10
FAKTOR.FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN PTERIGIUM POST OPERASI DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA lda Farida', Syamsul Hidayatb Nataniel Tandirogang' "Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, Samarinda bLaboratorium llmu Kesehatan Mata Kedokteran Universitas Mulawarman, Samarinda "Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, Samarinda Korespondensi: [email protected] Abstrak Pterygium adalah penyakit konjungtiva yang memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi pasca operasi. Beberapa faktor dapat mempengaruhi rekurensi pterygium seperti jenis operasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar jenis operasi, usia, jenis kelamin dan jenis pekerjaan dapat mempengaruhi kekambuhan post operatif pterygium. Metode penelitian adalah cross-sectionol dengan menggunakan data sekunder rekam medis pada periode l Januari 2011 sampai 31 Desember 2015. Data yang diambil adalah data yang sesuai dengan kriteria inklusi. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis regresi logistik. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa masing-masing faktor memiliki nilai p > 0,05, dimana faktor seks memiliki nilai p dan OR masing-masing 0,08 dan L,23; faktor usia memiliki nilai p dan OR masing-masing 0,41 dan 7,02; dan faktor jenis operasi memiliki nilai p dan OR masing-masing 0,99 dan 0,46. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh factor-faktor tersebut dengan kejadian pterigium tidak signifikan. Kesimpulannya adalah faktor jenis operasi, umur, jenis kelamin dan jenis pekerjaan tidak mempengaruhi kekambuhan post operatif pterygium dengan bore sclero dan outograft konjungtiva. Kata kunci: kekambuhan pterygium, bore sclero, outogroft konjungtiva Abstract Pterygium is a conjunctival disease that have high level of recurrence postoperative. Many factors influence the reccurence of pterygium such as kind of operation. This reesearch aim to know how much the type of operation, age, sex and type of job affect postoperative recurrence of pterygium.This study is a cross-sectional study, using secondary data in the medical record in the period 1 January 2011 - December 31, 2015 and then selected according to the criteria specified investigators. The results will be analyzed using logistic regression.Based on logistic regression analysis showed that each factor has a value ( p = > 0.05 ). Sex with a value(OR=L.225)andvalues(p=O.Oll),agegetvalue(OR=1.0]-9)withvalues(p=0.+fS)andtypeof operation value ( OR = 457370390.844 ) values ( p = 0.999 ), so the results are not meaningful. lt can be concluded that there are not influence of the type of operation, age, sex and type ofjob against postoperative recurrence of pterygium using the bare sclera and conjunctival autograft.The difference results with published sources because there are other risk factors that can not be controlled. Keywords: pterygium recurrence,bare sclera , conjunctival autograft PENDAHUTUAN Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Biasanya pertumbuhan terjadi di celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Jika pteregium membesar dan meluas ke daerah pupil dapat mengganggu penglihatan. Jurnal Kedokteran Mulawarmarr, 2018;4(1) 11

YANG BERPENGARUH KEKAMBUHAN PASIEN WAHAB …fk.unmul.ac.id/public/penelitian/dfd131e0ae3a82766d5b67edc461f6975... · FAKTOR.FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: YANG BERPENGARUH KEKAMBUHAN PASIEN WAHAB …fk.unmul.ac.id/public/penelitian/dfd131e0ae3a82766d5b67edc461f6975... · FAKTOR.FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN

FAKTOR.FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN

PTERIGIUM POST OPERASI DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

lda Farida', Syamsul Hidayatb Nataniel Tandirogang'

"Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, SamarindabLaboratorium llmu Kesehatan Mata Kedokteran Universitas Mulawarman, Samarinda"Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, Samarinda

Korespondensi: [email protected]

Abstrak

Pterygium adalah penyakit konjungtiva yang memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi pasca operasi. Beberapa

faktor dapat mempengaruhi rekurensi pterygium seperti jenis operasi. Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui seberapa besar jenis operasi, usia, jenis kelamin dan jenis pekerjaan dapat mempengaruhi

kekambuhan post operatif pterygium. Metode penelitian adalah cross-sectionol dengan menggunakan data

sekunder rekam medis pada periode l Januari 2011 sampai 31 Desember 2015. Data yang diambil adalah datayang sesuai dengan kriteria inklusi. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis regresi logistik.

Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa masing-masing faktor memiliki nilai p > 0,05, dimana faktor seks

memiliki nilai p dan OR masing-masing 0,08 dan L,23; faktor usia memiliki nilai p dan OR masing-masing 0,41

dan 7,02; dan faktor jenis operasi memiliki nilai p dan OR masing-masing 0,99 dan 0,46. Hal ini menunjukkan

bahwa pengaruh factor-faktor tersebut dengan kejadian pterigium tidak signifikan. Kesimpulannya adalah

faktor jenis operasi, umur, jenis kelamin dan jenis pekerjaan tidak mempengaruhi kekambuhan post operatifpterygium dengan bore sclero dan outograft konjungtiva.

Kata kunci: kekambuhan pterygium, bore sclero, outogroft konjungtiva

Abstract

Pterygium is a conjunctival disease that have high level of recurrence postoperative. Many factors influence thereccurence of pterygium such as kind of operation. This reesearch aim to know how much the type ofoperation, age, sex and type of job affect postoperative recurrence of pterygium.This study is a cross-sectional

study, using secondary data in the medical record in the period 1 January 2011 - December 31, 2015 and thenselected according to the criteria specified investigators. The results will be analyzed using logistic

regression.Based on logistic regression analysis showed that each factor has a value ( p = > 0.05 ). Sex with a

value(OR=L.225)andvalues(p=O.Oll),agegetvalue(OR=1.0]-9)withvalues(p=0.+fS)andtypeofoperation value ( OR = 457370390.844 ) values ( p = 0.999 ), so the results are not meaningful. lt can be

concluded that there are not influence of the type of operation, age, sex and type ofjob against postoperativerecurrence of pterygium using the bare sclera and conjunctival autograft.The difference results with published

sources because there are other risk factors that can not be controlled.

Keywords: pterygium recurrence,bare sclera , conjunctival autograft

PENDAHUTUAN

Pterigium merupakan suatu pertumbuhan

fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif

dan invasif. Biasanya pertumbuhan terjadi di celah

kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva

yang meluas ke kornea berbentuk segitiga dengan

puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Jika

pteregium membesar dan meluas ke daerah pupil

dapat mengganggu penglihatan.

Jurnal Kedokteran Mulawarmarr, 2018;4(1) 11

Page 2: YANG BERPENGARUH KEKAMBUHAN PASIEN WAHAB …fk.unmul.ac.id/public/penelitian/dfd131e0ae3a82766d5b67edc461f6975... · FAKTOR.FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN

Penyebab pterigium diduga merupakan suatu

fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet,

pengeringan, dan lingkungan yang berangin.

Sebagian besar pterigium sering terdapat pada orang

yang berada di lingkungan berangin, berdebu, atau

berpasir dan penuh sinar matahari. lndonesia

merupakan negara yang beriklim tropis dan dengan

paparan sinar ultraviolet yang tinggi oleh karena itu

angka kejadian pterigium cukup tinggi di lndoneisa.

Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya

pterigium adalah usia, jenis kelamin dan aktivitas

luar ruangan. Pada usia tua banyak yang menderita

pterigium karena lebih sering dan lama beraktivitas

di luar ruangan serta lebih sering mengalami

gangguan pada mata. Dari hasil studi yang dilakukan

Gazzard di Kepulauan Riau menyebutkan pada usia

dibawah 21 tahun sebesar 1O% dan diatas 40 tahun

sebesar 16,8%. Penelitian di Cina tahun 2006

sebanyak 14,49% - 33,0to/o penduduk desa

menderita pterigium dan 2,9% penduduk kota,

karena penduduk desa lebih banyak yang bekerja di

luar ruangan seperti petani. Hal ini juga dibuktikan

pada penelitian yang dilakukan oleh Laszuarni di

Medan bahwa nelayan, petani dan kuli bangunan

53,5% menderita pterigium sedangkan guru, perawat

dan Pegawai Negeri Sipil 273%16. Penelitian yang

dilakukan oleh Liu et., al (2007) hampir tidak ada

perbedaan antara laki-laki dan perempuan, sebanyak

14,5%laki - laki di dunia menderita pterigium karena

memiliki ahivitas di luar ruangan lebih banyak dan

13,6%pada wanita.

Penatalaksanaan untuk pterigium tergantung

pada derajat pterigium yang diderita pasien. Pada

pterigium derajat ringan disarankan untuk

menghindari debu, sinar matahari serta diberikan

obat topikal, vasokonstriktor dan kortikosteroid

untuk menghilangkan gejalae. Tindakan bedah

dilakukan pada pterigium derajat berat karena sudah

t2 Jurlral (*dokiera* ltriulawarr-lan, 2018: 4i1i

mengganggu penglihatan pasien. Metode bedah

yang dilakukan adalah bare sclero, sliding flap,

rotionol flop, conjunctivol autogroft,

conju nctivolimbol o utograft daa o mniotic membro ne

tronsplontotion. Metode yang sering digunakan

sampai saat ini adalah bore sclera dan conjunctivol

outogroft.

Keberhasilan penanganan pterigium adalah

tantangan untuk dokter mata karena tingkat

kekambuhan yang tinggi 2,1% menjadi 87%. Metode

bore sclero dengan cara melakukan eksisi dapat

menimbulkan kekambuhan antara 24%-89%

sedangkan transplantasi menimbulkan kekambuhan

2%-40%. Tingkat kekambuhan pasca ekstirpasi di

lndonesia berkisar 35% - 52%. Penelitian yang

dilakukan oleh (Swastika, 2008) menyebutkan bahwa

kekambuhan terbanyak pada laki - laki 60% dengan

metode bore sclero sedangkan metode conjunctivol

outogroft lebih banyak terjadi kekambuhan pada

wanita 83,33% namun hasilnya belum mendapatkan

cukup bukti karena pada penelitian terdahulu

dengan hasil yang berbeda. Pada usia kurang dari 40

tahun lebih sering mengalami kekambuhan dengan

metode bore sclero dan usia lebih atau sama dengan

40 tahun dengan metode conjunctival autogroft

lebih banyak mengalami ke kambuhan. Kekambuhan

akibat lingkungan kerja luar ruangan dengan metode

bore sclera 90% dan 83,33% menimbulkan

kekambuhan dengan metode conjunctivol autogroft

pada lingkungan kerja dalam ruangan. Kekambuhan

lebih dipengaruhi oleh letak geografis, pekerjaan dan

kebiasaan hidup.

Kekambuhan pterigium merupakan

pertumbuhan kembali jaringan fibrovaskular

konjungtiva ke kornea pada bekas pembedahan.

Gazzard et ol., l2OO2), menyebutkan kekambuhan

pterigium ditandai dengan adanya jaringan granulasi

dan neurovaskularisasi pada daerah bekas bedah

ISSN 2443-0439

Page 3: YANG BERPENGARUH KEKAMBUHAN PASIEN WAHAB …fk.unmul.ac.id/public/penelitian/dfd131e0ae3a82766d5b67edc461f6975... · FAKTOR.FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN

serta dijumpai jaringan yang menyerupai konju ngtiva

yang bertumbuh ke arah kornea. Tanda khas ini

biasanya muncul 2 minggu sampai 4 bulan pasca

bedah dengan gambaran patologi fibroblas dan

fibrovaskular yang meningkat.

Dari latar belakang diatas terlihat bahwa

terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

kekambuhan pterigium post operasi, Hal ini

menimbulkan pertanyaan seberapa besar faktor-

faktor tersebut memberikan konstribusi terhadap

kekambuhan pterigium post operasi dan apakah

faktor-faktor tersebut berdiri sendiri atau secara

bersamaan dapat menyebabkan kekambuhan

pterigium post operasi. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahu Disini peneliti tertarik untuk

menelitifaktor-faktor yang berpengaruh terhadap

kekambuhan pasien pterigium post operasi di unit

bagian mata di RSUD A.W. Sjahranie Samarinda

untuk menimalisirkan kekambuhan yang terjadi pada

pasien pterigium. Dengan mengetahui faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap kekambuhan pasien

pterigium post operasi diharapkan dapat

menimalisirkan kekambuhan yang terjadi pada

pasien pterigium.

Penelitian ini bertujuan untukTujuan

dilakukannya penelitian ini adalah Untuk mengetahui

perbedaan antara jenis operasi bore sclero dan

conjunctivol autogroft yang mempengaruhi

terjadinya kekambuhan pterigium post operasi,

mengetahui pengaruh usia, jenis kelamin dan jenis

pekerjaan sebagai faktor kekambuhan pterigium post

operasi dan untuk mengetahui seberapa besar jenis

operasi, usia, jenis kelamin dan jenis pekerjaan

memberikan pengaruh terhadap kekambuhan

pterigium post operasi di unit bagian mata RSUD

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Manfaat penelitian bagi praktisi medis adalah

untuk memberikan gambaran faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap kekambuhan pterigium post

operasi di unit bagian mata di RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda, manfaat ilmiah bagi institusi

pendidikan kedokteran, yaitu penelitian ini

diharapkan dapat dijadikan bahan referensi dan

acuan bagi peneliti selanjutnya dan manfaat bagi

peneliti yaitu menambah wawasan ilmiah dan

pengetahuan penulis tentang faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap kekambuhan pasien

pterigium post operasi.

METODE PENELITIAN

Penelitan ini adalah menggunakan jenis

penelitian bersifatanalitik cross sectional. Metode

penelitian analitikuntuk menjelaskan hubungan

antara faktor - faktor yang berpengaruh terhadap

kekambuhan pasien pterigium post operasi metode

bare sclera dengan conjunctivol outogroft di rsud

abdul wahab sjahranie samarinda.

Cara pengambilan data dengan menggunakan

data sekunde yang Data sekunder diperoleh dari

data rekam medik pasien rawat inap dengan

diagnosa Pterigium di RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda periode 01 Januari 2Ot4 - 31 Desember

2015. ObjekResponden penelitian ini adalah seluruh

pasien pterigium yang menjalani operasi bore sclero

alau conjunctivol outogroft danyang mengalami

kekambuhan post operasi di RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda selama periode 01 Januari

2OL4-3L Desember 2015 dan memenuhi kriteria

inklusi. Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini

yaitu pasien pterigium dengan perlakuan operasi

bore sclero atau conjunctivol qutagroft dan yang

mengalami kekambuhan post operasi di RSUD Abdul

Wahab Sjahranie Samarinda. Kriteria inklusi pada

penelitian ini adalah pasien dengan data rekam

medis yang tidak lengkap atau tidak mencantumkan

j r: in a i i'.e rir.ri<te ran lvl u ia wa i':i'r ;r,, 2i)!8; 4i 1 ) 13

Page 4: YANG BERPENGARUH KEKAMBUHAN PASIEN WAHAB …fk.unmul.ac.id/public/penelitian/dfd131e0ae3a82766d5b67edc461f6975... · FAKTOR.FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN

variabe: yang dite:iti o:eh pene:iti dan pasien vang

tidak dapat dihubungi Oleh pene‖ ti.

Variabel pene!itian ini adalah ieniS Operasi

pterigium′ kekarnbuhan pterigium ροst operasi′ usia

pasien yang menialani Operasi pterigium′ ienis

ke:amin pasien yang menia:ani Operasi pterigium dan

ieniS pekettaan paSien vang meniaiani Operasi

pterigiurn.

Data yang diperoleh ditabulasikan menurut

frekuensi distribusi dan presentase.Pengoiahan data

d‖ akukan dengan menggunakan sけ wareMiCrosar

″Ord 201l dan SPSS Statistics y20‐ 32わたPenvalian

data dilakukan da!am bentuk narasi dan

tabel.Analisis univariat di!akukan dengan

menghitung frekuensi dan ditampi:kan da:am bentuk

tabe!/gra■ k,sedangkan ana:もヽ b市anat dibkukan

dengan membandingkan masing‐ masing faktor

resiko terhadap kekambuhan pterigium ροst operasi

vang dihitung berdasarkan persamaan regresi:ogistik

dengan menentukan OR{Odds RatFO)pada Setiap

tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pene:itian ini menggunakan data sekunder dari

ruamg data rekam medik RSUD Abdu: Wahab

Siahranie samannda selama pe‖ ode 01 Januan

2014‐ 31 Desember 2015, Ditemukan Terdapat 73

kasus pterigium post operasi. Sebanyak 47 kasus

teriadi pada tahun 2014 dan 26 kasus pada tahun

2015. Sebanvak 57 kasus yang memenuhi kriteria

ink!usi. Sedangkan 16 kasus diekslusi karena tidak

memenuhi kriteria inklusi.

Data Hasi! penelitian vang dituniukkan pada

Tabe1 l memperlihatkan menuttukkan bahwa

frekuensi pterigium ρost operasi paiing banyak

ditemukan pada kelompok usia 41‐65 tahun

sebanvak 32 kasus{56′ 1%).POSiSi kedua ke!ompok

14 Jurnal KedokteFan Mulawarrran,2018,4(1)

usia 31-40 tahun sebanyak 11 kasus (19,3%) serta

kelompok usia 21-30 tahun terdapat 7 kasus (12,3%1.

Tabel 1. Distribusi frekuensi sampel berdasarkan usia

Jumlah Persentase

5′3%12,3%

19,3%

56′ 1%

7′0%

Total

Sedangkan pada kelompok usia >65 tahun ada 4

kasus (7,0%l dan kelompok usia <20 tahun

ditemukan 3 kasus (5,3%).

Tabel 2. Distribusi frekuensi sampel berdasarkanjenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

く20

21‐30

31-40

41‐65

>65

3

7

11

32

4

Laki‐Laki

perempuan34

23

59′6%40,4%

100%

Data hasil penelitian yang ditunjukan pada

Tabel 2 memperlihatkan bahwa selama periode

2014-20L5, frekuensi pterigium post operasi lebih

banyak ditemukan pada jenis kelamin laki-laki

dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan

sebesar 34 kasus {.59,6%1, sedangkan untuk

pterigium post operasi yang berjenis kelamin

perempuan sebesar 23 kasus (40,4%1.

Tabel 3. Distribusi frekuensi sampel berdasarkanjenis pekerjaan

lenis Pekeriaan Jumlah Persentase

Dalam

Ruangan

Luar Ruangan

Tota: 100%

Data hasil penelitian yang ditunjukkan pada

Tabel 3 memperlihatkan menunjukkan bahwa

frekuensi pterigium post operasi paling banyak

 

38,5%

61′ 5%

iSSN 2443-0439

Total

Page 5: YANG BERPENGARUH KEKAMBUHAN PASIEN WAHAB …fk.unmul.ac.id/public/penelitian/dfd131e0ae3a82766d5b67edc461f6975... · FAKTOR.FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN

-

ditemukan pada kelompok yang bekerja luar ruangan

sebanyak 8 kasus 161,5%1, sedangkan kelompok yang

bekerja dalam ruangan sebanyak 5 kasus (38,5%).

Tetapi data tersebut sebenarnya tidak dapat

didefinisikan karena jumlah sampel variabel yang

didapat tidak sebanding dengan jumlah sampel

variabel yang lainnya.

Data hasll penelitian yang ditunjukan pada

tabel 4 memperlihatkan bahwa selama periode 2014

- 2015, jenis operasi paling sering digunakan adalah

conjunctivol outogroft sebanyak 50 kasus (87,7%l

dan bare sclero sebanyak 7 kasus (72,3%1.

Tabel 4. Distribusi frekuensi sampel berdasarkanjenis operasi

Jenis Operasi Jumlah Presentase

sclero. Tabel 5 menunjukkan bahwa kekambuhan

pterigium post operasi didapatkan pada jenis operasi

conjunctival o utog rafi .

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Kekambuhan PterigiumPost Operasi Berdasarkan Jenis Operasi di RSUD

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

jenis Operasi Kambuh

Tidak Ya

Bore Sclero

ConjuncvtivolAutogrofi

0

17,5

Totai 100%

Analisis Univariat

Penelitian menunjukkan bahwa sampel yang

mengalami kekambuhan post operasi paling banyak

pada jenis operasi conjunctivol outogroft, Yaitu

sebanyak 10 kasus lL7,SYol sebagaimana yang dapat

dilihat pada Tabel 5 dan sampel yang banyak

mengalami kekambuhan terjadi pada usia antara 41-

65 tahun yaitu 6 kasus (60%).

Untuk jenis kelamin yang banyak mengalami

kekambuhan adalah pada laki-laki 5 kasus (60%)

sedangkan perempuan 4 kasus l4O%1. Jenis

pekerjaan tidak terdapat adanya perbedaan dari

sampel mengalami kekambuhan pekerja dalam

ruangan 5 kasus (50%) begitu juga dengan pekerja di

luar ruangan 5 kasus {50%) pada Tabel 6.

Analisis Bivariat

Berdasarkan hasil penelitian tidak ditemukan

kekambuhan posf operasi pada jenis operasi bore

57 77,5

Pada Tabel 7 didapatkan hasll uji analisis

didapatkan jenis kelamin dengan nilai (OR = 1,226)

dan nilai @ = A,077), usia didapatkan nilai {OR =

1,019) dengan nilai (p = 0,418) dan jenis operasi nilai

(OR = 457370390.844) nilai (p = 0,999). Dari masing -masing setiap faktor yang berpengaruh terhadap

kekambuhan pterigium post operasi mendapatkan

nilai (p = > 0,05). Maka disimpulkan tidak terdapat

adanya pengaruh antara jenis kelamin, usia serta

jenis operasi bare sclera dan conjunctivol outograft

terhadap terjadinya kekambuhan pterigium post

operasi di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Berdasarkan hasil penelitian, pasien pterigium

post operasi lebih banyak pada kelompok usia 41 -

65 tahun yaitu sebanyak 32 orang (55,1%). Hal ini

sesuai dengan epidemiologi pterigium bahwa

prevalensi akan meningkat seiring dengan

bertambahnya usia. lnsiden tertinggi antara usia 20-

49 tahun tetapi jarang ditemukan pada usia 20

tahun. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Syukri et al., 112072l,

yang menyebutkan bahwa pasien pterigium di

BKMM (Balai Kesehatan Mata Masyarakat) Sulawesi

Selatan mayoritas berusia 50 tahun.

Di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda,

..r).1 . :: | '.:. , .,,:;, :--) . -:: .: ' 15

Bore Sclera

ConjunctivolAutogroft

72,3%

87,7%

 

 

5。

Page 6: YANG BERPENGARUH KEKAMBUHAN PASIEN WAHAB …fk.unmul.ac.id/public/penelitian/dfd131e0ae3a82766d5b67edc461f6975... · FAKTOR.FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN

Jenis operasi yang lebih sering dipilih untuk tindakan

operasi pterigium di RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarindaadalah conjunctivol outogrofi, yaitu

sebanyak 50 kasus (.87,7%1. Kenyon et ol., (t9851

yang pertama kali menjelaskan bahwa operasi

pterigium dengan mengBunakan conjunctivol

outogroft efektif untuk menurunkan resiko

kekambuhan pterigium post operasi. Sejak saat itu

conjunctivol outogroft merupakan pilihan primer

untuk penanganan pterigium.

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Kekambuhan PterigiumPosf Operasi Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan

Jenis Pekerjaan di RSUD Abdul Wahab SjahranieSamarinda

Variabel Junllah

{"=101

く20

21-30

31‐40

41‐65

>65

Jenis Ke:amin

Laki‐ laki

Perempuan

6

4

Jenis Pekerjaan

Dalam ruangan

Luar ruangan

5

5

Analisis Univariat

Tabel 5 menunjukkan bahwa kekambuhan

pterigium post operasi ada pada kelompok

conjunctivol outogroft sebanyak 10 kasus 117,5%1.

Hasil operasi conjunctival outogroft memangrelatif

rendah untuk menimbulkan kekambuhan tetapi

sebagai teknik ia lebih sulitla. Sehingga tidak

menutup ke mu ngkina n conj u n cti vo I o utog roft untuk

menimbulkan kekambuhan karena selain tekniknya

yang lebih sulit, sebagai seorang ahli juga harus tahu

mekanisme dari kekambuhan pterigium post operasi.

Penelitian yang dilakukan Kwon & Kim (2015)

menyebutkan terdapat 14 kasus pterigium yang

menjaf a ni operasi dengan menggu nakan conjun ctivo I

outograft dan didapatkan 5 kasus yang mengalami

kekambuhan secara signifikan.

Dari Tabel 6 terlihat pada usia antara 41-65

yang paling banyak mengalami kekambuhan post

operasi yaitu 6 kasus (60%l.Dari beberapa penelitian

tidak terdapat hasil yang signifikan untuk usia namun

penelitian yang dilakukan oleh Youngson (1972)

menyebutkan bahwa terdapat jumlah lebih besar

pada usia yang lebih muda dengan nilai media 44

tahun dari rentang usia 24-7L. Penelitian Youngson

(1972) sejalan dengan penenelitian yang dilakukan

oleh Zauberman (1967) di lsrael yang disebabkan

karena lesi pada usia muda lebih aktif. Jenis kelamin

yang mengalami kekambuhan post operasi banyak

pada laki-laki 6 kasus (60%)2s. Elder (1965)

menyebutkan laki-laki lebih sering mengalami

kekambuhan karena berhubungan dengan pekerjaan

dan lebih sering berada di luar ruangan. Sejalan

dengan pernyataan Elder (1965), dari hasil penelitian

yang dilakukan oleh Rao et o/., {1998) bahwa laki-laki

lebih banyak mengalami kekambuhan sebanyak 47

kasus l,58,75%l dan 33 kasus (4t,25%l pada

perempuan. Dari jenis pekerjaan tidak memiliki

perbedaan yanB bermakna karena baik yang di

dalam ruangan maupun di luar ruangan memiliki

persentase yang sama 50 kasus (50%f '21.

2。

2。

60

  0

 

t6 Jurnal Kedokteran Mulawarman,2OLS; 4t7| lSSN 2443-0439

Page 7: YANG BERPENGARUH KEKAMBUHAN PASIEN WAHAB …fk.unmul.ac.id/public/penelitian/dfd131e0ae3a82766d5b67edc461f6975... · FAKTOR.FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kekambuhan Pterigium Post Operasi diRSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

VVa:d df Sig. Exp(3)

950/.C.l for

EXP(B)

Lower Upper

Jenis

Kelamin(1).732 1 ,781 5,149

Step lキ .655 1 418 1.019 1.066

Jenis Operasi(1) 19.941 15156.382 .000 1 .999 457370390.844

Consta nt -22.260 15156.382 000 1 999 .000

a.Variable(s) entered on step 1: Jenis Kelamin, Umur, Jenis Operasi.

Woodcock et ol., (z0ltl menyebutkan bahwa tidak

ada hubungan antara pekerjaan dengan

kekambuhan pterigium karena dari banyak

penelitian yang dilakukan terjadinya pterigium dan

kekambuhan pterigium berhubungan dengan

lamanya terpapar sinar ultraviolet. Penelitian yang

dilakukan oleh Lima dan Manuputty (2014) juga tidak

mendapatkan hasil yang bermakna.2

Analisis Bivariat

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis

statistik regresi logistik menunjukkan tidak terdapat

adanya perbedaan antara jenis operasi bare sclero

dan conjunctivol autografi yang mempengaruhi

terjadinya kekambuhan pterigium post operasi di

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda dengan

nilai sig. lebih dari 0,05. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Swastika di

Semarang(Swastika, 2008) yang juga menyatakan

bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti antara

jenis operasi bore sclera dan conjunctivol autogroft

terhadap angka terjadinya kekambuhan.

Tantangan utama pada operasi pterigium

adalah mencegah kekambuhan, laporan - laporan

angka

kekambuhan banyak yang tidak sesuai. Kekambuhan

pterigium merupakan pertumbuhan kembali jaringan

fibrovaskular konjungtiva ke kornea pada bekas

pembedahan.

Mekanisme kekambuhan pterigium tidak

berbeda dengan mekanisme pterigium primer.

Patogenesis pterigium berhubungan dengan ekspresi

okogen p53, tranformasi fibroblas dan perubahan

sitokin seperti Tronslorming Growth Factor Beto

(TCF-B) serta aktivitas maktriks metolloproteinose.

Sinar ultraviolet menyebabkan mutasi tumor

supresor gen p53, yang kemudian memfasilitasi

proliferasi abnormal dari epitel limbus. Sinar

ultraviolet juga dapat menyebabkan perubahan

histologis sel epitel, yaitu jaringan subepitel

menunjukkan elastosis senilis (degenerasi basofilik)

dari substansia propria dengan jaringan kolagen

abnormal. Terjadi disolusi membran Bowmon yang

diikuti oleh invasi kornea superfisial, akibatnya fungsi

borier limbus tidak ada sehingga konjungtiva yang

mengalami inflamasi dan degenerasi dapat dengan

mudah menjalar melewati limbus menuju kornea

dan membentuk jaringan pterigium di daerah

interpalpebra (celah kelopak).

Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat

sinar ultraviolet yang lebih banyak dibandingkan

dengan bagian konjungtiva yang lain karena di

samping kontak langsung, bagian nasal konjungtiva

juga mendapat sinar ultraviolet secara tidak langsung

akibat pantulan dari hidung. Oleh karena itu pada

bagian nasal konjungtiva lebih sering didapatkan

pterigium dibandingkan dengan bagian temporal.

.J i.r rn a i fi.e iokie ra n M u ia'wa rmar-., 20 i8 ; 4(ii t7

Page 8: YANG BERPENGARUH KEKAMBUHAN PASIEN WAHAB …fk.unmul.ac.id/public/penelitian/dfd131e0ae3a82766d5b67edc461f6975... · FAKTOR.FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN

Peran paparan UV kronis dalam patogenesis

pterigium didukung oleh studi epidemiologi dan

asosiasi klinis. Radiasi ultraviolet yang kronis sangat

berperan pada patogenesis terjadinya pterigium.

Sinar UV-B merupakan UV yang dominan di absorbsi

jaringan mata, dimana sinar ini dapat menyebabkan

trauma pada epitel konjungtiva serta perubahan

fungsi dan biokimiawi jaringan. Kerusakan jaringan

akibat UV disebabkan adanya reaksi intermediet

yaitu sebuah reaksi pembentukan molekul-molekul

tanpa ikatan elektron yang dikenal terbentuknya

prekursor kolagen yang abnormal dan

mengakibatkan terjadinya degenerasi hialin.

Radiasi sinar UV dapat juga menyebabkan

mutasi pada gen seperti gen supresor tumor p53,

sehingga berakibat pada terekspresinya gen ini

secara abnormal pada epitel pterigium. Temuan ini

menunjukkan bahwa pterigium bukan hanya lesi

degeneratif, tetapi bisa menjadi manifestasi dari

proliferasi sel yang tak terkendali. Matriks

metalloproteinose (MMP) dan jaringan inhibitor

metalloproteinoses tMMPs) tissue inhibitor motriks

metolloproteinoses (TlMPs) pada tepi pterigium

mungkin bertanggung jawab untuk proses inflamasi,

tissue remodeling, dan angiogenesis yang menjadi

ciri pterigium, serta kerusakan membran bowman

dan invasi pterigium ke dalam kornea. Sinar UV

menyebabkan mutasi pada gen suppressor tumor

TP53 di sel basal limbal dan fibroblast etastik gen di

epitel limbal karena kerusakan pada program

apoptosis p53 oleh sinar UV, hal ini menyebabkan

multi step perkembangan pterigium dan tumor sel

limbal oleh ekspresi p53 pada sel epitel limbal.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Kwon &

Kim" (2015) mendapatkan beberapa kemungkinan

penyebab kekambuhan dari pteregium post operasi

dengan menggunakan conjunctivol autograft yaitu,

proliferasi dari jaringan pterigium yang belum

dieksisi selain itu juga dapat disebabkan karena

epitelnya yang cacat sehingga menyebabkan

proliferasi lebih agresif. Proliferasi epitel yang cacat

tumbuh pelan - pelan sehingga menjadi penghalang

untuk epitel yang sehat tumbuh.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yanB

telah dilakukan, dapat disimpulkan, yaitu :

1. Berdasarkan konsultasi dengan ahliT tidak

terdapat adanya perbedaan antara jenis operasi

bore sclera dan conjunctivol outogroft yang

mempengaruhi terjadinya kekambuhan

pterigiu m post operasi.

2. Berdasarkan konsultasi dengan ahliy tidak

terdapat adanya hubungan antara usia, jenis

kelamin dan jenis pekerjaan dengan faktor

terjadinya kekambuhan pterigium post operasi.

3. Berdasarkan konsultasi dengan ahliT tidak

terdapat adanya pengaruh antara jenis operasi,

usia, jenis kelamin dan jenis pekerjaan terhadap

kekambuhan pterigium post operasi.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa

saran yang sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian ulang dengan sampel

penelitian yang lebih besar.

2. Diharapkan adanya kelengkapan data rekam

medis secara teliti di RSUD Abdul wahab

Sjahranie Samarinda.

18 Jur*a[ Kedokteran Mulawarm an, 2078; 4(1] iSSN 2443‐ 0439

Page 9: YANG BERPENGARUH KEKAMBUHAN PASIEN WAHAB …fk.unmul.ac.id/public/penelitian/dfd131e0ae3a82766d5b67edc461f6975... · FAKTOR.FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN

DAFTAR PUSTAKA

l. A‖ an, B.′ Sho軋 P.′ & Crawford′ G.{1988).Pinguecuia and Pterygia. Sury Oρ 力!力armοみ 32

{41),9.

2. Aminiari, A., Singh′ R.′ & Liang, D.(2010).Management of Pterygium.Opわめα′隣た Pcarrs

COrFea.

3. Dushku′ N.′ John′ K.′ Schultz′ S.′ & Reid, W.

(2001). COrneal invasion by MatrixMetal:oproteinase ExpreSsing Aitered Limbal

Ephiteilal Basal Ce‖ s.Pre句燿ガα PhalogeresrsP 13.

4. Dushku, N.′ & Reid, T. (1994).Imrnnunohistochemica: Evidence That Humanpterygia Originate From an invaston of Vimentin‐

Expressing Aitered Lirnbal Epitheliai Basai Celis.

Curr Eソ e Resr 13(473)′ 81.

5. Dzunic,3.′ &Jovanovic, P.{2010).Analysis of

Pathohisto:ogicai Characteristics of Pterygium .

3os″Far Joυ rra′ o/3asた Medicar scierce′ ユo13.

6. Ekantini′ Rり Suhard,o,&Kathmansyah.(2006).

Successfu: of Cs2mak MOdification and sclera

Merest Methods w:th ApplicatiOn of Mitomycin

C in PHmary Pterygium. Kumpura″ Makaraカ

κO″gres IVas′ο,a′ 32 perdamら 9,

7.Elder Duke S.System●J Oρ力tharmOrOgy(■965).

(Vo:.8).Henry KimptOn.London′ 573-582.

8.[rry.MulyanL u.A.′ &Susilowati′ D.(2011).

Distribusi dan Karakteristik Pterigium indonesia.

Buretin Pa″ aritian sistem Kese力 σta19r 14,84-89.

日shet p.(2015).Pterygium.Departmart ofOp力働a′膚Orogy.

9. Francisco′ J.′ Ferrer,G.,Schwab′ l.′ &Shet:ar,D.

{2014).1/aυ gわα″&Asわ tr7 0ra′morog′ t/mυ膚

〔17 ed,).Jakarta:EGC.

10.Gazzard, G.′ Saw, S.′ Faroot M.′ Koh, D.′

Widia"a,D.′ &Chia,S.〔2002).Pterygium in

indonesia prevalance Severity and Risk Factors.

3ritis力 Joυ

“σ′oJ oρわめarmο rOgy7 8ら 1341-

1346.

11.Ho::and′ E.′ &Mannis,M.{2002).OGurarsuFare

D′sease Л"edica′

●″dSurgicar Manageme″ i NewYork.

12.‖ yas′ S.′ &Yunanu,s.(2013).′ 麟υ Perya″t

Mαla.Jakarta:FKUI.

13. KenyOn, K.′ Wagoneら M.′ & HettingerJ M.

(1985〕 . ConiunctiVa:Autograft Transp:antation

for Advance and Recurrent pterygium.

Oρ力働araOrogyr 92(1461),70.

14. Kwon,S.H.′ &Kim,K.H.(2015).Analysis ofRecurrence Patterns Folowing Pterygium

Surgery With Coniunctival Autografts,Madirine

,4(4).

15.Las2uarni.(2009).Prevarersf agrigル ″ ″

Kabtrpatep l●ng々at universitas Sumatera Utara,

1:rnu Kesehatan Mata.

16.Liu′ L.′ Wu′ J.′ Yuan,Z.′ &Huangr D.(2013).

6oograp力たo′ Prevare″ εe a″JRお F々actors for

PterygilJa.BMJ OPEN.

17. Lu,P.′ Chen′ X.′ Kangじ Y.′ Ke′ L.,Wei′ X.′ a zhangr

W.{2007).PFerygilJ""ribetans a PoptrratiOrl

Based StJdy"G力"a.Amenncan Academy ofOphthiamoiogy.

18. McCa疇,A.C.′ Fu′ L.C.′ &Tav!oL R.H.{2000〕 .

Epidemio:ogv of Pterygium in Victoria,Austra‖ a.

BrJ Ophめ●′moみ 84′ 289‐292`

19.Putra′ A.{2003}・ Penata:aksanaan Pterigium.

MaJ.κedo々θtera″ ハtma rayら 2.Raiu′ K.′ Chandra′

A.′ & Doctoら R.{2008),Management ofpterygium.KereraJournar oJορヵ

"働armol。9,4.

20。 Rao S t T.Lekha′ B,N.Mukesh{1998).conJunctiva卜 Limbal Autograft for Primary and

Recurrent Pterygla."dla″ Joυrrlar Or

Op力働α″ηOrogy.{Voi.46)′ 203-209,

21.Sharma′ K.,Wa‖′V.′ & Pandita′ A.(2004}.corneai ConiunctiVal Auto Grafting in Pterygium.

POstgradllate Dep● ■mm=oo/Ophttα′笏o′οgy74.

JurnaI Kedokteran Mulawarman, 2018;4(1] 19

Page 10: YANG BERPENGARUH KEKAMBUHAN PASIEN WAHAB …fk.unmul.ac.id/public/penelitian/dfd131e0ae3a82766d5b67edc461f6975... · FAKTOR.FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEKAMBUHAN PASIEN

22.Soewono,W.′ Oetomo,M.′ &Eddyanto.(2006).

Pterigivm pedoma″ Diagnosls dar rerapi

Bag.SMFi:mu penvakit Mata

23.Swastika′ M.〔2008).Parbedaa″ 降ka″わ″わα″Pasca Fkstirpas′ PFerygium Malode 3are Screra

crergO■ cOttυ″ctiVα′ ハυtog″ヵ Universitas

DipOnegoro.

24.Youngson,R.M.{1972}.R“ tlrrerce orρ に,J臨a■er eКiSiO″ (Vol.56).Brit.F.Ophthal.

25,Woodcock,M.′ Huntbach′ J.,Scott′ R{2011).パ

Gase oF σ tJr7わ‐ι″rar pteryg′ JIm ttrate」 tO σ″Urtrstrar OccJpatior. J R Army Med Corps

149(1):56‐ 7.

20 Jurnal Kedokteran Mulawarman, 2O78; a$l ISSN 2443‐ 0439