Wrap Up Sk 1 Endokrin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

endokrin pbl sk 1

Citation preview

WRAP UP SKENARIO 1 BLOK ENDOKRINPENGLIHATAN TERGANGGU

KELOMPOK A12

Ketua: Anisa Nurjanah1102013033Sekretaris: Argia Anjani1102013041Anggota: Faiz Amali1102011094Chairunnissa1102012045Dea Ardelia Putri1102012050Anisa Fazrin1102013031Fuzan Emir Hassan 1102013109Herwidyandari Permata Putri1102013126Ike Kumalasari1102013131Junita Putri Anwar1102013142

Fakultas KedokteranUniversitas Yarsi 2015

SKENARIO 1PENGLIHATAN TERGANGGUSeorang pengusaha, Tn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Kadang kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pada pemeriksaan sensorik dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina.Hasil laboratorium memperlihatkan glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl dan HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin positif 3.Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi tentang perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai, dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat.

KATA SULIT

1. Monofilament Semmes WeinsteinPemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya rasa nyeri.

2. FunduskopiPemeriksaan untuk melihat dan menilai kelainan dan keadaan pada fundus okuli dengan alat bernama oftalmoskop.

3. MikroaneurismaPembengkakan seperti balon kecil karena pembesaran pembuluh darah kapiler yang memasok darah ke retina di belakang mata.

4. Pemeriksaan Ankle Brachial IndexPengukuran tekanan darah di kaki dan tangan lalu dibandingkan, dengan rumus .

5. MikroangiopatiAdanya akumulasi kumpulan darah pada pembuluh darah kecil.

6. HbA1cZat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan monoglobulin yang menggambarkan konsentrasi gula darah rata-rata, selama 1 sampai 3 bulan.

7. NeuropatiGangguan saraf yang menyebabkan nyeri pada tubuh.

8. MakroangiopatiAdanya akumulasi kumpulan darah pada pembuluh darah besar.

9. InsulinHormon peptide yang diproduksi di pancreas, yang memungkinkan sel untuk menggunakan glukosa.

ANALISA MASALAH1. Mengapa pasien mengeluh penglihatan terganggu, terlihat gelap dan ada bintik-bintik serta lingkaran cahaya??2. Mengapa pasien mengeluh kesemutan dan nyeri saat jalan?3. Apa yang menyebabkan proteinuria pada pasien?4. Apa hubungan obesitas dengan DM tipe 2?5. Apa hubungan usia lanjut dengan DM tipe 2?6. Apa indikasi pemberian insulin pada pasien?7. Kenapa pada pasien diberikan perencanaan diet 1900 kalori?8. Kenapa kulit pasien teraba kering?9. Apa alasan diperiksanya HbA1c?

JAWABAN1. Karena adanya retinopati diabetik yang menyebabkan adanya perdarahan pada retina, sehingga sebagai kompensasi dibuatnya pembuluh darah baru yang menyebabkan adanya jaringan parut pada pembuluh darah lama. Inilah yang menyebabkan adanya gambaran seperti bintik dan lingkaran cahaya.2. Karena di saraf ada lesi degenerative yang menyebabkan neuropati multiple, disfungsi saraf perifer.3. Ada kerusakan pada glomerulus yang disebabkan karena rusaknya saraf ginjal. Dapat juga disebabkan karena glukosa (bersifat toxic), karena pada kasus ini didapat hiperglikemia.4. Kerusakan pada pancreas yang di trigger untuk memproduksi insulin terus menerus akibat hiperglikemia.5. Sebagai salah satu faktor risiko, dimana ketika usia lanjut, fungsi organ pun menurun. Selain itu, semakin bertambahnya usia, resistensi terhadap insulin juga meningkat.6. Sebagai tindakan pencegahan agar tidak terjadi kerusakan pada pancreas.7. Diatur sesuai dengan aktivitas pasien, BMI, tingkat metabolism agar tidak memberatkan kerja pancreas.8. Sebagai bentuk dari dehidrasi (Trias DM)9. Untuk mengetahu kadar gula dalam darah yang lebih efektif dibandingkan gula darah sewaktu. (N: 110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh (IMT) wanita >25 kg/m atau 27 kg/m atau 160/95 mmHg) Riwayat Dm dalam garis keturunan Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4.000 gramPemerikasaan fisik : Tinggi badan dan berat badan (tidak sesuai dengan IMT), tekanan darah (hipertensi), lingkar pinggang (cewek >80, cowok >90) Tanda neuropati Mata ( visus, lensa mata dan retina ) Keadaan kaki ( termasuk rabaan nadi kaki ), kulit dan kuku. Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal 1 kali saja cukup untuk menegakan diagnosisApabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan 2 kali pemeriksaan glukosa darah abnormal

*TTGO : Tes Toleransi Glukosa OralCara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994) Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi GlukosaTerganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh- TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 199 mg/dl- GDPT : glukosa darah puasa antara 100 125 mg/dl.

Pemeriksaan PenunjangDarah1. Kadar glukosa darah : puasa, sewaktu, 2 jam post prandial.1. Tes toleransi glukosa oral (TTGO)1. Kurva Harian glukosa1. Kadar keton darah1. Kadar Hb A1c1. Kadar fruktosamin1. Kadar insulin1. Kadar C-peptide1. Pemeriksaan lain: tes fungsi ginjal, analaisa gas darah, kadar lipid, imunoserologisUrin :1. Reduksi/glukosa urin1. Protein, mikroalbumin1. Benda Keton1. Sedimen Urin

DARAH Glukosa darah puasa (GDP): puasa 10-14 jam sebelum pengambilan darah. Glukosa darah sewaktu (GDS): pengambilan darah tanpa melihat kapan terakhir makan. Glukosa darah 2 jam post prandial : pengambilan darah 2 jam setelah makan atau setelah konsumsi 75 gr glukosa. Selama menunggu 2, pasien duduk istirahat, tidak makan/minum lagi dan tidak merokok.

Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)Untuk diagnostik pada pasien dengan kadar glukosa yang meragukan (belum pasti DM). Tidak dilakukan pada pasien dengan gejala klinik khas DM.Tiga hari sebelum tes pasien diet cukup karbohidrat (>150 gr/hari) dan melakukan aktifitas fisik seperti yang biasa dilakukan. Puasa paling sedikit 8 jam malam hari sebelum pemeriksaan. Kurva Harian GlukosaGlukosa darah diperiksa 3-4 kali sehari sebelum makan pagi, siang dan makan malam. Tujuan untuk menilai metabolisme tubuh dalam waktu sehari dan memantau hasil pengobatan. Pemeriksaan kadar HbA1c dan fruktosaminMerupakan hasil glikosilasi non enzimatik protein. Digunakan untuk memantau hasil pengobatan. Pada hipergilkemia yang berlangsung lama protein-protein hasil glikosilasi non enzimztik meningkat, antara lain HbAc1 yang menggambarkan kadar gula darah 1-3 bulan sebelum pemeriksaan dan fruktosamin yang menggambarkan kadar gula darah 1-3 minggu sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan HbA1c perlu dilakukan pada awal penanganan penderita dan setiap 3 bulan untuk memantau hasil pengobatan. Pemeriksaan Benda Keton DarahDua benda keton utama adalah asetoasetat dan 3-beta hidroksi butirat (3HB). Dalam keadaaan normal, 3 HB merupakan 75-85 % dari benda keton dalam sirkulasi. Produksi benda keton meningkat pada keadaan puasa, aktifitas fisik yang berkepanjangan dan diet tinggi lemak. Keadaan patologis yang menimbulkan ketoasidosis adalah DM, defisiensi kortisol, defisiensi Growth Hormon, intoksikasi alkohol dan salisilat dan pada bayi dengan inborn errors of metabolism. Penting untuk memantau komplikasi ketoasidosis terutama pada pasien DM tipe1, DM pada kehamilan, pasien DM yang sakit/ stress dan pasien DM yang tidak terkontrol. Untuk diagnosis dan monitoring terapi ketoasidosis, pengukuran kadar 3HB mempunyai korelasi yang lebih baik dengan kadar gula darah.Saat ini pemeriksaan 3HB dalam darah sudah dapat dilakukan dengan cara carik uji memakai alat glukometer, bersamaan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam keadaan normal kadar keton darah 1 mmol/L disebut hiperketonemia dan > 3mmol/L merupakan indikasi adanya ketoasidosis. Pemeriksaan analisa gas darah (Astrup)Memantau komplikasi akibat DM. Pemeriksaan profil lipid. Untuk pemantauan pengendalian diabetes melitus dan pencegahan sekunder. Diperiksa kolesterol total, trigliserida, kolesterol-HDL, kolesterol-LDL., Kolesterol VLDL. Kadar insulin dan proinsulin (C- peptide)Untuk menilai fungsi pancreas, diperiksa secar imunologis. Kelemahan pemeriksaan insulin adalah dipengaruhi oleh antibody insulin darah, sedangkan C-peptide tidak.

BAHAN PEMERIKSAANUntuk pemeriksaan kadar glukosa darah digunakan serum/ plasma vena, kapiler (whole blood = darah utuh). Kandungan glukosa darah kapiler lebih tinggi 7-10% dari glukosa dalam vena (keadaan puasa 2-3 mg/dL, sehabis makan 20-30 mg/dL).

METODE PEMERIKSAANUntuk pemeriksaan kadar glukosa darah saat ini banyak dipakai metode enzimatik metode glocose oxidase atau Hexokinase karena hasil pemeriksaan mempunyai spesifitas tinggi. Untuk diagnostik DM, dianjurkan pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan plasma vena.Urin Pemeriksaan Urin rutinUntuk mencari adanya kelainan / komplikasi pada saluran kemih, misalnya infeksi atau insufisiensi ginjal. Glukosa urin dan keton urinPemeriksaan glukosa urin secara tidak langsung menggambarkan kadar glukosa darah > 180 mg/dL (batas ambang ginjal untuk glukosa), maka pemeriksaan glukosa urin akan positif. Namun urin yang dikeluarkan tidak selalu berkorelasi dengan glukosa darah, sehingga pemeriksaan glukosa urin tidak dianjurkan untuk memastikan diagnosis DM. Pemeriksaan glukosa urin dapat dipakai untuk pemantauan hasil pengobatan. Pemeriksaan keton urin dilakukan bila didapatkan tanda-tanda ketoasidosis. Namun pemeriksaan keton urin mempunyai kelemahan karen menggambarkan kadar glukosa darah beberapa jam sebelum tes dan saat ini baru bisa mendeteksi aseton dan asetoasetat, bukan 3 HB. MikroalbuminuriaPenting untuk deteksi dini komplikasi ginjal. Terdeteksinya albumin dalam jumlah kecil (< 30 mg/dL) dalam urin menunjukan adanya komplikasi ginjal.

BAHAN PEMERIKSAANUntuk pemeriksaan urin rutin, protein, glukosa, keton dan sedimen urin dipakai urin porsi tengah, segar. Spesimen untuk tes mikroalbuminuria dipakai urin 24 jam.Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat pada tabel 3.Bukan DMBelum pasti DMPasti DM

Kadar glukosaPlasma vena< 100100-199>200

Darah sewaktuDarah kapiler< 9090-199>200

Kadar glukosaPlasma vena< 100100-125>126

Darah puasaDarah kapiler< 9090-99>100

Catatan :Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun. (BUKU KONSENSUS)

Diagnosis Banding :a. Cystic fibrosisb. Diabetes mellitus type lc. Diabetic ketoacidosisd. Drug-induced glucose intolerancee. Gestational diabetesf. Glucose intoleranceg. Pancreatitis

3.7 Tatalaksana3.7.1 Farmakologis

0. Obat Antidiabetik Oral

A. Pemicu Sekresi Insulin1. Golongan Sulfonilurea Generasi 1 : Tolbutamid, Tolazamid, Asetoheksimid Generasi 2 : Glipizis, Gliklazid dan Glimepirid Mekanisme kerja : Merangsang sekresi insuolin dari granul el beta Langerhans melalui interaksi dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel beta yang menimbulkan depolarisasi senhingga membuka kanal Ca. Ion Ca yang masuk akan merangsang granula sel beta mensekresi insulin. Efek Samping : Jangka panjang menimbulkan hipoglikemia, mual muntah, gangguan saraf pusat, diare Farmakokinetik : Absorpsi saluran cerna efektif, makanan dan hiperglikemia mengurangi absorpsiDi metabolisme di hepar Kontra Indikasi : Pasien gangguan hepar Indikasi : berhasil untuk pasien dengan DM timbul di atas 40 tahun. Interaksi : meningkatkan risiko hipoglikemia jika digunakan bersamaan insulin, alkohol, sulfonamid, salisilat dosis besar, kloramfenikol, anabolic steroid.2. Metiglinid Repalinid dan nateglinid Mekanisme sama dengan Sulfonilurea, menutup kanal ATP-independent di sel beta pankreas. Farmakokinetik : absorpi cepar dan kadar puncak 1 jam. Metabolisme di hati. Efek samping : Hipoglikemia.

B. Peningkat sensitivitas Insulin1. Biguanid Fenformin, buformin, metformin Mekanisme kerja : menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin karena adanya aktivase kinase di sel. Farmakokinetik : dalam darah tidak terikat protein plasma, waktu paruh 2 jam. Efek samping : mual, muntah, diare, peningkatan asam laktat dalam darah. Indikasi :Diabetes dewasa, bukan pengganti insulin endogen. Kontra Indikasi : kehamilan, pasien penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremua dan PJK serta penyakit paru dengan hipoksia kronik.2. Tiazolidinedion Mekanisme kerja : Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa perifer. Kontra Indikasi : Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena meningkatkan retensi cairan.C. Penghambat Alfa Glukosidase0. Acarbose Farmokinetik : bekerja lokal pada saluran pencernaan, di metabolisme oleh aktifitas enzim pencernaan. Mekanisme kerja : memperlambat pemecahandan penyerapan karbohidrat kompleks dengan menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dingding enterosit proksimal usus halus sehingga terjadi penurunan glukosa post prandial. Indikasi : digunakan sebagai monoteapi karena tidak menyebabkan hipoglikemia Efek Samping : daire, faltulance Kontra indikasi : irritable bowl syndrome, obstruksi salurancerna, sirosis, gangguan fungsi ginjal.D. Golongan IncretinDua hormon incretin yang dikeluarkan saluran cerna adalah a. GIP : oleh sel K duodenumb. GLP-1 : oleh sel L mukosa usus dan sel alfa pankreas berfungsi menekan sel alfa pankreas dalam mensekresikan glukagon.Kedua hormon ini meningkatkan sekresi insulin.E. Penghambat Dipeptidyl Peptidase IV (Penghambat DPP-IV) Diharapkan dapat memperpanjang masa kerja GLP-1 a. GLP-1 Mimetik dan Analog: Berbentuk injeksi subkutan.

Alogaritme Penatalaksaaan DM tanpa dekompensasi

0. Terapi Insulin1. Sediaan :Termasuk obat utama DM 1 dan beberapa tipe 2. Suntikan insulin dulakukan dengan IV, IM, SK (jangka panjang). Pada SK insulin akan berdifusi ke sirkulasi perifer yang seharusnya langsung masuk ke sirkulasi portal, karena efek langsung hormone ini pada hepar menjadi kurang.1. Indikasi dan tujuan : Insulin SK diberikan pada DM 1, DM 2 yang tidak dapat diatasi dengan diet/ antidiabetik oral, dll. Tujuan pemberian insulin adalah selain untuk menormalkan kadar insulin juga untuk memperbaiki semua aspek metabolism. 1. Dosis : Kebutuhan insulin pada DM antara 5-150 U sehari tergantung dari keadaan pasien. Dosis awal DM muda 0,7-1,5 U/kgBB Untuk DM dewasa kurus 8-10 U insulin kerja sedang diberikan 20-30mnt sblm makan pagi, dan 4-5 U sebelum makan malam. DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.1. ES : Hipoglikemi, alergi dan resisten, lipoatrofi dan lipohipertrofi, edem, kembung,dll.1. Interaksi : antagonis (adrenalin, glukokortikoid, kortikotropin, progestin, GH, Tiroid, estrogen, glucagon,dll)Insulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Ketoasidosis diabetik Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik Hiperglikemia dengan asidosis laktat Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHOBerdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) Insulin kerja pendek (short acting insulin) Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) Insulin kerja panjang (long acting insulin) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).Efek samping terapi insulin Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia. Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.Dasar pemikiran terapi insulin: Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi. Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang). Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai. Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial (meal-related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali basal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus). Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan glukosa darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose). Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

Cara Penyuntikan Insulin Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit. Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama. Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100 unit/mL).

3.7.2 Non FarmakologisA. EdukasiDM umumnya terjadi saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Timkes mendampingi pasien untuk menuju perubahan perilaku sehat. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien.B. Terapi gizi medisC. Latihan jasmani Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL. Latihan jasmani yang dianjurkan: Dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobic berat (mencapai denyutjantung>70% maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.

3.8 Komplikasi3.8.1 AkutKomplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah:1. Ketoasidosis Diabetik (DKA). Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa juga terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan mengalami hal berikut:a. Hiperglikemiab. Hiperketonemiac. Asidosis metabolikHiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis,peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik1. Dehidrasi8. Poliuria2. Hipotensi (postural atau supine)9. Bingung3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer10. Kelelahan4. Takikardi11. Mual-muntah5. Kusmaul breathing12. Kaki kram6. Nafas bau aseton13. Pandangan kabur7. Hipotermia14. Koma (10%)

2. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:a. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.b. Dehidrasi beratc. UremiaPasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.Penatalaksanaan HHNKPenatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang terpenting adalah:Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis setengah dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3 unit/jam.73. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk, memperlihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM. Meskipun hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya.Penyebab Hipoglikemia :1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan2. Berat badan turun 3. Sesudah olah raga4. Sesudah melahirkan5. Sembuh dari sakit6. Makan obat yang mempunyai sifat serupaTanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.Tanda-tanda Hipoglikemia1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitug sederhana.3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan, berdebar-debar.4. Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral ataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:1)Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.2)Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:Insulin reguler: 2-4 jam setelah suntikanInsulin NPH : 8-10 jam setelah suntikanP.Z.I : 18 jam setelah suntikan3)Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik), sedangkan akibat insulin sangat menonjol.

3.8.2 Kronis1. Makroangiopati Pembuluh darah jantung Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul. Pembuluh darah otak1. Mikroangiopati: Retinopati diabetic Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan memberatnya retinopati. Terapi aspi-rin tidak mencegah timbulnya retinopati Nefropati diabetic Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan me-ngurangi risiko nefropati Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) jugaakan mengurangi risiko terjadinya nefropati1. Neuropati Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neu-ropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisikotinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar danbergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perludilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monolamen 10 gram sedikitnya setiap tahun. Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatankaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine,antidepresan trisiklik, atau gabapentin. Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki. Untuk penatalaksanaan penyulit iniseringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.

3.9 PrognosisKematian berisiko dua sampai tiga kali lebih tinggi di antara orang dengan diabetes tipe 2 dibandingkan pada populasi umum. Sebanyak 75% orang dengan diabetes melitus tipe 2 akan mati karena penyakit jantung dan 15% dari stroke. Angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler hingga lima kali lebih tinggi pada orang dengan diabetes dibandingkan orang tanpa diabetes. Untuk setiap kenaikan 1% pada level HbA1c, resiko kematian dari penyebab diabetes meningkat terkait dengan 21%.

3.10 Pencegahan

Menurut WHO, ada tiga jenis atau tiga tahap, yaitua. Pencegahan primer Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemi pada individu di populasi umum.b. Pencegahan sekunder Menemukan pengidap DM sedini mungkin dengan penyaringan populasi risiko tinggi sehingga pasien yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring untuk mencegah komplikasi selagi masih reversiblec. Pencegahan tersierSemua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi, meliputi Mencegah timbulnya komplikasi Mencegah progresi dari komplikasi agar tidak menjadi kegagalan organ Mencegah kecacatan tubuh

4. Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetik4.1 DefinisiRetinopati diabetic adalah suatu mikroangiopati yang mengenai arteriola prekapiler retina, kapiler dan venula, akan tetapi pembuluh darah yang besarpun dapat terkena. Keadaan ini merupakan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus yang menyebabkan kerusakan pada mata dimana secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata sehingga mengalami kebocoran.

4.2 Manifestasi KlinisGejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa : Kesulitan membaca Penglihatan kabur Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata Melihat lingkaran-lingkaran cahaya Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip Gejala Objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa : Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior. Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina. Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok , dalam, berkelompok, dan ireguler. Mulamula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerahpreretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid ( preretinal ) maupun perdarahan badan kaca. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan

4.3 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan ter tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana dipelayanan kesehatan primer.Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS). Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.

Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.Gb. OCT pada Mata normalGb. OCT pada Retinopati diabetik

OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.

Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DiabetikPemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontraindikasi pemberian midriatikum.Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio