Transcript
Page 1: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM

TRADISI KHITANAN DI DESA SIDOMUKTI KECAMATAN

KARANGANYAR KABUPATEN PEKALONGAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin

Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Binna Ridhatul Shaumi

(11140321000026)

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 2: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan
Page 3: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan
Page 4: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan
Page 5: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

ABSTRAK

Binna Ridhatul Shaumi, Akulturasi Unsur Islam dan Budaya Jawa dalam Tradisi

Khitanan di Desa Sidomukti Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan.

Skripsi Sarjana Strata I, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2018.

Masyarakat Desa Sidomukti Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan

merupakan masyarakat Jawa yang mayoritas bahkan semuanya menganut agama

Islam. Islam yang mereka percaya adalah sebagaimana Islam yang disebarkan

atau diajarkan oleh wali sanga atau para penyebar Islam yang menggunakan

pendekatan kultural. Mereka menjalankan syari‟at Islam namun masih tetap

menggunakan atau melestarikan tradisi yang mereka kenal sebelumnya.

Contohnya adalah dalam tradisi khitanan yang mereka lakukan. Mereka

melaksanakan perintah khitan sebagai bagian dari ajaran Islam yang wajib mereka

laksanakan. Akan tetapi, di dalam proses khitan tersebut mereka masih

menggunakan perhitungan atau yang disebut dengan numerology orang Jawa.

Mereka juga masih menggunakan aneka macam sesajen dalam selametan.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang menggunakan pendekatan

kualitatif dan deskriptif, dengan menggunakan pendekatan historis, dan

pendekatan antropologis. Teknik pengumpulan data menggunakan metode

Library Research (Penelitian Kepustakaan) dan Field Research (Penelitian

Lapangan).

Penulis dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa masyarakat Desa Sidomukti

melakukan upacara khitan sebagai penerapan hukum Islam yang di dalam

prosesinya masih terdapat kebudayaan lokal masyarakat dengan memasukkan

nilai-nilai Islam didalamnya. Dengan demikian hal ini menunjukkan terjadinya

akulturasi. Islam masuk sebagai unsur kebudayaan asing yang kemudian diterima

dan diolah ke dalam kebudayaan masyarakat Jawa tanpa kehilangan kebudayaan

asli mereka.

Kata Kunci: Akulturasi, Tradisi, Khitan.

v

Page 6: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Rabb al-alamin, segala puji bagi Allah yang senantiasa

memberikan karunia dan rahmat-Nya, yang telah memberikan anugerah-Nya

sehingga penulis masih diberikan kesempatan menulis dan menyelesaikan skripsi.

Tak terlupa shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta

keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya.

Tidaklah mudah bagi penulis untuk menyusun skripsi ini, meskipun

banyak rintangan penulis bertekad dan berusaha untuk menyelesaikan skripsi ini

agar dapat mengajukan salah satu syarat kelulusan dalam jenjang perkuliahan

Strata 1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan rasa bahagia

tersendiri bagi penulis karena menulis karya ini berkat jerih payah penulis sendiri.

Sudah sepatutnya penulis menyampaikan ucapan “terima kasih” dan

penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran

penyelesaian skripsi ini. Bantuan dan dukungan mereka meringankan beban

penulis selama menyusun skripsi ini. Meskipun tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu semua pihak yang telah membantu, setidaknya penulis merasa perlu

menyebutkan sejumlah nama, yaitu:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Media Zainul Bahri, MA., selaku Ketua Program Studi Agama-

Agama, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan beberapa masukan yang sangat bermakna.

4. Dra. Halimah SM., MA., selaku Sekretaris Program Studi Agama-Agama,

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Prof. Dr. H. M. Ridwan Lubis, MA., selaku pembimbing skripsi saya yang

sejak awal penyusunan dengan ketulusan hati dan tidak pernah bosan

memberikan perhatian dan dorongan yang luas untuk menyelesaikan tugas

akhir ini.

vi

Page 7: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

6. Dr. Hamid Nasuki, selaku penasihat akademik yang telah memberikan

pengarahan dan bimbingan dalam proses penulisan.

7. Segenap jajaran dosen dan guru besar Studi Agama-Agama yang telah

memberikan ilmu serta wejangan yang tiada tara manfaatnya.

8. Bapak Harsito Aji, selaku Kepala Desa Sidomukti Kecamatan

Karanganyar Kabupaten Pekalongan yang sudah bersedia menerima

penulis untuk melakukan penelitian di lokasi tersebut.

9. Mbah Wira dan keluarga yang telah banyak membantu penulis dalam

menyelesaikan penelitian di desa Sidomukti.

10. Mbah Sejo yang telah banyak membantu penulis serta memberikan

pelajaran yang berarti terhadap penulis selama berada di lokasi penelitian.

11. Keluarga tercinta, terimakasih tiada tara untuk kedua orang tua penulis.

Untuk Ibu dan Ayah yang selalu memberikan motivasi, nasihat, cinta, dan

perhatian serta kasih sayang dan doa yang senantiasa kalian panjatkan

untuk penulis yang tentunya tidak akan mampu penulis balas dengan

apapun.

12. Teman hidupku tercinta Muhamad Bustomi yang senantiasa menemani

hari-hari penulis dalam menyusun dan memberikan motivasi kepada

penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

13. Sahabat penulis, Dewi Purnamasari, Muhammad Wahyu, Adiba Zahrotul

Wildah, Nur Afifah, Qonita, Ridwan Effendi, Salwa Anwar, Siti Pheuna

Tiara Hati yang banyak menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

14. Teman-teman seperjuangan Comparative Religion 2014 yang memberikan

keceriaan dan kebahagiaan selama menuntut ilmu di Studi Agama-agama.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi yang penulis buat dapat

bermanfaat bagi pembaca, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini

masih banyak sekali terdapat kekurangan yang perlu disempurnakan, untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para

pembaca demi sebuah proses kesempurnaan.

Jakarta, 15 Oktober 2018

Binna Ridhatul Shaumi

vii

Page 8: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ................................................................................................... i

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN................................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...................................................... iv

ABSTRAK .............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

DAFTAR ISTILAH ................................................................................................ x

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................................ 9

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ................................................ 9

D. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 10

E. Metodologi Penelitian ............................................................................. 11

F. Sistematika Penulisan ............................................................................. 15

BAB II DESKRIPSI DESA SIDOMUKTI........................................................... 16

A. Letak Geografis....................................................................................... 16

B. Kondisi Demografis ................................................................................ 17

C. Sejarah Desa Sidomukti .......................................................................... 20

D. Kondisi Sosial Budaya ............................................................................ 20

E. Kondisi Sosial Keagamaan ..................................................................... 23

F. Mata Pencaharian Masyarakat ................................................................ 26

viii

Page 9: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

BAB III GEJALA AKULTURASI ISLAM DENGAN BUDAYA JAWA ......... 29

A. Teori Akulturasi Budaya ......................................................................... 29

B. Jawa Sebelum Kedatangan Islam............................................................ 33

C. Strategi Penyebaran Islam di Jawa ......................................................... 34

D. Islamisasi di Pekalongan ......................................................................... 40

BAB IV PROSES AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA

DALAM TRADISI KHITANAN ......................................................................... 43

A. Unsur-unsur Islam dan Budaya Jawa dalam Tradisi Khitanan ............... 43

1. Selametan ..........................................................................................43

2. Sinkretisme ajaran.............................................................................46

B. Primbon Sebagai Prediksi Masa Depan .................................................. 47

C. Upacara Khitan di Desa Sidomukti......................................................... 49

D. Analisis Terhadap Akulturasi Unsur Islam dan Budaya Jawa dalam

Tradisi Khitanan...................................................................................... 62

BAB V PENUTUP................................................................................................ 70

A. Kesimpulan ............................................................................................. 70

B. Saran ....................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 72

LAMPIRAN-LAMPIRAN.................................................................................... 77

ix

Page 10: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

DAFTAR ISTILAH

Adisi : Unsur-unsur baru ditambahkan pada yang lama. Di

sini dapat terjadi atau tidak terjadi perubahan

struktural.

Adaptasi : Penyesuaian terhadap lingkungan

Animisme : Kepercayaan masyarakat terhadap roh-roh dan

makhluk halus

Asimilasi : Pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan

hilangnya salah satu kebudayaan sehingga

membentuk sebuah kebudayaan yang baru

Balungan : Hari-hari yang dilarang untuk melakukan bepergian

jauh

Calak : Orang yang ahli dalam sunat atau khitan dan

seringkali merangkap sebagai tukang cukur dan

tukang jagal

Dekulturasi : Bagian substansial sebuah kebudayaan mungkin

hilang

Dinamisme : Pemujaan terhadap roh nenek moyang yang menetap

di tempat-tempat atau benda-benda tertentu

Ekstinksi : Gejala dimana sebuah kebudayaan kehilangan

orang-orang yang menjadi anggotanya.

Inkorporasi : Sebuah kebudayaan kehilangan otonominya, tetapi

tetap mempunyai identitas sebagai subkultur

Kasakten : Kekuatan yang terdapat pada benda-benda tertentu

seperti keris dan benda pusaka lainnya

Kenduren : Ritual selametan yang dihadiri oleh banyak orang

dan dipimpin oleh seorang tokoh masyarakat atau

tokoh agama

Klenik : Sesuatu yang tersembunyi atau hal yang

dirahasiakan untuk umum. Ilmu klenik merupakan

pengetahuan mengenai hal-hal gaib.

x

Page 11: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

Mitoni : Ritual yang dilakukan masyarakat Jawa saat

memasuki usia kehamilan bulan ke-7.

Neptu : Nilai angka yang disematkan pada tiap hari dan

pasaran dalam penanggalan Jawa

Nrima : Pasrah, menerima kenyataan yang ada

Originasi : Unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan baru yang timbul karena perubahan

situasi

Pasaran : Suatu pekan atau minggu yang terdiri dari 5 hari

dalam budaya Jawa dan Bali. Pasaran disebut juga

dengan pancawara. Nama-nama hari dalam pasaran

adalah Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan

Legi/Umanis

Pekojan : Nama perkampungan umat Islam yang dihuni oleh

para pendatang yang menyebarkan Islam di

Indonesia

Petungan : Sistem perhitungan di Jawa dengan menggunakan

penanggalan Jawa atau disebut juga dengan sistem

Numerologi orang Jawa

Phimosis : Suatu keadaan dimana kulup tidak bisa ditarik

kembali dari sekitar ujung penis dan jika dibiarkan

dapat menyebabkan peradangan

Ruwat : Bebas, lepas. Meruwat artinya melepaskan atau

membebaskan seseorang dari gangguan dan

marabahaya.

Sangkan Paraning Dumadhi: Asal mula manusia adalah dari Tuhan dan tujuan

kembali manusia kepada Tuhan

Selapanan : Upacara selametan bayi yang telah berumur 35 hari

pada masyarakat Jawa

Sinkretisme : Unsur-unsur lama bercampur dengan yang baru dan

membentuk sebuah sistem baru

xi

Page 12: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

Sirkumsisi : Istilah medis dari khitan atau sunat yang merupakan

tindakan memotong atau menghilangkan sebagian

atau seluruh kulit penutup depan dari penis.

Substitusi : Unsur atau kompleks unsur-unsur kebudayaan yang

ada sebelumnya diganti oleh yang memenuhi

fungsinya, yang melibatkan perubahan struktural

yang hanya kecil sekali.

Uborampe : Aneka macam perlengkapan sajen

Weton : Hari kelahiran seseorang. Gabungan antara hari dan

pasaran saat bayi dilahirkan ke dunia

xii

Page 13: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk berdasarkan Usia .............................................................. 17

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk berdasarkan Agama ........................................................... 18

Tabel 2.3 Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat................... 19

Tabel 2.4 Balungan ........................................................................................................ 25

Tabel 2.5 Luas Wilayah Menurut Penggunaan .............................................................. 26

Tabel 2.6 Data Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian Pokok .................................. 27

Tabel 4.1 Hari Beserta Neptu ......................................................................................... 53

Tabel 4.2 Pasaran Beserta Neptu............................................................................................ 54

xiii

Page 14: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Surat-surat Penelitian .............................................................................................77

Lampiran 2

Pertanyaan Wawancara ..........................................................................................83

Lampiran 3

Hasil Wawancara Pak Harsito Aji.................................................…...... ............. 84

Hasil Wawancara Ibu Darmu‟i.............................................................................. 86

Hasil Wawancara Mbah Sejo ................................................................................ 89

Hasil Wawancara Ibu Turah.................................................................................. 93

Hasil Wawancara Ustadz Mutoyo......................................................................... 96

Lampiran 4

Foto Hasil Kegiatan............................................................................................... 98

xiv

Page 15: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Semua manusia berada dalam suatu ruang sosial, tempat, dan waktu

tertentu. Di sana manusia memperoleh segala pengetahuan baik yang berharga

maupun yang tidak berharga dalam kehidupan individualnya maupun

kehidupan sosialnya. Berdasarkan pengetahuan itu manusia hidup

berdampingan bersama dengan manusia lainnya. Kembali ke kodratnya

manusia juga memiliki potensi-potensi kejiwaan, yakni rasio, perasaan dan

hasrat, serta kerohanian-intuitif yang bebas. Berdasarkan hal tersebut manusia

dapat memilih antara menerima atau menolak nilai pengetahuan yang

diterimanya. Dengan demikian nilai-nilai sosial dapat berubah berdasarkan

kreativitas dan kebebasan yang dimilikinya.1

Manusia memiliki dua kekayaan yang paling utama yang lazim disebut

dengan akal dan budi atau pikiran dan perasaan. Akal lah yang membedakan

manusia dengan makhluk lainnya. Dengan adanya hal ini memungkinkan

manusia untuk memiliki tuntutan-tuntutan hidup yang lebih dibandingkan

dengan makhluk hidup lainnya. Tuntutan tersebut dapat berupa tuntutan rohani

maupun jasmani. Hal ini pun dilakukan semata-mata demi mencapai

kebahagiaan manusia itu sendiri. Binatang barangkali juga memiliki perasaan,

tetapi hal ini tidak mungkin, karena perilaku itu sangat berkaitan erat dengan

akal dan budi. Padahal sudah jelas binatang tidak memilikinya. Pada sisi lain

akal dan budi memungkinkan terciptanya karya-karya manusia yang tidak akan

pernah dihasilkan oleh makhluk lain. Cipta, karsa, dan rasa akan terus melaju

tiada henti sebagai buah akal budi manusia yang terus menciptakan segala

macam benda baru demi memenuhi kebutuhan hidup manusia yang terus

berlangsung baik bersifat jasmani maupun rohani. Dari proses inilah maka lahir

apa yang disebut dengan kebudayaan.2

1 Jakob Sumardjo, Arkeologi Budaya Indonesia: Pelacakan Hermeneutis-Historis terhadap

Artefak-artefak kebudayaan (Yogyakarta: Qaalam, 2002), h. IX. 2 Djoko Widagdho, dkk., Ilmu Budaya Dasar ( Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 24.

1

Page 16: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

2

Kebudayaan berasal dari kata budhi dalam bahasa Sansekerta yang

berarti akal kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya (majemuk),

sehingga kebudayaan itu diartikan sebagai hasil pemikiran manusia. Ada

pendapat yang mengemukakan bahwa kebudayaan berasal dari budi dan daya.

Budi yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan dan daya adalah hasil

perbuatan manusia itu sendiri atau unsur jasmani dalam kebudayaan.3

Kebudayaan dalam pandangan Ki Hajar Dewantara sebagaimana dikutip

di dalam buku Ilmu Budaya Dasar yang ditulis oleh Supartono Widyosiswoyo

kebudayaan merupakan buah budi yang merupakan hasil perjuangan besar

terhadap dua pengaruh kuat, yaitu alam dan rohani untuk mengatasi rintangan

dan kesulitan hidupnya demi mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Sedangkan pendapat Malinowski yang dikutip dalam buku yang sama

kebudayaan itu prinsipnya berdasarkan kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan

yang berbeda akan menimbulkan budaya yang khas.4

Menjadi manusia adalah menjadi individu, dan kita menjadi individu di

bawah pengarahan pola-pola kebudayaan, sistem-sistem makna yang tercipta

secara historis. Manusia sebagai makhluk individu yang tidak bisa lepas dari

manusia lainnya dengan kata lain manusia sebagai makhluk sosial, manusia

butuh teman yang selalu dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Di

lingkungan hidupnya manusia pasti memiliki budaya yang berbeda dengan

manusia lainnya. Masyarakat dan budaya adalah dua hal yang tak dapat

dipisahkan bagaikan darah dan daging yang saling menyatu dan membutuhkan

satu sama lain. Budaya akan selalu dilestarikan oleh keturunannya dan

masyarakat sekitar. Kedudukan dan peran masyarakat tidak akan lepas dari

sistem sosial budaya.5

Pada dasarnya kehidupan beragama merupakan sebuah

kepercayaan, keyakinan terhadap adanya kekuatan supranatural, kekuatan gaib,

atau kekuatan luar biasa yang berpengaruh terhadap kehidupan perseorangan

atau kelompok masyarakat.6

3 Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 30. 4 Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar, h. 31. 5

Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan, Terjemahan Budi Susanto SJ (Yogyakarta: Kanisius,

2016), h. 65. 6 Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), h.

1.

Page 17: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

3

Masyarakat, budaya, dan agama adalah hal yang saling berkaitan.

Masyarakat memiliki peranan besar dalam melestarikan budaya. Agama tentu

lahir dan berkembang dalam keadaan masyarakat yang sudah memiliki budaya.

Masyarakat memiliki peranan dalam menjalankan semua perintah agama dan

menjaga kelestarian budayanya agar tetap terpelihara. Dalam kehidupan sehari-

hari masyarakat menggunakan agama dan budaya sebagai pedoman hidup

mereka karena agama mengandung banyak pengertian.

Agama adalah tuntunan hidup yang diturunkan Tuhan kepada manusia.

Agama memuat ajaran yang universal dan non diskriminatif, yaitu tidak

membedakan manusia berdasarkan latar belakang etnis, ras, ideologi atau

budaya.

Ahli ilmu kemasyarakatan mengemukakan ada dua aliran dalam

pengertian agama sebagaimana dikutip oleh M. Ridwan Lubis dalam buku

Agama dalam Diskursus Intelektual Kehidupan Beragama di Indonesia.

Pertama, pengertian agama yang bersifat inklusif, dimana agama dipahami

sebagai sistem sosial yang menekankan perlunya individu-individu dalam

masyarakat dikontrol oleh kesetiaan lokal terhadap seperangkat kepercayaan

dan nilai oleh pemeluknya.

Kedua, pengertian agama yang bersifat ekslusif, yaitu yang memberikan

tekanan kepada kesucian, kekudusan, dan ketabuan.7

Dalam hal ini agama

dipahami sebagai sistem yang memadukan kepercayaan-kepercayaan dan

praktik-praktik yang berhubungan dengan hal-hal yang suci, yang terpisah dan

terlarang yang meliputi kepercayaan-kepercayaan dan praktik-praktik yang

menyatukan semua pengikutnya yang disebut dengan umat.8

Agama juga diartikan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang

mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhan,

mengatur hubungan manusia dengan manusia, dan manusia dengan

lingkungannya. Dalam hubungan manusia dengan Tuhan setiap agama

memiliki aturan tentang sejumlah upacara sebagai wujud penyembahan

kepada-Nya. Penyembahan yang memiliki tujuan sebagai tujuan dari

7 M. Ridwan Lubis, Agama dalam Diskursus Intelektual Kehidupan Umat Beragama di

Indonesia (Jakarta: Pusat Kerukunan Umat Beragama, 2015), h. 3. 8

M. Ridwan Lubis, Agama dalam Diskursus Intelektual, h. 4.

Page 18: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

4

kehidupan manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya. Agama menjadi

inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan karena agama menjadi

landasan bagi setiap orang dalam menetapkan pilihan tindakan yang disebut

etos kerja (world-view).9

Agama (Islam) dan budaya merupakan dua hal yang sangat sulit

dipisahkan, keduanya memiliki simbol dan nilai yang berbeda. Agama (Islam)

adalah simbol yang melambangkan ketaatan kepada Allah. Sedangkan

kebudayaan lokal mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa hidup di

dalamnya dengan ciri khas kelokalannya. Agama memerlukan sistem simbol

dengan kata lain agama memerlukan kebudayaan agama. Tetapi keduanya

perlu dibedakan. Agama adalah sesuatu yang sakral, final, universal, abadi

(perenial), dan tidak mengenal perubahan-perubahan absolut) sedangkan

kebudayaan bersifat partikular, relatif, dan temporer. Agama tanpa kebudayaan

memang dapat berkembang secara pribadi, tetapi tanpa kebudayaan agama

sebagai kolektifitas tidak akan mendapatkan tempat.10

Dengan demikian, pembicaraan antara Islam dan budaya lokal adalah

suatu hal yang sudah menjadi sebuah keniscayaan. Keduanya saling

memberikan kontribusi antara satu dengan yang lainnya. Agama Islam

memberikan warna dan spirit pada budaya lokal yang ada di daerah Jawa,

sedangkan kebudayaan lokal di Jawa menyumbangkan kekayaan terhadap

agama Islam. Hal inilah yang terjadi dalam dinamika keislaman yang terjadi di

Indonesia khususnya di Jawa dengan tradisi dan kekayaan budayanya.

Dalam ruang lingkup individu atau kelompok dapat terjadi interaksi

budaya baik akulturasi maupun asimilasi. Dalam ruang lingkup individu

interaksi dalam bentuk komunikasi akan membentuk kesepakatan bersama

yang selanjutnya dipakai bersama, bahkan menjadi pengikat antar sesama

mereka. Jika masing-masing buah pikiran merupakan budaya, maka hasil

komunikasi tersebut adalah menjadi budaya bersama, atau dapat disebut

9 M. Ridwan Lubis, Agama dalam Diskursus Intelektual, h. 6-7. 10

Nurhuda Widiana, Pergumulan Islam dengan Budaya Lokal, Studi Kasus Masyarakat

Samin di Dusun Jepang Bojonegoro, Jurnal Teologia Volume 26 Nomer 2, Juli-Desember 2015,

h. 205.

Page 19: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

5

dengan budaya kolektif. Proses tersebut bisa terjadi dalam suatu wilayah

tertentu, sehingga terbentuk dengan apa yang disebut dengan budaya lokal.11

Wilayah kebudayaan Jawa itu luas sekali mulai dari bagian tengah dan

timur pulau Jawa. Meskipun demikian ada sebagian daerah yang secara

kolektif disebut dengan daerah kejawen. Sebelum terjadi perubahan-perubahan

status wilayah seperti sekarang ini, daerah itu ialah Banyumas, Kedu,

Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri dan daerah di luar itu

dinamakan pesisir dan ujung timur.

Dengan sikap keterbukaan masyarakat Jawa dan perilakunya yang

menunjukkan keramahan dan saling menghormati satu sama lain membuat

daerah ini mudah menerima pengaruh agama luar yang salah satunya adalah

agama Islam.

Agama Islam umumnya berkembang baik di kalangan masyarakat Jawa.

Hal ini tampak nyata pada bangunan-bangunan khusus untuk tempat beribadat

orang-orang yang beragama Islam. Walaupun demikian tidak semua orang

beribadat menurut agama Islam, sehingga berlandasan atas kriteria pemeluk

agamanya, ada yang disebut Islam santri dan Islam kejawen. Selain itu masih

ada juga di pedesaan wilayah Jawa orang-orang yang memeluk agama Nasrani

atau agama besar lainnya.

Orang santri adalah penganut agama Islam di Jawa yang secara patuh dan

teratur menjalankan ajaran-ajaran dari agamanya. Adapun golongan orang

Islam kejawen, walaupun tidak menjalankan salat, atau puasa, serta tidak

bercita-cita naik haji, dan paling tidak mereka tetap menjadi Islam sebagai

bagian budaya yang memperkaya tradisi sosial. Tuhan, mereka sebut Gusti

Allah dan Nabi Muhammad adalah Kanjeng Nabi. Akan tetapi, orang Islam

kejawen ini, terhindar dari kewajiban berzakat. Kebanyakan orang Jawa

percaya bahwa hidup manusia di dunia ini sudah diatur dalam alam semesta,

sehingga tidak sedikit mereka yang bersikap nrima, yaitu menyerahkan diri

kepada takdir. Inti pandangan alam pikiran mereka tentang kosmos tersebut,

baik diri sendiri, kehidupan sendiri, maupun pikiran sendiri, telah tercakup di

dalam totalitas alam semesta atas kosmos tadi, inilah sebabnya manusia hidup

11 Nurhuda Widiana, Pergumulan Islam dengan Budaya Lokal, h. 206.

Page 20: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

6

tidak terlepas dengan yang lain-lainnya yang ada di dalam alam jagad. Jadi,

apabila lain hal yang ada itu mengalami kesulitan, maka manusia akan

menderita juga.12

Bersamaaan dengan pandangan alam pikiran tersebut, orang Jawa

percaya kepada suatu kekuatan yang melebihi segala kekuatan dimana saja

yang pernah dikenal, yaitu kasakten, kemudian arwah atau roh leluhur, dan

makhluk-makhluk halus seperti, memedi, lelembut, tuyul, demit, serta jin dan

jenis makhluk halus lainnya. Makhluk-makhluk tersebut menempati alam

sekitar tempat tinggal mereka. Menurut kepercayaan masing-masing makhluk

halus tersebut dapat mendatangkan kesuksesan, kebahagiaan, ketentraman,

ataupun keselamatan. Akan tetapi hal itu dapat pula menimbulkan gangguan

pikiran, kesehatan, bahkan kematian. Dengan demikian, apabila seseorang

ingin hidup tanpa menderita gangguan makhluk- makhluk tersebut, maka ia

harus berbuat sesuatu untuk mempengaruhi alam semesta dengan berprihatin,

berpuasa, berpantang melakukan perbuatan serta makan makanan tertentu,

berselamatan, dan menyediakan sesajen. Kedua cara terakhir di atas sering

dijalankan oleh masyarakat Jawa di desa-desa pada waktu tertentu dalam

peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-hari.

Kebudayaan Jawa yang berkembang sejak zaman dahulu merupakan

suatu akulturasi antara kebudayaan masyarakat tradisional dan juga agama

yang masuk ke tanah Jawa. Berawal dari masuknya ajaran agama Hindu yang

berasal dari India yang menyebar dan mengisi kehidupan masyarakat

tradisional Jawa. Tidak semua ajaran yang datang dari India diterima oleh

masyarakat tradisional Jawa, ajaran yang dianggap cocok dengan kebudayaan

mereka diambil kemudian diserap serta dijadikan budaya di tanah Jawa,

sedangkan ajaran yang dianggap tidak cocok mereka tinggalkan.13

Pandangan masyarakat Jawa tentang kepercayaan dan agama bila kita

maknai dengan baik, maka kita akan mengerti hakekat dari adanya nilai-nilai,

norma dan diciptakannya agama, menurut masyarakat Jawa yang masih

12 Jati Hermawan, Pengaruh Agama Islam Terhadap Kebudayaan dan Tradisi Jawa di

Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal, Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran

Semarang Volume 02 Nomor 1, November 2014, h. 48. 13

Jati Hermawan, Pengaruh Agama Islam Terhadap Kebudayaan dan Tradisi Jawa, h.49.

Page 21: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

7

sederhana bahwa agama, hukum, dan larangan-larangan diciptakan karena

adaya sifat manusia yang tercela, ingin menang sendiri, dan mempunyai hawa

nafsu berbuat buruk., mereka menganggap bahwa intisari semua ajaran itu

sama dan selalu mengajarkan cinta kasih antar umatnya, sehingga manusia

tidak perlu berebut ingin menjadi paling benar, karena sifat egois golongan

tersebut membuat manusia menjadi lupa akan tugasnya sebagai manusia yang

seharusnya menjaga kehidupan yang ada di dunia.14

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa orang Jawa kejawen

memandang bahwa semua agama itu sama baiknya, karena seluruh agama itu

mengajarkan keluhuran budi dan kesucian rohani untuk mendapatkan

kesempurnaan hidup. Kejawen adalah masyarakat yang memiliki pendekatan

kebatinan atau rasa dalam diri manusia untuk mencapai eksistensi yang tinggi

sebagai manusia.15

Berkaitan dengan masalah lahir dan batin, Niels Mulder menyatakan

bahwa inti penting dari kejawen adalah kebatinan, yaitu elaborasi kehidupan

batin dan diri manusia. Dengan demikian, orang kejawen memiliki tujuan yang

tertinggi sebagai manusia yang memiliki kesempurnaan hidup melalui praktik

olah batin. Olah batin sebagai proses harmonisasi menuju ketenangan,

kebahagiaan, dan kejujuran dalam hidup untuk menuju sangkan paran kang

dumadhi.16

Di dalam Islam ada perintah mengenai khitan. Khitan dalam Islam

merupakan sesuatu kegiatan memotong kulit yang menutupi kepala zakar

(penis) dan memotong sedikit daging yang berada di bagian atas farji (klitoris)

dan al khitan adalah bagian dari nama yang dipotong itu. Khitan di Indonesia

14 Jati Hermawan, Pengaruh Agama Islam Terhadap Kebudayaan dan Tradisi Jawa, h. 49. 15

Sulchan Chakim, Potret Islam Sinkretisme: Praktik Ritual Kejawen, Komunika Volume 3

Nomer 1, Januari-Juni 2009, h. 3. 16

Dalam Jurnal yang ditulis Sulchan Chakim, Potret Islam Sinkretisme: Praktik Ritual

Kejawen, Komunika Volume 3 Nomer 1, Januari-Juni 2009 disebut dengan sangkan paran kang

dumadhi,di dalam buku yang ditulis Soesilo, Sekilas tentang Ajaran Kejawen Sebagai Pedoman

Hidup, disebut dengan sangkan paraning dumadi sebagaimana juga penyebutan ini ditulis dalam

buku Frans Magniz Suseno yang berjudul Etika Jawa yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka

Utama, cetakan kesembilan 2003.

Page 22: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

8

dikenal juga dengan sunat. Prosesnya disebut juga dengan sunatan atau

khitanan.17

Masyarakat Jawa yang beragama Islam pun melakukan prosesi khitan ini.

Akan tetapi, proses khitan yang dilakukan masyarakat Jawa ini memiliki

perbedaan dalam hal prosesinya. Begitupun yang terjadi pada masyarakat di

Desa Sidomukti Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan. Pada

umumnya mereka menganut Islam kejawen.18

Mereka menjalankan apa itu

yang namanya khitan, namun dalam prosesinya tidak semua yang termasuk

unsur-unsur Islam. Dalam menyelenggarakan khitanan ini seseorang tidak

boleh sembarangan dalam menentukan hari dan tanggal karena masyarakat

Desa Sidomukti ini masih memakai perhitungan primbon dan hanya orang

tertentu yang bisa menentukannya dan mengetahuinya. Setelah menemukan

hari dan tanggal yang tepat dalam prosesinya ialah diadakan selametan.

Selametan ini dipimpin oleh seseorang yang ahli agama untuk memimpin

membaca doa. Hal yang lebih terlihat ialah adanya sesajen dalam proses ritual

tradisi khitanan ini. Sesajen ini biasanya rutin dibuat setiap malam jumat.

Bahkan dalam tradisi-tradisi atau upacara yang lain sesajen ini harus selalu ada.

Seperti terlihat dalam tradisi khitanan namun berbeda dengan sesajen yang

diberikan atau dibuat setiap malam Jumat, sesajen yang diberikan dalam ritual

tradisi khitanan ini lebih banyak rupanya. Setiap benda atau makanan yang ada

di dalam sesajen ini memiliki arti dan makna masing-masing.

Berdasarkan uraian di atas, kita dapat melihat bahwa tradisi khitanan di

Desa Sidomukti Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan ini adanya

akulturasi antara unsur Islam dan budaya Jawa didalamnya. Dari sini penulis

tertarik untuk mengkaji dan mendalami terkait tradisi khitan yang masih

dilakukan oleh masyarakat Desa Sidomukti, dan bagaimana percampuran

kebudayaan Jawa dengan Islam tersebut pada pelaksanaan tradisi khitan. Oleh

17 Adika Mianoki, Ensiklopedi Khitan: Kupas Tuntas Pembahasan Khitan dalam Tinjauan

Syariat dan Medis (Yogyakarta: Tim Kesehatan Muslim, 2014), h. 8-9. 18

Islam menurut masyarakat Desa Sidomukti adalah ajaran yang diwahyukan oleh Allah

SWT dengan segala peraturan didalamnya. Setiap peralihan ritus kehidupan seperti, kelahiran,

khitanan, perkawinan dll harus dilaksanakan dengan menggunakan hukum Islam, namun dalam

setiap upacaranya yang namanya adat dan tradisi juga hadir didalamnya karena Islam tidak pernah

melarang tradisi yang baik. Dengan demikian Islam yang mereka yakini adalah Islam yang

menyerap kebudayaan lokal sehingga yang tergambar adalah Islam dan kebudayaan lokal yang

terdapat di dalamnya. (Hasil wawancara dengan tokoh agama Desa Sidomukti yaitu Mbah Sejo)

Page 23: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

9

karena itu untuk lebih jelasnya penulis membuat judul skrispi ini dengan judul

Akulturasi Unsur Islam dan Budaya Jawa dalam Tradisi Khitanan di

Desa Sidomukti Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, agar sebuah

penelitian ini fokus pada satu tujuan, maka penulis hanya membatasi pada

Tradisi khitanan saja. Kemudian, batasan masalah tersebut dirumuskan dalam

satu pertanyaan berikut: “Apakah terjadi akulturasi unsur Islam dan budaya

Jawa dalam pelaksanaan tradisi khitanan di Desa Sidomukti Kecamatan

Karanganyar Kabupaten Pekalongan?”

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan batasan dan rumusan masalah, penelitian yang diberi judul

“Akulturasi Unsur Islam dan Budaya Jawa dalam Tradisi Khitanan di Desa

Sidomukti Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan”. Tujuan utama

penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terjadi akulturasi unsur-unsur

Islam dan budaya Jawa dalam tradisi khitanan di desa tersebut.

Adapun manfaat penelitian ini di antara lain adalah:

1. Manfaat Akademis

a. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran terutama

mengenai unsur-unsur Islam dan budaya Jawa yang mengalami

akulturasi dalam tradisi khitanan.

b. Penelitian ini untuk memenuhi persyaratan akhir perkuliahan untuk gelar

kesarjanaan Strata I (SI) Agama dalam Jurusan Studi Agama Agama

Fakultas Ushuluddin di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan sumbangsih yang berarti bagi keberadaan tradisi Islam dan

budaya Jawa yang ada di Pekalongan.

b. Sebagai sumber pengetahuan dan informasi bagi mahasiswa yang

berminat dalam kajian budaya Jawa dan Islam.

Page 24: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

10

c. Memperluas pengetahuan tentang Islam dan budaya Jawa.

D. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan pengamatan penyusun, sampai saat ini terdapat beberapa

karya buku ataupun riset yang berkaitan dengan tema penulis

Karya bentuk Skripsi ditulis oleh Diana Puspasari yang berjudul

“Akulturasi Budaya Lokal dengan Agama (Upacara Kasada Sebagai Bentuk

Akulturasi Budaya Lokal dengan Islam di Desa Argosari Kec. Senduro Kab.

Lumajang Jawa Timur”. Dalam skripsi ini dibahas tentang upacara Kasada

yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap roh nenek moyang.

Wujud akulturasi yang terdapat dalam skripsi ini ialah di mana yang

melakukan upacara tersebut tidak hanya orang Tengger yang beragama Hindu,

melainkan orang Tengger yang beragama Islam juga melakukan upacara

tersebut. Dengan demikian kehadiran mereka itulah yang disebut sebagai

akulturasi meskipun tidak terdapat perubahan prosesi dalam upacara tersebut.19

Karya bentuk Skripsi ditulis oleh Muhammad Sairi yang berjudul “Islam

dan Budaya Jawa dalam Perspektif Clifford Geertz”. Dalam skripsi ini

membahas tentang peran agama dalam kehidupan masyarakat Jawa dan

relevansinya dalam konteks masyarakat modern menurut Clifford Geertz.

Skripsi ini juga menjelaskan tentang bagaimana kebudayaan dan agama

berbaur dalam suatu sistem sosial masyarakat tanpa saling menyalahkan dan

mengklaim bahwa salah satunya lah yang paling benar.20

Karya dalam bentuk jurnal yang ditulis oleh Donny Khoirul Aziz yang

berjudul “Akulturasi Islam dan Budaya Jawa”. Dalam jurnal ini membahas

tentang bagaimana kemunculan Islam dan perkembangannya di Indonesia yang

menimbulkan transformasi-transformasi kebudayaan lokal. Dalam jurnal ini

lebih ditekankan pada akulturasi yang terjadi pada arsitektur-arsitektur

19 Diana Puspasari, Akulturasi Budaya Lokal dengan Agama (Upacara Kasada Sebagai

Bentuk Akulturasi Budaya Lokal dengan Islam di Desa Argosari Kec. Sendurjo Kab. Lumajang

Jawa Timur), Skripsi (Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015). 20

Muhammad Sairi, Islam dan Budaya Jawa dalam Perspektif Clifford Geertz, Skripsi (Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017).

Page 25: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

11

bangunan masjid, batu nisan, kesusastraan. Di sini juga menjelaskan

bagaimana akulturasi nilai pendidikan Islam dengan budaya Jawa.21

Tema yang penulis bahas berbeda dengan tinjauan pustaka yang telah

disebutkan di atas. Penulis akan membahas tentang akulturasi unsur-unsur

Islam dan budaya Jawa dalam tradisi khitanan di Desa Sidomukti Pekalongan

dengan menggunakan metode analisis deskriptif yang dikombinasikan dengan

pendekatan historis, dan antropologis. Di dalam konteksnya mengarah untuk

mengetahui bentuk perpaduan unsur-unsur Islam dan budaya Jawa dalam

tradisi khitanan.

E. Metodologi Penelitian

Agar data yang penulis uraikan dapat dipertanggungjawabkan secara

akademis, maka diperlukan metode dalam penelitian. Metode tersebut

diharapkan agar penelitian terarah dan mudah dikaji, adapun metode penelitian

yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan (field research), yakni

dengan melakukan penelitian terhadap masyarakat Desa Sidomukti Kecamatan

Karanganyar Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah yang melakukan tradisi

khitanan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan pendekatan

naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman

tentang fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus.22

Penelitian

kualitatif juga didefinisikan sebagai suatu proses yang mencoba untuk

memperoleh pemahaman yang lebih baik terkait kompleksitas yang ada pada

interaksi manusia.23

Penelitian kualitatif itu menganggap realitas itu bersifat ganda. Realitas

sosial merupakan hasil konstruksi pemikiran dan bersifat holistis. Penelitian

kualitatif juga menganggap bahwa proses penelitian tidak dapat dikatakan

sepenuhnya „bebas nilai‟. Penelitian dalam bentuk kualitatif ini tidak bersifat

21 Donny Khoirul Aziz, Akulturasi Islam dan Budaya Jawa, Fikrah, Volume 1, Nomer 2,

Juli-Desember 2013. 22

Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2014), h. 5. 23

Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), cet. I, h. 193.

Page 26: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

12

kaku, ia lebih menyesuaikan dengan keadaan lapangan.24

Oleh karena itu

peranan peneliti sangat dominan untuk menentukan keberhasilan penelitian

yang dilaksanakan.25

1. Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian adalah Desa Sidomukti

Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah. Penelitian

dilakukan dari tanggal 14 Agustus s/d 31 Agustus 2018.

2. Sumber Penelitian

Data yang diperoleh penulis dalam penelitian ini adalah dari dua data,

yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah sumber data yang

dapat memberikan data penelitian secara langsung. Data primer ini

merupakan sumber utama, berupa karya yang ditulis langsung oleh

penganutnya sendiri maupun yang ahli dalam bidangnya26

. Sedangkan data

sekunder ialah data yang materinya secara tidak langsung berhubungan

dengan masalah yang diungkapkan.27

Sumber data sekunder ini digunakan

sebagai pelengkap dari sumber data primer.28

Adapun data primer yang digunakan oleh penulis, yaitu:

a. Wawancara mendalam dengan Mbah Sejo selaku tokoh agama dan

tokoh masyarakat, Bapak Harsito Aji selaku Kepala Desa Sidomukti,

Ustadz Mutoyo selaku tokoh agama, Ibu Darmu‟i dan Ibu Turah selaku

masyarakat Desa Sidomukti.

b. Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa

terjemahan Aswab Mahasin. Jakarta: Pustaka Jaya, 1983.

c. Franz Magnis Suseno, Etika Jawa, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2003.

d. Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi Jilid II, Jakarta: UI Press,

1990.

24

Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan

(Jakarta: Kencana, 2003), cet. III, h. 168. 25 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, h. 199. 26 Syaifudin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 91. 27

Prastowo, Memahami Metodologi Penelitian: Suatu Tinjaun Teoritis dan Praktis

(Yogyakarta: Arruz Media, 2011), h. 32. 28

Suharsini Ari Kunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 117.

Page 27: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

13

e. Ranoewidjojo, Primbon Masa Kini, Bukune, 2009.

f. Andrew Beatty, Variasi Agama di Jawa Suatu Pendekatan Antropologi,

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.

g. Wahyana Giri, Sajen dan Ritual Orang Jawa, Yogyakarta: Narasi, 2009.

h. M. Husain Nasir, Fikih Dzabihah, Jawa Timur: Pustaka Sidogiri, 2006.

i. Adika Mianoki, Ensiklopedi Khitan (Kupas Tuntas Pembahasan Khitan

dalam Tinjauan Syariat dan Medis), Yogyakarta: Tim Kesehatan

Muslim, 2014.

j. RP. Suyono, Dunia Mistik Orang Jawa, Yogyakarta: LKiS Yogyakarta,

2007.

k. TIM Nasional Penulisan, Sejarah Indonesia Jilid III, Jakarta: Balai

Pustaka, 2010.

Adapun data sekunder yang penulis gunakan adalah buku-buku dan

jurnal-jurnal serta artikel yang berkaitan dengan judul skripsi sebagai

pelengkap dari data primer.

3. Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang penulis dapatkan akan dikumpulkan terlebih dahulu.

Adapun pengumpulan data yang penulis lakukan melalui cara-cara sebagai

berikut:

a. Observasi

Observasi ialah melakukan pengamatan suatu keadaan, suasana,

peristiwa, menghimpun, memeriksa, dan mencatat dokumen-dokumen

yang menjadi sumber data penelitian.29

Penulis terjun langsung untuk

mengamati dan menggali informasi pada ritual tradisi khitanan yang

dilakukan di desa tersebut. Penulis akan mencatat kejadian-kejadian,

perilaku-perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang

diperlukan yang dapat mendukung penelitian yang sedang penulis

lakukan.

b. Wawancara mendalam (Indepth Interview)

Wawancara mendalam (Indepth Interview) ialah pengumpulan

data dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung oleh

29

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Alfabeta, 2007), h. 56.

Page 28: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

14

pewawancara kepada responden.30

Dalam penelitian ini yang menjadi

responden adalah tokoh adat dan pemuka agama, serta masyarakat yang

melakukan tradisi khitanan serta orang lain yang dianggap relevan

dengan objek yang diteliti. Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan

untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam

suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka. Wawancara

merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi.31

c. Dokumentasi

Penulis juga menggunakan metode dokumentasi agar hasil

observasi dan wawancara yang dilakukan lebih kredibel dan terpercaya.

Dokumentasi, ialah suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun

dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar

maupun elektronik.32

Penulis menggunakan sumber-sumber tertulis yang

digunakan seperti buku-buku literatur, jurnal, majalah, gambar seperti

foto, film, dan lain-lain.

4. Pendekatan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan dua

pendekatan yaitu pendekatan historis, dan pendekatan antropologis.

Pendekatan historis merupakan suatu studi yang berusaha menelusuri asal-

usul dan pertumbuhan ide-ide dan pranata-pranata keagamaan melalui

perkembangan periode-periode historis tertentu dan menilai peranan

kekuatan-kekuatan yang dimiliki agama untuk memperjuangkan atau

mempertahankan dirinya selama periode itu.33

Dalam hal ini penulis

menggunakan pendekatan ini untuk mendeskripsikan sejarah masuk dan

berkembangnya Islam ke tanah Jawa. Adapun pendekatan antropologis

adalah pendekatan yang berupaya memahami kebudayaan-kebudayaan

produk manusia yang berhubungan dengan agama. Sejauh mana agama

memberi pengaruh terhadap budaya dan sebaliknya, sejauh mana

h. 67.

30 Irwan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008),

31 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT. Gramedia, 1977),

cet.I, h. 129. 32 Supardi, Metodologi Penelitian Bisnis (Yogyakarta: UII Press, 2005), h. 138. 33

Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama Dari Era Teosofi Indonesia (1901- 1940) Hingga Masa Reformasi ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 15.

Page 29: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

15

kebudayaan suatu kelompok masyarakat memberi pengaruh terhadap

agama.34

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada buku Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Desertasi) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Biro Akademik dan

Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013/2014.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam pembahasan, skripsi tersebut dibagi menjadi

beberapa bab dan sub bab, yaitu :

BAB I: Bab ini membahas tentang alasan pemilihan judul, dengan

menunjukkan faktor yang mendorong pemilihan judul skripsi. Kemudian

diikuti dengan menuliskan rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan

penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: Membahas tentang gambaran umum desa atau lokasi

penelitian yang meliputi, letak geografis dan demografis, kondisi umum

masyarakat Desa Sidomukti dengan beberapa aspek; aspek sosial budaya;

aspek keagamaan, dan mata pencaharian masyarakat.

BAB III: Membahas tentang gejala akulturasi Islam dan budaya Jawa,

yang terdiri dari teori akulturasi budaya, Jawa sebelum kedatangan Islam,

strategi penyebaran Islam di Jawa, dan islamisasi di Pekalongan.

BAB IV: Bagian ini membahas tentang Proses akulturasi Islam dan

budaya Jawa dalam tradisi khitanan di Desa Sidomukti, yang terdiri dari:

Unsur-unsur Islam dan budaya Jawa dalam tradisi khitanan, primbon sebagai

prediksi masa depan, upacara khitan di Desa Sidomukti, dan analisis terhadap

akulturasi unsur Islam dan budaya Jawa dalam tradisi khitan di Desa

Sidomukti.

BAB V: Kesimpulan, saran dan kata penutup. Yaitu memuat

kesimpulan yang mencakup semua isi skripsi, saran dan diakhiri dengan kata

penutup.

34

Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama, h. 47-48.

Page 30: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

BAB II

DESKRIPSI DESA SIDOMUKTI

A. Letak Geografis

Desa Sidomukti merupakan salah satu desa dari 15 desa yang ada di

kecamatan Karanganyar dan salah satu desa dari 284 desa di kabupaten

Pekalongan yang terletak paling barat di wilayah Kecamatan Karanganyar

yang berbatasan dengan wilayah Kecamatan Kajen Ibu Kota Kabupaten

Pekalongan. Sebelah utara desa ini dibatasi oleh atau berbatasan dengan Desa

Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo. Sebelah Selatan berbatasan dengan

Desa Karangsari Kecamatan Karanganyar. Sebelah Timur berbatasan dengan

Desa Kayugeritan Kecamatan Karanganyar. Sebelah Barat berbatasan dengan

Desa Banjarjo Kecamatan Karanganyar.

Luas wilayah Desa Sidomukti adalah 243,51 ha merupakan dataran

rendah, dengan ketinggian 25 meter dari permukaan laut. Luas wilayah yang

telah disebutkan mencakup luas pemukiman 24,14 ha/m², luas persawahan

181,22 ha/m², luas perkebunan , luas kuburan 0,90 ha/m², luas pekarangan

30,67 ha/m², luas taman 0, luas perkantoran 0,50ha/m², dan luas prasarana

umum lainnya 6,09 ha/m².

Desa Sidomukti dipimpin oleh seorang kepala desa yang diangkat oleh

pemerintah daerah dengan pilihan langsung oleh masyarakat. Desa ini

memiliki 3 rukun warga yang terdiri dari 12 Rukun Tetangga.35

Adapun jarak tempuh ke Ibu Kota kabupaten dengan kendaraan

bermotor sekitar 0,5 jam. Jarak tempuh ke ibu kota kabupaten dengan

kendaraan non bermotor atau berjalan kaki sekitar 1 jam. Jarak desa dengan

Ibu Kota provinsi adalah 110 KM dan untuk menempuhnya memerlukan

waktu sekitar 2,5 jam untuk ke Ibu Kota provinsi jika dengan menggunakan

kendaraan bermotor, namun jika tidak menggunakan kendaraan bermotor

dapat menghabiskan waktu sekitar 3 jam.

35 Profil Desa Sidomukti tahun 2017, Naskah tidak diterbitkan.

16

Page 31: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

17

B. Kondisi Demografis

Keadaan demografi menyangkut tentang pertambahan jumlah

penduduk, perkembangan meningkat dan menurunnya laju pertumbuhan

penduduk suatu daerah dapat diketahui dari data demografi daerah itu sendiri.

Data demografi itu berfungsi sebagai informasi tentang perkembangan

penduduk setiap tahunnya. Cepat atau lambat, menurun atau meningkatnya

laju pertumbuhan penduduk pada suatu daerah itu dapat diketahui dari data

tersebut. Dengan adanya data tersebut akan mempermudah bagi orang yang

berkepentingan atau membutuhkan data tersebut.

Berdasarkan statistik di desa Sidomukti tahun 2017 penduduk desa

Sidomukti terdiri dari 3018 orang penduduk, diantaranya terdiri dari 1492

orang laki-laki yang mengalami peningkatan sebanyak 5 orang dari tahun

sebelumnya dan 1526 orang perempuan yang mengalami peningkatan

sebanyak 3 orang dari tahun sebelumnya dengan jumlah kepala keluarga

sebanyak 713 Kepala Keluarga laki-laki dan 145 Kepala Keluarga perempuan

dengan jumlah keseluruhan 858 KK. Angka yang menunjukkan perbandingan

antara laki-laki dan perempuan tidak begitu besar.36

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk berdasarkan Usia

USIA LAKI-LAKI PEREMPUAN

0-5 tahun 104 orang 89 orang

6-11 tahun 126 orang 142 orang

12-16 tahun 125 orang 119 orang

17-21 tahun 128 orang 125 orang

22-26 tahun 102 orang 101 orang

27-31 tahun 100 orang 100 orang

32-36 tahun 98 orang 106 orang

37-41 tahun 103 orang 103 orang

42-46 tahun 107 orang 114 orang

47-51 tahun 102 orang 103 orang

52-56 tahun 78 orang 86 orang

36

Profil Desa Sidomukti Tahun 2017, Naskah tidak diterbitkan

Page 32: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

18

57-61 tahun 98 orang 100 orang

˃ 62 tahun 221 orang 238 orang

Berdasarkan data di atas Desa Sidomukti Kecamatan Karanganyar

Kabupaten Pekalongan merupakan desa yang memiliki penduduk dengan

tingkat kepadatan sedang. Laju pertumbuhan penduduk dari tahun

sebelumnya ke tahun berikutnya mengalami peningkatan yang tidak begitu

banyak. Dengan demikian hal ini menandakan bahwa pertumbuhan penduduk

tidak begitu cepat dan banyak.

Masyarakat Desa Sidomukti seluruhnya menganut agama Islam. 3018

orang menganut agama Islam. Artinya, Islam mereka terima sebagai agama

yang menjadi identitas mereka. Sebagaimana yang terdapat dalam tabel

berdasarkan data Desa Sidomukti tahun 2017 di bawah ini.

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk berdasarkan Agama

Agama Jumlah

Islam 3018

Hindu -

Buddha -

Katolik -

Protestan -

Konghuchu -

Tingkat pendidikan masyarakat desa Sidomukti sudah dibilang

meningkat dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya karena sekarang sudah

banyak disediakan sarana dan prasarana yang memadai dan dapat terjangkau

oleh anak-anak yang bersekolah. Masyarakat sudah banyak yang bersekolah

bahkan sampai melanjutkan ke perguruan tinggi.37

Hal ini dapat dilihat pada

tabel berikut:

37 Wawancara pribadi dengan Bapak Harsito Aji, Sidomukti 29 Agustus 2018.

Page 33: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

19

Tabel 2.3 Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat

Data Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan

Masyarakat

Jumlah

Jumlah Penduduk buta aksara dan huruf latin 204 orang

Jumlah penduduk usia 3-6 tahun yang masuk TK dan

Kelompok Bermain Anak

81 orang

Jumlah anak dan penduduk cacat fisik dan mental 11 orang

Jumlah penduduk sedang SD/ Sederajat 305 orang

Jumlah penduduk tamat SD/ Sederajat 315 orang

Jumlah penduduk tidak tamat SD/ Sederajat 241 orang

Jumlah penduduk sedang SLTP/ Sederajat 160 orang

Jumlah penduduk tamat SLTP/ Sederajat 156 orang

Jumlah penduduk tidak tamat SLTP/ Sederajat 168 orang

Jumlah penduduk sedang SLTA/Sederajat 64 orang

Jumlah penduduk tamat SLTA/Sederajat 257 orang

Jumlah penduduk sedang D1 5 orang

Jumlah penduduk tamat D1 8 orang

Jumlah penduduk sedang D2 -

Jumlah penduduk tamat D2 -

Jumlah penduduk sedang D3 9 orang

Jumlah penduduk tamat D3 5 orang

Jumlah penduduk sedang S1 2 orang

Jumlah penduduk tamat S1 4 orang

Jumlah penduduk sedang S2 -

Jumlah penduduk tamat S2 1 orang

Jumlah penduduk sedang S3 -

Jumlah penduduk tamat S3 -

Page 34: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

20

C. Sejarah Desa Sidomukti

Desa Sidomukti terbentuk sekitar tahun 1928 dengan dipimpin oleh

kesepakatan tunjukan seorang kepala suku. Pada awalnya desa Sidomukti ini

bernama Sentul. Sentul mempunyai sejarah yang bermula dari sebuah

tonggak kayu yang bernama tonggak kayu sentul yang sampai saat ini masih

banyak dipercaya masyarakat kalau sewaktu-waktu kadang muncul ke

permukaan sungai dan sampai saat ini pun Sentul masih sering disebut oleh

khalayak ramai. Nama Desa Sentul berarti “jadi makmur” yang waktu itu

dimaksudkan siapapun orangnya yang setia dan taat menjadi warga desa

Sidomukti diharapkan bisa berjaya hidup makmur. Pada perkembangannya

Desa Sidomukti telah mengalami berbagai perubahan dan perkembangan dan

telah dipimpin oleh delapan orang Kepala Desa.38

Secara administrasi Desa Sidomukti berdiri sekitar tahun 1928. Pada

waktu itu ada dua wilayah yang bernama Jurangmangu dan Sentul yang

masing-masing mempunyai kepala wilayah. Selanjutnya kedua wilayah

tersebut bersepakat untuk menjadi satu dan damai. Desa Sidomukti

berkembang menjadi tiga perdukuhan, yaitu Dukuh Jurangmangu, Dukuh

Sidomukti Tengah, dan Dukuh Sidomukti Timur. Berikut nama Kepala Desa

yang pernah menjabat di Desa Sidomukti, Ki Ta‟adi (1958-1982), kemudian

putranya Madarip (1982-1998), setelah itu Waluyo (1998-2007), Sukinto, dan

yang sekarang menjabat adalah bapak Harsito Aji (2014-2019).39

D. Kondisi Sosial Budaya

Kehidupan masyarakat Desa Sidomukti sejauh pengamatan penulis

mereka hidup dalam semangat kerukunan. Jarang sekali yang namanya terjadi

bentrok ataupun kerusuhan baik pada masyarakat asli maupun masyarakat

pendatang yang datang ke desa ini. Perbedaan antar suku dan golongan tidak

membuat sulit untuk bergaul satu sama lain. Mereka dapat hidup dan bergaul

dengan baik, rukun dan damai. Hidup rukun dan damai ini memang sudah

38 Wawancara pribadi dengan Bapak Harsito Aji 39

Hasrito Sidomukti, Desa Sidomukti, diakses dari

https://sidomukti14.blogspot.com/2014/12/profil-dan-sejarah.html?m=1, pada 18 Agustus 2018

pukul 15.00.

Page 35: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

21

diletakkan dalam diri mereka atas dasar ajaran agama dan budaya. Keduanya

menjadi faktor pendorong yang kuat bagi mereka untuk senantiasa hidup

bersama dengan rukun dan damai tanpa mengganggu urusan pribadi orang

lain.40

Ada dua kaidah yang paling menentukan pola pergaulan dalam

masyarakat Jawa. Kaidah pertama adalah setiap situasi manusia hendaknya

bersikap untuk tidak menimbulkan konflik. Kaidah kedua menuntut agar

manusia dalam cara bicara dan membawa diri selalu menunjukkan sikap

hormat terhadap orang lain sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Kaidah

pertama disebut dengan prinsip kerukunan dan kaidah kedua disebut dengan

prinsip hormat oleh Franz Magnis Suseno.41

Kaidah pertama mengenai prinsip kerukunan. Kerukunan adalah salah

satu bentuk untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan harmonis.

Keadaan demikian disebut dengan rukun. Rukun berarti berada dalam

keadaan selaras, tenang dan tentram, serta tanpa perselisihan dan

pertentangan. Tuntutan dalam kerukunan ini bukan pada menciptakan

keselarasan, akan tetapi lebih pada untuk tidak mengganggu keselarasan yang

sudah ada. Dalam pandangan Jawa ketenangan dan keselarasan sosial

merupakan keadaan normal yang akan ada dengan sendirinya selama tidak

diganggu. Dengan demikian Segala apa yang dapat mengganggu keadaan

rukun dan suasana keselarasan dalam masyarakat harus dicegah.42

Kaidah kedua yang memegang peranan penting dalam mengatur pola

interaksi masyarakat Jawa adalah prinsip hormat. Prinsip ini dikatakan bahwa

setiap orang dalam cara bicara dan membawa diri harus selalu menunjukkan

sikap hormat kepada orang lain sesuai dengan derajat dan kedudukannya.

Hormat dalam pengertian orang Jawa meliputi tiga hal, yaitu sikap, perilaku,

dan bahasa. Hal ini digambarkan misalnya ketika orang hendak melewati

orang lain maka ia membungkukkan kepalanya dan berjalan sambil

meengucapkan permisi.

40 Wawancara pribadi dengan Bapak Harsito Aji 41 Franz Magnis Suseno, Etika Jawa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003) h. 38. 42

Franz Magnis Suseno, Etika Jawa, h. 39.

Page 36: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

22

Berdasarkan pendapat bahwa semua hubungan dalam masyarakat

teratur secara hierarkis. Hierarkis itu bernilai pada dirinya sendiri dan oleh

karena itu setiap orang wajib untuk mempertahankannya dan membawakan

diri sesuai dengannya. Pandangan itu mendasarkan pada cita-cita tentang

suatu masyarakat yang teratur baik, di mana setiap orang mengenal tugas dan

tempatnya masing-masing sehingga dapat menjaga agar seluruh masyarakat

menjadi suatu kesatuan yang selaras. Kesatuan itu harusnya dibawakan oleh

semua orang sesuai dengan tatakrama sosial. Mereka yang berkedudukan

lebih tinggi harus dihormati. Sedangkan terhadap mereka yang berkedudukan

lebih rendah ialah dengan sikap kebapaan atau keibuan dan rasa tanggung

jawab. Kalau semua orang menerima kedudukannya maka tatanan sosial akan

terjamin.43

Prinsip kerukunan dan prinsip hormat merupakan dua hal yang saling

berkaitan dengan sangat erat. Mereka mencukupi untuk mengatur

selengkapnya segala kemungkinan interaksi. Prinsip kerukunan mengatur

dalam mengambil keputusan yang sama kedudukannya dan prinsip hormat

menentukan hubungan hierarkis dan dengan demikian dapat menentukan

segala macam interaksi. 44

Titik tolak dalam prinsip-prinsip keselarasan adalah menuntut sesuatu

dari individu. Masyarakat Jawa menuntut agar setiap usahanya menjamin

kepentingan-kepentingan dan hak-haknya sendiri jangan sampai mengganggu

keselarasan sosial. Prinsip kerukunan melarang mengambil keputusan-

keputusan yang dapat menimbulkan konflik dan mengganggu keselarasan.

Prinsip hormat melarang pengambilan posisi yang tidak sesuai dengan sikap-

sikap hormat yang dituntut. Apapun yang diusahakan oleh individu-individu,

bagaimanapun ia menilai suatu keadaan, masyarakat Jawa mengharapkan

agar mereka bisa bertindak sesuai dengan pertimbangan-pertimbangannya

sendiri sejauh keselarasan tetap dijaga dan kedudukan-kedudukan hierarkis

tetap dihormati. Dengan demikian pinsip-prinsip keselarasan memuat

43 Franz Magnis Suseno, Etika Jawa, h. 60. 44

Franz Magnis Suseno, Etika Jawa, h. 70.

Page 37: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

23

larangan mutlak pada usaha untuk bertindak hanya atas dasar kesadaran dan

kehendak seseorang sendiri saja.45

Dengan demikian kehidupan sosial kemasyarakatan masyarakat Desa

Sidomukti tercipta dengan rukun. Hal ini berdasarkan ajaran budaya dan

agama yang mereka yakini mendorong mereka untuk hidup rukun dan saling

hormat satu sama lain. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan di

Desa Sidomukti dapat terlaksana dengan baik, seperti gotong royong,

posyandu, kegiatan PKK, dan perkumpulan lain seperti perkumpulan

perkawinan, khitanan, kematian, kemudian setiap ada hari-hari besar Islam

mereka berurunan mengeluarkan uang secara merata untuk membuat acara

bersama seperti ronggeng yang akan dilaksanakan setiap 1 Sura dan hari-hari

besar lainnya. Pada umumnya kegiatan tersebut dilakukan secara bersama

tanpa melihat adanya perbedaan sehingga kerja sama dalam melaksanakan

kegiatan dapat diaplikasikan dengan baik.

E. Kondisi Sosial Keagamaan

Masyarakat mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi

demi kelangsungan hidup dan pemeliharaannya. Dalam hal ini agama dapat

memenuhi sebagian dari kebutuhan-kebutuhan tertentu masyarakat untuk

kelangsungan hidupnya.

Pertama, agama membantu mendorong terjadinya persetujuan

mengenai sifat dan isi kewajiban-kewajiban sosial tersebut dengan

memberikan nilai-nilai yang berfungsi menyalurkan sikap-sikap para anggota

masyarakat dan menetapkan isi kewajiban-kewajiban sosial mereka. Dalam

peranan ini agama telah membantu menciptakan sistem-sistem nilai sosial

yang terpadu dan utuh.

Kedua, terdapat alasan-alasan yang kuat bahwa agama mempunyai

peranan yang sangat penting dalam memberikan kekuatan yang memaksa

yang mendukung dan memperkuat adat-istiadat. Dalam hubungan ini bahwa

45

Franz Magnis Suseno, Etika Jawa, h. 71.

Page 38: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

24

sikap dan mengagungkan dan rasa hormat terutama yang berkaitan dengan

adat-istiadat yang berlaku ditimbulkan oleh yang sakral.46

Agama memerankan dua fungsi. Pertama, menjelaskan suatu

cakrawala pandang tentang dunia yang tidak terjangkau oleh manusia yang

pada akhirnya akan melahirkan etos kerja sebagai pengejewantahan balasan

ideal yang akan diterima di alam sesudah kebangkitan. Kedua, agama sebagai

sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal yang di luar

jangkauannya.47

Kehidupan masyarakat Kabupaten Pekalongan pada umumnya masih

diwarnai atau dipengaruhi oleh beberapa pengaruh budaya animisme dan

hinduisme. Meskipun mayoritas masyarakat Kabupaten Pekalongan

beragama Islam, namun dalam kehidupan sehari-hari masih dipengaruhi

budaya kedua agama tersebut terutama kepada kehidupan sosialnya. Hal ini

dapat dilihat pada upacara yang bersifat tradisional yang masih menjadi

budaya dan sulit dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, seperti

adat pernikahan, khitanan, mitoni, cukur rambut, selapanan, wetonan, serta

selametan bagi orang yang meninggal dunia, pengaruh adanya perhitungan

hari sebagai tonggak untuk menentukan jodoh, hari pernikahan, pendirian

rumah, bepergian, pindah rumah, resepsi/adat lainnya.48

Masyarakat Desa Sidomukti keseluruhan menganut agama Islam. Dari

hasil pengamatan dan penelusuran penulis didapati bahwa masyarakat Desa

Sidomukti mengharmonisasikan kehidupan beragama dan kebudayaannya.

Misalnya, dalam setiap melakukan acara atau bepergian mereka mempunyai

pengaruh dalam perhitungan hari. Ketika orang ingin melakukan acara mulai

dari menanam padi, membangun rumah, pindah rumah, pernikahan, khitanan

dan masih banyak lainnya yang semuanya itu harus ditentukan berdasarkan

hitungan yang cocok.49

Jika hitungannya tidak cocok, maka mereka percaya

46

Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat terj. Abdul Muis Naharong (Jakarta:

PT.Rajagrafindo Persada, 1994), h. 36. 47

M. Ridwan Lubis, Sosiologi Agama :Memahami Perkembangan Agama dalam Interaksi

Sosial (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 22. 48

Kabupaten Pekalongan, Adat Istiadat, diakses dari

Kabupatenkajen.blogspot.com/p/g.html?m=1 pada 20 Agustus 2018 49

Cocog berarti sesuai, sebagaimana kesesuaian antara kunci dengan gembok, obat mujarab

dengan penyakit, suatu pemecahan untuk soal, serta persesuaian seorang pria dengan wanita yang

Page 39: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

25

bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya dan keluarganya.

Misalnya, dalam bepergian ada hari-hari yang tidak boleh masyarakat pergi

seperti penulis sebutkan dalam bentuk tabel di bawah:

Tabel 2.4 Balungan

Hari Pasaran

Jum‟at Wage

Minggu Pahing

Senin Manis

Selasa Kliwon

Sabtu Pon

Rabu dan Kamis tidak ada balungan

Berdasarkan tabel di atas bahwa setiap masyarakat Desa Sidomukti

tidak boleh melakukan perjalanan jauh pada hari-hari yang telah tercantum.

Jika masyarakat tetap melakukan perjalanan maka akan ada hal buruk yang

menimpa mereka, kecuali jika mereka lupa maka hal itu tidak akan

berpengaruh, namun jika mereka ingat dan mereka tetap melakukan barulah

hal buruk dipercaya akan menimpa mereka. Dengan demikian begitu

percayanya mereka terhadap pengaruh waktu tersebut dalam setiap

melakukan sesuatu mereka sangat memperhatikan waktu yang cocok. tidak

sembarang orang yang bisa menentukan waktu atau menghitung waktu yang

cocok. Oleh karena itu di desa biasanya ada tokoh masyarakat yang ahli

dalam hitung-hitungan.

Agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara beberapa

anggota masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang

membantu mempersatukan mereka. Karena nilai-nilai yang mendasari sistem-

sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok

keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan bersama dalam

masyarakat.

dinikahinya. Lihat dalam Clifford Geertz Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa terj.

Aswab Mahasin (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1983).

Page 40: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

26

Meskipun agama mempunyai peranan di dalam masyarakat sebagai

kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan melestarikan, namun agama

mempunyai fungsi yang lain, yaitu dapat merusak atau menghancurkan jika

disalah gunakan oleh pemeluknya. Agama mempersatukan kelompok

pemeluknya dengan sangat kuat sehingga apabila ia tidak dianut oleh

sebagian besar anggota masyarakat, ia bisa menjadi kekuatan yang mencerai-

beraikan, memecah belah dan bahkan menghancurkan.50

F. Mata Pencaharian Masyarakat

Mata pencaharian masyarakat desa Sidomukti sebagian besar adalah

petani karena berdasarkan letak geografisnya desa ini dikelilingi penuh

dengan sawah atau persawahan di sini terbilang sangat luas.51

Oleh karena itu

masyarakat banyak sekali yang mengandalkan sektor pertanian untuk

menunjang kehidupannya. Hasil pertanian tersebut mereka jual ke berbagai

daerah dan hasil penjualannya sebagian ditabung untuk masa depan mereka,

sebagiannya lagi mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-

hari.

Tabel 2.5 Luas Wilayah Menurut Penggunaan

Wilayah menurut penggunaan Luas

Luas permukiman 24,14 ha

Luas persawahan 181,22 ha

Luas perkebunan -

Luas kuburan 0,90 ha

Luas pekarangan 30,67 ha

Luas taman -

Perkantoran 0,50 ha

Luas prasarana umum lainnya 6,09 ha

Total Luas 243,51 ha

50 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat, h. 42. 51

Wawancara pribadi dengan Bapak Harsito Aji

Page 41: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

27

Lahan pertanian di desa ini memang terbilang sangat luas sekitar 181,22

ha seperti data yang dilihat pada tabel di atas. Akan tetapi, tidak semua

masyarakat memiliki lahan pertanian tersebut. Masyarakat yang memiliki

lahan pertanian adalah 432 keluarga dan yang tidak memiliki lahan pertanian

sejumlah 361 keluarga. Masyarakat yang tidak mempunyai lahan pertanian

ini biasanya bekerja sebagai buruh tani kepada orang yang memiliki sawah.

Berdasarkan data dari profil Desa Sidomukti Kecamatan Karanganyar

Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah tahun 2017 masyarakat yang bermata

pencaharian sebagai petani adalah 683 orang dan orang yang bekerja sebagai

buruh tani adalah 636 orang.52

Tabel 2.6 Data Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian

Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan

Petani 466 orang 217 orang

Buruh tani 426 orang 210 orang

Buruh migran 40 orang -

Pegawai Negeri Sipil 11 orang 14 orang

Pengrajin industri rumah tangga 3 orang 4 orang

Pedagang keliling 85 orang 59 orang

Nelayan 5 orang -

Montir 4 orang

Pembantu rumah tangga 14 orang 91 orang

TNI 1 orang -

Peternak 19 orang 2 orang

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 11 orang 5 orang

Pengusaha kecil dan menengah 122 orang 27 orang

Dukun kampung terlatih 2 orang 2 orang

Karyawan perusahaan swasta 26 orang 17 orang

Pengusaha besar 1 orang -

52 Profil Desa Sidomukti Tahun 2017, Naskah tidak diterbitkan.

Page 42: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

28

Masyarakat Desa Sidomukti banyak yang bekerja merantau di Jakarta.

Pada umumnya mereka adalah kalangan anak-anak muda untuk mencukupi

atau memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Ada juga yang bekerja

sebagai pedagang, buruh, dan pengusaha-pengusaha kecil dan menengah,

karyawan perusahaan swasta, Pegawai Negeri Sipil (PNS), peternak, nelayan,

montir, dan pengrajin industri rumah tangga.53

53 Profil Desa Sidomukti Tahun 2017, Naskah tidak diterbitkan.

Page 43: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

BAB III

GEJALA AKULTURASI ISLAM DENGAN BUDAYA JAWA

A. Teori Akulturasi Budaya

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia akulturasi adalah

percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling mempengaruhi.54

Akulturasi merupakan culture contact yang memiliki dua arah, saling

mempengaruhi antara dua kelompok yang mengadakan hubungan, atau oleh

Ortiz disebut transculturation untuk menunjuk pada hubungan timbal balik

antar aspek kebudayaan. Hubungan yang saling mempengaruhi akan

menimbulkan terjadinya perubahan kebudayaan.

Menurut para ahli definisi akulturasi adalah sebagai berikut:

Koentjaraningrat berpendapat bahwa akulturasi dapat diartikan sebagai proses

sosial yang timbul bila salah suatu kelompok manusia dengan suatu

kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing,

sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah

ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa kehilangan kebudayaan aslinya.55

Redfiel, Linton, dan Herskovits akulturasi merupakan fenomena yang terjadi

setelah dua kelompok yang berbeda kebudayaannya melakukan kontak

langsung yang diikuti oleh pola kebudayaan asli salah satu atau kedua

kelompok tersebut. Sedangkan menurut William A. Haviland, akulturasi

adalah perubahan-perubahan besar dalam kebudayaan yang terjadi sebagai

akibat dari hubungan antar kebudayaan yang berlangsung lama.56

Proses Akulturasi terjadi bila kelompok-kelompok individu yang

memiliki kebudayaan yang berbeda saling berhubungan secara langsung dan

intensif, dengan timbulnya kemudian perubahan-perubahan besar pada pola

kebudayaan dari salah satu atau dua kebudayaan yang saling bersangkutan. Di

antara variabel-variabelnya yang banyak itu termasuk tingkat perbedaan

kebudayaan, keadaan, intensitas, frekuensi dan semangat persaudaraan dalam

54 Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI,

2001) h. 24. 55 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Jakarta: Jembatan, 1990), h.

248. 56 William A. Haviland, Antropologi Jilid II (Jakarta: Erlangga, 1985), h. 261.

29

Page 44: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

30

hubungannya. Siapa yang dominan dan siapa yang tunduk, dan apakah

datangnya itu pengaruh timbal balik atau tidak.

Para ahli antropologi menggunakan istilah-istilah berikut untuk

menguraikan apa yang terjadi dalam akulturasi:

1. Substitusi, dimana unsur atau kompleks unsur-unsur kebudayaan yang ada

sebelumnya diganti oleh yang memenuhi fungsinya, yang melibatkan

perubahan struktural yang hanya kecil sekali.

2. Sinkretisme, dimana unsur-unsur lama bercampur dengan yang baru dan

membentuk sebuah sistem baru, kemungkinan besar dengan perubahan

yang berarti.

3. Adisi, dimana unsur-unsur baru ditambahkan pada yang lama. Di sini

dapat terjadi atau tidak terjadi perubahan struktural.

4. Dekulturasi, dimana bagian substansial sebuah kebudayaan mungkin

hilang.

5. Originasi, unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru

yang timbul karena perubahan situasi.

6. Penolakan, dimana perubahan mungkin terjadi begitu cepat, sehingga

sejumlah besar orang tidak dapat menerimanya. Ini menimbulkan

penolakan dan pemberontakan, atau gerakan kebangkitan.57

Sebagai akibat dari salah satu proses atau sejumlah proses tersebut,

akulturasi dapat terjadi melalui beberapa jalur. Percampuran atau asimilasi

dapat terjadi jika dua kebudayaan kehilangan identitas dan menjadi satu

kebudayaan. Inkorporasi terjadi apabila sebuah kebudayaan kehilangan

otonominya, tetapi tetap mempunyai identitas sebagai subkultur. Ekstinksi

atau kepunahan merupakan gejala dimana sebuah kebudayaan kehilangan

orang-orang yang menjadi anggotanya. Dalam adaptasi dapat tumbuh sebuah

struktur baru dalam keseimbangan yang dinamis.58

Akulturasi sudah menjadi kajian antropologi sejak lama. Sejak

dasawarsa 1930-an penelitian mengenai gejala akulturasi semakin meningkat.

Jumlah penelitian yang dilakukan dengan topik yang sedemikian banyaknya

dirasa perlu untuk ditinjau kembali mengenai gejala-gejala akulturasi yang

57 William A. Haviland, Antropologi Jilid II (Jakarta: Erlangga, 1985), h. 263. 58

William A. Haviland, Antropologi Jilid II, h. 264.

Page 45: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

31

terjadi pada masa lalu. Pada tahun 1935 dewan Social Science Research

Council di Amerika, terdiri dari sarjana-sarjana antropologi terkenal seperti

R. Redfield, R. Linton, dan M.J Herksovit berhasil menyusun suatu ikhtisar

yang meringkas dan merumuskan semua masalah dalam lapangan penelitian

mengenai akulturasi. Ikhtisar itu berjudul A Memorandum for The Study of

Acculturation, dan dimuat dalam berbagai majalah antropologi yang

terpenting. Perhatian terhadap akulturasi semakin meningkat sesudah perang

dunia kedua, dimana metode-metode penelitiannya lebih dipertajam.59

Ahli antropologi Amerika J.H. Steward mengembangkan suatu

konsepsi mengenai beragam sosial budaya dan menganalisis suatu proses

akulturasi mengenai teori perubahan kebudayaan dalam karangannya yang

berjudul Teory of Cultur Change, dan mengenai orang Puerto Rico yang

ditulis dengan beberapa ahli antropologi lain yang berjudul The People of

Puerto Rico.60

Di dalam buku The People of Puerto Rico Steaward mengembangkan

konsep yang disebut dengan pendekatan Eco-Cultural (dari istilah ekologi

yang merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh timbal balik lingkungan

alam terhadap kehidupan dan tingkah laku makhluk-makhluk di suatu lokasi

tertentu di muka bumi). Analogi dari ekologi, istilah eco-cultural atau

ekobudaya merupakan pengaruh yang dilakukan sebagai timbal balik

lingkungan alam yang dirubah oleh kebudayaan manusia di suatu lokasi

tertentu di bumi ini. Steaward menjelaskan dengan mendalam bagaimana para

petani tembakau mengubah berbagai pranata sosial dan adat-istiadat mereka

dalam menghadapi tekanan-tekanan ekonomi dengan cara yang digunakan

para petani di perkebunan –perkebunan kopi dan gula di daerah pegunungan.

Perbedaan yang dialami diantaranya tidak hanya menyangkut masalah

ekonomi dan sosial budaya saja, namun menyangkut asas-asas kehidupan

kekerabatan dan beberapa upacara keagamaan mereka yang juga turut

mempengaruhi unsur-unsur kebudayaan covert secara berbeda-beda.61

59 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Gramedia, 1990), h. 249-251. 60 Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi Jilid II (Jakarta: UI Press, 1990), h. 98. 61

Koentjaraningrat, Antropologi Jilid II, h. 98-99.

Page 46: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

32

Ralp Linton dalam bukunya yang berjudul The Study of Man

mengemukakan suatu konsepsi sebagaimana dikutip Koentjaraningrat yaitu

adanya perbedaan antara bagian kebudayaan yang sukar berubah dan

terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (covert culture), dengan

bagian kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur

kebudayaan asing (overt culture). Covert culture misalnya 1) sistem nilai-

nilai budaya, 2) keyakinan-keyakinan keagamaan yang dianggap keramat,

3)beberapa adat yang sudah dipelajari, 4) beberapa adat yang mempunyai

fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat. Sedangkan overt culture,

misalnya kebudayaan fisik, seperti alat-alat dan benda-benda yang berguna,

tetapi juga ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan rekreasi yang

berguna dan memberi kenyamanan. Bagian dari suatu kebudayaan yang

lambat berubahnya dan sulit diganti dengan unsur-unsur asing adalah bagian

covert culture.62

Dalam menganalisa proses jalannya suatu akulturasi juga

terdapat beragam masalah sosial budaya yang ada di masyarakat. Biasanya

ada perbedaan (diversitas) vertikal dan horisontal. Diversitas vertikal

menyangkut perbedaan kelas sosial, dan kasta, dan diversitas horisontal

menyangkut perbedaan suku bangsa, golongan agama, dan golongan ras.

Kalau kenyataan tersebut dihubungkan dengan masalah akulturasi, maka kita

dapat memahami bahwa gejala aneka-warna sosial-budaya juga akan

menyebabkan perbedaan dalam jalannya suatu proses akulturasi.

Gejala perbedaan dalam kecepatan, cara, dan jalannya perubahan

kebudayaan yang disebabkan karena adanya perbedaan dalam teori mengenai

perubahan kebudayaan antara covert culture dan overt culture, atau karena

ada perubahan sosial budaya dan pengaruh eko-budaya tersebut di atas. Para

ahli antropologi Amerika menyebutnya proses differential acculturation atau

“akulturasi diferensial”.63

Menurut Ridwan Lubis dalam bukunya Soekarno dan Modernisme

Islam proses akulturasi dapat menimbulkan asimilasi antara kebudayaan

pendatang, yang dimaksud di sini adalah Islam dengan agama yang dianut

penduduk pribumi. Asimilasi menimbulkan dua hal, satu sisi ia menimbulkan

62 Koentjaraningrat, Antropologi Jilid II, h. 97. 63

Koentjaraningrat, Antropologi Jilid II, h. 99.

Page 47: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

33

terjadinya sinkretisme antara agama pendatang dengan agama yang dianut

pribumi, namun di satu sisi ia dapat membuat perubahan tanpa menimbulkan

keguncangan sosial.64

B. Jawa Sebelum Kedatangan Islam

Pada awalnya keagamaan orang-orang desa ditentukan dengan segala

sesuatu yang hidup dan berjiwa, kekuatan-kekuatan alam merupakan

ungkapan kekuatan rohani, dan kepercayaan mereka bahwa orang yang sudah

meninggal itu tetap ada di sekitar mereka dan tetap memperhatikan mereka.65

Kebudayaan Jawa yang asli cenderung pada paham dinamisme dan

animisme. Dari paham dinamisme dan animisme melahirkan pawang,

pendeta, tokoh, dukun yang bisa berhubungan dengan kekuatan gaib yang

pada puncaknya melahirkan ilmu klenik, perdukunan, horoskop Jawa,

rumusan mantera, doa-doa yang diyakini berdaya magis sehingga

kepercayaan Jawa ini sebagai agama awal ketika budaya lain belum masuk

dan mempengaruhinya.

Ciri khas religi animisme dan dinamisme ini adalah adanya

kepercayaan terhadap roh dan daya gaib yang bersifat aktif. Prinsip roh aktif,

misalnya, tetap hidup dan bahkan sebagian diantaranya bisa menjadi sakti

seperti dewa, juga bisa mencelakakan dan membantu kehidupan manusia. 66

Dari pemahaman animisme terbentuk suatu kepercayaan bahwa segala

sesuatu yang berasal dari alam, dengan bantuan suatu ilmu atau secara

kebetulan saja karena pengaruh roh dapat mendatangkan kebahagiaan atau

justru sebaliknya. Dengan mantra-mantra benda hidup atau mati dapat diisi

dengan roh baik atau jahat. Di Jawa, rasa takut atau hormat kepada benda

berjiwa dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Pemujaan itu dapat

dilakukan terhadap roh yang ada di suatu benda atau langsung ke benda

tersebut memujanya.67

h. 2.

64 M. Ridwan Lubis, Soekarno dan Modernisme Islam (Jakarta: Komunitas Bambu, 2010),

65 Franz Magnis Suseno, Etika Jawa, h. 22. 66 M. Dimyati Huda, Peran Dukun Terhadap Perkembangan Peradaban Budaya Masyarakat

Jawa, ISSN 2089-7537, Volume 4 Oktober 2015, h. 5. 67

R.P Suyono, Dunia Mistik Orang Jawa (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2007), h. 75.

Page 48: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

34

Setelah itu di Jawa juga mengakar kepercayaan Hinduisme dan karena

agama ini lebih dulu masuk ke Jawa sebelum Islam masuk. Oleh karena itu,

ketika Islam masuk ke tanah Jawa muncul dua kelompok dalam

meresponnya. Kelompok pertama adalah kelompok yang menerima Islam

secara total, tanpa mengingat kepercayaan-kepercayaan sebelumnya.

Kelompok kedua adalah kelompok yang menerima agama Islam, akan tetapi

masih belum dapat melupakan ajaran ritual sebelumnya.

C. Strategi Penyebaran Islam di Jawa

Dalam buku Islam Pesisir menurut Graaf ada tiga metode penyebaran

Islam, yaitu oleh pedagang muslim dalam jalur perdagangan yang damai, oleh

para da‟i dan orang suci (wali) yang datang dari Arab atau India yang dengan

sengaja bertujuan untuk mengislamkan orang-orang kafir dan meningkat

pengetahuan mereka yang telah beriman dan terakhir ialah dengan kekuasaan

atau memaklumkan perang terhadap negara-negara penyembah berhala.

Dengan demikian penyebaran Islam di Jawa dilakukan dengan tiga cara, yaitu

perdagangan, dakwah sufi, dan politik.

Berdasarkan cara penyebaran Islam yang telah disebutkan di atas,

pendapat yang paling dominan adalah pendapat yang menyatakan bahwa

Islam disebarkan dengan melalui jalur perdagangan. Pendapat-pendapat ini

diangkat oleh sarjana-sarjana barat khususnya adalah Belanda, diantaranya

ialah Wertheim dan Pijnapel.68

Pendapat para ahli mengenai pembawa Islam ke Indonesia

menunjukkan persamaan. Sesuai dengan kedatangan Islam melalui jalur

perdagangan berarti golongan pembawanya juga adalah golongan pedagang.

Golongan pedagang muslim berbeda dengan golongan pedagang Hindu. Pada

golongan Hindu hanya Brahmana atau pendeta saja yang dapat melakukan

kegiatan upacara-upacara keagamaan dan membaca buku-buku suci, serta

merekalah yang menyebarkan budaya Hindu itu. Oleh karena itu, pedagang

Hindu tidak berperan dalam menyebarkan agamanya berbeda dengan

pedagang muslim. Di dalam Islam perluasan dan misi pada Islam ialah bahwa

68

Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2011), h. 63.

Page 49: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

35

setiap muslim adalah pendakwah agama. Apabila pembawa Islam ke

Indonesia adalah golongan pedagang, jelaslah bahwa yang menjadi faktor

pendorong berkunjung ke Indonesia adalah faktor ekonomi-perdagangan.69

Penggunaan perdagangan sebagai saluran islamisasi sangat

menguntungkan karena bagi kaum muslim tidak ada pemisahan antara

kegiatan berdagang dengan kewajiban menyampaikan ajaran-ajaran Islam

kepada orang lain. islamisasi melalui jalur perdagangan ini dipercepat oleh

situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan di mana adipati-adipati pesisir

berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang

mengalami kekacauan dan perpecahan. Meskipun demikian, secara umum

islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang dapat digambarkan sebagai

berikut. Mereka mula mula berdatangan di pusat perdagangan dan di antara

mereka ada yang tinggal, baik untuk sementara waktu maupun menetap.

Lambat laun akhirnya tempat tinggal itu berkembang menjadi perkampungan,

yang disebut dengan pekojan70

. Di antara para pedagang ada yang kaya dan

pandai, bahkan sering kali ada pula yang menjadi syahbandar71

pelabuhan

dalam suatu kerajaan. Mereka yang mempunyai status sosial ekonomi yang

tinggi dengan mudah menikahi anak-anak bangsawan pribumi. Akan tetapi,

perkawinan dengan penyembah berhala dianggap tidak sah. Oleh karena itu,

perempuan-prempuan yang mereka inginkan diislamkan terlebih dahulu

dengan cara mengucapkan syahadat. Hal itu berjalan mudah. Dengan

demikian lambat laun akhirnya lingkungan mereka meluas, timbul

perkampungan-perkampungan muslim, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan

muslim.72

Akan tetapi, ada beberapa sarjana yang meragukan teori ini seperti Van

Leur, dan Schrieke. Menurut mereka teori ini lemah karena tidak mungkin

islamisasi dapat dilakukan secara besar-besaran melalui perdagangan dan

perkawinan. Begitu juga dengan sejarawan Asia, Q.S Fatimi yang

164.

69 TIM Nasional Penulisan, Sejarah Indonesia Jilid III (Jakarta: Balai Pustaka, 2010), h.

70 Pekojan adalah nama perkampungan umat Islam yang dihuni oleh para pendatang yang

menyebarkan Islam di Indonesia 71 Pegawai negeri yang memimpin urusan pelabuhan. 72

TIM Nasional Penulisan, Sejarah Indonesia Jilid III, h. 169-170.

Page 50: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

36

menyangkal teori perdagangan ini. Menurutnya, Islam disebarkan melalui

pendakwah sufi dari wilayah Bengal. Hal ini dapat dilihat dengan adanya

corak Islam yang bersifat mistik yang bersesuaian dengan sikap mistik

masyarakat di kawasan ini sebelumnya.

Para sejarawan banyak yang mendukung teori dakwah sufi ini, antara

lain Fatimi, John, dan Tjandrasasmita. Hal ini dilihat dengan melihat naskah-

naskah lama yang ditemukan di beberapa wilayah Jawa yang bertemakan

penyebaran Islam di Jawa melalui kegiatan sufistik. John begitu yakin bahwa

Islamisasi tidak mungkin dilakukan secara besar-besaran melalui

perdagangan yang motifnya adalah mencari keuntungan material. Islam

tentunya disebarkan melalui pengembara sufi, terutama di abad ke-13M.,

faktor keberhasilan kaum sufi di dalam proses islamisasi ialah kemampuan

kaum sufi untuk mengadopsi “keyakinan lokal” menjadi bagian penting di

dalam ritual-ritual Islam. Secara atraktif ajaran Islam dikemas dalam

coraknya yang berdekatan dengan tradisi lokal, sehingga penyebaran Islam

yang terjadi menunjukkan wajah damai, menekankan pada aspek batin atau

esoteris.73

Selain melalui tasawuf, islamisasi juga dilakukan melalui pendidik,

baik dari dalam pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-

guru agama, kiai-kiai, atau ulama-ulama. Pesantren atau pondok merupakan

lembaga yang penting dalam penyebaran agama Islam. Dari pesantren ini

santri-santri dididik yang nantinya setelah keluar dari pesantren, mereka

kembali ke kampung-kampungnya menjadi tokoh keagamaan, menjadi kiai

yang menyelenggarakan pesantren lagi. Dengan demikian semakin terkenal

kiai, semakin terkenal pula pesantrennya dan pengaruhnya.74

Pada awal penyebaran Islam di Jawa tidak luput dari peranan wali, yang

dalam konsepsi Jawa disebut dengan wali sanga. Melalui peran wali sanga

inilah Islam berkembang dan melembaga di dalam kehidupan masyarakat

hingga banyak tradisi yang dinisbahkan sebagai kreasi dan hasil cipta rasa

wali sanga yang tetap terpelihara di tengah-tengah masyarakat sampai

sekarang. Awalnya para wali itu mengembangkan Islam di daerah sekitar

73 Nur Syam, Islam Pesisir, h. 64. 74

TIM Nasional Penulisan, Sejarah Indonesia Jilid III, h. 172.

Page 51: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

37

tempat tinggal mereka. Akan tetapi, mereka juga menyebarkan Islam sampai

jauh ke tempat lain.75

Wali sanga dalam menyebarkan Islam dengan menggunakan

pendekatan kultural. Mereka mengadopsi kebudayaan dan tradisi lokal, dan

mengisinya dengan nilai- nilai Islam. Sikap ini terus dipertahankan meskipun

mereka sudah menjadi mayoritas Islam memiliki kerajaan-kerajaan Islam

masyarakat muslim di bawah kepemimpinannya menghormati kebudayaan

lokal yang ada dan berkembang bersama dengan kebudayaan Islam. Wali

sanga menjadikan budaya lokal sebagai instrumen untuk mempromosikan

nilai-nilai Islam. Di sini ada tiga bentuk tahapan strategi budaya yang

dikembangkan oleh wali sanga, yaitu arsitektur Masjid sebagai representasi

tatanan sosial egaliter, wayang sebagai sarana membangun teologi umat, dan

kreasi seni Islam bernuansa budaya lokal.76

Lalu, apakah Islam Jawa yang diperkenalkan oleh wali sanga di Jawa

ini seperti Islam Nusantara yang tengah popular sekarang ini? Agama Islam

merupakan agama yang sangat menghargai dan saling toleransi, agama yang

mengajarkan penganutnya untuk saling menyayangi, mengasihi, dan

mengayomi tanpa melihat perbedaan apapun. Hal ini sejalan dengan Islamnya

Indonesia yang biasa disebut dengan “Islam Nusantara”. Meskipun bukan

Negara Islam, namun penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam.

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat multikultural, yang menjunjung

tinggi kebudayaan. Oleh sebab itu arabisasi tidak begitu cocok di Indonesia.

Namun, bukan berarti Islam yang mereka anut menyimpang dari kemurnian

ajaran Islam itu sendiri.77

Ide Islam Nusantara bukan untuk merubah doktrin Islam. Ia ingin

mencari cara bagaimana melabuhkan Islam dalam konteks budaya

masyarakat yang beragam. Upaya ini dalam Ushul Fiqh disebut dengan

ijtihad tathbiqi, yaitu ijtihad untuk menerapkan hukum.78

75 Nur Syam, Islam Pesisir, h.70-71. 76

Suparjo, Islam dan Budaya: Strategi Kultural Walisongo dalam Membangun Masyarakat

Muslim Indonesia, Komunika, Vol.2 No. 2 Jul-Des 2008 pp. 178-193, h. 2. 77

Hanum Jazimah Puji Astuti, Islam Nusantara: Sebuah Argumentasi Beragama dalam

Bingkai Kultural, INJECT Interdisciplinary Journal Of Communication, Volume 2 No.1, h. 28. 78

Hanum Jazimah Puji Astuti, Islam Nusantara, h. 31.

Page 52: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

38

Islam Nusantara merupakan Islam yang khas ala Indonesia, gabungan

nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya, dan adat istiadat

di Tanah Air. Karakter Islam Nusantara menunjukkan adanya kearifan lokal

di Nusantara yang tidak melanggar ajaran Islam, namun justru menyinergikan

ajaran Islam dengan adat istiadat lokal yang tersebar di wilayah Indonesia.

Dengan demikian kehadiran Islam bukanlah untuk merusak adat atau tradisi

yang sudah ada, melainkan Islam justru memperkaya dan mengislamkan

tradisi dan budaya yang ada secara bertahap.79

Melihat wajah Islam di dunia saat ini, Islam Nusantara sangat

dibutuhkan karena ciri khasnya mengedepankan jalan tengah karena bersifat

moderat, tidak ekstrem, selalu seimbang, inklusif, toleran dan bisa hidup

berdampingan secara damai dengan penganut agama lain. Pada dasarnya

tujuan Islam Nusantara ialah menciptakan kehidupan yang harmonis sesuai

dengan kaidah Islam rahmatan lil „alamin.

Bentuk operasionalisasi Islam Nusantara adalah proses perwujudan

nilai-nilai Islam melalui budaya lokal. Dalam praktiknya membangun Islam

Nusantara adalah menyusupkan nilai islami di dalam budaya lokal atau

mengambil nilai islami untuk memperkaya budaya lokal atau menyaring

budaya agar sesuai dengan ajaran Islam.80

Dengan demikian Islam yang ada

di Jawa begitupun yang terdapat di Desa Sidomukti rupanya merupakan Islam

yang diperkenalkan dalam konteks kebudayaan mereka, sehingga ia mudah

diterima. Bahkan, semua masyarakat Desa Sidomukti berdasarkan profil Desa

Sidomukti Kecamatan Karanganyar tahun 2017 menganut agama Islam.

Dalam proses akulturasi, kebudayaan lokal digunakan sebagai

instrumen kebudayaan Islam. Peran nilai-nilai Islam bersifat mengisi

substansi nilai-nilai yang ada dengan merevisi beberapa atau mengganti sama

sekali nilai-nilai yang tidak cocok dengan Islam. Hal itu dilakukan secara

bertahap. Pada awalnya Islam mengambil instrumen kebudayaan yang ada.

Selanjutnya, instrumen budaya yang diambil oleh Islam semakin lama

semakin banyak. Seiring dengan instrumen budaya yang terus berkembang,

Islam selalu memasukan nilai didalamnya. Oleh karena itu, pengembangan

79 Hanum Jazimah Puji Astuti, Islam Nusantara, h. 37. 80

Hanum Jazimah Puji Astuti, Islam Nusantara, h. 38

Page 53: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

39

nila-nilai tersebut akan semakin kuat sehingga budaya tersebut menjadi

bagian dari budaya Islam. Proses tersebut terus berlangsung dan akan

melebarkan budaya Islam sekaligus nilai-nilai Islam dalam kehidupan

masyarakat akumulasi inilah yang akan melahirkan budaya Islam sebagai

kebudayaan baru yang ada dan menyatu dalam kehidupan masyarakat.81

Pada saat Islam datang Islam sufisme sedang berjaya di Indonesia. Oleh

karena itu, Islam yang ada di Indonesia tidak terlepas dari pengaruhnya. Hal

ini dapat dilihat pada perkembangan pemikiran Islam yang lekat dengan

warna sufinya.

Komunitas Nusantara yang sudah terbiasa dengan tradisi mistik Hindu-

Buddha relatif lebih mudah untuk menerima Islam sufistik dibandingkan

dengan Islam Puritan. Hal ini disebabkan karena banyaknya kemiripan di

antara tradisi Hindu-Buddha dan sufi ini sehingga kedekatan ini

mempermudah kalangan istana untuk mengadopsi Islam dan mengolahnya

dengan tradisi lama.82

Dalam proses penyebaran Islam juga tidak terlepas dari peran para

ulama. Para ulama memiliki peranan yang sangat penting. Strategi mereka

dalam menyebarkan Islam salah satunya adalah dengan membangun

pesantren sama seperti yang dilakukan oleh wali sanga. Pesantren itu adalah

sebuah lembaga pendidikan yang mereka dirikan untuk mendidik para santri

dengan berbagai pengetahuan agama.

Pada awalnya pendidikan di pesantren itu bersifat sangat sederhana,

semuanya berada di bawah kemutlakan wibawa Kiai. Artinya semua

persoalan terserah pada Kiai. Pesantren memiliki fungsi sebagai lembaga

pendidikan yang menekankan olah batin dan kurang memperhatikan hal-hal

yang berkaitan dengan kehidupan sosial-ekonomi. Hal ini ada kaitannya

dengan ilmu tasawuf yang mendominasi meskipun ilmu itu tidak

mengajarkan untuk bersikap pasrah, namun ajaran-ajaran tentang batin telah

membuat mereka untuk bersikap nrima, pasrah. Hal ini tak dapat dilepaskan

81 Suparjo, Komunika, Vol.2 No. 2 Jul-Des 2008 pp. 178-193, h. 6. 82

Purwadi, Tasawuf Jawa (Yogyakarta: Narasi, 2003), h. 47.

Page 54: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

40

dari tumpang tindihnya ajaran yang dibawa Islam dengan berbagai

kepercayaan yang telah dianut penduduk setempat sebelumnya.83

D. Islamisasi di Pekalongan

Membahas Islamisasi di Pekalongan tidak akan terlepas dari kajian

penyebaran Islam di Jawa pada umumnya. Masuknya Islam di Nusantara

masih kabur menurut para sejarawan. Wertheim dan Pijnapel yang

mengatakan bahwa Islam masuk melalui jalur perdagangan dan perkawinan

yang kemudian mereka itu membentuk sebuah komunitas dan membuat

perkampungan. Namun, ada juga yang menolak teori ini, yaitu Van Leur, dan

Schrieke, Q.S Fatimi dan didukung oleh banyak sarjana lainnya seperti

John,dan Tjandrasasmita. Penolakan mereka berpangkal pada pemikiran

bahwa perdagangan hanyalah merupakan misi mencari keuntungan material

semata dan menurut mereka Islam masuk melalui dakwah sufi. Dakwah sufi

terutama abad ke-13M mengalami keberhasilan di dalam proses islamisasi

yakni berupa kemampuan kaum sufi untuk mengadopsi “keyakinan lokal”

menjadi bagian penting di dalam ritual-ritual Islam. hal ini masih tercermin

dalam perilaku keberagamaan masyarakat Jawa masa sekarang pada

umumnya. islamisasi juga dilakukan melalui pendidik, baik dari dalam

pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-

kiai, atau ulama-ulama. Pesantren atau pondok merupakan lembaga yang

penting dalam penyebaran agama Islam.

Kegiatan penyebaran Islam awal di kawasan pesisir utara Jawa yang

bisa diketahui adalah telah dilakukan oleh para wali atau yang sudah

dijelaskan di sub bab sebelumnya dengan sebutan wali sanga. Ulama pertama

yang menyebarkan Islam di pesisir utara Jawa adalah Maulana Malik

Ibrahim. Kemudian ulama berikutnya adalah Raden Rahmat yang berhasil

menyebarkan Islam di Ampel, Surabaya dan mendapat gelar Sunan Ampel

dan dianggap sebagai bapak para wali. Ulama penyebar Islam berikutnya

adalah Raden Paku atau Maulana Ishak. Ia kemudian menuntut ilmu kepada

Sunan Ampel dan kemudian ia sukses dengan perdagangannya dan

83

M. Ridwan Lubis, Soekarno dan Modernisme Islam, h. 31.

Page 55: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

41

membangun kedaton di Giri, yang kemudian ia dikenal dengan sebutan Sunan

Giri. Ia merupakan salah satu ulama yang telah membangun tempat

penyebaran keilmuan Islam di pesisir Jawa. Pada umumnya para penyebar

Islam di pesisir utara Jawa umumnya bermukim di daerah pesisir dan

sebagian besar mereka memiliki posisi dan terlibat langsung dalam urusan

kekuasaan dan perdagangan.84

Proses Islamisasi yang terjadi di Pekalongan kemungkinan besar terjadi

pada abad ke-15. Terjadi pada masa Sunan Ampel yang melakukan

penyebaran Islam dengan mendirikan pondok pesantren di Kembang Kuning.

Pondok pesantren ini menjadi tempat pusat penyebaran Islam yang pertama di

Jawa. Di sini kader-kader dididik untuk kemudian disebarkan ke berbagai

tempat di seluruh pulau Jawa. Murid-muridnya antara lain adalah Sunan Giri,

Raden Paku, Sunan Bonang, dan Sunan Drajat.

Makam salah seorang murid Sunan Ampel, yaitu Syaikh Zilbani

ditemukan di daerah Wonobodro, Kecamatan Blado Kabupaten Batang. Akan

tetapi sejarahnya belum diperoleh informasi. Hanya ada informasi bahwa ia

merupakan salah satu murid Sunan Ampel. Batang dan Pekalongan

merupakan dua kota yang berdekatan. Di kompleks pemakaman wali di Desa

Wonobodro juga terdapat makam Maulana Magribi dan Ki Ageng

Pekalongan. Keberadaan makam ini menunjukkan bahwa penyebaran Islam

telah terjadi di Pekalongan terjadi pada abad ke-15.

Penyebaran Islam di Pekalongan dapat diketahui selain dari makam,

yaitu adanya masjid tertua yang terdapat di Pekalongan. Masjid tertua yang

ada di Pekalongan adalah Masjid Aulia. Masjid ini konon didirikan oleh Kiai

Maksum, Kiai Sulaiman, dan Nyai Kudung sebagai sarana dakwah. Masjid

ini didirikan pada 1135 H atau 1772 M di Kelurahan Sapuro, Kecamatan

Pekalongan Barat.85

84 Alim Online, Melacak Jejak Islamisasi di Pekalongan Abad XV-XVII, diakses dari

https://alim-online.blogspot.com/2009/12/melacaka-jejak-islamisasi-di-pekalongan.html?m=1,

Pada 15 September 2018, Pukul 13.00. 85

Ini baru media, Masjid, Petilasan, dan Makam, Tiga Jejak Dakwah Islam di Pekalongan,

diakses dari https://www.inibaru.id/islampedia/masjid-petilasan-dan-makam-tiga-jejak-dakwah-

islam-dipekalongan, Pada 15 September 2018, Pukul 13.15.

Page 56: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

42

Proses islamisasi yang terjadi di Pekalongan menunjukkan terjadinya

sekitar abad ke-15. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya makam-makam

para wali dan muridnya yang menyebarkan Islam di daerah ini. Mengenai

strategi penyebaran Islam di Pekalongan pun seperti strategi penyebaran

Islam yang umum terjadi di Jawa. Penyebaran Islam yang dilakukan di sini

ialah penyebaran Islam melalui dakwah sufi dan peran para ulama yang

mengadopsi tradisi dan kebudayaan lokal sehingga masyarakat di daerah ini

mudah menerima ajaran Islam bahkan menganggapnya adalah bagian dari

mereka sendiri. Tak hanya sebatas menerima akan tetapi Islam mereka

anggap sebagai kebudayaan baru yang ada dan menyatu dalam kehidupan

masyarakat.

Page 57: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

BAB IV

PROSES AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM

TRADISI KHITANAN

A. Unsur-unsur Islam dan Budaya Jawa dalam Tradisi Khitanan

1. Selametan

Menurut para ahli yaitu Clifford Geertz, selametan merupakan suatu

upacara yang sederhana, formal, tidak dramatis, dan hampir-hampir

mengandung rahasia, selametan (kadang-kadang disebut juga dengan

kenduren). Selametan ini dapat diadakan untuk memenuhi semua hajat

orang berhubungan dengan peristiwa yang ingin diperingati, ditebus, atau

dikuduskan. Peristiwa kelahiran, perkawinan, sihir, kematian, pindah

rumah, mimpi buruk, panen, ganti nama, membuka pabrik, sakit,

memohon kepada arwah penjaga desa, khitanan, dan memulai suatu rapat

politik semuanya itu bisa memerlukan selametan.86

Selametan juga merupakan suatu peristiwa sederhana atau upacara

makan yang terdiri atas sesajian, makanan simbolik, sambutan resmi, dan

doa. Upacara ini setara dalam tatanan dan kepadatan simboliknya. Para

peserta upacara ini meyakini bahwa selametan merupakan bagian yang

tidak dapat dipisahkan dari mereka sebagai orang Jawa. Selametan

merupakan peristiwa komunal namun tidak mendefinisikan komunitas

secara tegas; selametan berlangsung melalui ungkapan verbal yang

panjang dan disetujui semua orang, namun hadirin secara perseorangan

belum tentu sepakat akan maknanya.87

Selametan menurut masyarakat Desa Sidomukti merupakan tradisi

yang sudah diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang.

Selametan yang digelar itu merupakan acara yang diselenggarakan untuk

memohon kepada Allah agar diberikan keselamatan dan kesejahteraan

86 Clifford Geertz, The Religion of Java, terj. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat

Jawa (Jakarta:PT. Pustaka Jaya, 1983), h. 13-14. 87

Andrew Beatty, Variasi Agama di Jawa Suatu Pendekatan Antropologi (Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2001), h. 34-35.

43

Page 58: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

44

serta diberikan kelancaran dan tidak ada gangguan roh-roh halus yang

menyertainya.88

Selametan diselenggarakan berdasarkan maksud dan tujuan yang

berbeda-beda sesuai dengan peristiwanya. Pada masyarakat Desa

Sidomukti selametan diselenggarakan pada malam hari setelah magrib.

Dalam selametan ini semua sanak keluarga, tetangga, dan kerabat

diundang untuk menghadiri acara selametan ini. Orang yang menghadiri

acara selametan ini adalah dari kaum laki-laki. Sedangkan kaum

perempuan biasanya membantu menyiapkan makanan di dapur. Dalam

acara ini semua masyarakat duduk bersama tanpa ada perbedaan golongan.

Selametan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang hendak

mempunyai hajat diumumkan kepada sanak keluarga, rekan-rekan, dan

tetangga-tetangga jauh-jauh hari sebelum acara selametan

diselenggarakan. Lima atau tujuh hari sebelum acara diselenggarakan

biasanya orang yang hendak mengadakan selametan sudah mengundang

untuk menghadiri acara selametan yang akan diselenggarakannya.89

Setiap tamu yang datang ketika sudah tiba di rumah tuan rumah ia

segera mengambil posisi tempat duduk yang telah disediakan. Mereka

duduk bersama dari berbagai golongan. Tidak memandang status sosial

semuanya duduk bersama karena dalam acara selametan ini juga

merupakan sarana silaturahmi masyarakat. Para tamu yang hadir

disuguhkan beberapa hidangan oleh tuan rumah. Bila semua tamu

undangan sudah datang, maka acara selametan pun dimulai.

Tuan rumah membuka acara selametan. Di sini ia menyampaikan

ucapan terima kasih karena telah menghadiri undangannya dan

menyampaikan maksud dan tujuannya menyelenggarakan selametan ini.

Dalam kasus khitanan tuan rumah akan menyampaikan bahwa ia

menyelenggarakan acara selametan ini karena anak laki-lakinya akan

dikhitan dan berharap agar Allah SWT senantiasa memberikan kelancaran

dan kesehatan untuk anaknya dan keluarganya serta memohon agar

masyarakat turut serta mendoakan anak laki-lakinya yang akan dikhitan

88 Wawancara pribadi dengan Mbah Sejo, Sidomukti 20 Agustus 2018. 89

Wawancara pribadi dengan Ibu Darmu‟i, Sidomukti 16 Agustus 2018.

Page 59: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

45

agar kelak ia mempunyai kepribadian yang baik dan menjadi anak yang

taat kepada orang tua dan agama. Ia juga berharap agar semua masyarakat

yang hadir dalam selametan ini memperoleh berkah dan rahmat dari Allah

SWT. Kemudian ia juga mengutarakan maksud umum dari acara

selametan ini, yaitu seperti dari asal katanya selamet yang berarti berada

dalam keadaan selamat, sejahtera, tenang, damai, dan terhindar dari

berbagai macam gangguan. Akhir kata tuan rumah mengucapkan

permintaan maaf kepada tamu yang hadir jika ada kesalahan baik dari

perkataannya maupun kekurangan dalam hidangan yang disuguhkan.

Namun, hal ini bisa diwakilkan oleh keluarga dari tuan rumah yang dapat

menyampaikannya.

Tuan rumah selesai memberikan sambutan kemudian ia

menyerahkan semuanya kepada seorang ustadz untuk membacakan doa.

Dalam hal ini doa yang dibacakan adalah doa-doa dalam Islam. Doa yang

dibaca adalah surat Al-Fatihah, doa-doa pendek dan doa-doa khusus.

Sementara ustadz sedang membacakan doa, para tamu yang hadir

menundukkan kepalanya dan menengadahkan tangannya ke atas sembari

mengucapkan amin dan setelah selesai mereka mengusap mukanya dengan

kedua telapak tangan mereka.

Setelah pembacaan doa selesai setiap tamu yang hadir mencicipi dan

memakan hidangan yang sudah disuguhkan oleh tuan rumah. Hidangan itu

berupa minuman dan makanan kecil, seperti kue-kue dan buah-buahan.

Setelah mereka makan akhirnya mereka berpamitan kepada tuan rumah

dan pulangnya dibekali makanan berupa nasi dengan beberapa lauk pauk

di dalamnya atau yang disebut dengan berkat yang dibungkus dengan daun

pisang atau masyarakat Desa Sidomukti ini menyebutnya dengan nasi

kolong. Mereka pun meninggalkan rumah dengan seraya mengucapkan

salam dan ucapan terima kasih.90

Selametan ini memiliki makna bagi masyarakat. Menurut mereka

selametan ini merupakan cara mereka bersyukur atas rezeki yang Allah

berikan kepada mereka. Biaya yang mereka keluarkan saat selametan ini

90

Wawancara pribadi dengan Ibu Turah, Sidomukti 27 Agustus 2018

Page 60: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

46

tidak menjadi masalah bagi mereka karena ini mereka pahami sebagai

wadah untuk berbagi kepada sesama walaupun dengan keadaan yang

sederhana atau seadanya. Selametan ini juga merupakan sarana silaturahmi

antar sesama masyarakat dari berbagai golongan. Tidak ada perbedaan di

antara mereka semuanya sama duduk bersama dalam tempat yang sama

dan makan-makanan dan minum minuman yang sama. Dengan begitu tak

ada seorang pun dari mereka yang merasa dibedakan atau dikucilkan.

Dengan menyelenggarakan selametan juga dapat menghindarkan dari

gangguan-gangguan roh-roh setempat karena masyarakat Desa Sidomukti

masih percaya dengan keberadaan makhluk halus di sekitar mereka.91

2. Sinkretisme ajaran

Berdasarkan pemahaman kebahasaan sinkretisme diartikan sebagai

suatu perpaduan atau keterpaduan. Sedangkan menurut istilah sinkretisme

diartikan sebagai fenomena bercampurnya praktik-praktik dan

kepercayaan-kepercayaan dari suatu agama dengan agama lainnya

sehingga menciptakan tradisi yang baru dan berbeda.92

Keberadaan Islam di Jawa masih banyak terpengaruh dari

kepercayaan yang sebelumnya dianut oleh masyarakat Jawa. Hal ini juga

terlihat dalam kehidupan masyarakat Desa Sidomukti. Kepercayaan

animisme dan dinamisme masih sangat kental.93

Strategi penyebaran Islam

di Jawa yang mengadopsi kebudayaan atau kepercayaan lokal tercermin

dalam ajaran Islam yang dianut oleh masyarakat Desa Sidomukti. Mereka

menganut agama Islam namun masih memakai tradisi yang sebelumnya

mereka lakukan sebelum Islam masuk. Misalnya, setiap dalam krisis

kehidupan mereka mengadakan upacara peralihan, seperti selametan

91 Wawancara pribadi dengan Ibu Darmu‟i 92

Arief Aulia Rahman, Akulturasi Islam dan Budaya Masyarakat Lereng Merapi

Yogyakarta: Sebuah Kajian Literatur, Indo-Islamika, Volume 1, Nomor 2, 2012/1433, h. 157. 93

Kepercayaan masyarakat Sidomukti terhadap animisme dan dinamisme tergambar dalam

kehidupan sehari-hari mereka. Mereka masih percaya terhadap roh-roh di sekitar mereka, misalnya

kepercayaan mereka akan roh halus yang bernama Ki Gede Jurang Mangu, dimana makamnya

dijadikan sebagai tempat pertapa bagi masyarakat Sidomukti maupun masyarakat luar Sidomukti.

Begitu pula dinamisme, masyarakat di sini masih percaya akan kekuatan-kekuatan gaib yang

terdapat pada benda tertentu seperti malam Jum‟at Kliwon mereka yang memilikinya memandikan

keris.

Page 61: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

47

khitanan, pernikahan, panen, pindah rumah, dsb. Semua itu masih mereka

lakukan namun dengan memasukkan unsur-unsur Islam didalamnya.

Penggabungan agama dengan budaya lokal adalah melaksanakan

syariat Islam dengan kemasan budaya Jawa. Oleh karena itu, substansi

syariat yang dijalankan sesuai dengan ajaran Islam, namun tampilannya

mengadopsi tradisi-tradisi lokal. Seperti misalnya mereka melakukan

upacara khitan yang mereka anggap khitan adalah sebagai syari‟at Islam

yang dilaksanakan dengan kemasan budaya Jawa. Mereka melaksanakan

khitan namun didalamnya mereka masih menggunakan sesajian yang

diletakkan di dalam rumah saat hendak menggelar selametan.

B. Primbon Sebagai Prediksi Masa Depan

Orang Jawa, sebagaimana masyarakat Nusantara lainnya sangat jeli

dalam memperhatikan dan mengamati tanda-tanda alam. Pada awalnya

masyarakat Nusantara semuanya menggantungkan diri kepada alam untuk

mempertahankan hidup mereka. Oleh karena itu mereka sangat mencermati

dan mempelajari gejala-gejala alam agar mereka terhindar dari segala macam

sesuatu yang buruk, mendapatkan hasil yang lebih baik, dan pastinya

terhindar dari kegagalan. Catatan-catatan tersebut ditulis dan dikumpulkan

hingga menjadi satu buku yang namanya primbon.94

Primbon berasal dari bahasa Jawa yaitu bon (mbon atau mpon) yang

berarti induk, lalu kata tersebut mendapat awalan pri (peri) yang berfungsi

meluaskan kata dasar. Dengan demikian primbon diartikan sebagai induk dari

kumpulan catatan-catatan pemikiran orang Jawa.95

Primbon juga merupakan

panduan hidup masyarakat Jawa sehari-hari. Dengan demikian jika suatu

masyarakat hendak menentukan sesuatu atau menggelar suatu acara harus

merujuk pada primbon yang sudah dibuat dari zaman dahulu oleh nenek

moyang mereka yang lebih memahami alam.96

Isi dari primbon bukan hanya tentang catatan-catatan gejala alam,

namun didalamnya juga dimasukkan pengetahuan agama dan adat istiadat

94 Ranoewidjojo, Primbon Masa Kini (Jakarta: Bukune, 2009), h. VI. 95 Ranoewidjojo, Primbon Masa Kini, h. VII. 96

Wawancara pribadi dengan Mbah Sejo

Page 62: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

48

yang berlaku di tiap zaman. Oleh karena itu primbon bersifat dinamis

mengikuti adat istiadat dan kepercayaan masyarakat yang berlaku di

masyarakat. Hal ini terbukti nyata ketika masyarakat Jawa beralih dari Hindu

Buddha ke Islam. Perubahan besar ini terjadi pada zaman pemerintahan

Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma di kerajaan Mataram Islam. Beliau

memerintahkan untuk menggantikan kalender tahun Saka zaman Hindu,

menjadi kalender tahun Jawa yang banyak dipengaruhi sistem penanggalan

Jawa.97

Bukankah takdir itu sudah ditetapkan oleh Allah SWT, lalu mengapa

masyarakat masih menggunakan primbon untuk memprediksi masa depan?

Masyarakat Jawa mempunyai sistem penanggalan Jawa, jadi yang dipakai

dalam menentukan tanggal untuk menggelar sebuah acara menggunakan

kalender Jawa. Allah memang sudah menetapkan segala sesuatunya, akan

tetapi menurut masyarakat Desa Sidomukti sebagai manusia kita masih bisa

merubah atau menghindari sebuah kemungkinan buruk yang akan terjadi pada

diri kita. Semua akan ada jalan keluarnya, membuang atau menolak hal-hal

buruk yang akan terjadi. Primbon memiliki fungsi untuk mengingatkan kita

sebagai manusia akan keadaan-keadaan yang akan terjadi pada diri kita yang

berpengaruh terhadap diri kita dan memberikan kesempatan kepada kita

untuk mendapatkan hasil yang lebih baik demi terciptanya kesempurnaan

pada diri. Primbon tidak bisa dianggap sebagai sesuatu hal yang bersifat

tahayul dan menyimpang karena pada hakikatnya primbon merupakan sebuah

warisan kebudayaan yang sudah diterima secara turun temurun.98

Pada masyarakat Desa Sidomukti semua masyarakat desa ini masih

memakai primbon untuk menentukan hari baik dalam menggelar acara atau

mengadakan acara. Lalu, bagaimana dengan kalangan santri? Apakah mereka

juga menggunakannya? Dalam hal seperti pengertian watak atau ramalan

yang bersifat pribadi mereka memang tak berpacu pada primbon. Misalnya,

dalam melakukan perjalanan mereka hanya menggunakan hari-hari baik

dalam Islam dan tidak berpatokan pada balungan seperti yang telah dijelaskan

dalam bab sebelumnya. Akan tetapi sebagaimana masyarakat lainnya,

97 Ranoewidjojo, Primbon Masa Kini, h. VII-VIII. 98

Wawancara pribadi dengan Mbah Sejo

Page 63: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

49

masyarakat Desa Sidomukti juga masih sangat membutuhkan tokoh

agama/sesepuh setempat untuk melakukan penghitungan mengenai waktu

yang cocok dan bagus untuk melaksanakan acara yang telah diniatkan.99

Ketika sudah mendapat jawaban, barulah acara segera dilaksanakan. Tokoh di

Desa Sidomukti yang dianggap cocok atau dipercaya masyarakat untuk

melakukan perhitungan ini adalah Mbah Sejo.100

C. Upacara Khitan di Desa Sidomukti

Istilah sunat dalam bahasa Arab adalah khitan. Kata itu secara

etimologis berarti memotong. Berbagai buku Fikih klasik menjelaskan bahwa

yang dimaksud dengan khitan atau sunat adalah memotong kuluf

(menghilangkan sebagian kulit) yang menutupi hasyafah atau ujung kepala

penis. Adapun sunat perempuan dalam bahasa Arab disebut khifadh berasal

dari kata khafdh yang artinya memotong ujung klitoris pada vagina.101

Kata khitan merupakan bentuk masdar dari kata kerja “khatana” yang

secara literal berarti memotong “al-Qath‟u”. Dalam Ensiklopedi Islam kata

“khatana” juga berarti memotong atau mengerat. Kata memotong dalam hal

ini mempunyai makna dan batasan-batasan khusus, bahwa makna khitan

adalah bagian kemaluan yang harus dipotong.102

Khitan berasal dari bahasa Arab “khatana” yang berarti memotong.

Dalam istilah Fiqih secara umum, khitan diartikan sebagai memotong

sebagian anggota tubuh tertentu. Pada praktiknya khitan antara anak laki-laki

dengan anak perempuan itu berbeda. Menurut Mawardi sebagaimana dikutip

dalam buku Fikih Dzabihah mengemukakan bahwa khitan laki-laki adalah

99 Wawancara pribadi dengan Mbah Sejo 100

Mbah Sejo adalah tokoh masyarakat sekaligus tokoh agama di Desa Sidomukti. Ia

bekerja sebagai seorang petani sekaligus sebagai salah satu ketua RT di Sidomukti. Ia dipercaya

masyarakat sebagai orang yang taat beribadah. Ia juga dianggap sebagai orang yang paling pas

dalam hitung-hitungan. Oleh karena itu setiap masyarakat yang hendak melakukan atau menggelar

suatu acara yang berkaitan dengan krisis kehidupan seperti menanam padi, mencukur rambut,

khitanan, perkawinan dll mendatanginya untuk meminta tanggal dan waktu yang tepat untuk menyelenggarakan acara tersebut. Ia juga yang membuat dan meletakkan serta mendoakan sesaji

yang digunakan dalam setiap selametan. 101

Faizah Wardhina, Sikap Ibu Terhadap Larangan Sunat Pada Anak Perempuan Di

Kelurahan Sekumpul Kabupaten Banjar, Jurkessia Volume III No. 1 November 2017, h. 14. 102

Nela Kamala, “Tinjauan Hukum Islam dan Kesehatan terhadap Khitan bagi Laki-laki

dan Perempuan”, Skripsi, Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009,

h.10.

Page 64: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

50

memotong kulit yang menutupi hasyafah (kepala penis). Adapun khitan

perempuan adalah memotong bagian paling atas dari faraj (kemaluan

perempuan).103

Dalam istilah medis, khitan disebut dengan sirkumsisi. Kata sirkumsisi

berasal dari bahasa Latin circum yang memiliki arti memutar dan caedere

yang memiliki arti memotong. Sirkumsisi adalah tindakan memotong atau

menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis pada

pria.104

Khitan (Sircumcision) banyak memberi manfaat, khususnya untuk

menjaga kebersihan organ penis. Adapun manfaat lainnya dari khitan ialah

dapat mencegah infeksi. Dalam jurnal Pediatric terbitan November 2006

khitan ternyata bisa mengurangi resiko tertular dan menyebabkan infeksi

penyakit menular sampai sekitar 50%.105

Khitan juga dapat mencegah kanker

serta dapat mengatasi keadaan phimosis.106

Khitan telah dilakukan sejak zaman prasejarah berdasarkan gambar-

gambar yang diamati di gua yang berasal dari zaman batu dan makam Mesir

Purba. Akan tetapi alasan melakukan khitan ini belum diketahui. Khitan pada

laki-laki diwajibkan pada agama Islam dan Yahudi. Khitan sudah

disyariatkan sejak zaman Nabi Ibrahim.

Berbagai referensi sejarah menunjukkan bahwa beberapa bangsa kuno

telah mengenal khitan. Injil Barnabas menyebutkan bahwa Adam adalah

manusia pertama yang dikhitan, dan ia melakukannya setelah bertaubat dari

dosa memakan buah pohon larangan.

Menurut para antropolog, budaya khitan sudah popular di kalangan

masyarakat sejak masa pra-Islam, selain sudah tercantum pada kitab-kitab

Samawi (Taurat dan Injil). Dibuktikan juga dengan ditemukannya mumi

perempuan Mesir Kuno pada abad ke-16 SM. Mumi itu memiliki tanda

103 M. Husain Nasir, Fikih Dzabihah (Jawa Timur: Pustaka Sidogiri, 2006), h. 60-61. 104 Adika Mianoki, Ensiklopedi Khitan, h. 9. 105

Helni Comp, Manfaat Khitan, diakses dari

https://www.scribd.com/doc/129883820/Manfaat-Khitan-Terhadap-Kesehatan pada 01 September

2018 Pukul 17.00 106

Phimosis adalah suatu keadaan dimana ujung preputium (kulit luar penis) mengalami

penyempitan sehingga tidak dapat ditarik ke arah proximal (bawah), melewati glans (kepala

penis), yang biasanya dapat mengakibatkan obstruksi air seni, jika hal ini didiamkan dan tidak dilakukan penanganan maka akan dapat mengakibatkan peradangan pada penis.

Page 65: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

51

pemotongan klitoris pada wanita. Oleh karena itu, tradisi khitan telah diakui

agama-agama di dunia, seperti Yahudi dan sebagian penganut Kristen.107

Khitan dalam Yahudi dilakukan untuk membedakan mereka dengan

yang lain. Mereka melestarikan tradisi khitan sebagai kewajiban dan rasa

setia kepada bangsa mereka. Khitan menjadi identitas mereka dengan yang

lain.

Pelaksanaan khitan ini telah diperintahkan sejak zaman Nabi Ibrahim

AS. Pelaksanaan khitan ini menjadi simbol dan pertanda ikatan perjanjian

suci dengan Allah. Sementara bagi penganut Koptik Kristen dan Yahudi,

khitan bukan hanya sebagai sebuah proses bedah kulit bersifat fisik semata,

tetapi juga menunjuk arti dan dan esensi kesucian. Khitan juga

melambangkan pembukaan tabir kebenaran dalam ikatan perjanjian suci yang

diikat antara Allah SWT dengan Nabi Ibrahim AS, yang kemudian diikuti

oleh pengikutnya.108

Khitan mungkin telah ada di Jawa sebelum mulainya zaman Islam pada

abad keenam belas. Akan tetapi, bekas-bekas upacara tersebut tidak

ditemukan. Upacara untuk merayakan khitanan atau sunatan ini pada

umumnya menyerupai upacara kepanggihan/perkawinan, tentunya dengan

menghilangkan unsur kedua mempelai. Khitan ini merupakan upacara

penyambutan masa remaja pada anak laki-laki.109

Khitan atau sunat menurut masyarakat Desa Sidomukti merupakan

bagian dari ajaran Islam yang sudah menjadi budaya mereka sendiri dan

sebuah proses pendewasaan diri bagi si anak. Jika anak sudah dikhitan maka

ia akan menjadi anak yang lebih bertanggung jawab, dewasa, mandiri, dan

disiplin serta sudah dapat membedakan mana yang baik dan mana yang

buruk. Sejak awal mereka memang sudah mengakui bahwa khitan adalah

bagian dari ajaran agama yang menjadi budaya mereka. Akan tetapi di dalam

upacara khitan ini tidak hanya unsur Islam yang terdapat didalamnya. Di

dalam upacara ini masih terdapat pengaruh kepercayaan masyarakat Jawa

107 Adika Mianoki, Ensiklopedi Khitan, h. 110. 108

Nela Kamala, “Tinjauan Hukum Islam dan Kesehatan terhadap Khitan bagi Laki-laki

dan Perempuan”, Skripsi, Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009,

h.14. 109

Clifford Geertz, The Religion of Java, h. 66.

Page 66: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

52

sebelum mereka mengenal Islam. Diantaranya adalah unsur animisme dan

Hinduisme. Unsur animisme ini terletak kepada kepercayaan mereka terhadap

roh-roh halus di sekitar mereka. Sedangkan unsur Hinduisme terletak pada

prosesi pembuatan dan pemberian sesajen.110

Khitan pada masyarakat Desa Sidomukti merupakan suatu langkah atau

kegiatan dalam rangka mensugesti anak supaya dia jangan takut. Hal ini dapat

dilihat ketika si anak akan berangkat khitan ia akan diantar oleh teman-

temannya yang mengiringinya. Kehadiran teman-temannya sengaja

dihadirkan dengan harapan untuk menyenangkan anaknya. Oleh karena itu

hal ini memberikan pengaruh secara psikologis kepada anak supaya dia tidak

takut dan merasa gembira.

Batasan anak laki-laki yang akan dikhitan tidak ditentukan. Namun

pada umumnya anak laki-laki di sini dikhitan pada usia sembilan sampai 12

tahun. Anak laki-laki yang sudah melihat temannya dikhitan akan merasa

malu sendiri jika dirinya belum dikhitan dan pasti akan segera meminta untuk

dikhitankan kepada orang tuanya. Akan tetapi karena dalam upacara khitan

ini memerlukan biaya yang tidak sedikit maka orang tua si anak pun akan

mempersiapkannya dari jauh-jauh hari untuk melaksanakan upacara khitan

ini. Akan tetapi, masyarakat Desa Sidomukti ini dalam kehidupan sehari-

harinya hidup dalam semangat kerukunan dan gotong royong. Oleh karena

itu, mereka dalam mengeluarkan biaya yang besar itu biasanya menabung

dengan cara menyumbangkan makanan atau tenaga kepada tetangga atau

kerabat yang menggelar acara seperti khitanan sehingga ketika mereka

menyelenggarakan acara yang sama akan dikembalikan oleh orang-orang

yang pernah mereka sumbangkan sebelumnya sehingga biaya yang besar itu

menjadi lebih ringan.

Menurut kebiasaan penyunatan dikerjakan oleh seorang ahli yang

disebut dengan Calak yang seringkali juga merangkap sebagai tukang cukur,

jagal, atau dukun.111

Di masa sekarang ini orang-orang yang menyunatkan

atau mengkhitan anaknya membawa anaknya ke klinik khitan atau ke mantri-

mantri terdekat. Di Desa Sidomukti ini terdapat dua orang calak yang sudah

110 Wawancara pribadi dengan Ustadz Mutoyo, Sidomukti 30 Agustus 2018. 111

Clifford Geertz, The Religion of Java, h.66.

Page 67: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

53

terlatih. Namun, mereka banyak juga yang membawa anaknya ke mantri-

mantri terdekat dan yang terdekat adalah ada di desa sebelah dan satu lagi

berada di Kecamatan Kajen.

Upacara khitan ini memiliki urutan prosesi yang lumayan panjang.

Dalam upacara ini ada perhitungan hari, pembuatan sesajen, selametan dan

lain sebagainya. Tahapan upacara khitan ini adalah sebagai berikut:

Pertama, untuk menentukan waktu penyelenggaraan khitan ini

diperlukan penggunaan sistem petungan.112

Petungan itu dilihat berdasarkan

pasaran dan weton si anak yang akan dikhitan. Pasaran yang dimaksud

adalah di dalam masyarakat Jawa dibalik ada tujuh hari yang biasa kita kenal,

orang Jawa ini juga memakai sistem pasaran yang berjumlah lima. Kemudian

selain pasaran, juga harus ditentukan wetonnya.113

Selain itu, juga ada nilai

angka yang disematkan pada tiap-tiap hari itu yang disebut dengan neptu.

Dalam prosesi hitungan yang digunakan oleh tokoh masyarakat Desa

Sidomukti yaitu Mbah Sejo, berikut adalah hitungan-hitungan yang ditulis

oleh Mbah Sejo sendiri.

Tabel 4.1 Hari beserta Neptu

Hari Neptu

Minggu 5

Senin 4

Selasa 3

Rabu 7

Kamis 8

Jumat 6

Sabtu 9

112

Petungan adalah suatu sistem ramalan numerologi orang Jawa atau disebut juga dengan

hitungan. 113

Weton disebut juga dengan hari kelahiran. Jadi yang dimaksudkan dengan weton adalah

gabungan antara pasaran dengan hari kelahiran.

Page 68: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

54

Tabel 4.2 Pasaran beserta Neptu

Pasaran Neptu

Kliwon 8

Manis 5

Pahing 9

Pon 7

Wage 4

Berdasarkan tabel di atas untuk menentukan tanggal pelaksanaan khitan

dihitung berdasarkan hari kelahiran anak yang akan dikhitan berdasarkan

sistem penanggalan Jawa. Jika si anak lahir pada hari Minggu Kliwon maka

berdasarkan harinya adalah Minggu neptu 5, Kliwon neptu 8. Keduanya

dijumlahkan dan hasilnya adalah 13. Setelah dijumlahkan kemudian hitung

menggunakan 10 jari dengan mungal-mangil-blegedu-wong sampai ketemu

jumlah hari kelahiran si anak yang telah dihitung tadi. Hari yang dicari harus

jatuh pada mungal atau mangil.114

Jika jumlahnya 13 berarti jatuh pada

mungal. Itu artinya si anak dapat melakukan khitan pada Minggu Kliwon

karena itu akan memberikan kebaikan kepada anak itu sendiri. Akan tetapi,

jika hitungan hari kelahiran si anak jatuh pada blegedu-wong,115

misalnya

ketika anak laki-laki yang akan dikhitan itu lahir pada Kamis Kliwon maka

jumlahnya adalah 16 dan ini jatuh pada wong, yang berarti ia tidak boleh

melangsungkan khitan pada hari Kamis Kliwon. Dengan demikian hal yang

harus dilakukan adalah melaksanakan khitannya dua hari setelah hari

lahirnya. Berdasarkan kepercayaan masyarakat jika jatuh pada blegedu-wong

maka si anak yang akan dikhitan pasti akan tidak baik, menjadi pemalas,

nakal, dan segala hal yang buruk yang akan menimpanya. Oleh karena itu,

untuk menghindari itu semua maka menggelarnya adalah dua hari setelah

kelahirannya. Sebagaimana kepercayaan masyarakat Jawa bahwa segala

114 Mungal dan mangil adalah segala sesuatu sifat yang bersifat positif, misalnya seperti

rajin, penurut, patuh, teguh pendirian, jujur, dan lain-lain. 115

Belegedu dan wong diartikan sebagai segala sesuatu sifat yang negatif, misalnya seperti pemalas, nakal, pembangkang, dsb, sehingga ketika hitungan jatuh pada blegedu dan wong, maka

penentuan harinya adalah dua hari setelah hari kelahirannya.

Page 69: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

55

sesuatu yang buruk masih bisa disiasati dengan mencari jalan keluarnya,

karena inilah letak fungsi primbon.

Kedua sesudah sistem petungan diterapkan dan hari baik dipilih, suatu

selametan sudah dapat diselenggarakan. Selametan ini ditujukan sebagai

bentuk rasa syukur dan bertujuan agar hajatannya tidak ada gangguan dan

halangan didalamnya. Proses selametan yang pertama ini diawali dengan

proses pembuatan sesajen. Dalam membuat sesajen tuan rumah sudah

menyiapkan segala macam sajen dan uborampenya dengan memanggil tokoh

masyarakat yang dipercaya untuk membuat sesajen. Tokoh masyarakat ini

ialah tokoh yang juga menghitung waktu yang sesuai untuk melakukan

pelaksanaan upacara khitan. Sesajen ini diletakkan di sebuah kamar biasanya

di pojok dekat kamar mandi. Segala macamnya sudah disiapkan oleh tuan

rumah yang punya hajat. Kemudian si mbah ini akan mempersiapkan untuk

membuat dan meletakkannya. Khususnya yang dibuatnya adalah macam-

macam jenang atau bubur. Bubur itu terdiri dari jenang putih, jenang abang,

jenang pliringan, dan jenang bekatul. Semuanya masing-masing dibuat dua

diletakkan di atas daun pisang dan disusun rapih diletakkan bersama dengan

uborampe sajen yang lain. Jenang atau bubur merupakan uborampe116

yang

tidak pernah ketinggalan dan tidak pernah dilupakan serta tidak pernah

ditinggalkan dalam setiap ritual orang Jawa, sebagaimana uborampe lainnya

jenang-jenangan ini merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang

orang Jawa.117

Setiap sajen dan uborampenya masing-masing memiliki

makna tersendiri meskipun tidak semua orang yang mengetahui maknanya

karena mereka hanya tau sebatas luarnya saja.

Jenang atau bubur yang dibuat dalam tradisi khitanan pada masyarakat

Desa Sidomukti sama sebagaimana masyarakat Jawa pada umumnya. Bubur

atau jenang-jenangan yang dibuat dalam prosesi tersebut adalah jenang putih,

jenang abang, jenang baro-baro, dan jenang pliringan. Semuanya masing-

masing dibuat dua tempat yang diletakkan di atas daun pisang dan dibuat saat

116 Uborampe merupakan bahasa Jawa yang artinya segala perlengkapan yang diperlukan

dalam sesajen. 117

Wahyana Giri, Sajen dan Ritual Orang Jawa (Yogyakarta: Narasi, 2010), h. 30.

Page 70: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

56

ruangan di dalam rumah yang melakukan hajat dikunci dan tak boleh seorang

pun yang boleh memasuki ruangan tersebut.118

Setiap bubur yang dibuat memiliki makna masing-masing. Jenang putih

dibuat dari beras dan diberi sedikit garam. Sesuai namanya, bubur ini

berwarna putih. Jenang putih ini sebagai simbol yang menunjukkan

penghormatan dan harapan seseorang yang ditujukan kepada orang tua atau

leluhurnya agar senantiasa diberi doa restu dan mendapatkan keselamatan.

Jenang putih ini dilambangkan sebagai lambang bibit dari ayah (sperma) yang

selalu dipasangkan dengan jenang abang karena masing-masing memiliki

makna tertentu dan tak dapat dipisahkan.

Jenang abang merupakan bubur yang dibuat dari beras dengan

dibumbui sedikit garam dan gula merah sehingga berubah warna menjadi

merah. Jenang abang ini dimaksudkan sebagai simbol penghormatan kepada

orang tua agar diberi restu dan mendapatkan keselamatan. Jenang abang ini

merupakan simbol lambang bibit dari ibu. Jenang abang dan jenang putih

merupakan lambang terciptanya kehidupan manusia yang tercipta dari air

kehidupan orang tuanya. Jenang putih dan jenang abang ini dilambangkan

sebagai terjadinya anak karena adanya ibu dan bapaknya, sehingga kewajiban

bagi setiap orang untuk menghormati orang tuanya.119

Jenang baro-baro atau disebut dengan bubur bekatul adalah bubur yang

dibuat dari tepung kulit beras bagian dalam kemudian diatasnya diberi

potongan gula merah kecil-kecil. Uborampe ini ditujukan untuk Kakang

Kawah Adi Ari-ari (air ketuban dan tembuni yang keluar saat bayi

dilahirkan). Dari kepercayaan nenek moyang bahwa keduanya itu merupakan

saudara gaib jabang bayi. Oleh karena itu bubur ini dibuat agar tidak

mengganggu orang yang sedang melakukan selametan atau hajatan.120

Bubur yang terakhir adalah bubur merah putih atau disebut juga dengan

jenang pliringan. Bubur ini seperti namanya merupakan bubur yang dibuat

dari beras, bentuknya separuh merah (diberi gula merah) dan separuh lagi

berwarna putih. Pertama yang diletakkan adalah bubur putih dulu setelah itu

118 Wawancara pribadi dengan Ibu Turah 119 Wahyana Giri, Sajen dan Ritual Orang Jawa, h. 31. 120

Wahyana Giri, Sajen dan Ritual Orang Jawa, h. 32.

Page 71: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

57

bubur putih yang ada di panci diberi gula merah sedikit kemudian diaduk dan

setelah berubah warna diletakkan dengan bubur putih tadi, sehingga jadilah

bubur merah putih. Bubur ini dimaksudkan sebagai penghormatan kepada

prajurit Ratu Kidul yang bertugas di angkasa dan daratan. Penghormatan ini

bertujuan agar sesama makhluk Tuhan dapat berjalan beriringan dan tidak

saling mengganggu.121

Selain tumpeng dan jenang-jenangan uborampe sajen selalu disajikan

dengan dilengkapi dengan beragam jenis makanan, minuman bahkan

terkadang masih dilengkapi dengan beberapa jenis barang. Pelengkap sesajen

ini disajikan sesuai dengan tujuan dan keperluan orang yang melakukan

selametan. Perlengkapan uborampe sajen orang yang melakukan khitanan

tentu berbeda dengan uborampe sajen orang yang melakukan selametan

bersih desa atau panen padi. Oleh karena itu, berdasarkan penelitian yang

penulis lakukan bahwa dalam tradisi khitanan ini uborampe sajen yang ada

ialah kupat luwar, kupat lepet, kemenyan, tukon pasar atau jajanan pasar,

ketan, pisang emas, sisir dan cermin, telur ayam, beras dan tali, sirih, lawang-

lawang, kopi pahit, kopi manis, teh tawar, teh manis, dan air tawar semuanya

memiliki makna masing-masing.

Kupat luwar bentuknya memanjang. Kupat ini dimaknai sebagai

lambang bahwa orang yang melakukan selametan atau hajatan telah menepati

janjinya. Kupat lepet bentuknya seperti kupat segi empat, namun bentuknya

lebih kecil. Uborampe ini dimaknai sebagai simbol permohonan maaf atas

segala kesalahan yang pernah dilakukan.

Selain itu, ada sebuah nasi yang dibuat seperti kerucut yang kemudian

diberi cabai, bawang merah, dan bawang putih yang ditusuk pakai lidi

kemudian ditancapkan di ujung nasi yang berbentuk kerucut ini. Sajen ini

tidak semua diletakkan bersama sesajen lainnya di kamar. Satu diletakkan di

kamar, kemudian satu lagi diletakkan di atas pintu kamar mandi, kemudian

diletakkan di atas pintu masuk rumah, dan satu lagi diletakkan di jembatan

kali dekat rumah yang punya hajat agar tidak ada halangan apapun pada anak

yang dikhitan mulai dari dia mau berangkat sampai dia kembali lagi ke

121

Wahyana Giri, Sajen dan Ritual Orang Jawa, h. 32.

Page 72: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

58

rumahnya setelah dikhitan.122

Masyarakat di sini masih percaya akan adanya

makhluk-makhluk halus, seperti tuyul contohnya. Dengan kepercayaan

mereka itu, maka ada juga di dalam ruangan itu yang meletakkan cermin

besar, air cabai, kemudian kepiting sawah yang diletakkan di baskom, kendi

tempat uang yang ditutupi kain putih. Tujuannya adalah dengan adanya itu

tuyul itu akan memainkan kepiting sawah dan ketika melihat air cabai,

sehingga uang orang yang melakukan hajat itu tidak bisa diambil olehnya.

Jika ada tuyul, maka cermin besar tadi akan bergoyang-goyang.123

Setelah

semua sesajen sudah rapih dibuat dan diletakkan sesuai tempatnya kemudian

dimulailah pembakaran menyan di dalam ruangan tadi. Akan tetapi ketika

pembakaran menyan kita tidak akan menemukan mantra-mantra aneh, namun

kemenyan itu didoakan seperti doa-doa biasa yang suka kita dengar. Doa itu

ditujukan pada roh-roh orang tua yang telah meninggal, para wali, para raja-

raja Jawa, dan juga kepada para nabi dan rasul.124

Setelah pembakaran

kemenyan selesai, secara otomatis bahwa kamar itu telah dikunci dan tidak

ada seroang pun yang boleh memasuki kamar tersebut kecuali tuan rumah

yang punya hajat. Nasi kolong ini dibuat dari nasi biasa yang dibungkus daun

pisang dengan diisi dengan lauk pauk seperti bihun, ayam, telur, sayuran

seperti wortel dan buncis yang akan dibagi-bagikan kepada tetangga maupun

saudara. Namun, tidak semua masyarakat menggunakan nasi kolong ini. Ini

hanya tradisi biasa yang dapat diganti dengan makanan lainnya. Seiring

dengan berjalannya waktu, orang bisa mencari cara yang praktis dan lebih

simpel. Masyarakat juga bisa menggunakan roti yang dibungkus untuk

dibagikan kepada tetangga maupun saudaranya. Hal yang terpenting dari

122 Wawancara pribadi dengan Ibu Turah 123 Wawancara pribadi dengan Ibu Darmu‟i 124

Dalam pembakaran menyan di sini dimulainya dengan pembacaan do‟a yang dilakukan

oleh Mbah Sejo. Do‟anya adalah bismillahirrohmanirrohim, assalaamu‟alaikum ya ahlil kubur,

assalamu‟alaikum ya Nabiyyil Muhammadin, Assalamu‟alaikum ya abaina „adam wa ummiya

Hawa, Assalamu‟alaikum yaa sulthoonil auliyaa, Al-Fatihah…. Khususon ilaa Syekh Abdul Qodir Jailany, al-Fatihah …. Khususon ilaa jami‟il ambiyaai wa khususon ilaa Hadroti Sunan Ngampel

wa khususon ilaa khadroti sunan Maulana Ibrohim wa khususon ilaa hadroti Sunan Makdum

Ibrahim wa khususon ilaa hadroti Sunan Paku, Al-Fatihah ….khususon ilaa hadroti Sunan Drajat

wa khususon ilaa Sunan Kudus wa khususon ilaa Sunan Muria wa khususon ilaa Sunan Gunung

Jati wa khususon ilaa Sunan Kalijogo, Al-Fatihah … khususon ilaa syaikhi mas masyaikihi wa

khususon ilaa walidaini, Al-Fatihah …. Wa khususon ilaa jami‟il muslimiina wal muslimaat

mu‟miniina wal mu‟minat, Al-Fatihah.

Page 73: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

59

makna pembagian nasi kolong ini adalah orang yang memiliki hajat sudah

memiliki rasa ikhlas, mau memberi, dan rela berbagi sebagai rasa syukur

kepada Allah Swt karena telah dapat menjalankan perintahnya.

Ketiga, jika si anak laki-laki yang dikhitan ini adalah anak satu-satunya

atau anak tunggal, maka anak ini harus diruwat.125

Baik dia nanti akan punya

adik lagi atau tidak anak itu harus diruwat agar anak itu menjadi anak yang

penurut dan berbakti kepada orang tuanya serta tidak menjadi anak yang

berperangai buruk. Upacara ruwatan ini berbeda dengan upacara selametan

yang sering dilakukan banyak orang. Rangkaian upacara ini membutuhkan

sarana prosesi yang lengkap, salah satunya dengan pergelaran wayang kulit.

Untuk pagelaran wayang kulit dengan lakon Murwakala biasanya diperlukan

perlengkapan sebagai berikut:

1. Alat musik Jawa (gamelan)

2. Wayang kulit

3. Kelir atau layat kain

4. Blencong atau lampu dari minyak

Selain perlengkapan di atas, dalam ruwatan juga diperlukan sesajian

sebagai berikut:

1. Daun beringin, dadap serep, daun alang-alang

2. Api (batuarang) di dalam anglo, kipas beserta kemenyan (ratus wangi)

yang akan dipergunakan Kyai Dalang selama pertunjukan

3. Kain mori putih kurang lebih panjangnya 3 meter direntangkan di bawah

debog (batang pisang) atau ada juga yang diletakkan di atas kendi besar

Dalam prosesi meruwat ini tuan rumah memanggil dalang. Dalang ini

akan menceritakan lakon wayang. Akan tetapi, jika orang yang melakukan

hajat adalah orang berada, maka pergelaran wayang itu akan digelar tengah

malam dan besar-besaran serta yang melihat pertunjukan wayang itu harus

mengikuti sampai selesai dan tidak boleh mengantuk. Pada kalangan rakyat

biasa mereka yang memiliki anak laki-laki tunggal akan memanggil dalang

125

Ruwat artinya pelepasan atau pembebasan dari malapetaka dan hal itu menjadi sakral

dan dipercaya. Ruwat yang dilakukan di Sidomukti bukan dengan cara memandikan anak atau

orang yang akan di ruwat. Akan tetapi, anak atau orang yang akan di ruwat hanya dibacakan doa

agar dirinya menjadi bersih dan terhindar dari marabahaya atau malapetaka dengan dicium kening

dan ditiup ubun-ubun kepalanya sambil didoakan.

Page 74: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

60

biasa yang menceritakan lakon wayang. Anak yang dikhitan dan bapak dari

anak yang dikhitan duduk berdekatan dengan posisi duduk dalang tersebut.

Dalam prosesi meruwat ini juga disediakan sesajen yang lebih lengkap

daripada sesajen yang dibuat saat gelar selametan pertama. Sesajen itu

diantaranya juga ada nasi kolong yang hanya diletakkan di atas daun pisang

namun tidak dibungkus ada juga yang dibungkus, kemudian kasur, bantal,

guling, labu, aneka macam buah-buahan seperti semangka, salak, jeruk, dan

pisang, aneka kacang-kacangan, jagung rebus, ubi rebus, kopi pahit, kopi

manis, teh pahit, teh manis, air tawar dan juga lawang-lawang serta jenang-

jenangan.126

Dengan demikian tujuan dari proses ruwatan ini adalah mendoakan

anak yang hendak diruwat agar terhindar dari segala sesuatu yang buruk dan

membuang sial.127

Dalam ruwatan ini anak akan didoakan oleh dalang dan

para tetangga maupun kerabat yang datang dalam upacara ruwat ini agar si

anak dan yang ikut upacara ini mendapat berkah dan keselamatan serta

terhindar dari kesialan. Anak laki-laki itu akan dicium keningnya dan

kepalanya oleh dalang. Setelah dupa itu dimatikan berarti sebagai penanda

bahwa upacara ruwatan telah selesai dan tiba waktunya untuk makan bersama

atas hidangan yang telah dihidangkan tuan rumah. Setelah makan bersama

selesai kemudian tuan rumah membagikan nasi kolong yang sudah dibungkus

untuk dibawa pulang oleh tamu yang menghadiri upacara ruwatan.

Keempat tahapannya adalah anak lelaki yang akan dikhitan diberi jamu

yang hangat kemudian dipijat dengan dukun pijat dan kemudian tubuhnya

dibaluri dengan bedak kuning. Anak itu memakai kain sarung baru dan baju

koko baru.128

Teman-teman dari anak lelaki itu pun ikut mengantar anak yang

126 Wawancara pribadi dengan Ibu Turah 127 Wawancara pribadi dengan Mbah Sejo 128

Menilik sejarah diperkirakan baju koko merupakan baju pria di daratan Tiongkok. Baju

ini telah beradaptasi dengan masyarakat Indonesia sejak dulu. Kerajaan Islam sudah banyak

berhubungan dengan bangsa Tiongkok. Baju tersebut masuk ke Indonesia dibawa saat orang-orang Tiongkok berdagang. Walau sebenarnya, sebelum kerajaan Islam berdiri, kerajaan-kerajaan di

Nusantara seperti Sriwijaya dan Tarumanegara diketahui sudah berhubungan dengan bangsa

Tiongkok. Pendapat lainnya, baju koko ini digunakan identitas masyarakat Tiongkok yang

menjadi muslim di Indonesia. Saat penjajahan Belanda, mereka tidak suka melihat kedekatan

orang Indonesia dengan Tiongkok, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan perlawanan. Untuk

menyiasatinya, orang Tiongkok muslim ini memakai baju koko saat ke masjid dan menjadi „tanda‟

bagi mereka. (diakses dari Netral News.com Inilah Penjelasan dinamai Baju Koko dari

Page 75: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

61

akan dikhitan berangkat ke mantri dengan menggunakan mobil pick up untuk

meramaikan upacara khitan. Selama anak dikhitan orang-orang yang berada

di rumahnya melakukan acara selametan dengan tujuan agar anak yang

dikhitan bisa selamat dari berangkat sampai pulang ke rumah dengan tidak

ada kendala dan halangan apapun. Pada selametan ini banyak orang yang

menghadirinya karena semua tetangga, baik saudara atau bukan semuanya

diundang untuk menghadiri. Mereka yang berasal dari berbagai kalangan

duduk bersama. Tidak ada perbedaan antara orang yang berada dengan orang

yang tidak berada. Di sini menunjukkan makna selametan sebagai alat

pemersatu masyarakat tanpa mengenal golongan apapun. Selametan ini

dipimpin oleh seorang tokoh agama yang disebut dengan panggilan ustadz.

Selametan ini diawali dengan sambutan dari orang yang mewakili tuan rumah

dengan menyampaikan maksud dan tujuan dari menyelenggarakan selametan

ini. Setelah itu diadakan pembacaan doa yang diawali dengan pembacaan Al-

Fatihah kemudian diteruskan dengan pembacaan doa-doa khusus dalam

Islam. Kemudian ditutup dengan salam dan disuguhkan hidangan makanan

yang sudah disiapkan oleh tuan rumah sambil menunggu anak yang dikhitan

sampai ke rumah.

Kelima adalah sesampainya anak di rumah orang tua dari anak lelaki

yang dikhitan itu menyebarkan koin. Koin itu berupa uang koin Rp 500 dan

Rp 1.000. uang koin itu disebar dan teman-temannya akan rebutan untuk

mengambil uang koin yang disebar. Uang koin yang disebar ini memiliki

makna sebagai rasa syukur orang tua tersebut karena anaknya sudah dikhitan

dan sampai dengan selamat serta mengajarkan anak-anak untuk rela berbagi

kepada orang lain. kelak suatu saat mereka dewasa nanti mereka akan jadi

anak yang mau berbagi kepada orang lain.129

Setelah prosesi itu selesai tahap selanjutnya adalah teman-temannya

makan makanan yang disediakan di meja dihadapan anak yang disunat.

Makanan itu biasanya seperti kue-kue, dan buah-buahan. Si anak yang

http://www.netralnews.com/ramadan/read/82742/inilah.penjelasan.dinamai.baju.koko pada 05

Oktober 2018 Pukul 12.30.

129 Wawancara pribadi dengan Ibu Turah

Page 76: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

62

disunat juga boleh makan sepuasnya malam itu sebelum esoknya ia tidak

boleh makan apa-apa. Kemudian para tamu yang hadir memberikan hadiah

kepada anak yang dikhitan. Hadiah itu biasanya berupa uang yang

dimasukkan ke dalam amplop.130

D. Analisis Terhadap Akulturasi Unsur Islam dan Budaya Jawa dalam

Tradisi Khitanan

Berdasarkan sejarah Islam masuk pertama melalui pesisir. Wilayah-

wilayah pesisir yang awalnya merupakan wilayah berkembangnya

perdagangan rempah-rempah di laut Nusantara menimbulkan suatu lapisan

pedagang yang makmur dan aristokrasi pelabuhan yang kuat. Pada sekitar

abad ke-13 kekuatan Sriwijaya merosot dan kekuasaan-kekuasaan di Jawa

Timur sedang naik, rupa-rupanya perdagangan di Nusantara bagian barat

jatuh ke tangan bangsa-bangsa asing, yaitu Persia dan Gujarat yang pada

waktu itu mulai memeluk Islam. Pada waktu itu perdagangan di Nusantara

juga mulai dikuasai oleh Negara-negara lain di Asia Tenggara selain Persia

dan Gujarat, yaitu Chen-La di Muangthai dan Laos sekarang dan Champa di

Vietnam Tengah. Sejak abad ke-14 Majapahit berhasil menduduki tempat-

tempat strategis di seluruh Nusantara. Armada perang Majapahit juga pada

saat itu memegang kekuasaan maritim di Indonesia.131

Pada akhir abad ke-14 dan seluruh abad ke-15 Majapahit mundur dan

begitupun kekuasaan maritimnya. Beberapa kota pantai di Jawa pada

khususnya dan di wilayah lain pada umumnya yang paling intensif

berhubungan dengan pedagang-pedagang asing dapat mempergunakan

pedagang-pedagang itu untuk kepentingan mereka sendiri dan dengan

demikian sepanjang abad ke-15 berkembang menjadi daerah-daerah yang

dapat merongrong kekuasaan Majapahit di pedalaman. Dengan demikian

timbullah Malaka di Semenanjung Malaya, Aceh di Pucuk Sumatera, Banten

130 Wawancara pribadi dengan Ibu Turah 131

Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Sapdodadi, Djambatan, 1979), h. 24.

Page 77: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

63

di Jawa Barat, dan Demak di Pantai Utara Jawa serta Goa di Sulawesi

Selatan.132

Dalam proses perkembangan daerah-daerah tersebut, pedagang

Indonesia yang menjadi kaya dan golongan bangsawan yang timbul di sana

rupanya mereka terpengaruh oleh agama Islam. Gelombang pengaruh

pertama itu berasal dari Persia dan Gujarat di India Selatan, sedangkan di

sana itu pada waktu itu banyak mengandung unsur-unsur mistik. Dengan

demikian Islam yang masuk di Pekalongan karena berdasarkan letaknya yang

berada di pantai Utara Jawa menggambarkan bahwa unsur-unsur mistik yang

ada itu merupakan pengaruh yang didapat dari proses islamisasi yang terjadi

pada pengaruh gelombang pertama. Oleh karena itu, agama Islam seperti

itulah yang disebarkan oleh penyiar-penyiar yang kemudian disebut dengan

wali.

Di daerah-daerah yang belum terpengaruh oleh kebudayaan Hindu,

agama Islam mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakat.

Contohnya adalah di Aceh, Banten, dan di Sulawesi Selatan. Begitupun di

Sumatera, seperti di Sumatera Timur, Sumatera Barat, dan pantai Kalimantan.

Akan tetapi di daerah-daerah yang sudah terdapat pengaruh kebudayaan

Hindu yang mengakar kuat di wilayahnya seperti Jawa Tengah dan Jawa

Timur, agama Islam dirubah menjadi suatu agama yang kita kenal dengan

nama agama Jawa.133

Perkembangan Islam di Jawa tidak terdokumentasikan dengan baik,

namun manuskrip-manuskrip abad ke-16 menunjukkan bahwa Islam

mengakomodasi dirinya dengan lingkugan budaya Jawa. Pada awal abad ke-

17 dinasti yang berkuasa adalah dinasti Mataram. Raja terbesarnya adalah

Sultan Agung. Ia melakukan rekonsiliasi antara identitas islamik dan tradisi

kerajaan Jawa. Ia tidak memutus hubungan dengan penguasa rohani tertinggi

yang diyakini oleh masyarakat asli Jawa Tengah, yaitu Ratu Kidul, akan

tetapi ia melakukan upaya-upaya menjadikan kerajaannya menjadi lebih

islami. Misalnya, ia melakukan ziarah ke makam Sunan Bayat yang diyakini

132 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, h.25. 133

Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, h.26.

Page 78: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

64

ia adalah wali yang menyebarkan Islam di Mataram.134

Kemudian ia juga

meninggalkan sistem penanggalan Jawa Kuno Saka yang bergaya India dan

menggantikannya dengan sistem penanggalan Jawa hibrid yang

menggunakan sistem penanggalan hijriah. Sistem penanggalan Jawa yang

menggunakan sistem penanggalan hijriah inilah yang digunakan oleh

masyarakat Desa Sidomukti sebagai acuan untuk melakukan sistem petungan

berdasarkan pasaran dan wetonnya.

Rekonsiliasi antara identitas islamik dan tradisi kerajaan Jawa yang

digagas Sultan Agung tidak dilanjutkan dengan antusiasme yang sama

besarnya oleh para penerusnya hingga beberapa dasawarsa, sebagian besar

pemberontakan terhadap dinasti tersebut dengan menggunakan nama Islam

sebagai justifikasi mereka. Dalam hal ini sekitar tahun 1670-an orang-orang

Madura, Makassar dan bukan Jawa lainnya terlibat dalam perang Jawa. Pada

peristiwa ini dinasti meminta bantuan VOC (perusahaan dagang Hindia

Belanda) untuk mendapatkan bantuan militer. Setelah beberapa dasawarsa

perang sipil itu terjadi yang merugikan identitas religious memainkan peranan

besar, rekonsiliasi kedua antara Mataram dengan kesadaran islamik terjadi

selama kekuasaan Pakubuwana II. Ada berbagai upaya yang dibuat pihak

keratin untuk menjadikan masyarakat lebih saleh secara Islami. Masyarakat

diperintahkan agar rajin datang ke masjid untuk beribadah pada hari Jumat,

judi dianggap sebagai perbuatan yang melanggar hukum istana, dan ada bukti

bahwa tangan pencuri dipotong. Namun demikian, berbagai doktrin pra-

Islam, karya sastra, dan praktik lain tetap dipertahankan di dalam istana,

tetapi semuanya itu kini dipahami sebagai sesuatu yang sepenuhnya islami.

Proyek islamisasi ini juga idiosinkratis dalam hal-hal lain.135

Pada kenyataannya, Pakubuwana II ini adalah seorang muda yang

mudah terombang-ambing. Pada masanya mengalami kekacauan politis dan

terjadi banyak pemberontakan. Selama terjadi kekacauan politis ini,

rekonsiliasi antara identitas, keyakinan serta gaya Jawa dan Islam

134 Merle Ricklefs, Islamisation and Its Opponents in Java, terj. Mengislamkan Jawa

Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai Sekarang (Jakarta: Serambi Ilmu

Semesta, 2013), h.32-33. 135

Merle Ricklefs, Islamisation and Its Opponents in Java, h.34.

Page 79: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

65

menghasilkan dengan apa yang disebut dengan sintesis mistik. Sintesis ini

didasarkan pada tiga pilar utama. Pertama, yaitu suatu kesadaran identitas

islami yang kuat. Kedua, pelaksanaan lima rukun ritual dalam Islam

(mengucapkan dua kalimat syahadat, shalat lima kali sehari, membayar zakat,

berpuasa Ramadan, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu). Ketiga,

penerimaan terhadap realitas kekuatan-kekuatan roh lokal.136

Islam memang terasakan dalam kehidupan masyarakat Jawa, namun

Islam itu hanya sedikit sekali terpengaruh oleh kaum intelektual modernis

yang tinggal di perkotaan. Bagi sebagian besar sisanya, Islam yang mereka

kenal adalah Islam sebagaimana dihidupi oleh para kiai di pedesaan dan

tarekat-tarekat mistik. Mayoritas orang Jawa hidup sebagai kaum abangan

yang tidak terlalu tertarik pada Islam, meski mereka menambahkan ritual-

ritual Islam pada waktu kelahiran, khitanan, pernikahan atau pemakaman.137

Masyarakat Desa Sidomukti dalam menjalankan kehidupannya

menggunakan agama dan budaya sebagai pedoman hidup mereka. Artinya

mereka menyeimbangkan keduanya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka

menjalankan perintah agama Islam dengan tidak meninggalkan tradisi

kebudayaan mereka.

Mengutip pengertian agama menurut M. Ridwan Lubis sebagaimana

agama diartikan seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan

manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhan, mengatur hubungan

manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya.138

Begitu pula

yang terjadi dalam masyarakat Sidomukti sebagai masyarakat beragama

dalam berhubungan dengan Tuhan sebagai masyarakat Islam Jawa mereka

melaksanakan syari‟at Islam dengan menggunakan tradisi yang sudah ada

sebelumnya yang penuh dengan simbol-simbol yang memiliki makna sebagai

perantara hubungan mereka dengan Tuhan dan lingkungannya.

Masyarakat Desa Sidomukti yang merupakan masyarakat Jawa awalnya

mereka belum menganut agama Islam. Akan tetapi, Islam masuk dan mereka

136 Merle Ricklefs, Islamisation and Its Opponents in Java, h.34. 137 Merle Ricklefs, Islamisation and Its Opponents in Java, h.114. 138

M. Ridwan Lubis, Agama dalam Diskursus Intelektual, h. 6-7.

Page 80: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

66

menerimanya. Dengan demikian terjadi proses sosial antara masyarakat Desa

Sidomukti dengan Islam.

Akulturasi menurut Koentjaraningrat adalah proses sosial yang timbul

bila salah suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu

dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing, sehingga unsur-unsur

kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam

kebudayaannya sendiri tanpa kehilangan kebudayaan aslinya. Dalam kasus ini

Islam sebagai kebudayaan asing yang masuk dan masyarakat Jawa sebagai

penerima kebudayaan asing tersebut. Islam yang masuk ke tanah Jawa adalah

Islam yang diajarkan atau dibawa oleh para walisongo atau penyiar Islam

dengan menggunakan pendekatan kultural. Mereka menggunakan strategi

dakwah kultural untuk menyebarkan dan mengajarkan ajaran Islam kepada

masyarakat Jawa. Akibat yang terjadi adalah mereka menerima dan mengakui

Islam sebagai agama mereka dengan menjalankan syari‟at-syari‟at Islam,

namun mereka tetap menggunakan tradisi-tradisi yang mereka sudah pelajari

sebelum mereka mengenal Islam akan tetapi isi didalamnya dimasukkan

dengan unsur-unsur Islam seperti doa-doa yang diajarkan dalam Islam. Hal

ini menunjukkan bahwa para penyiar Islam melakukan hubungan dengan

masyarakat Jawa sehingga terjadi proses interaksi antara dua kebudayaan

tersebut yang terjadi secara intensif tanpa mereka merasa kehilangan

kebudayaan aslinya.

Dalam tradisi khitanan masyarakat melaksanakan ini sebagai salah satu

perintah atau ajaran Islam yang wajib dilaksanakan sebagai seorang muslim.

Pada saat tradisi khitanan dilaksanakan hal yang tak dapat dihilangkan adalah

adanya sistem petungan atau numerology orang Jawa dan selametan yang

didalamnya diisi dengan aneka macam sesajen yang sudah menjadi tradisi

mereka sebelum mengenal Islam. Hal ini menunjukkan bahwa akulturasi

unsur Islam dan budaya Jawa dalam Tradisi Khitanan di Desa Sidomukti

Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan telah terjadi.

Menurut sejumlah informan yang berhasil penulis wawancarai tokoh

agama yang mengerti sistem petungan dan membuat sesajen dalam ruangan

Page 81: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

67

di desa ini adalah Mbah Sejo.139

Mbah Sejo adalah seorang lelaki paruh baya

yang berumur kurang lebih 50 tahun. Ia adalah seorang petani dan seorang

muslim yang taat beribadah. Ia pergi ke sawah pada pagi hari, namun ketika

menjelang waktu sholat zuhur ia pulang untuk mandi dan bersih-bersih

bersiap untuk melaksanakan sholat di Musholla. Ia juga berkedudukan

sebagai ketua Rukun Tetangga di Desa Sidomukti. Ia merupakan tokoh

masyarakat yang dituakan atau dihormati oleh masyarakat. Ia adalah seorang

tokoh yang mengerti mengenai perhitungan waktu atau seperti yang disebut

Clifford Geertz dengan sistem petungan atau numerologi orang Jawa. Akan

tetapi, perhitungan yang dilakukan Mbah Sejo ini tidak bersumber pada

primbon-primbon Jawa yang pada umumnya.

Masyarakat menganggap bahwa orang yang paling tepat dalam hitung-

hitungan adalah mbah Sejo. Hitungannya dianggap cocok dan jarang sekali

meleset. Dengan demikian setiap masyarakat yang hendak melakukan atau

menggelar acara selametan ia akan menemui Mbah Sejo untuk meminta

waktu yang tepat untuk menggelar acaranya.140

Melihat kepribadian Mbah Sejo sebagai muslim yang taat sebenarnya ia

melakukan hitung-hitungan tersebut adalah sebagai meneruskan tradisi yang

sudah diwariskan secara turun temurun. Ia tidak menganggap angka-angka

tersebut adalah ganda dan menyekutukan Allah karena dianggap tidak

percaya kepada Allah. Hitungan itu dilakukan agar sesuatu yang tidak

diinginkan tidak terjadi tentu dengan seizin Allah sebagai yang Maha Kuasa.

Mengenai anak yang dikhitan agar anak itu senantiasa setelah dikhitan

menjadi anak yang taat kepada orang tua, agama, dan bangsa. Lalu, mengenai

sesajen yang ia buat ketika hendak menggelar selametan sebagai wujud

tradisi yang dilakukan dan menurutnya boleh saja tidak memakai sesajen,

akan tetapi ini untuk melestarikan budaya yang sudah ada sejak zaman nenek

moyang. Awalnya semua itu ditujukan kepada roh-roh halus agar mereka

menikmati santapan dari sesaji yang diberikan. Akan tetapi, sekarang sesaji

itu hanya simbol biasa yang doanya ditujukan tetap kepada Gusti Allah

139 Wawancara pribadi dengan Ibu Turah 140

Wawancara pribadi dengan Ibu Darmu‟i

Page 82: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

68

bukan meminta kepada roh-roh halus.141

Kemenyan yang dibakar sebagai

penanda acara selametan dimulai pun bukan dimantra-mantrai akan tetapi

dibacakan do‟a yang ditujukan kepada para Nabi dan para wali.

Masyarakat sangat mempercayai Mbah Sejo sebagai tokoh yang

berperan dalam acara selametan yang pertama sebelum menggelar hajat.

Mereka meminta hitung-hitungan tersebut agar acara yang mereka

selenggarakan tidak terjadi apa-apa dan terhindar dari gangguan. Menurut

masyarakat kalau salah hitung-hitungannya maka akan berakibat fatal.

Sehingga menurut mereka tidak sembarangan orang yang bisa melakukan

hitungan ini dan Mbah Sejo lah yang dianggap paling cocok hitungannya

dengan mereka. Pada selametan yang kedua Mbah Sejo sudah tidak berperan

karena ia hanya duduk sebagai orang biasa dan orang yang berperan adalah

ustadz dalam acara selametan yang kedua ketika menunggu anak yang

dikhitan pulang dari klinik.

Dukun atau paranormal diartikan sebagai orang yang dianggap

mempunyai kekuatan supranatural dalam kemampuannya menyelesaikan

problem kehidupan.142

Mbah Sejo di sini dalam masyarakat Jawa dapat

dikatakan seorang dukun atau paranormal karena ia dianggap sebagai orang

yang mampu atau bisa menggunakan hitung-hitungan untuk menentukan baik

buruknya. Dukun identik dengan sesuatu yang bersifat menyimpang atau bisa

dibilang sesat. Namun, peran Mbah Sejo dalam lingkungan masyarakat Desa

Sidomukti ini justru mengenalkan kepada mereka bagaimana Islam dengan

budaya Jawa bisa berjalan beriringan dengan baik. Perhitungan yang

dilakukan adalah sebagai budaya Jawa yang tidak bisa dihilangkan tentu

dengan tidak mengurangi dan merubah keyakinan terhadap Allah SWT justru

dengan perhitungan itu meminta agar sesuatu yang baik yang diterimanya

agar bisa menjalankan perintah-perintah Allah. Begitu pula sesajian yang

tadinya diartikan sebagai persembahan untuk roh-roh nenek moyang dengan

bacaan mantra-mantra kini semua itu hanyalah sebuah simbol yang digunakan

untuk melestarikan budaya dengan doa meminta kepada Allah agar

mendapatkan keselamatan. Meskipun demikian sistem perhitungan yang

141 Wawancara pribadi dengan Mbah Sejo 142

Dimyati Huda, Peran Dukun, ISSN 2089-7537, Volume 4, h. 10.

Page 83: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

69

masyarakat percaya di dalam Islam hukumnya adalah tidak boleh karena

dapat menyekutukan Allah.

Ralp Linton dalam bukunya The Study of Man mengungkap adanya

dua bentuk akulturasi, yaitu covert culture dan overt culture. Covert culture

meliputi sistem nilai-nilai budaya, keyakinan-keyakinan keagamaan yang

dianggap keramat, beberapa adat yang sudah dipelajari, dan beberapa adat

yang mempunyai fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat. Sedangkan

overt culture meliputi kebudayaan fisik, seperti alat-alat dan benda-benda

yang berguna, tetapi juga ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan

rekreasi yang berguna dan memberi kenyamanan.143

Adapun bentuk covert dan overt culture dalam tradisi khitanan terletak

dalam selametan yang diselenggarakan dan pada prosesi akhir dalam

khitanan. Covert culture di sini ialah ritual atau upacara keagamaan yang

disebut dengan selametan dilakukan bertujuan untuk mengharap berkah dari

nenek moyang mereka dan kepercayaan kepada roh menjadikan masyarakat

melakukan ritual untuk mengusir gangguan roh jahat yang dilambangkan

dengan berbagai macam sesajen yang sengaja dihadirkan dalam sebuah

ruangan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi proses akulturasi karena roh-roh

halus merupakan kepercayaan masyarakat Jawa pada masa animisme dan

sesajen adalah unsur-unsur yang terdapat dalam Hinduisme. Akan tetapi

setelah Islam datang selametan ini tetap diselenggarakan namun maknanya

bertambah, yaitu sebagai perwujudan rasa syukur kepada Allah dan meminta

kepada Allah agar mereka dijauhkan dari hal-hal buruk dan dijauhkan dari

gangguan roh-roh. Pada selametan ini terdapat doa-doa Islam yang dipimpin

oleh seorang ustadz. Artinya, di sini terjadi akulturasi unsur Animisme,

Hinduisme dan Islam didalamnya. Kemudian overt culturenya adalah pada

makanan yang dijadikan nasi kolong. Awalnya nasi kolong itu hanya dapat

berupa nasi yang diletakkan di bambu tapi seiring berkembangnya zaman

masyarakat banyak yang menggunakan hal yang lebih praktis seperti

menggunakan roti untuk dibagikan kepada tetangga yang terpenting adalah

esensinya sama, yaitu sebagai sarana bersyukur atas rezeki yang ia dapatkan.

143

Koentjaraningrat, Antropologi Jilid II, h. 97.

Page 84: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Islam yang dibawa masuk ke tanah Jawa oleh para penyiar Islam adalah

Islam yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan kultural. Artinya

Islam masuk dengan tidak merusak tradisi lokal atau kebudayaan setempat,

sehingga masyarakat mudah menerimanya. Para pendakwah atau penyiar

Islam tersebut memasukkan unsur-unsur ajaran Islam ke dalam tradisi

masyarakat setempat secara bertahap sehingga masyarakat pun tidak

melakukan penolakan melainkan penerimaan karena tidak kehilangan

identitas kebudayaannya sendiri.

Tradisi khitan pada masyarakat Desa Sidomukti hanya dilakukan pada

anak laki-laki sebagai ketaatan atau kewajiban mereka sebagai seorang

muslim dalam menjalankan syari‟at Islam. Khitan menurut masyarakat

Sidomukti merupakan sebuah proses pendewasaan diri bagi si anak. Jika anak

sudah dikhitan maka ia akan menjadi anak yang lebih bertanggung jawab,

dewasa, mandiri, dan disiplin serta sudah dapat membedakan mana yang baik

dan mana yang buruk. Selain itu secara psikologis khitan ini juga merupakan

suatu langkah atau tahapan mensugesti anak agar tidak takut.

Kebudayaan lokal dan syari‟at Islam dilakukan secara beriringan. Satu

sisi mereka melaksanakan khitan dan mereka juga tetap menggunakan tradisi

lokal yang sudah ada karena latar historis masuknya Islam ke tanah Jawa

yang masuk dengan menyesuaikan diri dengan budaya yang telah ada

sebelumnya, sehingga tidak merubah tradisi mereka namun menggantikan

nilai-nilai yang ada didalamnya dengan nilai-nilai Islam. Hal ini dilihat dari

cara mereka menggunakan hitung-hitungan dalam menentukan hari baik

acara khitan dan penggunaan sesajian serta prosesi ruwatan bagi anak tunggal

yang terdapat didalamnya.

Hitung-hitungan, selametan, ruwatan, dan penggunaan sesajian dalam

tradisi khitanan menjadi wujud yang menandakan terjadinya akulturasi antara

unsur Islam dan Budaya Jawa di Sidomukti. Sebagaimana pengertian yang

70

Page 85: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

71

diungkapkan oleh Koentjaraningrat bahwa akulturasi merupakan proses sosial

yang timbul bila salah suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan

tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing, sehingga unsur-

unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam

kebudayaannya sendiri tanpa kehilangan kebudayaan aslinya.

Dari pengertian tersebut maka penerapan khitan sebagai hukum Islam

yang di dalam prosesinya masih terdapat kebudayaan lokal masyarakat

dengan memasukkan nilai-nilai Islam didalamnya. Dengan demikian Islam

masuk sebagai unsur kebudayaan asing yang kemudian diterima dan diolah

ke dalam kebudayaan masyarakat Jawa tanpa kehilangan kebudayaan asli

mereka.

B. Saran

Sebuah karya tidak akan luput dari kesalahan dan kekurangan. Begitu

juga dalam skripsi ini, penulis menyadari bahwa dalam penulisan masih

banyak sekali terdapat kekeliruan dan kekurangan, oleh sebab itu sumbangan

saran dan kritik adalah sebuah keniscayaan demi kesempurnaan. Meskipun

demikian, harapan tujuan penulis adalah dapat melengkapi penelitian-

penelitian terdahulu kedepannya. Semoga harapan itu dapat dipenuhi oleh

penulis dalam skripsi ini.

Penulis mengharapkan kepada peneliti yang ingin meneliti agama dan

kebudayaan di daerah Pekalongan khususnya Kabupaten Pekalongan untuk

mengkaji atau meneliti lebih mendalam karena banyak tema-tema agama dan

kebudayaan yang belum diteliti secara mendalam. Penulis juga mengharapkan

agar peneliti yang berminat mengadakan penelitian ke daerah ini agar

mempublikasikan hasil penelitiannya agar dapat dijadikan sumber kekayaan

ilmu daerah Kabupaten Pekalongan.

Page 86: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Bustanuddin. Agama dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Rajawali

Pers, 2007.

Azwar, Syaifudin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Capt. R.P Suyono. Dunia Mistik Orang Jawa: Roh, Ritual, Benda Magis.

Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2009.

Bahri, Media Zainul. Wajah Studi Agama-agama Dari Era Teosofi

Indonesia (1901-1940) Hingga Masa Reformasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2015.

Beatty, Andrew. Variasi Agama di Jawa Suatu Pendekatan Antropologi.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.

Endraswara, Suwardi. Etnologi Jawa.Yogyakarta: CAPS (Center for

Academic Publishing Service). 2015.

2003.

Franz Magnis Suseno. Etika Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

Geertz, Clifford. Tafsir Kebudayaan, Terjemahan Budi Susanto SJ.

Yogyakarta: Kanisius, 2016.

Geertz, Clifford. The Religion of Java, terj. Abangan, Santri, Priyayi

dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya, 1983.

Giri, Wahyana. Sajen dan Ritual Orang Jawa. Yogyakarta: Narasi, 2009.

Haviland, William A. Antropologi Jilid II. Jakarta: Erlangga, Edisi

Keempat.

Haviland, William A. Antropologi Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Kamala, Nela. “Tinjauan Hukum Islam dan Kesehatan terhadap Khitan

bagi Laki-laki dan Perempuan”, Skripsi, Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2009.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan RI, 2001.

Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Sapdodadi,

Djambatan, 1979.

72

Page 87: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

73

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Gramedia, 1990.

1990.

Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi Jilid II. Jakarta: UI Press,

Kunto, Suharsini Ari. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Lubis, M. Ridwan. Agama dalam Diskursus Intelektual Kehidupan Umat

Beragama di Indonesia. Jakarta: Pusat Kerukunan Umat Beragama, 2015.

Lubis, M. Ridwan. Soekarno dan Modernisme Islam. Jakarta: Komunitas

Bambu, 2010.

Lubis, M. Ridwan. Sosiologi Agama :Memahami Perkembangan Agama

dalam Interaksi Sosial (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015.

Mianoki, Adika. Ensiklopedi Khitan (Kupas Tuntas Pembahasan Khitan

dalam Tinjauan Syariat dan Medis). Yogyakarta: Tim Kesehatan Muslim, 2014.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2014.

Najir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998.

Nasir, M. Husain Fikih Dzabihah. Jawa Timur: Pustaka Sidogiri, 2006.

Niels Mulder terj. Noor Cholis. Mistisisme Jawa. Yogyakarta: LKIS

Yogyakarta, 2001.

Nottingham, Elizabeth K. Agama dan Masyarakat terj. Abdul Muis

Naharong. Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, 1994.

Prastowo. Memahami Metodologi Penelitian: Suatu Tinjaun Teoritis dan

Praktis. Yogyakarta: Arruz Media, 2011.

Profil Desa Sidomukti Tahun 2017, Naskah tidak diterbitkan.

Purwadi. Tasawuf Jawa. Yogyakarta: Narasi, 2003.

Puspasari, Diana. “Akulturasi Budaya Lokal dengan Agama: Upacara

Kasada Sebagai Bentuk Akulturasi Budaya Lokal dengan Islam di Desa Argosari

Kec. Sendurjo Kab. Lumajang Jawa Timur”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Ranoewidjojo. Primbon Masa Kini. Bukune, 2009.

Ricklefs, Merle. Islamisation and Its Opponents in Java, terj.

Mengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930

sampai Sekarang. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013.

Page 88: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

74

Sairi, Muhammad. ”Islam dan Budaya Jawa dalam Perspektif Clifford

Geertz”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.

Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.

Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006. Cet. I.

Soehartono, Irwan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2008.

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta, 2007.

Sumardjo, Jakob. Arkeologi Budaya Indonesia: Pelacakan Hermeneutis-

Historis terhadap Artefak-artefak kebudayaan. Yogyakarta: Qaalam, 2002.

Supardi. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: UII Press, 2005.

Suprayogo, dkk., Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2003. Cet. II.

Suyanto, dkk., Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan.

Jakarta: Kencana, 2003. Cet. III.

2007.

Suyono, R.P. Dunia Mistik Orang Jawa. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta,

Syam, Nur. Islam Pesisir. Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2011.

TIM Nasional Penulisan, Sejarah Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai

Pustaka, 2010.

Widagdho, Djoko, dkk. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Woodward, Mark R. terj. Hairus Salim. Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus

Kebatinan. Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2004.

Woodward, Mark R. Islam in Java: Normative Piety and Mysticism in

The Sultanate of Yogyakarta terj. Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus

Kebatinan. Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2004.

Jurnal dan Artikel

Astuti, Hanum Jazimah Puji. Islam Nusantara: Sebuah Argumentasi

Beragama dalam Bingkai Kultural, INJECT Interdisciplinary Journal Of

Communication, Volume 2 No.1.

Aziz, Donny Khoirul. Akulturasi Islam dan Budaya Jawa, Fikrah, Vol 1,

No. 2, Juli-Desember 2013.

Page 89: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

75

Chakim, Sulchan. Potret Islam Sinkretisme: Praktik Ritual Kejawen,

Komunika Vol.3 No. 1 Januari-Juni 2009.

Hermawan, Jati. Pengaruh Agama Islam Terhadap Kebudayaan dan

Tradisi Jawa di Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal, Jurnal Ilmiah

Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang Vol. 02 No. 1 November 2014.

Huda, M. Dimyati. Peran Dukun Terhadap Perkembangan Peradaban

Budaya Masyarakat Jawa, ISSN 2089-7537, Volume 4 Oktober 2015.

Nurasiah. Khitan dalam Literatur Hadis Hukum. Ahkam Volume XV

Nomer 1 Januari 2015.

Rahman, Arief Aulia. Akulturasi Islam dan Budaya Masyarakat Lereng

Merapi Yogyakarta: Sebuah Kajian Literatur, Indo-Islamika, Volume 1, Nomor 2,

2012.

Suparjo, Islam dan Budaya: Strategi Kultural Walisongo dalam

Membangun Masyarakat Muslim Indonesia, Komunika, Vol.2 No. 2 Jul-Des 2008

pp. 178-193.

Widiana, Nurhuda. Pergumulan Islam dengan Budaya Lokal, Studi Kasus

Masyarakat Samin di Dusun Jepang Bojonegoro, Jurnal Teologia, Volume 26,

Nomer 2, Juli-Desember 2015.

Sumber Internet

Alim Online, Melacak Jejak Islamisasi di Pekalongan Abad XV-XVII,

diakses dari https://alim-online.blogspot.com/2009/12/melacaka-jejak-islamisasi-

di-pekalongan.html?m=1, Pada 15 September 2018, Pukul 13.00.

Hasrito Sidomukti, Desa Sidomukti, diakses dari

https://sidomukti14.blogspot.com/2014/12/profil-dan-sejarah.html?m=1, pada 18

Agustus 2018 pukul 15.00.

Ini baru media, Masjid, Petilasan, dan Makam, Tiga Jejak Dakwah Islam

di Pekalongan, diakses dari https://www.inibaru.id/islampedia/masjid-petilasan-

dan-makam-tiga-jejak-dakwah-islam-dipekalongan, Pada Pada 15 September

2018, Pukul 13.15

Kabupaten Pekalongan, Adat Istiadat, diakses dari

Kabupatenkajen.blogspot.com/p/g.html?m=1 pada 20 Agustus 2018.

Sumber Wawancara

Wawancara Pribadi dengan Bapak Harsito Aji, Sidomukti 29 Agustus 2018.

Wawancara Pribadi dengan Ibu Darmu‟i, Sidomukti 16 Agustus 2018.

Page 90: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

76

Wawancara Pribadi dengan Ibu Turah, Sidomukti 27 Agustus 2018.

Wawancara Pribadi dengan Mbah Sejo, Sidomukti 20 Agustus 2018.

Wawancara Pribadi dengan Ustadz Mutoyo, Sidomukti 30 Agusrus 2018.

Page 91: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat-surat Penelitian

77

Page 92: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

78

Page 93: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

79

Page 94: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

80

Page 95: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

81

Page 96: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

82

Page 97: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

83

Lampiran 2: Pertanyaan Wawancara

Daftar Wawancara

1. Sejarah Desa Sidomukti

a. Bahasa apa yang digunakan dalam kehidupan sehari- hari oleh warga

Sidomukti?

b. Bagaimana asal usul penamaan Desa Sidomukti?

c. Apa saja kepercayaan atau agama yang dianut oleh warga Sidomukti?

d. Apa mata pencaharian masyarakat Sidomukti?

e. Apakah masyarakat Desa Sidomukti hidup dalam semangat kerukunan?

f. Mana yang lebih kuat pendorong masyarakat Desa Sidomukti hidup

rukun?

2. Sekilas Tentang Prosesi Khitan

a. Apakah makna Khitan menurut masyarakat Desa Sidomukti?

b. Apakah Khitan bagian ajaran Agama atau Budaya?

c. Apa tujuan dari tradisi Khitan?

d. Bagaimana cara tradisi Khitan dilaksanakan?

e. Apakah Khitan prempuan sama dengan Khitan laki- laki?

f. Adakah batasan anak untuk dikhitan?

g. Andaikata tidak menggunakan adat apakah Khitan dianggap sah?

3. Selametan

a. Apa makna selametan bagi masyarakat Sidomukti?

b. Apakah selametan dipandang merupakan bagian ajaran Islam?

c. Apa tujuan dari selametan itu?

d. Kapan selametan harus dilaksanakan?

e. Bisakah diterangkan unsur Agama dan unsur budaya jawa dalam acara

selametan?

4. Primbon Sebagai Prediksi Masa Depan

a. Apa yang disebut primbon?

b. Bukankah Allah yang menentukan nasib seseorang?

c. Kalau begitu dimana letak fungsi primbon?

d. Mengapa primbon dijadikan acuan dalam menentukan masa depan?

e. Apakah primbon dijadikan penentuan waktu pelaksanaan Khitan?

Page 98: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

84

Lampiran 3: Hasil Wawancara

HASIL WAWANCARA

PAK HARSITO AJI

KEPALA DESA SIDOMUKTI PERIODE 2014-2019

1. Bahasa apa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh warga

Sidomukti?

Masyarakat Desa Sidomukti dalam kehidupan sehari-hari menggunakan

bahasa Jawa. Akan tetapi, bukan berarti mereka tidak bisa bahasa Indonesia.

Ketika ada pendatang yang menggunakan bahasa Indonesia mereka juga

membalasnya dengan menggunakan bahasa Indonesia.

2. Bagaimana asal-usul penamaan Desa Sidomukti?

Pada awalnya desa Sidomukti ini bernama Sentul. Sentul mempunyai

sejarah yang bermula dari sebuah tonggak kayu yang bernama tonggak kayu

sentul yang sampai saat ini masih banyak dipercaya masyarakat kalau

sewaktu-waktu kadang muncul ke permukaan sungai dan sampai saat ini pun

sentul masih sering disebut oleh khalayak ramai. Nama desa Sentul berarti

“jadi makmur” yang waktu itu dimaksudkan siapapun orangnya yang setia

dan taat menjadi warga desa Sidomukti diharapkan bisa berjaya hidup

makmur.

3. Apa saja kepercayaan atau agama yang dianut oleh warga Sidomukti?

Kepercayaan yang dianut oleh warga Sidomukti sama seperti

kepercayaan masyarakat Pekalongan pada umumnya. Mayoritas masyarakat

di sini ialah beragama Islam, bahkan di desa ini tidak ada yang menganut

agama selain Islam. Akan tetapi Islam di sini ialah Islam di Jawa pada

umumnya. Islam yang bercampur dengan budaya atau kepercayaan-

kepercayaan yang telah ada sebelum Islam masuk ke tanah Jawa. Hal ini

dapat terlihat jika mereka mengadakan atau menggelar acara yang

berhubungan dengan kegiatan keagamaan atau syari‟at Islam mereka masih

memakai adat atau tradisi yang telah ada sebelumnya.

Page 99: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

85

4. Apa mata pencaharian masyarakat desa Sidomukti?

Mayoritas mata pencahariannya adalah petani karena di sini itu ya

dikelilingi banyak sawah. Hampir sebagian dari desa ini adalah semuanya

sawah. Banyak juga yang merantau ke Jakarta dan biasanya atau kebanyakan

itu anak-anak muda, orang tua juga ada tapi ya kebanyakan anak-anak muda.

Karena kalau dulu itu kan pendidikan masih kurang, tetapi kalo sekarang itu

sudah meningkat sampai tingkat SLTA bahkan sampai perguruan tinggi.

Untuk mengetahui jumlah pastinya bisa dilihat pada buku profil desa.

5. Apakah masyarakat desa Sidomukti hidup dalam semangat kerukunan?

Masyarakat Desa Sidomukti hidup dengan penuh semangat kerukunan.

Mereka hidup saling menghormati dan saling menghargai. Tidak ada yang

berusaha untuk mengusik ketentraman hidup orang lain. Orang yang lebih

muda menghormati orang yang lebih tua. Orang yang lebih tua menyayangi

orang yang lebih muda. Hal ini yang menjadi ciri khas masyarakat Jawa

khususnya di Sidomukti. Hidup rukun ini ada dua pendorongnya, yaitu agama

dan budaya. Di satu sisi agama mengajarkan untuk hidup rukun begitu juga

dengan budaya yang sudah mengakar kuat mengajarkan kita untuk hidup

rukun sehingga tercipta suasana yang harmonis.

6. Apa makna khitan menurut pandangan anda?

Khitan merupakan syari‟at Islam yang diterapkan dan digunakan oleh

masyarakat Desa Sidomukti sebagai seorang muslim. Khitan ini memiliki

makna sebagai sarana atau wadah silaturahim antara warga dan sanak saudara

orang yang melakukan khitan ini karena pada saat khitan dilaksanakan

semuanya berkumpul. Khitan ini juga menjadikan seorang anak menjadi

pribadi yang lebih baik dari sebelumnya dan menjadikannya lebih

bertanggungjawab terhadap dirinya.

Page 100: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

86

HASIL WAWANCARA

IBU DARMU‟I

1. Apa tujuan dari khitan di desa Sidomukti?

Tujuan melaksanakan khitan salah satunya adalah sebagai pelaksanaan

ajaran Islam. Khitan juga dilaksanakan agar anak yang tadinya malas menjadi

tidak malas, yang tadinya bedud ya jadi ora bedud, pokoknya tujuannya itu

agar si anak punya pribadi yang lebih baik lagi. Kemudian dengan

dilaksanakannya khitan menunjukkan bahwa anak telah dewasa dan

bertanggung jawab melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

2. Bagaimana cara tradisi khitan dilaksanakan?

Khitan dilaksanakan selama tiga hari. Nah, untuk menentukan harinya

itu harus pakai hitung-hitungan. Hitung-hitungan itu tidak sembarang orang

yang bisa menghitung. Kalau di desa ini yang bisa menghitung itu namanya

pak Sejo atau Mbah Sejo. Dia yang dianggap cocok kalau membuat itung-

itungan. Dalam prosesinya yang pertama ya harus mencari hari yang tepat

untuk melaksanakan khitan tersebut. Setelah dapat hari nya barulah

melakukan prosesinya. Hari pertama diawali dengan membuat kolongan.

Kolongan itu berupa nasi yang dibungkus-bungkus, tetapi waktu saya itu

Cuma pakai roti bukan pakai nasi karena ribet kalo pakai nasi, jadi pakainya

yang praktis saja. kalau zaman dulu itu kolongan itu ditaro di bambu yang

disusun rapih biar lebar dan nasinya itu ditaro diatas bambu itu diratain

dikasih lauk apa ajah, tapi kalo sekarang orang cari yang lebih praktis saja.

tapi memang masih ada juga yang pakai kolongan sejenis itu. Kolongan itu

nantinya buat dibagikan waktu acara selametan. Dan yang malam sabtu itu

lebih banyak yang datang karena bareng dengan anak yang mau berangkat

disunat. Kolongan itu dibacain do‟a dulu habis itu selesai selametan

dibagikan kepada orang yang datang. Nah, untuk yang memimpin doanya

biasanya manggil orang yang bisa untuk baca doanya. Si anak berangkat mau

ke tempat sunat yang di rumah itu selametan. Setelah pulang dari tempat

sunatnya sesampainya di rumah disebarkan duit recehan, saweran selametan

kalo anak itu abis disunat. Nah nanti ada yang memberi uang ke anaknya.

Page 101: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

87

Habis itu itu nanti ada buah-buahan banyak di meja disuruh makan satu-satu

habis itu sudah tidak boleh makan lagi besoknya. Kalau puasanya itu cuma

makan nasi sama kerupuk ajah. Hari kamis nya itu ada orang kondangannya.

Malam kamisnya itu gelar selametan buat kondangan.

Kalau ada yang punya sawah biasanya pakai nasi soalnya nasinya dia

udah ga beli lagi. Nah nanti ada kamar yang tidak boleh orang lain melihat

kecuali keluarga yang sunatnya. Di dalam ruangan itu pun sudah dihitung

sama ahlinya. Kamar itu dikunci dan tidak boleh orang lain masuk. di dalam

ruangan itu ada sesajen, kayak liat yang ada di rumah itu. Kalo buat bangun

rumah kan lengkap banget. Kalau buat sunatan itu ada teh pahit ada teh

manis, ada kopi manis ada kopi pahit, air tawar juga ada, ada bubur-bubur,

ada jajanan pasar, ada kembang-kembang terus ada gentong kecil buat isi

beras ditutupi kain putih entar ditaliin itu namanya dikunci. Nanti yang

ngambil yang ngunci itu. Kalau liat punya Rian anak pertama saya itu ada

kaca besar. Di sini itu orang masih percaya ada tuyul. Kaca besar sebelahnya

tempat yang buat menyimpan uang yang orang kondangan terus disebelahnya

ada air terus ditaroin kepiting sawah nah nanti sebelahnya lagi ada air cabe.

Air cabe itu kan pedas jadi si tuyul itu enggak bisa ngambil,nah yang

sebelahnya ada kepiting sawah itu kan mainannya jadi enggak bisa deh dia

ngambil duitnya. Ketika anak saya yang pertama yang bernama Rian itu

kepitingnya itu beneran goyang-goyang ada yang mainin dan orang yang

menghitung itu melihatnya.

3. Adakah batasan usia anak untuk dikhitan?

Tidak ada batasan usia anak untuk dikhitan. Kalau anak itu sudah

berani untuk dikhitan ya berarti tinggal mempersiapkan semuanya. Kalau

anaknya belum berani ya nunggu anaknya berani dulu. Tapi biasanya kalau

sudah SMP dia malu karena liat teman-temannya sudah sunat dan biasanya

jadi bahan omongan. Biasanya anak yang mau disunat itu kalo liat temannya

disunat pasti berani dan ingin disunat apalagi dikasih tau dapat duit persenan

banyak. Akan tetapi, rata-rata anak yang dikhitan itu umur 9 sampai 12 tahun.

Page 102: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

88

4. Apakah khitan perempuan sama dengan laki-laki?

Masyarakat Desa Sidomukti tidak mengenal khitan perempuan. Di sini

yang diwajibkan berkhitan hanya anak laki-laki sedangkan anak perempuan

tidak ada yang dikhitan.

5. Andaikata khitan tidak menggunakan adat apakah dianggap sah?

Menurut saya sah-sah saja. Akan tetapi, adat itu adalah sesuatu yang

sudah mengakar dan sepertinya kalau tidak dipakai ada yang hilang dan

kurang. Masyarakat pun pada umumnya rata-rata memakai adat yang sudah

ada di sini sebagai upaya untuk melestarikan budaya Jawa.

Page 103: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

89

HASIL WAWANCARA

MBAH SEJO

TOKOH AGAMA DAN MASYARAKAT DESA SIDOMUKTI

1. Apa makna selametan bagi masyarakat Sidomukti?

Selametan menurut masyarakat Desa Sidomukti merupakan tradisi yang

sudah diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang. Selametan yang

digelar itu merupakan acara yang diselenggarakan untuk memohon kepada

Allah agar diberikan keselamatan dan kesejahteraan serta diberikan

kelancaran dan tidak ada gangguan roh-roh halus yang menyertainya. Jadi

untuk mendapatkan keadaan selamet itu kita harus menyelenggarakan

selametan dengan memohon kepada Allah. Selametan ini juga merupakan

sarana silaturrahmi antar sesama warga, keluarga, dan kerabat. Ia juga

dilakukan sebagai wadah untuk bersyukur kepada Allah atas rezeki yang telah

diberikan-Nya dengan membagi-bagikan makanan kepada tetangga, keluarga

dan kerabat walaupun seadanya yang penting dalam memberikannya dengan

penuh keikhlasan dan ketulusan.

2. Dimanakah selametan biasanya dilaksanakan?

Selametan biasanya dilaksanakan di rumah yang punya hajat. Atau jika

yang punya hajat rumahnya berdekatan dengan orang tuanya maka bisa juga

ia menggelar acara selametan itu di rumah orang tuanya tersebut.

3. Apakah selametan merupakan bagian dari ajaran Islam?

Selametan merupakan budaya Jawa yang sudah dari dulu ada dan

diwariskan secara turun temurun. Akan tetapi, selametan yang diterapkan di

Sidomukti ini di dalamnya terdapat ajaran-ajaran dalam Islam, seperti do‟a

yang dipimpin oleh seorang ustadz kemudian ada yasin dan ada tahlil juga.

Jadi kemasan selametan yang digunakan adalah selametan yang bernuansa

Islam, bahkan selametan ini juga diselenggarakan dengan memohon kepada

Allah bukan kepada roh-roh seperti saat Islam belum ada.

Page 104: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

90

4. Apa tujuan dari selametan?

Tujuan dari selametan itu berbeda-beda tergantung maksud dan tujuan

dari selametan itu sendiri. Tapi pada dasarnya adalah memohon kepada Allah

agar diberikan keselamatan, kelancaran, kemudahan, dan tidak ada halangan

dalam menyelenggarakan acara yang akan digelar dan sebagai wujud syukur

kepada apa yang sudah Allah kasih sama kita. Juga meminta agar tidak ada

roh-roh yang mengganggu orang yang melakukan selametan itu. Misalnya,

selametan yang digelar untuk mengadakan upacara khitanan maka tujuannya

adalah agar si anak yang akan dikhitan dan keluarganya itu diberikan

kesehatan, kelancaran, dan tidak ada halangan serta memohon kepada Allah

agar dijadikan anak yang patuh kepada orang tua dan taat beribadah serta

menjadi pribadi yang lebih baik lagi serta orang-orang yang menghadiri acara

selametan itu pun diharapkan mendapat berkah.

5. Kapan selametan harus dilaksanakan?

Selametan dilaksanakan satu atau dua hari sebelum menggelar acara.

Waktunya sekitar habis ashar atau habis maghrib setelah orang selesai

melakukan kegiatan. Agar orang dapat menghadiri undangan orang yang akan

mengggelar selametan.

6. Bisakah diterangkan unsur agama dan unsur budaya Jawa dalam acara

selametan?

Unsur agama yang terdapat dalam selametan ialah doa-doa yang

dipanjatkan kepada Allah, kemudian pembacaan zikir, tahlil, dan shalawat

yang dipimpin oleh seorang ustadz. Adapun unsur budaya Jawanya ialah

penentuan waktu untuk menggelar acara selametan itu dan aneka macam

sesaji dan perlengkapan sesaji itu dalam acara selametan yang memiliki

makna masing-masing. Meskipun banyak dari mereka yang tidak mengerti

maknanya namun tetap menjalankan tradisi ini karena menghormati ajaran

yang telah ada sebelumnya.

7. Apa yang disebut primbon?

Primbon ialah catatan-catatan penting mengenai peristiwa atau gejala

alam yang dibukukan. Sebenarnya dalam menentukan hitungan saya tidak

Page 105: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

91

menggunakan primbon seperti yang pada umumnya. Saya mencatat waktu-

waktu hitungan itu dalam buku saya sendiri yang sudah diwariskan dengan

menggunakan kalender Jawa. Dan tujuan dari menggunakan catatan dalam

hitung-hitungan ini bukan berarti saya tidak percaya pada takdir. Saya

percaya bahwa takdir dan nasib seseorang itu telah ditentukan oleh Allah

SWT. Akan tetapi, kita manusia juga masih diberikan kesempatan Allah

untuk memperbaiki semuanya. Dan hitung-hitungan itu pun menjadi acuan

agar kita itu bisa melakukan atau menjadi pribadi yang lebih baik dan

menjadi lebih taat kepada Allah SWT dalam menjalankan syari‟at Islam. Jika

tidak dilakukan hitung-hitungan yang tepat dikhawtirkan bahwa sesuatu yang

tidak baik akan terjadi dan mengakibatkan pribadi yang buruk pada diri orang

itu, sehingga hal ini pun juga mempengaruhi ketaatan kepada Allah SWT.

8. Bagaimana penentuan waktu pelaksanaan khitan?

Hitungannya dilihat berdasarkan pasaran dan weton si anak yang akan

dikhitan. Pasaran yang dimaksud adalah di dalam masyarakat Jawa dibalik

ada tujuh hari yang biasa kita kenal, orang Jawa ini juga memakai sistem

pasaran yang berjumlah lima. Kemudian selain pasaran, juga harus ditentukan

wetonnya. Selain itu, juga ada nilai angka yang disematkan pada tiap-tiap hari

itu. Berikut daftar hari dan angka yang disematkannya, di antaranya Minggu

5, Senen 4, Selasa 3, Rebo 7, Kemis 8, Jumuah 6, Setu 9. Kemudian pasaran

beserta neptunya, Kliwon 8, Manis 5, Paing 9, Pon 7, Wage 4. Untuk

menentukan tanggal pelaksanaan khitan dihitung berdasarkan hari kelahiran

anak yang akan dikhitan berdasarkan sistem penanggalan Jawa. Jika si anak

lahir pada hari minggu kliwon maka berdasarkan harinya adalah minggu

neptu 5, kliwon neptu 8. Keduanya dijumlahkan dan hasilnya adalah 13.

Setelah dijumlahkan kemudian hitung menggunakan 10 jari dengan mungal-

mangil-blegedu-wong sampai ketemu jumlah hari kelahiran si anak yang

telah dihitung tadi. Hari yang dicari harus jatuh pada mungal atau mangil

karena keduanya ini diartikan sebagai sesuatu yang bernilai positif atau baik.

Jika jumlahnya 13 berarti jatuh pada mungal. Itu artinya si anak dapat

melakukan khitan pada Minggu Kliwon karena itu akan memberikan

kebaikan kepada anak itu sendiri. Akan tetapi, jika hitungan hari kelahiran si

Page 106: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

92

anak jatuh pada blegedu-wong (hal-hal yang buruk atau yang bersifat

negatif), misalnya ketika anak laki-laki yang akan dikhitan itu lahir pada

Kamis Kliwon maka jumlahnya adalah 16 dan ini jatuh pada wong, yang

berarti ia tidak boleh melangsungkan khitan pada hari kamis kliwon. Dengan

demikian hal yang harus dilakukan adalah melaksanakan khitannya 2 hari

setelah hari lahirnya. Berdasarkan kepercayaan masyarakat jika jatuh pada

blegedu-wong maka si anak yang akan dikhitan pasti akan tidak baik, menjadi

pemalas, bandel, dan segala hal yang buruk yang akan menimpanya

Page 107: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

93

HASIL WAWANCARA

IBU TURAH

1. Apa makna selametan bagi masyarakat Sidomukti?

Selametan merupakan acara yang digelar dengan mengundang sanak

keluarga, tetangga, dan kerabat. Pada acara ini semua orang diundang tanpa

dibeda-bedakan. Oleh karena itu, menurut saya selametan ini merupakan

tempat penyatuan berbagai macam masyarakat dari berbagai macam

golongan tanpa adanya perbedaan. Selametan juga berarti memohon selamet

kepada Allah SWT dari segala macam hal buruk agar mendapatkan keadaan

yang aman dan sejahtera.

2. Apakah selametan dipandang merupakan bagian ajaran Islam?

Selametan adalah bagian dari budaya Jawa yang didalamnya terdapat

ajaran-ajaran dalam Islam seperti do‟a, zikir dan tahlil yang nanti pun dalam

acara selametan itu akan dipimpin oleh ustadz.

3. Apa makna khitan bagi masyarakat Desa Sidomukti?

Khitan menurut saya adalah ajaran Islam yang dilaksanakan masyarakat

Desa Sidomukti. Khitan wajib dilaksanakan pada anak laki-laki sebagai

proses pendewasaan diri menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

4. Adakah batasan usia untuk anak dikhitan?

Tidak ada batasan usia untuk anak dikhitan, tetapi biasanya anak umur

9 tahun itu sudah dikhitan dan paling besar usianya 12 tahun.

5. Apakah khitan bagian ajaran agama atau budaya?

Khitan merupakan bagian ajaran agama yang dilaksanakan tanpa

meninggalkan budaya Jawa yang sudah ada sejak dulu.

6. Bagaimana cara tradisi khitan dilaksanakan?

Khitan dilaksanakan dengan prosesi yang lumayan panjang. Pertama,

untuk melaksanakan tradisi khitan ini harus menentukan tanggal yang tepat.

Setelah penentuan tanggal itu sudah dapat, maka selanjutnya adalah

menggelar acara selametan. Selametan yang pertama ini tidak dihadiri oleh

orang-orang, di sini hanya ada mbah Sejo yang hadir untuk membuat sesaji

Page 108: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

94

yang berupa macam-macam bubur minuman, jajanan pasar, telur, beras,

selain itu, ada sebuah nasi yang dibuat seperti kerucut yang kemudian diberi

cabai, bawang merah, dan bawang putih yang ditusuk pakai lidi kemudian

ditancapkan di ujung nasi yang berbentuk kerucut ini. Sajen ini tidak semua

diletakkan bersama sesajen lainnya di kamar. Satu diletakkan di kamar,

kemudian satu lagi diletakkan di atas pintu kamar mandi, kemudian

diletakkan di atas pintu masuk rumah, dan satu lagi diletakkan di jembatan

kali dekat rumah yang punya hajat agar tidak ada halangan apapun pada anak

yang dikhitan mulai dari dia mau berangkat sampai dia kembali lagi ke

rumahnya setelah dikhitan.yang diletakkan di pojok kamar dan membakar

kemenyan serta mendoakan nasi kolong yang hendak dibagikan kepada

tetangga.

Setelah acara selametan, jika anak yang dikhitan itu anak satu-satunya

seperti anak saya, maka anak itu harus di ruwat. Dalam prosesi ini si anak

akan di doakan oleh seorang dalang yang sengaja dipanggil untuk mengisi

prosesi ruwat ini. Dalang ini akan menceritakan lakon wayang dan biasanya

juga ada tiga lakon wayang yang dibawa oleh dalang. Akan tetapi, jika orang

yang melakukan hajat adalah orang berada, maka pergelaran wayang itu akan

digelar tengah malam dan besar-besaran serta yang melihat pertunjukan

wayang itu harus mengikuti sampai selesai dan tidak boleh mengantuk. Jika

orang biasa hanya memanggil dalang yang biasa tanpa lakon wayang yang

lengkap. Anak yang dikhitan dan bapak dari anak yang dikhitan duduk

berdekatan dengan posisi duduk dalang tersebut. Dalam prosesi meruwat ini

juga disediakan sesajen yang lebih lengkap daripada sesajen yang dibuat saat

gelar selametan pertama. Sesajen itu diantaranya juga ada nasi kolong yang

hanya diletakkan di atas daun pisang namun tidak dibungkus ada juga yang

dibungkus, kemudian kasur, bantal, guling, labu, aneka macam buah-buahan

seperti semangka, salak, jeruk, dan pisang, aneka kacang-kacangan, jagung

rebus, ubi rebus, kopi pahit, kopi manis, teh pahit, teh manis, air tawar dan

juga lawang-lawang serta jenang-jenangan. Setelah dupa itu dimatikan berarti

sebagai penanda bahwa upacara ruwatan telah selesai dan tiba waktunya

untuk makan bersama atas hidangan yang telah dihidangkan tuan rumah.

Page 109: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

95

Setelah makan bersama selesai kemudian tuan rumah membagikan nasi

kolong yang sudah dibungkus untuk dibawa pulang oleh tamu yang

menghadiri upacara ruwatan.

Kemudian anak lelaki yang akan dikhitan diberi jamu yang hangat

kemudian dipijat dengan dukun pijat dan kemudian tubuhnya dibaluri dengan

bedak kuning. Setelah itu barulah berangkat menuju mantra untuk disunat

dengan teman-teman yang mengiringinya di mobil pick up untuk meramaikan

suasana. Setelah anak dikhitan dan sampai rumah. Saya selaku orang tuanya

menyebarkan uang recehan atau logaman dan ini bermakna untuk sebagai

sarana bersyukur karena acaranya telah berjalan lancar dan menjadi pelajaran

buat anak-anak agar rela berbagi kepada orag lain supaya nanti kalau dewasa

mereka menjadi anak yang mau berbagi kepada sesama.

Page 110: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

96

HASIL WAWANCARA

USTADZ MUTOYO

TOKOH AGAMA

1. Apa makna selametan bagi masyarakat Sidomukti?

Khitan atau sunatan menurut masyarakat Desa Sidomukti merupakan

ajaran Islam yang sudah menjadi budaya mereka sendiri dan sebuah proses

pendewasaan diri bagi si anak. Jika anak sudah dikhitan maka ia akan

menjadi anak yang lebih bertanggung jawab, dewasa, mandiri, dan disiplin

serta sudah dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sejak

awal mereka memang sudah mengakui bahwa khitan adalah bagian dari

ajaran agama yang menjadi budaya mereka. Akan tetapi di dalam upacara

khitan ini tidak hanya unsur Islam yang terdapat didalamnya. Di dalam

upacara ini masih terdapat pengaruh kepercayaan masyarakat Jawa sebelum

mereka mengenal Islam.

2. Apakah khitan bagian ajaran agama atau budaya?

Khitan merupakan bagian ajaran agama yang menjadi bagian dari

budaya masyarakat. Dalam tradisi khitan ini masih terdapat budaya Jawa

yang menjadi bagian didalamnya.

3. Apa tujuan dari tradisi khitan?

Tujuannya menjadikan anak yang lebih bertanggung jawab, dewasa,

mandiri, dan disiplin serta sudah dapat membedakan mana yang baik dan

mana yang buruk. Selain dari itu, khitan juga bertujuan baik untuk kesehatan

karena dapat menghindarkan dari berbagai macam penyakit.

4. Apakah khitan perempuan sama dengan khitan laki-laki?

Tidak sama antara khitan perempuan dengan laki-laki dari segi

pemotongannya. Namun, masyarakat Desa Sidomukti ini tidak melaksanakan

khitan perempuan yang ada hanyalah khitan yang dilaksanakan pada anak

laki-laki.

Page 111: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

97

5. Andai kata tidak menggunakan adat, apakah khitan dianggap sah?

Sah-sah saja karena hal-hal seperti itu hanyalah bagian dari budaya dan

tidak wajib dilaksanakan. Hanya saja masyarakat yang tidak melaksanakan

adat seperti merasa ada sesuatu yang kurang dalam acaranya.

Page 112: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

98

Lampiran 4: Foto Hasil Kegiatan

Foto Peta Desa Sidomukti Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan

Foto Pendopo Ki Gede Jurang Mangu

Page 113: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

99

Foto Jenis Sesaji yang Sering Digunakan Masyarakat Sidomukti

Page 114: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

100

Foto Prosesi Pembuatan Macam-macam Bubur

Foto Aneka Macam Sesaji yang Diletakkan di Ruangan Pojok Kamar

Page 115: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

101

Foto Nasi Kolong

Foto Beras yang akan Diletakkan di Kendi dengan Jamu Wat-wat

Page 116: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

102

Foto Lawang-lawang

Foto Prosesi Pembakaran Menyan

Page 117: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

103

Foto Prosesi Pembacaan Do‟a Nasi Kolong

Foto Prosesi Meruwat

Page 118: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

104

Foto Prosesi Dalang Menceritakan Lakon Wayang

Foto Prosesi Pembacaan Do‟a untuk Anak yang Diruwat

Page 119: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

105

Foto Selametan yang Kedua Ketika Anak akan Dikhitan

Foto Anak Usai Dikhitan

Page 120: AKULTURASI UNSUR ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42962/1/BINNA... · akulturasi unsur islam dan budaya jawa dalam tradisi khitanan

106

Foto Wawancara dengan Kepala Desa

Foto Usai Wawancara dengan Mbah Sejo