30
VIRUS DAN JAMUR PENYEBAB PENYAKIT PERIAPIKAL : FAKTOR VIRULENSI DAN PATOGENESIS 1. Latar Belakang Lesi periapikal adalah suatu lesi yang berada di daerah periapikal. Penyakit jaringan periapikal dapat dikaitkan dengan penyakit pulpa dan non-pulpa (non - odontogen atau non edodontik). Penyakit atau kelainan periapikal odontogen adalah proses lanjut penyakit pulpa. Jaringan pulpa yang nekrotik akibat radang pulpa merupakan penyebab yang paling banyak terjadi. Sedangkan penyakit atau kelainan periapikal non-odontogen adalah penyakit atau kelainan tulang alveolar yang memberikan gambaran radiografi mirip atau sama dnegan penyakit atau kelainan periapikal odontogen. Penyebab utama radang periapikal adalah mikroorganisme, seperti bakteri, virus, dan jamur. Meskipun tidak selalu mikroorganisme ditemukan pada radang periapikal, namun penyebabnya adalah toksin mikroorganisme tersebut terdapat pada jaringan pulpa nekrotik. Pada umumnya lesi periapikal disebabkan oleh bakteri, namun pada makalah ini akan membahas virus dan jamur yang menyebabkan penyakit periapikal. 2. Jamur penyebab penyakit pada periapikal Mikroorganisme dan produknya erat hubungannya dengan penyebab penyakit pulpa dan lesi periapikal. Mereka dapat

Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

VIRUS DAN JAMUR PENYEBAB PENYAKIT PERIAPIKAL : FAKTOR VIRULENSI

DAN PATOGENESIS

1. Latar Belakang

Lesi periapikal adalah suatu lesi yang berada di daerah periapikal. Penyakit jaringan

periapikal dapat dikaitkan dengan penyakit pulpa dan non-pulpa (non - odontogen atau non

edodontik). Penyakit atau kelainan periapikal odontogen adalah proses lanjut penyakit pulpa.

Jaringan pulpa yang nekrotik akibat radang pulpa merupakan penyebab yang paling banyak

terjadi. Sedangkan penyakit atau kelainan periapikal non-odontogen adalah penyakit atau

kelainan tulang alveolar yang memberikan gambaran radiografi mirip atau sama dnegan penyakit

atau kelainan periapikal odontogen.

Penyebab utama radang periapikal adalah mikroorganisme, seperti bakteri, virus, dan

jamur. Meskipun tidak selalu mikroorganisme ditemukan pada radang periapikal, namun

penyebabnya adalah toksin mikroorganisme tersebut terdapat pada jaringan pulpa nekrotik.

Pada umumnya lesi periapikal disebabkan oleh bakteri, namun pada makalah ini akan

membahas virus dan jamur yang menyebabkan penyakit periapikal.

2. Jamur penyebab penyakit pada periapikal

Mikroorganisme dan produknya erat hubungannya dengan penyebab penyakit pulpa dan

lesi periapikal. Mereka dapat menyebabkan nekrosis pulpa oleh karena persistensinya di dalam

saluran akar setelah perawatan endodonti dan dapat menginduksi reaksi inflamasi periapikal.

Mikroorganisme seperti jamur dapat ditemukan di dalam saluran akar dengan pulpa nekrosis.

Jamur terdapat di dalam saluran akar terinfeksi yang tidak merespon baik terhadap perawatan

konservatif saluran akar. Penelitian menunjukkan bahwa jamur memiliki peranan dalam

menyebabkan kegagalan perawatatan endodonti

Berbeda dengan bakteri yang mana merupakan organism prokariotik, jamur merupakan

organism eukariotik. Jamur terdiri dali filamen kecil yang disebut hifa. Hifa adalah tabung kecil

diisi dengan sitoplasma dan nukleus. Beberapa hifa dibagi oleh segmen cross-section (dinding)

yang disebut septa. Septa memiliki lubang di mana sitoplasma dan organel dapat berpindah dari

segmen ke segmen. Di antara lebih dari 300 spesies mikroba dalam rongga mulut, terdapat

banyak spesies Candida. Terdapat 150-200 spesies Candida. Candida albicans adalah yang

Page 2: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

paling patogen diantara tujuh spesies yang paling umum ditemukan di rongga mulut (C.

albicans, C. glabrata, C. tropicalis, C. pseudotropicalis, C. guilliermondii, C. krusei, dan C.

parapsilosis).

Candida albicans memiliki peranan yang besar dalam menyebabkan kegagalan

dibanding jamur lainnya. Salah satu mikroorganisme yang dapat ditemui pada saluran akar

adalah jamur. Candida albicans merupakan jenis jamur yang paling umum ditemui pada rongga

mulut terutama pada infeksi saluran akar maupun pada perawatan saluran akar yang gagal.

2.1 Candida albicans sebagai salah satu mikroflora yang terdapat pada infeksi

saluran akar

Candida spp. merupakan mikroflora normal yang terdapat di dalam rongga mulut yang

diisolasi dari plak, karies, mikroflora subgingival dan kavitas periodontal yang aktif. Candida

spp. adalah sel ragi gram positif yang tumbuh dengan baik pada suhu 370C dan pada media yang

sedikit asam dengan pH 5. Taksonomi Candida albicans dapat diklasifikasikan ke dalam

Kingdom Fungi, Divisi Ascomycota, Filum Saccharomycotina, Klas Endomycetes, dan

digolongkan ke dalam Famili Saccharomycetaceae, Genus Candida, Spesies Candida albicans.

2.2 Faktor Virulensi dan Patogenesis

2.2.1 Morfogenesis dan transisi morfologi

Dinding sel

Dinding sel merupakan bagian yang berinteraksi langsung dengan sel penjamu. Dinding

sel Candida mengandung zat yang penting untuk virulensinya, antara lain turunan , mannoprotein

yang mempunyai sifat imunosupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap

imunitas penjamu.

Sifat Morfologis

Sifat morfologis yang dinamis merupakan cara untuk beradaptasi dengan keadaan sekitar.

C. albicans dan jenis-jenis Candida adalah aerobik ragi yang dapat bereproduksi dalam kondisi

anaerobik. Jamur ini telah ditunjukkan untuk tumbuh dalam jumlah bentuk morfologi seperti ragi

(blastospore), hifa sejati, pseudohyphae, dan chlamydospores. Organisme ini dapat tumbuh baik

dalam ragi atau bentuk hifa, atau bentuk peralihan secara fisik seperti sebagai pseudohyphae.

Page 3: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

Dua bentuk utama Candida adalah bentuk ragi dan bentuk pseudohifa yang juga disebut sebagai

miselium. Perubahan dari komensal menjadi patogen merupakan adaptasi terhadap perubahan

lingkungan sekitarnya. Dalam keadaan patogen, Candida albicans lebih banyak ditemukan

dalam bentuk miselium atau pseudohifa atau filamen dibandingkan bentuk spora. Kemampuan

Candida berubah bentuk menjadi pseudohifa merupakan salah satu faktor virulensi. Bentuk hifa

mempunyai virulensi yang lebih tinggi dibanding bentuk spora.

Sel ragi tumbuh bulat (kadang-kadang oval), sel-sel tunggal dan melalui proses tunas

mereka menimbulkan koloni. Sebaliknya, dalam bentuk pertumbuhan hifa, suatu tabung kuman

awal menyerupai kuncup diperluas menjadi panjang, filamen unconstricted di mana individu sel

dipisahkan oleh septa. Jamur dapat menunjukkan berbagai pertumbuhan bentuk yang disebut

sebagai pseudohyphae (Sudberyet al . 2004). Pertumbuhan Pseudohyphal menunjukkan

perpanjangan sel-sel yang terhubung dalam rantai yang mengarah ke filamen yang menyerupai

hifa tetapi terdiri dari ragi - seperti individu sel. Chlamydospores mewakili bagian fungsional sel

lain , menunjukkan kombinasi kompleks jenis sel. Chlamydospores bulat, refractile spora dengan

dinding sel yang tebal. Semua pola pertumbuhan kecuali chlamydospores menunjukkan

interkonversi masing-masing bentuk pertumbuhan tergantung pada lingkungan kondisi seperti

pH , suhu , dan gizi sumber.

Morfogenesis diyakini penting bagi virulensi dan telah menjadi subyek dari banyak

penelitian. Peran potensial dari pembentukan hifa dalam virulensi telah ditinjau secara rinci

sebagai dengan baik. Meskipun ada laporan yang bertentangan mengenai hal ini , studi terbaru

mendukung kesimpulan bahwa bentuk hifa penting bagi virulensi.

Ujung hifa adalah situs sekresi apikal enzim yang mampu mendegradasi protein , lipid,

dan lainnya komponen seluler yang semakin memudahkan infiltrasi ke dalam jaringan, mungkin

dengan mencairkan substrat di depan sel maju. Hifa jamur patogen juga menunjukkan fenomena

kontak penginderaan, atau thigmotropism , yang dapat memungkinkan mereka untuk menavigasi

menurut mendasari permukaan topografi dan sesuai menemukan poin dari melemahkan integritas

permukaan , sehingga mendapatkan akses ke situs rentan untuk invasi.

Kemampuan untuk berubah morfologi merupakan faktor penting dalam menentukan

infeksi dan penyebaran C. albicans pada jaringan inang. Mutan Saccharomyces cerevisiae dan C.

albicans yang tidak pathogen tidak dapat membentuk hifa dan menginvasi sel endothelium

sementara C. albicans yang patogen dapat membentuk germ tube dan hifa intraseluler. Bentuk

Page 4: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

khamir membuat C. albicans lebih mudah melakukan penyebaran daripada bentuk hifa

sementara bentuk hifa memudahkan C. albicans melakukan penetrasi ke tubuh inang. Bentuk

hifa terdiri dari bagian–bagian yang dipisahkan oleh septa. Hifa C. albicans mempunyai

kepekaan untuk menyentuh sehingga akan tumbuh sepanjang lekukan atau lubang yang ada di

sekitarnya (sifat thigmotropisme). Sifat ini yang mungkin membantu dalam proses infiltrasi pada

permukaan epitel selama invasi jaringan. Hifa juga bersifat aerotropik dan dapat membentuk

helix apabila mengenai permukaan yang keras.

Kemampuan pembentukan hifa juga berhubungan dengan resistensi. Isolat yang resisten

tetap dapat membentuk hifa dalam lingkungan yang mengandung antifungi sementara isolat yang

rentan tidak mampu membentuk hifa.

2.2.2 Enzim

Penetrasi permukaan sel epitel oleh hifa Candida mungkin disebabkan oleh enzimatik

Proses dalam kombinasi dengan kekuatan mekanik. Proteinase aspartil disekresikan ( SAP )

menurunkan banyak protein manusia di lokasi lesi, seperti albumin hemoglobin, keratin, dan

sekretorik IgA. Sampai saat ini, sembilan gen SAP yang berbeda telah

diidentifikasi dalam C. albicans. Aktivitas proteolitik SAP telah dikaitkan dengan invasi

jaringan. Selain SAP enzim proteolitik termasuk kolagenase, glucosaminidases, asam dan basa

fosfatase, aminopeptidases, hyaluronidase, dan chondroitin sulfatase , yang bertindak atas

degradasi protein matriks ekstraseluler. Protein saliva, termasuk IgA, dapat mengalami degradasi

oleh proteinase asam Candida terutama pada kondisi pH rendah. Telah terbukti bahwa enzim

collagenolytic diproduksi oleh C. albicans dapat mencerna dentin kolagen manusia. Telah

terbukti bahwa phospholipases terkonsentrasi di ujung hifa jamur dan lokal dalam sekitar

kompartemen selular host dimana aktif invasi terjadi.

Aktivitas enzim ini ditemukan di kebanyakan C. albicans strain , tapi tidak di lain kurang

virulen Spesies Candida, dan menyebabkan kerusakan membran sel inang yang mengakibatkan

lisis sel ( Ghannoum 2000). Enzim yang terlibat dalam morfogenesis dari khamir ke bentuk hifa

diantaranya adalah Ras dan Rho-type GTP ase yang diketahui sebagai salah satu enzim yang

mengatur proses morfologi pada sel eukaryote termasuk stabilitas polaritas, proliferasi sel dan

Page 5: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

pertumbuhan sebagi respon rangsangan ekstraseluler. Ras-like GTPase (Rsr1p) dan GTPase

activating protein (Bud2p) C. albicans yang terletak pada korteks sel waktu awal pembelahan sel

berfungsi sebagai penentu letak sel anakan dan penentu percabangan sel hifa. Rsr1p dan Bud2p

pada C. albicans juga penting dalam morfogenesis.

2.2.3 Pembentukan Biofilm

Kemampuan suatu mikroorganisme untuk mempengaruhi lingkungannya diantaranya

tergantung pada kemampuannya untuk membentuk suatu komunitas (biofilm). Candida albicans

juga memiliki kemampuan membentuk biofilm pada berbagai permukaan yang berbeda dan hal

inilah yang menyebabkan Candida albicans menjadi jenis yang paling virulent diantara jenis

Candida lainnya yang menghasilkan sedikit biofilm seperti C glabrata, C tropikalis, dan C

parapsilosis (Haynes K., 2001). Biofilm ini berfungsi sebagai pelindung mikroba terhadap sistem

kekebalan tubuh host.. Hasil scanning mikroskop elektron menunjukkan bahwa biofilm C.

albicans yang matang berisi sel dalam bentuk khamir maupun hifa yang menyisip dan terikat

rapat pada bahan ektraseluler yang biasanya berbentuk fibrous. Secara struktur, biofilm terbentuk

dari dua lapisan yaitu lapisan basal yang tipis dan merupakan lapisan khamir dan lapisan luar

yaitu lapisan hifa yang lebih tebal tetapi lebih renggang. Hifa-mutant memproduksi lapisan basal

saja sementara khamir-mutant memproduksi lapisan hifa.

Biofilm dari khamir-mutant yang mudah dihilangkan dari permukaan sel membuktikan

bahwa lapisan basal merupakan lapisan biofilm yang penting dalam perlekatan pad permukaan.

Di samping itu, biofilm yang dibentuk pada permukaan filter selulosa mempunyai penampakan

yang berbeda. Hifamutant dan wild-type mampu memproduksi lapisan khamir dan khamir-

mutant memproduksi lapisan hifa yang rapat pada permukaan filter. Hasil tersebut membuktikan

bahwa struktur biofilm C. albicans tergantung pada keadaan permukaan tempat kontak.

Struktur tiga dimensi biofilm C. albicans menunjukkan adanya saluran-saluran air yang

komplek. Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan biofilm C. albicans diantaranya adalah,

ketersediaan udara. Ketersediaan udara akan mendukung pembentukan biofilm. Pada kondisi

anaerob, C. albicans dapat membentuk hifa tetapi tidak mampu membentuk biofilm.

Pembentukan biofilm C. albicans dimulai dengan perlekatan sel C. albicans pada sel inang yang

Page 6: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

berlangsung antara 0-2 jam. Proses tersebut diikuti dengan germinasi dan pembentukan

mikrokoloni (2-4 jam). Yang diteruskan dengan pembentukan hifa (4-6 jam). Benang-benang

hifa tersebut membentuk monolayer (6-8 jam) yang akan berproliferasi (8-24 jam) untuk

kemudian mengalami maturasi (24-48 jam). Ketersediaan saliva dan serum pada masa pra-

pembentukan biofilm meningkatkan perlekatan C. albicans terhadap sel inang tetapi kurang

berpengaruh pada pembentukan biofilm.

Gen yang bertanggungjawab terhadap pembentukan biofilm adalah TEC1p dan BCR1p.

TEC1p merupakan gen regulator pembentukan hifa. Pembentukan hifa akan memicu ekpresi

BCR1p yang kemudian mengaktivasi protein permukaan sel dan gen perlekatan (Adhesion

gene). Disamping TEC1p dan BCR1p, bagian lain yang berpengaruh adalah yeast wall protein 1

(Ypw1p).

Biofilm komunitas mikroba terstruktur yang melekat pada permukaan. Mikroorganisme

dalam biofilm tertanam dalam matriks polimer ekstraseluler, dan karakteristik menampilkan

fenotipe yang sangat berbeda dari sel planktonik . Contoh pertama dari biofilm yang akan diakui

dalam sistem medis adalah plak gigi pada gigi permukaan. Tapi, menurut perkiraan dari National

Institute of Health , lebih dari 60 % dari infeksi mikroba melibatkan biofilm. Candida biofilm

terutama tahan terhadap azol dan amfoterisin B, namun tetap sensitif terhadap baru

diperkenalkan echinocandins yang menargetkan dinding sel – glucan biosintesis. Infeksi Biofilm

dapat disebabkan oleh spesies mikroba tunggal atau dengan campuran bakteri atau spesies jamur.

C. albicans memiliki kemampuan untuk membentuk biofilm pada permukaan yang berbeda,

yang diusulkan menjadi salah satu alasan utama untuk meningkat patogenisitas. Selain itu,

fenomena co - agregasi dan co - adhesi antara Candida dan bakteri yang berbeda dan efek

modulasi faktor-faktor seperti air liur , gula , dan pH meningkatkan pembentukan biofilm dan

kolonisasi mukosa mulut dan jaringan gigi. Misalnya, ketika ada jamur dalam bentuk biofilm ,

mereka adalah lima sampai delapan kali lebih tahan terhadap agen anti jamur klinis penting

seperti amfoterisin B, flukonazol, flusitosin, itraconazole, dan ketaconazole daripada sel

planktonik.

2.2.4Switching fenotipic

Candida albicans memiliki kecendrungan untuk perubahan fenotip, yang berperan untuk

adaptasi lingkungan. Perubahan fenotip meliputi perubahan morfologi koloni dan aktivitas

Page 7: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

protease. Fenomena ini dikenal sebagai switching fenotipic, dan mungkin sering terjadi terutama

di bawah tekanan.

2.2.5Adhesi

Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi adalah adhesi,

perubahan dari bentuk khamir ke bentuk filamen dan produksi enzim ektraselular. Adhesi

melibatkan interaksi antara ligand dan reseptor pada sel inang dan proses melekatnya sel C.

albicans ke sel inang. Perubahan bentuk dari khamir ke filamen diketahui berhubungan dengan

patogenitas dan proses penyerangan Candida terhadap sel inang yang diikuti pembentukan

lapisan biofilm sebagai salah satu cara Candida spp untuk mempertahankan diri dari obat-obat

antifungi. Produksi enzim hidrolitik ektraseluler seperti aspartyl proteinase juga sering

dihubungkan dengan patogenitas C. albicans.

C. albicans dapat tumbuh pada suhu 37oC dalam kondisi aerob atau anaerob. Pada

kondisi anaerob, C. albicans mempunyai waktu generasi yang lebih panjang yaitu 248 menit

diandingkan dengan kondisi pertumbuhan aerob yang hanya 98 menit. Walaupun C. albicans

tumbuh baik pada media padat tetapi kecepatan pertumbuhan lebih tinggi pada media cair pada

suhu 37oC.

Pertumbuhan juga lebih cepat pada kondisi asam dibandingkan dengan pH normal atau

alkali.

Tahap pertama dalam proses infeksi ke tubuh hewan atau manusia adalah perlekatan

(adhesi). Kemampuan melekat pada sel inang merupakan tahap penting dalam kolonisasi

dan penyerangan (invasi) ke sel inang. Bagian pertama dari C. albicans yang berinteraksi

dengan sel inang adalah dinding sel. Dinding sel C. albicans terdiri dari enam lapisan dari

luar ke dalam adalah fibrillar layer, mannoprotein, β-glucan, β-glucan-chitin, mannoprotein

dan membran plasma. Perlekatan lapisan dinding sel dengan sel inang terjadi karena

mekanisme kombinasi spesifik (interaksi antara ligand dan reseptor) dan nonspesifik (kutub

elektrostatik dan ikatan van der walls) yang kemudian menyebabkan serangan C. albicans

ke berbagai jenis permukaan jaringan. Faktor lain yang mempengaruhi interaksi C. albicans

dengan sel inang adalah hidrofobisitas pada awal perlekatan. Diduga protein pada dinding

sel terlibat dalam perubahan hidrofobisitas permukaan sel dengan melepaskan glukanase

Page 8: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

digestion dalam jumlah tertentu. Interaksi sel C. albicans dengan sel inang (cel-cel

interaction) juga melibatkan fisikomekanik, fisikokimia dan enzimatik materi mikroba serta

interaksi mikro yang mengarah pada kolonisasi dan infeksi seperti perubahan medan magnet

pada permukaan sel yang berinteraksi yang menyebabkan sel-sel saling melekat.

Mekanisme perlekatan sendiri sangat dipengaruhi oleh keadaan sel tempat dinding sel C.

albicans melekat (misalnya sel epitelium), mekanisme invasi ke dalam mukosa dan sel epitelium

serta reaksi adhesi tertentu yang mempengaruhi kolonisasi dan patogenitas C. Albicans.

Perlekatan dan kontak fisik antara C. albicans dan sel inang selanjutnya mengaktivasi mitogen

activated protein kinase. (Map-kinase). Protein kinase tersebut merupakan bagian dari jalur

integritas yang diaktivasi oleh stress pada dinding sel (tempat C. albicans dan sel host

melakukan kontak). Map-kinase juga diperlukan untuk pertumbuhan hifa invasive dan

perkembangan biofilm pada tahap selanjutnya. Selain aktivasi Map-kinase pada C. albicans,

dalam waktu yang hampir bersamaan terjadi pengaturan kembali aktin pada sel inang.

Tahap setelah perlekatan adalah invasi. Studi tentang tahapan invasi C. albicans dilakukan

pada kultur jaringan epitel mulut manusia (reconstuted human oral epithelium ; rhoe)

untuk mengetahui penampakan ultrastruktur oral candidiasis. Hifa C. albicans melakukan

penetrasi ke dalam permukaan epitelium terutama pada cell junction bersamaan dengan

internalisasi sel khamir. Penetrasi pada Brain Microvascular Endothelial Cell (BMEC)

menginduksi sel tersebut untuk melakukan vakuolasi tetapi C. albicans tidak hanya mampu

bertahan hidup dan beradaptasi dalam BMEC tetapi juga mampu berkembang dan

membentuk hifa. pH optimal C. albicans yang sekitar pH 5 sangat dekat dengan pH pada

vakuola endosom yang memungkinkan C albicans dapat bertahan bahkan berkembang

menjadi hifa. Invasi dan pathogenesis C. albicans juga ditandai dengan sekresi proteinse

aspartat (Saps) yang dikode oleh 10 gen. Ekspresi gen SAP diyakini berhubungan dengan

kerusakan pada kulit. Salah satu penanda invasi C. albicans adalah perubahan khamir ke

dalam bentuk hifa (filamen). Perubahan bentuk khamir ke hifa sangat dipengaruhi oleh

lingkungan mikro sel inang yang terdeteksi oleh C. albicans selama proses invasi.

Page 9: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

2.2.4 Infeksi saluran akar primer

Infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme menjajah jaringan pulpa yang nekrotik dan

saluran akar dentin didefinisikan sebagai infeksi saluran akar primer. Secara umum, infeksi

primer dicampur dan didominasi oleh fakultatif atau obligat anaerob bakteri , tergantung pada

lingkungan mikro yang perubahan dan tekanan. Karena jamur tidak terisolasi dalam mikroba

awal flora kebanyakan infeksi saluran akar, mereka biasanya tidak dilaporkan untuk menjadi

anggota umum dari populasi mikroba diisolasi dari infeksi endodontik primer. Meskipun ragi

yang hadir dalam sampel asli , mereka mungkin tidak dapat ditemukan pada piring yang dipilih

untuk kultur karena mereka memiliki nomor Unit pembentuk koloni ( CFU ) rendah

dibandingkan dengan bakteri. Selain itu, mereka mungkin sering dianggap sebagai kontaminan

terutama dari udara. Egan et al . (2002) menyelidiki prevalensi relatif dan keanekaragaman

ragi dalam air liur dan saluran akar gigi terkait dengan periodontitis apikal dari pasien yang

sama. Selain C. albicans dan C. sake, Rodotorula mucilaginosa diisolasi dari saluran akar .

mereka juga menemukan bahwa kehadiran ragi dalam saluran akar adalah bermakna dikaitkan

dengan kehadiran mereka dalam air liur.

2.2.5.Infeksi saluran akar sekunder

Jenis infeksi endodontik disebabkan oleh mikroorganisme yang belum di saluran akar

sebelumnya, tetapi telah merambah ke ruang endodontik selama pengobatan , antara janji , atau

setelah perawatan endodontik ( Siqueira 2002) . Sebagaimana dinyatakan oleh Waltimo et al .

( 2003b ) , ragi mungkin baik hadir dalam jumlah yang rendah atau tidak ada sama sekali pada

infeksi endodontik primer. selama endodontik prosedur , mereka dapat mencapai persentase yang

lebih tinggi dalam Jumlah tumbuhan yang bisa diolah atau spesies ragi baru dapat menembus ke

dalam sistem saluran akar . Lana et al. ( 2001) meneliti status mikroba saluran akar utuh dengan

pulp nekrotik . C. tropicalis dan S. cerevisiae yang pulih dari dua saluran akar ( 7,4 % ) sebelum

endodontik prosedur telah dimulai . Setelah instrumentasi, irigasi dengan 2,5 % NaOCl dan

desinfeksi dengan kalsium hidroksida , ragi tersebut tidak hadir dalam saluran akar , namun , C.

guilliermondii dan C. parapsilosis itu ditemukan di kedua dan ketiga koleksi, masing-masing.

Hal ini sangat mungkin bahwa yang terakhir spesies memperoleh akses ke saluran akar karena

Page 10: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

isolasi miskin atau rongga segel . Pinheiro et al . ( 2003 )menunjukkan hubungan yang signifikan

antara koronal membukanya gigi dan Candida spp . Wilson dan Balai ( 1968) melaporkan

prevalensi ragi di SD infeksi endodontik 1,9 % . Dalam kedua berikutnya dan kunjungan ketiga ,

kejadian ini meningkat menjadi 6,8 % . Ketika mereka memeriksa kasus dengan positif budaya

ragi , mereka mengamati bahwa baik sementara restorasi memiliki cacat atau waktu yang sangat

panjang waktu ( 3-4 bulan ) telah berlalu antara dua kunjungan ( empat kasus ) . Jackson dan

Halder ( 1963) ditentukan kehadiran ragi setinggi 26 % pada awal kunjungi terapi endodontik .

Pada kunjungan berikutnya setelah menggunakan kloramfenikol sebagai ganti menengah,

mereka terisolasi ragi dari gigi yang telah negatif pada budaya awal. Mereka menyimpulkan

bahwa penggunaan dari agen antibakteri mungkin mendukung pertumbuhan berlebih yang

ragi dalam saluran akar .

2.2.6.Infeksi saluran akar Persistent

Setelah memperoleh akses ke dalam sistem saluran akar , yang mikroorganisme dapat

bertahan melawan kondisi yang keras seperti prosedur intrakanal , desinfeksi , dan obturasi , dan

menyebabkan infeksi persisten . tambahan untuk pembentukan kehadiran ragi di SD dan infeksi

sekunder pada penelitian sebelumnya , ada Data yang cukup bahwa ragi juga dapat mengambil

bagian dalam mikrobiota saluran akar gagal perawatan endodontik . Insiden ragi berbudaya dari

gigih infeksi endodontik dilaporkan 2,9-22,2 % . sebagai dinyatakan sebelumnya , penggunaan

media selektif signifikan mempengaruhi prevalensi dalam saluran akar ( Tabel 9.2 ) . Ketika

media selektif digunakan , insiden meningkat 2,9-8,3 % menjadi 6,8-18 % . Ragi terisolasi baik

budaya sebagai murni atau bersama-sama dengan bakteri lain dalam endodontik therapyresistant

kasus. Sementara C.albicans adalah isolat yang paling umum , C. glabrata , C. guilliermondii , C.

inconspicua , dan Geotrichium candidum juga terisolasi . Jamur yang ditunjukkan sebagai kultur

murni dalam enam kasus . Oleh karena itu, dianjurkan bahwa mereka memiliki peran patogenik

yang pasti dalam mengembangkan periodontitis apikal . Dalam sebagian besar jamur - positif

kasus , fakultatif bakteri Gram – positif dan spesies Streptococcus nonhemolytic hadir .

Onthe sisi lain , isolateswere Gram -negatif yang ditemukan acak . Peciuliene et al . ( 2001)

melaporkan prevalensi C. albicans pada gigi akar - diisi dengan periodontitis apikal kronis

setinggi 18 % , dan jamur ini pulih dari akar canals 50 % dengan E. faecalis dan 50 % dengan

bakteri lainnya . Namun, ragi merupakan hanya 1 % dari total flora mikroba yang bisa diolah .

Page 11: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

mereka telah menyimpulkan bahwa ekologi dalam saluran akar yang tidak cukup diisi dapat

mendukung tertentu pertumbuhan E. faecalis dan C. albicans . Adib et al . ( 2004)

mengidentifikasi flora mikroba bisa diolah di akar – diisi gigi dengan periodontitis apikal gigih

dan jelas microleakage koronal . Selain kehadiran Gram-positif anaerob fakultatif ( 75 % ) ,

enam strain Candida diisolasi dari dentin koronal , akar dentin , dan akar sampel getah perca

dalam tiga dari delapan subyek . Terlepas dari studi budaya , kehadiran jamur dalam terapi

saluran akar gagal telah terbukti baik menggunakan teknik biologi molekuler atau mikroskopik .

Nair et al . ( 1990) menganalisis bagian apikal dari sembilan kasus terapi-tahan dengan cahaya

dan mikroskop elektron . Dua spesimen mengungkapkan mikroorganisme ragi - seperti

dalam saluran akar dan foramen apikal. di sana yang banyak ragi tunas , menunjukkan bahwa

mereka berada di proliferasi aktif . Mereka menunjukkan jamur sebagai nonbacterial , penyebab

mikroba potensi nonhealed periodontitis apikal .

Penghindaran C. Albicans Dari Sel–Sel Pertahanan Tubuh

Dinding sel merupakan bagian C. albicans yang terlibat interaksi paling awal dengan sel

inang dan berpengaruh besar terhadap aktivasi sel-sel kekebalan inang. Aktivasi terjadi ketika

terjadi kontak antara sel inang dengan dinding sel C. albicans sebagai akibat adanya antigen C.

albicans pada dinding sel. Sel inang memberikan respon seluler dan antibodi untuk mengurangi

invasi dan mengeliminasi C. albicans dari jaringan yang terinfeksi. Sebaliknya C. albicans juga

melakukan upaya pengindaran dari sistem kekebalan dengan menginduksi aktivitas sel T dan sel

B supresif sehingga C. albicans lebih mudah menginvasi sel inang. Kemampuan menghindar C.

albicans dari makrofag juga dipengaruhi oleh keberadaan phospholipomannan (PLM) sebuah

glikolipid unik dengan phytoceramid moiety yang diekspresikan pada permukaan dan dilepaskan

oleh C. albicans. Penambahan PLM pada makrofag menyebabkan disregulasi dalam makrofag

dan membuat S cerevisiae dan C. albicans yang sensitive mampu bertahan hidup lebih lama

dalam sel.

3. Virus penyebab penyakit periapikal

Virus adalah mikroorganisme yang paling sederhana dan terkecil yang dapat menginfeksi

manusia. Virus terdiri dari baik DNA atau RNA yang dikelilingi oleh lapisan protein disebut

sebagai "kapsid”. Virus yang paling umum dikenal dalam rongga mulut adalah virus herpes.

Page 12: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

Virus harpes merupakan virus DNA terpenting yang dapat menyebabkan penyakit mulut pada

manusia. Ciri dari infeksi virus herpes adalah penurunan kekebalan tubuh.

Gambar 1. Mekanisme proses infeksi virus herpes

Replikasi herpesvirus dilakukan di nukleus sel host dan melalui tahap immediate-early,

early, dan late hingga akhirnya terjadi reaktivasi harpesvirus. Kebanyakan virus harppes didapat

sejak lahir dan biasanya menginfeksi individu yang berasa dari daerah dan ekonomi terbelakang

(Britt and Alford 1996; Rinckinson and Kueff 1996). Transmisi virus herpes muncul melaui

kontak dengan cairan yang terinfeksi, seperti saliva, darah, dan sekresi genital.

Penelitian terbaru telah menyelidiki keberadaan virus herpes pada lesi periapikal (Sabeti

et al. 2003a, b, c; Sabeti dan Slots 2004). Identifikasi cDNA dari akhir transkipsi gen selama

siklus infeksi harpes virus digunakan untuk mengindikasi infeksi aktif virus harpes (Sabeti et al.

2003a). Pada keadaan infeksi laten, setiap jenis harpesvirus berada diberbagai macam sel sebagai

host. Reaktivasi virus harpes yang laten terjadi akibat trauma fisik, stres, immunosuppression,

disfungsi imun, dan radioterapi. Berikut tabel jenis virus herpes dan host-nya.

Page 13: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

Jenis Virus Herpes Host

HSV Tipe 1 dan 2 Ganglia saraf sensori dan monosit

Virus Epatein-Barr Limfosit dan jaringan kelenjar saliva

Varicella-zoster Ganglia saraf sensori

Virus CytomegaloMonosit, makrofag, limfosit, dan

jaringan kelenjar saliva

HSV Tipe 6Limfosit dan epitel duktus kelenjar

saliva

HSV Tipe 7 Limfosit dan jaringan kelenjar saliva

HSV Tipe 8 Limfosit dan makrofag

3.1 Virus-virus Herpes

No

.Jenis-Jenis Virus

Letak pada

fase latenPenyakit

1Virus Herpes Simplex

tipe 1 dan tipe 2

Ganglia

saraf

sensorik

dan

monosit

Gingivostomatitis

herpetik

2 Virus Epstein-barr B-limfosit

dan

jaringan

kelenjar

Mononukleosis,

nasofaringeal

karsinoma,

lymphoproliferative

Page 14: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

saliva

disorders,

burkitt’slymphoma,

rheumatoid atritis,

shodgkin’s disease,

chronic fatigue

syndrome

3 Varicella-zoster

Ganglia

saraf

sensorik

chickenpox

4 Human Cytomegalovirus

Monosit,

makrofag,

limfosit,

dan

jaringan

kelenjar

saliva

Pasien terinfeksi HIV,

necrotizing netiritis

5 Human Herpervirus-6

Limfosit

dan duktus

kelenjar

saliva

Periodontitis,Mononuk

leosis, tumor, pada

rongga mulut

penumonia, meningitis

dan encephalitis

6 Human Herpervirus-7

Limfosit

dan

jaringan

kelenjar

saliva

Periodontal pocket

7 Human Herpervirus-8

Limfosit

dan

makrofag

Kaposi’s sarcoma,

Castleman disease and

anti-immunoblastic

lymphadenopathy

Page 15: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

3.2 Patogenesis dan Virulensi

Virus Herpes mungkin menyebabkan penyakit sebagai akibat dari infeksi dan replikasi viral

atau sebagai hasil dari penurunan ketahanan host.

Patogenensis virus herpes memiliki beberapa mekanisme, cara kerja sendiri maupun

kombinasi, dan mungkin melibatkan seluler dan respon host:

1. Virus-virus herpes dapat menyebabkan efek-efek sitopatik secara langsung pada fibroblas

periapikal, hasilnya yang dapat mengganggu pergantian dan perbaikan jaringan, bahkan

kehilangan jaringan.

2. HCMV dan EBV dapat menginfeksi dan memecah fungsi monosit, makrofag, limfosit, dan

polimorfonuklear leukosit. Terganggunya pertahanan sel host menyebabkan mudahnya

pertumbuhan bakteri patogen endodontik. Aktivasi virus herpes dapat menyebabkan efek

immunospuresif dam immunomodulatory pada daerah periapikal secara signifikan. Virus

herpes dapat memicu sebuah susunan repson host yang termasuk disregulasi makrofag dan

limfosit, dan mempunyai sebuah tujuan untuk mengatur respon imun host antiviral.

Lemahnya host termasuk pembunuh sel secara natural, inhibisi apoptosis dan hancurnya

jalan komponen MHC kelas I dan kelas II dalam makrofag , yang nyatanya mempengaruhi

peran utama host dalam penyajian antigen. Selain itu. HCMVmengkode sebuah

intlekleukin(IL)-10 homolog yang unik, sebuah sitokin Th2 yang antagonis dengan respon

Th1, dan sifat immunosupresif dapat membantu deteksi dan penghancuran circumvent

HCMV oleh sistem imun host. HCMV juga memilki kemampuan menghambat ekspresi

reseptor permukaan makrofag untuk lipopolisakarida yang mengganggu respon terhadapa

infkesi bakteri gram-negatif.

3. Infeksi virus herpes menimbulkan proinflamasi sitokin dan kemokin yang dilepas dari sel-

sel inflamatori. Interleukin - 1β dan tumor necrosis factor - α hadir dalam tingkat yang

signifikan pada lesi periapikal , dan prostaglandin E2 (PGE2) konsentrasi lebih tinggi pada

akut dibandingkan pada lesi periapikal kronis. Mediator inflamasi ini, yang kemungkinan

besar diproduksi secara lokal oleh makrofag periapikal, adalah agen yang merangsang

resorpsi tulang potent. Penelitian sebelumnya telah difokuskan pada lipopolisakarida sebagai

induktor produksi sitokin makrofag, tetapi infeksi HCMV mungkin memiliki potensi lebih

tinggi untuk upregulate ekspresi gen interleukin - 1β dan tumor necrosis factor α pada

Page 16: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

monosit dan makrofag. Mungkin hubungan makrofag dan produk mereka untuk pathosis

periapikal adalah sebagian karena HCMV-dimediasi pelepasan sitokin dari makrofag

periapikal . EBV adalah poliklonal aktivator B - limfosit kuat, mampu merangsang

proliferasi dan diferensiasi sel-sel yang mensekresi imunoglobulin. Infeksi EBV periapikal

mungkin sebagian bertanggung jawab atas sering terjadinya sel B pada lesi periapikal.

Infeksi virus herpes juga mempengaruhi jaringan sitokin. Sitokin dan kemokin memainkan

peran penting dalam baris pertama pertahanan terhadap infeksi virus herpes manusia dan

juga memberikan kontribusi signifikan terhadap regulasi respon imun. Namun, dengan

beragam strategi, virus herpes dapat mengganggu produksi sitokin atau mengalihkan respon

sitokin antivirus poten, yang memungkinkan virus untuk bertahan hidup sepanjang masa

infeksi HCMV melalui host. Infeksi HCMV biasanya menginduksi profil sitokin

proinflamasi, dengan produksi IL - 1β , IL - 6 , IL - 12 , tumor necrosis factor ( TNF ) - α ,

interferon ( IFN ) - α/ β, dan IFN - γ, Dan PGE2 . Infeksi EBV merangsang produksi IL - 1β ,

IL-1 receptor antagonis ( IL - 1Ra ) , IL - 6 , IL8 , IL - 18 , TNF - α, IFN - α/ β , IFN - γ ,

Monokin diinduksi oleh IFN -γ(MIG), IFN-γ-Inducible protein 10 ( IP - 10 ) , dan faktor

granulosit-makrofag colony-stimulating. Kegiatan proinflamasi biasanya melayani tujuan

biologis positif dengan bertujuan untuk mengatasi infeksi atau invasi oleh agen infeksi,

tetapi juga dapat memberi efek merugikan ketika tantangan menjadi luar biasa atau dengan

stimulus patofisiologi kronis. Dalam upaya untuk menangani peradangan berkelanjutan,

respon proinflamasi awal memicu pelepasan mediator anti - inflamasi , seperti transforming

growth factor - β dan IL-10 . Selain itu, virus menampilkan keunikan yang besar ketika

datang untuk mengalihkan respon sitokin antivirus poten untuk keuntungan mereka . PGE2

yang merupakan mediator kunci dari respon inflamasi periapikal, meningkat dengan cepat

dalam menanggapi paparan sel untuk HCMV, lipopolisakarida bakteri , dan sitokin IL - 1β

dan TNF -α , dan PGE2 , dalam kondisi tertentu dapat mendukung replikasi HCMV. Tidak

diragukan lagi , infeksi HCMV periapikal dapat menyebabkan banyaknya reaksi

imunomodulator yang saling berhubungan, dan berbagai tahap infeksi akan menampilkan

berbagai tingkat sel-sel inflamasi spesifik dan mediator, menggaris bawahi kompleksitas

interaksi HCMV - host penyakit periapikal

4. Virus-virus herpes dapat memproduksi kerusakan jaringan periapikal sebagai hasil dari

repson immunopatologi. Sel Th1, yang menonjol pada lesi periapikal, adalah mediator

Page 17: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

hipersensitivitas delayed-type. HCMV memiliki potensial untuk menimbulkan

immunosupresi cell-mediated oleh ekspresi permukaan sel downregulating dari molekul-

molekul histokompatibilitas mayor kompleks kelas I, sehingga mengganggu pengenalan

sitotoksik limfosit T, tujuan utama yaitu untuk mengenali dan menghancurkan sel yang

terinfeksi virus, tetapi secaara sekunder juga menghambat berbagai aspek dari respon imun.

Page 18: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

Daftar Pustaka

Fuad, Asraf. Chapter 8&9: Endodontic Microbiology. Department of Endodontics, Prosthodontics and Operative Dentistry Director, Advanced Specialty Program in Endodontics Dental School, University of Maryland Baltimore, MD, USA

Ingle II, Backland LK.. Endodontics. 5th ed. Chapter 3 : Microbiology of endododontics and asepsis in endodontic practice. Baumgartner JC, Bakland LK, Sugita EI. London : BC Decker Inc. Hamilton. 2002. p. 63-79

Eni Kusumaningtyas.Mekanisme Infeksi Candida Albicans Pada Permukaan Sel. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis

Grossman , Louis. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek ed.11 .Jakarta : EGC

Walton, Richard E. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta : EGC

Page 19: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix

MAKALAH BIOLOGI ORAL 3

VIRUS DAN JAMUR PENYEBAB PENYAKIT PERIAPIKAL : FAKTOR VIRULENSI

DAN PATOGENESIS

Disusun Oleh :

1. Repika Ayu Yulanda (04121004056)

2. Bebbi Arisya Kesumaputri (04121004058)

3. Harentya Suci Sabillah (04121004059)

4. Haritsa Budiman (04121004060)

5. Febri Rusdi (04121004061)

Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M,Si

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

2014

Page 20: Virus Dan Jamur Penyebab Penyakit Periapikal Fix