Transcript
Page 1: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

i

ABSTRAK

Penelitian ini membahas mengenai Kebijakan Hukum Tentang Pidana

Pengganti Kerugian Negara Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun permasalahan yang dikaji yaitu bagaimanakah kebijakan formulasi pidana

pengganti kerugian negara dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sekarang

ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara yang

akan datang. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan serta

menganalisis terkait peraturan pidnana pengganti dalam tindak pidana korupsi.

Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui serta mengkaji hal-hal

yang dapat menjadi masukan dalam penyusunan peraturan terkait tindak pidana

pengganti di kemudian hari.

Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, penelitian ini

menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) , yakni dengan

menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai bahan hukum primer.

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah

semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum

yang sedang ditangani. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan konsep

(conceptual approach). Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-

pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.

Berdasarkan penelitian, terdapat norma kosong dalam peraturan pelaksanaan

pidana pengganti kerugian negara dalam tindak pidana korupsi, serta kekaburan

norma dengan dimuatnya kata “dapat” dalam pelaksanaan sita dalam rangka

tindak pidana pengganti kerugian negara dalam tindak pidana korupsi.

Kata kunci : Kebijakan, Pidana Pengganti, Korupsi.

Page 2: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

ii

ABSTRACK

This study discusses the Legal Policy on Criminal Replacement of State

Losses in the Eradication of Criminal Acts of Corruption. The problems studied

are how the formulation of state penal redress policy in the current corruption

corruption and how the criminal reformulation policy substitute for future state

losses. The purpose of this paper is to describe and analyze related substitute

pidnana rules in corruption. In addition, this research also aims to know and

examine the things that can be input in the preparation of regulations related to

substitute crime in the future.

The method used is normative legal research, this study using statutory

approach (statute approach), that is by using the legislation as the primary legal

material. The statutory approach is conducted by reviewing all laws and

regulations pertaining to legal issues being addressed. This research also uses a

conceptual approach. The conceptual approach goes from the views and doctrines

that develop in the science of law.

Based on the research, there are empty norms in the regulation of the

implementation of criminal substitution of state losses in corruption crime, as well

as the obscurity of the norm with the word "can" in the implementation of

confiscation in the framework of the crime of substitute state losses in corruption

crime.

Keywords: Policy, Substitute Criminal, Corruption.

Page 3: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

iii

RINGKASAN

Tesis ini membahas mengenai bagaimanakah kebijakan formulasi pidana

pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang

ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara yang

akan datang. Tesis ini terdiri dari 5 ( lima ) Bab pokok bahasan yaitu Bab I adalah

pendahuluan, Bab II tinjauan umum, Bab III dan IV adalah pembahasan, serta Bab

V adalah penutup.

Bab I menguraikan latar belakang mengenai penyebab munculnya

permasalahan dalam penelitian ini. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam bab ini

juga akan menguraikan rumusan masalah, ruang lingkup masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, orisinalitas penelitian, landasan teoritis, kerangka

berpikir dan metode penelitian.

Bab II menguraikan tinjauan umum yang terdiri atas 3 ( tiga ) sub bab

mengenai kebijakan hukum pidana. Sub bab kedua membahas pemahaman hukum

tindak pidana korupsi, sub bab ketiga membahas mengenai pidana pengganti

dalam tindak pidana korupsi serta sub bab keempat membahas kerugian negara

dalam tindak pidana korupsi.

Bab III menguraikan mengenai pembahasan dari permasalahan yang pertama

dalam penelitian ini yang terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu bagian pertama adalah

membahas mengenai pidana pengganti kerugian negara dalam hukum pidana

Indonesia. Bagian kedua membahas prosedur penyitaan sebagai pengganti

Page 4: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

iv

pembayaran uang pengganti menurut KUHAP. Bagian ketiga membahasa Perma

No 5 Tahun 2014 sebgai alternatif prosedur pelaksanaan pidana pengganti.

Bab IV menguraikan mengenai pembahasan dari permasalahan yang kedua

dalam penelitian ini yang terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu bagian pertama

membahas tentang kebijakan reformulasi hukum terhadap pidana pengganti yang

akan dating. Sedangkan bagian kedua membahas peraturan hukum pengembalian

asset.

Bab V merupakan penutup yang menguraikan simpulan dan saran. Simpulan

merupakan hasil dari pembahasan penelitian baik baik dari rumusan masalah

pertama dan kedua, sedangkan saran memuat tentang hal-hal yang menjadi

rekomendasi terkait permasalahan dalam penelitian sebagai bentuk jalan keluar

atas masalah yang dimaksud sehingga patut dan layak untuk segera dilaksanakan.

Page 5: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

v

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ...................................................................... i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR MAGISTER .................................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT …………………………….. .. iv

UCAPAN TERIMAKASIH.............................................................................. v

HALAMAN ABSTRAK ……………………………………………………... ix

HALAMAN ABSTRACT ……………………………………………………. x

RINGKASAN ………………………………………………………………... x

DAFTAR ISI ………………………………………………………………… . xii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 14

1.3 Ruang Lingkup Masalah .................................................................. 15

1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................. 16

1.4.1.Tujuan Umum......................................................................... 16

1.4.2.Tujuan Khusus ......................................................................... 16

1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................. 17

1.5.1 Manfaat Teoritis .................................................................... 17

1.5.2 Manfaat Praktis ....................................................................... 17

Page 6: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

vi

1.6 Orisinalitas Penelitian .......................................................................... 18

1.7 Landasan Teoritis.................................................................................. 19

1.7.1 Teori Kebijakan … .................................................................. 19

1.7.2 Teori Pemidanaan ..................................................................... 26

1.7.3 Teori Keadilan ..................................................................... 28

1.8 Metode Penelitian ............................................................................... 32

1.8.1 Jenis Penelitian ......................................................................... 32

1.8.2 Jenis Pendekatan........................................................................ 33

1.8.3 Sumber Bahan Hukum ............................................................ 34

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum …………...... ..... ........... 35

1.8.5 Teknik Analisis …………....................................................... 35

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEBIJAKAN HUKUM PIDANA,

TINDAK PIDANA KORUPSI, PIDANA PENGGANTI, DAN

KERUGIAN NEGARA ...................................................................... 38

2.1 Kebijakan Hukum Pidana .................................................................. 38

2.2 Pemahaman Hukum Tindak Pidana Korupsi ................................... 42

2.2.1 Pengertian Korupsi ………………………............................. 45

2.2.2 Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi ……............................. 48

2.2.3 Pelaku Tindak Pidana Korupsi ……………........................... 50

Page 7: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

vii

2.3 Pidana Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi............................... 52

2.4 Kerugian Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi .............................. 56

BAB III KEBIJAKAN FORMULASI PENGGANTI KERUGIAN NEGARA

DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA ..................…………….64

3.1 Pidana Pengganti Kerugian Negara Dalam ukum Pidana Indonesia 64

3.1.1 Dasar Hukum Pengaturan Uang Pengganti ………………….. 68

3.2 Produser Penyitaan Sebagai Pengganti Pembayaran Uang Pengganti

Menurut KUHAP ............................................................................... 78

3.3 Perma No 5 Tahun 2014 Sebagai Alternatif Prosedur Pelaksanaan

Pidana Pengganti ………………………………………………….... 81

BAB IV KEBIJAKAN REFORMULASI DALAM UPAYA

PENGEMBALIAN ASET NEGARA, DAN PENGGANTI

KERUGIAN NEGARA DI MASA YANG AKAN DATANG …... 87

4.1 Kebijakan Reformulasi Hukum Terhadap Pidana Pengganti Yang

Akan Datang ……………………………………………………..….. 87

4.1.1 Prinsip-prinsip dalam UNCAC untuk mendukung formulasi

Pidana Pengganti Kerugian Negara .…………………….. 94

4.1.2 Konsep dalam melakukan perampasan asset yang akan datang 94

4.2 Hambatan dalam peraturan hukum perampasan aset dalam rangka

pelaksanaan eksekusi pidana pengganti sebagai pertimbangan dalam

formulasi norma yang akan datang ……………………..……. 99

4.3 Pengaturan perdata dalam upaya pengembalian aset sebagai kajian

Page 8: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

viii

formulasi yang akan datang …….……………………..……. 110

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ……………………………...……......... 116

5.1 Simpulan …………………………………………….................... 116

5.2 Saran …………………………………………………………….... 117

Page 9: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

ix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 menegaskan bahwa „Negara Indonesia adalah Negara Hukum‟. Artinya

bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas

hukum (rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan (machtstaat), dan

pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), bukan absolutisme

(kekuasaan yang tidak terbatas). Dengan demikian, terdapat 3 (tiga) prinsip

dasar yang wajib dijunjung oleh setiap warga negara yaitu supremasi hukum,

kesetaraan di hadapan hukum, dan penegakan hukum dengan cara-cara yang

tidak bertentangan dengan hukum.

Pembangunan nasional berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyat

Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, aman, dan tertib

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, perlu terus ditingkatkan, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip

dasar di atas, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang

berdasar atas hukum.

Salah satu hambatan terhadap pembangunan nasional yang berkelanjutan

di atas adalah lemahnya penegakan hukum dan semakin meluasnya tindak

pidana korupsi, baik kualitas maupun kuantitasnya. Untuk mencegah dan

memberantas tindak pidana korupsi perlu diambil langkah-langkah terpadu

Page 10: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

x

berupa pembentukan undang-undang yang aspiratif, penegakan hukum yang

konsisten, peningkatan peran serta masyarakat, dan kerja sama internasional.

Istilah korupsi yang mengemuka sebagai hambatan dari pembangunan

nasional merupakan persoalan lama yang terus menghantui pembangunan

bangsa Indonesia kedepannya. Korupsi merupakan perkataan yang berasal dari

perkataan corruption, yang berarti kerusakan. Istilah ini misalnya dipakai

dalam kalimat naskah kuno Negara kertagama yakni ada yang corrupt

(rusak).1

Masalah korupsi yang terjadi di Indonesia sudah semakin pada titik

nadir. Korupsi di negeri ini sudah begitu parah, mengakar, bahkan sudah

membudaya. Praktek korupsi terjadi hampir di setiap lapisan birokrasi baik di

tingkat Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif, serta telah menjalar di dunia

usaha.2

Korupsi adalah masalah besar yang dihadapi negara-negara dengan

perkembangan ekonomi pesat, demikian salah satu kesimpulan Transparency

International ketika merilis Corruption Perseptions Index (CPI) 2014 hari

Rabu (03/12/14) di Berlin, Jerman. 18 negara mendapat skor di bawah 40 dari

seluruhnya 100 skor. 0 berarti terkorup dan 100 berarti paling bersih.

Indonesia mendapat skor 34, naik dari tahun lalu, 32. Indonesia kini

menduduki peringkat 107, bersama-sama dengan Argentina dan Djibouti.

1 I Ketut Mertha, 2014, Efek Jera Pemiskinan Koruptor dan Sanksi Pidana , Udayana University

Press, Denpasar, h.48 2 Muhammad Yusuf, 2013, Merampas Aset Koruptor Solusi Pemberantasan Korupsi di Indonesia,

PT. Kompas Media Indonesia, Jakarta, h.1

Page 11: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xi

Tahun 2014, Indonesia berada di peringkat 114 dari seluruhnya 174 negara

yang diperiksa.3

Korupsi tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi hampir di semua Negara-

negara sedang berkembang ( NSB ) seperti Nigeria, Peru, dan Filipina.

Sebagai suatu kejahatan yang melintasi batas teritorial suatu negara dan

sebagai suatu kejahatan terorganisasi, bahkan korupsi seringkali melibatkan

korporasi sebagai pelaku. Gambaran ini mengingatkan bahwa penanganan

korupsi menjadi semakin rumit, dengan semakin banyaknya aset publik yang

dikorup kemudian disimpan pada sentra-sentra finansial di negara-negara

maju terlindungi oleh sistem hukum yang berlaku di negara tersebut, ditambah

lagi dengan jasa para profesional yang disewa oleh koruptor sehingga tidak

mudah untuk melacak, apalagi memperoleh kembali aset tersebut. 4

Tindak pidana korupsi, pada awalnya dimasukkan sebagai delik-

delik jabatan (ambsdelicten) dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP). Kompleksnya permasalahan serta perkembangan serta modus

operandi tindak pidana korupsi mengakibatkan makin melemahnya

kemampuan KUHP untuk menyeret pelaku korupsi. Indonesia sebagai satu

bagian dari bangsa di dunia tidak terlepas dari korupsi. Hal ini dilihat dari

nilai indeks korupsi Indonesia yang dibuat oleh lembaga Tranparansi

Internasional yang mencapai poin 32. Dari peringkat indeks tersebut Indonesia

menduduki peringkat 118 dari 174 negara dunia, dan menduduki peringkat ke

3 Tersedia di http//www.detik.com/indexkorupsiindonesia.

4 Mahrus Ali, 2011, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, h. 6

Page 12: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xii

56 negara terkorup di dunia.5 Korupsi di Indonesia diduga telah merugikan

keuangan negara sejumlah 39,3 triliun rupiah dalam rentang waktu dari tahun

2004 - 2011.6

Pelaksanaan pembangunan nasional dan pertumbuhan ekomoni menjadi

terganggu dengan semakin merajalelanya korupsi yang terjadi diseluruh aspek

lapisan masyarakat dalam segala bidang yang lambat laun telah menggerogoti

hasil pembangunan yang telah dicapai karena korupsi telah banyak

menyebabkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara.

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana

khusus7 (ius singulare, ius speciale atau bijzonder strafrecht) dan ketentuan

hukum positif (ius constitutum) Indonesia, yang diatur dalam UU Nomor 31

Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.8

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana

khusus.9 Apabila dijabarkan, tindak pidana korupsi mempunyai spesifikasi

tertentu yang berbeda dengan hukum pidana umum, seperti penyimpangan

hukum acara10 dan materi yang diatur dimaksudkan menekan seminimal

5 Tersedia di Republika.co.id, “Indonesia Berada di Peringkat 56 Negara Terkorup di Dunia

Tahun 2012”, www.republika.co.id/berita /hukum/nasional/13/01/02

6 Tersedia di Fokus news, “Puluhan Trilun Rupiah Menguap karena Korupsi”, www.fokusnews

viva.co.id. 4 Desember 2012. 7 Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi,Bandung, Alumni, h. 1.

8 Juniver Girsang, 2012, Abuse of Power, Penyalahgunaan Kekuasaan Aparat Penegak Hukum

Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, J.G. Publishing ,h. 8. 9 Adami Chazawi, Op.Cit.

10 Moch. Faisal Salam, 2001, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Bandung, Mandar

Maju, h. 2-3.

Page 13: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xiii

mungkin terjadinya kebocoran serta penyimpangan terhadap keuangan dan

perekonomian negara. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Anti

Korupsi 2003 (United Nations Convention Against Corruption (UNCAC),

2003)11 mendeskripsikan masalah korupsi sudah merupakan ancaman serius

terhadap stabilitas, keamanan masyarakat nasional dan internasional, telah

melemahkan institusi, nilai-nilai demokrasi dan keadilan serta membahayakan

pembangunan berkelanjutan maupun penegakan hukum.

Indonesia sendiri memandang korupsi merupakan salah satu bentuk

tindak pidana yang mendapatkan perhatian yang sangat besar dari masyarakat

Indonesia dewasa ini, isu akan pemberantasan perkara korupsi seakan-akan

telah menjadi sebuah topic hangat yang tidak henti-hentinya di perbincangkan

di tengah-tengah masyarakat.

Korupsi merupakan kejahatan yang sangat luar biasa sehingga sering

disebut sebagai extraordinary crime sehingga dalam penangannya diperlukan

aturan khusus dan upaya yang khusus pula. Wujud dari keseriusan

pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai extraordinary crime yang

memerlukan penanganan khusus ditandai dengan dikeluarkannya UU No 20

Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang

pemberantasan Tindak pidana korupsi yang memuat banyak ketentuan-

ketentuan khusus yang mempunyai aturan yang berbeda bila disandingkan

dengan aturan umum yang dimuat dalam kitab undang-undang hukum pidana

11

Romli Atmasasmita, 2006, Strategi Dan Kebijakan Pemberantasan Korupsi Pasca Konvensi

PBB Menentang Korupsi Tahun 2003: Melawan Kejahatan Korporasi, Jakarta, Paper

2006, h. 1

Page 14: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xiv

(KUHP), salah satunya adalah terdapat ancamam pidana pengganti terhadap

kerugian Negara yang terjadi.

Kerugian keuangan negara atau perekonomian negara yang sebutkan

diatas telah menjadi unsur dari delik korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2

dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU

Tipikor).

Pasal 2 UU Tipikor menyebutkan:

”Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)

tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling sedikit

RP.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

Sedangkan Pasal 3 UU Tipikor menyebutkan:

”Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain

atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana

yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling

lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling sedikit RP.50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah)”.

Untuk mencari apa yang dimaksud dengan kerugian negara yang

disebutkan dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi

tersebut dapat dicari beberapa rujukan antara lain :

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara mendefinisikan keuangan negara adalah, “semua hak dan kewajiban

negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang

Page 15: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xv

maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal

1 ayat 22 menjelaskan “Kerugian negara/ daerah adalah kekurangan uang,

surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat

perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.”

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikemukakan unsur-unsur dari kerugian

negara yaitu:

1. Kerugian negara merupakan berkurangnya keuangan negara berupa uang

berharga, barang milik negara dari jumlahnya dan/ atau nilai yang

seharusnya.

2. Kekurangan dalam keuangan negara tersebut harus nyata dan pasti

jumlahnya atau dengan perkataan lain kerugian tersebut benar-benar telah

terjadi dengan jumlah kerugian yang secara pasti dapat ditentukan

besarnya, dengan demikian kerugian negara tersebut hanya merupakan

indikasi atau berupa potensi terjadinya kerugian.

Kerugian tersebut akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja

maupun lalai, unsur melawan hukum harus dapat dibuktikan secara cermat dan

tepat.12

Terhadap kerugian keuangan negara ini dalam undang-undang

pemberantasan tindak pidana korupsi baik yang lama yaitu UU No. 3 tahun

1971 maupun yang baru yaitu UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun

2001, menetapkan kebijakan bahwa kerugian keuangan negara itu harus

dikembalikan atau diganti oleh pelaku korupsi.

Berkaitan dengan pengaturan pengembalian aset tersebut di atas,

pemerintah Indonesia telah menerbitkan pelbagai peraturan yang dapat

dijadikan sebagai dasar/landasan dalam upaya pemerintah untuk

12 Hernol Ferry Makawimbang, 2015, Memahami dan menghindari Perbuatan Merugikan

Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang, Thafa Media,

Yogyakarta, h.15

Page 16: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xvi

mengembalikan kerugian keuangan negara sebagai akibat dari tindak pidana

korupsi. Upaya-upaya dimaksud diatur dalam :

1. UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UUU No. 20 tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Korupsi)

2. UU No. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention

Against Corruption (Konvensi Anti Korupsi)

Ratifikasi Konvensi ini merupakan komitmen nasional untuk

meningkatkan citra bangsa Indonesia dalam percaturan politik

internasional. Arti penting lainnya dari ratifikasi Konvensi tersebut

adalah:

- untuk meningkatkan kerja sama internasional khususnya dalam melacak, membekukan, menyita, dan mengembalikan aset-aset hasil

tindak pidana korupsi yang ditempatkan di luar negeri;

- meningkatkan kerja sama internasional dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik;

- meningkatkan kerja sama internasional dalam pelaksanaan perjanjian ekstradisi, bantuan hukum timbal balik, penyerahan narapidana,

pengalihan proses pidana, dan kerja sama penegakan hukum; -

mendorong terjalinnya kerja sama teknik dan pertukaran informasi

dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di

bawah payung kerja sama pembangunan ekonomi dan bantuan teknis

pada lingkup bilateral, regional, dan multilateral; dan

- harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan

Konvensi ini.

3. UU No 5 Tahun 2009 Tentang Pengesahan United Nations Convention

Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-

Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi).

Konvensi menyatakan bahwa tujuan Konvensi ini adalah untuk

meningkatkan kerja sama internasional yang lebih efektif dalam

mencegah dan memberantas tindak pidana transnasional yang

terorganisasi, dan salah satu tindak pidana yang dimaksud ialah tindak

pidana pencucian uang hasil kejahatan korupsi yang bersifat

transnasional.

4. UU 15 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No. 25 tahun 2003

tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) , dan yang tebaru

UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang.

Secara historis, hasil korupsi sangat erat kaitannya dengan kasus

pencucian uang dalam yurisdiksi tertentu di mana hasil-hasil kejahatan

dapat disembunyikan. Sehubungan dengan itu, Pasal 54 ayat 1 (b)

UNCAC mengharuskan setiap negara Pihak untuk menjamin

kemampuan mereka dalam menyita hasil tindak pidana dari negara lain

terkait kasus pencucian uang

Page 17: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xvii

UNCAC tersebut juga mempunyai maksud dan tujuan umum, yaitu

untuk memajukan dan meningkatkan / memperkuat tindakan pencegahan

dan pemberantasan korupsi yang lebih efisien dan efektif, untuk

memajukan, memfasilitasi, dan mendukung kerjasama internasional dan

bantuan teknis dalam mencegah dan memerangi korupsi, terutama

pengembalian aset, serta meningkatkan integritas dan akuntabilitas dan

manejemen publik dalam pengelolaan kekayaan negara. “Pengembalian

aset negara yang dikorupsi di negara-negara sedang berkembang

(termasuk Indonesia) yang umumnya disimpan di sentra-sentra finansial

negara maju, merupakan agenda kerjasama internasional dalam konvensi

ini. Bagi Indonesia pengembalian aset negara sangatlah penting

mengingat korupsi di indonesia secara sistematik sebagai suatu

perbuatan yang sangat merugikan serta merusak sendi-sendi kehidupan

perekonomian suatu negara”. 13

5. UU No. 1 tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah

Pidana .

Apabila kita lihat beberapa ketentuan diatas, konvensi PBB yang telah

disyahkan menjadi undang-undang tersebut sangat relevan dengan kenyataan

banyaknya hasil korupsi di simpan pada bank-bank di luar negeri yang

dipandang aman dari pelacakan oleh aparat penegak hukum Indonesia.14

Upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang

mengikutsertakan masyarakat, dalam The United Nations Convention Against

Corruption 2003, pada Pasal 13 disebutkan, bahwa :

Each state party shall take appropriate measures, within its means and

in accordance with the fundamental principles of its domestic law, to

promote the active participation of individuals and groups outside the

public sector, such as civil society, nongovernmental organizations and

community-based organizations, in the prevention of and the fight

against corruption

(Terjemahan bebas :Masing-masing negara pihak wajib mengambil

tindakan-tindakan yang semestinya, dalam kewenanganya dan sesuai

13

I Gusti Ketut Ariawan, 1 januari 2008, Stolen Aset Recovery Initiative, Suatu Harapan Dalam

Pengembalian Aset Negara, Majalah Hukum Kertha Patrika. 14

I Ketut Mertha,2014, Efek Jera Pemiskinan Koruptor dan Sanksi Pidana , Udayana University

Press, Denpasar, h.55.

Page 18: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xviii

dengan prinsip-prinsip dasar hukum internalnya; meningkatkan

partisipasi aktif perorangan dan kelompok di luar sektor publik, seperti

masyarakat sipil, organisasi-organisasi non pemerintah (NGO/LSM) dan

organisasi-organisasi berbasis masyarakat). Hal ini dilakukan dalam

rangka pencegahan dan perlawanan terhadap korupsi dan meningkatkan

kewaspadaan masyarakat mengenai keberadaan, penyebab dan

kegawatan dari dan ancaman yang ditunjukan oleh korupsi.

Konvensi anti korupsi (KAK) telah membuat terobosan besar mengenai

pengembalian asset kekayaan negara yang telah dikorupsi, meliputi sistem

pencegahan dan deteksi hasil tindak pidana korupsi (Pasal 52 KAK); sistem

pengembalian asset secara langsung (Pasal 53 KAK) ; sistem pengambalian

asset secara tidak langsung dan kerjasama internasional untuk tujuan

penyitaan (Pasal 55 KAK). Ketentuan esensial yang teramat penting dalam

konteks ini adalah ditujukan khusus terhadap pengembalian asset-aset hasil

korupsi dari negara ketempatan (custodial state) kepada negara asal (country

of origin) asset korupsi.

Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31

Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sendiri lebih rinci

memuat upaya pengembalian kerugian negara dalam ketentuan Pasal 18 yakni:

ayat (1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah:

a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau tidak berwujud atau

barang yang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh

dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana

dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang

menggantikan barang-barang tersebut.

b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya

sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

c. Penutupan seluruh atau sebagaian perusahaan untuk waktu paling lama

1 (satu) tahun;

Page 19: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xix

d. Pencabutan seluruh atau sebgaian hak-hak tertentu atau penghapusan

seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau diberikan

oleh pemerintah kepada terpidana.

Ayat (2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan

sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk

menutupi uang pengganti tersebut.

Ayat (3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang

mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak

melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang ini dan lamaya pidana tersebut sudah

ditentukan dalam putusan pengadilan.15

Implementasi dari ketentuan Pasal 18 dalam undang-undang

pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut dapat kita temui pada salah satu

point putusan pengadilan tindak pidana korupsi biasanya dalam putusannya

menyebutkan besaran uang pengganti, bila kita mengacu pada peraturan yang

ada, seharusnya dalam jangka waktu satu bulan sejak putusan tersebut

mendapat kekuatan hukum tetap terpidana wajib mekakukan pembayaran, dan

bila tidak dilakukan maka harta bendanya dapat disita untuk menutupi

kerugian negara yang terjadi, penyitaan dalam rangka pelaksanaan putusan

tersebut hingga saat ini tidak diatur dalam norma tersendiri, padahal tindakan

penyitaan terhadap asset individu sangat rentan akan perlawanan mengingat

terdapat hak keperdataan yang juga dilindungi oleh Hukum

Pentingnya mengoptimalkan ketentuan Pasal 18 dalam undang-undang

pemberantasan tindak pidana korupsi dengan tidak hanya berhenti pada

15 Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah menjadi Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Page 20: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xx

putusan pidana pokok yang telah dijatuhkan, harus dilaksanakan dengan serius

mengingat esensi dari tindak pidana korupsi itu sendiri ada pada hilangnya

keuangan negara yang mengakibatkan kerugian negara, kemudian setelah

pelaku dijatuhi pidana sebagai bentuk pertanggung jawaban atas perbuatan

yang telah dilakukan, sering kali jumlah kerugian negara yang terjadi tidak

kembali kepada kas negara.

Konsep pengembalian keuangan negara yang bersifat progresif mutlak

diperlukan untuk mengatasi kekosongan norma saat dalam undang-undang

pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini, dimana kedudukan pidana

pembayaran uang pengganti sebagai “lembaga baru” dalam sistem hukum

pidana Indonesia, menyebabkan terdapat kekosongan dalam pengaturannya.

sehingga memerlukan “manuver interpretasi” ketentuan yang ada misalnya

dengan mengharmonisasikan pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Menentang Korupsi (United Nations Convention Against Corruption/UNCAC)

Tahun 2003, atau menciptakan kebijakan hukum pidana pengganti yang

memadai dalam upaya pemberantasan tidak pidana korupsi.

Situs hukum online melansir beberapa perkara tindak pidana korupsi

besar yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dalam peradilan yang

putusannya in absentia yakni :16

No Terpidana Kerugian Negara Uang Pengganti

1 Hendra Raharja Korupsi

BLBI Bank BHS

Rp.

305.345.074.000

dan

AS$2.304.809,36

Rp1,9 triliun

2 Bob Hasan Korupsi AS$243 juta Rp1,9 triliun

16

Devisa Negara Tanpa Aturan Yang Jelas, http://www.hukumonline.com 16 Januari 2006.

Page 21: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxi

Pemotretan dan Pemetaan

Hutan lindung

3 Samadikun Hartono

Korupsi BLBI Bank

Modern

Rp.

80.742.270.581

Rp. 169 miliar

4 Sudjiono Timan

Korupsi BPUI

AS$. 126 juta Rp. 369 miliar

5 David Nusa Widjaja

Korupsi BLBI Bank

Servitia

Rp. 1,29 trilun Rp. 1,29 triliun

6 Huzrin Hood Korupsi

APBD Kepulauan Riau

(Kepri)

Tahun 2001 dan 2002

Rp. 3,4 miliar Rp. 3,4 miliar

7 Bambang Sutrisno dan

Adrian Kiki Aryawan

Korupsi

BLBI Bank Surya

Rp1, 5 triliun Rp1,5 triliun

8 Eddy Tansil korupsi

BAPINDO

Rp1,3 triliun uang pengganti

Rp. 500 miliar dan

membayar

kerugian negara

Rp1,3 triliun

9 Asriadi, Korupsi di bidang

pajak

Rp. 40 miliar Rp. 13 miliar

10 Iwan Zulkarnaen Korupsi

di bidang pajak

Rp. 40 miliar Rp. 27 miliar

Rekapitulasi uang pengganti dari bahan yang disampaikan tersebut yakni

terdapat sisa uang pengganti yang belum tertagih tahun 2004 yaitu sebesar Rp.

2.889.892.947.825, dan yang berhasil dieksekusi hanya sebesar Rp.

500.000.000,- dengan demikian masih terdapat sisa uang pengganti yang

cukup besar yang masih tertunggak yang entah bagaimana permasalahan

tersebut dapat diselesaikan.

Audit BPK juga menunjukkan bahwa tunggakan uang penganti sebanyak

13 Trilyun yang belum diselesaikan oleh Kejaksaan Agung hal ini merujuk

pada hasil audit BPK atas laporan keuangan Kejagung tahun 2012 dan 2013

Page 22: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxii

yang disampaikan ke pihak kejaksaan pada 30 Mei 2014. Meski tidak

menyebut semua kasus yang masih ada tunggakan uang pengganti , dan untuk

itu Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan bahwa tim verifikasi dan

klarifikasi masalah tunggakan uang pengganti kasus korupsi tengah bekerja.17

Hal ini sudah menunjukkan bahwa upaya eksekusi uang pengganti tidak

mudah dilaksanakan walaupun telah terdapat norma hukum yang

mengaturnya, namun tidak berjalannya dengan baik norma tersebut

diakibatkan karena tidak adanya pengaturan hukum lebih lanjut bagaimanana

pelaksanaan perampasan asset dalam rangka melaksanakan putusan

pengadilan untuk mengganti kerugian negara yang telah timbul dapat

dilaksanakan.

Berdasarkan uraian diatas terlihat adanya kebutuhan untuk mereformulasi

sistem hukum pidana di Indonesia yang mengatur mengenai pelaksanaan

penyitaan harta terpidana korupsi dilakukan sebelum dikenakan pidana

pengganti kerugian negara, upaya pengaturan tersebut selain harus

komprehensif juga harus terintegrasi dengan pengaturan lain agar undang-

undang yang akan disusun bisa berjalan dengan baik dan mampu memberikan

kepastian hukum serta jaminan perlindungan hukum kepada masyarakat, dan

kebijakan hukum pidana dalam upaya perampasan asset terhadap kekayaan

koruptor mutlak diperlukan, melalui pendekatan kebijakan hukum pidana

yang lebih bersifat progresif untuk mengatasi kekosongan norma pidana

17

Tersedia di detik.com/ Tunggakan-Uang-Pengganti-Jaksa/ diakese 20 Mei 2015

Page 23: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxiii

pengganti pengembalian kerugian negara selama ini, agar pengembalian asset

yang menjadi roh untuk mengembalikan kerugian negara dapat tercapai.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dikemukakan

permasalahan yang menjadi pokok pembahasan pada bab berikutnya. Adapaun

permalasalahan dimaksud penulis rumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kebijakan formulasi pidana pengganti kerugian negara

dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sekarang ini (ius

constitutum) ?

2. Bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

yang akan datang (ius constituendum) ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Suatu karya ilmiah perlu kiranya di tentukan secara tegas materi yang

akan diuraikan dalam tulisan ini. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah agar

materi atau isi uraian ini tidak menyimpang dari pokok permasalahan,

sehingga permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini dapat diuraikan secara

sistematis. Sebelum diuraikan lebih lanjut tentang ruang lingkup permasalahan

diatas, maka terlebih dahulu perlu dibatasi materi yang akan di bahas dalam

Tesis ini tentang “KEBIJAKAN HUKUM TENTANG PIDANA

PENGGANTI KERUGIAN NEGARA DALAM PEMBERANTASAN

TINDAK PIDANA KORUPSI”.

Page 24: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxiv

Adapun yang menjadi permasalah yang akan di bahas dalam usulan

penelitian ini adalah tentang bagaimana mereformulasi tentang pidana

pengganti kerugian negara dalam tindak pidana korupsi apakah telah cukup

norma yang ada saat ini. Dengan mengetahui hal tersebut kemudian

dibandingkan dengan penjelasan ketentuan norma pasal 18 UU Tindak Pidana

Korupsi, kemudian melihat ketentutan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan melihat bahan hukum yang ada mengenai formulasi norma uang

pengganti yang berlaku saat ini, dengan mempelajari mekanisme yang

ditempuh tersebut sehingga dapat dijadikan bahan masukan maupun rujukan

dalam menyusun formulasi ketentuan yang lebih baik dikemudian hari

mengenai pidana pengganti kerugian negara dalam tindak pidana korupsi.

Dengan demikian akan dapat dilihat apakah ketentuan dalam Pasal 18

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah menjadi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi masih baik atau diperlukan kebijakan

hukum untuk memperbaharui norma tersebut.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk pengembangan ilmu hukum

terkait dengan dengan norma hukum pidana pengganti kerugian negara

Page 25: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxv

dalam kasus tindak pidana korupsi, karena peraturan pemerintah / petunjuk

pelaksanaan hukum pidana pengganti bagi terpidana yang tidak sanggup

membayar, terdapat kekosongan hukum dalam undang-undang maupun

peraturan pemerintah yang mengatur petunjuk pelaksanaan uang pengganti

sehingga penulisan ini dapat dijadikan rujukan umum untuk melihat

masalah yang ada dalam norma yang berlaku saat ini (Ius Constitutum).

1.4.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui bagaimana

kebijakan hukum tentang pidana pengganti kerugian negara dalam

pemberantasan tindak pidana korupsi yang berlaku saat ini di Indonesia, ,

dan bagaimana kebijakan hukum yang akan datang untuk mengisi

kekosongan norma hukum yang terdapat dalam formulasi sebelumnya.

Dengan melihat peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini

sejauh kemudian membandingkan peraturan mengenai uang pengganti dari

negara lain, untuk selanjutnya dapat ditarik sebuah solusi dalam

penyusunan norma uang pengganti dalam kasus tindak pidana korupsi di

Indonesia.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

- Dapat memberikan informasi sejauh mana suatu teori dalam ilmu

hukum dapat membantu dalam pemecahan masalah terhadap suatu

kasus khususnya dalam pengambilan suatu kebijakan hukum.

Page 26: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxvi

- Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi arah

kebijakan legislasi baru (ius constitutum) dalam membuat undang-

undang pidana pada umumnya dan khususnya terhadap undang-

undang tentang kebijakan hukum tentang pidana pengganti kerugian

negara dalam pemberantasan tindak pidana korupsi nantinya.

1.5.2 Manfaat Praktis

- Dapat memberikan pengetahuan tentang bagaimana norma pidana

pengganti terhadap kerugian negara dalam kasus tindak pidana korupsi

saat ini .

- Dapat memberikan wawasan pengetahuan mengenai beberapa

formulasi uang pengganti dan kendala yang ada dalam formulasi saat

ini sehingga diperoleh masukan atau kajian akademis untuk

penyusunan norma pidana pengganti kerugian negara dalam kasus

tindak pidana korupsi yang akan datang.

1.6 Orisinalitas Tesis

Sepanjang pengetahuan penulis penelitian dengan judul “KEBIJAKAN

HUKUM TENTANG PIDANA PENGGANTI KERUGIAN NEGARA

DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI”, belum

pernah diajukan dilingkungan Pasca Sarjana Ilmu hukum Universitas

Udayana, dan permasalah terkait pokok permasalahan yang penulis sebutkan

diatas belum pernah penulis dalam literature ilmiah manapun mengingat

permasalah tersebut sangat sering terjadi, namun penelitian mendalam untuk

Page 27: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxvii

menyelesaikan permasalah tersebut hingga saat ini masih sangat minim baik

yang berupa tesis maupun jurnal-jurnal ilmiah yang ada.

Untuk menunjukkan orisinalitas penelitian dari tesis ini, maka dapat

dibandingkan dengan tesis atau skripsi lainnya antara lain:

1. Proposal Tesis karya Ni Wayan Sinarwati dengan judul “ Peranan

Jaksa Untuk Menuntut Terdakwa Korupsi Dalam Pengembalian

Kerugian Keuangan Negara Perspektif Sistem Peradilan Pidana

Indonesia”

Rumusan Masalah:

a. Apa peran jaksa dalam pengembalian kerugian keuangan Negara

oleh koruptor dalam proses peradilan pidana?

b. Apa bentuk tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh jaksa

dalam proses persidangan ?

2. Karya Ilmiah Michael Barama Universitas Samratulangi yang

mengambil judul “Uang Pengganti Sebagai Pidana Tambahan Dalam

Perkara Korupsi”

Rumusan Masalah:

a. Bagaimana Kedudukan Uang Pengganti Sebagai Pidana Tambahan

Dalam Perkara Pidana Korupsi?

b. Bagaimana Proses Pelaksanaan Hukuman Tambahan Uang

Pengganti Dalam Perkara Pidana Korupsi?

Page 28: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxviii

3. Tesis Karya A.A Ngurah Oka Yudisthira Darmadi yang mengambil

judul “Kebijakan Hukum Pidana Pengembalian Aset Tindak Pidana

Korupsi di Indonesia.

Rumusan Masalah:

a. Implikasi ratifikasi UNCAC 2003 dalam pengembalian asset tindak

pidana terhadap kebijakan peraturan perundang-undangan tindak

pidana korupsi?

b. Kebijakan hukum dalam rangka meperkuat system hukum pidana

pengembalian ases tindak pidana korupsi di Indonesia.

1.7 Landasan Teori

1.7.1 Teori Kebijakan Hukum Pidana

Landasan teori adalah merupakan butir-butir pendapat, teori, tesis

mengenai suatu permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan

teori yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui.18

Melalui landasan teori

maka ditentukan arah penelitian dan dalam memilih konsep yang tepat guna

pembentukan analisis dan hasil penelitian yang dilakukan.19

Dalam Landasan

teoritis selain terdapat teori-teori yang digunakan untuk mengupas

permasalahan juga terdapat asas, konsep, dan doktrin20

yang memiliki korelasi

yang erat dengan permasalahan yang di bahas yaitu kebijakan formulasi

18

Endang Komara, 2011, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, Refika Aditama, Bandung, h. 8 19

Muhammad Erwin, 2011, Filsafat Hukum, Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, h. 13 20

Hans Kelsen 2012, Pengantar Teori Hukum, Nusa Media, Bandung, h. 23

Page 29: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxix

pidana pengganti kerugian negara dalam pemberantasan tindak pidana

korupsi.

Dalam Konteks kebijakan hukum pidana (penal Policy) menurut Marc

Ancel, penal policy adalah :

” Both a science and art of which the practical purpose ultimately are to

unable the positive rules better formulated and to guide not only the

legislator who has to draft criminal statues, but the court by which they

are applied and the prison administration which gives practical effect to

the court decision.”21

Suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis

untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan seara lebih

baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-

undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang,

dan kepada penyelenggara atau pelaksanaan putusan pengadilan).

Kemudian menurut A. Mulder kebijakan hukum pidana dipadankan

dengan straftrechtpolitiek, yang artinya sebagai garis kebijakan untuk

menentukan:

1. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah

dan diperbaharui.

2. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana.

3. Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, perailan dan pelaksanaan

pidana yang harus dilaksanakan.22

Sejalan dengan pandangan Marc Ancel dan Mulder, Sudarto menyatakan

bahwa penal policy dapat diartikan sebagai usaha mewujudkan peraturan

perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada

21

Marc Ancel,1965, Social Defence A Modern Approach Problem ,Routkege &keagen Paul,

London, h.209. 22

Barda Nawawi Arief , 2007, Beberapa Asepek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan

Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.3 (selanjutnya disebut BARDHA

NAWAWI ARIEF I)

Page 30: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxx

waktu dan untuk masa-masa yang akan datang. Pada sumber lain juga Sudarto

menyatakan “bahwa menjalankan politik (kebijakan) hukum pidana juga

mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana

yang paling baik, dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna.23

Esensi teori kebijakan pidana yang dikemukakan Marc Ancel, A. Mulder

dan Sudarto menunjukkan bahwa betapa luasnya ruang lingkup dari kebijakan

(politik) hukum pidana (penal policy), secara sistematis dapat dirangkum

meliputi tahapan seperti :

1. Kebijakan legislative (formulasi)

2. Kebijakan yudikatif (aplikasi)

3. Kebijakan Eksekutif ( eksekusi).

Selain itu, istilah kebijakan dalam beberapa tulisan disebut dengan

“politik"24

, "policy" (Inggris) , "politiek" (Belanda)17

yang kemudian dapat

disebut 25

pula sebagai politik hukum pidana. Dalam kepustakaan asing istilah

“politik hukum pidana” ini sering dikenal dengan berbagai istilah, antara lain

“penal policy”, “criminal law policy” atau “strafrechts politiek”.26

Sudarto

memberikan arti politik hukum sebagai berikut :

1. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan

keadaan dan situasi pada suatu waktu.27

23

Sudarto, 2005, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h.19 24

Sudarto, 2009, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Penerbit SinarBaru,Bandung,

h.16. 25

Barda Nawawi Arief, 2010, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan

Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana, Jakarta, h. 26. (selanjutnya disebut Bardha

Nawawi Arief II) 26

Loc.cit. 27

Sudarto, 2008, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h.159.

Page 31: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxxi

2. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk

menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa

digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam

masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. 28

Mahfud merumuskan politik hukum sebagai:29

Kebijakan hukum yang

akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah; mencakup pula

pengertian tentang bagaimana politik mempengaruhi hukum dengan cara

melihat konfigurasi kekuatan yang ada di belakang pembuatan dan penegakan

hukum itu. Di sini hukum tidak dapat hanya dipandang sebagai pasal-pasal

yang bersifat imperatif atau keharusan-keharusan, melainkan harus dipandang

sebagai subsistem yang dalam kenyataan bukan tidak mungkin sangat

ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materi dan pasalpasalnya

maupun dalam implementasi dan penegakannya.

Pendapat Marc Ancel yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief yang

menyebutkan bahwa "penal policy" adalah suatu ilmu sekaligus seni yang

pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan

hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman

tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan

yang menerapkan undang-undang dan juga kepada para penyelenggara atau

28

Sudarto, Hukum Pidana dan ..., Op.cit., hlm 20. 29

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatuilah, 2005, Politik Hukum Pidana (Kajian Kebijakan

Kriminalisasi dan Deskriminalisasi), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 12

Page 32: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxxii

pelaksana Putusan Pengadilan, mempunyai persamaan dengan definisi politik

hukum pidana yang dikemukakan oleh Sudarto.30

Selanjutnya dinyatakan olehnya :

"Di antara studi mengenai faktor-faktor kriminologis di satu pihak dan

studi mengenai teknik perundang-undangan dilain pihak, ada tempat bagi

suatu ilmu pengetahuan yang mengamati dan menyelidiki fenomena

legislatif dan bagi suatu seni yang rasional, di mana para sarjana dan

praktisi, para ahli kriminologi dan sarjana hukum dapat bekerja sama tidak

sebagai pihak yang saling berlawanan atau saling berselisih, tetapi sebagai

kawan sekerja yang terikat di dalam tugas bersama, yaitu terutama untuk

menghasilkan suatu kebijakan pidana yang realistik, dan berpikiran maju

(progresif) lagi sehat.

"(Between the study of criminological factors on the one hand, and the

legal technique on the other, there is room for a science which observes

legislative phenomenon and for a rational art within which scholar and

practitioners, criminologist and lawyers can come together, not as

antagonists or in fratricidal strike, but as fellowworkers engaged in a

common task, which is first and foremost to bring into effect a realistic,

humane, and healthy progressive penal policy).

Pengertian politik kriminal menurut Sudarto dapat diberi arti sempit,

lebih luas dan paling luas, yaitu : 31

a. dalam arti sempit adalah keseluruhan asas dan metode yang menjadi

dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana;

b. dalam arti yang lebih luas adalah keseluruhan fungsi dari aparatur

penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan

polisi;

c. dalam arti paling luas adalah keseluruhan kebijakan dilakukan melalui

perundang-undangan dan badan-badan resmi yang bertujuan untuk

menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.

Secara singkat Sudarto memberikan definisi politik kriminal sebagai

usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan.32

Melaksanakan politik kriminal berarti mengadakan pemilihan dari sekian

30

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai ….. Op,cit, h. 23 31

Sudarto, 2006, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni,Bandung, h 113-114. 32

Sudarto, Hukum dan ..., Op.cit, h.38

Page 33: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxxiii

banyak alternatif, mana yang paling efektif dalam usaha penanggulangan

tindak pidana tersebut.33

Sebagai bagian dari politik hukum, maka politik hukum pidana

mengandung arti, bagaimana mengusahakan atau membuat dan merumuskan

suatu perundang-undangan pidana yang baik.34

Sedangkan dilihat dari sudut

politik kriminal, maka politik hukum pidana identik dengan pengertian

"kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana" .35

Menurut Barda Nawawi Arief, upaya melakukan pembaharuan hukum

pidana (penal reform) pada hakekatnya termasuk bidang "penal policy" yang

merupakan bagian dan terkait erat dengan "law enforcement policy”,

"criminal policy" dan "social policy". Ini berarti, pembaharuan hukum pidana

pada hakikatnya : 32

a. Merupakan bagian dari kebijakan (upaya rasional) untuk memperbaharui

substansi hukum (legal substance) dalam rangka lebih mengefektifkan

penegakan hukum;

b. Merupakan bagian dari kebijakan (upaya rasional) untuk

memberantas/menanggulangi tindak pidana dalam rangka perlindungan

masyarakat;

c. Merupakan bagian dari kebijakan (upaya rasional) untuk mengatasi

masalah sosial dan masalah kemanusiaan dalam rangka

mencapai/menunjang tujuan nasional (yaitu "social defence" dan "social

welfare"):

d. Merupakan upaya peninjauan dan penilaian kembali

("reorientasi dan reevaluasi") pokok-pokok pemikiran, ide-ide dasar atau

nilai-nilai sosio-filosofik, sosio-politik dan sosiokultural yang melandasi

kebijakan kriminal dan kebijakan (penegakan) hukum pidana selama ini.

Bukankah pembaharuan (reformasi) hukum pidana apabila orientasi nilai

dari hukum pidana yang dicita-citakan sama saja dengan orientasi nilai

dari hukum pidana lama warisan penjajah (KUHP lama atau WVS).

33

Sudarto, Kapita Selekta ....... Op.cit., h. 114 34

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai......Op.cit, h. 26-27. 35

Ibid, h.28.

Page 34: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxxiv

Secara singkat Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa pembaharuan

hukum pidana pada hakikatnya harus ditempuh dengan pendekatan yang

berorientasi pada kebijakan (policy oriented approach) dan pendekatan yang

berorientasi pada nilai (value-oriented approach).36

Selanjutnya Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa pembaharuan

hukum pidana harus dilakukan dengan pendekatan kebijakan, karena memang

pada hakivvkatnya pembaharuan hukum pidana hanya merupakan bagian dari

suatu langkah kebijakan atau “policy” (yaitu bagian dari politik

hukum/penegakan hukum, politik hukum pidana, politik kriminal dan politik

sosial). Didalam setiap kebijakan (policy) terkandung pula pertimbangan nilai.

Oleh karena itu, pembaharuan hukum pidana harus pula berorientasi pada

pendekatan-nilai.37

Barda Nawawi Arief menjelaskan bahwa. pembaharuan hukum pidana

dilihat dari sudut pendekatan-kebijakan adalah :38

a. sebagai bagian dari kebijakan sosial, pembaharuan hukum pidana pada

hakekatnya merupakan bagian dari upaya untuk mengatasi masalah-

masalah sosial (termasuk masalah kemanusiaan) dalam rangka

mencapai/menunjang tujuan nasional (kesejahteraan masyarakat dan

sebagainya);

b. sebagai bagian dari kebijakan kriminal, pembaharuan hukum pidana pada

hakekatnya merupakan bagian dari upaya perlindungan masyarakat

(khususnya upaya penanggulangan tindak pidana);

c. sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum, pembaharuan hukum

pidana pada hakekatnya merupakan bagian dari upaya memperbaharui

substansi hukum (legal substance) dalam rangka lebih mengefektifkan

penegakan hukum.

36

Ibid. h. 3-4 37

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai…..Op.cit, h. 29 38

Ibid, h.29-30

Page 35: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxxv

Sedangkan pembaharuan hukum pidana dilihat dari sudut pendekatannilai

merupakan upaya melakukan peninjauan dan penilaian kembali (reorientasi

dan reevaluasi) nilai-nilai sosio-politik, sosio-filosofik dan sosio-kultural yang

melandasi dan memberi isi terhadap muatan normatif dan substantif hukum

pidana yang dicita-citakan.39

1.7.2 Teori Pemidanaan

Moelyatno mengatakan istilah hukuman berasal dari kata “straf” dan

istilah “dihukum” yang berasal dari perkataan “woedt gestrqft” merupakan

istilah-istilah yang konvensional. Beliau tidak setuju dengan istilah-istilah itu

dan menggunakan istilah yang non konvensional, yaitu pidana untuk

menggantikan kata “straf” dan “diancam dengan pidana” untuk

menggantikan kata “wordt gestraf”.40

Selanjutnya Jimly Asshiddiqie mengatakan dirinya menuruti pendapat

Sudarto dan iang menggunakan instilah pidana bukan “hukuman” ataupun

“hukuman pidana.41

Pendapat para sarjana terhadap mengenai tujuan pidana

diantaranya Richard D. Schwartz dan Jerome H. Skolnick yang menyatakan

sanksi Pidana Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak

pidana (to prevent recidivism), mencegah orang lain melakukan perbuatan

yang sama seperti yang dilakukan si terpidana (to deter other from the

39

Ibid, h. 30. 40

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2014, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni Bandung,

h.1 41

Jimly Asshiddiqie, 2008, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Angkasa, Bandung, h.15

Page 36: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxxvi

performance of similar act), menyediakan saluran untuk mewujudkan motif-

motif balas (to provide a channel for the expression of retaliatory motives).42

a. Teori Retributif

Menurut Teori ini yang menjadi dasar hukum dijatuhkannya pidana

adalah kejahatan itu sendiri. Teori ini berfokus pada hukuman/pemidanaan

sebagai suatu tuntutan mutlak untuk mengadakan pembalasan (vergelding)

terhadap orang-orang yang telah melakukan perbuatan jahat. Selanjutnya

dikatakan oleh karena kejahatan itu menimbulkan penderitaan pada si korban,

maka harus diberikan pula penderitaan sebagai pembalasan terhadap orang

yang melakukan perbuatan jahat. Jadi penderitaan harus dibalas dengan

penderitaan. Teori ini ada dua corak, yaitu corak subjektif (subjectif

vergelding), yaitu pembalasan langsung ditujukan kepada kesalahan si

pembuat; kedua adalah corak obyektif , yaitu pembalasan ditujukan sekedar

pada perbuatan apa yang telah dilakukan oleh orang yang bersangkutan.43

Teori Retributif dalam tujuan pemidanaan disandarkan pada alasan bahwa

pemidanaan merupakan “morally Justifed” (pembenaran secara moral) karena

pelaku kejahatan dapat dikatakan layak untuk menerimanya atas kejahatannya.

Asumsi yang penting terhadap pembenaran untuk menghukum sebagai respon

terhadap suatu kejahatan karena pelaku kejahatan telah melakukan

pelanggaran terhadap norma moral tertentu yang mendasari aturan hukum

42

M. Abul Khair dan Mohammad Eka Putra, 2011, Pemidanaan, USU Press, Medan, h.20 43 Philip Bean, 1981, Punishment (A Philosophical and Criminological Inquiry), Laiden Bibl, h.27

Page 37: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxxvii

yang dilakukan secara sengaja dan sadar dan hal ini merupakan bentuk dari

tanggung jawab moral dan kesalahan hukum si pelaku.44

Selajutnya , Alexander Fatic mengemukakan lebih lanjut tentang alasan

yang medasari teori retributive ini, yaitu:

“…punishment is morally justified because the offender is considered morally

responsibility for breaking a moral normsupposedly underlying the law; also

he is considered legally culpable, liable to legal punishment, because the

criminal law is an instrument for bringing „causality‟ linking crime and

pusnishment is moral;morality is seen in retributivism as requiring penalties

for those sorts or behavior that deviate from its norm. In other words,

retributive morality is essential punitive, generaly justifying the imposition of

unpleasant consequences on those who transgress it. The supreme moral

standar in this perppective is that if meritocratic justice: people should get

what they deserve, wether by doing the „right‟ thing they „merit reward, or by

commiting moral and legal „wrong‟ they „deserve‟ punishment. 45

b. Teori Deterrence (Teori Pencegahan)

Tujuan yang kedua dari pemidanaan adalah “deterrence”. Terminologi

“deterrence” menurut Zimring dan Hawkins, digunakan lebih terbatas pada

penerapan hukuman pada suatu kasus, dimana ancaman pemidanaan tersebut

membuat seseorang merasa takut dan menahan diri untuk melakukan

kejahatan. Namun “The net deterrence effect” dari ancaman secara khusus

kepada seseorang ini dapat juga menjadi ancaman bagi seluruh masyarakat

untuk tidak melakukan kejahatan.

1.7.3 Teori Keadilan

a. Teori Keadlian Aristoteles

44 Marlina,, 2011, Hukum Penitensier, Reflika Aditama, Bandung, h.42 45

Aleksandar Fatic, 1995, Punishment and Restorative Crime-Handling, Avebury Ashagate

Publishing Limited, USA, h.9.

Page 38: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxxviii

Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan

dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya,

dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan,

yang, berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari

filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya

dengan keadilan”.46

Yang sangat penting dari pandanganya ialah pendapat bahwa keadilan

mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat

pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional.

Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah

yang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan

ketika kita mengatakan bahwa semua warga adalah sama di depan hukum.

Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai

dengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya. Dari pembedaan ini

Aristoteles menghadirkan banyak kontroversi dan perdebatan seputar

keadilan.

Lebih lanjut, dia membedakan keadilan menjadi jenis keadilan distributif

dan keadilan korektif. Yang pertama berlaku dalam hukum publik, yang kedua

dalam hukum perdata dan pidana. Kedailan distributif dan korektif sama-sama

rentan terhadap problema kesamaan atau kesetaraan dan hanya bisa dipahami

dalam kerangkanya. Dalam wilayah keadilan distributif, hal yang penting ialah

bahwa imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapaian yang sama rata.

46

Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum ...., h. 24. 5

Ibid, hal 25.

Page 39: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xxxix

Pada yang kedua, yang menjadi persoalan ialah bahwa ketidaksetaraan yang

disebabkan oleh, misalnya, pelanggaran kesepakatan, dikoreksi dan

dihilangkan.

Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor,

kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam

masyarakat. Dengan mengesampingkan “pembuktian” matematis, jelaslah

bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang

berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi

yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai degan nilai

kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat.5

Di sisi lain, keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang

salah. Jika suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan, maka

keadilan korektif berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak

yang dirugikan; jika suatu kejahatan telah dilakukan, maka hukuman yang

sepantasnya perlu diberikan kepada si pelaku. Bagaimanapun, ketidakadilan

akan mengakibatkan terganggunya “kesetaraan” yang sudah mapan atau telah

terbentuk. Keadilan korektif bertugas membangun kembali kesetaraan

tersebut. Dari uraian ini nampak bahwa keadilan korektif merupakan wilayah

peradilan sedangkan keadilan distributif merupakan bidangnya pemerintah.47

Dalam membangun argumennya, Aristoteles menekankan perlunya

dilakukan pembedaan antara vonis yang mendasarkan keadilan pada sifat

kasus dan yang didasarkan pada watak manusia yang umum dan lazim,

47

Ibid

Page 40: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xl

dengan vonis yang berlandaskan pandangan tertentu dari komunitas hukum

tertentu. Pembedaan ini jangan dicampuradukkan dengan pembedaan antara

hukum positif yang ditetapkan dalam undang-undang dan hukum adat.

Karena, berdasarkan pembedaan Aristoteles, dua penilaian yang terakhir itu

dapat menjadi sumber pertimbangan yang hanya mengacu pada komunitas

tertentu, sedangkan keputusan serupa yang lain, kendati diwujudkan dalam

bentuk perundang-undangan, tetap merupakan hukum alamjika bisa

didapatkan dari fitrah umum manusia.48

b. Keadilan sosial ala John Rawls

John Rawls dalam bukunya a theory of justice menjelaskan teori keadilan

sosial sebagai the difference principle dan the principle of fair equality of

opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan sosial dan

ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi

mereka yang paling kurang beruntung.

Istilah perbedaan sosil-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada

ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok

kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle of fair

equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang

mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan

otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus.

Rawls mengerjakan teori mengenai prinsip-prinsip keadilan terutama

sebagai alternatif bagi teori utilitarisme sebagaimana dikemukakan Hume,

48

Ibid, hal. 26-27.

Page 41: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xli

Bentham dan Mill. Rawls berpendapat bahwa dalam masyarakat yang diatur

menurut prinsip-prinsip utilitarisme, orang-orang akan kehilangan harga diri,

lagi pula bahwa pelayanan demi perkembangan bersama akan lenyap. Rawls

juga berpendapat bahwa sebenarnya teori ini lebih keras dari apa yang

dianggap normal oleh masyarakat. Memang boleh jadi diminta pengorbanan

demi kepentingan umum, tetapi tidak dapat dibenarkan bahwa pengorbanan

ini pertama-tama diminta dari orang-orang yang sudah kurang beruntung

dalam masyarakat.

Menurut Rawls, situasi ketidaksamaan harus diberikan aturan yang

sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan golongan masyarakat yang

paling lemah. Hal ini terjadi kalau dua syarat dipenuhi. Pertama, situasi

ketidaksamaan menjamin maximum minimorum bagi golongan orang yang

paling lemah. Artinya situasi masyarakat harus sedemikian rupa sehingga

dihasilkan untung yang paling tinggi yang mungkin dihasilkan bagi golongan

orang-orang kecil. Kedua, ketidaksamaan diikat pada jabatan-jabatan yang

terbuka bagi semua orang. Maksudnya supaya kepada semua orang diberikan

peluang yang sama besar dalam hidup. Berdasarkan pedoman ini semua

perbedaan antara orang berdasarkan ras, kulit, agama dan perbedaan lain yang

bersifat primordial, harus ditolak.

Lebih lanjut John Rawls menegaskan bahwa maka program penegakan

keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip

keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas

kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap

Page 42: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xlii

orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang

terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik

(reciprocal benefits) bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari

kelompok beruntung maupun tidak beruntung. 49

Dengan demikian, prisip berbedaan menuntut diaturnya struktur dasar

masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal

utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan

orang-orang yang paling kurang beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus

diperjuangkan untuk dua hal: Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan

terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan

menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang

memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus memosisikan diri sebagai

pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi

ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Peter Mahmud Marzuki berpendapat, penelitian hukum adalah suatu

proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun

doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Hal ini

sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum.50

49

John Rawls, A Theory of Justice, London: Oxford University press, 1973, yang

sudah diterjemahkan dalam bahasa indonesia oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori

Keadilan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006. 50

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, h. 35.

Page 43: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xliii

Menurut William H. Putman, “Legal research is a part of the legal analys

process. It is that part of the legal analysis process that involves finding the

law that applies to the legal question raised by the facts of client‟s case”.51

Terjemahan bebas: Penelitian hukum adalah bagian dari proses analisis hukum

termasuk mencakup dalam hal menemukan hukum yang dapat diaplikasikan

dalam pernyataan hukum yang diajukan berdasarkan fakta-fakta dari kasus-

kasus.

Ada dua jenis penelitian hukum yang dikemukakan oleh Soerjono

Soekanto, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris atau

sosiologis.52

Jenis Penelitian mengenai “KEBIJAKAN HUKUM TENTANG

PIDANA PENGGANTI KERUGIAN NEGARA DALAM

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI” sehubungan dengan

penyusunan tesis ini adalah penelitian hukum normatif Philipus M Hadjon

berpendapat bahwa jenis penelitian hukum normatif yaitu suatu penelitian

yang terutama mengkaji ketentuan-ketentuan hukum positif maupun asas-asas

hukum.53

1.8.2 Jenis Pendekatan

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yang bertujuan

mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang akan diteliti.

51 William H. Putman,2009, Legal Research: Second Edition, Delmar, United State of America, h.

372. 52

Soerjono Soekanto, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press,

Jakarta, (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto III), h. 147. 53

Philipus M Hadjon, 1997, Pengkajian Ilmu Hukum, Makalah Penelitian Metode Penelitian

Hukum Normatif, Universitas Airlangga, Surabaya,h.20.

Page 44: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xliv

Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah

pendekatan Undang-Undang (statute approach), pendekatan kasus (case

approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan

konseptual (conceptual approach).54

Berdasarkan permasalahan penelitian ini,

maka penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute

approach) , yakni dengan menggunakan peraturan perundang-undangan

sebagai bahan hukum primer. Pendekatan perundang-undangan (statute

approach) dilakukan dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi

yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.55

Penelitian

ini juga menggunakan pendekatan konsep (conceptual approach). Pendekatan

konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang

berkembang di dalam ilmu hukum.56

Serta juga dengan membandingkan

beberapa peraturan perundang-undangan yang ada (comparative approach)

Dengan demikian, penelitian Penelitian mengenai “ KEBIJAKAN HUKUM

TENTANG PIDANA PENGGANTI KERUGIAN NEGARA DALAM

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI” menggunakan

pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, serta pendekatan

komparatif.

1.8.3 Sumber Bahan Hukum

54 Peter Mahmud Marzuki,Op.Cit.h.93. 55 Ibid 56

Ibid. h.119.

Page 45: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xlv

Bahan hukum yang akan dikaji dan dianalisis dalam penelitian ini adalah

terdiri dari bahan hukum Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta

bahan hukum tersier.57

Sumber bahan hukum penelitian ilmu hukum dengan aspek normatif ini

berasal dari penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian

kepustakaan ini dilakukan terhadap berbagai macam sumber bahan hukum

yang dapat digolongkan atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Pendapat Peter Mahmud Marzuki,bahan hukum primer merupakan bahan

hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan

hukum primer terdiri dari perundangundangan, catatan-catatan resmi atau

risalah dalam pembuatan perundangundangan dan putusan-putusan hakim.58

a. Bahan Hukum Primer : adalah hukum asas dan kaidah hukum.

Perwujudan asas hukum dan kaidah hukum ini dapat berupa :

peraturan dasar atau konstitusi, konvensi ketatanegaraan; peraturan

perundang – undangan khusunya yang menyangkut masalah

ketentuan norma uang pengganti kerugian negara dalam perkara

tindak pidana korupsi, Putusan Pengadilan.

b. Bahan Hukum Sekunder adalah: publikasi hukum, internet

dengan menyebut nama situsnya, rancangan undang – undang,

hasil karya ilmiah para sarjana, hasil – hasil penelitian, buku – buku

hukum (Texs Books) jurnal – jurnal hukum.

57

Sutrisno Hadi, 2010, Methodologi Research 1, Gadjah Mada University, Semarang, h. 26 58

Ibid. h.140.

Page 46: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xlvi

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Tehnik yang diterapkan dalam pengumpulan bahan hukum adalah

dengan cara mengumpulkan dan menginventarisasi bahan hukum primer yang

berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, yang selanjutnya diklafikasikan

menurut kelompoknya sesuai dengan hierarkhi peraturan perundang-

undangan. Terhadap bahan hukum sekunder dan tersier dikumpulkan dengan

menggunakan telaahan kepustakaan (studi document). Telaah kepustakaan

dilakukan dengan sistem kartu (card system) yakni dengan cara mencatat dan

memahami isi dari masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan-bahan

hukum primer, sekunder maupun tersier. Penulisan tesis ini lebih menitik

beratkan pada penelitian kepustakaan (library research) serta bahan-bahan

lain yang dapat menunjang dalam kaitannya dengan pembahasan

permasalahan

1.8.5 Teknik Analisis

Analisis dapat dirumuskan sebagai suatu proses penguraian secara

sistematis dan konsisten terhadap gejala-gejala tertentu.59

Analisis bahan

hukum adalah bagaimana memanfaatkan sumber-sumber bahan hukum yang

telah terkumpul untuk digunakan dalam memecahkan permasalahan dalam

penelitian. Dasar dari penggunaan analisis secara normatif, dikarenakan

bahan-bahan hukum dalam penelitian ini mengarah pada kajian-kajian yang

59

Soerjono Soekanto, 2004, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta, Rajawali, h. 137.

Page 47: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xlvii

bersifat teoritis dalam bentuk asas-asas hukum, konsep-konsep hukum, serta

kaidah-kaidah hukum.

Bahan-bahan hukum yang telah berhasil dikumpulkan berkenaan dengan

“KEBIJAKAN HUKUM TENTANG PIDANA PENGGANTI KERUGIAN

NEGARA DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI”

kemudian diolah dengan menggunakan :

1. Teknik deskripsi dengan menguraikan (mengabstrasikan) apa adanya

terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisiproposisi hukum dan

non hukum yang dijumpai (fakta-fakta hukum). Teknik interpretasi

atau penafsiran menggunakan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu

hukum secara normatif terhadap proposisi-proposisi yang dijumpai

untuk selanjutnya disistematisasi sesuai pembahasan atas pokok

permasalahan tesis ini.

2. Teknik evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju

atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah, oleh peneliti

terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, baik

yang tertera dalam bahan hukum primer maupun dalam bahan hukum

sekunder.

3. Teknik sistematisasi adalah berupaya untuk mencari kaitan rumusan

suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan

perundang-undangan yang sederajat maupun yang tidak sederajat.

Hasil dari ketiga teknik analisis tersebut kemudian dilakukan analisis

menurut isinya (content analysis), serta diberikan argumentasi untuk

Page 48: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id€¦ · pengganti kerugian negara dalam pemberantsan tindak pidana korupsi sekarang ini dan bagaimana kebijakan reformulasi pidana pengganti kerugian negara

xlviii

mendapat kesimpulan atas pokok permasalahan dalam tesis ini.60

Sehingga analisa yang dilakukan dalam tulisan ini tidak menggunakan

angka-angka untuk memberikan jawaban berkenaan dengan pokok

permasalahan melainkan berupa fakta-fakta. Proses analisis dilakukan

secara terus menerus hingga mendapatkan hasil penelitian yang valid

sesuai dengan substansi permasalahan yang diteliti.

60

Sumandi Suryabrata, 2005, Metodologi Penelitian, CV. Rajawali, Jakarta, h. 85


Recommended