Download docx - 1. Lp App Perforasi

Transcript
Page 1: 1. Lp App Perforasi

BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFENISI

Apendisitis adalah radang yang timbul pada apendiks dan merupakan

salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui (Mansjoer et al,

2000) . Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan

semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding

apendiks). Apendisitis perforasi terjadi ketika sekresi mukus terus berlanjut,

dan tekanan dalam ruang appendiks terus meningkat dan menyebabkan

obstruksi vena, edema bertambah, bakteri menembus dinding apendiks, lalu

arteri terganggu dann terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan

gangrene dan pecahnya dinding apendiks yang telah rapuh. (Yucel et al, 2012)

Intraoperative photograph showing the perforated appendix held by a pair of Babcock’s forceps while the gloved hand of the surgeon held the inflamed cecum. Sumber: Sanda et al (2011) Perforated appendicitis in a septuagenarian.

B. ETIOLOGI

Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang

dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang

mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :

1. Faktor Obstruksi

Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan

lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing

Page 2: 1. Lp App Perforasi

dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh fekalit, parasit dan

cacing.

Photograph of the operative specimen with the scalpel pointing to the fecalith protruding from the lumen of the appendix Sumber: Sanda et al

(2011) Perforated appendicitis in a septuagenarian.

2. Faktor Bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada

apendisitis akut. Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes

fragililis, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes

splanicus.

3. Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang

herediter dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang

tidak baik dan letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.

4. Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.

Adapun Penyebab terjadinya perforasi menurut Baretto et al (2010) adalah:

1. Lambatnya diagnosis dan penentuan kebutuhan pembedahan (penundaan

pembedahan karena dianggap tidak memiliki komplikasi)

2. Pada pria, tingginya resiko terjadi appendicular faecoliths and calculi

meningkatkan resiko apendisitis perforasi

Page 3: 1. Lp App Perforasi

3. Perubahan kekuatan dinding kolon termasuk dinding appendix seiring

bertambahnya usia menjadi penyebab tingginya kejadian apendisitis

perforasi pada lansia.

4. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Penfold et al (2008) pada anak

usia 2 – 20 tahun, penundaan terapi selama 12-20 jam atau bahkan 48 jam

menjadi faktor penyebab terjadinya apendisitis perforasi pada penderita

apendisitis akut.

5. Pada sebuah laporan kasus oleh Chen et al (2011) didapatkan bahwa salah

satu penyebab apendisitis akut yang kemudian menjadi apendisitis

perforasi adalah tumor jinak pada apendiks dan menyebabkan obstruksi

lumen dan merangsang produksi mucus pada apendiks hingga terjadi

rupture dinding apendiks. Meski demikian, tumor jinak apada apendiks

sangat jarang ditemukan.

C. PATOFISIOLOGI

Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks yang disebabkan

oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus, kemungkinan

oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor atau benda asing Obstruksi pada

lumen menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.

Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks

mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen.

Tekanan di dalam sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi di

seikum dan peningkatan flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, Hal

ini menjadi pencetus radang di mukosa apendiks. Perkembangan dari

apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplit, yang meliputi semua lapisan

dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat

yang menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas

normal apendiks.

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks

mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan

invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah

Page 4: 1. Lp App Perforasi

(edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah

intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis fokal yang

ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi

dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena

ditentukan banyak faktor.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri

akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum

setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini

disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan

terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini

disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu

pecah, akan terjadi apendisitis perforasi (Corwin,2000 ; Guyton & Hall, 2006).

Pada anak-anak, omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,

dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan

tubuh yang menjadi kurang memudahkan terjadinya perforasi. Pada orang tua

perforasi mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer,

2000).

D. MANIFESTASI KLINIS

Adapun manifestasi klinis dari appendisitis yaitu :

1. Nyeri kuadran bawah biasanya disertai  dengan demam, mual, dan

sering kali muntah.

2. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan  antara umbilicus dan

spina anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan

sedikit kaku dari bagian bawah otot rectum kanan.

3. Nyeri alih mungkin saja ada, letak appendiks mengakibatkan sejumlah

nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare

4. Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kiri

bawah, yang menyebabkan nyeri pada kuadran kanan bawah)

Page 5: 1. Lp App Perforasi

5. Jika terjadi ruptur appendiks, maka nyeri akan menjadi lebih

menyebar, terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi

memburuk.

E. KOMPLIKASI

1. Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat berkembang

menjadi peritonitis atau abses apendiks

2. Infeksi luka post operatif terutama pada operasi open apendektomi yang

memungkinkan terjadinya kontaminasi dinding abdomen terhadap bagian

apendiks yang mengalami inflamasi selama prosedur (Yagmurlu,et al,

2006).

3. Intraabdominal abses

4. Obstruksi intestinal

5. Septicemia

6. Peritonitis

7. Pylephlebitis, a septic thrombophlebitis of the portal vein

8. Enterocutaneous fistulae

9. Fever

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk menegakkan diagnosa pada appendicitis didasarkan atas

anamnesa ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan

penunjang lainnya.

a. Gejala appendicitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4 hal yang penting 

adalah :

1. Nyeri mula – mula di epeigastrium (nyeri visceral) yang beberapa

waktu kemudian menjalar keperut kanan bawah.

2. Muntah oleh karena nyeri visceral

3. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus)

4. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita

nampak sakit, menghindarkan pergerakan di perut terasa nyeri.

Page 6: 1. Lp App Perforasi

b.      Pemeriksaan  yang lain

1.   Lokalisasi

Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh

perut,tetapi paling terasa nyeri  pada titik Mc Burney.

2.   Test Rectal

Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan

penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.

3. Tanda rovsing (+)

Melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial

menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah

4. Uji Psoas

Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi

panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha

kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di m. poas

mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

c.       Pemeriksaan Laboratorium

1. Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh

terhadap mikroorganisme yang menyerang pada appendicitis akut dan

perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. Menurut

Baretto et al (2010), perbandingan nilai leukosit dan neutrophil pada

pasien apendisitis akut dan perforasi apendisitis sebagai berikut

Page 7: 1. Lp App Perforasi

Pemeriksaan Apendisitis Akut Perforasi Apendisitis

White cell countMedian (range)

13.8(4.8 – 28.7 × 10-9/l)

14.8(3.7 – 27.5 × 10-9/l)

Neutrophil countMedian (range)

11.2(1.8 – 26.7 × 10-9/l)

12.4(3 – 24 × 10-9/l)

Serum C-reactive proteinMedian (range)

16

(0.2–390 mg/l)

100

(0.37–403 mg/l)

Sumber: Barreto et al (2010) ‘Acute Perforated Appendicitis: An Analysis Of Risk Factors To Guide Surgical Decision Making’

2. Hb (hemoglobin) nampak normal

3. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan appendicitis infiltrat

4. Urine penting untuk melihat apa ada insfeksi pada ginjal.

d. Pemeriksaan Radiologi

Foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnose appendicitis

akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan

gambaran sebagai berikut :

1. Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan

cairan

2. Kadang ada fekolit (sumbatan)

3. Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam

diafragma 

G. PENATALAKSANAAN

a)      Perawatan prabedah perhatikan tanda – tanda khas dari nyeri:

Kuadran kanan bawah abdomen dengan rebound tenderness (nyeri

tekan lepas), peninggian laju endap darah, tanda psoas yang positif, nyeri

tekan rectal pada sisi kanan. Pasien disuruh istirahat di tempat tidur, tidak

diberikan apapun juga per orang. Cairan intravena mulai diberikan, obat –

obatan seperti laksatif dan antibiotik harus dihindari jika mungkin.

b)   Terapi bedah :

Page 8: 1. Lp App Perforasi

Appendicitis tanpa komplikasi, appendiktomi segera dilakukan setelah

keseimbangan cairan dan gangguan sistemik penting. Bisa dengan open

appendectomy, laparaskopi, atau midline laparatomy.

c)     Terapi antibiotik,

Terapi antibiotic ini diberikan  tetapi anti intravena harus diberikan selama

5 – 7 hari jika appendicitis telah mengalami perforasi.

H. PENCEGAHAN KOMPLIKASI

1. Komplikasi berupa apendisitis perforasi yang lebih luas bisa dicegah dengan

penatalaksanaan yang tepat waktu dan tepat terapi. Karena perforasi

apendisitis merupakan kasus ambulatory care sensitive condition (ACSC) .

penyebab paling sering dari keterlambatan pemberian terapi adalah adanya

manifestasi lain yang mengarah pada diagnose gangguan GI yang lain

seperti anomali digestif congenital dan kehamilan. oleh karena itu, pasien

dengan riwayat anomali digestif congenital dan atau sedang mengandung

sebaiknya memeriksakan penyakit segera saat merasakan keluhan nyeri

abdomen (Penfold et al, 2008).

2. Levin et al (2007) meneliti bahwa Nonoperative management pada perforasi

apendisitis dapat mengurangi komplikasi akibat efek postoperative.

Nonoperative management dilakukan dengan melakukan evaluasi hasil CT

terkait udara extraluminal, appendicolith, ascites diluar kuadran kanan

bawah, dan efusi. Jika hasil CT menunjukkan penumpukan cairan

unilocular maka disebut ‘simple’ dan tidak membutuhkan terapi operative.

‘kompleks’ jika didapati penumpukan cairan multilocular (The abdomen

was conceptually divided into five sectors: the right and left upper

quadrants, the RLQ and left lower quadrant, and the pelvis. The number of

sectors in which a collection was present was recorded). Nonoperative

management dilakukan dengan memberikan terapi triple antibiotic

(ampicillin/vancomycin, gentamicin and clindamycin) on admission. Nyeri

dikontrol dengan morphine.

Page 9: 1. Lp App Perforasi

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Aktivitas / istirahat

Gejala         :  Malaise

2. Sirkulasi

Tanda          :  Takikardi

3. Eliminasi

Gejala        :   Konstipasi pada awal awitan, Diare, penurunan bising usus

atau bahkan peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik

pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata

Tanda         :   Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan.

4. Makanan / cairan

Gejala         :   Anoreksia , mual, muntah

5. Nyeri / kenyamanan

 Gejala :Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang

meningkat berat dan terlokalisasi pada titik McBurney (setengah

jarak antara umbilicus dan tulang ileum kanan), meningkat

karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti

tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks

Tanda  : Perilaku berhati-hati, berbaring kesamping atau telentang dengan

lutut ditekuk, meningkatnya nyeri  pada kuadran kanan bawah

karena posisi ekstensi  kaki kanan  / posisi duduk tegak.

6. Keamanan    :  Demam > 38,00C

7. Pernapasan   :  Takipnea, pernapasan dangkal.

        

Page 10: 1. Lp App Perforasi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan penekanan ujung-ujung saraf, pelepasan

mediator kimia   (histamine, bradikinin, prostaglandin), distensi jaringan

usus oleh inflamasi

2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

3. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan muntah, mual,

pembatasan makanan dan cairan, kadang-kadang diare

4. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan perforasi atau ruptur 

appendiks, peritonitis, pembentukan abses

5. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan, nyeri

6. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya

mual,muntah dan  pembatasan makanan .

7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Fisiologis : Demam, mual,

posisi, nyeri.

C. RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan penekanan ujung-ujung saraf, pelepasan

mediator kimia   (histamine, bradikinin, prostaglandin), distensi jaringan

usus oleh inflamasi

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan: kerusakan jaringan

DS:- Laporan secara verbal DO:- Posisi untuk menahan nyeri - Tingkah laku berhati-hati- Gangguan tidur (mata sayu,

tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)

- Terfokus pada diri sendiri - Fokus menyempit (penurunan

persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan

NOC : Pain Level, pain control, comfort levelSetelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri

(tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan

NIC : Lakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

Kurangi faktor presipitasi nyeri Kaji tipe dan sumber nyeri untuk

menentukan intervensi

Page 11: 1. Lp App Perforasi

lingkungan) - Tingkah laku distraksi, contoh :

jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)

- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)

- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)

- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)

- Perubahan dalam nafsu makan dan minum

menggunakan manajemen nyeri

Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Tanda vital dalam rentang normal

Tidak mengalami gangguan tidur

Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...

Tingkatkan istirahat Berikan informasi tentang nyeri

seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

HipertermiaBerhubungan dengan :

- penyakit/ trauma- dehidrasi

DO/DS: kenaikan suhu tubuh diatas

rentang normal serangan atau konvulsi

(kejang) kulit kemerahan pertambahan RR takikardi Kulit teraba panas/ hangat

NOC:Thermoregulasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama………..pasien menunjukkan :Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil: Suhu 36 – 37C Nadi dan RR dalam

rentang normal Tidak ada perubahan

warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman

NIC : Monitor suhu sesering mungkin Monitor warna dan suhu kulit Monitor tekanan darah, nadi dan

RR Monitor penurunan tingkat

kesadaran Monitor WBC, Hb, dan Hct Monitor intake dan output Berikan anti piretik: Kelola Antibiotik:

……………………….. Selimuti pasien Berikan cairan intravena Kompres pasien pada lipat paha

dan aksila Tingkatkan sirkulasi udara Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Catat adanya fluktuasi tekanan

darah Monitor hidrasi seperti turgor

kulit, kelembaban membran mukosa)

Page 12: 1. Lp App Perforasi

3. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan muntah, mual,

pembatasan makanan dan cairan, kadang-kadang diare

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Resiko Defisit Volume Cairan

Berhubungan dengan: - Kehilangan volume cairan

secara aktif

DS : - Haus

DO:- Penurunan turgor kulit/lidah - Membran mukosa/kulit kering - Peningkatan denyut nadi,

penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan nadi

- Pengisian vena menurun - Perubahan status mental- Konsentrasi urine meningkat - Temperatur tubuh meningkat - Kehilangan berat badan

secara tiba-tiba- Penurunan urine output- HMT meningkat- Kelemahan

NOC: Fluid balance Hydration Nutritional Status : Food

and Fluid IntakeSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil: Mempertahankan urine

output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,

Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

Orientasi terhadap waktu dan tempat baik

Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal

Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal

pH urin dalam batas normal Intake oral dan intravena

adekuat

NIC :

Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan

Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein )

Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam

Kolaborasi pemberian cairan IV Monitor status nutrisi Berikan cairan oral Berikan penggantian nasogatrik

sesuai output (50 – 100cc/jam) Dorong keluarga untuk

membantu pasien makan Kolaborasi dokter jika tanda

cairan berlebih muncul meburuk Atur kemungkinan tranfusi Persiapan untuk tranfusi Pasang kateter jika perlu Monitor intake dan urin output

setiap 8 jam

Page 13: 1. Lp App Perforasi

4. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan perforasi atau ruptur 

appendiks, peritonitis, pembentukan abses

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risikopenyebaran infeksi

Faktor-faktor risiko : - Kerusakan jaringan dan

peningkatan paparan lingkungan

- Peningkatan paparan lingkungan patogen

- Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik)

NOC : Immune Status Knowledge : Infection

control Risk controlSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama…… pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil: Klien bebas dari tanda dan

gejala infeksi Menunjukkan kemampuan

untuk mencegah timbulnya infeksi

Jumlah leukosit dalam batas normal

Menunjukkan perilaku hidup sehat

Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

NIC : Pertahankan teknik aseptif Batasi pengunjung bila perlu Cuci tangan setiap sebelum dan

sesudah tindakan keperawatan Gunakan baju, sarung tangan

sebagai alat pelindung Ganti letak IV perifer dan dressing

sesuai dengan petunjuk umum Gunakan kateter intermiten untuk

menurunkan infeksi kandung kencing

Tingkatkan intake nutrisi Berikan terapi

antibiotik:................................. Monitor tanda dan gejala infeksi

sistemik dan lokal Pertahankan teknik isolasi k/p Inspeksi kulit dan membran mukosa

terhadap kemerahan, panas, drainase

Monitor adanya luka Dorong masukan cairan Dorong istirahat Ajarkan pasien dan keluarga tanda

dan gejala infeksi Kaji suhu badan pada pasien

neutropenia setiap 4 jam

5. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan, nyeri

Page 14: 1. Lp App Perforasi

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kecemasan berhubungan denganKrisis situasional, perubahan status kesehatan, perubahan konsep diri.

DO/DS:- Insomnia- Kontak mata kurang- Kurang istirahat- Berfokus pada diri sendiri- Iritabilitas- Takut- Nyeri perut- Penurunan TD dan denyut nadi- Diare, mual, kelelahan- Gangguan tidur- Gemetar- Anoreksia, mulut kering- Peningkatan TD, denyut nadi,

RR- Kesulitan bernafas- Bingung- Bloking dalam pembicaraan- Sulit berkonsentrasi

NOC :- Kontrol kecemasan- Koping Setelah dilakukan asuhan selama ……………klien kecemasan teratasi dgn kriteria hasil: Klien mampu

mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas

Vital sign dalam batas normal

Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

NIC :Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) Gunakan pendekatan yang

menenangkan Nyatakan dengan jelas harapan

terhadap pelaku pasien Jelaskan semua prosedur dan

apa yang dirasakan selama prosedur

Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut

Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis

Libatkan keluarga untuk mendampingi klien

Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi

Dengarkan dengan penuh perhatian

Identifikasi tingkat kecemasan Bantu pasien mengenal situasi

yang menimbulkan kecemasan Dorong pasien untuk

mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

Kelola pemberian obat anti cemas:........

6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya mual,muntah dan  pembatasan makanan .

Page 15: 1. Lp App Perforasi

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhBerhubungan dengan : Ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis atau ekonomi. DS:- Nyeri abdomen- Muntah- Kejang perut- Rasa penuh tiba-tiba setelah

makanDO:- Diare- Rontok rambut yang berlebih- Kurang nafsu makan- Bising usus berlebih- Konjungtiva pucat- Denyut nadi lemah

NOC:a. Nutritional status: Adequacy

of nutrientb. Nutritional Status : food and

Fluid Intakec. Weight ControlSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama….nutrisi kurang teratasi dengan indikator:

Albumin serum Pre albumin serum Hematokrit Hemoglobin Total iron binding capacity Jumlah limfosit

Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.

Monitor adanya penurunan BB dan gula darah

Monitor lingkungan selama makan Jadwalkan pengobatan dan tindakan

tidak selama jam makan Monitor turgor kulit Monitor kekeringan, rambut kusam,

total protein, Hb dan kadar Ht Monitor mual dan muntah Monitor pucat, kemerahan, dan

kekeringan jaringan konjungtiva Monitor intake nuntrisi Informasikan pada klien dan keluarga

tentang manfaat nutrisi Kolaborasi dengan dokter tentang

kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.

Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan

Kelola pemberan anti emetik:..... Anjurkan banyak minum Pertahankan terapi IV line Catat adanya edema, hiperemik,

hipertonik papila lidah dan cavitas oval

7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Fisiologis : Demam, mual,

posisi, nyeri

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan

Page 16: 1. Lp App Perforasi

Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan pola tidur berhubungan dengan:Fisiologis : Demam, mual, posisi, nyeri. DS:- Bangun lebih awal/lebih lambat- Secara verbal menyatakan tidak

fresh sesudah tidurDO :- Penurunan kemempuan fungsi- Penurunan proporsi tidur REM- Penurunan proporsi pada tahap

3 dan 4 tidur.- Peningkatan proporsi pada

tahap 1 tidur- Jumlah tidur kurang dari normal

sesuai usia

NOC: Anxiety Control Comfort Level Pain Level Rest : Extent and

Pattern Sleep : Extent ang

PatternSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. gangguan pola tidur pasien teratasi dengan kriteria hasil: Jumlah jam tidur dalam

batas normal Pola tidur,kualitas dalam

batas normal Perasaan fresh sesudah

tidur/istirahat Mampu mengidentifikasi

hal-hal yang meningkatkan tidur

NIC :Sleep Enhancement- Determinasi efek-efek medikasi

terhadap pola tidur- Jelaskan pentingnya tidur yang

adekuat- Fasilitasi untuk mempertahankan

aktivitas sebelum tidur (membaca)

- Ciptakan lingkungan yang nyaman

- Kolaburasi pemberian obat tidur

DAFTAR PUSTAKA

Baretto,et al. (2010). Indian Journal of Medical Sciences, Vol. 64. ‘Acute Perforated Appendicitis: An Analysis Of Risk Factors To Guide Surgical

Page 17: 1. Lp App Perforasi

Decision Making. <http://content.ebscohost.com/pdf 1821/pdf/2010/IJM/01Feb10/4949718.pdf>

Chen,YG et al. (2011). BMC Gastroenterology vol 11 (35). ‘Perforated acute appendicitis resulting from appendiceal villous adenoma presenting with small bowel obstruction: a case report’ <http://www.biomedcentral.com/1471-230X/11/35>

Corwin, Elizabeth. ( 2001). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC

Guyton & Hall. (2006). Buku ajar fisiologi kedokteran, edisi: 9. Jakarta: EGC.

Levin, T. (2007). Pediatric Radiologi Journal vol 37. ‘Nonoperative management of perforated appendicitis in children: can CT predict outcome?’ <http://Springer Science+Business Media, Inc.com>

Masjoer, A., dkk., (2000). Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.

Penfold et al (2008). International Journal of Health Geographics vol 7:56. ‘Geographic disparities in the risk of perforated appendicitis among children in Ohio: 2001–2003’(http://creativecommons.org/licenses/by/2.0),

Sanda,RB et al. (2011). Annals of African Medicine Vol. 10 (3). ‘Perforated appendicitis in a septuagenarian’. www.annalsafrmed.org

Yagmurlu,A et al (2006). Surgical Endoscopy vol (20). ‘Laparoscopic appendectomy for perforated appendicitis: a comparison with open appendectomy.: <http://Springer Science+Business Media, Inc.com>

Yazkan, R & Han,S . (2010). Tüberküloz ve Toraks Dergisi vol. 58 (3). ‘Pathophysiology, clinical evaluation and treatment options of spontaneous pneumothorax’.

Wilkinson,J & Ahern, N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Nanda, Intervensi Nic, Kriteria Hasil Noc. Jakarta : Prima Medika.