberikan dampak positif baik berupa keuntungan petani (nilai

finansial) memiliki nilai sebesar 18,5 persen, dalam hal ini sebanyak 18,5 persen

petani merasa dapat melakukan penundaan penjualan komoditi setelah panen,

sambil menunggu harga membaik kembali, dengan menyimpan hasil panen mereka

di gudang.

Selain itu persepsi yang muncul adalah bahwa SRG dapat menjadi bentuk

pembiayaan lainnya yang cepat dan mudah memiliki nilai sebesar 16,9, dimana hal

ini berarti sebanyak 16,9 persen petani memiliki persepsi bahwa SRG dapat

menggantikan jaminan konvensional seperti surat-surat berharga dan barang yang

Penerapan

SRG

Komoditi

Jagung

A

(18,5)

46,12% 53,88 %

Monetary

Cost

(26,4)

Benefit

(22,6)

B

(16,9)

C

(18,5)

Non Monetary

A

(14,6)

B

(16,2)

C

(15,4) A

(17,4)

Monetary

B

(13,9)

C

(12,2)

Non Monetary

A

(20,0)

B

(18,3)

C

(18,3)

Page 39: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

39

selama ini sering dijadikan jaminan ke Bank dan Lembaga Keuangan lainnya baik

yang resmi maupun tidak resmi.

Lebih lanjut, petani juga beranggapan bahwa SRG dapat juga berfungsi

sebagai agunan atau jaminan di Bank, memiliki nilai 18,5. Dalam hal ini, sebanyak

18,5 persen petani beranggapan bahwa resi Gudang dapat menjadi agunan untuk

modal usaha sehingga memberikan keuntungan yang bersifat finansial bagi petani.

Selain persepsi benefit yang bersifat moneter, petani juga memiliki pandangan

yang sifatnya non-moneter terhadap penerapan SRG untuk komoditi jagung. Dalam

hal ini sebanyak 14,6 persen petani beranggapan bahwa SRG dapat berfungsi

sebagai memperkuat posisi tawar petani yang memanfaatkan SRG, dimana barang

yang dimiliki oleh petani memiliki kualitas yang telah memenuhi syarat mutu yang

terjamin.

Faktor persepsi non-moneter lainnya adalah Kepastian kualitas dan kuantitas

atas barang yang disimpan, dalam hal ini memiliki nilai sebesar 16,2. Hal ini

menunjukan bahwa 16,2 persen petani jagung beranggapan dengan SRG, mereka

dapat memperkecil tingkat kerugian setelah panen karena sistem penyimpanan

yang baik.

Lebih lanjut, faktor non-moneter yang dianggap sebagai benefit bagi petani

terhadap penerapan SRG adalah Resi Gudang dapat ditukarkan barang, meskipun

jarang dilakukan, akan tetapi bagi 15,4 persen petani beranggapan bahwa SRG

dapat ditukarkan dengan barang yang dapat digunakan sebagai modal petani untuk

melakukan proses penanaman jagung seperti pupuk, alat-alat pertanian, dan lain

sebagainya..

Sementara itu dari sisi persepsi biaya (cost perception), 17,4 persen petani

beranggapan bahwa penerapan SRG untuk komoditi jagung membutuhkan biaya-

biaya seperti biaya administrasi dan penyimpanan, dimana hal ini dirasa cukup

memberatkan petani, faktor ini memiliki nilai yang cukup besar dibandingkan faktor

cost perception lainnya yaitu sebesar 17.4.

Selain itu 13,9 persen petani beranggapan bahwa, SRG dapat memberikan

keuntungan bagi petani maksimal 20 persen. Dalam hal ini, petani dapat mengatur

agar menahan komoditasnya pada saat panen, dan menjualnya pada saat harga

tinggi, yang menjadi masalah adalah keuntungan petani dapat tergerus oleh biaya-

biaya yang harus dia keluarkan selama menahan barangnya, baik untuk biaya

Page 40: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

40

tanam maupun hidup sehari-hari, sehingga margin yang diperoleh biasanya tidak

sampai 20 persen.

Persepsi biaya terhadap jaminan stok gudang tidak layak karena biaya suku

bunga lebih tinggi memiliki nilai sebesar 12,2. Persepsi ini muncul karena, 12,2

persen petani merasa bahwa suku bunga yang berlaku seringkali lebih tinggi

sehingga meminjam uang dengan jaminan stok gudang menjadi tidak layak karena

beban pinjaman tersebut, tidak dapat ditutupi dengan adanya kenaikan harga

seperti yang diharapkan.

Dari sisi persepsi non-moneter, waktu pengurusan dan prosedur yang berbelit

dalam menerapkan atau memanfaatkan SRG memiliki nilai paling tinggi yaitu

sebesar 20,0, dalam hal ini 20,0 persen petani memiliki persepsi terhadap kesulitan

pengurusan SRG, persepsi ini muncul akibat adanya kesulitan yang dihadapi petani

dalam mengurus SRG, baik itu sulitnya uji mutu, lamanya hasil pengujian yang

dilakukan dan lain sebagainya, sehingga menghambat petani untuk memperoleh

Resi Gudang.

Persepsi non-moneter lainnya adalah Fasilitas gudang belum memadai, yaitu

memiliki nilai sebesar 18,3, dimana sebanyak 18,3 persen petani merasakan

gudang belum memiliki fasilitas pengolah pasca panen untuk komoditi jagung

seperti blower, cleaner, dryer dan mesin pengayak yang dapat meningkatkan nilai

jagung dan menjaga kualitas jagung agar memenuhi syarat mutu.

Hasil produksi yang seringkali tidak memenuhi kuantitas dan kualitas yang

dapat digudangkan, juga menjadi persepsi non-moneter yang cukup mempengaruhi

persepsi petani terhadap penerapan SRG. Hal ini disebabkan kuantitas panen rata-

rata petani maksimal hanya 10 Ton, sedangkan syarat untuk disimpan di gudang

adalah minimal 20 Ton. Selain itu, proses pasca panen yang dilakukan oleh petani

tidak dilakukan secara baik, sehingga seringkali jagung yang akan disimpan di

gudang tidak memenuhi syarat mutu minimal.

Secara komparatif terlihat bahwa persepsi petani terhadap penerapan SRG

untuk komoditi jagung masih belum efektif yang dipengaruhi oleh faktor moneter

dan non-moneter. Dengan perbandingan nilai sebesar 26,4 untuk Cost, atau secara

prosentase jumlah sekitar 53,88 persen. Dibandingkan dengan nilai Benefit sebesar

22,6, atau secara prosentase jumlah sebesar 46,12 persen. Hal tersebut dapat

disimpulkan bahwa penerapan Sistem Resi Gudang untuk komoditi jagung belum

Page 41: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

41

efektif, dikarenakan perbandingan antara persepsi Cost dan Benefit masih lebih

besar Cost, meskipun dengan perbandingan nilai yang tidak terlalu signifikan.

b. Jawa Timur

Untuk studi kasus di Jawa Timur, lokasi penelitian difokuskan di Kabupaten

Tuban. Hal ini disebabkan Kabupaten Tuban merupakan salah satu dari lima daerah

penghasil jagung dominan di Jawa Timur. Kabupaten Tuban berada pada peringkat

kedua sebagai daerah penghasil jagung terbesar di Jawa Timur setelah Kabupaten

Sumenep. Selain itu, di Kabupaten Tuban juga sudah terdapat satu gudang milik

pemerintah daerah yang telah menggunakan Sistem Resi Gudang (SRG),

khususnya untuk jagung.

Survey dilakukan terhadap total 19 responden yang terdiri dari 9 responden

yang sudah memanfaatkan SRG dan 9 responden yang belum memanfaatkan SRG.

Seluruh responden tersebut merupakan petani jagung yang berlokasi di Kabupaten

Tuban, Jawa Timur. Untuk petani jagung yang sudah memanfaatkan SRG

mayoritas adalah petani yang berlatar belakang pedagang dan memiliki minimal 1

(satu) hektar untuk luas lahan kebunnya. Sedangkan untuk petani yang belum

memanfaatkan SRG adalah mayoritas petani kecil yang hasil produksinya tidak

lebih daripada 3 ton.

Page 42: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

42

Tabel 4.3. Hasil Analisa Faktor Penentu Penerapan SRG Jagung

(Decision Matrix Analysis -DMA) di Jawa Timur

Sumber: Hasil Survey, 2013 (diolah)

Pada Tabel 4.3. faktor utama yang cukup mempengaruhi petani untuk

menerapkan SRG adalah X4 yaitu dukungan pemerintah dengan nilai total 137, 2.

Menurut para petani yang sudah memanfaatkan SRG yang menjadi alasan utama

untuk menunda jual hasil panennya adalah adanya himbauan langsung dari Bapak

Bupati untuk menggunakan SRG di awal tahun 2013. Dalam suatu acara khusus,

Responden Pilihan X1 X2 X3 X4 X5 TOTAL

P1 Menerapkan 12,2 14,4 10,7 16,8 11,4 65,5

P2 12,2 14,4 11,6 17,8 11,4 67,4

P3 17,8 18,2 15,1 13,8 11,4 76,3

P4 11,3 13,4 13,3 14,8 11,4 64,2

P5 15,0 18,2 15,1 14,8 15,2 78,3

P6 12,2 15,3 12,4 16,8 15,2 71,9

P7 12,2 13,4 10,7 14,8 16,1 67,2

P8 11,3 11,5 9,8 13,8 15,2 61,6

P9 11,3 11,5 9,8 13,8 9,5 55,9

Total 115,5 130,3 108,5 137,2 116,8 608,3

P1

Tidak

Menerapkan 16,8 15,3 14,2 16,9 19,0 82,2

P2 15,8 15,3 16,0 15,9 17,1 80,1

P3 15,8 15,3 14,2 18,8 19,0 83,1

P4 15,8 15,3 14,2 15,0 15,2 75,5

P5 15,8 15,3 10,7 15,0 15,2 72,0

P6 15,8 15,3 14,2 15,0 15,2 75,5

P7 15,8 15,3 14,2 18,8 19,0 83,1

P8 15,8 15,3 10,7 11,3 11,4 64,5

P9 15,8 11,5 10,7 11,3 11,4 60,7

Total 143,2 133,9 119,1 138,0 142,5 676,7

258,70 264,20 227,60 275,20 259,30 1285,00Grand Total

Page 43: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

43

Bupati Tuban mengundang para petani jagung yang produktivitasnya cukup tinggi

dan mengajak mereka untuk mulai memanfaatkan gudang penyimpanan yang

dimiliki oleh Pemda dengan meresigudangkan jagung hasil panennya. Oleh sebab

itu, atas himbauan langsung dari Bupati, maka mayoritas petani yang mengikuti

acara tersebut percaya dan mencoba untuk menunda jual hasil panen dengan

menyimpan di gudang. Walaupun, kondisi harga jagung pada saat itu cukup tinggi

yaitu Rp. 3.400 per kg. Tingginya harga jagung di Kabupaten Tuban pada saat itu

karena panen raya tidak terjadi serentak, ketika terjadi panen jagung di Kabupaten

Tuban belum tentu di daerah lainnya juga ada panen karena perbedaan jenis sawah

yang berpengaruh terhadap sistem irigasi sawah.

Faktor lain yang cukup berpengaruh terhadap pilihan petani jagung untuk

menerapkan SRG adalah X2, yaitu sarana dan prasarana gudang dengan nilai total

130,3. Menurut salah satu petani yang memanfaatkan SRG, pelayanan pengelola

gudang di Kabupaten Tuban sudah sangat bagus dan responsif, pihak pengelola

gudang selalu memberitahukan jika ada yang berminat membeli jagungnya, pihak

pengelola juga selalu memberitahukan kondisi jagung yang disimpan di gudang.

Bagi petani yang belum tertarik menerapkan SRG, alasan utamanya adalah

X1 yaitu fluktuasi harga jagung. Disebabkan panen yang tidak merata di Propinsi

Jawa Timur maka ketika terjadi panen di Kabupaten Tuban harga jagung relatif

cukup tinggi dan fluktuatif. Mayoritas petani tersebut cenderung untuk langsung

menjual hasil panennya karena jumlah hasil mereka dibawah 3 ton dan jumlah

tersebut tidak memenuhi syarat untuk disimpan digudang penyimpanan untuk

kemudian diresigudangkan. Selain itu, ketidaktahuan mengenai informasi SRG dan

ketidakberanian untuk mencoba sistem yang relatif baru bagi para petani juga

menjadi kendala dalam pemanfaatan SRG. Mayoritas petani tersebut juga ingin

melihat contoh sukses dari petani yang telah memanfaatkan SRG terlebih dahulu,

jika memang sistem tersebut berhasil dan memberikan keutungan bagi petani maka

mereka tertarik untuk menggunakan SRG.

Faktor lain yang cukup berpengaruh terhadap pertimbangan untuk tidak

menerapkan SRG petani jagung di Kabupaten Tuban adalah, faktor X4 (dukungan

pemerintah) dengan nilai total 142,5. Mayoritas dari petani berpendapat bahwa

sosialisasi mengenai SRG masih sangat jarang dilakukan oleh pemerintah daerah

setempat. Satu-satunya acara yang menginformasikan mengenai SRG adalah

acara yang dilakukan oleh Bupati Tuban dan mengundang langsung para petani

Page 44: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

44

jagung untuk menghimbau penggunaan SRG. Oleh sebab itu, masih banyak petani

yang belum mengetahui informasi mengenai SRG.

Berdasarkan gambaran di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas petani

yang mengetahui dan memahami konsep SRG masih sangat terbatas dan

mayoritas dari petani jagung bahkan tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan

SRG. Khususnya untuk Kabupaten Tuban yang notabene adalah daerah penghasil

jagung tertinggi kedua sudah seharusnya pemerintah daerahnya lebih agresif lagi

dalam mensosialisasikan SRG sehingga informasi SRG ini diketahui dan dipahami

oleh seluruh petani jagung.

Gambar 4.2.

Value Tree Objective Benefit and Cost Persepsi Petani, Jawa Timur

Sumber: Hasil Survey, 2013 (diolah)

Gambar 4.2 menggambarkan persentase manfaat dan biaya berdasarkan

persepsi dari responden yang sudah memanfaatkan SRG. Pada umumnya,

penerapan SRG di Kabupaten Tuban lebih menggambarkan persepsi keuntungan

dibandingkan persepsi biaya. Hal tersebut terlihat dari nilai persentase persepsi

manfaat yang lebih tinggi yaitu 75, 41 persen dibandingkan dengan nilai persentase

Penerapan

SRG

Komoditi

Jagung

A (17,62)

75, 41% 20,35 %

Monetary

Cost

(6, 4%)

Benefit

(25,22)

B (16,29)

C (17,18)

Non Monetary

A (15,85)

B (17,18)

C (15,85)

A (15, 51)

Monetary

B (15,51)

C (15,51)

Non Monetary

A (15,51)

B (15,51)

C (22,41)

Page 45: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

45

biaya (20, 35 persen). Untuk persepsi keuntungan ataupun biaya terbagi menjadi

sisi keuangan (financial) ataupun non keuangan.

Pada persepsi manfaat, dari sisi keuangan terdapat 3 persepsi yaitu

keuntungan petani, bentuk pembiayaan lain yang mudah dan cepat, serta resi dapat

agunkan dan diperjualbelikan. Persepsi pertama memiliki nilai sebesar 17, 62. Hal

ini mengindikasikan bahwa terdapat sebanyak 17, 62 persen petani yang

beranggapan bahwa menunda penjualan akan memberikan keutungan lebih baik

bagi mereka daripada menjualnya langung pada saat sedang panen. Menurut

petani, dengan menunda jual hasil panennya mareka mendapatkan margin

keuntungan antara Rp 100-200 per kg. Keuntungan tersebut didapatkan petani

dengan menunda jual sekitar 2 minggu sampai dengan 2 bulan di simpan di gudang.

Persepsi kedua, yaitu resi gudang sebagai bentuk pembiayaan yang mudah

dan cepat memiliki nilai sebesar 16,29. Artinya, sebanyak 16,29 persen petani

berpendapar bahwa prosedur dan mekanisme resi gudang bukanlah hal yang rumit.

Dalam pola resi gudang, petani membawa jagungnya ke gudang untuk dilakukan

pengecekan apakah jagungnya layak atau tidak untuk disimpan dalam gudang.

Berdasarkan pemaparan salah satu petani, ketika ada petani yang akan menyimpan

barangnya maka pihak pengelola gudang langsung menghubungi UPT Penguji

sertifikasi mutu barang untuk mengecek persentase kadar air, butir rusak, butir

warna lain, butir pecah, dan kotoran. Dari hasil pengujian tersebut akan diketahui

jagung tersebut berada pada mutu atau kualitas sangat baik, baik, atau cukup. Hal

ini disebabkan mutu atau kualitas jagung sangat mempengaruhi penetapan besaran

harga yang tertulis dalam resi. Untuk kualitas sangat baik maka harga yang

diberikan adalah harga tertinggi di pasar misalnya pada bulan Mei yaitu Rp. 3.400

per kg. Setelah jagung yang akan disimpan lolos uji, maka pada hari berikutnya

akan dilakukan survey oleh pihak bank dan 2 hari kemudian akan terbit resi dan

pencairan dana. Dengan demikian, total waktu yang diperlukan adalah 5 hari kerja

paling cepat. Jika lebih daripada 5 hari kerja dana belum juga cair maka pihak

pengelola gudang akan terus menanyakan hal tersebut kepada pihak perbankan.

Petani mendapatkan dana senilai 70 persen dari total harga jagung yang dititipkan

di gudang dengan harga yang berlaku di pasar pada saat itu.

Persepsi ketiga yaitu resi dapat diagunkan dan diperjualbelikan memiliki nilai

17, 18. Berdasarkan nilai tersebut, dapat diasumsikan terdapat 17, 18 persen petani

yang beranggapan bahwa dengan memiliki resi atas hasil panen yang disimpan di

Page 46: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

46

gudang, petani merasa aman. Hal ini disebabkan resi dapat dijadikan sebagai

jaminan ke bank untuk memperoleh dana tunai yang dapat digunakan untuk

keperluan hidup sehari-hari dan untuk memulai usaha pertanian berikutnya.

Selanjutnya keuntungan yang didapatkan dengan memanfaatkan SRG

disamping dari sisi keuangan yaitu kekuatan posisi tawar petani, kepastian kualitas

dan kuantitas hasil panen yang dihasilkan dan resi gudang dapat ditukarkan barang.

Dalam hal kekuatan posisi tawar, terdapat 15, 85 persen petani yang berpendapat

bahwa posisi tawar petani menjadi lebih kuat bila dibandingkan tidak menggunakan

SRG. Hal tersebut disebabkan petani menyadari bahwa terdapat beberapa syarat

yang harus dipenuhi agar hasil panennya dapat disimpan dalam gudang SRG dan

kemudian diresigudangkan. Syarat utamanya1 adalah kadar air jagung yang tidak

boleh melebihi 17. Untuk menjaga hal tersebut maka petani berupaya untuk dapat

memproduksi hasil panen yang berkualitas.

Kondisi tersebut didukung dari adanya 17, 18 persen petani yang berpendapat

bahwa kualitas dan mutu hasil panen yang dihasilkan menjadi lebih baik dan lebih

pasti. Selain karena adanya usaha keras dari petani agar menghasilkan hasil panen

yang baik, juga dikarenakan ketika hasil panen akan disimpan di gudang maka akan

ada tim penilai khusus yang akan mengukur persentase kadar air, butir rusak, butir

warna lain, butir pecah, dan kotoran. Gudang penyimpanan yang sudah memenuhi

persyaratan SNI serta pemeriksaan rutin mengenai kondisi barang yang disimpan di

gudang oleh pengelola gudang juga memberikan jaminan adanya kepastian kualitas

dan kuantitas hasil panen yang disimpan. Dengan demikian, mutu, kualitas, dan

kuantitas jagung dapat dipastikan berada pada posisi grade baik, sangat baik atau

cukup. Keuntungan lainnya adalah resi gudang dapat ditukarkan menjadi barang

yang dapat digunakan sebagai modal petani untuk melakukan usaha pertanian

jagung berikutnya, seperti pupuk, bibit, dan sebagainya. Terdapat 15, 85 persen

petani yang berpendapat resi gudang membantu memudahkan petani untuk

mendapatkan pupuk, alat-alat pertanian, bibit dan sebagainya yang diperlukan

untuk memulai usaha pertanian.

Sementara itu terdapat tiga persepsi biaya (cost perception) dari segi

keuangan dan non keuangan. Dari sisi keuangan, persepsi pertama adalah biaya

1 Persyaratan lain yang harus penuhi oleh petani jika ingin memanfaatkan SRG adalah sak

atau karung yang digunakan harus seragam dan harus dijahit dengan mesin bukan dengan

tangan (Hasil wawancara dengan pengelola gudang, 2013)

Page 47: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

47

administrasi dan penyimpanan, selisih margin sangat kecil atau bahkan tidak ada,

dan jaminan stok gudang tidak layak karena suku bunga lebih tinggi. Nilai

persentase untuk persepsi biaya dari sisi keuangan relatif sama yaitu 15, 51.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat 15, 51 persen petani

berpendapat bahwa dari sisi keuangan SRG tidak memberatkan petani. Pada

dasarnya besaran biaya simpan untuk jagung adalah Rp. 150 per kg per 4 bulan,

sebulan sekitar Rp. 37 ribu. Biaya tersebut sudah termasuk asuransi dari Sinarmas.

Namun demikian, sampai dengan saat ini khususnya di Kabupaten Tuban,

pemerintah daerah memberikan subsidi bagi petani yang memanfaatkan SRG

dengan tidak membebankan biaya penyimpanan gudang. Akibatnya, petani tidak

merasa terbebani dengan biaya administrasi dan penyimpanan di gudang. Hal

tersebut dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Tuban dalam rangka

mendukung pelaksanaan SRG agar petani tertarik untuk memanfaatkan SRG.

Bahkan, terdapat truk pengangkut khusus yang disediakan pemerintah daerah

untuk membawa barang dari lokasi pertanian untuk dibawa ke gudang dan tidak ada

biaya tambahan jika menggunakan angkutan tersebut.

Selanjutnya, menurut petani yang sudah memanfaatkan SRG, dengan

menunda jual hasil panen jagungnya, petani mendapatkan margin keuntungan yang

cukup tinggi yaitu antara Rp. 100 – 200 per kg. Margin tersebut dirasakan petani

cukup menguntungkan apalagi jika memang kualitas daripada jagung yang

disimpan termasuk kualitas sangat baik, karena nilai pasar yang tertera di resi

adalah harga terbaik di pasar, mencapai Rp 3400 per kg.

Kemudian petani juga beranggapan bahwa biaya suku bunga yang digunakan

juga relatif sudah wajar. Untuk daerah Jawa Timur, bank yang yang ditunjuk

sebagai pelaksana penyalur kredit resi gudang adalah Bank Jatim. Masa kredit

maksimal untuk jagung adalah 4 bulan dan tidak dapat diperpanjang. Plafon kredit

yang akan diberikan perbankan adalah maksimal 70 persen dari nilai resi gudang

dan paling tinggi sebesar Rp. 75 juta per petani. Suku bunga yang diberikan adalah

10,50 persen pa efektif, dimana sebesar 4,50 persen disubsidi pemerintah dan 6

persen menjadi beban debitur (petani).

Dari sisi non keuangan, persepsi biaya yang dirasakan petani relatif cukup

memberatkan adalah hasil produksi petani terkadang tidak dapat memenuhi

kuantitas dan kualitas yang disyaratkan oleh pengelola gudang. Hal tersebut terlihat

dari mayoritas persepsi petani yaitu 22, 41 persen yang berpendapat bahwa

Page 48: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

48

terkadang persentase kadar air pada jagung yang dihasilkan belum mampu

memenuhi batas kualitas sangat baik yaitu kadar air 17. Mayoritas kadar air jagung

hasil panen petani berkisar antara 15 persen sampai 16 persen. Namun demikian,

dengan kondisi kadar air tersebut tetap diperbolehkan untuk disimpan di gudang

hanya jagung tidak termasuk dalam kualitas yang paling tinggi. Kemudian, bagi

petani yang hanya menghasilkan panen di bawah 3 ton dipastikan tidak dapat

menyimpan jagungnya di gudang. Untuk itu diperlukan suatu wadah seperti

koperasi yang dapat menampung seluruh hasil panen dan mengatasnamakan

kelompok untuk menyimpan jagung di gudang.

Selanjutnya, untuk fasilitas gudang dan prosedur SRG yang berbelit bukan

menjadi suatu kendala yang cukup berarti dalam pelaksanaan SRG menurut para

petani yang sudah memanfaatkannya. Hal ini terlihat dari nilai persentasi persepsi

yang relatif kecil yaitu 15, 51 persen. Dari segi fasilitas gudang dan pelayanan

pengelola gudang sudah sangat baik. Gudang juga sudah dilengkapi dengan alat

pengering (dryer), tetapi alat pengering tersebut hanya dapat digunakan untuk

gabah saja. Sedangkan untuk mesin pengering khusus jagung belum tersedia dan

baru akan dianggarkan pada tahun 2014. Kemudian, pihak pengelola gudang juga

dapat membantu dalam memasarkan barang yang disimpan di gudang ke pembeli.

Biasanya pembeli langsung datang ke gudang dan menanyakan langsung kepada

pihak pengelola gudang apakah tersedia jagung yang dibutuhkan atau tidak. Jika

pembeli merasa cocok dengan harga dan barang yang ada maka pihak pengelola

gudang langsung menghubungi pemilik barang untuk menanyakan apakah barang

tersebut mau dijual atau tidak. Pembeli biasanya adalah para tengkulak atau

pedagang besar yang masuk pabrik pakan ternak.

Kemudian, untuk prosedur dan mekanisme pemanfaatan SRG juga dirasakan

petani tidak sulit. Dalam pola resi gudang, petani membawa jagungnya ke gudang

untuk dilakukan pengecekan apakah jagungnya layak atau tidak untuk disimpan

dalam gudang. Ketika ada petani yang akan menyimpan barangnya maka pihak

pengelola gudang langsung menghubungi UPT Penguji sertifikasi mutu barang

untuk mengecek persentase kadar air, butir rusak, butir warna lain, butir pecah, dan

kotoran. Dari hasil pengujian tersebut maka akan diketahui jagung tersebut berada

pada mutu atau kualitas sangat baik, baik, atau cukup. Hal ini disebabkan mutu atau

kualitas jagung sangat mempengaruhi penetapan besaran harga yang tertulis dalam

resi. Untuk kualitas sangat baik maka harga yang diberikan adalah harga tertinggi di

pasar misalnya pada bulan Mei yaitu Rp. 3400 per kg. Setelah jagung yang akan

Page 49: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

49

disimpan lolos uji, maka pada hari berikutnya akan dilakukan survey oleh pihak

bank dan 2 hari kemudian akan terbit resi dan pencairan dana. Dengan demikian,

total waktu yang diperlukan adalah 5 hari kerja paling cepat. Jika lebih daripada 5

hari kerja dana belum juga cair maka pihak pengelola gudang akan terus

menanyakan hal tersebut kepada pihak perbankan.

Berdasarkan perbandingan nilai persentase manfaat dan biaya dapat dan

pengalaman petani yang telah memanfaatkan SRG dapat disimpulkan bahwa pola

resi gudang telah dirasakan menfaatnya oleh petani, yaitu terpenuhinya kebutuhan

uang tunai serta keuntungan yang cukup layak dari usaha tani jagung. Pola resi

gudang juga cukup memiliki peluang dan prospektif sebagai salah satu model

pemasaran terutama saat harga sedang berada pada level terendah.

Dalam skala nasional adanya resi gudang juga dapat menjamin

ketersediaan bahan pakan ternak. Jagung pipilan yang disimpan di gudang dapat

menjadi cadangan dan penyangga pada saat paceklik sehingga pemerintah tidak

perlu tergantung pada impor jagung pipilan untuk pakan ternak. Jika dilakukan

secara masal, maka pola resi gudang berpotensi sekaligus sebagai stabilisator

harga pangan ternak, khususnya yang berbahan dasar jagung.

Berdasarkan pengalaman di Kabupaten Tuban secara konseptual, ada

beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar pola resi gudang bisa berjalan

secara optimal, yaitu: (1) komoditas yang disimpan rentan terhadap fluktuasi harga,

tetapi pada saat-saat tertentu harga dapat naik; (2) komoditas memiliki daya tahan

cukup lama seperti jagung dan gabah; (3) gudang harus memenuhi persyaratan SNI;

(4) komoditas yang disimpan mudah di taksir dan harus ada yang ahli menaksir, dan

(5) pengawas atau pemegang kunci gudang harus orang yang dapat dipercaya. Dua

faktor terakhir terkait dengan mutu barang dan untuk menghidari kecurangan

sehingga barang yang disimpan benar-benar terjamin kualitasnya dan sesuai

dengan standar. Hal ini sangat penting sebab menyangkut dengan nilai-nilai

kepercayaan yang sangat diperlukan untuk menarik minat pihak perbankan sebagai

penyandang dana.

Selain itu, faktor lainnya yang juga menjadi dasar pemilihan menggunakan

SRG atau tidak bagi petani adalah pelayanan gudang, fasilitas gudang, jarak

gudang, dan kapasitas gudang. Namun demikian, Pemda Tuban seharusnya lebih

sering melakukan sosialiasi mengenai SRG kepada para petani di desa-desa,

sehingga informasi mengenai SRG dapat ketahui dan dipahami oleh seluruh petani

di Kabupaten Tuban.

Page 50: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

50

c. Perbandingan Dua Daerah

Berdasarkan analisa di kedua daerah survey, pada Tabel 4.4 terdapat

perbedaan utama yang menjadikan pertimbangan dalam menerapkan SRG. Untuk

daerah Kabupaten Tuban di Jawa Timur, alasan utama pemanfaatan SRG adalah

lebih disebabkan sudah tersedianya sarana dan prasarana gudang yang

mendukung serta pengelolaan gudang yang relatif sudah baik, yaitu dikelola oleh

PT Pertani. Selain itu terdapat himbauan langsung dari Bupati Kabupaten Tuban

bagi para petani jagung yang potensial untuk memanfaatkan gudang penyimpanan.

Sedangkan, faktor utama yang menyebabkan petani di NTB memanfaatkan SRG

adalah lebih disebabkan harga komoditi jagung yang sangat fluktuatif dan resi

gudang dapat dijadikan sebagai agunan di bank untuk mendapatkan modal usaha.

Tabel 4.4

Faktor Utama Yang Mempengaruhi Pemilihan Petani Untuk

Memanfaatkan SRG

Faktor Utama yang Mempengaruhi

NTB Jawa Timur

Penerapan SRG Harga komoditi yang berfluktuasi

Pemanfaatan resi gudang

Dukungan pemerintah (himbauan khusus dari Bupati Tuban)

Sarana dan prasarana yang lengkap

Tidak menerapkan SRG Sarana dan prasarana belum tersedia

Kurangnya dukungan pemda dalam hal sosialisasi

Kurangnya sosialisasi dari pemda mengenai SRG

Sumber: Hasil survey, data diolah (2013)

Kemudian, dalam Tabel 4.4 juga menjelaskan bahwa ternyata bagi petani

yang belum memanfaatkan SRG ditemukan ada kesamaan faktor yang menjadikan

pertimbangan utama mereka, yaitu kurangnya dukungan pemerintah dalam hal

sosialiasi mengenai SRG. Mayoritas petani baik di NTB ataupun di Kabupaten

Tuban beranggapan bahwa SRG adalah suatu sistem baru dan mereka

Page 51: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

51

memerlukan bukti nyata kesuksesan bahwa dengan memanfaatkan sistem tersebut

akan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi. Hal tersebut sesuai dengan

informasi yang dari Kompas, Sabtu 13 Juli 2013 yang menyatakan rendahnya minat

petani, kelompok tani, koperasi, ataupun usaha mikro kecil dan menengah (UMKM)

untuk menjaminkan barang sebagai jaminan mendapatkan resi gudang karena

belum semua petani mengenal sistem tersebut.

Selain itu, belum tersedianya sarana dan prasarana gudang yang

mendukung pemanfaatkan SRG serta lokasi gudang jagung yang relatif jauh dari

kebun petani juga menjadi salah satu faktor pertimbangan petani untuk tidak

menggunakan SRG di Propinsi NTB.

Berdasarkan analisis persepsi manfaat dan biaya, pada Tabel 4. 5 terlihat

bahwa manfaat terbesar yang dirasakan oleh petani dari adanya SRG adalah

mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi karena adanya selisih harga jual akibat

menunda jual pada saat panen. Hal tersebut dirasakan manfaatnya baik oleh petani

yang menggunakan SRG di NTB ataupun di Jatim. Kemudian, resi gudang yang

dapat dijadikan sebagai jaminan di lembaga keuangan seperti bank juga

memberikan nilai lebih tersendiri bagi petani. Sebab, petani selain mendapatkan

jaminan kualitas mutu hasil panennya dengan harga yang relatif tinggi, juga

mendapatkan bantuan permodalan usaha untuk memulai usaha pertanian

berikutnya.

Dari sisi manfaat lainnya, baik di NTB ataupun di Jatim, mayoritas petani

berpendapat bahwa dengan memanfaatkan menyimpan hasil panen jagung di

gudang dan meresigudangkannya terdapat kepastian mutu, kualitas dan kuantitas

barang. Hal ini disebabkan setiap barang yang disimpan di gudang sudah melalui

tahap pengujian mutu terlebih dahulu.

Page 52: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

52

Tabel 4.5

Perbandingan Persepsi Manfaat dan Biaya

NTB Jawa Timur

Persepsi Manfaat

Sisi Keuangan Keuntungan Finansial

Agunan atau jaminan

di bank

Keuntungan Finansial

Agunan atau jaminan

di bank

Sisi Non Keuangan Terdapat kepastian

mutu, kualitas dan

kuantitas barang.

Terdapat kepastian

mutu, kualitas dan

kuantitas barang.

Persepsi Biaya

Sisi Keuangan Biaya Administrasi Tidak mengalami

kendala biaya

keuangan yang

signifikan

Sisi Non Keuangan Prosedur dan

mekanisme yang

berbelit

Hasil produksi yang

belum dapat

memenuhi kualitas

terbaik dan kuota

minimal (diatas 3 ton)

Sumber: Hasil survey, data diolah (2013)

Sedangkan, dari sisi persepsi biaya terdapat perbedaan persepsi antara

petani di NTB dengan di Jatim. Dari sisi keuangan, petani di NTB mayoritas

beranggapan bahwa biaya administrasi dan penyimpanan adalah kendala utama

dalam pemanfaatan SRG. Sedangkan di Jatim, dari sisi keuangan tidak terdapat

kendala yang berarti karena mayoritas mendapatkan subsidi dari pemda baik untuk

biaya administrasi ataupun untuk alat angkut dari kebun ke gudang sudah

disediakan oleh pemda.

Dari sisi non keuangan, petani di NTB mayoritas beranggapan bahwa biaya

terbesar dari penerapan SRG adalah prosedur dan mekanisme yang berbelit serta

memakan waktu yang cukup lama. Sebaliknya, petani jagung di Jatim tidak

Page 53: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

53

mengalami kesulitan dalam memanfaatkan SRG. Bahkan waktu dari awal

permohonan pengajuan SRG sampai dengan mendapatkan uang tunai hanya

sekitar 5-6 hari kerja. Petani di Jatim berpendapat bahwa yang menjadi kendala

dalam SRG adalah hasil produksinya seringkali belum dapat memenuhi kualitas dan

kuantitas untuk penyimpanan barang di gudang. Terutama bagi petani jagung yang

hasil panennya kurang dari 3 ton. Dengan demikian sudah seharusnya pemda

Kabupaten Tuban membuat suatu wadah koperasi yang dapat menampung para

petani kecil agar dapat ikut memanfaatkan SRG.

Page 54: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

54

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

a. Sejak diluncurkan tahun 2008, SRG baru menerbitkan 931 resi dengan total

volume komoditas (total semua komoditas yang diresi gudangkan) yang

dijaminkan sebesar 37.251 ton senilai Rp. 179,95 miliar

b. Nilai komoditas jagung yang dijaminkan melalui SRG dibandingkan nilai

perdagangan komoditas jagung yang mencapai Rp. 54 triliun per tahun, nilainya

hanya sebesar Rp. 920,220,310.

c. Berdasarkan analisis menggunakan DMA, faktor utama yang menyebabkan

petani di NTB memanfaatkan SRG adalah lebih disebabkan harga komoditi

jagung yang sangat fluktuatif sehingga mereka dapat mengambil selisih harga

dengan cara menahan untuk menjualnya dengan SRG. Selain itu mereka

beranggapan dan merasakan manfaat, bahwa resi gudang dapat dijadikan

sebagai agunan di bank untuk mendapatkan modal usaha.

d. Berdasarkan analisis DMA, faktor utama yang menjadikan pertimbangan dalam

menerapkan SRG, bagi petani di Jawa Timur adalah lebih disebabkan sudah

tersedianya sarana dan prasarana gudang yang mendukung serta pengelolaan

gudang yang relatif sudah baik, yaitu dikelola oleh PT Pertani. Selain itu terdapat

himbauan langsung dari Bupati Kabupaten Tuban bagi para petani jagung yang

potensial untuk memanfaatkan gudang penyimpanan.

e. Hasil analisis DMA di kedua daerah survey, menunjukkan bahwa ada kesamaan

faktor yang menjadikan pertimbangan utama bagi petani untuk tidak

Page 55: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

55

menerapkan/ memanfaatkan SRG, yaitu kurangnya dukungan pemerintah dalam

hal sosialiasi mengenai SRG. Mayoritas petani baik di NTB ataupun di

Kabupaten Tuban beranggapan bahwa SRG adalah suatu sistem baru dan

mereka memerlukan bukti nyata kesuksesan bahwa dengan memanfaatkan

sistem tersebut akan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi.

f. Khusus daerah NTB pertimbangan utama bagi petani untuk tidak menerapkan/

memanfaatkan SRG adalah belum tersedianya sarana dan prasarana gudang

yang mendukung pemanfaatkan SRG serta lokasi gudang jagung yang relatif

jauh dari kebun petani juga menjadi salah satu faktor pertimbangan petani untuk

tidak menggunakan SRG.

g. Berdasarkan analisis persepsi manfaat dan biaya, terlihat bahwa manfaat

terbesar yang dirasakan oleh petani dari adanya SRG adalah mendapatkan

keuntungan yang lebih tinggi karena adanya selisih harga jual akibat menunda

jual pada saat panen. Hal tersebut dirasakan manfaatnya baik oleh petani yang

menggunakan SRG di NTB ataupun di Jatim. Kemudian, resi gudang yang dapat

dijadikan sebagai jaminan di lembaga keuangan seperti bank juga memberikan

nilai lebih tersendiri bagi petani. Sebab, petani selain mendapatkan jaminan

kualitas mutu hasil panennya dengan harga yang relatif tinggi, juga mendapatkan

bantuan permodalan usaha untuk memulai usaha pertanian berikutnya.

h. Dari sisi manfaat lainnya, baik di NTB ataupun di Jatim, mayoritas petani

berpendapat bahwa dengan memanfaatkan menyimpan hasil panen jagung di

gudang dan meresigudangkannya terdapat kepastian mutu, kualitas dan

kuantitas barang. Hal ini disebabkan setiap barang yang disimpan di gudang

sudah melalui tahap pengujian mutu terlebih dahulu.

i. Dari sisi persepsi biaya terdapat perbedaan persepsi antara petani di NTB

dengan di Jatim. Dari sisi keuangan, petani di NTB mayoritas beranggapan

bahwa biaya administrasi dan penyimpanan adalah kendala utama dalam

pemanfaatan SRG. Sedangkan di Jatim, dari sisi keuangan tidak terdapat

kendala yang berarti karena mayoritas mendapatkan subsidi dari pemda baik

untuk biaya administrasi ataupun untuk alat angkut dari kebun ke gudang sudah

disediakan oleh pemda.

j. Dari sisi non keuangan, petani di NTB mayoritas beranggapan bahwa biaya

terbesar dari penerapan SRG adalah prosedur dan mekanisme yang berbelit

serta memakan waktu yang cukup lama. Sebaliknya, petani jagung di Jatim tidak

Page 56: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

56

mengalami kesulitan dalam memanfaatkan SRG. Bahkan waktu dari awal

permohonan pengajuan SRG sampai dengan mendapatkan uang tunai hanya

sekitar 5-6 hari kerja. Petani di Jatim berpendapat bahwa yang menjadi kendala

dalam SRG adalah hasil produksinya seringkali belum dapat memenuhi kualitas

dan kuantitas untuk penyimpanan barang di gudang.

k. Berdasarkan analisis perbandingan Benefit dengan Cost untuk daerah survei

NTB. Secara komparatif terlihat bahwa persepsi petani terhadap penerapan SRG

untuk komoditi jagung masih belum efektif yang dipengaruhi oleh faktor moneter

dan non-moneter. Dengan perbandingan nilai sebesar 26,4 untuk Cost, atau

secara prosentase jumlah sekitar 53,88 persen. Dibandingkan dengan nilai

Benefit sebesar 22,6, atau secara prosentase jumlah sebesar 46,12 persen. Hal

tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan Sistem Resi Gudang untuk

komoditi jagung belum efektif, dikarenakan perbandingan antara persepsi Cost

dan Benefit masih lebih besar Cost, meskipun dengan perbandingan nilai yang

tidak terlalu signifikan.

l. Berdasarkan analisis perbandingan Benefit dengan Cost untuk daerah survei

NTB. Secara komparatif terlihat bahwa persepsi petani terhadap penerapan SRG

untuk komoditi jagung masih belum efektif yang dipengaruhi oleh faktor moneter

dan non-moneter. Dengan perbandingan nilai sebesar 26,4 untuk Cost, atau

secara prosentase jumlah sekitar 53,88 persen. Dibandingkan dengan nilai

Benefit sebesar 22,6, atau secara prosentase jumlah sebesar 46,12 persen. Hal

tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan Sistem Resi Gudang untuk

komoditi jagung belum efektif, dikarenakan perbandingan antara persepsi Cost

dan Benefit masih lebih besar Cost, meskipun dengan perbandingan nilai yang

tidak terlalu signifikan.

m. Untuk daerah survey di Propinsi Jawa Timur, berdasarkan perbandingan nilai

persentase manfaat dan biaya dapat dan pengalaman petani yang telah

memanfaatkan SRG dapat disimpulkan bahwa pola resi gudang telah dirasakan

menfaatnya oleh petani, yaitu terpenuhinya kebutuhan uang tunai serta

keuntungan yang cukup layak dari usaha tani jagung. Pola resi gudang juga

cukup memiliki peluang dan prospektif sebagai salah satu model pemasaran

terutama saat harga sedang berada pada level terendah. Dengan perbandingan

nilai sebesar 75,14 persen untuk Benefit dan 20,35 persen untuk Cost. Hal

tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan Sistem Resi Gudang untuk

Page 57: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

57

komoditi jagung sudah efektif, dikarenakan perbandingan antara persepsi Cost

dan Benefit masih lebih besar Benefit.

5.2. Rekomendasi Kebijakan

Rekomendasi kebijakan yang dapat diusulkan antara lain :

a. Perlunya dukungan pemerintah dalam hal sosialiasi dan edukasi, serta

penyampaian success stories atau bukti nyata kesuksesan bahwa dengan

memanfaatkan sistem tersebut akan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi,

mengenai SRG terhadap petani-petani maupun koperasi yang masih enggan

memanfaatkan resi gudang.

b. Khusus untuk daerah Propinsi NTB, perlu dilakukan pembangunan sarana dan

prasarana gudang yang mendukung pemanfaatkan SRG seperti penyediaan

Dryer, Cleaner dan Blower, serta membangun gudang penyimpanan di lokasi

yang relatif dekat dengan kebun petani, sehingga mempermudah akses petani

untuk menjangkau gudang tersebut.

c. Khusus untuk daerah Propinsi NTB, diperlukan evaluasi proses penyimpanan

barang digudang sehingga biaya administrasi dan penyimpanan dapat lebih

murah dan tidak memberatkan petani. Selain itu, evaluasi untuk pembenahan

prosedur dan mekanisme yang berbelit serta memakan waktu yang cukup lama

juga diperlukan untuk mempermudah petani dalam pemanfaatan resi gudang.

d. Untuk meningkatkan efektifitas penerapan/ pemanfaatan resi gudang di Propinsi

NTB, faktor-faktor yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah

meyakinkan, mensosialisasikan dan mengedukasi kepada petani bahwa SRG

dapat meningkatkan Kekuatan Tawar, Menjamin Kepastian kualitas dan

kuantitas atas barang yang disimpan serta SRG juga dapat dijadikan alat tukar

barang untuk kepentingan modal usaha. Sedangkan dari sisi Cost, hal yang

perlu mendapat pembenahan adalah waktu pengurusan dan prosedur

pengurusan SRG, Fasilitas gudang dan perbaikan kuantitas dan kualitas hasil

produksi, agar memenuhi syarat untuk dapat digudangkan.

Page 58: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

58

Daftar Pustaka

Ashari. 2012. Potensi dan Kendala Sistem Resi Gudang (SRG) Untuk Mendukung

Pembiayaan Usaha Pertanian di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi.

Vol. 29, No. 2. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Aviliani dan Usman Hidayat. 2005. Menuju Skim Pembiayaan Resi Gudang yang

Atraktif. Diunduh dari:

http://www.indef.or.id/xplod/upload/arts/Resi%20Gudang.HTM pada tanggal

17 April 2013

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), Kementerian

Perdagangan. 2013. Laporan Rekapitulasi Resi Gudang Tahun 2013.

Dewantoro. 2012. Petani Juga Keluhkan Resi Gudang Belum Berfungsi. Medan

Bisnis. Rabu, 8 Agustus 2012. Diunduh dari : www.medanbisnisdaily.com

pada tanggal 22 April 2013

Ekonomi Bisnis. 2012. Pasaman Barat Jadi Primadona Karena Produksi Jagung.

Ekonomi Bisnis. Kamis, 29 November 2012. diunduh dari :

www.klimsumbar.com pada tanggal 22 April 2013

Hasan, F. 2008. Potensi Penerapan Sistem Resi Gudang di Indonesia. Institute for

Development of Economic and Financing (INDEF). Makalah disampaikan

pada Seminar Nasional Sistem Resi Gudang, Pengembangan Alternatif

Pembiayaan melalui Sistem Resi Gudang. Hotel Borobudur, tanggal 4

November 2008, Jakarta.

Kompas. 2013. Makna Resi Gudang. Kompas. Sabtu, 13 Juli 2013

Muhi, H. A. 2011. Fenomena Pembangunan Desa.Institute Pemerintahan Dalam

Negeri. Jatinangor, Jawa Barat.

Pusat Pembiayaan. 2006. Pedoman Umum Sistem Tunda Jual Komoditas

Pertanian. Pusat Pembiayaan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Page 59: ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_SRG.pdf · kuantitatif didasarkan pada penggunaan model Decision Matrix Analysis

59

Riana, D. 2010. Penggunaan Sistem Resi Gudang Sebagai Jaminan Perbankan di

Indonesia. Thesis. Magister Hukum. Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Jakarta.


Recommended