29
BAB I PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu komunikasi terapeutik memegang peranan penting memecahkan masalah yang dihadapi pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi proposional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien pada komunikasi terapeutik terdapat dua komonen penting yaitu proses komunikasinya dan efek komunikasinya. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi untuk personal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar petugas kesehatan dengan pasien. Berdasarkan bukti epidemiologi terkini, jumlah penderita diabetes di seluruh dunia saat ini mencapai 200 juta dan diperkirakan meningkat lebih dari 330 juta pada tahun 2025. Alasan peningkatan ini termasuk meningkatkan angka harapan hidup dan pertumbuhan populasi yang tinggi dua kali lipat disertai peningkatan angka obesitas yang dikaitkan dengan urbanusasi dan ketergantungan terhadap makanan olahan.(1) 1

Wawancara Pasien Kronis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Wawancara Pasien Kronis

BAB I

PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG

Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan

hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien untuk mengenal kebutuhan pasien dan

menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh

karena itu komunikasi terapeutik memegang peranan penting memecahkan masalah yang

dihadapi pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi proposional yang

mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien pada komunikasi terapeutik terdapat

dua komonen penting yaitu proses komunikasinya dan efek komunikasinya. Komunikasi

terapeutik termasuk komunikasi untuk personal dengan titik tolak saling memberikan

pengertian antar petugas kesehatan dengan pasien.

Berdasarkan bukti epidemiologi terkini, jumlah penderita diabetes di seluruh

dunia saat ini mencapai 200 juta dan diperkirakan meningkat lebih dari 330 juta pada

tahun 2025. Alasan peningkatan ini termasuk meningkatkan angka harapan hidup dan

pertumbuhan populasi yang tinggi dua kali lipat disertai peningkatan angka obesitas yang

dikaitkan dengan urbanusasi dan ketergantungan terhadap makanan olahan.(1)

Tingkat prevalensi dari diabetes mellitus sangatlah tinggi. Di Amerika Serikat,

18,2 juta individu pengidap diabetes (6,3% dari populasi), hampir satu per tiga tidak

menyadari bahwa mereka memiliki diabetes. Diabetes merupakan penyebab kematian

ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan akibat retinopati

diabetic. Pada usia yang sama, penderita dabetes paling sedikit 2,5 kali levih sering

terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita diabetes.(2)

Tujuh puluh lima persen penderita diabetes mellitus akhirnya meninggal karena

penyakit vascular. Komplikasi yang paling utama adalah serangan jantung, payah ginjal,

stroke, dan gangrene. Selain itu, kematian neonatal intrauterine pada ibu-ibu yang

menderita diabetes meningkat. (4)

1

Page 2: Wawancara Pasien Kronis

Berdasarkan banyaknya penderita diabetes mellitus dan dampaknya. Oleh karena

itu saya memilih pasien yang mengidap penyakit diabetes mellitus untuk menerapkan

teknik komunikasi pasien kronis.(4)

B TUJUAN

Mahasiswa mampu melakukan komunikasi pada pasien kronis dan terminal

2

Page 3: Wawancara Pasien Kronis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. KOMUNIKASI PASIEN KRONIS

A Pengertian Kronis

Kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau

kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan jangka panjang . Penyakit kronis: Suatu

penyakit yang terus-menerus untuk waktu yang lama. Seperti : diabetes mellitus, aids,

jantung dll.(2)

B Teknik Komunikasi Pasien Kronis

1. Tahap Denial (tahap penolakan)

Tahap ini adalah kejutan dan penolakan. Biasanya sikap itu ditandai dengan

komentar : “Saya? tidak mungkin.” Selama tahap ini klien lanjut usia sesungguhnya

mengatakan bahwa maut menimpa semua orang kecuali dia. klien lanjut usia biasanya

terpengaruh oleh penolaknnya sehingga ia tidak memperhatikan fakta-fakta yang mugkin

sedang dijelaskan kepadanya oleh perawat. ia malahan dapat menekan apa yang telah ia

dengar atau mungkin akan minta pertolongan dari berbagai macam sumber profesional

dan non professional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan bahwa maut sudah ada

di ambang pintu.

Pada fase ini perawat harus memberi dukungan, hal ini dapat berfungsi protektif

dan memberi waktu bagi klien untuk melihat kebenaran. Membantu untuk melihat

kebenaran dengan konfirmasi kondisi melalui second opinion. Seperti :

a. Memberikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan

b. Menunjukan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong pasien untuk berbagi

rasa

c. Memberi jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit,

pengobatan

d. Menyarankan untuk melakukan pemeriksaan kembali.

3

Page 4: Wawancara Pasien Kronis

e. Berikan kesempatan klien mengunakan caranya sendiri dalam menghadapi

kematian sejauh tindakanya tidak merusak.

f. Memfasilitasi klien dalam menghadapi kematian, luangkan waktu setidak-tidanya

10 menit sehari, baik dengan bercakap-cakap ataupun sekedar bersamanya.

2. Tahap Anger (tahap marah)

Tahap ini ditandai oleh rasa amarah dan emosi yang tidak terkendalikan. klien

lanjut usia itu berkata : “Mengapa saya ?” Seringkali klien lanjut usia akan selalu

mencela setiap orang dalam segala hal. ia mudah marah terhadap perawat dan petugas –

petugas kesehatan lainnya terhadap apa saja yang mereka lakukan. pada tahap ini bagi

klien lebih merupakan hikmah daripada kutukan, kemarahan di sini merupakan

mekanisme pertahanan diri klien. akan tetapi, kemarahan yang sesungguhnya tertuju

kepada kesehatan dan kehidupan. Pada saat ini perawat kesehatan harus hati-hati dalam

memberikan penilaian dalam mengenali kemarahan dan emosi yang tak terkendalikan

sebagai reaksi terhadap kematian yang perlu diungkapkan.

Untuk fase ini perawat dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Berikan kesempatan klien mengungkapan kemarahannya dengan kata-kata.

Ingatlah, bahwa dalam benaknya bergejolak pertanyaan mengapa hal ini terjadi

pada diriku?”. Sering kali perasaan ini dialihkan kepada orang lain atau anda

sebagai cara klien bertingkah laku.

b. Membantu klien untuk memahami bahwa marah adalah respon normal akan

kehilangan dan ketidakberdayaan. Siapkan bantuan kesinambungan agar klien

merasa aman

c. Membiarkan pasien menangis

d. Mendorong pasien untuk membicarakan kemarahannya.

3. Tahap Bargaining (tahap tawar-menawar)

Pada tahap ini klien pada hakekatnya berkata: “ya. benar, Aku, tetapi,…”

Kemarahan biasanya mereda dan klien dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima

apa yang sedang terjadi dengan sendirinya . akan tetapi, pada tahap tawar-menawar inilah

banyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum

4

Page 5: Wawancara Pasien Kronis

maut tiba, dan akan menyiapkan hal-hal seperti membuat surat dan mempersiapkan

jaminan hidup bagi orang –orang tercinta yang ditinggalkan.

Selama tawar-menawar segala permohonan yang dikemukakan hendaknya dapat

dipenuhi karena merupakan bagian dari urusan-urusan yang belum selesai dan harus

dibereskan sebelum mati. misalnya klien mempunyai satu permintaan terakhir untuk

melihat pertandingan olahraga , mengunjungi seorang kerabat, melihat cucu tak

terkecuali, pergi makan di restorant, dan sebagainya. Perawat dianjurkan memenuhi

permohonan itu karena tawar menawar membantu klien lanjut usia memasuki tahap-

tahap berikutnya.

Pada fase ini perawat dapat membantu pasien mengungkapkan rasa bersalah dan

takut. Disamping itu perawat juga sudah dapat menulai untuk memberikan saran dan

motivasi kepada klien seperti :

a. Mendengarkan ungkapan dengan penuh perhatian.

b. Mendorong pasien untuk membicarakan rasa takut atau rasa bersalahnya.

c. Bila pasien selalu mengungkapkan “kalau” atau “seandainya ….” beritahu pasien

bahwa perawat hanya dapat melakukan sesuatu yang nyata.

d. Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah dan rasa takutnya.

e. Tanyakan kepada klien kepentingan-kepentingan apakah yang masih ia inginkan.

Dengan cara demikian dapat menunjukkan kemampuan perawatan untuk

mendengarkan keluh kesahnya.

4. Tahap Depression (tahap putus asa)

Tahap ini klien pada hakekatnya berkata : “ya, benar aku”, ini biasanya

merupakan saat-saat yang sedih, karena klien sedang dalam suasana berkabung karena

ia akan kehilangan nyawanya, bersama dengan itu harus harus meninggalkan semua hal

yang menyenangkan yang telah dinikmatinya . Selama tahap ini klien cenderung untuk

tidak banyak bicara dan sering menangis.

Pada fase ini, perawat dapat membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan

takut klien meliputi :

a. Mengamati perilaku pasien dan bersama dengannya membahas perasaannya

b. Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai derajat risikonya.

5

Page 6: Wawancara Pasien Kronis

c. Membantu pasien mengurangi rasa bersalah.

d. Menghargai perasaan pasien.

e. Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan mengaitkan dengan

kenyataan.

f. Memberi kesempatan menangis dan mengungkapkan perasaan.

g. Bersama pasien membahas pikiran negatif yang selalu timbul.

5. Tahap Acceptance (tahap akhir/tahap menerima)

Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Menjelang saat ini klien telah

membereskan urusan-urusan yang belum selesai dan mungkin tidak ingin berbicara lagi

oleh karena ia sudah menyatakan segala sesuatunya. tawar-menawar sudah lewat dan

tibalah saat kedamaian dan ketenangan. seseorang mungkin saja berada lama sekali

dalam tahap menerima tetapi bukanlah tahap pasrah yang berarti kelelahan. Dengan kata

lain, pasrah kepada maut tidak berarti menerima maut.

Untuk membedakan antara sikap menerima kematian dan penyerahan terhadap

kematian yang akan terjadi. Sikap menerima: klien telah menerima, dapat mengatakan

bahwa kematian akan tiba dan ia tak boleh menolak. Sikap menyerah:Sebenernya klien

tidak menghendaki kematian ini terjadi. Jadi klien tidak merasa tenang dan damai.

Hal yang harus dilakukan perawat pada klien adalah

a. Luangkan waktu untuk klien (mungkin beberapa hari dalam sekali). Setiap

keluarga akan berbeda dengan sikap klien.Oleh karena itu, sediakan waktu

mendiskusikan perasaan mereka.

b. Berikan kesempatan klien mengarahkan perhatian sebanyak mungkin. Tindakan

ini akan memberikan ketenangan dan perasaan aman.

c. Membantu keluarga mengunjungi pasien secara teratur

d. Membantu keluarga berbagi rasa.

e. Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati.

Prinsip dasar komunikasi terapeutik yaitu :

a. Jujur

b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif

6

Page 7: Wawancara Pasien Kronis

c. Bersikap positif dan tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri

perawat sendiri

d. Empati bukan simpati

e. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien

f. Menerima klien apa adanya dan Sensitif terhadap perasaan klien

C Tipe-tipe Wawancara

1. Information-sharing Interviews

Pada wawancara tipe ini perawat memperoleh banyak informasi misalnya

tentang keluhan klien, riwayat kesehatan serta perjalanan penyakit. Proses interview

ini lebih menekankan pada dimensi isi dibanding dengan dimensi hubungan dalam

interaksi. Contoh interview yang termasuk dalam tipe ini antara lain : Admission

Interviews ( dilakukan pada awal pasien masuk rumah sakit yang bertujuan untuk

memperoleh data umum atau identitas pasien ), History-taking Interviews ( bertujuan

untuk mendapatkan informasi tentang riwayat kesehatan klien, keluaraga).

2. Therapeutic Interviews

Interview ini dilakukan khusus untuk membantu klien mengidentifikasi

masalah klien, sedangkan dalam konteks hubungan terapeutik interview ini member

ruang yang luas kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya, mengenal dan

mengetahui pengalaman masa lalunya, dapat mengembangkan strategi pemecahan

masalah yang baru, dapat memperbaiki koping dari pengalamannya. Ada dua dasar

pendekatan dalam wawancar terapeutik yaitu wawancara langsung dan wawancara

tidak langsung.

D Tahap-tahap Proses Wawancara

1. Tahap Persiapan

- Merencanakan pertemuan pertama dengan klien

- Mengkaji kekuatan dan keterbatasan diri perawat

2. Tahap Pembukaan

- Mempertahankan iklim terapeutik

7

Page 8: Wawancara Pasien Kronis

- Memperjelas tujuan wawancara

- Merumuskan kontrak dengan klien yang meliputi waktu dan tempat

bertemu berikutnya

- Menjaga tujuan bersama

3. Tahap Eksplorasi

- Menggali masalah yang dialami klien

- Membantu klien mengelola perasaan

- Membantu klien mengembangkan ketrampilan koping

4. Tahap Terminasi

- Merencanakan untuk mengakhiri wawancara

- Perawat menyampaikan kesimpulan

- Perawat mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya selama

wawancara berlangsung.

E Pentingnya Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Kronis

1. Membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran

mempertahakan kekuatan egonya.

2. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk mengubah situasi yang ada.

3. Mengulang keraguan membantu dalam pengambilan tindakan yang efektif dan

mempengaruhi orang lain lingkungan fisik dan dirinya.

F Hal-hal yang perlu Diperhatikan dalam Komunikasi Pasien Kronis

1. Kebutuhan –kebutuhan jasmaniah

Untuk mengambarkan gejala-gejala fisik serta mengatasinya. kemampuan

terhadap rasa sakit itu berbeda pada setiap orang. tindakan –tindakan yang

memungkinkan rasa nyaman bagi klien (misalnya sering mengubah posisi tidur,

perawatan fisik dan sebagainya).

2. Kebutuhan – kebutuhan emosi

8

Page 9: Wawancara Pasien Kronis

II. DIABETES MELITUS

A Pengertian

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis

termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah

berkembang penuh secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai oleh hiperglikemia

puasa, aterosklerotik dan mikroangiopati, serta neuropati. Manifestasi klinis

hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari

penyakit vaskularnya. Tetapi, kadang-kadang ada beberapa pasien dengan kelainan

toleransi glukosa yang ringan sudah menderita akibat-akibat klinis yang berat dari

penyakit vaskuler.(4)

B Tipe Diabetes Melitus

Tipe diabetes mellitus menurut Corwin (2009, h.625-630) sesuai dengan

Dokumen konsesus tahun 1997 oleh Ammerican Diabetes Association’s Expert

Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus menjabarkan empat

kategori utama diabetes, yaitu:

1. Diabetes Melitus Tipe I

Diabetes mellitus Tipe I adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadadaan

absolute insulin. Sebelumnya, tipe diabetes ini disebut sebagai diabetes mellitus

dependen insulin (IDDM), kerena individu pengidap penyakit ini harus mendapat

insulin pengganti. Diabetes tipe I biasanya dijumpai pada individu yang tidak

gemuk berusia kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan laki-laki sedikit lebih

banyak daripada wanita.

a. Penyebab

Diabetes tipe I diperkirakan terjadi akibat destruksi otoimun sel-sel

beta pulau Langerhans. Individu yang memiliki kecenderungan genetic

penyakit ini tampaknya menerima factor pemicu darilingkungan yang

menginisiasi proses otomun. Sebagai contoh factor pencetus yang

mungkin antara lain infeksi virus seperti gondongan (mumps), rubella,

9

Page 10: Wawancara Pasien Kronis

atau sitomegalovirus (CMV) kronis. Pajanan terhadap obat atau toksin

tertentu juga diduga dapat memicu serangan otoimun ini.

b. Kecenderungan Genetik

Ada kecenderungan pengaruh genetic individu untuk mengidap

diabetes mellitus tipe I. individu tertentu mungkin memiliki “gen

diabetogenik”, yang berarti suatu profil genetic yang menyebabkan

mereka rentan mengidap diabetes tipe I (atau mungkin penyakit otoimun

lainnya). Lokus genetic yang mewariskan kecenderungan untuk mengidap

diabetes tipe I tampaknya merupakan bagian dari gen kompleks

histokompatibilitas.

c. Karakteristik

Pengidap diabetes tipe I memperlihatkan kadar glukosa normal

sebelum yang terkendali awitan penyakit muncul. Pada masa dahulu

diabetes tipe I dianggap penyakit yang terjadi tiba-tiba dengan sedikit

tanda peringatan. Akan tetapi, saat ini diabetes tipe I adalah penyakit yang

biasanya berkembang secara perlahan selama beberapa tahun, dengan

adanya autoantibody terhadap sel-sel beta dan destruksi yang terjadi

secara terus menerus pada diagnosis lanjut.

2. Diabetes Melitus Tipe II

Hiperglikemia yang disebabkan insenstivitas seluler terhadap insulin

disebut diabetes mellitus II. Selain itu, terjadi defek sekresi insulin

ketidakmampuan pancreas untuk menghasilkan insulin yang cukup untuk

mempertahankan glukosa plasma yang normal. Meskipun kadar insulin mungkin

sedikit menurun atau berada dalam rentang normal, jumlah insulin tetap rendah

sehingga kadar glukosa plasma menigkat.

a. Penyebab

Diabetes mellitus tipe II tampaknya berkaitan dengan kegemukan.

Selain itu, kecenderungan pengaruh genetic, yang mementukan

kemungkinan individu mengidap penyakit ini cukup kuat. Kaitan rangkai

10

Page 11: Wawancara Pasien Kronis

genetic antara yang dihubungkan dengan kegemukan dan rangsangan

berkepanjangan reseptor-reseptor insulin.

b. Karakteristik

Individu yang mengidap diabetes tipe II tetap menghasilkan

insulin. Akan tetapi, sering terjadi keterlambatan awal dalam sekresi dan

penurunan jumlah total insulin yang dilepaskan. Hal ini cenderung

semakin parah seiring dengan pertambahan usia pasien. Selain itu, sel-sel

tubuh terutama sel otot dan adiposa memperlihatkan resistensi terhadap

insulin yang bersirkulasi dalam darah. Akibatnya, pembawa glukosa yang

ada di sel tidak adekuat glukosa yang dapat digunakan untuk sel.

3. Diabetes Gestasional

Diabetes mellitus tipe 4 atau diabetes gestasional, adalah diabetes yang

terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Meskipun

diabetes tipe ini sering membaik setelah persalinan, sekitar 50% wanita pengidap

kelainan ini tidak akan kembali ke status nondiabetes setelah kehamilan berakhir.

Bahkan, jika membaik setelah persalinan, risiko untuk mengalami diabetes tipe II

setelah sekitar 5 tahun II pada waktu mendatang lebih besar daripada normal.

a. Penyebab

Penyebab diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan

peningkatan kebutuhan energy dan kadar estrogen serta hormon

pertumbuhan yang terus-menerus tinggi selama kehamilan. Hormon

pertumbuhan juga memiliki beberapa efek snit-insulin, misalnya sebagai

contoh perangsangan glikogenolisis (penguraian glikogen) dan stimulasi

jaringan lemak adipose. Wanita yang mengidap diabetes gestasional

mungkin sudah memiliki gangguan subklinis pengendalian glukosa

bahkan sebelum diabetesnya normal.

b. Akibat

Diabetes gestasional dapat menimbulkan efek negative pada

kehamilan dengan meningkatkan risiko malformasi congenital, lahir mati,

dan bayi bertubuh besar untuk masa kehamilan (BMK), yang dapat

11

Page 12: Wawancara Pasien Kronis

menyebabkan masalah pada persalinan. Diabetes gestasional secara rutin

diperiksa selama pemeriksaan medis prenatal. Hasil obstretik yang baik

bergantung pada pengendalian glikemik maternal yang baik serta berat

badan sebelum kehamilan.

Tabel Diabetes Melitus: Skema Klasifikasi (Revisi)

TIPE KARAKTERISTIK ETIOLOGI TERAPI

Tipe I Ketiadaan absolute

insulin

Autoimun Insulin

Tipe II Insentivitas insulin dan

defisiensi sekresi

insulin

Obesitas, genetic Diet, agen hipoglikemik,

olahraga, obat

penstimulasi-transporter

Tipe III Penyebab spesifik lain Bergantung Bergantung penyebab

Tipe IV Diabetes gestasional Peningkatan

kebutuhan

metabolik

Diet, agen hipoglikemik

C Komplikasi

Menurut Corwin (2009, h.633-638) adalah sebagai berikut:

1. Komplikasi Akut

a. Ketoasidosis Diabetik

Hampir selalu hanya dijumpai pada pengidap diabetes I,

Ketoasidosis diabetic merupakan komplikasi akut yang ditandai dengan

perburukan semua gejala diabetes. Ketoasidosis diabetesik dapat terjadi

setelah stress fisik seperti kehamilan atau penyakit akut atau trauma.

Kadang-kadang ketoasidosis diabetic merupakan gejala adanya diabetes

tipe I.

b. Koma Nonketotik Hoperglikemia Hiperosmolar

Merupakan komplikasi akut yang dijumpai pada pengidap diabetes

tipe II. Kondisi ini juga merupakan petunjuk perburukan drastic penyakit.

Walaupun tidak rentan mengalami ketosis, pengidap diabetes tipe II dapat

12

Page 13: Wawancara Pasien Kronis

mengalami hiperglikemia berat dengan kadar glukosa darah lebih dari 300

mg/100 ml. kadar hiperglikemia ini menyebabkan osmolalitas plasma,

yang dalam keadaan normal dikontrol ketat pada rentang 275-295

mOsm/L, meningkat melebihi 310 mOsm/L. Situasi ini menyebabkan

pengeluaran berliter-liter urine, rasa haus yang hebat, deficit kalium yang

parah, terjadi koma dan kematian.

c. Efek Somogyi

Merupakan komplikasi akut yang ditandai penurunan unik kadar

glukosa darah di malam hari, kemudian di pagi hari kadar glukosa kembali

meningkat diikuti peningkatan rebound pada paginya. Penyebab

hipoglikemia malam hari kemungkinan besat berkaitan dengan

penyuntikan insulin sore harinya. Hipoglikemia itu sendiri kemudian

menyebabkan peningkatan glucagon, katekolamin, kortisol, dan hormone

pertumbuhan.

d. Fenomena Fajar

Adalah peningkatan hiperglikemia pada pagi hari yang tampaknya

disebabkan oleh peningkatan sirkadian kadar glukosa di pagi hari. Dapat

dijumpai pada pengidap diabetes tipe I dan II.

e. Hipoglikemia

Pengidap diabetes tipe I dapat mengalami komplikasi akibat

hipoglikemia setelah injeksi insulin. Koma dapat terjadi pada

hipoglikemia berat.

2. Komplikasi Jangka Panjang

a. Sitem kardiovaskuler

Diabetes mellitus jangka panjang member dampak yang parah ke

system kardiovaskuler, dipengaruhi oleh diabetes mellitus kronis. Terjadi

kerusakan mikrovaskular di ateriol kecil, kapiler, dan venula. Kerusakan

mikrovaskular terjadi di arteri besar dan sedang. Semua organ dan

jaringan di tubuh akan terkena akibat dari gangguan mikro dan

makrovaskular ini.

13

Page 14: Wawancara Pasien Kronis

b. Gangguan penglihatan

Ancaman paling serius terhadap penglihatan adalah retinopati, atau

kerusakan pada retina karena tidak mendapatkan oksigen, retina adalah

jaringan yang sangat aktif bermetabolisme dan pada hipoksia kronis akan

mengalami kerusakan secara progresif dalam struktur kapilernya,

membentuk mikroaneurisma, dan memperlihatkan bercak-bercak

pendarahan. Diabetes adalah penyebab nomor satu kebutaan di AS. Selain

itu, DM juga berkaitan dengan peningkatan katarak dan glaucoma.

c. Kerusakan ginjal

Di ginjal yang paling parah mengalami kerusakan adalah kapiler

glomerulus akibat hipertensi dan glukosa plasma yang tinggi

menyebabkan penebalan membrane basal dan pelebaran glomerulus. Lesi-

lesi sklerotik nodular terbentuk di glomerulus sehingga semakin

menghambat aliran darah dan akibatnya merusak nefron.

d. System saraf perifer

Penyakit saraf yang disebabkan diabetes mellitus disebut neuropati

diabetic. Neuropati diabetic disebabkan hipoksia kronis sel-sel saraf kronis

serta efek dari hiperglikemia, termasuk hiperglikosilasi protein yang

melibatkan fungsi saraf.

14

Page 15: Wawancara Pasien Kronis

BAB II

PEMBAHASAN

A TAHAP-TAHAP KOMUNIKASI

1. Tahap Persiapan

Sebelum melakukan wawancara dengan pasien kronis hal-hal yang saya lakukan

antara lain:

a. Bertanya dengan tetangga sekitar tentang pasien kronis di daerah Kintelan

b. Menetapkan pasien diabetes mellitus yang akan diwawancarai.

c. Menentukan hari pelaksanaan wawancara dengan pasien kronis.

Wawancara akan dilakukan pada hari Kamis, 14 Oktober 2010.

d. Menyusun pertanyaan ketika mewancarai pasien kronis

e. Mempersiapkan mental dan rasa percaya diri

f. Meminjam kamera digital untuk merekam hasil wawancara

g. Berlatih berbicara di depan cermin

h. Menentukan waktu berkunjung dengan keluarga

2. Tahap Pembukaan

Wawancara dilakukan jam 19.30 di rumah pasien. Hal-hal yang saya lakukan:

a. Berkunjung ke rumah Ny.N

b. Meminta izin kepada keluarga untuk mewancarai Ny. N

c. Memperkenalkan diri kepada semua anggota keluarga

d. Menjelaskan maksud dan tujuan

e. Menciptakan iklim kedekatan dengan Ny N dan keluarga

f. Menciptakan suasana humor sebelum wawancara

3. Tahap Eksplorasi

a. Memulai menanyakan masalah yang dihadapi klien

b. Mencoba memperoleh informasi lebih banyak lagi

c. Membantu klien mengurangi stressor

15

Page 16: Wawancara Pasien Kronis

4. Tahap Terminasi

a. Mengakhiri wawancara dengan Ny.N

b. Menyimpulkan hasil wawancara

c. Memberikan semangat kepada Ny.N untuk selalu berdoa dan

mempertahankan kesehatan

d. Berpamitan dan mengucapkan terima kasih

B TEKNIK KOMUNIKASI YANG DIGUNAKAN

Teknik komunikasi yang digunakan adalah teknik komunikasi verbal dan

nonverbal dengan menggunakan pendekatan terapeutik. Ketika berbicara dengan Ny.N

menggunakan bahasa jawa dan ada penekanan di setiap kata yang diucapkan. Gerakan

tangan untuk memperjelas makna yang diucapkan. Komunikasi terapeutik dengan

menunjukkan empati dan mampu melihat permasalahan yang dialami oleh Ny. N

C HASIL WAWANCARA

Pengkajian Dasar

1. Tanggal : 14 Oktober 2010 jam 19.30

2. Nama : Ny. Noto

3. Umur : 76 tahun

4. Agama : Islam

5. Alamat : Jl. Kintelan RT 04/RW 03, Bendungan, Gajah Mungkur,

Semarang

6. Jenis Kelamin : Perempuan

Ny. N (76 tahun) menderita penyakit diabetes mellitus dari tahun 1994-sekarang.

Sudah ±16 tahun beliau mengalami penyakit kronis tersebut. Pada awalnya Ny. N tidak

merasakan sakit. Ny.N masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti menyapu,

mencuci, memasak, bekerja, dan melakukan kegiatan yang lain. Ny. N tidak merasakan

bahwa dirinya itu sedang sakit. Ny. N merasa dirinya baik-baik saja tidak sadar bahwa

ternyata di dalam tubuhnya muncul penyakit yang bisa merenggut nyawanya yaitu

diabetes mellitus. Kebiasaan Ny. N memang berbeda dari sebagian orang. Ny. N senang

16

Page 17: Wawancara Pasien Kronis

dengan makanan yang manis dan lebih sering ke belakang untuk buang air kecil. Ny.N

merasa lemas jika dalam sehari tidak minum atau makan yang manis. Gejala lain mulai

timbul akibat penyakit diabetes mellitus tersebut, Ny.N merasa lebih mudah haus, badan

terasa lemas, dan tidak mampu untuk melakukan pekerjaan seperti biasanya. Selain itu,

berat badan Ny.N menurun secara drastis pada waktu itu.

Ny. N dibawa ke rumah sakit dan oleh dokter di diagnosa bahwa Ny. N menderita

diabetes mellitus. Kadar glukosa melebihi batas normal. Ny.N tidak percaya bahwa

dirinya sakit dan merasa baik-baik saja. Kadar glukosa melebihi batas normal. Ny.N tidak

percaya bahwa dirinya sakit dan merasa baik-baik saja. Kadar glukosa melebihi batas

normal. Ny.N tidak percaya bahwa dirinya sakit dan merasa baik-baik saja. Ny.N

dianjurkan oleh dokter untuk mengurangi makan dan minum yang manis. Akan tetapi,

Ny.N tetap saja minum manis walaupun intensitas dan frekuensinya dikurangi.

Alasannya, Ny.N merasa lemas dan tidak bisa kalau diminta untuk berhenti.

Ny.N tampak sehat ketika saya datang untuk menemuinya. Walaupun mengidap

diabetes mellitus sudah 16 tahun. Ny.N masih bisa berjalan sendiri di dalam rumahnya.

Ny.N tidak di bantu oleh anak tau keluarga untuk berjalan. Akan tetapi karena sudah

lama mengidap diabetes mellitus, penglihatan Ny.N mengalami gangguan. Ny. N

menderita katarak. Dokter menganjurkan agar mata Ny.N dioperasi, tetapi Ny.N menolak

untuk dioperasi karena takut. Sehingga akibat diabetes mellitus terjadi komplikasi jangka

panjang dan menyerang penglihatannya. Pendengaran Ny. N masih bagus, tidak terjadi

defisit pada pendengarannya. Selain itu, tidak ada luka pada Ny. N akibat dari diabetes

mellitus itu. Ny.N juga mengeluh kakinya itu pegal dan sakit. Apabila digunakan untuk

berdiri dari posisi duduk sangat terasa sakitnya.

Tekanan darah Ny. N 150/90 mmHg. Kadar glukosa Ny. N tidak mencapai 300

mg/100ml. Setiap satu bulan sekali Ny.N memeriksakan kesehatannya ke dokter dan

pada waktu control selalu diperiksa kadar gula darahnya. Ny. N mempunyai istilah

sendiri ketika darahnya diambil yaitu “ceplus”. Ny.N selalu menjaga kesehatannya agar

tidak mudah kambuh dengan membatasi makannya. Ny.N sedikit makan nasi. Menurut

penuturan Ny.N kira-kira kurang dari 1 ons. Ny.N lebih banyak makan camilan seperti

17

Page 18: Wawancara Pasien Kronis

roti. Ny.N makan nasi dua kali sehari. Ny. N selalu bersyukur karena masih diberi

kesehatan dan kehidupan sampai sekarang

D HAMBATAN-HAMBATAN KOMUNIKASI KRONIS

Ada beberapa hambatan yang saya alami baik sebelum dan ketika melakukan wawancara

dengan Ny. N, antara lain:

1. Sebelum wawancara

a. Ketiadaan camedig untuk merekam hasil wawancara

b. Takut dan bingung apa yang akan saya lakukan nanti

c. Gugup dan cemas

d. Khawatir tidak jadi wawancara pada hari yang sudah ditentukan

2. Saat wawancara

a. Bingung apa yang akan ditanyakan lagi

b. Tidak bisa berkomunikasi terapeutik

c. Gugup sehingga kehilangan bahan pertanyaan

d. Tidak ada yang merekamkan video

e. Kesulitan untuk membuat Ny.N mau menceritakan sendiri riwayat

penyakitnya dan hanya menjawab pertanyaan yang saya berikan

f. Belum bisa menjalin hubungan saling pecaya

g. Kesulitan berbahasa jawa karena Ny.N kurang mengerti bahasa Indonesia

h. Selalu mengulang beberapa kali pertanyaan yang sama

3. Sesudah wawancara

a. Beberapa percakapan tidak terekam yaitu saat perkenalan dan penutup

b. Teringat ada beberapa pertanyaan yang belum ditanyakan

18

Page 19: Wawancara Pasien Kronis

BAB IV

PENUTUP

A KESIMPULAN

Kemampuan berkomunikasi sangatlah penting untuk membina hubungan saling

percaya antara perawat dan pasien kronis. Komunikasi terapeutik diterapkan untuk

mengetahui permasalah dan perasaan klien sehingga perawat mampu berempati serta

perhatian untuk membantu menyelesaikan masalah yang dialami klien. Ada strategi

tersendiri agar dapat berkomunikasi dengan pasien kronis. Perlu pengalaman dan

pengetahuan lebih agar dapat berhadapan serta berkomunikasi dengan pasien kronis.

Perawat dapat membantu koping pasien ketika menghadapi berita buruk.

Penyakit kronis: Suatu penyakit yang terus-menerus untuk waktu yang lama.

Seperti : diabetes mellitus, aids, jantung dll. Ada beberapa tahapan sebelum melakukan

wawancara dengan pasien kronis,antara lain: tahap persiapan, tahap pembukaan, tahap

eksplorasi, dan tahap terminasi. Pentingnya komunikasi pada pasien kronis yaitu

membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran

mempertahakan kekuatan egonya, membantu mengambil tindakan yang efektif untuk

mengubah situasi yang ada.

B SARAN

1. Persiapkan diri dengan baik sebelum berkomunikasi dengan pasien kronis agar

tidak terjadi kebingungan atau kegagapan ketika berkomunikasi.

2. Persiapkan bahan pertanyaan secara tepat agar tidak menyinggung klien dan dapat

memperoleh informasi sebanyaknya

3. Membina hubungan saling percaya agar klien dapat menceritakan masalahnya.

4. Persiapkan mekanisme koping yang tepat agar dapat bermanfaat bagi klien.

19

Page 20: Wawancara Pasien Kronis

DAFTAR PUSTAKA

(1) Corwin, Elizabeth.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

(2) Hudak dan Gallo. 1997 . Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik vol.1, Ed.6. EGC : Jakarta

(3) NUGROHO. 2000. Perawatan lanjut usia. Jakarta : EGC.

(4) Price, Sylvia.A dan Lorraine M.Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta:EGC.

20