WORD Decom Cordis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

WORD Decom Cordis

Citation preview

BAB 1PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan tahap akhir dariseluruh penyakit jantung dan merupakan penyebabpeningkatan morbiditas dan mortalitas pasienjantung.1 Diperkirakan hampir lima persen daripasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanitadan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalamsetahun diperkirakan 2,3 3,7 perseribu penderitapertahun.2 Kejadian gagal jantung akan semakinmeningkat di masa depan karena semakinbertambahnya usia harapan hidup danberkembangnya terapi penanganan infark miokardmengakibatkan perbaikan harapan hidup penderitadengan penurunan fungsi jantung.3Gagal jantung susah dikenali secara klinis,karena beragamnya keadaan klinis serta tidakspesifik serta hanya sedikit tanda tanda klinis padatahap awal penyakit. Perkembangan terkinimemungkinkan untuk mengenali gagal jantungsecara dini serta perkembangan pengobatan yangmemeperbaiki gejala klinis, kualitas hidup,penurunan angka perawatan, memperlambatprogresifitas penyakit dan meningkatkankelangsungan hidup.3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Dekompensasi kordis atau gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh gagalnya mekanisme kompensasi otot miokard dalam mengantisipasi peningkatan beban volume berlebihan ataupun beban tekanan berlebih yang tengah dihadapinya, sehingga tidak mampu memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh. Kemampuan jantung sebagai pompa sesungguhnya sangat bergantung pada kontraktilitas otot jantung. Dan kemampuan kontraksi ini, ternyata tidak hanya ditentukan oleh kontraktilitas sarkomer miokard itu sendiri, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh besarnya preload (beban volume), afterload (beban tekanan), dan heart rate (frekuensi denyut jantung)(1,2). Gagal jantung dan respon kompensatoriknya mengakibatkan kelainan pada tiga penentu utama dari fungsi miokardium, yaitu beban awal (preload), kontraktilitas, dan beban akhir (afterload):(2)a. Beban awal (preload)Beban awal adalah derajat peregangan serabut miokardium pada akhir pengisian ventrikel atau diastolik. Meningkatnya beban awal sampai titik tertentu memperbanyak tumpang tindih antara filamen-filamen aktin dan miosin, sehingga kekuatan kontraksi dan curah jantung meningkat. Hubungan ini dinyatakan dengan Hukum Starling, yaitu peregangan serabut-serabut miokardium selama diastole akan meningkatkan kekuatan kontraksi pada sistole. Beban awal dapat meningkat dengan bertambahnya volume diastolik ventrikel, misalnya karena retensi cairan, sedangkan penurunan beban awal dapat terjadi pada diuresis. Secara fisiologis, peningkatan volume akan meningkatkan tekanan pada akhir diastole untuk menghasilkan perbaikan pada fungsi ventrikel dan curah jantung, namun pada ventrikel yang gagal, penambahan volume ventrikel tidak selalu disertai perbaikan fungsi ventrikel. Peningkatan tekanan yang berlebihan dapat mengakibatkan bendungan paru atau sistemik, edema akibat transudasi cairan, dan mengurangi peningkatan lebih lanjut dari volume dan tekanan. Perubahan dalam volume intrakardial dan perubahan akhir pada tekanan bergantung pada kelenturan daya regang ruang-ruang jantung. Ruang jantung yang sangat besar, daya regangnya dapat menampung perubahan volume yang relatif besar tanpa peningkatan tekanan yang bermakna. Sebaliknya, pada ruang ventrikel yang gagal dan kurang lentur, penambahan volume yang kecil dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang bermakna dan dapat berlanjut menjadi pembendungan dan edem.b. KontraktilitasKontraktilitas menunjukkan perubahan-perubahan dalam kekuatan kontraksi atau keadaan inotropik yang terjadi bukan karena perubahan-perubahan dalam panjang serabut. Pemberian obat-obat inotropik positif seperti katekolamin atau digoksin, akan meningkatkan kontraktilitas, sedangkan hipoksia dan asidosis akan menekan kontraktilitas. Pada gagal jantung terjadi depresi dari kontraktilitas miokardium.c. Beban akhir (afterload) Beban akhir adalah besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus dicapai untuk mengejeksikan darah sewaktu sistolik. Menurut Hukum Laplace, ada tiga variabel yang mempengaruhi tegangan dinding yaitu ukuran atau radius intraventrikel, tekanan sistolik ventrikel dan tebal dinding. Vasokonstriksi arteri yang meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel dapat meningkatkan tekanan sistolik ventrikel, sedangkan retensi cairan dapat meningkatkan radius intraventrikel. Pemberian vasodilator dan hipertrofi ventrikel sebagai konsekuensi lain dari gagal jantung dapat mengurangi beban akhir.Dahulu gagal jantung dianggap merupakan akibat dari berkurangnya kontraktilitas dan daya pompa jantung, sehingga diperlukan inotropik untuk meningkatkan kontraktilitas, dan diuretik serta vasodilator untuk mengurangi beban jantung. Sekarang gagal jantung dianggap sebagai remodeling progresif akibat beban atau penyakit pada miokard sehingga pencegahan progresivitas dengan penghambat neurohumoral (neurohumoral blocker) seperti ACE-inhibitor, angiotensin reseptor blocker dan beta-blocker diutamakan disamping obat konvensional (diuretik dan digitalis), ditambah dengan terapi yang muncul belakangan ini seperti bedah rekonstruksi ventrikel kiri (LV reconstruction surgery) dan mioplasti.Meningkatnya harapan hidup disertai makin tingginya angka yang selamat dari serangan infark jantung akut akibat kemajuan pengobatan dan penatalaksanaannya, mengakibatkan semakin banyak orang yang hidup dalam keadaan disfungsi ventrikel kiri, yang selanjutnya masuk ke dalam gagal jantung kronis, dan semakin banyak yang dirawat akibat gagal jantung kronis.Gagal jantungjuga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagaljantung kronis dekompensasi, serta gagal jantungkronis.2

1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik : Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan echocardiography. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif. 2. Low Output dan High Output Heart Failure Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan. 3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda. 4. Gagal Jantung Akut dan Kronik Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik. Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure, hampir selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena(backward failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh rongga jantung.

2.2 KlasifikasiBeberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan danpenanganan gagal jantung. Sistem klasifikasitersebut antara lain pembagian berdasarkan Killipyang digunakan pada Infark Miokard Akut,klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu Klasifikasi KillipKlasifikasi berdasarkan Killip digunakan padapenderita infark miokard akut, dengan pembagian: Derajat I : tanpa gagal jantung Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus dibasal paru, S3 galop dan peningkatantekanan vena pulmonalis Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paruseluruh lapangan paru. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanandarah sistolik _ 90 mmHg) danvasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dandiaforesis) kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan.2

Stevenson Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi menjadi empat kelas, yaitu: Kelas I (A) : kering dan hangat (dry warm) Kelas II (B) : basah dan hangat (wet warm) Kelas III (L) : kering dan dingin (dry cold) Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet cold)

NYHA.2Menurut New York Heart Association ( NYHA ), gagal jantung di klasifikasikan berdasarkan pengaruhnya terhadap aktivitas sehari-hari.Kelas I : sesak nafas ketika aktivitas beratKelas II : sesak nafas ketika aktivitas sedangKelas III: sesak nafas ketika aktivitas ringan Kelas IV: sesak nafas ketika istirahat

2.3 EtiologiGagal jantung dapat disebabkan oleh banyakhal. Secara epidemiologi cukup penting untungmengetahui penyebab dari gagal jantung, di negaraberkembang penyakit arteri koroner dan hipertensimerupakan penyebab terbanyak sedangkan dinegara berkemban yang menjadi penyebabterbanyak adalah penyakit jantung katup danpenyakit jantung akibat malnutrisi.4 Pada beberapakeadaan sangat sulit untuk menentukan penyebabdari gagal jantung. Terutama pada keadaan yangterjadi bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada FraminghamStudy dikatakan sebagai penyebab gagal jantungpada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.4 Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok jugamerupakan faktor yang dapat berpengaruh padaperkembangan dari gagal jantung. Selain itu beratbadan serta tingginya rasio kolesterol total dengankolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risikoindependen perkembangan gagal jantung.Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kanrisiko terjadinya gagal jantung pada beberapapenelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagaljantung melalui beberapa mekanisme, termasukhipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiridikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolikdan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinyainfark miokard, serta memudahkan untuk terjadinyaaritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmiaventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkanhipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat denganperkembangan gagal jantung.4Kardiomiopati didefinisikan sebagaipenyakit pada otot jantung yang bukan disebabkanoleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakitjantung kongenital, katup ataupun penyakit padaperikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadiempat kategori fungsional : dilatasi (kongestif) hipertrofi restriktif obliterasi. Kardiomiopatidilatasi merupakan penyakit otot jantung dimanaterjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri denganatau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnyaantara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringanikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss danpoliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertrofik dapatmerupakan penyakit keturunan (autosomaldominan) meski secara sporadik masihmemungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainanpada serabut miokard dengan gambaran khashipertrofi septum yang asimetris yang berhubungandengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopatihipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktifditandai dengan kekakuan serta complianceventrikel yang buruk, tidak membesar dandihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.4,5Penyakit katup sering disebabkan olehpenyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudahmulai berkurang kejadiannya di negara maju.Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalahregurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasimitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkankelebihan beban volume (peningkatan preload)sedangkan stenosis aorta menimbulkan bebantekanan (peningkatan afterload).Aritmia sering ditemukan pada pasiendengan gagal jantung dan dihubungkan dengankelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiripada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagaljantung seringkali timbul bersamaan.Alkohol dapat berefek secara langsung padajantung, menimbulkan gagal jantung akut maupungagal jantung akibat aritmia (tersering atrialfibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapatmenyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit ototjantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagaljantung 2 3% dari kasus. Alkohol juga dapatmenyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensitiamin. Obat obatan juga dapat menyebabkangagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicindan obat antivirus seperti zidofudin juga dapatmenyebabkan gagal jantung akibat efek toksiklangsung terhadap otot jantung.5

2.4 PatofisiologiGagal jantung merupakan kelainanmultisitem dimana terjadi gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin Angiotensin Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.6,7 Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan padabaroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkankontraktilitas serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbulberkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.6 Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. AngiotensinII juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.6,7Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriureticpeptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitianyang menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung.2,6 Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkanhiponatremia.2Endotelin disekresikan oleh sel endotelpembuluh darah dan merupakan peptidevasokonstriktor yang poten menyebabkan efekvasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yangbertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasiendotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuaidengan derajat gagal jantung. Selain itu jugaberhubungan dengan tekanan pulmonary arterycapillary wedge pressure, perlu perawatan dankematian. Telah dikembangkan endotelin-1antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerjamenghambat terjadinya remodelling vaskular danmiokardial akibat endotelin.2,6Disfungsi diastolik merupakan akibatgangguan relaksasi miokard, dengan kekakuandinding ventrikel dan berkurangnya complianceventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebabtersering adalah penyakit jantung koroner,hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dankardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lainseperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid.Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 40 %penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikelyang masih normal. Pada penderita gagal jantungsering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.

2.5 DiagnosisKriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara luas. Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan minimal 2 kriteria mayor atau satu kriteria mayor disertai 2 kriteria minor. Kriteria minor tersebut dapat diterima jika kriteria minor tersebut tidak berhubungan dengan penyakit seperti hipertensi pulmonal, ppok, sirosis hati atau sindroma nefrotik.Tabel 1. Kriteria FraminghamKriteria mayorKriteria minor

Paroxysmal nocturnal dyspneaEdema malleolus bilateral

Distensi vena leherDyspnea pada exersi biasa

Krepitasi Takikardia(.120/min)

S3 gallopBatuk nocturnal

Kardiomegali(rasio kardiotorak .50% pada rontgen torak)Hepatomegaly

Edema pulmonal akutEfusi pleura

Reflux hepatojugularPenurunan dalam kapasitas vital dalam 1/3 dari maksimal

Peningkatan tekanan vena sentral (.16cmH2O pada atrium kanan)

Penurunan berat badan .4,5kg dalam 5 hari sebagai respon terhadap pengobatan

Secara klinis pada penderita gagal jantungdapat ditemukan gejala dan tanda seperti sesaknafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP,hepatomegali, edema tungkai.8-10 Pemeriksaanpenunjang yang dapat dikerjakan untukmendiagnosis adanya gagal jantung antara lain fotothorax, EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaandarah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tesfungsi paru.2,11,12Pada pemeriksaan foto dada dapatditemukan adanya pembesaran siluet jantung(cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongestivena pulmonalis terutama di zona atas pada tahapawal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisurahorizontal dan garis Kerley B pada sudutkostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHgdidapatkan gambaran batwing pada lapangan paruyang menunjukkan adanya udema paru bermakna.Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral,tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkenaadalah bagian kanan.8,10Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkangambaran abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normaldapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yangsering didapatkan antara lain gelombang Q,abnormalitas ST T, hipertrofi ventrikel kiri,bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanyamenunjukkan gambaran yang normal, kemungkinangagal jantung sebagai penyebab dispneu padapasien sangat kecil kemungkinannya.8Ekokardiografi merupakan pemeriksaannon-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung.Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaranobyektif mengenai struktur dan fungsi jantung.Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografiadalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung,susah bernafas yang berhubungan dengan murmur,sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium,serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri(infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol,atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasigangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik,mengetahui adanya gangguan katup, sertamengetahui risiko emboli.8Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untukmenyingkirkan anemia sebagai penyebab susahbernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakitdasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yangberat akibat berkurangnya kemampuanmengeluarkan air sehingga dapat timbulhiponatremia dilusional, karena itu adanyahiponatremia menunjukkan adanya gagal jantungyang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perludikerjakan selain untuk mengetahui adanyagangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosisarteri renalis apabila terjadi peningkatan serumkreatinin setelah pemberian angiotensin convertingenzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretiktanpa suplementasi kalium dan obat potassiumsparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantungberat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaanACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Padagagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin,AST dan LDH) gambarannya abnormal karenakongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albuminserum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan.Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penandabiologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300pg/ml.2,8,12-14Pemeriksaan radionuklide atau multigatedventrikulografi dapat mengetahuiejection fraction,laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik,dan abnormalitas dari pergerakan dinding.Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulangakibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapatmengetahui gangguan fungsi yang global maupunsegmental serta mengetahui tekanan diastolik,sedangkan kateterisasi jantung kanan untukmengetahui tekanan sebelah kanan (atrium kanan,ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) sertapulmonary artery capillary wedge pressure.8,15

2.6 PenatalaksanaanPenatalaksanaan penderita dengan gagaljantung meliputi penatalaksanaan secara nonfarmakologis dan secara farmakologis, keduanyadibutuhkan karena akan saling melengkapi untukpenatalaksaan paripurna penderita gagal jantung.Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dankronik ditujukan untuk memperbaiki gejala danprogosis, meskipun penatalaksanaan secaraindividual tergantung dari etiologi serta beratnyakondisi. Sehingga semakin cepat kita mengetahuipenyebab gagal jantung akan semakin baikprognosisnya.2,16Penatalaksanaan non farmakologis yangdapat dikerjakan antara lain adalah denganmenjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya,pengobatan serta pertolongan yang dapat dilakukansendiri. Perubahan gaya hidup seperti pengaturannutrisi dan penurunan berat badan pada penderitadengan kegemukan. Pembatasan asupan garam,konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan cairanperlu dianjurkan pada penderita terutama padakasus gagal jantung kongestif berat. Penderita jugadianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsiotonom, endotel serta neurohormonal dan jugaterhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun efekterhadap kelangsungan hidup belum dapatdibuktikan. Gagal jantung kronis mempermudahdan dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehinggavaksinasi terhadap influenza dan pneumococal perludipertimbangkan. Profilaksis antibiotik pada operasidan prosedur gigi diperlukan terutama padapenderita dengan penyakit katup primer maupunpengguna katup prostesis.16Penatalaksanaan gagal jantung kronismeliputi penatalaksaan non farmakologis danfarmakologis. Gagal jantung kronis bisaterkompensasi ataupun dekompensasi. Gagaljantung terkompensasi biasanya stabil, dengan tandaretensi air dan edema paru tidak dijumpai.Dekompensasi berarti terdapat gangguan yangmungkin timbul adalah episode udema paru akutmaupun malaise, penurunan toleransi latihan danuntuk menghilangkan gejala dan memperbaikikualitas hidup. Tujuan lainnya adalah untukmemperbaiki prognosis serta penurunan angkarawat.15Gagal jantung pada eksaserbasi akut pada kondisi emergensi dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab seperti : perbaikan hemodinamik menghilangan kongesti paru, perbaikan oksigenasi jaringan2Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi dan pemberian natrium bikarbonat utnuk memperbaiki asidosis.16Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid dengan dosis 40 mg-80 mg IV/24 jam. Hal ini akan menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasodilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bilamemungkinkan.2,18 Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin dengan dosis 2,5-5 mg IV / 24 jam ,hal ini penting dalam penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkankecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru.2 Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasiendengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjaidkeseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 24 jam.2,19Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 0,5 g/kg/menit.2,19 Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 g/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01 g/kg/menit.2Pemberian inotropik dan vasodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan.Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg.1,2,16 Pemberian dopamin 2 g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 5 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 15 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnyakontrkatilitas. Dosis umumnya 2 3 g/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 15 g/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 20 g/kg/mnt.2Pada penderita gagal jantung dengan hipotensi yang telah mendapat terapi beta bloker tapi masih dibutuhkan inotropic positif maka diberikan Phospodiesterase inhibitor yang menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensiyang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kg bolus 10 20 menit kemudian infus 0,375 075 g/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 0,75 g/kg bolus kemudian 1,25 7,5 g/kg/mnt.2 Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit. Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt. Norepinefrindiberikan dengan dosis 0,2 1 g/kg/mnt.2Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan afterload. Tekanan darahditurunkan dengan menggunakan obat seperti loop diuretik intravena, nitrat atau nitroprussideintravena maupun antagonis kalsium intravena (nicardipine). Loop diuretik yang sering digunakan adalah furosemide dengan dosis diberikan dengan dosis 40-80 mg /24 jam IV pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitratuntuk menurunkan preload dan afterload sehingga meningkatkan aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal, diterapi sesuai penyakit dasar. Penderita gagal jantung yang datang dengan Aritmia jantung harus diterapi.2 Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator,ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverterdevice bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikeldan takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikansebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderitadengan syok kardiogenik yang tidak responterhadap terapi terutama inotropik.1,2

Pada penderita gagal jantung konis obat obat yang biasa digunakanantara lain: diuretik (loop danthiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, beta blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol),digoxin, spironolakton, vasodilator (hydralazine/nitrat), antikoagulan, antiaritmia, serta obat positifinotropik.15-17Berikut adalah algoritma penanganan untuk pasien dengan gagal jantung sistolik kronik simtomatik (NYHA fungsional kelas II-IV)

Algoritma Penanganan Pasien NYHA fungsional kelas II-IV

Obat-obatan pada penanganan gagal jantung kronis:1.DiuretikBilamana digunakan sebagai monoterapi, tingkat keefektifan mencapai kira- kira 30-40% dari pasien- pasien dan paling membantu untuk menurunkan tekanan darah sistolik. Harga murah dan berdasarkan hasil meta- analisa menunjukkan terapi diuretic mampu menurunkan kadar mortalitas kardiak dan juga stroke. Juga merupakan terapi antihipertensi efektif pada golongan tua.Tabel 2. Dosis diuretik yang umum digunakanpada gagal jantung

2. Angiotensin- converting enzyme inhibitorACE-I bertindak sebagai agen pemblokir konversi angiotensin I inaktif menjadi angiotensin II. Agen ini mempunyai kadar sukses 50% sebagaimonoterapi dan bila digunakan sebagai terapi kombinasi dengan diuretic dosis rendah, beta bloker atau calcium channel blocker. ACE-I amatlah berkesan dalam mengontrol tekanan darah pada hamper 80% pasien.

3. Beta- blokerPenggunaan monoterapi beta- bloker efektif terhadap 50-60% pasien, terutama di kalangan yang dengan system renin- angiotensin yang teraktivasi. Obat ini menurunkan tekanan darah dengan menurunkan denyut jantung serta menurunkan kontraktilitas jantung serta curah jantung.

4. Mineralokortokoid/ aldosterone receptor antagonistSpironolactone dan eplerenone menblok reseptor yang berikatan dengan aldosterone dan kortikosteroid yang lain.

5. Angiotensin receptor blockerAgenini secara selektif memblokir reseptor angiotensin II, memberikan efek vasodilatasi yang mirip dengan ACE-I. agen ini sering digunakan jika pasien tidak toleran terhadap ACE-I.

6. IvabradineIvabradine adalah obat yang meninhibisi kanal If di nodus sinus. Obat in hanya menurukan denyut jantung pada pasien dengan ritme sinus (tidak menurunkan denyut ventrikel pada fibrilasi atrial.

7. Digoxin dan glikosida digitalis lainnyaPada pasien dengan simptomatik gagal jantung dan fibrilasi atrial, digoxin dapat membantu menurunkan kecepatan ventrikel. Digoxin juga dapat digunakan pada pasien dengan gagal jantung dan ejeksi fraksi jantung kiri