Transcript
Page 1: 2006684Gagal Ginjal Kronik

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas pasien

Nama : Tn. Yustinus Untung

Usia : 46 tahun

Alamat : Sontomayan

Pekerjaan : Petani

Tanggal masuk RS : 26 September 2013, pukul 17.20 WIB

Tanggal keluar RS : 9 Oktober 2013

B. Anamnesis

Keluhan utama : perut membesar terasa kencang dan panas

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD diantar keluarganya dengan keluhan perut

membesar sejak 1 bulan yang lalu, perut terasa lebih kencang dan panas sejak

tadi pagi pukul 10.00 WIB. Pasien mengeluh sesak nafas dan sulit tidur.

Sesak nafas bertambah berat saat perutnya semakin membesar dan pada

posisi duduk. Pasien merasa lebih baik dengan posisi terlentang. Selain itu,

pasien juga mengeluh BAB cair sebelum masuk RS ± 10x dalam sehari,

warna kuning, lendir (+), darah (-), BAK tidak lancar, warna seperti teh, mual

(+), muntah (-), nyeri perut terus menerus, batuk (-), pasien merasa lemas,

pusing, pinggang terasa panas dan tidak nafsu makan.

1

Page 2: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi dan penyakit jantung disangkal. Pasien sudah sering

berobat ke poliklinik penyakit dalam dan sudah pernah mondok di RS 3 kali.

Pasien rutin hemodialisa 2 kali dalam seminggu sejak mulai didiagnosis gagal

ginjal ± 2 tahun yang lalu. Riwayat diabetes melitus (-), asthma (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit jantung (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-), asthma (-).

Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Pasien merupakan seorang petani tembakau, jagung dan sayur-sayuran yang

tinggal bersama istrinya. Pasien memiliki 2 orang anak perempuan yang

sudah menikah dan memiliki 2 cucu. Kegiatan sehari-hari adalah pergi ke

ladang, akan tetapi sekitar satu setengah tahun belakangan ini pasien memiliki

keterbatasan dalam beraktifitas karena kondisi fisiknya yang semakin

menurun. Sebelumnya pasien memiliki kebiasan merokok sejak usia 18

tahun, akan tetapi sudah berhenti merokok sejak 2 tahun terakhir. Pasien juga

memiliki kebiasaan sering meminum minuman penambah stamina selama 1

tahun sebelum didiagnosis gagal ginjal. Pasien hidup pas-pasan yang tinggal

di lereng gunung sindoro dengan istri sebagai ibu rumah tangga dan kadang

ikut membantu di ladang.

2

Page 3: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Anamnesis Sistem

Sistem cerebrospinal : sadar, demam (-), lemas (+), pusing (+), nyeri

kepala (+), kejang (-), kaku kuduk(-).

Sistem Indra

Mata : berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (+) saat setelah

hemodialisis saja.

Hidung : mimisan (-), pilek (-).

Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan

(-), darah (-).

Mulut : sariwan (-), gusi berdarah (-), mulut kering (+), lecet di

sudut bibir (+).

Sistem Kardiovaskuler : nyeri dada (+) seperti tertindih, berdebar-debar (+).

Sistem Respiratorius : sesak nafas (+) terutama saat posisi duduk, batuk

(-), pilek (-).

Sistem Gastrointestinal : nyeri perut (+) terasa kencang, panas, dan perih.

Mual (-), muntah (-), flatus jarang, BAB (-) ± 4 hari,

riwayat sakit magh (+).

Sistem Urogenital : BAK sedikit ± 4 hari, warna seperti teh, nyeri saat

kencing (-), keluar darah (-).

Sistem Intergumentum : sianosis (-), kuning (-), pucat (+), turgor kulit

jelek, kulit tampak hitam (+), kulit kering (+), kulit

gatal (+).

3

Page 4: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Sistem Muskuloskeletal : gerak (-) lemas, kaku (-), pegel-pegel (+) pada

bahu dan kaki, punggung terasa panas.

Ekstremitas

Ekstremitas atas : luka (-), tremor (-), terasa dingin (-), kesemutan (+)

kadang-kadang, berkeringat (+), bengkak (-), edema (-), sakit sendi (-).

Ekstremitas bawah : luka (-), tremor (-), terasa dingin (-), kesemutan (+)

kadang-kadang, berkeringat (-), edema (-), sakit sendi (-).

C. Pemeriksaan fisik

Status generalisata

Kesadaran : compos mentis, tampak kesakitan.

Tanda vital

Tekanan darah : 134/77 mmHg, lengan kanan, setinggi jantung.

Nadi : 92x/mnt, isi dan tegangan cukup, kuat angkat.

Suhu : 37,6 ºC

Respirasi rate : 28x/mnt

Pemeriksaan Kepala : Mesocephal, rambut tipis hitam, pertumbuhan

rambut merata.

Wajah : simetris, kulit wajah hitam (+)

Mata : palpebra tidak edema, konjungtiva anemis (+/+),

sclera ikterik (+/+), reflek cahaya (+/+), pupil isokor, katarak (-).

Hidung : bentuk hidung normal, deformitas (-), epistaksis

(-), discharge (-), pernafasan cuping hidung (-).

4

Page 5: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Telinga : bentuk telinga luar normal, pendengaran berkurang

(-), discharge (-), nyeri tekan (-).

Mulut : bibir tidak sianosis, lidah kotor (-), gusi berdarah

(-), tidak ada pembesaran tonsil.

Pemeriksaan Leher : JVP ≠↑, tidak ada pembesaran kelenjar getah

bening, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, kaku

kuduk (-).

Pemeriksaan Thoraks : dinding dada simetris kanan-kiri, tidak ada retraksi

dinding dada.

Cor

Inspeksi : iktus kordis terlihat di SIC V

Palpasi : iktus kordis teraba pada SIC V

Perkusi : redup

Batas jantung :

- Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra

- Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra

- Kiri atas : SIC II linea midclavicularis sinistra

- Kiri bawah : SIC V linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : S1 > S2 tunggal, irama regular, bising jantung (-).

Pulmo

Inspeksi : deformitas (-), sikatrik (-), retraksi subcosta (-/-),

retraksi intercosta (-/-), ketertinggalan gerak (-).

5

Page 6: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Palpasi : ketertinggalan gerak (-), vocal fremitus sama

antara kanan dan kiri.

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara dasar paru vesikuler (+/+), ST (-).

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : perut tampak asites, umbilicus datar, kulit terlihat

kencang dan mengkilat, tampak adanya venektasi dan spider nervi.

Auskultasi : bising usus (+) menurun.

Perkusi : redup, pekak beralih (+), undulasi (+).

Palpasi : teraba kencang, nyeri tekan abdomen (+).

Pemeriksaan Anogenital : tidak dilakukan

Ekstremitas : deformitas (-), edema ekstremitas (-), pitting (-),

akral hangat (+).

D. Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding

Diagnosis kerja : Gagal Ginjal Kronik stage 5 dengan asites

Diagnosis banding : Sirosis hepatis, hepatorenal sindrom, sindrom

nefrotik

E. Plan

EKG, pemeriksaan laboratorium darah rutin, GDS, ureum, kreatinin, asam

urat, profil lipid, SGOT, SGPT.

6

Page 7: 2006684Gagal Ginjal Kronik

F. Follow up

Pemeriksaan (27/9/2013) (28/9/2013) (29/9/2013) (30/9/2013)

S/ Sesak nafas,

diare 9x/hari,

cair, kadang

ada lendir,

nyeri perut,

BAK sedikit,

nyeri BAK (-),

↓ nafsu makan.

Sesak nafas,

diare 5x/hari,

cair, nyeri

perut, BAK

sedikit warna

seperti teh,

nyeri saat

BAK, ↓ nafsu

makan.

Sesak nafas ↓,

diare 2x/hari,

nyeri perut,

sudah mau

makan bubur.

diare (-), nyeri perut,

BAK ada darah, nyeri

saat BAK, BAB (-),

mau makan bubur.

Vital Sign :

TD

HR

RR

T

130/90 mmHg

98x/mnt

28x/mnt

37,5 ºC

110/80 mmHg

88x/mnt

28x/mnt

36,5 ºC

130/90 mmHg

88x/mnt

32x/mnt

36,5 ºC

130/90 mmHg

84x/mnt

36x/mnt

37,1 ºC

O/ KU Sedang,

kesakitan

Sedang Sedang Sedang

Kesadaran CM CM CM CM

Pernafasan Regular,

dangkal

Regular,

dangkal

Regular, cepat,

dangkal

Regular, cepat,

dangkal

Kepala CA -/-, SI +/+ CA +/+, SI +/+ CA +/+, SI +/+ CA +/+, SI +/+

Leher JVP ≠↑ JVP ≠↑ JVP ≠↑ JVP ≠↑

7

Page 8: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Thoraks C : S1>S2,

tunggal, irama

regular, bising

jantung (-).

P : SDV +/+,

ST (-).

C : S1>S2,

tunggal, irama

regular, bising

jantung (-).

P : SDV +/+,

ST (-).

C : S1>S2,

tunggal, irama

regular, bising

jantung (-).

P : SDV +/+,

ST (-).

C : S1>S2, tunggal,

irama regular, bising

jantung (-).

P : SDV +/+, ST (-).

Abdomen Asites, BU (+)

↑, NT (+),

nyeri ketok

ginjal (+).

Asites, BU (+)

N, NT (+).

Asites, BU (+)

N, NT (+)

Asites, BU (+) N, NT

(+).

Ekstremitas Edema

ekstremitas

(--/--), akral

dingin, tampak

kuning.

Edem

ekstremitas

(--/--), tampak

pucat dan agak

kuning.

Edem

ekstremitas

(--/--), tampak

pucat dan agak

kuning.

Edem ekstremitas

(--/--), tampak pucat

dan agak kuning.

Lain-lain Tx : inf. NaCl,

Inj. Farsix,

lodia 3x1,

diagit 3x1,

CaCO3 3x1,

Bicnat 3x1.

Tx : diagit 4x1,

Metronidazol

2x500 mg.

Tx lanjut Tx : inf. D5%, inj.

Furosemid 3x1, inj.

Ceftriaxon 1x1, inj.

Alinamin 3x1, bicnat

3x1, aminoral 3x1,

furosemid 3x1, opilax

syr 2x 1C, as. Folat

2x1, tenapril 1x1.

8

Page 9: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Pemeriksaan (1/10/2013) (2/10/2013) (3/10/2013) (4/10/2013)

S/ Nyeri perut

(+), nafsu

mkan ↓, BAB

(-), BAK

sedikit.

Perut terasa

perih, nafsu

makan ↓, BAB

(-), BAK

sedikit.

Nyeri perut

dan terasa

penuh, nafsu

makan ↓, BAB

(-), BAK (-).

Nyeri perut, nafsu

makan ↓, minum ↓,

BAB (-), flatus (+)

jarang, BAK sedikit,

kadang sesak nafas.

Vital Sign :

TD

HR

RR

T

110/70 mmHg

72x/mnt

24x/mnt

36,6 ºC

110/80 mmHg

80x/mnt

28x/mnt

37 ºC

120/80 mmHg

72x/mnt

24x/mnt

36,7 ºC

120/80 mmHg

80x/mnt

28x/mnt

36,5 ºC

O/ KU Sedang Sedang Sedang Sedang

Kesadaran CM CM CM CM

Pernafasan Regular Reguler Regular reguler

Kepala CA +/+, SI +/+ CA +/+, SI +/+ CA -/-, SI +/+ CA -/-, SI +/+

Leher JVP ≠↑ JVP ≠↑ JVP ≠↑ JVP ≠↑

Thorax C : S1>S2,

tunggal, irama

regular, bising

jantung (-).

P : SDV +/+,

ST (-).

C : S1>S2,

tunggal, irama

regular, bising

jantung (-).

P : RK +/-.

C : S1>S2,

tunggal, irama

regular, bising

jantung (-).

P : SDV +/+,

ST (-).

C : S1>S2, tunggal,

irama regular, bising

jantung (-).

P : SDV +/+, ST (-).

9

Page 10: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Abdomen Asites, BU (+)

N, NT (+),

venektasi (+).

Asites, BU (+)

N, NT (+).

Asites, BU (+)

N, NT (+).

Asites, BU (+) N, NT

(+).

Ekstremitas Edema

ekstremitas

(--/--), pucat.

Edema

ekstremitas

(--/--), pucat.

Edema

ekstremitas

(--/--), akral

hangat.

Edema ekstremitas

(--/--), akral hangat.

Lain-lain Jadwal

hemodialisis

ditunda,

rencana

transfusi PRC

2 kolf.

Tindakan

pungsi

abdomen :

keluar cairan 4

liter.

Tx : PRC 1

kolf/hr, Inj.

Alinamin F

3x1, Opilax

syr 2x1C

PRC 1 kolf/hr

Tx oral lanjut

Hemodialisis

lanjutkan.

Tx oral lanjut

(5/10/2013) (6/10/2013) (7/10/2013) (8/10/2013) (9/10/2013)

Nyeri perut

semakin

bertambah (+),

nafsu mkan ↓,

Perut terasa

kencang dan

sakit, pinggang

terasa panas,

Perut terasa

panas, pusing

berputar, lemas,

kadang sesak,

Perut terasa

panas, pusing ↓,

lemas, BAB (-),

BAK sedikit.

Sakit perut (-),

kejang (-),

lemas (-), BAB

(+), BAK (+)

10

Page 11: 2006684Gagal Ginjal Kronik

BAB (-), BAK

sedikit, sesak,

jam 03.50

kejang.

180/100mmHg,

98x/mnt.

tidak bisa tidur,

lemas, nafsu

makan ↓, BAK

sedikit, BAB (-),

sesak ↓, kejang

jam 07.00 ± 20

mnt.

sudah bisa tidur,

BAB sedikit

warna kuning,

BAK sedikit.

jarang.

130/80mmHg

104x/mnt

20x/mnt

37,3 ºC

130/90 mmHg

84x/mnt

21x/mnt

36,7 ºC

140/100 mmHg

80x/mnt

28x/mnt

36,2 ºC

150/100 mmHg

92x/mnt

28x/mnt

36,3 ºC

150/90 mmHg

84x/mnt

24x/mnt

36,5 ºC

Sedang sedang Sedang Sedang sedang

CM CM CM CM CM

Regular reguler Reguler Regular reguler

CA -/-, SI -/- CA -/-, SI -/- CA -/-, SI -/- CA -/-, SI -/- CA -/-, SI -/-

JVP ≠↑ JVP ≠↑ JVP ≠↑ JVP ≠↑ JVP ≠↑

C : S1>S2,

tunggal, irama

regular, bising

jantung (-).

P : SDV +/+,

ST (-).

C : S1>S2,

tunggal, irama

regular, bising

jantung (-).

P : SDV +/+, ST

(-).

C : S1>S2,

tunggal, irama

regular, bising

jantung (-).

P : SDV +/+, ST

(-).

C : S1>S2,

tunggal, irama

regular, bising

jantung (-).

P : SDV +/+, ST

(-).

C : S1>S2,

tunggal, irama

regular, bising

jantung (-).

P : SDV +/+, ST

(-).

11

Page 12: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Asites, BU (+)

N, NT (+).

Asites, BU (+)

N, NT (+).

Asites, BU (+)

N, NT (+).

Asites, BU (+)

N, NT (+).

Asites, BU (+)

N, NT (+).

Edema

ekstremitas

(--/--), akral

hangat.

Edema

ekstremitas

(--/--), akral

hangat.

Edema

ekstremitas

(--/--), akral

hangat.

Edema

ekstremitas

(--/--), akral

hangat.

Edema

ekstremitas

(--/--), akral

hangat.

Tx : Opilax syr

2x1C, Inj.

Diazepam ½

Amp IV, ½

Amp IM bila

kejang.

Tx lanjut Transfusi PRC

bila Hb ≤10

Tx lanjut

Hemodialisis

Tx lanjut

Tx lanjut

Boleh pulang

G. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Darah rutin (26/9/2013)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

Hemoglobin L 11,0 g/dl 13,2 – 17,3

Leukosit H 16,9 10^3/ul 3,8 – 10,6

Eosinofil L 0,00 % 2,00 – 4,00

Basofil 0,20 % 0 – 1

Neutrofil H 92,20 % 50 – 70

Limfosit 4,50 % 25 – 40

Monosit 3,10 % 2 – 8

12

Page 13: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Hematokrit L 33 % 40 - 52

Eritrosit 4,2 10^4/ul 4,40 – 5,90

Trombosit 248 10^3/ul 150 – 400

MCV 79 Fl 80 – 100

MCH 26 Pg 26 – 34

MCHC 33 g/dl 32 - 36

Kimia klinik (26/10/2013)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

GDS 84 mg/dL 70 - 150

Ureum H 101,7 mg/dL < 50

Creatinin H 9,30 mg/dL 0,60 – 1,10

Asam urat 6,1 mg/dL 2,0 – 7,0

Cholesterol total 82 mg/dL < 220

Trigliserid L 54 mg/dL 70,0 – 140,0

SGOT 46,0 U/L 0 – 50

SGPT 41 U/L 0 - 50

Tanggal 28/10/2013

Pemeriksaan Hasil Saruan Nilai rujukan

Hemoglobin L 7,9 g/dl 13,2 – 17,3

Ureum H 82,4 mg/dL < 50

Creatinin H 6,6 mg/dL 0,60 – 1,10

13

Page 14: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Tanggal 5/10/2013

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

Albumin L 2,00 g/dL 3,8 – 5,3

Bilirubin total H 2,50 mg/dL 0,1 – 1,0

Bilirubin direk 0,40 mg/dL 0 – 0,04

Bilirubin indirek 2,0 mg/dL

Tanggal 7/10/2013

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

GDS 116 mg/dL 70 -150

Tanggal 8/10/2013

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

Hemoglobin L 9,9 g/dl 13,2 – 17,3

Ureum H 234,8 mg/dL < 50

Creatinin H 16,10 mg/dL 0,60 – 1,10

H. Diagnosis Akhir

Gagal Ginjal Kronik stage 5 dengan asites.

14

Page 15: 2006684Gagal Ginjal Kronik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Ginjal memiliki fungsi yang penting bagi tubuh yaitu membersihkan

tubuh dari bahan-bahan sisa hasil pencernaan atau yang diproduksi oleh

metabolisme dengan cara mengekskresikannya ke dalam urin, sementara zat-

zat yang masih dibutuhkn oleh tubuh dikembalikan lagi ke dalam darah.

Selain itu, ginjal juga memiliki fungsi utama yang tidak kalah pentingnya

yaitu untuk mengontrol volume dan komposisi cairan tubuh. Produk sisa

metabolisme yang dibuang oleh ginjal antara lain urea (dari metabolism asam

amino), kreatinin (dari keratin otot), asam urat (dari asam nukleat), produk

akhir pemecahan hemoglobin (seperti bilirubin), dan metabolit berbagai

hormon. Ginjal juga membuang sebagian besar toksin dan zat asing lainnya 1.

Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat

menjalankan fungsinya secara normal. Pada kondisi normal, pertama-tama

darah akan masuk ke glomerulus dan mengalami penyaringan melalui

pembuluh darah halus yang disebut kapiler. Di glomerulus, zat-zat sisa

metabolisme yang sudah tidak terpakai dan beberapa yang masih terpakai

serta cairan akan melewati membran kapiler, sedangkan untuk sel darah

merah, protein dan zat-zat yang berukuran besar akan tetap tertahan di dalam

darah. Filtrat (hasil penyaringan) akan terkumpul di bagian ginjal yang

disebut kapsula Bowman. Selanjutnya, filtrate akan diproses di dalam tubulus

15

Page 16: 2006684Gagal Ginjal Kronik

ginjal. Pada tubulus ginjal, air dan zat-zat yang masih berguna yang

terkandung di dalam filtrate akan diserap lagi dan akan terjadi penambahan

zat-zat sampah metabolisme lain ke dalam filtrat, hasil akhir dari proses ini

adalah urin 2.

B. Klasifikasi

1. Gagal Ginjal Akut (GGA)

a. Definisi

Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinik akibat

adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam

beberapa jam sampai beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa

metabolisme nitrogen (urea-kreatinin) dan non-nitrogen, dengan atau tanpa

disertai oliguria. Tergantung dari keparahan dan lamanya gangguan fungsi

ginjal, retensi sisa metabolisme tersebut dapat disertai dengan gangguan

metabolik lainnya seperti asidosis dan hiperkalemia, gangguan

keseimbangan cairan serta dampak terhadap berbagai organ tubuh lainnya.

Diagnosis GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila

terjadi peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada

pasien dengan kadar kreatinin awal < 2,5 mg%, atau meningkatkan > 20

%, bila kreatinin awal > 2,5 mg% 2.

16

Page 17: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Penyebab gagal ginjal akut dapat dibedakan menjadi tiga kelompok

besar, yaitu :

GGA prerenal diakibatkan oleh hipoperfusi ginjal (dehidrasi,

perdarahan, penurunan curah jantung dan hipotensi oleh sebab lain).

GGA renal diakibatkan kerusakan akut parenkim ginjal (obat, zat

kimia/toksin, iskemia ginjal dan penyakit glomerular)

GGA pascarenal diakibatkan obstruksi akut traktus urinarius (batu

saluran kemih, hipertrofi prostat, keganasan ginekologis 2.

Fase gagal ginjal akut adalah anuria (produksi urin < 100 ml/24

jam), oliguria (produksi urin < 400 ml/24 jam). Pada kasus gagal penderita

gagal ginjal akut (GGA), ginjal akan berfungsi normal kembali bila

penyebabnya dapat diatasi, sehingga pengeluaran urin kembali normal,

dengan demikian keadaan fisik secara menyeluruh dapat pulih 2.

b. Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis gagal ginjal akut perlu diperiksa :

Anamnesis yang baik, serta pemeriksaan jasmani yang teliti yang

ditujukan untuk mencari sebab Gagal Ginjal Akut (GGA), misalnya

riwayat infeksi (infeksi kulit, infeksi tenggorokan, infeksi saluran

kemih), riwayat bengkak, riwayat kencing batu.

Membedakan gagal ginjal akut (GGA) dengan gagal ginjal kronis

(GGK) misalnya anemia dan ukuran ginjal yang kecil menunjukkan

gagal ginjal kronis.

17

Page 18: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Untuk mendiagnosis GGA diperlukan pemeriksaan berulang fungsi

ginjal yaitu kadar ureum, kreatinin atau laju filtrasi glomerulus. Pada

pasien yang dirawat selalu diperiksa asupan dan keluaran cairan, berat

badan untuk memperkirakan adanya kehilangan atau kelebihan cairan

tubuh. Pada gagal ginjal akut yang berat dengan berkurangnya fungsi

ginjal ekskresi air dan garam berkurang sehingga dapat menimbulkan

edema, bahkan sampai terjadi kelebihan air yang berat atau edema paru.

Ekskresi asam yang berkurang juga dapat menimbulkan asidosis

metabolik dengan kompensasi pernafasan kussmaul.

Volume urin. Anuria akut atau oliguria berat merupakan indikator yang

spesifik untuk gagal ginjal akut, yang dapat terjadi sebelum perubahan

nilai-nilai biokimia darah. Walaupun demikian, volume urin pada GGA

bisa bermacam-macam, GGA prerenal biasanya hampir selalu disertai

oliguria (<400 ml/hari), walaupun kadang-kadang tidak dijumpai

oliguria. GGA postrenal dan GGA renal dapat ditandai baik oleh anuria

maupun poliuria 2.

Evaluasi pada pasien GGA

Prosedur Informasi yang dicari

Anamnesis dan

pemeriksaan fisik

Tanda-tanda untuk penyebab gagal ginjal akut

Indikasi beratnya gangguan metabolik, perkiraan

status volume (hidrasi)

Mikroskopik urin Pertanda inflamasi glomerulus atau tubulus

Infeksi saluran kemih atau uropati kristal

18

Page 19: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Pemeriksaan

biokimia darah

Mengukur pengurangan laju filtrasi glomerulus

dan gangguan metabolik yang diakibatkannya

Pemeriksaan

biokimia urin

Membedakan gagal ginjal prerenal dan renal

Darah perifer

lengkap

Menentukan ada/tidaknya anemia, leukositosis

dan trombositopenia.

USG ginjal Menentukan ukuran ginjal, ada tidaknya

obstruksi, tekstur parenkim ginjal yang

abnormal.

c. Pengelolaan

Tujuan pengelolaan adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal,

mempertahankan homeostasis, melakukan resusitasi, mencegah

komplikasi metabolik dan infeksi serta mempertahankan pasien tetap

hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan. Prinsip

pengelolaannya mulai dengan mengidentifikasi pasien beresiko GGA

(sebagai tindak pencegahan).

Terapi khusus GGA, umumnya dalam ruang lingkup perawatan

intensif sebab beberapa penyakit primernya yang berat seperti sepsis,

gagal jantung dan usia lanjut, dianjurkan untuk inisiasi dialisis. Dialisis

bermanfaat untuk koreksi akibat metabolik dari GGA. Dengan dialisis

dapat diberikan cairan atau nutrisi, dan obat-obatan lain yang

diperlukan seperti antibiotik. GGA postrenal memerlukan tindakan

19

Page 20: 2006684Gagal Ginjal Kronik

yang cepat, bersama dengan ahli urologi misalnya pembuatan

nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan

sumbatan yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau

pembesaran prostat.

Kriteria untuk memulai terapi pengganti ginjal pada pasien kritis

dengan gagal ginjal akut 2 :

Oliguria : produksi urin < 2000 mL in 12 h

Anuria : produksi urin < 50 mL in 12 h

Hiperkalemia : kadar potassium > 6,5 mmol/L

Asidemia (keracunan asam) yang berat : pH < 7,0

Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L

Ensefalopati uremikum

Neuropati/miopati uremikum

Perikarditis uremikum

Natrium abnormalitas plasma : konsentrasi > 155 mmol/L atau 120

mmol/L

Hipertermia

Keracunan obat

2. Gagal Ginjal Kronis (GGK)

a. Definisi

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang

bersifat persisten dan ireversibel. Gangguan fungsi ginjal adalah

20

Page 21: 2006684Gagal Ginjal Kronik

penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan menjadi

ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan BUN dan

ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat. Uremia adalah

sindrom akibat gagal ginjal yang berat. Gagal ginjal terminal adalah

ketidakmampuan renal berfungsi dengan adekuat untuk keperluan tubuh

(harus dibantu dengan terapi pengganti ginjal, berupa dialisis atau

transplantasi) 3.

Kriteria gagal ginjal kronik 4:

Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan,

berupa kelainan structural atau fungsional, dengan atau tanpa

penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi :

- Kelainan patologis

- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam

komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan

(imaging tes).

Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2

selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

b. Epidemiologi

The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES

III) memperkirakan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronik pada orang

dewasa Amerika Serikat adalah 11 % (19,2 juta); 3,3 % (5,9 juta) sudah

tahap 1; 3 % (5,3 juta) telah tahap 2; 4,3 % (7,6 juta) sudah stadium 3;

21

Page 22: 2006684Gagal Ginjal Kronik

0,2 % (400.000) memiliki stadium 4; dan 0,2 % (300.000) memiliki

tahap 5.

Selanjutnya, prevalensi penyakit ginjal kronis tahap 1-4 meningkat

dari 10 % tahun 1988-1994 menjadi 13,1 % pada tahun 1999-2004.

Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh peningkatan prevalensi

diabetes dan hipertensi, 2 penyebab paling umum dari penyakit ginjal

kronis.

Survei perhimpunan nefrologi Indonesia menunjukkan, 12,5 % dari

populasi mengalami penurunan fisik ginjal. Secara kasar itu berarti

lebih dari 25 juta penduduk. Di seluruh dunia tahun 2005, ada 1,1 juta

orang menjalani dialisis kronik. Tahun 2010, diproyeksikan lebih dari 2

juta orang internasional.

Tingkat insiden penyakit ginjal stadium terakhir (ESRD) telah

meningkat terus internasional sejak tahun 1989. Amerika Serikat

memiliki tingkat insiden tertinggi ESRD, diikuti oleh Jepang. Jepang

memiliki prevalensi tertinggi per juta pendduduk, dengan Amerika

Serikat mengambil tempat kedua 5.

c. Klasifikasi

Klasifikasi gagal ginjal kronik didasarkan atas 2 hal yaitu atas

dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG, yang

22

Page 23: 2006684Gagal Ginjal Kronik

dihitung dengan menggunakan rumus Cockeroft-Gault sebagai berikut

4:

LFG (ml/mnt/1,73 m2) =

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit

Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73 m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60 – 89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30 – 59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15 – 29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi

sistemik, obat, neoplasia)

Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah besar,

hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik,

batu, obstruksi, keracunan obat)

23

(140-umur) x berat badan *)

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

Page 24: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Keracunan obat (siklosporin/takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

Berdasarkan perjalanan klinis, gagal ginjal dapat dibagi dalam 3

stadium, yaitu :

Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal

Selama stadium ini, kreatinin serum dan kadar BUN normal,

penderita asimptomatik. Gangguan ginjal hanya dapat diketahui

dengan tes pemekatankemih dan tes GFR yang teliti.

Stadium II, dinamakan insufisiensi ginjal

Pada stadium ini dimana lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi

telah rusak. GFR besarnya 25 % dari normal. Kadar BUN dan

kreatinin serum mulai meningkat dari normal. Gejala nokturia atau

berkemih di malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari

kegagalan pemekatan) mulai timbul.

Stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir

Sekitas 90 % dari massa nefron telah hancur atau rusak atau hanya

sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10%

dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat

dengan mencolok. Gejala-gejala karena ginjal tidak sanggup lagi

24

Page 25: 2006684Gagal Ginjal Kronik

mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh,

yaitu oliguria karena kegagalan glomerulus, sindrom uremik.

d. Etiologi

Berdasarkan data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh

Indonesia Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan

urutan etiologi terbanyak, yaitu glomerulonefritis (25 %), diabetes

mellitus (23 %), hipertensi (20 %) dan ginjal polikistik (10 %) 6.

Glomerulonefritis

Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit

ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum

memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus 2.

Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis

dibedakan menjadi primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer

bila penyakit dasarnya berasal dari ginjal itu sendiri, sedangkan

glomerulonefritis sekunder bila kelainan ginjal terjadi akibat

penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus, lupus eritematosus

sistemik (LES), myeloma multiple atau amiloidosis 7. Gambaran

klinik glomerulonefritis mungkin tanpa kelukhan dan ditemukan

secara kebetulan pada pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan

atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti

ginjal 8.

25

Page 26: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Diabetes mellitus

Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator,

karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan

menimbulkan berbagai macam keluhan. Diabetes mellitus dapat

timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan

adanya perubahan minum yang jadi lebih banyak, buang air kecil

lebih sering ataupun berat badan menurun. Gejala tersebut dapat

berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang

tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya 9.

Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi di bagi menjadi 2 yaitu

hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya dan hipertensi sekunder atau yang disebut juga

hipertensi renal 10.

Ginjal polikistik

Polikistik berarti banyak kista, kista itu sendiri adalah suatu

rongga berdinding epitel dan berisi cairan tau material semisolid.

Pada keadaan ini ditemukan banyak kista-kista yang tersebar pada

kedua ginjal, baik di korteks maupun di medulla. Selain oleh karena

kelainan genetic, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau

penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetic yang

paling sering ditemukan.

26

Page 27: 2006684Gagal Ginjal Kronik

e. Faktor Resiko

Faktor resiko terjadinya gagal ginjal kronis adalah 11:

Orang tanpa faktor resiko ginjal sebaiknya orang yang sudah

berumur > 40 tahun memeriksakan fungsi ginjalnya secara

keseluruhan.

Orang yang beresiko tinggi

Penderita hipertensi, diabetes mellitus, riwayat gagal ginjal, batu

saluran kemih, infeksi saluran kemih berulang, obesitas, kolestrol

tinggi dan merokok adalah orang yang perlu mewaspadai

kemungkinan terkena penyakit ginjal kronik.

Berat badan lahir rendah

Bayi yang berat lahirnya < 2.300 gram beresiko menderita penyakit

ginjal kronik pada suatu masa.

Pendidikan rendah

Ada kecenderungan atau resiko lebih tinggi mengalami gangguan

ginjal pada orang berpendidikan rendah. Terutama, menyangkut

gaya hidup yang kurang sehat.

Pendapatan rendah

Orang berpenghasilan rendah rentan mengalami infeksi.

Penyebabnya, mereka lebih suka mengkonsumsi makan berkualitas

kurang baik.

27

Page 28: 2006684Gagal Ginjal Kronik

f. Pathogenesis4

Pathogenesis penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantu pada

penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya

proses yang terjadi kurang lebih sama. Patofisiologi penyakit ginjal

kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan : (1) merupakan mekanisme

pencetus yang spesifik sebagai penyakit yang mendasari kerusakan

selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada

glomerulonefritis atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal

dan interstitium, (2) merupakan mekanisme kerusakan progresif,

ditandai adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang yang tersisa 12.

Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron

secara structural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi

“kompensatori” akibat hiperfiltrasi adaptif diperantarai oleh

penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini

berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa

sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan

penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya

sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis rennin-

angiotensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan kontribusi terhadap

terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas penurunan fungsi

nefron. Beberapa hal juga dianggap berperan terhadap terjadinya

progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,

hiperglikemia, dislipidemia.

28

Page 29: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Pada stadium paling dini dari penyakit gagal ginjal kronik terjadi

kehilangan daya cadang ginjal pada keadaan dimana basal LFG masih

normal atau bahkan meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti

akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai

dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG

sebesar 60 %, pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik),

tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai

pada LFG sebesar 30 %, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti

nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan

berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30 % pasien memperlihatkan

gejala dan tanda uremia yang nyata seperti peningkatan tekanan darah,

gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muanta,

anemia dan sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi saluran

kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan

terjadi gangguan keseimbangan cairan seperti hipo atau hipervolemia,

gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada

LFG dibawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius

dan pasien memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau

transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada

stadium gagal ginjal.

29

Page 30: 2006684Gagal Ginjal Kronik

g. Patofisiologi

Sekitar 1 juta nefron ada di setiap ginjal, masing-masing

memberikan kontribusi bagi total LFG. Terlepas dari penyebab cedera

ginjal, dengan kerusakan nefron progresif, ginjal memiliki kemampuan

bawaan untuk mempertahankan LFG dengan hiperfiltrasi dan hipertrofi

sebagai kompensasi dari nefron sehat yang tersisa. Hal ini

memungkinkan adaptasi nefron menyaring zat terlarut dalam plasma

sehingga zat seperti urea dan kreatinin. Urea dan kreatinin mulai

penunjukkan peningkatan yang signifikan pada kadar plasma total

setelah LFG menurun hingga 50 %.

Hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron telah dihipotesiskan sebagai

penyebab utama disfungsi ginjal progresif. Hal ini terjadi karena

peningkatan tekanan kapiler glomerulus, yang merusak kapiler dan

pada awalnya mengarah kepada glomerulosclerosis segmental dan

akhirnya glomerulosclerosis difus.

Faktor lain dari proses penyakit yang mendasarinya dan hipertensi

glomerulus yang menyebabkan kerusakan ginjal progresif adalah

sebagai berikut :

Hipertensi sistemik

Proses dari nefrotoksin atau perfusi menurun

Proteinuria

Peningkatan ginjal ammoniagenesis dengan cedera interstisial

Hiperlipidemia

30

Page 31: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Hiperfosfatemia dengan deposisi kalsium fosfat

Penurunan tingkat nitrous oxide

Merokok

h. Pendekatan Dignostik 4

Gambaran klinis

Gambaran klinis pasien gagal ginjal kronik meliputi :

- Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes

mellitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius,

hipertensi dan lain sebagainya.

- Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia,

mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati

perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai

koma.

- Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia,

osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolic, gangguan

keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).

Gambaran laboratoris

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :

- Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

- Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan

kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung

31

Page 32: 2006684Gagal Ginjal Kronik

menggunakan rumus Kockroft-Gault. Kadar kreatinin serum

saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.

- Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar

hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau

hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,

hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.

- Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria,

cast, isostenuria.

Gambaran radiologis

Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :

- Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

- Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering

tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping terjadinya

kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap

ginjal yang sudah mengalami kerusakan

- Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan

indikasi

- Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang

mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu

ginjal, kista, massa, kalsifikasi.

- Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila

ada indikasi.

32

Page 33: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien

dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana

diagnosis noninvasive tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan

histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan

terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan.

Biopsy ginjal indikasi indikasi-kontraindikasi dilakukan pada

keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted

kidney), ginjal polikstik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi

perinefrik, ganggguan pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas.

i. Penatalaksanaan 4

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid

condition)

Memperlambat perburukan (progression) fungsi ginjal

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

33

Page 34: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya

Derajat LFG (ml/mnt/1,73m2) Rencana tatalaksana

1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,

evaluasi perburukan (progression) fungsi

ginjal, memperkecil resiko kardiovaskuler.

2 60 – 89 Menghambat perburukan (progression)

fungsi ginjal

3 30 – 59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15 – 29 Persiapan untuk pengganti ginjal

5 < 15 Terapi pengganti ginjal

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah

sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi

ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal normal secara ultrasonografi,

biopsy dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan

indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG

sudah menurun sampai 20 – 30% dari normal, terapi terhadap

penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan

LFG pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui

kondisi komorbid (superimposed factors) yang dapat memperburuk

34

Page 35: 2006684Gagal Ginjal Kronik

keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan

keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus

urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obatan nefrotoksik, bahan

radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.

Menghambat perburukan fungsi ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya

hiperfiltrasi glomerulus. Ada 2 cara penting untuk mengurangi

hiperfiltrasi glomerulus ini, yaitu :

- Pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein ini

mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai

tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan.

Protein diberikan 0,6 – 0,8/kgBB/hari dan jumlah kalori yang

diberikan sebesar 30 – 35 kkal/kgBB/hari. Dibutuhkan

pemantauan teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi

malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan.

Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak

disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi

nitrogen lainnya, terutama diekskresikan melalui ginjal. Oleh

karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien gagal

ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi

nitrogen dan ion anorganik lain, sehingga dapat mengakibatkan

gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Dengan

demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan

35

Page 36: 2006684Gagal Ginjal Kronik

berkurangnya sindrom uremik. Selain itu, asupan protein yang

berlebih juga akan mengakibatkan perubahan hemodinamik

ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan

intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan

meningkatkan progresifitas perburukan fungsi ginjal.

- Terapi farmakologis

Terapi ini digunakan untuk mengurangi hipertensi

intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi, disamping

bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga

sangat penting untuk memperlambat perburukan kerusakan

nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan

hipertrofi glomerulus. Sasaran terpi farmakologis sangat terkait

dengan derajat proteinuria. Saat ini diketahui secara luas bahwa

proteinuria merupakan faktor resiko terjadinya perburukan

fungsi ginjal.

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan terapi dan terapi penyakit

kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, pengendalian

hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia dan

terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan

elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap

komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.

36

Page 37: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Terapi pengganti ginjal 13

1) Dialisis

a) Dialisis Peritoneal (DP)

- DP intermiten (DP)

- DP mandiri berkesinambungan (DPMB)

b) Hemodialisis (HD)

2) Transplantasi Ginjal (TG)

a) TG donor hidup (TGDH)

b) TG donor jenazah (TGDJ)

j. Komplikasi 4

Komplikasi penyakit ginjal kronik

Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt) Komplikasi

1 Kerusakan ginjal

dengan LFG normal

≥ 90 -

2 Kerusakan ginjal

dengan penurunan LFG

ringan

60 – 89 Tekanan darah mulai ↑

3 Kerusakan LFG sedang 30 - 59 - hiperfosfatemia

- hipokalsemia

- anemia

- hiperparatioid

- hipertensi

37

Page 38: 2006684Gagal Ginjal Kronik

4 Penurunan LFG berat 15 – 29 - Malnutrisi

- Asidosis metabolic

- Cenderung hiperkalemia

- Dislipidemia

5 Gagal ginjal < 15 - Gagal jantung

- Uremia

k. Anemia pada penyakit ginjal kronik 4

Anemia terjadi pada 80 – 90 % pasien penyakit ginjal kronik.

Anemia pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi

eritropoetin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia

adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal, perdarahan saluran cerna,

hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis,

defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik,

proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai

saat kadar hemoglobin ≤ 10 g% atau hematokrit ≤ 30%, meliputi evaluasi

terhadap status besi (kadar besi serum/ Serum Iron, kapasitas ikat besi

total/ Total Iron Binding Capacity, ferritin serum), mencari sumber

perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain

sebagainya.

Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya,

disamping penyebab lain bila ditemukan. pemberian eritropoetin (EPO)

merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini, status besi

38

Page 39: 2006684Gagal Ginjal Kronik

harus selalu mendapat perhatian, karena EPO memerlukan besi dalam

mekanisme kerjanya. Pemberian transfusi pada penyakit ginjal kronik

harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan

yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat

mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan perburukan

fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah

11-12 g/dl.

l. Asites pada Gagal Ginjal Terminal 14

Penderita gagal ginjal terminal (GGT) dengan hemodialisis (HD)

kronik dapat berkembang menjadi asites. Asites yang terjadi sampai

sekarang masih merupakan komplikasi dan problem penting, oleh karena

prognosisnya jelek. Penyebab dari berbagai penelitian yang sudah ada

tidak diketahui, tetapi apapun penyebabnya sepertiga dari penderita

biasanya meninggal 1 tahun setelah terdiagnosa sebagai asites nefrogenik.

Penyebab asites pada penderita GGT dengan HD kronik sering

dihubungkan dengan penyakit hepar kronik, gagal jantung kongestif,

peritonitis, tuberculosis peritoneum, perikarditis konstriktiva dan

hiperparatiroid. Bila ternyata dalam evaluasi tidak didapatkan faktor lain

yang menyebabkan asites pada penderita disebut asites nefrogenik.

Insiden asites pada penderita GGT dengan HD kronik tidak

diketahui dengan pasti. Penelitian Wang F dkk di Chicago, mendapatkan 8

penderita asites dari 60 penderita GGT dengan HD kronik selama 4 tahun.

39

Page 40: 2006684Gagal Ginjal Kronik

Gabriel dkk, selama 7 tahun penelitian mendapatkan 6 penderita asites dari

197 penderita GGT dengan HD kronik. Pathogenesis asites ini tidak

diketahui dengan pasti, sehingga terapi yang diberikan tidak bisa maksimal

dan hasilnya kurang memuaskan.

Secara garis besar pembentukan asites dipengaruhi oleh beberapa

faktor local maupun sistemik. Adapun faktor local yang berperan adalah

aliran darah sinusoid dan system kepiler pembuluh darah usus. Sedangkan

faktor sistemik adalah faktor yang bertanggung jawab pada sistem

kardiovaskular dan ginjal yang menyebabkan retensi natrium dan air

(akibat aktivasi rennin-angiotensin-aldosteron).

Pathogenesis asites pada penderita GGT dengan HD sampai

sekarang masih belum diketahui dengan pasti. Hal penting yang

40

Page 41: 2006684Gagal Ginjal Kronik

menyokong terbentuknya asites pada GGT dengan HD adalah sebagai

berikut :

Kelebihan cairan jangka panjang yang disertai dengan kongesti hepar

sehingga akan meningkatkan tekanan hidrostatik hepatica.

Perubahan permeabilitas membran peritoneum.

Gangguan resorbsi kelenjar limfe peritoneum.

Hal-hal lain, seperti hipoalbumin, hiperparatiroid sekunder, gagal

jantung kongestif, perikarditis konstriktif, pancreatitis, sirosis hepatis

dengan hipertensi porta.

Akumulasi cairan asites terjadi mungkin oleh banyak faktor, yaitu

peningkatan tekanan kapiler hidrostatik oleh karena kelebihan cairan dan

penurunan tekanan onkotik oleh karena hipoalbumin bersama dengan

gangguan permeabilitas peritoneum oleh karena peritoneal dialisis

sebelumnya.

Perbandingan konsentrasi albumin serum dengan albumin asites

mencerminkan gangguan tekanan hidrostatik dan ini dapat memperkirakan

penyebab dari asites. Hasil perbandingan < 1,1 penyebab asites biasanya

peritonitis, keganasan, pancreatitis, sindrom nefrotik, sedangkan jika hasil

perbandingan > 1,1 kemungkinan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik

dan biasanya penyebabnya adalah sirosis hepatis dan gagal jantung

kongestif.

41

Page 42: 2006684Gagal Ginjal Kronik

m. Prognosis

Faktor prognosis yang mempengaruhi meliputi komplikasi penyakit

seperti anemia, asidosis metabolic, hiperkalemia, tekanan darah yang

cenderung tidak normal, edema, edema paru, fluktuasi berat badan dan

penyakit dasar batu ginjal, glomerulonefritis, hipertensi, diabetes mellitus

dan penyakit dasar lainnya. Faktor umur, jenis kelamin dan frekuensi

hemodialisa juga perlu dipertimbangkan sebagai sebab kematian, maka

perlu diselidiki faktor yang mempengaruhi dan hubungan antar faktor

kematian 15.

42

Page 43: 2006684Gagal Ginjal Kronik

BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium. Pada

anamnesis didapatkan pasien mengeluh perut membesar terasa kencang,

panas, sesak nafas dan sulit tidur. Sesak nafas bertambah berat saat perutnya

semakin membesar dan pada posisi duduk. Pasien merasa lebih baik dengan

posisi terlentang daripada posisi duduk. Selain itu, pasien juga mengeluh

BAB cair sebelum masuk RS ± 10x dalam sehari, warna kuning, lendir (+),

darah (-), BAK tidak lancar, warna seperti teh, mual (+), muntah (-), nyeri

perut terus menerus, batuk (-), pasien merasa lemas, pusing, pinggang terasa

panas, tidak nafsu makan, kulit kering dan gatal. Kemungkinan keluhan sesak

nafas pada pasien dikarenakan desakan dari perutnya yang semakin

membesar, asites mendesak diafragma ke arah paru yang menyebabkan

pengembangan paru terganggu, sehingga pasien mengeluhkan sesak nafas.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada mata sclera ikterik dan

conjunctiva anemis. Pada abdomen tes pekak beralih (+) dan tes undulasi (+)

mengindikasikan adanya asites. Asites ini terjadi bisa dikarenakan kelebihan

cairan jangka panjang yang disertai dengan kongesti hepar sehingga akan

meningkatkan tekanan hidrostatik hepatica, perubahan permeabilitas

membran peritoneum, gangguan resorbsi kelenjar limfe peritoneum. Hal-hal

43

Page 44: 2006684Gagal Ginjal Kronik

lain, seperti hipoalbumin, hiperparatiroid sekunder, gagal jantung kongestif,

perikarditis konstriktif, pancreatitis, sirosis hepatis dengan hipertensi porta.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, ureum meningkat,

kreatinin meningkat dan hipoalbumin yang terdapat pada pasien dengan gagal

ginjal kronik. Selain itu juga ditemukan adanya leukositosis yang

kemungkinan menunjukkan adanya infeksi. Fungsi ginjal yang tidak optimal

memungkinkan bocornya protein darah, salah satunya albumin yang berperan

dalam pengaturan tekanan osmotik intravascular, sehingga pada pasien

dengan gagal ginjal kronik dapat ditemukan adanya edema perifer, salah

satunya asites.

Pasien ini didiagnosis penyakit ginjal stage 5 karena pasien

memerlukan terapi pengganti ginjal untuk menggantikan fungsi ginjalnya

44

Page 45: 2006684Gagal Ginjal Kronik

yang sudah menurun. Salah satu terapinya adalah hemodialisis, yang telah

rutin dilakukan pasien 2 kali dalam seminggu.

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dalam kasus ini telah

sesuai yaitu dengan memberikan obat diuretik untuk mengurangi asitesnya

(overload cairan). Pemberian antibiotik pada pasien ini dilakukan untuk

menangani infeksinya, karena pada hasil laboratorium ditemukan adanya

leukositosis. Selain itu juga diberikan terapi untuk mengatasi asidosis

metaboliknya dan terapi simptomatik lainya untuk mengurangi keluhan pada

pasien.

45

Page 46: 2006684Gagal Ginjal Kronik

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, A. C., & Hal, J. E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, alih

bahasa oleh Irawati, et al., editor edisi bahasa Indonesia Luqman Yanuar

Rachman, et al., edisi 11. Jakarta: EGC.

2. Markum, H. M. S. (2009). Gagal Ginjal Akut. In A. W. Sudoyo, B.

Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata & S. Setiati (Eds.). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

3. Hoffbrand, A. V., Pettit, J. E., & Moss, P. A. H. (2005). Kapita Selekta

Hematologi, alih bahasa oleh Lyana Setiawan, editor bahasa Indonesia

Dewi Asih Mahanani, edisi 4. Jakarta: EGC. pp 104-119.

4. Suwitra, K. (2009). Penyakit Ginjal Kronik. In A. W. Sudoyo, B.

Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata & S. Setiati (Eds.). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

5. The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANA III).

Diunduh tanggal 3-10-2013 dari http://www.cdc.gov/nchs.htm

6. Roesli, R. (2008). Hipertensi, diabetes dan gagal ginjal di Indonesia. In

Lubis, F. R., et al (eds). Hipertensi dan Ginjal. USU Press Medan.

7. Prodjosudjadi, W. (2009). Glomerulonefritis. In A. W. Sudoyo, B.

Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata & S. Setiati (Eds.). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

46

Page 47: 2006684Gagal Ginjal Kronik

8. Sukandar, E. (2006). Neurologi Klinik. Edisi ketiga. Bandung : Pusat

Informasi Ilmiah (PPI) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

UNPAD.

9. Waspadji, S. (2009). Gambaran Klinis Diabetes Melitus. In A. W. Sudoyo,

B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata & S. Setiati (Eds.). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, jilid III, edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

10. Sidabutar, R. P., Wiguno, P. (2009). Hipertensi Essensial. In Soeparman.

et al., Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI.

11. www.mep.undip.ac.id/.../59-diabetes-melitus-sebagai-faktor-resiko-

kejadian-gagal-ginjal-kronis.

12. Suharyanto, Toto & Abdul Madjid. (2009). Asuhan Keperawatan pada

klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Trans Info Media.

13. Raharjdo, P., Endang. S., Suhardjono (2009). Hemodialisis. In A. W.

Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata & S. Setiati (Eds.). Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

14. Ingrum, M. W. (2001). Profil Cairan Asites pada Penderita Gagal Ginjal

Terminal dengan Hemodialisis Kronik. Tesis UNDIP.

15. Suharto. (2004). Penerapan model PH Cox pada Studi pasien Gagal Ginjal

Kronis dalam http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-s2-2004-

suharto-969-cox. Diunduh tanggal 4-10-2013.

47