zahidah amni

Embed Size (px)

Citation preview

REFERAT

SINUSITIS JAMUR

PEMBIMBING :dr. RULLY FERDIANSYAH, SP. THT-KL

DISUSUN OLEH :ZAHIDAH AMNI BINTI ZULKAFLI NIM : 030.07.345

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI KEPANITERAAN KLINIK THT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI Periode 1 AGUSTUS 9 SEPTEMBER 2011

LEMBAR PENGESAHAN

Nama NIM Judul Referat

: Zahidah Amni Binti Zulkafli : 030.07.345 : Sinusitis Jamur

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing dr. Rully Ferdiansyah, SpTHT-KL pada : Hari Tanggal : Senin : 5 September 2011

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik THT Di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

dr. Rully Ferdiansyah, SpTHT-KL

1

KATA PENGANTAR Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Pertama penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Sinusitis Jamur tepat pada waktunya. Adapun pembuatan makalah ini adalah sebagai prasyarat penulis untuk dapat menyelesaikan kepaniteraan dalam bidang THT di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing referat, dr. Rully Ferdiansyah, Sp THT-KL, atas bimbingannya. Ilmu yang telah diterima tidaklah dapat dinilai dan akan berguna selama penulis bisa menggunakannya. Demikianlah makalah ini, disiapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya. Penulis memohon maaf apabila selama penulisan, penulis melakukan kesalahan baik yang disengajakan maupun yang tidak.

Jakarta, Agustus 2011

ZAHIDAH AMNI BINTI ZULKAFLI

2

DAFTAR ISI

NO ISI 1 2 3 4 5 KATA PENGANTAR LEMBAR PENGESAHAN DAFTAR ISI PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA i) ii) iii) Anatomi sinus paranasal Fungsi sinus paranasal Sinusitis A. Pendahuluan B. Etiologi C. Patofisiologi D. Patogenesis E. Gejala F. Pengobatan 6 SINUSITIS JAMUR A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. 7 8 Pendahuluan Klasifikasi Etiologi Patofisiologi Diagnosis Diagnosis banding Pemeriksaan penunjang Penatalaksanaan Komplikasi Prognosis

HAL. 1 2 3 4

6 9

10 10 12 13 15 15

17 17 19 19 20 22 22 23 25 25 26 27

KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

3

PENDAHULUAN Sinus paranasalis merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Sinus terletak di bagian depan pada wajah yaitu dahi, di antara mata, dan pada tulang pipi.(1)

Sinusitis jamur didefinisikan sebagai suatu spektrum dari kondisi patologik yang berkaitan dengan inflamasi sinus paranasal akibat adanya jamur. Infeksi sinus oleh jamur jarang terdiagnosis karena sering luput dari perhatian. Penyakit ini mempunyai gejala yang mirip dengan sinusitis kronik yang disebabkan oleh bakteri, adakalanya gejala yang timbul non-spesifik, bahkan tanpa gejala. Jamur adalah organisme seperti tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil yang cukup. Jamur mengasorbsi makanan dari bahan organik yang telah mati. Jamur tidak hanya mengasorbsi makanan dari benda mati saja, tetapi kadang-kadang jamur dapat mengasorbsi makanan dari organisme yang masih hidup. Inilah yang disebut infeksi jamur. Infeksi sinus karena jamur jarang terdiagnosa dikarenakan gejalanya mirip dengan sinusitis kronis yang disebabkan oleh bakteri, sehingga perlu mendapat perhatian apabila didapati sinusitis yang tidak mengalami perbaikan setelah mendapat pengobatan antibiotika.' Jamur termasuk organ saprofitik yang dapat berubah menjadi patogen bila kondisi sinus tidak normal misalnya karena ada obstruksi muara sinus dan gangguan ventilasi.

4

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid manakala sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus maksila dan sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum. Agen etiologi sinusitis dapat berupa virus, bakteri, atau jamur. Bila sistem imun tubuh menurun, jamur memiliki kesempatan untuk masuk dan berkembang dalam tubuh. Oleh karena organisme ini tidak membutuhkan cahaya untuk memproduksi makanannya, maka Jamur dapat hidup di lingkungan yang lembab dan gelap. Sinus yang merupakan rongga yang lembab dan gelap adalah tempat alami di mana jamur dapat ditemukan. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya sinusitis jamur. Jamur yang paling banyak menyebabkan penyakit pada manusia adalah dari spesies Aspergillus sp dan Mucor sp.

5

TINJAUAN PUSTAKA

I)

ANATOMI SINUS PARANASAL

Sinus paranasal merupakan kantong-kantong berisi udara yang terletak di dalam tulang wajah dan sekitar rongga hidung. Bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus ethmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga. Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus ethmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus ethmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterior superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.(1)

Gambaran anatomi sinus

6

Setiap sinus dinamakan berdasarkan tempat tulang berada: 1. Sinus maksila merupakan sinus yang terletak di masing-masing pipi kiri dan kanan. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung. Bagian atap sinus maksila merupakan dinding tulang orbital yang tipis sehingga infeksi berat sinus maksila bisa menyebabkan efek terhadap orbita. Bagian basal sinus dibatasi oleh lamellar tipis tulang yang berjiran dengan akar gigi molar sehingga infeksi gigi molar atas paling sering menjadi penyebab sinusitis maksilaris.(5,6)

Ostium sinus maksila berada disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Ostium sinus berada lebih tinggi daripada bagian basal sinus tersebut sehingga drainasenya menjadi lebih sukar. Drainasenya hanya bergantung dari gerakan silia, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Pembengkakan daerah infundibulum dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.(1) Sinus maksilaris disuplai oleh arteri maksilaris interna. Arteri ini termasuk mempercabangkan arteri infraorbitalis (berjalan bersama nervus infraorbitalis), sphenopalatina rami lateralis, palatina mayor dan arteri alveolaris. Drainase vena berjalan di sebelah anterior menuju vena fasialis dan di sebelah posterior menuju vena maksilaris dan jugularis terhadap sistem sinus dural. Sinus maksila diinervasi oleh rami maksilaris. Secara rinci, nervus palatina mayor dan nervus infraorbital.

2. Sinus frontal, terdapat satu sinus per sisi, yang terletak di os frontal. Sinus frontal mulai terbentuk sejak bulan keempat fetus. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dam dalamnya 2cm. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.(1)

3. Sinus etmoid, sekitar 6-12 sinus kecil per sisi, terletak antara mata. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior. Sinus etmoid berongga-rongga terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon. Berdasarkan7

letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior dan etmoid posterior. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum. Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.(1) 4. Sinus sfenoid, juga satu sinus per sisi, terletak dalam os sfenoid di belakang sinus ethmoid posterior. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. Batas sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a. karotis interna dan sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons. (1)

Hidung dan sinus sangat erat kaitannya. Nasal septum hidung membagi menjadi dua rongga hidung. Dinding sisi hidung (dinding lateral nasal) memiliki tiga struktur penting, yang dikenal sebagai, konka superior, media dan inferior. Setiap konka merupakan proyeksi bulat di sepanjang rongga hidung. Ruang antara setiap konka disebut meatus, dan setiap meatus dinamai berdasarkan konka di atasnya.(6)

Konka inferior, yang lebih besar daripada konka-konka lain, berjalan sejajar dengan lantai hidung. Duktus nasolakrimal mengalir air mata ke dalam meatus inferior. (6)

Konka media terletak di atas konka inferior. Sel etmoid anterior bermuara ke meatus media. Istilah "frontal recess" merujuk kepada "ante-chamber" yang berada tepat di bawah ostium sinus frontal. Oleh karena itu, sinus frontal bermuara ke meatus media. Frontal recess terdiri dari beberapa sel etmoid dengan bilangan yang bervariasi pada setiap individu. Palatum kribiformis merupakan tulang tipis yang membatasi sinus etmoid dan otak. (6)

Konka superior, yang merupakan konka terkecil, berada di atas konka media. Sinus etmoid posterior bermuara ke meatus superior. Ruang antara konka superior, septum dan dinding depan sinus sphenoid dikenal sebagai recess sphenoethmoid. Di sinilah bermuaranya sinus sfenoid. (6)8

Sinus paranasal dilapisi oleh lapisan epitel. Lapisan epitel tersebut mengeluarkan lendir, suatu senyawa kompleks yang membuat hidung dan sinus sentiasa dalam keadaan lembab. Epitel yang melapisi sinus terdapat mukosa bersilia, yaitu setiap sel di permukaannya memiliki silia, yang merupakan struktur yang relatif panjang yang memiliki kapasitas untuk mendorong lendir sinus. Gerakan lendir (yang dikenal sebagai mucociliary clearance) adalah tidak secara acak namun terkendali mengikuti pattern yang spesifik. Drainase sinus tidak berdasarkan gravitasi tetapi merupakan proses aktif. (6)

II)

FUNGSI SINUS PARANASAL

Beberapa teori yang dikemukan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain: (1) 1. Sebagai pengatur kondisi udara Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembapan udara inspirasi. 2. Sebagai penahan suhu Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. 3. Membantu keseimbangan kepala Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. 4. Membantu resonansi suara Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara. 5. Peredam perubahan tekanan udara Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus. 6. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung

9

III)

SINUSITIS

A. PENDAHULUAN Sinusitis ditandai dengan peradangan pada selaput sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesema (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.

Menurut definisi, gejala akut sinusitis berlangsung kurang dari 4 minggu, gejala sinusitis subakut berlangsung antara 4 minggu hingga 3 bulan, dan gejala sinusitis kronis berlangsung lebih dari 3 bulan.(2)(5)

Rinosinusitis mungkin diklasifikasikan menurut anatomi infeksi (maksilaris, ethmoidal, frontal, sphenoidal), organisme pathogen yang menjadi penyebabnya (virus, bakteri, jamur), adanya komplikasi (orbital, intrakranial), dan faktor yang terkait: polyposis hidung, imunosupresi, kelainan anatomis ). Sinusitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri dalam sinus yang didapat dari infeksi saluran pernapasan atas. Sinusitis kronis merujuk kepada jangka panjang pembengkakan dan peradangan pada sinus yang mungkin disebabkan oleh bakteri atau jamur. Sebagian besar kasus sinusitis kronis adalah kelanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati. Sinusitis kronis biasanya mempunyai manifestasi klinik yang berbeda dari sinusitis akut. Gejala sinusitis kronis termasuk sumbatan hidung, postnasal drip, rasa penuh di wajah, dan malaise. Rhinitis alergi, rhinitis nonallergi, obstruksi anatomis di kompleks ostiomeatal, dan gangguan kekebalan diketahui sebagai faktor risiko untuk sinusitis kronis.

Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.(3)

B. ETIOLOGI Pola sinusitis terbagi menjadi beberapa tahap. Tahap awal sinusitis sering merupakan infeksi virus yang umumnya berlangsung hingga 10 hari dan membaik pada 99% kasus. Namun, sejumlah kecil pasien dapat berkembang menjadi infeksi akut sekunder yang umumnya disebabkan oleh bakteri aerobik (yaitu, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus10

influenzae, Moraxella catarrhalis). Saat ini, studi etiologi sinusitis semakin terfokus pada obstruksi ostiomeatal, alergi, polip, imunodefisiensi ringan, dan penyakit gigi, sedangkan peran bakteri sebagai penyebab sinusitis telah diperkecil menjadi sebagai suatu koloni oportunistik.

Dalam beberapa kasus, pasien pada sinusitis kronis bisa memburuk atau menyebabkan gejala baru. Hal yang dikenali sebagai eksaserbasi akut ini sering merupakan kasus polimikrobial, dengan bakteri anaerob mendominasi. Namun, bakteri aerobik yang biasanya dikaitkan dengan sinusitis akut (misalnya, S pneumoniae, H influenzae, M catarrhalis) dapat turut terlibat sama.

Bakteri aerobik dan fakultatif bakteri Gram-negatif, termasuk Pseudomonas aeruginosa, lebih sering terisolasi pada pasien dengan sinusitis kronis yang telah menjalani operasi sinus endoskopik.

y

Bakteri berikut telah dilaporkan dalam sampel yang diperoleh melalui tusukan endoskopi atau sinus pada pasien dengan sinusitis kronis. Peran yang tepat dari semua mikroba dalam patogenesis sinusitis kronis masih tidak dapat dipastikan.o o o o o o o o

Staphylococcus aureus

Koagulase-negatif staphylococciH influenzae S pneumoniae Streptococcus intermedius P aeruginosa Nocardia species

Bakteri anaerobik

y

Jamur berikut telah dilaporkan didapat dari sampel yang diperoleh dari tusukan endoskopi atau sinus pada pasien dengan sinusitis kronis:o o o o o

Aspergillus spesies Cryptococcus neoformans Candida spesies Sporothrix schenckii Alternaria spesies

11

y

Kondisi berikut merupakan faktor risiko predisposisi pasien untuk berkembangnya sinusitis kronis:o

Kelainan anatomi kompleks ostiomeatal (misalnya, deviasi septum, concha bullosa, deviasi proses uncinate, sel Haller) Alergi rhinitis(2) Polip hidung Nonallergic rhinitis (misalnya, rinitis vasomotor, rinitis medicamentosa, penyalahgunaan kokain)

o o o

o o o o o

Intubasi nasotrakea Intubasi nasogastrik Hormonal (misalnya, pubertas, kehamilan, kontrasepsi oral) Obstruksi tumor Gangguan kekebalan (misalnya, imunodefisiensi variabel umum, defisiensi

imunoglobulin A [IgA] , defisiensi subkelas IgG, AIDS)o o o o o o o

Primer silia tardive, Kartagener sindrom Wegener granulomatosis

Pengulangan infeksi saluran pernapasan atas Merokok(5) Pencemaran lingkunganGastroesophageal reflux disease (GERD)

Periodontitis / penyakit gigi yang signifikan

C. PATOFISIOLOGI Sebagian besar episode rinosinusitis disebabkan oleh infeksi virus. Kebanyakan virus infeksi saluran pernapasan atas disebabkan oleh rhinovirus. Namun begitu, coronavirus, influenza A dan B, parainfluenza, virus pernapasan, adenovirus, dan enterovirus juga agen penyebab.

Hampir 90% pasien dengan infeksi saluran pernafasan atas memiliki bukti radiografi keterlibatan sinus paranasal. Namun, hanya 0,5-2% dari kasus rinosinusitis virus ini dipersulit oleh infeksi bakteri.

12

Patofisiologi dari rinosinusitis adalah berkaitan dengan 3 faktor: terhalangnya jalur drainase sinus (ostia sinus), penurunan fungsi silia serta kuantitas dan kualitas lendir yang dihasilkan.y

Gangguan pada ostium sinus alami mengganggu drainase lendir normal. Edema, inflamasi, polip, tumor, trauma, jaringan parut, kelainan anatomis (misalnya, konka bullosa, deviasi septum), dan instrumentasi hidung (pipa nasogastrik atau packing) dapat mengakibatkan penurunan patensi ostium sinus. keadaan hipoksia di dalam sinus menyebabkan disfungsi silia dan perubahan dalam produksi lendir, dan akhirnya mengganggu clearance normal lendir dari dalam sinus.

y

Pola drainase dari sinus paranasal tidak bergantung pada gravitasi, melainkan pada mekanisme transportasi mukosilia. Koordinasi metachronous dari kolumnar sel epitel silia mendorong isi sinus menuju ke ostium sinus. Gangguan fungsi silia menyebabkan akumulasi cairan di dalam sinus. Fungsi silia yang terganggu dapat antaranya disebabkan oleh hilangnya sel epitel silia; udara dingin, aliran udara tinggi, bakteri, atau lingkungan ciliotoxins virus; mediator inflamasi, kontak antara dua permukaan mukosa, luka, dan tardive silia primer (Kartagener sindrom).

y

Sekresi sinonasal memainkan peran penting dalam patofisiologi rinosinusitis. Lendir yang melapisi sinus paranasal terdiri dari lapisan perisiliar tipis, yang memungkinkan mobilitas silia, dan lapisan tebal gel, yang menjadi tapak dari silia. Lapisan mukosa tersebut terdiri dari mukoglikoproteins, immunoglobulin, dan sel-sel

inflamasi. Perubahan pada kadar lapisan mukosa tersebut dapat mengganggu mobilitas silia. Produksi lendir yang berlebihan dapat menyebabkan sistem bersihan mukosiliar atau mucociliary clearance tertahan, menyebabkan sekresi tertumpuk di dalam sinus.y

Rinosinusitis akut bakteri sangat sering dikaitkan dengan infeksi virus saluran pernapasan bagian atas, meskipun alergi, trauma, neoplasma, penyakit granulomatosa dan inflamasi, faktor lingkungan, infeksi gigi, dan kelainan anatomi, yang dapat mengganggu bersihan mukosiliar normal, juga dapat mempengaruhi terjadinya infeksi bakteri.

D. PATOGENESIS Patogenesis sinusitis terjadi bila edema di kompleks ostiomeatal, sehingga mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu dan silia tidak dapat bergerak serta lendir tidak dapat dialirkan. Gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus menyebabkan silia13

menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.

Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista.

Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini, yang menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan : 1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum. Sedangkan permukaannya kering. Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa. 2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan epitel. 3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri, debris, epitel dan mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi dan darah bercampur dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian menjadi kental dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum. 4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya pengeluaran leukosit memakan waktu 10 14 hari. 5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum menetap, kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat memperlihatkan tanda osteitis dan akan diganti dengan nekrosis tulang.

Perluasan infeksi dari sinus ke bagian lain dapat terjadi: (1) Melalui suatu tromboflebitis dari vena yang perforasi; (2) Perluasan langsung melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik; (3) Dengan terjadinya defek; dan (4) Melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia. Masih menjadi persoalan apakah infeksi dapat disebarkan dari sinus secara limfatik.

14

E. GEJALA Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika penderita bangun pada pagi hari. Sinusitis akut dan kronis memiliki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada gejala tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena: y Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi dan sakit kepala. y y Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi. Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala di dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila pinggiran hidung di tekan, berkurangnya indera penciuman dan hidung tersumbat. y Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang menyebabkan sakit telinga dan sakit leher. Gejala lainnya adalah: (5) y Tidak enak badan y Demam y Letih, lesu y Batuk, yang mungkin semakin memburuk pada malam hari y Hidung meler atau hidung tersumbat. y Demam dan menggigil menunjukkan bahwa infeksi telah menyebar ke luar sinus. Selaput lendir hidung tampak merah dan membengkak, dari hidung mungkin keluar nanah berwarna kuning atau hijau.

F. PENGOBATAN Untuk sinusitis akut biasanya diberikan: Dekongestan untuk mengurangi penyumbatan Antibiotik untuk mengendalikan infeksi bakteri Obat pereda nyeri untuk mengurangi rasa nyeri.

Dekongestan dalam bentuk tetes hidung atau obat semprot hidung hanya boleh dipakai selama waktu yang terbatas (karena pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan penyumbatan dan pembengkakan pada saluran hidung). Untuk mengurangi penyumbatan,15

pembengkakan dan peradangan bisa diberikan obat semprot hidung yang mengandung steroid.

Untuk sinusitis kronis diberikan antibiotik dan dekongestan. Untuk mengurangi peradangan biasanya diberikan obat semprot hidung yang mengandung steroid. Jika penyakitnya berat, bisa diberikan steroid per-oral (melalui mulut).

Hal-hal berikut bisa dilakukan untuk mengurangi rasa tidak nyaman: - Menghirup uap dari sebuah vaporizer atau semangkuk air panas - Obat semprot hidung yang mengandung larutan garam - Kompres hangat di daerah sinus yang terkena.

Jika tidak dapat diatasi dengan pengobatan tersebut, maka satu-satunya jalan untuk mengobati sinusitis kronis adalah pembedahan.

Pada anak-anak, keadaannya seringkali membaik setelah dilakukan pengangkatan adenoid yang menyumbat saluran sinus ke hidung. Pada penderita dewasa yang juga memiliki penyakit alergi kadang ditemukan polip pada hidungnya. Polip sebaiknya diangkat sehingga saluran udara terbuka dan gejala sinus berkurang.

Teknik pembedahan yang sekarang ini banyak dilakukan adalah pembedahan sinus endoskopik fungsional.

16

SINUSITIS JAMUR A. PENDAHULUAN Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang tidak jarang ditemukan. Angka kejadiannya meningkat dengan meningkatnya pemakaian antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi. Kondisi yang merupakan predisposisi antara lain diabetes mellitus, neutropenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang paling sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesies Aspergillus dan Candida. Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur pada kasus sebagai berikut: Sinusitis unilateral, yang sukar disembuhkan dengan terapi antibiotik. Adanya gambaran kerusakan tulang dinding sinus; atau bila ada membran berwarna putih keabu-abuan pada irigasi antrum. B. KLASIFIKASI Para ahli membagi sinusitis jamur sebagai bentuk invasif dan non-invasif: (1)(8)(9)(10) 1. Bentuk invasif : o Sinusitis jamur invasif akut fulminan Sinusitis fulminan biasanya terlihat pada pasien immunocompromised dan pasien dengan diabetes tidak terkontrol.(7)(9) Penyakit ini menyebabkan kerusakan progresif sinus dan dapat menyerang rongga tulang berisi bola mata dan otak. o Sinusitis jamur invasif kronik indolen Sinusitis kronik indolen merupakan bentuk invasif sinusitis jamur pada pasien tanpa defisiensi imun. Penyakit berlangsung dari bulan ke tahun dan menimbulkan gejala nyeri kepala kronis dan pembengkakan wajah progresif yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Pasien biasanya mempunyai riwayat rinosinusitis kronik sebelumnya.(9) Terapi yang dianjurkan untuk kedua sinusitis kronik indolen dan sinusitis fulminan adalah operasi agresif pengangkatan dari bahan jamur dan terapi anti jamur intravena.17

Sinusitis jamur invasif 2. Bentuk non-invasif : o Sinusitis jamur alergi Sinusitis jamur alergi atau Allergic Fungal Disease (AFS) kini diyakini menjadi reaksi alergi terhadap jamur lingkungan yang halus tersebar ke udara. Kondisi ini biasanya terjadi pada pasien dengan immunocompetent. Pasien dengan AFS memiliki riwayat rhinitis alergi, dan onset perkembangan AFS sulit ditentukan. Kekambuhan tidak jarang setelah penyakit diobati. Terapi anti-inflamasi dan imunoterapi biasanya diberikan untuk mencegah

berulangnya AFS.

Mukus kental didalam sinus maksila o Misetoma sinus Merupakan bentuk non invasif, jamur tidak masuk ke dalam jaringan tetapi membentuk gumpalan jamur di dalam lumen sinus. Tipe ini tidak membuat kerusakan mukosa dan tulang. Sering hanya unilateral dan kebanyakan mengenai sinus maksila. Pasien biasanya mempertahankan sistem kekebalan18

yang efektif, tetapi mungkin memiliki trauma atau cedera pada sinus yang terkena. Umumnya, jamur tidak menyebabkan respon inflamasi yang signifikan, namun ketidaknyamanan sinus terjadi. Sifat non-invasif gangguan ini memerlukan perawatan yang terdiri dari Scraping sederhana dari sinus yang terinfeksi. Terapi anti-jamur umumnya tidak diberikan.

Bola jamur didalam sinus sfenoid C. ETIOLOGI 1. Sinusitis jamur invasif akut fulminan : Rhizopus ,Rhizomucor, Absidia, Aspergillus,(11) Mucor, (7) Cunninghamella, Mortierella, Saksenaea, dan Apophysomyces species 2. Sinusitis jamur invasif kronik indolen : fumigates.(4) 3. Sinusitis jamur alergi : Curvularia lunata, Aspergillus fumigates,(12) dan Bipolaris sp.(11) 4. Misetoma sinus : fumigatus dan jamur dematiaceous D. PATOFISIOLOGI Patofisiologi sinusitis jamur mencakup pengisian sinus dan adanya perubahan respons imun terhadap jamur. Sindrom invasif dan non-invasif pada sinusitis jamur mempunyai gejala-gejala khas yang jelas. Keduanya dapat terjadi pada pasien dengan immunocompetent atau immunocompromised, dapat secara akut atau kronik dan dapat menyebar ke orbita, struktur-struktur mata, dan ke otak. Purulen, pucat, sering berbau busuk ada pada sinus-sinus yang terkena. Sinusitis jamur invasif akut fulminan terjadi dari penyebaran cepat jamur melalui invasi vaskular ke orbita dan sistem saraf pusat. Ini lebih sering terjadi pada pasien dengan

19

diabetes dan pasien dengan immunocompromised dan dilaporkan juga pada orang-orang dengan immunocompetent. Pasien-pasien ini biasanya membutuhkan perawatan.

Sinusitis jamur invasif kronik indolen adalah infeksi jamur yang progresif lambat dengan proses invasif yang rendah dan biasanya terjadi pada pasien dengan diabetes. Patofisiologi sinusitis jamur alergi diperkirakan sama dengan allergic

bronchopulmonary fungal disease. Pertama, host yang atopik terpapar jamur, secara teori masuk melalui saluran napas yang normal dan berkoloni di kavitas sinus, yang mana mengandung inisial stimulus antigen. Respon terhadap inisial inflamasi terjadi sebagai akibat dari reaksi hipersensitif tipe I (IgE mediated) dan tipe III (immune complex-mediated), menyebabkan edema jaringan.(11) Hal ini menyebabkan obstruksi ostium sinus. Apabila siklus terjadi terus-menerus akan menghasilkan produk, alergi mucin, yang mengisi sinus. Akumulasi debris ini mengobstruksi sinus dan memperberat proses. Misetoma sinus biasanya unilateral dan melibatkan sinus maksila. Pasien dengan misetoma sinus adalah pasien dengan immunocompetent. Kondisi alergi IgE jamur spesifik biasanya kurang. E. DIAGNOSIS Diagnosis sinusitis jamur bisa ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis.

1. Sinusitis jamur invasif Sinusitis jamur invasif bersifat kronis progresif, dapat mengadakan invasi ke rongga orbita dan intrakranial. Gambaran kliniknya menyerupai penyakit granuloma hidung. Penderita biasanya mengeluh hidung tersumbat disertai gejala-gejala sinusitis kronis yang lain. Mungkin terdapat granuloma dalam hidung dan sinus serta nekrosis jaringan, yang sering menyebabkan ulkus pada septum. Granuloma dapat meluas ke struktur di sekitarnya. Sehingga menimbulkan keluhan gangguan neurologik atau oftalmoplegia yang mirip dengan gejala tumor ganas. Sinusitis jamur invasif akut secara klinis ditandai oleh ulkus septum hidung yang nekrotik dan tidak nyeri, sinusitis, dan menyebar ke orbital dan intrakranial dengan cepat dan

20

bisa menyebabkan kematian.(12) Gejala lain termasuk demam, nyeri wajah atau mati rasa, hidung tersumbat, dan epistaksis. Sering meluas ke intraorbital, intrakranial, dan maksilofasial dan akhirnya menyebabkan proptosis, gangguan visual, sakit kepala, terjadi perubahan status mental, kejang, defisit neurologis, koma, dan pembengkakan jaringan lunak maksilofasial.(9) Sinusitis jamur invasif kronik mempunyai gejala nyeri sinus paranasal, keluar cairan serosa dari hidung, epistaksis, polip nasal dan demam.(9) 2. Sinusitis jamur alergi Sering mengenai penderita atopi dewasa muda dengan polip hidung atau asma bronkial. Secara klinis gejalanya mirip dengan sinusitis kronis berulang atau persisten, lebih sering bilateral dengan keluhan hidung tersumbat dan sering ditemukan adanya polip.(12) Kriteria diagnosis untuk sinusitis jamur alergi terdiri dari: (12) 1. Terdapat gambaran sinusitis pada pemeriksaan radiologi 2. Tidak terdapat gambaran invasif jamur pada mukosa, pembuluh darah atau tulang. 3. Konfirmasi histopatologi dengan terlihatnya musin alergik dengan hifa-hifa. 4. Tidak terdapat riwayat diabetes atau penyakit imunodefisiensi. 5. Terdapat musin alergik di dalam sinus.

3. Misetoma sinus Gambaran klinisnya menyerupai sinusitis kronis yaitu sekret yang purulen, obstruksi hidung, sakit kepala satu sisi, nyeri wajah, adanya post nasal drip, dan nafas yang berbau, kadang-kadang dapat terlihat massa jamur bercampur sekret di dalam kavum nasi. Pada operasi mungkin ditemukan massa yang berwarna coklat kehitaman kotor bercampur sekret purulen di dalam rongga sinus. (12) Kriteria diagnosis untuk misetoma sinus terdiri dari: (12) 1. Terdapat gambaran opasifikasi sinus pada pemeriksaan radiologi 2. Pada saat operasi ditemukan cairan mukopurulen.21

3. Pada pemeriksaan histopatologi tidak terlihatnya musin alergik. 4. Tidak terdapat gambaran invasif jamur pada mukosa, pembuluh darah atau tulang. F. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding sinusitis jamur adalah neoplasma benigna maupun maligna. Sinusitis jamur invasif dengan neoplasma maligna sulit dibedakan atau tidak dapat dibedakan dari gambaran radiologi. Tetapi dapat dibedakan dari gambaran histopatologi. Pada sinusitis jamur invasif ada tanda yang khas yaitu adanya invasi ke jaringan mukosa. G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium. Terdapat peningkatan konsentrasi total jamur spesifik IgE pada pasien dengan sinusitis jamur alergi.(4) Sedangkan pada misetoma sinus jarang terjadi. Biasanya >1000 U/ml (normal