6
Joint Working Group II September—Oktober 2009 Volume 4 Ketenangan dan keindahan Hotel Novotel Bogor merupakan tempat diskusi yang nya- man bagi anggota kelompok-kelompok kerja yang tergabung dalam Joint Working Group BFCP (Berau Forest Carbon Program). Pertemuan ini merupakan yang kali kedua dilak- sanakan dan sudah menjadi agenda tetap bagi kelompok kerja yang terdiri dari pokja pada tingkat kabupaten Berau, propinsi Kalimantan Timur dan tingkat pemerintah pusat (nasional). Selama dua hari sejak tanggal 28 – 29 Oktober 2009, dibahas perkembangan beserta isu-isu penting yang sudah pernah teriden- tifikasi termasuk langkah-langkah konkritnya. Untuk kali ini pertemuan diikuti perwakilan dari pemerintah Berau yaitu dari Dinas Kehutanan, Di- nas Tata Ruang, BKSDA dan Yayasan Bestari serta didampingi oleh Sekretariat POKJA Berau. Perwaki- lan dari pemerintah Propinsi hadir pula dari Univer- sitas Mulawarman, BKSDA Kaltim, Dinas Kehutanan Propinsi (UPTD PPA), Balai Besar Dipterocarpa serta PT Sumalindo Samarinda. Sedangkan dari pemerin- tah pusat, hadir pula Direktur PJL-WA Ditjen PHKA Departemen Kehutanan, Direktur Bina Pengelolaan Hutan Alam, BPK Dephut, Bappenas, Ditjen Planologi, serta berbagai lembaga non pemerintah seperti ICRAF, WE, TNC, IHSA, Sekala. Pertemuan ini dibuka oleh bapak Tonny Soehar- tono yang merupakan Direktur PJL-WA Ditjen PHKA Dephut dengan menggambarkan upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh Indonesia dalam berperan aktif menghadapi dampak perubahan iklim dan harapannya agar dapat lebih bermanfaat bagi kabupaten Berau yang telah berperan aktif dalam pengembangan program karbon hutan Berau (Berau Forest Carbon Program/BFCP). Dilanjutkan dengan pemaparan hasil kajian-kajian yang telah dilakukan oleh konsultan dalam rangka men- jawab 13 aspek penting yang telah diidentifikasi dalam pertemuan JWG I di Balikpapan beberapa waktu lalu. Pemaparan dimulai dengan kajian terhadap faktor pen- dorong perubahan penggunaan lahan oleh Prof. Mustofa Agung dan analisa profitabilitas oleh bapak Suseno (ICRAF) dilanjutkan dengan carbon accounting oleh Gerry (Daemeter Consulting), keterlibatan komu- nitas oleh Ilya Moelyono (WE) serta analisa legal, kelembagaan dan mekanisme keuangan oleh Sulaiman Sembiring (IHSA). Bersambung ke halaman 6 Edisi kali ini: Joint Working Group II 1 Mengenal lebih dekat dengan REDD, apa dan bagaimana..? 2 FGD:Mempertajam hasil kajian Pengembangan Kerangka Hukum, Kelembagaan dan Mekanisme Keuangan 3 Mengulas Keterli- batan Masyarakat dalam Skema REDD 4 Mengukur potensi deforestasi pada kawasan hutan produksi di Kabu- paten Berau 5 Agenda ke depan 6

Vol 4 - Pokja REDD Berau

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Update Kelompok Kerja REDD Berau - Volume 4 - September - Oktober 2009

Citation preview

Page 1: Vol 4 - Pokja REDD Berau

Joint Working Group II

September—Oktober 2009 Volume 4

Ketenangan dan keindahan Hotel Novotel Bogor merupakan tempat diskusi yang nya-

man bagi anggota kelompok-kelompok kerja yang tergabung dalam Joint Working Group

BFCP (Berau Forest Carbon Program). Pertemuan ini merupakan yang kali kedua dilak-

sanakan dan sudah menjadi agenda tetap bagi kelompok kerja yang terdiri dari pokja

pada tingkat kabupaten Berau, propinsi Kalimantan Timur dan tingkat pemerintah pusat

(nasional). Selama dua hari sejak tanggal 28 – 29 Oktober 2009, dibahas perkembangan

beserta isu-isu penting yang sudah pernah teriden-

tifikasi termasuk langkah-langkah konkritnya.

Untuk kali ini pertemuan diikuti perwakilan dari

pemerintah Berau yaitu dari Dinas Kehutanan, Di-

nas Tata Ruang, BKSDA dan Yayasan Bestari serta

didampingi oleh Sekretariat POKJA Berau. Perwaki-

lan dari pemerintah Propinsi hadir pula dari Univer-

sitas Mulawarman, BKSDA Kaltim, Dinas Kehutanan

Propinsi (UPTD PPA), Balai Besar Dipterocarpa serta

PT Sumalindo Samarinda. Sedangkan dari pemerin-

tah pusat, hadir pula Direktur PJL-WA Ditjen PHKA

Departemen Kehutanan, Direktur Bina Pengelolaan

Hutan Alam, BPK Dephut, Bappenas, Ditjen

Planologi, serta berbagai lembaga non pemerintah

seperti ICRAF, WE, TNC, IHSA, Sekala.

Pertemuan ini dibuka oleh bapak Tonny Soehar-

tono yang merupakan Direktur PJL-WA Ditjen PHKA Dephut dengan

menggambarkan upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh Indonesia dalam berperan aktif menghadapi dampak

perubahan iklim dan harapannya agar dapat lebih bermanfaat bagi kabupaten Berau yang telah berperan aktif

dalam pengembangan program karbon hutan Berau (Berau Forest Carbon Program/BFCP).

Dilanjutkan dengan pemaparan hasil kajian-kajian yang telah dilakukan oleh konsultan dalam rangka men-

jawab 13 aspek penting yang telah diidentifikasi dalam

pertemuan JWG I di Balikpapan beberapa waktu lalu.

Pemaparan dimulai dengan kajian terhadap faktor pen-

dorong perubahan penggunaan lahan oleh Prof.

Mustofa Agung dan analisa profitabilitas oleh bapak

Suseno (ICRAF) dilanjutkan dengan carbon accounting

oleh Gerry (Daemeter Consulting), keterlibatan komu-

nitas oleh Ilya Moelyono (WE) serta analisa legal,

kelembagaan dan mekanisme keuangan oleh Sulaiman

Sembiring (IHSA).

Bersambung ke halaman 6

Edisi kali ini:

Joint Working

Group II

1

Mengenal lebih

dekat dengan

REDD, apa dan

bagaimana..?

2

FGD:Mempertajam

hasil kajian

Pengembangan

Kerangka Hukum,

Kelembagaan dan

Mekanisme

Keuangan

3

Mengulas Keterli-

batan Masyarakat

dalam Skema REDD

4

Mengukur potensi

deforestasi pada

kawasan hutan

produksi di Kabu-

paten Berau

5

Agenda ke depan 6

Page 2: Vol 4 - Pokja REDD Berau

Salah satu Keputusan pada Conference of Parties (COP 13) di

Bali Desember 2007 adalah mendorong para pihak untuk men-

dukung upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan de-

gradasi hutan sebagai upaya mitigasi perubahan iklim di sektor

kehutanan. Walaupun pada kenyataannya masih banyak keti-

dak jelasan dan perbedaan pendapat tentang REDD, namun

proses-proses persiapan untuk kegiatan-kegiatan REDD sudah

berjalan di berbagai tingkat di Indonesia. Hal ini akan memer-

lukan keterlibatan dan komitmen yang luas dari berbagai

stakeholder. Namun demikian, sebagai sebuah isu yang baru

dan masih sedang berkembang, pemahaman yang jelas ten-

tang REDD, konteksnya dan bagaimana para pihak bisa terlibat

dalam mekanisme ini masih sangat terbatas terutama di ting-

kat daerah. Ada ketimpangan pemahaman, pengetahuan dan

keterampilan terkait mekanisme REDD, perkembangannya

sebagai sebuah dialog global, persiapan secara nasional, bagai-

mana daerah bisa terlibat dalam implementasi REDD, apa

implikasi, serta peran dan tanggung jawab apa yang dituntut

dari stakeholder lokal.

Untuk menjamin ber-

jalannya ujicoba

(demonstration activity)

REDD, proses peningkatan

kapasitas menjadi sangat

dibutuhkan. Terkait den-

gan hal tersebut atas ker-

jasama antar GTZ dan The Nature Concervancy menyelengga-

rakan pelatihan “Introductory Course on Reducing Emission

from Deforestation and Forest Degradation (REDD). Tujuan

utama pelatihan ini adalah untuk memberikan pemahaman

dasar kepada peserta tentang REDD, perkembangannya pada

tingkat nasional dan internasional, pelaksanaan dan hal-hal

lainnya terkait implementasi

REDD.

Pelatihan yang dilaksanakan

di Hotel Sagita Balikpapan

pada tanggal 6-8 Oktober ini diikuti oleh berbagai perwakilan

dari beberapa kabupaten yaitu

Malinau, Berau, Kutai Timur,

Samarinda, Pontianak, Kapuas

Hulu. Rata-rata peserta meru-

pakan perwakilan dari Dinas Kehu-

tanan, Bappeda, Dinas Tata Ruang,

Badan Lingkungan Hidup dan lem-

baga organisasi non pemerintah.

Pemahaman tentang apa dan ba-

gaimana perubahan iklim berlaku

serta dampaknya pada kondisi

alam disampaikan secara lugas

oleh Prof. Deddy Hadriyanto ter-

masuk fungsi hutan dalam perubahan iklim. Hal ini penting

karena Indonesia merupakan negara terbesar ketiga yang

memiliki hutan tropis, sehingga dalam skema REDD menjadi

penting untuk terlibat dalam upaya mengatasi perubahan ik-

lim di tingkat global.

Dilanjutkan dengan materi deforestasi dan degradasi hutan

beserta strategi pengurangannnya yang disampaikan oleh

Tomy. Banyak factor yang

bisa menjadi penyebab

terjadinya deforestasi,

baik langsung maupun

tidak langsung.

Prof. Mustofa Agung

Sardjono sebagai salah satu penggiat program REDD ini men-

jadi pemateri dari aspek kelembagaan dan REDD. Konsep

kelembagaan yang paling tepat dan sesuai dalam implemen-

tasi REDD masih menjadi perdebatan yang serius di setiap

daerah. Isu penting yang sering muncul adalah bentuk kelem-

bagaan tersebut. Efektivitas dan efisiensi merupakan kata

kunci yang juga harus

diperhatikan agar tidak

terjadi tumpang tindih

antar dinas atau kantor

yang saat ini sudah ada

tugas dan fungsinya masing-masing.

Materi tentang berbagai elemen

teknis REDD, aspek hukum dan

aturan REDD, aspek social serta

pengenalan pasar karbon dikupas

habis secara berurutan oleh bung

Tunggul Butar-butar, Alfan

Subekti, Rahmina dan Prof

Mustofa.

Besar harapan agar pelatihan

seperti dapat pula dilakukan di

Kabupaten Berau sehingga akan

lebih banyak pihak yang mema-

hami lebih dalam apa dan bagaimana REDD dapat diimple-

mentasikan. (Iwied)

Halaman 2 Volume 3

Mengenal lebih dekat dengan REDD, apa dan bagaimana..?

Deforestasi: perubahan secara permanen dari areal berhutan

menjadi tidak berhutan yang di akibatkan oleh kegiatan manu-

sia, sedangkan degradasi : penurunan kuantitas tutupan hutan

dan stok karbon selama periode tertentu yang di akibatkan oleh

kegiatan manusia

REDD merupakan mekanisme untuk mengurangi GRK dengan

cara memberikan kompensasi kepada para pihak yang mela-

kukan pencegahan deforestasi dan degradasi hutan

Page 3: Vol 4 - Pokja REDD Berau

Menindaklanjuti proses kajian yang dilakukan oleh Institut

Hukum Sumberdaya Alam (IHSA) yang telah dilakukan pada

bulan Juli dan Agustus 2009 lalu, pada tanggal 21 Oktober

2009 bertempat di ruang pertemuan kantor Badan Lingkungan

Hidup Kabupatem Berau dilaksanakan Focus Discussion Group

(FGD) yang bertujuan untuk menyampaikan laporan hasil studi

hukum, kebijakan, kelembagaan dan mekanisme keuangan

untuk mendukung pelaksanaan Program Karbon Hutan di

Berau serta rencana strategis implementasinya. Selain itu juga

untuk mendapatkan masukan, saran dari kelompok kerja

REDD Berau dan pihak terkait lainnya untuk penyempurnaan

hasil studi hukum, kebijakan, kelembagaan dan mekanisme

keuangan untuk pelaksanaan Berau Forest Carbon Program

(BFCP).

Diskusi ini dibuka dengan sambutan oleh Bapak Basri Syahrin

sebagai Wakil Ketua POKJA Berau sekaligus Kepala Dinas BLH

Kabupaten Berau. Disampaikan oleh beliau bahwa Kabupaten

Berau telah berkomitmen untuk mengelola sumberdaya alam-

nya dengan memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian. Hal ini

dapat dilihat dengan proses penyusunan tata ruang yang di-

dasarkan pada berbagai aspek baik fisik, biofisik maupun

aspek social. Sebagai contoh, kabupaten Berau juga menetap-

kan kawasan lindung seluas + 11.000 hektar yang semula me-

rupakan kawasan non hutan di kecamatan Kelay. Selain itu

juga, BLH sebagai lembaga yang mengawasi perlindungan ling-

kungan juga bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan

yang ada di Berau untuk selalu menjaga proses kerja masing-

masing agar memiliki dampak yang seminimal mungkin bagi

lingkungan baik perusahaan tambang, perkebunan dan peru-

sahaan lain yang sering kali dituding sebagai perusak lingkun-

gan. Diharapkan kerjasama ini dapat menurunkan kerusakan

lingkungan diakibatkan oleh berkembangnya kegiatan eko-

nomi produksi. Saat ini sudah ada perhatian serius pemerintah

mengenai pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya alam

dan lingkungan dengan munculnya undang-undang lingkungan

hidup yang cukup tegas bagi para pengerusak SDA dan ling-

kungan. Pemerintah Kabupaten Berau juga berharap kegiatan

(REDD) seperti ini terus berlanjut.

Hasil studi yang dilakukan disampaikan oleh bapak M. Nasir

yang juga merupakan dosen pada Fakultas Hukum Universitas

Balikpapan. Kemudian dilanjutkan dengan rancangan rencana

strategis yang bisa dilakukan dalam proses pengembangan ke

depan.

Beberapa temuan yang teridentifikasi antara lain: 1) terdapat

9 bidang peraturan perundang-undangan yang berkaitan den-

gan REDD, antara lain bidang agraria, lingkungan hidup, kehu-

tanan, perkebunan, tata ruang, pengaturan kewenangan,

kelembagaan, dan keuangan dan perpajakan, keterbukaan

informasi dan pengaturan penyusunan peraturan perundang-

undangan. 2) Rangkaian pengaturan perubahan iklim serta

kegiatan mitigasinya, baik dari tingkat Internasional yang su-

dah diratifikasi maupun tingkat nasional, propinsi dan Kabu-

paten masih belum diterjemahkan ke dalam bentuk program.

3) dari sisi kelembagaan diketahui bahwa pada tingkat na-

sional telah dibentuk Komisi Nasional REDD dan Surat Kepu-

tusan Ketua Bappenas No. 44 Tahun 2009 tentang Pembentu-

kan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF); pada tingkat

propinsi dibentuk Tim Pengkaji REDD dan Mitigasi Perubahan

Iklim di Sektor Kehutanan Propinsi Kaltim melalui SK Gubernur

No. 522 tahun 2008 dan pada tingkat kabupaten Kelompok

Kerja REDD Kabupaten melalui SK Bupati Berau No. 313 Tahun

2008. 4) dari sisi mekanisme keuangan dapat diatur dalam

mekanisme keuangan yang terkait dengan Izin Usaha Peman-

faatan Jasa Lingkungan (IUP JL); namun dengan adanya pera-

turan Menteri Kehutanan No.P36 Tahun 2009 tentang tata

cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau

Penyimpanan Karbon Pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung

ternyata berpotensi bertentangan dengan UU No. 20 Tahun

1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak sehingga hal ini

harus dikaji kembali.

Selain berbagai temuan-temuan tersebut juga disampaikan isu

-isu lain yang akan berimplikasi pada pengembangan program

ini ke depannya, antara lain: masih minimnya kawasan hutan

yang memiliki kepastian tata batas dan yang telah dikukuhkan

dan di sisi lain unit pengelolaan hutan berdasarkan PP. 6

Tahun 2007 (KPH) belum dibentuk. Adanya isu pemekaran

wilayah kabupaten yang akan membagi Berau menjadi wilayah

administratif baru yang berdampak pada pembagian kawasan

hutan. Juga belum jelas status keberadaan masyarakat hukum

adat, masyarakat lokal yang berdiam di dalam dan sekitar

hutan menjadi isu tersendiri. Isu lainnya adalah berkurang

mutu/kualitas hutan yang berimplikasi pada inisiatif dari

sektor lain di luar kehutanan untuk mengubah status kawasan

hutan menjadi bukan kawasan hutan dengan pertimbangan

pertumbuhan ekonomi dan investasi.

Masukan dari berbagai stakeholder untuk menjawab hal terse-

but diatas disampaikan secara terbuka dalam diskusi yang di-

laksanakan satu hari ini. Diskusi yang dihadiri oleh perwakilan

dari pemerintah kabupaten Berau yang juga sebagai POKJA

REDD Berau seperti BLH, Bappeda, Dinas Tata Ruang, dan juga

dari DPRD Kabupaten Berau. Masukan-masukan tersebut ten-

tunya akan mempertajam analisis dalam kajian yang dilakukan

oleh IHSA. (Iwied)

Focus discussion group: Mempertajam hasil kajian Pengembangan Kerangka Hukum,

Kelembagaan dan Mekanisme Keuangan

Halaman 3 Volume 3

Page 4: Vol 4 - Pokja REDD Berau

Halaman 4 Volume 3

Salah satu persyaratan REDD adalah dapat dipastikannya par-

tisipasi dan manfaat bagi masyarakat. Selain bahwa partisipasi

sudah menjadi salah satu benang merah

dalam nyaris semua kebijakan pemban-

gunan pasca reformasi di Indonesia, hal

ini juga mengacu kepada standar CCBA

(The Climate, Community & Biodiversity

Alliance) yang menjadi salah satu acuan

dunia internasional dan kepada Piagam

PBB tentang hak-hak masyarakat asli.

Kajian tentang keberadaan masyarakat

dan peluang pelibatannya dalam REDD

dimulai pada bulan Juli 2009 dan

sekarang masih berlangsung. Sebagai

lanjutan proses ini dilakukan pula lo-

kakarya pada tanggal 22 Okto-ber 2009

di ruang pertemuan Kantor Badan Lingkungan Hidup Kabu-

paten Berau yang dihadiri oleh perwakilan dari dinas dan kan-

tor di lingkungan Pemerintah Kabupaten Berau, kalangan pe-

rusahaan HPH, Perkebunan dan juga perwakilan dari masyara-

kat.

Dalam lokakarya ini disampaikan hasil sementara dari kajian

yang dilakukan oleh World Education (WE) untuk menjawab

pertanyaan kajian yang utama adalah “Bagai-mana melibat-

kan masyarakat secara bermakna dalam Skema REDD?”

Informasi kajian dikumpulkan dari beberapa pihak, yakni pe-

merintah, masyarakat di kampung-kampung, dan perusahaan,

dan DPRD, dengan sampling sebagai berikut: Kampung-

kampung yang dikunjungi di hulu Sungai Kelay adalah Long Pai,

Long Sului, Long Lamcin, Long Boy, Long Dohung dan Merabu.

Kampung di wilayah KBNK: Merapun, Sido Bangen, Lesan

Dayak, Merasa. Kampung Transmigran: Labanan Makarti, La-

banan Jaya, Labanan Makmur dan Melati Jaya. Dan kampung

Pesisir: Mataritip, Tanjung Batu, Semanting, dan Kasay.

Karena ini barulah kajian awal,

maka yang dijumpai masih terba-

tas pada Kepala Kampung, be-

berapa tokoh masyarakat dan

beberapa warga masyarakat

lainya. Selain itu juga dilakukan

konsultasi dengan pihak perusa-

haan perkebunan dilakukan den-

gan PT. Yudha. Sementara perusa-

haan kayu (HPH) yang dijumpai

adalah PT. Mardhika Insan Mulia,

PT. Amindo Wana Persada, dan

PT. INHUTANI I. Sementara in-

stansi pemerintah yang dijumpai

adalah Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kantor Bupati

(Assisten II), dan Dinas Kehutanan.

Beberapa temuan penting dijelaskan oleh bapak Ilya Moe-

lyono mulai dari kondisi umum kampung-kampung termasuk

ketergantungannya terhadap hutan, kelembagaan dan ke-

pemimpinan yang ada di kampong tersebut serta hubun-

gannya dengan perusahaan

yang selama ini beraktifitas

di sekitar wilayah kampung

baik perusahaan HPH mau-

pun perusahaan perkebu-

nan. Tentunya kondisi ini

dapat menjadi factor pen-

guat sekaligus peluang

dalam pelibatan masyarakat

kedepan dalam program ini.

Untuk itu disampaikan pula

beberapa gagasan yang bisa

dilakukan dalam pengem-

bangan program, seperti

memastikan hak-hak masyarakat atas sumberdaya alam seba-

gaimana yang telah diamanatkan dalam peraturan dengan

mengacu pada Permenhut no.30 tahun 2009 tentang Tata

Cara Pelaksanaan Pengurangan Emisi Dari Deforestasi dan

Degradasi Hutan (REDD), kita ketahui bahwa selain pada ber-

bagai bentuk hutan negara, REDD dapat dilakukan pada Hutan

Adat dan Hutan Desa sehingga hal ini dapat menjadi peluang.

Selain itu juga penguatan terhadap kelembagaan kampung

dengan meningkatkan pemahaman aparat kampong terhadap

peran dan fungsinya dalam bingkai kebijakan otonomi desa/

kampong serta revitalisasi peran pimpinan dan lembaga adat

dalam menguatkan kembali kekuatan adat dalam berbagai

aspek kehidupan masyarakat. Termasuk juga pengembangan

peraturan-peraturan kampung (perkam) dalam kerangka

pengelolaan sumberdaya alam untuk menjamin keberlanjutan

sumberdaya alam yang bersangkutan. Kewenangan untuk

membuat peraturan kampung juga memberikan ruang partisi-

pasi warga masyarakat untuk turut mengelola sumberdaya

alam di wilayahnya. Hal yang lain adalah perencanaan internal

kampong melalui mekanisme musrenbang dengan peng-

gunaan dengan metoda Kajitindak Partisi-

patif (Participatory Action Research) se-

hingga dalam hal pengelolaan sumber-

daya alam proses Musrenbang-kam itu

bisa menjadi proses yang benar-benar

sistematis dan bermakna; dimulai dari

proses pengkajian dan penyadaran ma-

salah, peng-kajian prioritas, pengemban-

gan alternatif, dan seterusnya.

Melalui kajian yang mendalam terhadap

isu keterlibatan masyarakat ini diharapkan

dapat menjawab tantangan yang dihadapi

dalam implementasi program karena

masyarakat merupakan salah satu komponen utama dalam

program ini. Masukan dari semua pihak masih sangat diharap-

kan dalam mempertajam hasil kajian yang dilakukan.

(disarikan dari resume kajian keterlibatan masyarakat oleh

World Education – Iwied).

Mengulas Keterlibatan Masyarakat dalam Skema REDD

Page 5: Vol 4 - Pokja REDD Berau

Halaman 5 Volume 3

Mengukur potensi deforestasi pada kawasan hutan produksi di Kabupaten Berau

Salah satu aspek penting dalam REDD adalah mengukur

tingkat deforestasi yang dapat terjadi akibat kegiatan

manusia terutama pada kawasan-kawasan hutan pro-

duksi. Bekerjasama dengan Winrock sebuah lembaga

penelitian yang cukup berpengalaman dalam penerapan

metode-metode pengukuran tingkat deforestasi ini, TNC

dan POKJA REDD Berau melakukan kegiatan pengukuran

tingkat deforestasi yang dapat menyebabkan terjadinya

pengurangan emisi karbon di beberapa areal HPH di Ka-

bupaten Berau. Perusahaan HPH yang menjadi lokasi

pengambilan data adalah PT Inhutani I Labanan, PT Su-

malindo Lestari Jaya IV dan PT Amindo Wana Persada.

Adapun waktu pelaksanaan adalah pada tanggal 11—30

Oktober 2009.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperkirakan

pengurangan karbon per unit area lahan, karbon per unit

untuk pro-

duksi

kayu, dan

karbon

per unit

area untuk

keterbu-

kaan ka-

wasan

yang diaki-

batkan

dari

kegiatan

peneban-

gan di ka-

wasan hutan alami yang terdapat di Kabupaten Berau.

Adapun metode yang digunakan adalah Logging Plot,

Tree Crown, Bio-massa, dan pemetaan jalan sarad. Tar-

get yang harus dicapai untuk logging plot adalah sekitar

100 titik, pada metode ini data-data yang dikumpulkan

adalah data diameter kayu/log (bawah dan atas), pola

kerusakan akibat rebahan pohon yang ditebang, jarak

antar tunggul dan bagian atas bebas cabang, jenis-jenis

vegetasi yang mengalami kerusakan di sekitar lokasi. Na-

mun tidak semua tunggul yang berada di sekitar jalan

sarad bisa diambil datanya karena ada beberapa per-

syaratan seperti top-nya (tajuknya) masih ada dan belum

dipindahkan. Sedangkan untuk target Tree Crown yang

harus dicapai adalah sebanyak 7 titik, serta data yang

dikumpulkan terdiri dari tinggi dan diameter pohon serta

pola tajuknya. Dan untuk menghitung Biomassa target

yang harus dicapai adalah 21 titik, dalam perhitungan

biomassa ini diambil dari lokasi–lokasi yang merupakan

kawasan hutan alam yang masih perawan namun masih

di dalam RKT 2008. Metode ini menggunakan plot

berupa lingkaran yang terbagi dalam 3 sub

plot dengan jari-jari 5, 12, dan 20 meter. Un-

tuk plot 5 meter data yang diambil berupa

jenis pohon dengan diameter 10 cm ke atas,

di dalam plot 12 meter data yang diambil jenis

pohon yang memiliki diameter 30 cm ke atas

sedangkan untuk plot 20 m data yang diambil

adalah pohon dengan diameter 50 cm ke atas.

Selanjutnya kegiatan untuk memetakan jalur

sarad dengan cara membuat peta manual dan

setiap persimpangan dan ujung jalan sarad

akan diambil titik koordinat, selain itu jumlah

tunggul yang berada di sekitar jalan sarad juga

dihitung.

Data-data yang dikumpulkan akan dianalisis kembali se-

hingga bisa

diketahui secara

pasti tingkat pen-

gurangan karbon

pada kawasan

hutan produksi di

kabupaten Berau.

Semoga kerja

keras kita untuk

dalam melak-

sanakan kegiatan

REDD ini dapat

memberikan ke-

baikan bagi Kabu-

paten Berau.

(@djie)

Page 6: Vol 4 - Pokja REDD Berau

Agenda bulan November—Desember 2009

Informasi lebih lanjut

mengenai REDD Program,

kontak :

Iwied Wahyulianto

Koordinator Sekretariat

POKJA REDD Kab. Berau

Jln. Anggur No 265 Tanjung

Redeb, Berau

Telp/Fax. 0554 - 21232

email:

[email protected] ;

[email protected]

Hamzah As-Saied

Dinas Kehutanan Kab.

Berau Jl. Pulau Sambit No 1

Tanjung Redeb

Email:

[email protected]

Fakhrizal Nashr

Berau Program Leader

The Nature Conservancy

JL. Cempaka No. 7 - RT 07/

RW 07 Berau 77311

Tel. +62 - 554 23388

Hp.: +62-812-5408141

Email : [email protected]

Alfan Subekti

REDD Field Manager

The Nature Conservancy

Jalan Polantas No. 5,

Markoni, Balikpapan,

76112,

Telp.: +62-542-442896

Fax.: +62-542-745730

Email : [email protected]

1. Pelatihan Tingkat Lanjut GIS dan Penginderaan Jauh

2. Pembahasan tindak lanjut Joint Working Group Meeting

3. Pertemuan COP 15 di Copenhagen

Dari hasil pemaparan hasil ka-

jian tersebut diajukan beberapa

pertanyaan kunci yang ke-

mudian dibahas dalam diskusi

kelompok. Peserta kemudian

dibagi menjadi empat kelompok

besar yang bertugas untuk

membahas beberapa pertan-

yaan kunci tersebut. Kelompok-

kelompok tersebut akan mem-

bahas pertanyaan terkait den-

gan perencanaan tata ruang; perundangan dan kelembagaan; strategi pengurangan

emisi berbasis site; dan isu-isu komunitas. Dalam diskusi kelompok dihasilkan berba-

gai macam ide dan gagasan yang dapat dikembangkan dalam program ke depan. Hasil

diskusi kelompok disampaikan pada peserta lain dihari kedua.

Sebagai tindak lanjut, direncanakan adanya pertemuan dengan pemerintah Kabu-

paten Berau pada minggu kedua

bulan November 2009 untuk men-

yampaikan kemajuan proses sampai

saat ini. Juga pembahasan draft SK

Menhut yang mengarahkan pelak-

sanaan BFCP oleh pemerintah Kabu-

paten, Provinsi, dan Pusat, bersama

LSM dan pihak pemangku kepentin-

gan lainnya; penyusunan rencana

bisnis program; pembangunan ker-

angka kerja bersama; pengumpulan

dana dan persiapan menghadapi

COP 15 di Copenhagen dimana BFCP

akan dijadikan side event oleh delegasi Indonesia dan juga disampaikan dalam Forest

Day yang dilaksanakan bersama dengan CIFOR. (Iwied)

JWG II (Sambungan halaman 1)

Pokja REDD Updates merupakan lembar informasi internal bagi seluruh anggota Pokja

REDD Kabupaten Berau yang diterbitkan oleh Sekretariat Pokja REDD Kabupaten Berau

setiap akhir bulan untuk memberikan berbagai perkembangan program REDD di Kabu-

paten Berau

Sekretariat menerima tulisan dari semua pihak yang ingin terlibat aktif dalam program

REDD di Kabupaten Berau.

Foto-foto:

Adji R, Ebe, Iwied, Aji Wihardandi (halaman 1); Aji Wihardandi (halaman 2); Adji

Rahmad (halaman 3 dan 4); Aliansyah dan Adji R (halaman 5); Ebe (halaman 6)