Transcript
Page 1: 41958041 Guillain Barre Syndrome

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN. G DENGAN

PENYAKIT GUILLAIN - BARRE SYNDROME

DI RUANG B1 RUMAH SAKIT PERMATA

Disusun oleh :

1. Ade (G2B007002)

2. Asri Indriyani (G2B007009)

3. Dinny Atin Amanah (G2B007017)

4. Endah Dwi Priatini (G2B007024)

5. Ike Wuri Winahyu Sari (G2B007031)

6. Kristina (G2B007038)

7. Miftahur Rohman (G2B007045)

8. Octaviana Nur Sa’adah (G2B007054)

9. Sejuk Mila Sulistyan (G2B007062)

10. Wahyudi Mulyaningrat (G2B007069)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2009

Page 2: 41958041 Guillain Barre Syndrome

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Guillain – Barre Syndrome adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan

difus yang biasanya timbul setelah suatu infeksi atau diakibatkan oleh autoimun,

di mana proses imunologis tersebut langsung mengenai radiks spinalis dan saraf

perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis. Saraf yang diserang bukan hanya

yang mempersarafi otot, tetapi bisa juga indera peraba sehingga penderita

mengalami baal atau mati rasa. (1, 2).

Fase awal dimulai dengan munculnya tanda – tanda kelemahan dan

biasanya tampak secara lengkap dalam 2 – 3 minggu. Ketika tidak terlihat

penurunan lanjut, kondisi ini tenang. Fase kedua berakhir beberapa hari sampai 2

minggu. Fase penyembuhan ungkin berakhir 4 – 6 bulan dan mungkin bisa

sampai 2 tahun. Penyembuhan adalah spontan dan komplit pada kebanyakan

pasien, meskipun ada beberapa gejala neurologis, sisa dapat menetap.

Angka kejadian Guillain – Barre Syndrome, di seluruh dunia berkisar

antara 1-1,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Di Indonesia, kasus GBS

masih belum begitu banyak. Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi

terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II, III (di bawah usia 35 tahun) dengan

jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Insidensi lebih tinggi pada

perempuan dari pada laki-laki dengan perbandingan 2 : 1. Sedangkan penelitian

di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan

usia rata-rata 23,5 tahun. Penyakit ini menyerang semua umur, dan lebih banyak

terjadi pada usia dewasa muda yaitu antara 15 sampai dengan 35 tahun. Namun

tidak jarang juga menyerang pada usia 50 sampai dengan 74 tahun. Jarang sekali

GBS menyerang pada usia di bawah 2 tahun. Umur termuda yang dilaporkan

adalah 3 bulan dan tertua adalah 95 tahun, dan tidak ada hubungan antara

frekuensi penyakit ini dengan suatu musim tertentu. Insiden tertinggi pada bulan

April s/d Mei di mana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau. (1, 2, 3).

Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk Guillain – Barre Syndrome.

Sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Namun demikian Guillain –

1

Page 3: 41958041 Guillain Barre Syndrome

Barre Syndrome memerlukan perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan

(gejala sisa) cukup tinggi terutama pada keadaan akut yang dapat menimbulkan

gagal napas akibat kelemahan otot pernapasan dan bisa berlanjut pada kematian

(1, 2). Oleh karena itu, penderita Guillain – Barre Syndrome memerlukan

pengawasan dan perawatan yang baik untuk mempercepat pernyembuhan dan

mencegah komplikasi. Pengetahuan dan keterampilan perawat khususnya asuhan

keperawatan pada penderita Guillain – Barre Syndrome sangat penting untuk

meningkatkan asuhan keperawatan yang profesional.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran

lebih jelas tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem

persarafan khususnya pada Tn. G dengan masalah utama Guillain – Barre

Syndrome di ruang B1 RS Permata.

B TUJUAN

a. Tujuan Umum

Mampu memahami konsep klinis Guillain – Barre Syndrome dan pemberian

asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem persarafan dengan

masalah utama Guillain – Barre Syndrome.

b. Tujuan Khusus

1. Mampu menjelaskan konsep dasar Guillain – Barre Syndrome meliputi

definisi, penyebab, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan

diagnostik, dan penatalaksanaan umum.

2. Mampu menjelaskan konsep asuhan keperawatan Guillain – Barre

Syndrome meliputi pengkajian data fokus, diagnosa keperawatan yang

mungkin muncul, dan rencana keperawatan.

3. Mampu melakukan asuhan keperawatan klien dengan Guillain – Barre

Syndrome dengan pendekatan proses keperawatan meliputi: pengkajian,

diagnosa, dan rencana keperawatan.

2

Page 4: 41958041 Guillain Barre Syndrome

BAB II

TINJAUAN TEORI

Nama lain dari Guillain Barre Syndrome adalah:

Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis (polineuritis febril),

Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis (polineuritis akut pasca infeksi),

Acute Inflammatory Demyelinating (polineuritis akut toksik),

Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending

paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome (9)

A. DEFINISI

Guillain – Barre Syndrome (GBS) adalah sindrom klinis yang ditunjukkan

oleh awitan akut dari gejala-gejala yang mengenai saraf perifer dan kranial.

Proses penyakit mencakup demielinisasi dan degenerasi selaput myelin dan saraf

perifer kranial (5)

GBS merupakan suatu penyakit autoimun, dimana proses imunologis

tersebut langsung mengenai sistem saraf perifer (1)

Guillain – Barre Syndrome (GBS) adalah suatu kelainan sistem saraf akut

dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang

juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi (2)

Parry mengatakan bahwa GBS adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi

akut (2)

Maka dapat diambil kesimpulan bahwa GBS merupakan suatu sindroma

klinis yang ditandai adanya paralisis yang terjadi secara akut berhubungan

dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus

kranialis.

B. ETIOLOGI

Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti dan

masih menjadi bahan perdebatan. Teori yang dianut sekarang ialah suatu kelainan

imunobiologik, baik secara primary immune response maupun immune mediated

3

Page 5: 41958041 Guillain Barre Syndrome

process. Periode laten antara infeksi dan gejala polineuritis memberi dugaan

bahwa kemungkinan kelainan yang terdapat disebabkan oleh suatu respons

terhadap reaksi alergi saraf perifer. Pada banyak kasus, infeksi sebelumnya tidak

ditemukan, kadang-kadang kecuali saraf perifer dan serabut spinal ventral dan

dorsal, terdapat juga gangguan di medula spinalis dan medula oblongata. (2)

Beberapa keadaan/ penyakit yang mendahului dan mungkin ada

hubungannya dengan terjadinya GBS, antara lain: (2, 3)

1. Infeksi virus atau bakteri

GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi

kasus GBS yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu

1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran

pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. Infeksi akut yang berhubungan

dengan GBS :

a. Virus: CMV, EBV, HIV, Varicella-zoster, Vaccinia/smallpox, Influenza,

Measles, Mumps, Rubella, hepatitis, Coxsackie, Echo.

b. Bakteri: Campylobacter, Jejeni, Mycoplasma, Pneumonia, Typhoid,

Borrelia B, Paratyphoid, Brucellosis, Chlamydia, Legionella, Listeria.

2. Vaksinasi

3. Pembedahan, anestesi

4. Penyakit sistematik, seperti keganasan, Systemic Lupus Erythematosus,

tiroiditis, dan penyakit Addison

5. Kehamilan atau dalam masa nifas

6. Gangguan endokrin

C. MANIFESTASI KLINIS

1. Masa laten

Waktu antara terjadi infeksi atau keadaan prodromal yang mendahuluinya

dan saat timbulnya gejala neurologis. Lamanya masa laten ini berkisar antara

satu sampai 28 hari, rata-rata 9 hari. Pada masa laten ini belum ada gejala

klinis yang timbul. (2)

4

Page 6: 41958041 Guillain Barre Syndrome

2. Gejala Klinis (1, 2, 3, 5)

a. Kelumpuhan

Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe

lower motor neurone dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang

juga muka. Pada sebagian besar penderita, kelumpuhan dimulai dari

kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenderen ke badan,

anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat

anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan

saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh

hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot

bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tetapi dapat juga sama

beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal.

b. Gangguan sensibilitas

Parestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, muka juga

bisa dikenai dengan distribusi sirkumoral. Defisit sensoris objektif

biasanya minimal dan sering dengan distribusi seperti pola kaus kaki dan

sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif lebih sering dikenal dari pada

sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot sering ditemui seperti rasa nyeri

setelah suatu aktifitas fisik.

c. Saraf Kranialis

Saraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan

otot-otot muka sering dimulai pada satu sisi tapi kemudian segera menjadi

bilateral, sehingga bisa ditemukan berat antara kedua sisi. Semua saraf

kranialis bisa dikenai kecuali N.I dan N.VIII. Diplopia bisa terjadi akibat

terkenanya N.IV atau N.III. Bila N.IX dan N.X terkena akan

menyebabkan gangguan berupa sukar menelan, disfonia dan pada kasus

yang berat menyebabkan kegagalan pernafasan karena paralisis n.

laringeus.

d. Gangguan fungsi otonom

Gangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita GBS. Gangguan

tersebut berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka

jadi merah (facial flushing), hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi,

5

Page 7: 41958041 Guillain Barre Syndrome

hilangnya keringat atau episodic profuse diaphoresis. Retensi urin atau

inkontinensia urin jarang dijumpai. Gangguan otonom ini jarang yang

menetap lebih dari satu atau dua minggu.

e. Kegagalan pernafasan

Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang dapat berakibat

fatal bila tidak ditangani dengan baik. Kegagalan pernafasan ini

disebabkan oleh paralisis diafragma dan kelumpuhan otot-otot

pernafasan, yang dijumpai pada 10-33 persen penderita.

f. Papiledema

Kadang-kadang dijumpai papiledema, penyebabnya belum diketahui

dengan pasti. Diduga karena peninggian kadar protein dalam cairan otot

yang menyebabkan penyumbatan villi arachoidales sehingga absorbsi

cairan otak berkurang.

D. PATOFISIOLOGI

Akson bermielin mengkonduksi impuls saraf lebih cepat dibanding akson

tak bermielin. Sepanjang perjalanan serabut bermielin terjadi gangguan dalam

selaput (nodus ranvier) tempat kontak langsung antara membran sel akson

dengan cairan ekstraseluler. Membran sangat permeabel pada nodus tersebut,

sehingga konduksi menjadi baik. Gerakan ion-ion masuk dan keluar akson dapat

terjadi dengan cepat hanya pada nodus ranvier, sehingga impuls-impuls saraf

sepanjang serabut bermielin dapat melompat dari satu nodus ke nodus lain

(konduksi salsatori) dengan cukup kuat. (5)

Pada GBS, selaput mielin yang mengelilingi akson hilang. Selaput mielin

cukup rentan terhadap cedera karena banyak agen dan kondisi, termasuk trauma

fisik, hipoksemia, toksik kimia, insufisiensi vaskular, dan reaksi imunologi.

Demielinasi adalah respons umum dari jaringan saraf terhadap banyak kondisi

yang merugikan ini. Kehilangan serabut mielin pada Guillain – Barre Syndrome

membuat konduksi salsatori tidak mungkin terjadi, dan transmisi impuls saraf

dibatalkan. (5)

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada GBS masih belum diketahui

6

Page 8: 41958041 Guillain Barre Syndrome

dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi (proses respon

antibodi terhadap virus atau bakteri) yang menimbulkan kerusakan pada syaraf

tepi hingga terjadi kelumpuhan(2)

Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang

menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah: (2)

1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated

immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.

2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada

pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.

Proses demyelinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya,

yang paling sering adalah infeksi virus.

Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului GBS akan

timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf

perifer. Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma pada

medula spinalis, dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput araknoid. Di

negara-negara tropik penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis. Pada tempat-

tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks ventralis

(sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis terkena jiratan,

namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang

diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang paling umum dilanda

proses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering

dijumpai pada otot-otot anggota gerak, kelompok otot-otot di sekitar persendian

bahu dan pinggul. Kelumpuhan tersebut bergandengan dengan adanya defisit

sensorik pada kedua tungkai atau otot-otot anggota gerak. Secara patologis

ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang dapat atau tanpa disertai

infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear. Sel-sel infiltrat terutama

terdiri dari sel limfosit berukuran kecil, sedang dan tampak pula, makrofag, serta

sel polimorfonuklear pada permulaan penyakit. Setelah itu muncul sel plasma

dan sel mast. Serabut saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal. Lesi ini

7

Page 9: 41958041 Guillain Barre Syndrome

bisa terbatas pada segmen proksimal dan radiks spinalis atau tersebar sepanjang

saraf perifer. Predileksi pada radiks spinalis diduga karena kurang efektifnya

permeabilitas antara darah dan saraf pada daerah tersebut. (2, 8)

Perjalanan penyakit

Perjalanan alamiah GBS, skala waktu dan beratnya kelumpuhan bervariasi

antara berbagai penderita GBS. Perjalan penyakit ini terdiri dari 3 fase, yaitu : (2)

1. Fase progresif

Dimulai dari onset penyakit, dimana selama fase ini kelumpuhan bertambah

berat sampai mencapai maksimal. Fase ini berlangsung beberapa dari sampai

4 minggu, jarang yang melebihi 8 minggu.

2. Fase plateau

Kelumpuhan telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini bisa pendek

selama 2 hari, aling sering selama 3 minggu, tapi jarang yang melebihi 7

minggu.

3. Fase rekonvalesen

Ditandai oleh timbulnya perbaikan kelumpuhan ektremitas yang berlangsung

selama beberapa bulan.Seluruh perjalanan penyakit GBS ini berlangsung

dalam waktu yang kurang dari 6 bulan.

Peran imunitas seluler

Dalam sistem kekebalan seluler, sel limfosit T memegang peranan penting

disamping peran makrofag. Prekursor sel limfosit berasal dari sumsum tulang

(bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan

kedalam jaringan limfoid dan peredaran. Sebelum respon imunitas seluler ini

terjadi pada saraf tepi antigen harus dikenalkan pada limfosit T (CD4) melalui

makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen/ terangsang oleh

virus, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh

penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan

dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif

karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma

interferon serta alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang

8

Page 10: 41958041 Guillain Barre Syndrome

dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar

darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan makrofag .

Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin

disamping menghasilkan TNF dan komplemen.(2)

E. PATOLOGI

Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran

pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf

tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke

empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada

hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan makrofag pada

hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke tiga belas. Perubahan pada

myelin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari

ke enampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. (2)

Asbury, dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah

infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo dan

epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila

peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan

myelin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan

selubung myelin dari sel schwan dan akson. (2)

F. PEMERIKSAAAN PENUNJANG (1, 2, 3, 5)

1. Pemeriksaan laboratorium

Gambaran laboratorium yang menonjol adalah peninggian kadar protein

dalam cairan otak (> 0,5 mg%) tanpa diikuti oleh peninggian jumlah sel

dalam cairan otak, hal ini disebut disosiasi sito-albuminik. Peninggian kadar

protein dalam cairan otak ini dimulai pada minggu 1-2 dari onset penyakit

dan mencapai puncaknya setelah 3-6 minggu. Jumlah sel mononuklear < 10

sel/mm3. Walaupun demikian pada sebagian kecil penderita tidak ditemukan

peninggian kadar protein dalam cairan otak. Imunoglobulin serum bisa

meningkat. Bisa timbul hiponatremia pada beberapa penderita yang

disebabkan oleh SIADH (Sindroma Inapproriate Antidiuretik Hormone).

9

Page 11: 41958041 Guillain Barre Syndrome

2. Pemeriksaan elektrofisiologi (EMG)

Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis GBS adalah

kecepatan hantaran saraf motorik dan sensorik melambat. Distal motor retensi

memanjang kecepatan hantaran gelombang-f melambat, menunjukkan

perlambatan pada segmen proksimal dan radiks saraf. Di samping itu untuk

mendukung diagnosis pemeriksaan elektrofisiologis juga berguna untuk

menentukan prognosis penyakit : bila ditemukan potensial denervasi

menunjukkan bahwa penyembuhan penyakit lebih lama dan tidak sembuh

sempurna.

G. DIAGNOSIS

Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah kriteria dari National Institute

of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu: (2,

3)

1. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:

Terjadinya kelemahan yang progresif

Hiporefleksi

2. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis GBS:

a. Gejala klinis:

Diagnosa GBS terutama ditegakkan secara klinis. GBS ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut/ kelemahan motorik yang progresis

cepat (maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2

minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu), relatif simetris

yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon (arefleksi atau hipofleksia)

dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam

disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik ringan

dan motorik perifer. Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan

sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang

mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus, neuropati

dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain. Pemulihan: dimulai 2-4

minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa

bulan. Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi

10

Page 12: 41958041 Guillain Barre Syndrome

postural,hipertensi dan gejala vasomotor. Tidak ada demam saat onset

gejala neurologis.

b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:

Gambaran cairan otak Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu

atau terjadi peningkatan pada LP serial Jumlah sel mononuklear cairan

otak < 10 sel/mm.

Varian:

1) Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala

2) Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

c. Pemeriksaan EMG

Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnose : terdapat

perlambatan kecepatan hantar/ konduksi saraf pada EMG bahkan blok

pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.

H. DIAGNOSIS BANDING (2)

1. Kelumpuhan asimetris yang menetap.

2. Gangguan kandung kemih dan defekasi yang menetap.

3. Gangguan kandung kemih dan defekasi pada onset.

4. Jumlah sel mononuklear dalam cairan otak > 50 sel mm3.

5. Terdapat leukosit PMN dalam cairan otak.

6. Gangguan sensibilitas berbatas tegas.

7. Poliomielitis, botulisme, histeri atau neuropati toksik (misalnya karena

keracunan timbal/ timah hitam, itrofurantoin, dapsone, organofosfat),

Diphtheric paralysis, Sindroma miller-fisher, Defisit sensoris kranialis,

Pandisautonomia murni, Chronic acquired demyyelinative neuropathy,

Porfiria intermitten akut.

I. PROGNOSIS

Dahulu sebelum adanya ventilasi buatan lebih kurang 20 % penderita

meninggal oleh karena kegagalan pernafasan. Sekarang ini kematian berkisar

antara 2-10 %, dengan penyebab kematian oleh karena kegagalan pernafasan,

gangguan fungsi otonom, infeksi paru dan emboli paru. Sebagian besar penderita

11

Page 13: 41958041 Guillain Barre Syndrome

(60-80 %) sembuh secara sempurna dalam waktu enam bulan. Sebagian kecil (7-

22 %) sembuh dalam waktu 12 bulan dengan kelainan motorik ringan dan atrofi

otot-otot kecil di tangan dan kaki (2,3). Kira-kira 3-5 % penderita mengalami

relaps (2).

J. PENATALAKSANAAN

Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara

umum bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh

sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan

(gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan

terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat

penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi). (2, 4)

1. Sindrom, Guillain Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dan

pasien diatasi di unit perawatan intensif. (2, 4)

a. Pengaturan jalan napas

Respirasi diawasi secara ketat terhadap perubahan kapasitas vital dan gas

darah yang menunjukkan permulaan kegagalan pernafasan. Setiap ada

tanda kegagalan pernafasan maka penderita harus segera dibantu dengan

oksigenasi dan pernafasan buatan. Trakheotomi harus dikerjakan atau

intubasi penggunaan ventilator jika pernafasan buatan diperlukan untuk

waktu yang lama atau resiko terjadinya aspirasi. Walaupun pasien masih

bernafas spontan, monitoring fungsi respirasi dengan mengukur kapasitas

vital secara regular sangat penting untuk mengetahui progresivitas

penyakit.

b. Pemantauan EKG dan tekanan darah

Monitoring yang ketat terhadap tekanan darah dan EKG sangat penting

karena gangguan fungsi otonom dapat mengakibatkan timbulnya

hipotensi atau hipertensi yang mendadak serta gangguan irama jantung.

Untuk mencegah takikardia dan hipertensi, sebaiknya diobati dengan

obat-obatan yang waktu kerjanya pendek (short-acting), seperti :

penghambat beta atau nitroprusid, propanolol. Hipotensi yang disebabkan

disotonomi biasanya membaik dengan pemberian cairan iv dan posisi

12

Page 14: 41958041 Guillain Barre Syndrome

terlentang (supine). Atropin dapat diberikan untuk menghindari episode

brakikardia selama pengisapan endotrakeal dan terapi fisik. Kadang

diperlukan pacemaker sementara pada pasien dengan blok jantung derajat

2 atau 3.

c. Plasmaparesis

Pertukaran plasma (plasma exchange) yang menyebabkan reduksi

antibiotik ke dalam sirkulasi sementara, dapat digunakan pada serangan

berat dan dapat membatasi keadaan yang memburuk pada pasien

demielinasi. Bermanfaat bila dikerjakan dalam waktu 3 minggu pertama

dari onset penyakit. Jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange adalah

40-50 ml/kg. Dalam waktu 7-14 hari dilakukan tiga sampai lima kali

exchange. Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Albumin : dipakai pada

plasmaferesis, karena Plasma pasien harus diganti

dengan suatu substitusi plasma.

d. Perlu diperhatikan pemberian cairan dan elektrolit terutama natrium

karena penderita sering mengalami retensi airan dan hiponatremi

disebabkan sekresi hormone ADH berlebihan.

e. Ileus paralitik terkadang ditemukan terutama pada fase akut sehingga

parenteral nutrisi perlu diberikan pada keadaan ini.

2. Perawatan umum : (2, 4)

a. Mencegah timbulnya luka baring/bed sores dengan perubahan posisi

tidur.

b. Fisioterapi yang teratur dan baik juga penting. Fisioterapi dada secara

teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps aru. Segera setelah

penyembuhan mulai fase rekonvalesen) maka fisioterapi aktif dimulai

untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot.

c. Spint mungkin diperlukan untuk mempertahakan posisi anggota gerak

yang lumpuh,

d. Kekakuan sendi dicegah dengan gerakan pasif. Gerakan pasti pada kaki

yang lumpuh mencegah deep voin thrombosis.

13

Page 15: 41958041 Guillain Barre Syndrome

e. Perawatan kulit, kandung kemih, saluran pencernaan, mulut, faring dan

trakhea.

f. Infeksi paru dan saluran kencing harus segera diobati.

g. Bila ada nyeri otot dapat dapat diberikan analgetik.

3. Pengobatan (2, 4)

a. Kortikosteroid

Seperti : azathioprine, cyclophosphamid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid

tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi GBS. Peter

melaporkan kemungkinan efek steroid dosis tinggi intravenous

menguntungkan. Dilaporkan 3 dari 5 penderita memberi respon dengan

methyl prednisolon sodium succinate intravenous dan diulang tiap 6 jam

diikuti pemberian prednisone oral 30 mg setiap 6 jam setelah 48 jam

pengobatan intravenous.

Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit

kepala.

b. Profilaksis terhadap DVT (deep vein thrombosis)

Pemberian heparin dengan berat molekuler yang rendah secara subkutan

(fractioned Low Molecular Weight Heparin/ fractioned LMWH) seperti :

enoxaparin, lovenox dapat mengurangi insidens terjadinya

tromboembolisme vena secara dramatik, yang merupakan salah satu

sekuele utama dari paralisis ekstremitas. DVT juga dapat dicegah dengan

pemakaian kaus kaki tertentu (true gradient compression hose/ anti

embolic stockings/ anti-thromboembolic disease (TED) hose).

c. Pengobatan imunosupresan:

1) Imunoglobulin IV

Beberapa peneliti pada tahun 1988 melaporkan pemberian

immunoglobulin atau gamaglobulin pada penderita GBS yang parah

ternyata dapat mempercepat penyembuhannya seperti halnya

plasmapharesis. Gamaglobulin (Veinoglobulin) diberikan

perintravena dosis tinggi. Pengobatan dengan gamma globulin

intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena

14

Page 16: 41958041 Guillain Barre Syndrome

efek samping/komplikasi lebih ringan tetapi harganya mahal. Dosis

aintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis

maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.

imunoglobulin intravena (IVIG 7s) : dipakai untuk memperbaiki

aspek klinis dan imunologis dari GBS dan Dosis dewasa adalah 0,4

g/kg/hari selama 5 hari (total 2 g selama 5 hari) dan bila perlu diulang

setelah 4 minggu. Kontraindikasi IVIg : adalah hipersensitivitas

terhadap regimen ini dan defisiensi IgA, antibodi anti IgE/ IgG. Tidak

ada interaksi dng obat ini dan sebaiknya tidak diberikan pd kehamilan.

2) Obat sitotoksik

Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah 6 merkaptopurin (6-

MP).

K. KOMPLIKASI

Paralysis yang persisten, kegagalan pernafasan, ventilasi mekanik, hipotensi

atau hipertensi, tromboembolisme, pneumonia, kulit yang pecah, aritmia kardial,

ieus, aspirasi, retensi urinae, problem psikiatrik (seperti : depresi dan ansietas).

L. PATHWAY

Terlampir

M. PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Aktivitas/Istirahat

1) Gejala : adanya kelemahan dan paralysis secara simetris yang

biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan selanjutnya berkembang

dengan cepat ke arah atas, hilangnya kontrol motorik halus tangan.

2) Tanda : kelemahan otot, paralysis plaksid (simetris), cara berjalan

tidak mantap.

b. Sirkulasi

Tanda : perubahan tekanan darah (hipertensi/hipotensi), disritmia,

takikardia/brakikardia, wajah kemerahan, diaforesis.

15

Page 17: 41958041 Guillain Barre Syndrome

c. Integritas Ego

1) Gejala : perasaan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada masalah yang

dihadapi.

2) Tanda : tampak takut dan bingung.

d. Eliminasi

1) Gejala : adanya perubahan pola eliminasi.

2) Tanda : kelemahan pada otot-otot abdomen, hilangnya sensasi anal

(anus) atau berkemih dan refleks sfingter.

e. Makanan/cairan

1) Gejala : kesulitan dalam mengunyah dan menelan.

2) Tanda : gangguan pada refleks menelan atau refleks gag.

f. Neurosensori

1) Gejala: kebas, kesemutan dimulai dari kaki atau jari-jari kaki dan

terus naik, perubahan rasa terhadap posisi tubuh, vibrasi, sensasi

nyeri, sensasi suhu, perubahan dalam ketajaman penglihatan.

2) Tanda : hilangnya/menurunnya refleks tendon dalam, hilangnya tonus

otot, adanya masalah dengan keseimbangan, adanya kelemahan pada

otot-otot wajah, terjadi ptoris kelopak mata, kehilangan kemampuan

untuk berbicara.

g. Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri tekan otot, seperti terbakar, mengganggu, sakit, nyeri

(terutama pada bahu, pelvis, pinggang, punggung dan bokong).

Hiposensitif terhadap sentuhan.

h. Pernafasan

1) Gejala : kesulitan dalam bernafas.

2) Tanda : pernafasan perut, menggunakan otot bantu nafas, apnea,

penurunan bunyi nafas, menurunnya kapasitas vital paru,

pucat/sianosis, gangaun refleks gag/menelan/batuk.

16

Page 18: 41958041 Guillain Barre Syndrome

i. Keamanan

1) Gejala : infeksi virus nonspesifik (seperti infeksi saluran pernafasan

atas) kira-kira dua minggu sebelum munculnya tanda serangan,

adanya riwayat terkena herpes zoster, sitomegalovirus.

2) Tanda : suhu tubuh yang berfluktuasi (sangat tergantung pada suhu

lingkungan), penurunan kekuatan/tonus otot, paralysis/parestesia.

j. Interaksi Sosial

Tanda: kehilangan kemampuan untuk berbicara/berkomunikasi.

k. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala: Penyakit sebelumnya (infeksi saluran pernafasan atas,

gastroenteritis, penyakit houlkin); pembedahan/anestesia umum trauma.

Pertimbangan: PPG menunjukkan rerata lama perawatan: 6 hari. Rencana

pemulangan: mungkin pasien memerlukan bantuan mengenai transportasi,

penyiapan makan, perawatan diri, dan kewajiban pekerjaan rumah.

Mungkin perlu melakukan perubahan pada tata ruang dan bentuk rumah,

pemindahan pusat rehabilitasi.

l. Pemeriksaan diagnosis

1) Fungsi lumbal berurutan: memperhatikan fenomena klasik dari

tekanan normal dan jumlah sel darah putih yang normal, dengan

peningkatan protein nyata dalam 4-6 minggu. Biasanya peningkatan

protein tersebut tidak akan tampak pada 4-5 hari pertama, mungkin

diperlukan pemeriksaan seri fungsi lumbal (perlu diulang beberapa

kali).

2) Elektromiografi: hasilnya tergantung pada tahap dan perkembangan

sindrom yang timbul, kecepatan konduksi saraf diperlambat pelan.

Fibrilasi (getaran yang berulang dari unit motorik yang sama)

umumnya terjadi pada fase akhir.

3) Darah lengkap: terlihat adanya leukositosis pada fase awal.

4) Foto rontgen: dapat memperlihatkan berkembangnya tanda-tanda

dari gangguan pernafasan seperti atelektasis, pneumonia.

5) Pemeriksaan fungsi paru: dapat menunjukkan adanya penurunan

kapasitas vital, volume tidal, dan kemampuan inspirasi.

17

Page 19: 41958041 Guillain Barre Syndrome

2. Diagnosa Keperawatan

NODIAGNOSA

KEPERAWATANTUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI TTD

1. Resiko tinggi terhadap pola nafas/ bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan kelemahan/ paralisis otot pernafasan, kerusakan refleks menelan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat mendemonstrasikan ventilasi adekuat, dengan kriteria hasil :1. Tak ada tanda distress pernafasan2. Bunyi nafas bersih3. GDA dalam batas normal.

Mandiri :1. Pantau frekuensi, kedalaman, dan kesimetrisan

pernafasan. Catat peningkatan kerja nafas dan observasi warna kulit dan membran mukosa.R : Peningkatan distress pernafasan menandakan

adanya kelelahan pada otot pernafasan.2. Kaji adanya perubahan sensasi terutama

penurunan respons pada T8 atau daerah lengan atas/bahu.R : Penurunan sensasi seringkali mengarah kepada

kelemahan motorik: seperti kehilangan pada tingkat T8 dapat mempengaruhi otot interkostal. Oleh karenanya tangan/lengan yang terkena seringkali mengarah pada masalah gagal nafas.

3. Catat adanya kelemahan pernafasan selama berbicara R : Indikator yang baik terhadap gangguan fungsi

pernafasan/ menurunnya kapasitas vital paru. 4. Auskultasi bunyi nafas, catat tidak adanya

bunyi/suara tambahan seperti ronki, mengi.R : Peningkatan resistensi jalan nafas dan atau

akumulasi sekret akan mengganggu proses difusi gas dan mengarah pada komplikasi pernafasan (pneumonia).

5. Tinggikan kepala tempat tidur atau letakkan

R

19

Page 20: 41958041 Guillain Barre Syndrome

pasien pada posisi duduk bersandar.R : Meningkatkan ekspansi paru dan usaha batuk,

menurunkan kerja pernafasan dan membatasi terjadinya risiko aspirasi sekret.

6. Evaluasi refleks batuk, refleks gag, atau refleks menelan secara periodik.R : Jika otot kepala dan otot leher terkena, maka

evaluasi ulang terhadap refleks tersebut harus dilakukan untuk mencegah aspirasi, infeksi pulmonia, dan gagal nafas.

7. Lakukan penghisapan sekret, catat warna dan jumlah dari sekret (sputum) R : Kehilangan kekuatan dan fungsi otot mungkin

mengakibatkan ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan dan atau membersihkan jalan nafas.

Kolaborasi :1. Lakukan pemantauan terhadap analisa gas

darah, aksimteri nadi secara teratur.R : Menentukan keefektifan dari ventilasi sekarang dan

kebutuhan untuk keefektifan dari intervensi.2. Tinjau ulang foto ronsen

R : Adanya perubahan merupakan indikasi dari kongesti paru dan atau atelektasis.

3. Berikan terapi suplementasi oksigen sesuai indikasi, dengan menggunakan cara pemberian yang sesuai kanula, masker oksigen, atau ventilator mekanik.R : Mengatasi hipoksia. Pelembaban terhadap sekret

20

Page 21: 41958041 Guillain Barre Syndrome

(agar mudah dikeluarkan) dan menjaga kelembaban membran mukosa karena hal tersebut dapat menurunkan iritasi jalan nafas.

4. Berikan obat/bantu dengan tindakan pembersihan pernafasan, seperti latihan pernafasan, perkusi dada, vibrasi, dan drainase postural.R : Mempebaiki ventilasi dan menurunkan atelektasis

dengan memobilisasi sekret dan meningkatkan ekspansi alveoli paru.

5. Siapkan untuk/mempertahankan inkubasi, ventilator mekanik sesuai kebutuhan.R : 10%-20% pasien mengalami gangguan pernafasan

yang cukup berarti yang memerlukan intervensi yang terus-menerus.

6. Berikan perawatan trukeostomi jika adaR : Mungkin diperlukan untuk penatalaksanaan jalan

nafas dan sekresi.2. Kerusakan mobilitas

fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu mempertahan mobilitas fisik tanpa ada komplikasi dengan kriteria hasil:1. Tidak ada laporan kontraktur,

dekubitus.2. Meningkatkan kekuatan otot dan

fungsi bagian yang sakit.3. Mendemonstrasikan

teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktivitas yang

Mandiri :1. Kaji kekuatan motorik dengan menggunakan

skala 0-5. Lakukan pengkajian secara teratur.R : Menentukan perkembangan/munculnya kembali

tanda yang menghambat tercapainya tujuan.2. Berikan posisi pasien yang menimbulkan rasa

nyaman. Lakukan perubahan posisi dengan jadwal yang teraur sesuai kebutuhan secara individual.R : Menurunkan kelelahan, meningkatkan relaksasi,

menurunkan risiko terjadinya iskemia/kerusakan pada kulit.

3. Sokong ekstremitas dan persendian dengan

21

Page 22: 41958041 Guillain Barre Syndrome

diinginkan. bantal, crochanter roll, papan kaki.R : Mempertahankan ekstremitas dalam posisi

fisiologis, mencegah kontraktur dan kehilangan fungsi sendi.

4. Lakukan latihan rentang gerak positif. Hindari latihan aktif selama fase akut.R : Menstimulasi sirkulasi, meningkatkan tonus otot

dan meningkatkan mobilisasi sendi.5. Koordinasikan asuhan yang diberikan dan

periode istirahat tanpa gangguan.R : Penggunaan otot secara berlebihandapat

meningkatkan waktu yang diperlukan untuk remielinisasi, karenanya dapat memperpanjang waktu penyembuhan.

6. Anjurkan untuk melakukan latihan yang terus dikembangkan, seperti duduk di sisi tempat tidur dengan sokongan, bangkit dari kursi, dan kemudian ambulasi sesuai kemampuan.R : Kegiatan latihan pada bagian tubuh yang terkena

yang ditingkatkan secara bertahap, meningkatkan fungsi organ normal dan memiliki efek psikologis yang positif.

7. Berikan lubrikasi/minyak artifisial sesuai kebutuhan.R : Mencegah kekeringan dari jaringan tubuh yang

halus ketika pasien tidak dapat menutup/mengedipkan mata secara memadai.

Kolaborasi :

22

Page 23: 41958041 Guillain Barre Syndrome

1. Konfirmasikan dengan atau rujuk ke bagian terapi fisik/terapi okupasi.R : Bermanfaat dalam menciptakan kekuatan otot

secara individual/ latihan terkondisi dan program latihan berjalan dan mengidentifikasi alat bantu.

3. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang kebutuhan tubuh berhubungan dengan kerusakan neuromuscular yang mempengaruhi refleks gagal/batuk/menelan dan fungsi GI.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi perubahannutrisi kurang dari kebutuhan, dengan kriteria hasil klien mampu:1. Mendemonstrasikan berat badan

stabil.2. Normalisasi nilai-nilai

laboratorium.3. Tidak ada tanda malnutrisi (mata

cekung, konjungtiva anemis, kurus, tilang dada menonjol)

Mandiri : 1. Kaji kemampuan untuk mengunyah, menelan, batuk,

pada keadaan yang teratur.R : Kelemahan otot dan refleks yang

hipoaktif/hiperaktif dapat mengindikasikan kebutuhan akan metode makasi alternatif, seperti melalui selang NG dan sebagainya.

2. Auskultasi bising usus, evaluasi adanya distensi abdomen.R : Perubahan fungsi lambung sering terjadi akibat dari

paralisis/ imobilisasi.3. Catat masukan kalori setiap hari.

R : Mengidentifikasi kekurangan makanan dan kebutuhannya.

4. Catat makanan yang disukai atau tidak disukai oleh pasien dan termasuk dalam pilihan diet yang dikehendaki.R: Meningkatkan rasa kontrol dan mungkin juga dapat

meningkatkan usaha untuk makan.5. Berikan makanan setengah padat/cair

R : Makanan lunak/setengah padat menurunkan risiko terjadinya aspirasi.

6. Anjurkan untuk makan sendiri. Izinkan untuk makan sesuai waktu yang diinginkan atau yang memungkinkan

23

Page 24: 41958041 Guillain Barre Syndrome

bagi pasien untuk terus berusaha sendiri. Beri bantuan/beri makan kebutuhan.R : Derajat hilangnya kontrol motorik mempengaruhi

kemampuan untuk makan sendiri. 7. Anjurkan orang terdekat ikut berpartisipasi pada waktu

makan, seperti memberi makan dan membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.R : Memberikan waktu bersosialisasi yang dapat

meningkatkan jumlah masukan makanan pada pasien.

8. Timbang berat badan setiap hari.R: Mengkaji keefektifan aturan diet.

Kolaborasi :1. Berikan diet tinggi kalori atau protein nabati.

R : Makanan suplementasi dapat meningkatkan pemasukan nutrisi.

2. Pasang/pertahankan selang NG. berikan makanan enteral/parenteral.R : Dapat diberikan jika pasien tidak mampu untuk

menelan, untuk pemasukan makanan kalori, elektrolit dan mineral.

4. Resiko tinggi konstipasi/ diare berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler (kehilangan sensasi dan refleks anal), imobilitas,

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu mempertahankan pola eliminasi usus tanpa ileus.

Mandiri :1. Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 2000

ml/hari (jika pasien dapat menelan)R : Makanan suplementasi dapat meningkatkan

pemasukan nutrisi. 2. Berikan privasi dan posisi fowler pada tempat tidur

dengan teratur.

24

Page 25: 41958041 Guillain Barre Syndrome

perubahan pada masukan diet/ cairan.

R : Meningkatkan usaha evakuasi feses.3. Auskultasi bising usus, catat adanya/tidak atau

perubahan bising usus.R : Penurunan/hilangnya bising usus dapat merupakan

indikasi adanya ileus paralitik yang berarti hilangnya motilitas usus dan atau ketidakseimbangan elektrolit.

4. Catat adanya distensi abdomen, nyeri tekan. Ukur lingkar perut sesuai kebutuhan. R : Dapat mencerminkan perkembangan ileus paralitik

atau adanya impoksi fekal.5. Pantau adanya mual, muntah, penghentian feses.

R : Kecepatan perkembangan pada ileus yang komplit dapat bervariasi tetapi dapat diperkirakan.

Kolaborasi:1. beri obat pelembek feses, supositoria, laksatif, atau

penggunaan selang cektal sesuai kebutuhan.R : Mencegah konstipasi, menurunkan distensi

abdomen dan membantu dalam keteraturan fungsi defekasi.

2. Tingkatkan diet makanan yang berserat atau perubahan kecepatan dan jenis dari makanan sonde jika ada kebutuhan.R : Membantu dalam mengatur konsistensi fekal dan

menurunkan konstipasi. 3. Pasang/pertahankan selang NGT jika ada kebutuhan.

R : Menurunkan mual dan muntah dan melakukan dekompresi pada distensi abdomen yang berhubungan dengan hilangnya peristaltik,

25

Page 26: 41958041 Guillain Barre Syndrome

munculnya ileus paralitik5. Ansietas/ ketakutan

berhubungan dengan krisis situasional, ancaman kematian/ perubahan dalam status kesehatan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ansietas klien berkurang sampai tingkat yang dapat diatasi, dengan kriteria hasil klien mampu:1. Menerima dan mendiskusikan

rasa takut.2. Mengungkapkan pengetahuan

yang akurat tentang situasi.3. Tampak rileks dan melaporkan

ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi.

Mandiri:1. Tempatkan pasien dekat dengan ruang perawat, periksa

pasien secara teratur.R : Memberikan keyakinan bahwa bantuan segera dapat

diberikan.2. Berikan bentuk komunikasi alternatif jika diperlukan.

R : Menurunkan perasaan tidak berdaya dan perasaan terisolasi.

3. Diskusikan adanya perubahan citra diri, ketakutan akan hilangnya kemampuan yang menetap, kehilangan fungsi, kematian masalah mengenai kebutuhan penyembuhan. R : Membawa perasaan takut secara terbuka,

memberikan kesempatan untuk mengkaji persepsi/informasi yang salah dari pasien dan memberikan pemecahan masalah.

4. Berikan penjelasan singkat mengenai perawatan, rencana perawatan dengan orang terdekat.R : pemahaman yang baik dapat meningkatkan kerja

sama pasien dalam kebutuhan akan melakukan aktivitas. Pelibatan pasien dan orang terdekat dapat mempertahankan beberapa perasaan kontrol yang akan meningkatkan harga diri.

26

Page 27: 41958041 Guillain Barre Syndrome

6. Resiko Tinggi terhadap cedera berhubungan dengan gangguan penglihatan dan gangguan keseimbangan dan pendengaran.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak ada laporan cidera, dengan kriteria hasil klien mampu:1. Menyatakan pemahaman faktor

yang terlibat dalam kemungkinan cedera.

2. Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor risiko dan untuk melindungi diri dari cedera.

3. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.

5. Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.R : Menurunkan tekanan pada mata yang sakit.

6. Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggosok mata, mengbongkok.

7. Dorong nafas dalam, batuk untuk bersihan paru.R : Batuk meningkatkan T10.

8. Anjurkan menggunakan teknik manajemen stress contoh: bimbingan imajinasi, visualisasi, nafas dalam dan latihan relaksasi.R : Meningkatkan relaksasi dan koping, menurunkan

T10.9. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.

R : Digunakan untuk melindungi dari cedera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.

Kolaborasi : 1. Berikan obat sesuai indikasi

a. Antiemetic, contoh: proklorperozin (compazine)R : Mual/muntah dapat meningkatkan T10,

memerlukan tindakan segera untuk mencegah cedera.

b. Asetazolamid (diamox)R : Diberikan untuk menurunkan T10 bila terjadi

peningkatan. Membatasi kerja enzim pada produksi akueous homor.

c. Analgetik, contoh: Empirin dengan kodein, asetaminofen (tyenol)R : Digunakan untuk ketidaknyamanan ringan,

27

Page 28: 41958041 Guillain Barre Syndrome

meningkatkan istirahat/mencegah gelisah, yang dapat mempengaruhi T10.

28

Page 29: 41958041 Guillain Barre Syndrome

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN

• Hari/Tanggal pengkajian : Selasa, 24 Maret 2009; pukul 08.30 WIB

• Ruang : B1 Syaraf

1. Identitas Klien

Nama : Tn. G

Jenis klamin : Laki – laki

Usia : 45 tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Swasta

Status perkawinan : Kawin

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Jl. Lamper Tengah III No. 158 Semarang

Hari/Tanggal masuk RS : Selasa, 24 Maret 2009; pukul 06.30 WIB

No Register : 8882949773

Diagnosa Medis : Guillain – Barre Syndrome (GBS)

2. Penanggung jawab klien

Nama : Ny. B

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jl. Lamper Tengah III No. 158 Semarang

No. Telp/Hp : -

Hubungan dengan klien : Istri

3. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama:

Tangan kesemutan dan kaki tidak dapat digerakan

29

Page 30: 41958041 Guillain Barre Syndrome

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Sekitar 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit, klien mengeluh tangan

kesemutan dan kaki klien tidak dapat digerakkan. Selama 4 hari pasien

mengatakan tidak BAB dan perutnya mulas. Klien masuk RS. Permata

dan disarankan oleh dokter S yang menangani untuk dirawat inap dan

diteruskan ke ruang B1 Syaraf. Selama ada di Rumah Sakit klien

diobservasi dan dilakukan pemeriksaan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya klien belum pernah dirawat di Rumah Sakit manapun.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak ada yang mengalami penyakit yang sama.

Genogram:

Keterangan:

Laki-laki Hubungan perkawinan

Perempuan Tinggal serumah

Klien Meninggal

30

Page 31: 41958041 Guillain Barre Syndrome

Klien anak ketiga dari empat beraudara. Tidak ada keluarga yang

memiliki penyakit yang sama seperti klien. Klien tinggal serumah

bersama istri dan kedua anaknya.

4. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda-tanda vital

Dikaji tanggal 24 Maret 2009, pukul 08.30 WIB

TD : 130/90 mmHg

HR : 86 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,7 C

b. Kepala dan leher

Yang Dikaji

Keterangan

BentukMukaRambutMata

Telinga

Hidung

Mulut

Leher

MesosefalSimetris, mengerut dahi +Hitam, sedikit beruban, penyebaran merataTidak terdapat lesi, sklera tidak ikterus, konjungtiva tidak anemis, pupil: reflek cahaya +, bentuk bulat ukuran ± 3 mm, tidak ada nistagmus dan melihat kembar, nyeri tekan tidak ada, fungsi penglihatan dbn (> 4/60), berkedip +Simetri ka = ki, tidak ada discharge, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan fungsi pendengaran dbn dengan arloji dan suara berbisik +/+Simetri lubang ka = ki, tidak ada discharge, tidak ada nafas cuping hidung.Mukosa bibir lembab, gigi tidak ada caries cukup bersih, tidak ada pendarahan gusi, tidak tampak sianosis.Menelan +, membuka mulut + , mengunyah +, mengigit +Tidak terdapat pembesaran tiroid, trachea simetri di tengah, tidak ada deviasi, tidak terdapat kaku kuduk.

Keterangan : + : ada

c. Jantung

31

Page 32: 41958041 Guillain Barre Syndrome

Tanggal 24/03/09 jam 08.30

Inspeksi Ictus cordis tak tampak

Palpasi Ictus cordis teraba di SIC V, 2 cm di LMCS

Perkusi Konfigurasi jantung dbn

Auskultasi Bunyi jantung I-II tunggal tidak ada murmur dan gallop

d. Paru-paru

Tanggal 24/03/09 jam 08.30

Inspeksi Simetri, statis, dinamis, tidak ada tarikan otot asesori

Palpasi Fresmitus ka = ki

Perkusi Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi Suara dasar vesikuler di seluruh lapang paru, tidak ada wheezing atau ronki

e. Abdomen

Tanggal 24/03/09 jam 08.30

Inspeksi Sedikit cembung, tidak ada lesi, tidak ada venektasi

Auskultasi BU 7x/ menit

Palpasi Tidak ada nyeri tekan Hepar, lien tak teraba, teraba masa feses daerah kolon desendens

Perkusi Timpani, pekak sisi ada, pekak alih tidak ada

f. Ekstremitas

Ektremitas atas

Tanggal /Jam

Kanan Kiri

24/03/0908.30

Pergerakan menurunKebas/kesemutan ada Rasa baal ada Kekuatan otot 3Capillary refill < 2 detikEdema tidak ada Tonus menurun Atrofi tidak ada Nyeri ada (ketika pertama kali sendi digerakkan)

Pergerakan menurunKebas/kesemutan ada Rasa baal adaKekuatan otot 3Capillary refill < 2 detikEdema tidak adaTonus menurun Atrofi tidak adaNyeri ada (ketika pertama kali sendi digerakkan)

32

Page 33: 41958041 Guillain Barre Syndrome

Ektremitas bawah

Tanggal /Jam

Kanan Kiri

24/03/0908.30

Pergerakan menurunKebas/kesemutan ada Rasa baal adaKekuatan otot 1Capillary refill < 2 detikEdema tidak ada Tonus menurun Atrofi tidak ada Nyeri ada (ketika pertama kali sendi digerakkan)

Pergerakan menurunKebas/kesemutan adaRasa baal adaKekuatan otot 1Capillary refill < 2 detikEdema tidak adaTonus menurun Atrofi tidak adaNyeri ada (ketika pertama kali sendi digerakkan)

g. Sistem Persarafan

1. Fungsi cerebral

Tanggal/Jam 24/03/09 jam 08.30a. Status mental

- Tingkat kesadaran- GCS- Gaya bicara

ComposmentisE4V6CM5 = 15Sesuai

b. Fungsi intelektual- Orientasi waktu- Orientasi tempat- Orientasi orang

AdaAdaAda

c. Daya pikir- Spontan, alamiah,

masuk akal- Kesulitan berfikir- Halusinasi

Ya

Tidak ada Tidak ada

d. Status emosional- Alamiah dan datar- Pemarah- Cemas- Apatis

YaTidakTidakTidak

2. Pemeriksaan Saraf Cranial

Nervus I (Olfactorius)

TanggalSensasi hidung

kiriSensasi hidung

kanan24/03/09 jam 08.30 Tidak dikaji Tidak dikaji

33

Page 34: 41958041 Guillain Barre Syndrome

Nervus II (Optikus

Nervus

III

(Okulomotorius)

Tanggal 16-12-2008

Mata kanan

Sela mata ± 1,5 cmPergerakan bulbus Bebas Bentuk pupil BulatBesar pupil 3 mmReflek cahaya +/Pupil mengecilMelihat kembar Tidak Reflek terhadap konfergensi

+

Nistagmus Tidak Enoptalmus TidakExoptalmus TidakStrabismus Tidak

Mata kiri Sela mata ± 1,5 cmPergerakan bulbus Bebas Bentuk pupil BulatBesar pupil 3 mmReflek cahaya +/Pupil mengecil

Tanggal 24/03/09 jam 08.30

Mata kanan

Ketajaman penglihatan

>4/60

Lapang Pandang

Sulit dinilai

Melihat warna

+

Fundus oculi

Tak dinilai

Mata kiri

Ketajaman penglihatan

>4/60

Lapang Pandang

Sulit dinilai

Melihat warna

+

Fundus oculi

Tak dinilai

34

Page 35: 41958041 Guillain Barre Syndrome

Reflek terhadap konfergensi

+

Melihat kembar Tidak Nistagmus Tidak Enoptalmus TidakExoptalmus TidakStrabismus Tidak

Nervus IV (Trochlearis)

Tanggal 24/03/09

Mata kanan

Pergerakan mata ke bawah - ke dalam.

+

Mata kiri

Pergerakan mata ke bawah - ke dalam.

+

Nervus V ( Trigeminus)

Tanggal 24/03/09Membuka mulut +Mengunyah +Menggigit +Reflek kornea +Sensasi pd wajah dgn benda kasar, halus tumpul, runcing

Dahi +Dagu +Pipi kanan +

Pipi kiri +

Nervus VI (Abducen)

Tanggal 24/03/09

Mata Kanan

Pergerakan mata lateral

+

Melihat kembar Tidak ada

Mata kiri

Pergerakan mata lateral

+

Melihat kembar Tidak ada

Nervus VII (Fasialis)

Tanggal 24/03/09Mengerut dahi +Tersenyum +Mengangkat alis +Menutup mata +

35

Page 36: 41958041 Guillain Barre Syndrome

Rasa kecap 2/3 anterior lidah (manis & asam)

Tidak dikaji

Nervus VIII (Vestibulochoclearis)

Tanggal 24/03/09

Telinga kanan

Suara bisikan +

Detik arloji +

Rinne Tidak dikaji

Weber Tidak dikaji

Telinga kiri

Suara bisikan +

Detik arloji +

Rinne Tidak dikaji

Weber Tidak dikaji

Nervus IX (Glossopharyngeus)

Tanggal 24/03/09Rasa kecap 1/3 anterior lidah (pahit)

Tidak dikaji

Nervus X (Vagus)

Tanggal 24/03/09Menelan +Bicara +

Nervus XI (Accesorius)

Tanggal 24/03/09

Mengangkat bahuKanan +

Kiri +

Mengangkat kepalaKanan +Kiri +

NervusXII (Hypoglasus)

Tanggal 24/03/09Menjulurkan lidah +Menggerak-kan lidah

Ke kanan +Ke kiri +

Tremor lidah Tidak adaArtikulasi Baik

3. Pemeriksaan Sistem Motorik

36

Page 37: 41958041 Guillain Barre Syndrome

Tanggal 24/03/09

PergerakanEktemitas sup menurun/menurun

Ekstemitas inf menurun/menurun

Kekuatan ototEktemitas sup 3/3Ekstemitas inf 1/1

Tonus Ektemitas sup menurun/menurunEkstemitas inf menurun/menurun

Keseimbangan dan koordinasi

Ektemitas sup Tidak terkajiEkstemitas inf Tidak terkaji

4. Pemeriksaan refleks

Tanggal 24/03/09

Reflek kulit perutSup +/+Inf +/+

Refleks biseps Menurun/menurunRefleks triseps Menurun/menurunRefleks patella Menurun/menurunRefleks achiles Menurun/menurunRefleks hofman tromer Tidak adaRefleks babinski Tidak adaRefleks chadok Tidak ada

5. Pemeriksaan Sensorik

Tanggal 24/03/09Sensasi taktil Sup +/+

Inf +/+Sensasi suhu Tidak dinilaiPerasaan nyeri Sup +/+

Inf +/+Vibrasi dan propriosepsi

Menurun

Integrasi sensasi Tidak dinilaiKeterangan : + : ada ; - : tidak ada

h. Sistem cardio-respiratory

Nyeri dada : tidak ada

Riwayat merokok : tidak

Bernafas melalui : hidung

Kesulitan bernafas : tidak ada

Terapi oksigen : - liter.

Batuk : tidak

Batuk darah : tidak ada

37

Page 38: 41958041 Guillain Barre Syndrome

i. Sistem Integumen

Tanggal/Jam 24/03/09 jam 08.30Warna kulit Tidak pucat, tidak sianosisTurgor Cukup Mukosa bibir

Lembab

Capilar refill < 2 detik Edema Tidak adaKelainan Kelemahan 4 anggota gerak

5. Status nutrisi

a. Antropometri

Sebelum masuk rumah sakit Nilai IMT standar

BB : 63 kg TB : 171 cm

IMT : 21,55 (BB normal)

Saat Dirawat : Tanggal 24 Maret 2009

BB : 62 kg TB : 171 cm

IMT : 21,20 (underweight)

b.Biokimia

Hb : 13,9 gr % Albumin : -

c. Penampilan fisik

Lemah, mata tidak cekung, konjingtiva tidak anemis, tidak ada

penonjolan tulang dada, turgor kulit cukup.

d.Diet

Adekuat, 1 porsi habis, tidak ada mual-muntah.

6. Status cairan

Tabel cairan dalam 2 jam pertama masuk rumah sakit

Tanggal/jam

Intake Output Balance cairan

24/03/09 Parenteral = 50 ccMinum = 150 ccMakan = - cc

Urine = 125 ccIWL = - ccFeses = - ccMuntah = -Drainase = -

+ 75 cc

Total input = 200 cc Total output = 125 cc

Keterangan : + : ada ; - : tidak ada

Nilai Kategori<20 Underweight20-25 BB normal25-30 Overweight>30 Obesitas

38

Page 39: 41958041 Guillain Barre Syndrome

7. Status higienis

Tanggal 24/03/09

Mandi Tergantung Ganti pakaian Tergantung Menggosok gigi Tergantung Memotong kuku Tergantung Keramas Tergantung Penampilan Rapi, bersih

8. ADL

Tanggal Bathing

Dressing

Toileting

Transfering

Continance Feeding

Indeks KATZ

24/03/09 T T T T M T E

Keterangan: M : Mandiri ; T : Tergantung

9. Status Eliminasi

Sebelum dirawat:

- BAB

Frekuensi -Warna -

Konsistensi -

Nyeri -

Darah -

Lendir -

- BAK

Frekuensi 4 – 5 x/hari Warna Kuning jernih

Jumlah ± 1000 cc/ hari

Nyeri -

Darah -

Selama dirawat

- BAB

39

Page 40: 41958041 Guillain Barre Syndrome

Tanggal 24/03/09Frekuensi -Warna -

Konsistensi -

Nyeri -

Darah -

Lendir -

- BAK

Tanggal 24/03/09Frekuensi 1 x/2 jamWarna Kuning

Jumlah Tak terkaji

Nyeri -

Darah -

Lendir -

10. Status Mobilisasi

Tanggal Miring Duduk Berdiri Jalan Kamar

mandi

24/03/09 Dibantu Dibantu - - -

11. Nyeri/Kenyamanan

Klien mengeluh nyeri ringan saat sendi akan digerakkan lama-lama nyeri

hilang.

12. Aktivitas/Istirahat

Sebelum masuk rumah sakit: klien tidur 7 jam/hari, tidak pernah tidur siang

13. Intregitas ego

Klien tampak tenang dan mengaku pasrah serta tetap bersemangat untuk

sembuh.

14. Kepercayaan

Klien beragam islam, rajin mengerjakan sholat, taat beribadah.

40

Page 41: 41958041 Guillain Barre Syndrome

Klien percaya bahwa penyakit merupakan cara Tuhan untuk menghapus

dosanya dan dengan berdoa serta bersabar akan diberi kesembuhan

15. Seksualitas

Tak terkaji

16. Perilaku dan hubungan sosial

Tempat tinggal : rumah pribadi

Sikap : kooperatif

Hubungan dalam keluarga : sangat baik

Hubungan sosial masyarakat : baik

Peran dalam masyarakat : sejak sakit menjadi kurang aktif dalam

kegiatan masyarakat

17. Status Ekonomi Kesehatan

Umum

18. Pengetahuan

Klien dan keluarga mengatakn penyakitnya kambuh berulang dari akut

memburuk kemudian membaik, klien dan keluarga mengetahui gejala yaitu

berupa kelemahan pada anggota gerak. Gejala awal yang dikendali adalah

bila klien sudah tidak bisa mengkancingkan baju sehingga istri langsung

membawa ke RSDK selama dirumah rutin melakukan fisiotrerapi.

19. Tindakan kolaborasi kesehatan

Belum ada tindakan kolaborasi.

20. Hasil Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

a. Laboratorium

PemeriksaanNilai

NormalSatuan

24/03/09 j 14.00Nilai

Hb 13 – 16 % 13,9Ht 40 – 54 % 49Eritrosit 45 – 65 jt/mmk 51,8Leukosit 4 – 11 ribu/mmk 5,5

41

Page 42: 41958041 Guillain Barre Syndrome

Trombosit 150 – 400 ribu/mmk 202Gula darah puasa 80 – 126 mgr/dL 115 mgr/dL

(sedang)Gula darah 2 jam PP

80 – 140 mgr/dL 157 mgr/dL (sedang)

Ureum 15 – 39 mgr/dL 21Kreatinin 0,6 – 1,3 mgr/dL 0,87Natrium 136 – 145 mmol/L 140Chlorida 98 – 107 mmol/L 107Kalium 3,5 – 5,1 mmol/L 4,6Kolesterol 50 – 200 mgr/dL 155Trigliserida 30 – 150 mgr/dL 77LDL 62 – 130 mgr/dL 89HDL 35 – 60 mgr/dL 44SGOT 15 – 37 U/I 102 HSGPT 30 – 65 U/I 112 HAlkali fosfatase 50 – 136 U/I 54CPK 0 – 232 U/I 82T3 0,92 – 2,33 mmol/L 1,73T4 60 – 120 mmol/L 110,01TSH 0,25 – 5 Uiu/mL 1,7

b.Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan EMG

Hasil :

Hantaran saraf motorik :

n. medianus S, tibialis D/S, n. peroneus S tidak ada, n. medianus D,

ulnaris D/S, n. peroneus D, distal latency memanjang, amplitudo dan

SEV menurun.

Sensorik : semua sampel saraf tidak ada respon

Reflek fisiologis : semua sampel saraf tidak ada respon

H reflek : n. fibialis tidak ada respon

Kesimpulan :

Gambaran EMG sesuai dengan SGB (poliradikuloneuropati)

21. Terapi Medis

Nama Car Dosis Indikasi Kontra Interaksi Efek

42

Page 43: 41958041 Guillain Barre Syndrome

obat

a pemberian

indikasi obat samping

Nerfeco (Mecobalamin)

PO/ IV pelan

3x500mg/2x 1 amp (oplos dg 20cc NaCl)

Neuropati perifer

Hentikan terapi jika tidak ada respon ps dengan penyakit KV, paru, HT Dosis tinggi dan penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan pada ps yang terpapar dg merkuri atau subsitusi yang mengandung merkuri.

Metformin, antagonis reseptor H2,aminoglikosida, kolkisin, asam aminosalisilat, antikonvulsan, alcohol, kloramfenikol.

Anoreksia, mual, muntah diare.

Dexametason

IV/IM

3X1amp0,5 – 9 mg/hari max 80mg/hr

Alergi dan peradangan yang berespon baik terhadap terapi kortikoste roid

Ulkus peptic, osteoporosis, infeksi akut, vaksin hidup, laktasi, P:GHF, HT,DM,GGK, Uremia, usia lanjut, anak-anak, penyakit infeksi

Barbiturate, fenotiazin, rifampisin.

retensi cairan & elektrolit, meningkatkan kemungkinan infeksi. Gangguan pertumbuhan, sindrom chusing, amenore, hipertiroidis me, gg mental, HT intracranial, pancreatitis akut, osteonekrosis aseptik.

Raniti din

IV 2x30 mgUlkus duodenum2x150 mg1x300

Ulkus duodenum, ulkus gaster non maligna, kondisi

Disfungsi ginjal dan hati, hamil, laktasi, anak, keganasan lambung.

Mengurangi bersihan dari wafarin, prokainamid, N-asetilklopra

Sakit kepala. Pusing, gg GI, ruam kulit.

43

Page 44: 41958041 Guillain Barre Syndrome

mg(mlm)Pencega han kekambu han150 mg(sblm tdr)

hipersekre si patologis.

mid,Meningkatkan absorbsi nidazolamMenurunkan absorbsi kobalamin.

Hepamax

POSesudah makan

2x1Awal:1kapsul3-4x/hrPemeliharaan:1-2x/hr

Suplemen untuk memelihara&memperbaiki fungus hati, mencegah& mengoba ti penyakit hati.

Epilepsy, HT kronik, TIK tinggi, hamil, laktasi.

asetaminofen

-

Imuran POSesudah makan (untuk mengura ngi rasa tidak nyaman pada GI)

3x1Kondisi auto imun:1-3 mg/kg/hr(sesuai respon ps)Supresi penolakan transplantasi:Awal:s/d 5 mg/kg1-4 mg/kg/hr(sesuai respon ps)

Pengobatan pada ps yang menerima transplantasi organ, hepatitis aktif kronik, SLE, dermatomiasitis, polioarteritis nodosa, anemia hemolitik didapat, ITP, pioderma gangrenosa

Hipersensitif trhdp azatriopin, merkaptopurin, hamil,P :Monitor trhdp kerusakan hati&ginjal yang berat,Hamil&usila :monitor thdp hitung jenis leukosit.

Alopurinol menghambat metabolism,Menurunkan blockade neuromuskuler dari kurare&tubokurarin,Menimbulkan efek potensial trhdp suksinilkolin,Menghambat antikoagulan thdp warfarin,Tidak bileh diberikan bersama penicilamin

Depresi sumsum tulang, haematopoises, makrisitosis, mual, muntah, anoreksia, alergi, ikterus, kolestatin.

44

Page 45: 41958041 Guillain Barre Syndrome

, kotrimokzasol, captopril.

MersibionTab:B1:100mgB6:200mgB12: 200mgInj:B1:100mgB6:100mgB12: 5000mgKaps:B1:100mgB6:100mgB12: 5000mg

IMPO

1 tab/hrSakit berat:1 amp IM kmd1 amp 2-3x/mgBersma makan jika timbul rasa tidak nyaman pada GI.

Terapi defisiensi vit. B1, B6, B12.

- Menurunkan efek levodopa.

-

Gliserol (obat katsan)

supositoria

10 ccDws:3 gr dlm supos, 70% dlm gelatin, atau klisma 4-5 gr.

Konstipasi untuk melunakkan fese, menimbulkan reflek defekasi di poros rectum.

Nyeri perut mendadak karena ileus, radang usus&usus buntu, kejang kolik, mual, muntah.

Kerja tampak setelah 15-30 menit.

Kadar yang tinggi menimbulkan iritasi lokal.

TGL Nama Obat Dosis Cara PemberianWaktu pemberian

( Jam)

45

Page 46: 41958041 Guillain Barre Syndrome

24/03/09 Nerfeco 3x500mg PO 08 12 18

Bio ATP 3x1 PO 08 12 18

Bd. Guard 3x1tab PO 08 12 18

Dexamethason 3x1amp IV 10 18 02

Ranitidin 2x30mg IV 10 22

Inf. RL+Mersibion

25/03/09 Nerfeco 3x500mg PO 08 12 18Bio ATP 3x1 PO 08 12 18Bd. Guard 3x1tab PO 08 12 18Dexamethason 3x1amp IV 10 18 02Ranitidin 2x30mg IV 10 22

Inf. RL+Mersibion

26/03/09 Nerfeco 3x500mg PO 08 12 18

Bio ATP 3x1 PO 08 12 18

Bd. Guard 3x1tab PO 08 12 18

Dexamethason 3x1amp IV 10 18 02

Ranitidin 2x30mg IV 10 22

Inf. RL+Mersibion

22. Monitor Harian Pemberian Obat

46

Page 47: 41958041 Guillain Barre Syndrome

B. ANALISA DATA

No Data Fokus Problem Etilogi TTD1

2.

24/03/09 jam 06.30DS : Klien mengatakan tidak dapat

BAB selama 4 hari DO: - Klien mengalami tetraparesis

(lemah 4 ekstrimitas) dan tidak bisa bergerak

- BU + 7x/mnt- Teraba masa feses pada KW IV

daerah ileum (perut teraba keras)- Hasil EMG sesuai dengan SGB

(poliradikulo neuropati)- Kekuatan otot sup: 2/2 Inf : 2/2

24/03/09 jam 06.30DS: Klien mengatakan tidak bisa

mengerakan lengan dan kakinya hanya berbaring miring dan duduk harus dibantu, menggenggam tangan tidak mampu, jari kaki dan tangan tidak mampu bergerak, hanya bisa menggeser anggota gerak kekanan kiri (miring-miring)

DO : - Tampak tetraparesis (lemah pada 4

anggota gerak)- Kekuatan otot: sup 2/2

inf 2/2- Hasil EMG sesuai dengan SGB

(poliradikuloneuropati)- Aktifitas bathing, dressing,

toileting, transfering harus dibantu.

Konstipasi

Kerusakan mobilitas fisik

Imobilitas, kerusakan neuromuskuler

Kerusakan neuromuskuler

R

R

C. PRIORITAS MASALAH

1. Konstipasi b.d imobilitas, kerusakan neuromuskuler.

2. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler.

47

Page 48: 41958041 Guillain Barre Syndrome

D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NAMA : Tn. G NO. CM : 8882949773

UMUR : 45 tahun P.N : Dora

DIAGNOSA MEDIS : GBS

NO.DIAGNOSA

KEPERAWATANTUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI TTD

1. Konstipasi b.d

imobilitas, kerusakan

neuromuskuler.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 5x8 jam

diharapkan klien dapat

mempertahankan pola eliminasi tanpa

komplikasi dengan KH:

- Tidak ada distensi abdomen karena

penumpukan feses.

- Tidak ada laporan nyeri saat BAB.

- Klien BAB minimal 3 hari sekali

dengan alami atau bantuan.

1. Auskultasi bising usus, catat ada atau tidaknya

perubahan bising usus.

2. Catat adanya distensi abdomen, nyeri tekan (otot

abdomen yang lemas).

3. Berikan perubahan posisi secara teratur sesuai batas

toleransi klien.

4. Tingkatkan diet makanan berserat, minum minimal

2000cc/hari.

5. Beri obat supositoria/ pelembek feses/ huknah

glycerin 10 cc.

R

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI TTD

48

Page 49: 41958041 Guillain Barre Syndrome

KEPERAWATAN

2. Kerusakan mobilitas

fisik b.d kerusakan

neuromuskuler

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 5x8 jam

diharapkan klien dapat

mempertahankan fungsi otot tanpa

komplikasi dengan KH:

- Klien dapat mempertahankan

kekuatan otot sup 2/2, inf 2/2

- Tidak ada laporan atrofi otot dan

atau trombosis vena.

- Pergerakan miring kiri-kanan

dengan dibantu.

1. Kaji kekuatan motorik/kemampuan secara fungsional

dengan menggunakan skala 0-5. Lakukan pengkajian

secara teratur dan bandungkan nilai dasarnya untuk

menentukan perkembangan/munculnya tanda yang

menghambat tercapainya tujuan.

2. Berikan pasien posisi pasien yang menimbulkan rasa

nyaman, lakukan perubahan posisi (terlentang, semi

fowler, miring ke kiri/kanan) secara teratur sesuai

kebutuhan individual.

3. Sokong ekstrimitas dan persendian dengan bantal

untuk mempertahankan ekstrimitas dalam posisi

fisiologis, mencegah kontraktur dan kehilangan fungsi

sendi.

Lakukan latihan rentang gerak pasif. Hindari latihan

aktif selama fase akut. Berikan sesuai toleransi

individu.

R: menstimulasi sirkulasi, meningkatkan tonus otot,

dan meningkatkan mobilisasi sendi. Latihan yang

dipaksakan dapat menimbulkan gejala/regresi

49

Page 50: 41958041 Guillain Barre Syndrome

fisiologis dan emosi. Persendian juga dapat

mengalami dislokasi dan flasid secara total.

4. Pantau TTV sebelum dan sesudah latihan.

5. Rujuk ke bagian fisioterapi.

6. Berikan obat sesuai indikasi:

- Nerfeco 3x500mg PO.

- Dexametason 3x10 mg IV

- Ranitidin 2x30mg IV

- Imuran 3x1tab PO

50

Page 51: 41958041 Guillain Barre Syndrome

BAB IV

PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN

Pada pengkajian yang dilakukan kepada Tn. G 45 tahun didapatkan keluhan

utama tangan kesemutan. Selain klien merasakan kesemutan pada anggota gerak

terutama tangan, klien juga mengeluh kaki tidak bisa digerakkan dan sudah 4 hari

tidak BAB serta perut terasa mulas.

Tn. G belum pernah mengalami serangan ini sebelumnya, ini adalah kali

pertama Tn. G masuk rumah sakit karena keluhan seperti ini. Tn. G dirawat di

ruang B1 saraf RS Permata, pada tanggal 24 Maret 2009. Dari hasil pemeriksaan

diperoleh RR 20 kali/menit, TTV : TD 130/90 mmHg, Nadi 86 kali/menit, suhu

36,7 ºC, hasil lumbal phungsi menunjukkan peningkatan konsentrasi protein dan

jumlah sel normal.

Selama 1 hari perawatan klien diobservasi dan dilakukan pemeriksaan pada

anggota geraknya. Klien sudah 4 hari tidak bisa BAB. Bising usus 7 kali/ menit,

perut teraba keras, teraba masa feses di kolon desendens tapi tidak ada nyeri

tekan. Pada pemeriksaan neurologi ditemukan kesadaran klien composmentis,

GCS E4V6M5 = 15, terdapat tetraparesis flaksid dengan kekuatan otot : inf 3/3,

sup 1/1, tonus menurun, refleks tendo menurun dan refleks patologi negatif.

Gangguan sensorik ditemukan rasa baal pada empat ekstrimitas dan nyeri saat

sendi digerakkan. Hasil pemeriksaan penunjang ditemukan pada lumbal phungsi

menunjukkan peningkatan konsentrasi protein dan jumlah sel masih normal. Atas

dasar penemuan itu ditegakkan diagnosis Guillain Barre Syndrome (GBS) di

mana GBS terjadi kelemahan flasid dan terjadi secara akut berhubungan dengan

proses autoimun di mana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus

kranialis. Namun penyebab pada GBS Tn. G tidak diketahui.

Manifestasi klinis GBS terjadi kelumpuhan otot-otot ekstremitas, sebagian

besar dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenden

ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa ke

empat anggota gerak dikenai secara serentak. Namun pada Tn. G baru menyerang

kesemutan pada tangan dan kesulitan bergerak pada kaki. Selain itu penderita

51

Page 52: 41958041 Guillain Barre Syndrome

juga mengalami gangguan sensibilitas dan fungsi otonom (2). Hal ini ditunjukkan

dengan adanya kesulitan defekasi pada Tn. G. Tidak ditemukan sinus takikardi

atau sinus bradikardi. Gangguan saraf cranial juga tidak ditemukan. Tidak ada

kelumpuhan otot-otot muka (N.VII), diplopia (N.IV atau N.III), sukar menelan,

disfonia (N.IX dan N.X). Komplikasi gagal nafas juga tidak terjadi.

B. ANALISA DATA

Dari data pengkajian yang diperoleh ditemukan 2 diagnosa keperawatan

aktual yaitu konstipasi berhubungan dengan imobilitas, yang didukung dengan

data fokus klien mengatakan tidak dapat BAB selama 4 hari, kaki tidak bisa

bergerak, BU 7. Diagnosa keperawatan kedua yang muncul pada Tn.G adalah

kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, dengan

data fokus klien mengatakan tangan kesemutan dan kakinya tidak bisa

digerakkan. Aktifitas bathing, dressing, toileting, transfering harus dibantu,

namun pada continance pasien mampu melaksanakan sendiri. Data fokus yang

dituliskan sudah mendukung diagnosa keperawatan.

C. PRIORITAS MASALAH

Dari masalah keperawatan yang ditemukan, masalah konstipasi menjadi

prioritas utama yang harus segera diatasi karena bila tidak segera diatasi

konstipasi akan menggaggu kenyamanan klien dan semakin berat bisa

menimbulkan komplikasi sepertri ileus paralitik dan kanker kolon. Kerusakan

mobilitas fisik menjadi prioritas kedua karena penatalaksanaan immobilitas

memerlukan waktu yang sangat lama sehingga tidak mungkin mengatasi

mobilitas dahulu baru mengatasi konstipasi yang membutuhkan penanganan

segera.

D. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa pertama, rencana keperawatan bertujuan untuk mempertahankan

pola eliminasi tanpa komplikasi yang ditunjukkan dengan tidak ada distensi

abdomen karena penumpukan feses, tidak ada laporan nyeri saat BAB, klien

52

Page 53: 41958041 Guillain Barre Syndrome

BAB minimal 3 hari sekali dengan alami atau bantuan. Intervensi yang diberikan,

antara lain :

1. Auskultasi bising usus, catat ada atau tidaknya perubahan bising usus.

2. Catat adanya distensi abdomen, nyeri tekan (otot abdomen yang lemas) untuk

menunjukkan ada tidaknya masa feses.

3. Berikan perubahan posisi secara teratur sesuai batas toleransi klien untuk

meningkatkan motilitas usus.

4. Tingkatkan diet makanan berserat, minum minimal 2000 cc/hari.

5. Beri obat supositoria/pelembek feses/ huknah glycerin 10 cc.

Diagnosa kedua, tujuan yang diharapkan adalah klien dapat

mempertahankan fungsi otot tanpa komplikasi yang ditunjukkan dengan

kekuatan otot sup 3/3, inf 1/1, tidak ada laporan atrofi otot dan atau trombosis

vena.

Intervensi yang diberikan yaitu:

1. Kaji kekuatan motorik/ kemampuan secara fungsional dengan menggunakan

skala 0 -5. Lakukan pengkajian secara teratur dan bandingkan nilai dasarnya

untuk menentukan perkembangan/ munculnya tanda yang menghambat

tercapainya tujuan.

2. Berikan pasien posisi pasien yang menimbulkan rasa nyaman, Lakukan

perubahan posisi (terlentang, semi fowler, miring ke kiri/kanan) secara teratur

sesuai kebutuhan individual.

3. Sokong ekstrimitas dan persendian dengan bantal untuk mempertahankan

ekstrimitas dalam posisi fisiologis, mencegah kontraktur dan kehilangan

fungsi sendi.

4. Lakukan latihan rentang gerak pasif. Hindari latihan aktif selama fase akut.

Berikan sesuai toleransi individu untuk menstimulasi sirkulasi, meningkatkan

tonus otot, dan meningkatkan mobilisasi sendi. Latihan yang dipaksakan

dapat menimbulkan gejala/ regresi fisiologis dan emosi. Persendian juga

dapat mengalami dislokasi dan flasid secara total.

5. Pantau TTV sebelum dan sesudah latihan.

6. Rujuk ke bagian fisioterapi.

53

Page 54: 41958041 Guillain Barre Syndrome

7. Berikan obat sesuai indikasi :

- Nerfeco 3x500mg PO.

- Dexametason 3x1amp IV

- Ranitidin 2x30mg IV

- Imuran 3x1tab PO

Ketercapaian tujuan disesuaikan dengan kemampuan perawat selama 5

hari. Dalam waktu tersebut kekuatan otot diharapkan dapat dipertahankan/

tidak menurun. Uraian intervensi yang direncanakan telah mendukung

tercapainya tujuan dan dapat dilakukan oleh perawat baik secara kolaborasi

maupun mandiri. Perubahan posisi bertujuan untuk mencegah komplikai

seperti dekubitus. Latihan rentang gerak untuk mencegah atrofi otot dan

kekakuan sendi. Hal ini disesuaikan dengan kondisi klien karena latihan yang

dipaksakan dapat mengakibatkan demielinisasi.

54

Page 55: 41958041 Guillain Barre Syndrome

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Guillain - Barre Syndrome (GBS) merupakan suatu sindroma klinis yang

ditandai adanya paralisis yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses

autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.

Manifestasi klinis berupa kelumpuhan, gangguan fungsi otonom, gangguan

sensibilitas, dan risiko komplikasi pencernaan.

Masalah utama yang muncul pada Tn G adalah tangan kesemutan dan kaki

tidak dapat digerakkan yang memerlukan penatalaksanaan khususnya latihan

rentang gerak pasif untuk menghindari atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, dan

mencegah kontraktur. Tindakan perlu dilakukan secara rutin dan kontinu,

mengingat GBS memerlukan waktu yang lama dalam penyembuhannya.

B. SARAN

1. Keilmuan

Kelumpuhan pada penderita GBS memerlukan penatalaksanaaan yang baik

untuk mencegah komplikasi dan meningkatkan prognosa, salah satunya

latihan gerak pasif. Perlu adanya penelitian tentang efektivitas latihan gerak

pada GBS.

2. Perawat

Perawat hendaknya senantiasa mengembangkan diri dan menambah

pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada klien

dengan GBS terutama tentang perjalanan penyakit dan penatalaksanaannya.

Penderita GBS memerlukan perawatan yang baik untuk meningkatkan

kesembuhan dan mencegah komplikasi. Kelumpuhan pada GBS memerlukan

latihan gerak pasif yang sebaiknya dilakukan sesuai batas toleransi klien

untuk mencegah kontraktur dan paralisis lebih lanjut. Keterlibatan keluarga

dalam intervensi hendaknya ditingkatkan sehingga tujuan yang ingin dicapai

klien juga ikut benar-benar berperan dan berusaha mencapai tujuan yang

direncanakan.

55

Page 56: 41958041 Guillain Barre Syndrome

3. Klien dan keluarga

Klien dan keluarga hendaknya berpartisipasi aktif dalam pemberian

intervensi yang direncanakan sebagai upaya penyembuhan serta bekerjasama

mematuhi terapi yang diberikan. Semangat klien untuk sembuh akan

membantu keberhasilan intervensi.

56

Page 57: 41958041 Guillain Barre Syndrome

LampiranPATHWAY

Infeksi virus/ bakteri

Vaksinasi

Penyakit sistemik

Pembedahan/anestesi Merangsang reaksi kekebalan sekunder pada saraf tepi(aktivasi limfosit T dan makrofag)

Infiltrasi sel limfosit dari pembuluh darah kecil pada endo & epineuralMakrofag mensekresi proteasePenimbunan komplek antigen, antibody pada pembuluh darah saraf tepi

Demyelinisasi akut saraf perifer

≠ transimisi impuls saraf

N. kranial

gg. penglihatan

Risti jatuh/ cidera

N III, IV & N VI

Diplopia

Intake nutrisi kurang

N VII, IX, X & N XII

gangguan reflek gag/ menelan

Perubahan nutrisi

(kurang dari kebutuhan

tubuh )

Fungsi sensorik

Penekanan saraf pada gesekan

nyeri Hipotensi/ hipertensi

Takikardi/ bradikardi

diaphoresis

Fungsi otonom

Kerusakan rangsang defeksi

Kerusakan rangsang berkemih

Retensi urin

Gangguan eliminasi fekal (Kontipasi/ diare)

kerusakan saraf simpatis &

parasimpatis

Gagal nafas

Fungsi motorik

Paralisis otot

Penurunan kekuatan otot

Kerusakan mobilitas

fisik

Resti cidera

Defisit perawatan diri

Acidosis respiratorik

Panalisis diafragma &

otot nafas

Kematian

Hipoksemia

Pola nafas tidak efektif

Penurunan pengembangan

paru

Takipnea/ dispnea

57

Page 58: 41958041 Guillain Barre Syndrome

DAFTAR PUSTAKA

1. http://medlinux.blogspot.com/2007/10/sindroma-guillain-barre.html. 22

November 08. (25 Maret 2009).

2. Japardi, Iskandar. Sindrom Guillain Barre.

http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi46.pdf . FK

USU. (25 Maret 2009).

3. Haflan, Yulius. Lumpuh akibat Sindrom Guillain Barre.

http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=4111.23 Februari 08.

(25 Maret 2009).

4. Yumizone. Penatalaksanaan GBS.

http://guillainbarresyndrom.blogspot.com.12 Agustus 2008. (25 Maret 2009).

5. Hudak, Carolyn M dan Barbara M Gallo. Keperawatan Kritis: Pendekatan

Holistik. Jakarta: EGC. 1999.

6. Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Ed. 8. Jakarta: EGC. 2001.

7. Doengoes, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed. 3. Jakarta:

EGC. 1999.

8. Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: EGC. 2000.

9. Nugroho, Dito. Jurus Ampuh Mengenali SGB.

www.kabarindonesia.com. Maret, 2009.

58