24

Click here to load reader

divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

MAKALAH

OPTIMASI PABRIK

(HMKB 766)

Disusun Oleh :

FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061)

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2016

Page 2: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Page 3: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenggunaan Energi fosil yang terus meningkat setiap tahunnya,

menyebabkan tingkat ketergantungan terhadap energi fosil tersebut menjadi

semakin tinggi dan tidak terkendali. Hal ini akan berdampak buruk pada tingkat

ketersediaan energi bahan bakar fosil tersebut, karena dibutuhkan waktu yang

sangat lama untuk mengurai fosil yang ada di dalam tanah menjadi bahan bakar

yang dapat digunakan oleh manusia. Dan membuat harga bahan bakar fosil

tersebut menjadi lebih mahal.

Keadaan tersebut akan berdampak terhadap biaya produksi pada berbagai

macam sektor industri, seperti pada industri pengolahan pertanian, petrokimia,

dan aneka tambang. Dan didalam makalah ini, akan dibahas tentang optimasi

pabrik di bidang pertanian, khususnya pada industri pengolahan Pabrik Gula

(PG) dan yang masih kekurangan ampas dan minyak residu sebagai bahan

bakar suplesi untuk ketel. Kekurangan ampas pada pabrik gula selayaknya dapat

diatasi, karena tebu memiliki kadar ampas yang cukup untuk digunakan sebagai

bahan bakar ketel, dengan instalasi yang seimbang, peralatan yang efisien,

jumlah dan kualitas tebu giling yang memadai, maka pada pabrik dapat diperoleh

kelebihan ampas atau energi yang bermanfaat sebagai bahan baku industri.

Untuk menghindari pemakaian minyak residu, belakangan banyak pabrik

gula telah berupaya menggunakan bahan bakar alternatif seperti : kayu, daduk

dan sekam. Bahkan untuk menekan biaya produksi di beberapa pabrik gula telah

di coba menggunakan batubara, namun hasilnya nampak bahwa tidak serta

merta ketel yang ada dapat digunakan batubara secara efisien. Pembakaran

batubara pada ketel pembakaran ampas dapat menimbulkan over heating dalam

dapur, proses pembakaran sulit di kontrol, sebagian abu menggumpal dalam

dapur dan sulit untuk pembersihan dan hingga 40 % batubara tidak terbakar atau

terbakar di bawah grate dan merusak rangka bakar. Untuk mengatasi

permasalahan kekurangan energi, langkah – langkah tersebut dirasa tentunya

kurang bijaksana.

Page 4: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Ampas tebu merupakan sumber energi yang terbarukan dan tersedia

cukup besar (Hugot. 1986; Paturao. 1989). Ampas tebu biasa disebut hasil

samping dari proses ekstraksi tebu. Selama ini ampas tebu hanya menjadi

limbah yang tidak dimanfaatkan. Bahkan limbah itu menjadi sumber pencemaran

lingkungan di sekitar pabrik gula. Pemanfaatan energi pada pabrik gula dapat

berlangsung efisien karena melalui sistem pembangkitan ganda atau yang

populer disebut dengan sistem cogeneration. Dimana uap yang diproduksi dari

ketel pembakaran ampas pertama digunakan untuk turbin penggerak generator

listrik atau penggerak gilingan, yang secara simultan dihasilkan uap bekas untuk

proses pemanasan nira, penguapan nira pada evaporator dan kristalisasi pada

vacuum pan. Bersamaan dengan penerapan sistem bleeding di evaporator, dan

digunakan uap nira untuk proses pemanasan dan kristalisasi, maka dapat

diperoleh kelebihan ampas hingga 29 %. Dan jika, Digunakan cogeneration

tekanan tinggi dengan turbin uap tipe kondensasi ekstraksi ganda dan sistem

elektrifikasi untuk penggerak seluruh peralatan, kelebihan ampas tersebut dapat

mencapai hingga 60 %, sehingga dapat memberi peluang PG untuk menjual

tenaga listrik sepanjang tahun dengan melewati jaringan listrik negara (Kong, at

al. 1999; Miguel. 1994; Reviere. 1989).

Suplesi bahan bakar termasuk pemakaian listrik PLN di beberapa pabrik

gula yang tidak efisien, dapat menyebabkan biaya produksi gula bertambah

hingga mencapai 10 % dan bahkan lebih (Kurniawan dkk. 2006). Ciri – ciri dari

pabrik yang kurang efisien tersebut dapat ditandai mempunyai produksi uap per

kg ampas rendah mencapai sekitar 1,8 kg (normalnya > 2,2 kg) dan konsumsi

uap per tebu tinggi mencapai hingga > 60 % (normalnya < 50 %). Potensi energi

yang ada pada pabrik gula dapat diwujudkan apabila dilakukan optimasi

terhadap jumlah dan kualitas ampas di gilingan, produksi uap di stasiun ketel dan

penggunaan uap dalam pabrik.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui kegunaan Optimasi dalam menjalankan Produksi pada

Perusahaan/Pabrik.

2. Memahami manfaat dari Energi Limbah Ampas Tebu.

Page 5: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

BAB II

HASIL dan PEMBAHASAN

2.1 Definisi Optimasi

Kalimat optimasi sifatnya termasuk global, karena banyak digunakan

sebagai kata kunci paling populer, oleh karena itu saya akan menjelaskan apa itu

optimasi yang sepertinya masih banyak yang bingung. Optimasi secara umum

adalah untuk memaksimalkan atau mengoptimalkan sesuatu hal yang bertujuan

untuk mengelola sesuatu yang dikerjakan, sehingga optimasi bisa dikatakan kata

benda yang berasal dari kata kerja, dan optimasi bisa dianggap baik sebagai ilmu

pengetahuan dan seni menurut tujuan yang ingin dimaksimalkan. Menurut

definisi, optimasi adalah "proses produksi lebih efisien (lebih kecil dan / atau lebih

cepat) program melalui seleksi dan desain struktur data, algoritma, dan urutan

instruksi dan lain-lainnya.

2.2 Hubungan Teknik Industri Dengan OptimasiTeknik Industri dan bagaimana perannya pada peradaban saat ini.

Umumnya orang setelah mendengar Teknik Industri pikiran mereka langsung

mengerucut pada satu hal, yaitu ‘membangun pabrik’. Hal ini tidak salah karena

membangun pabrik, atau dalam istilah ke-teknikannya adalah instalasi plant lay-

out merupakan salah satu dari beberapa konsentrasi yang diemban pada disiplin

ilmu Teknik Industri. Namun demikian ekspertisi Teknik Industri tidak hanya

berkutat pada masalah “membangun pabrik”, Teknik Industri memiliki kompetensi

pada 4 bidang, yaitu Production Engineering, Operations Research, Human

Factors (Ergonomika), dan Manufaktur.

Menurut Institute of Industrial Engineers (IIE), Teknik Industri berkaitan dengan

desain, perbaikan,  dan instalasi sistem terintegrasi dari manusia, material,

informasi, perlengkapan, dan energi.  Hal ini mengacu pada pengetahuan khusus

Page 6: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

dan keterampilan dalam matematika, fisika, dan ilmu sosial bersamaan dengan

prinsip-prinsip dan metode analisis rekayasa dan desain untuk menentukan,

memprediksi, dan mengevaluasi hasil yang akan diperoleh dari sebuah sistem.

Dalam ruang lingkup optimasi, definisi Teknik Industri oleh IIE diatas

menjelaskan kepada kita bahwa Teknik Industri berperan terhadap perbaikan

sistem terintegrasi yang terdiri dari 5 variable utama yang saling berkaitan, yaitu

manusia, material, informasi, perlengkapan, dan energi. Tugas utama dari

praktisi optimasi adalah menetapkan level yang optimum dan mengalokasikan

kelima variable  tersebut pada posisi yang tepat agar menghasilkan suatu sistem

terintegrasi yang optimal.

2.3 Optimasi PabrikOptimasi pabrik adalah salah satu metode/cara memaksimalkan hasil

produksi dan efisiensi pabrik. Memaksimalkan efisiensi pabrik merupakan

masalah memahami hal-hal seperti energi, tenaga kerja, penggunaan fasilitas,

dan menerapkan prosedur-prosedur yang membuat penggunaan terbaik dari

mereka. Memaksimalkan hasil adalah cara terbaik yang didefinisikan dengan

menyatakan pemanfaatan limbah menjadi energi alternatif (dalam hal Pabrik

pertanian). Tujuannya di sini adalah untuk menghasilkan sebanyak mungkin

produk akhir dari bahan baku sesedikit mungkin. melibatkan evaluasi proses dan

mengambil langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa tanaman memiliki

peralatan yang terbaik dalam produksi menggunakan bahan baku, dan bahwa

peralatan ini digunakan dengan cara yang paling efisien.

2.4 Quality ControlPengendalian kualitas mutu dalam proses produksi sangat penting untuk

diperhatikan dalam menjamin kualitas produk yang dihasilkan bekualitas

sehingga dapat memberikan kepuasan kepada konsumen atau pemakai dari

produk tersebut. Mengontrol proses manufaktur yang sebenarnya memenuhi

persyaratan yang ditetapkan oleh designer dapat dipahami juga sebagai

pengendali kualitas. Meskipun banyak perusahaan mempromosikan kualitas

sebagai faktor penentu keberhasilan, tidak ada kesepakatan umum tentang

definisi apa dan bagaimana menghitung biaya kualitas (Schiffauerova dan

Thomson, 2006). Proses standar kontrol kualitas didefinisikan dan ditentukan

Page 7: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

oleh Quality control serta idealnya didukung dan divalidasi melalui proses audit

yang dirancang untuk menjamin kepatuhan yang tepat untuk standar tersebut.

Standar laporan yang ditetapkan adalah tonggak penunjuk dimana penilaian

harus diselesaikan. Standar ini harus ditulis dan dipahami dengan jelas oleh staf

produksi.

Quality control memberikan ruang lingkup dan minimalnya diulas dengan

mengidentifikasi masalah umum dan bagian-bagian penting yang harus dikaji

secara rinci untuk memastikan bahwa produk cacat dapat dikoreksi. Proses

Quality control yang efektif melibatkan audit. Meskipun standar dipahami dengan

baik, namun tidak akan berguna jika parameter yang telah ditentukan tidak

diikuti. Tujuan dari proses Quality control adalah untuk membantu pengiriman

jaminan penilaian yang secara konsisten memenuhi atau melebihi harapan

pelanggan sementara mengikuti standar industri dan peraturan yang berlaku.

Proses ini harus didokumentasikan dan jelas referensi dan memasukkan laporan

perusahaan dan standar Quality control. Tinjauan Quality control adalah tentu

"baris pertahanan terakhir" untuk menangkap dan memperbaiki produk cacat

yang mungkin telah masuk selama proses produksi.

2.5 Efisiensi produksi

Pengertian efisiensi adalah komponen produktivitas dan mengacu pada

perbandingan aktual dan jumlah optimal dari input dan output (Lovell, 1993), di

mana produktivitas merupakan hubungan antara output dan input dalam bentuk

rasio. Susantun (2000) menyatakan bahwa pengertian efisiensi dalam produksi

adalah perbandingan output dan input berhubungan dengan tercapainya output

maksimum dengan sejumlah input, artinya apabila rasio output/input besar maka

efisiensi dikatakan tinggi. Soekartawi (1990) mengartikan efisiensi sebagai upaya

penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang

sebesar-besarnya, di mana situasi tersebut dapat terjadi apabila proses produksi

membuat suatu upaya kalau nilai produk marginal untuk suatu input sama

dengan harga input tersebut. Pada umumnya bertambahnya efisiensi disebabkan

karena (Komaruddin, 1986):

a. Penggunaan manajemen modern

b. Penggunaan sumber-sumber yang bukan manusia

Page 8: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

c. Mekanisme yang dengan sendirinya dapat menyesuaikan diri

d. Pemakaian bagian-bagian alat-alat yang distandarisasikan dan dapat

ditukarkan satu sama lain

e. Meninggalkan proses produksi yang kompleks dan menggantinya dengan

pekerjaan dan produksi yang repetitif.

f. Pengkhususan tugas-tugas dan pembagian kerja dan wewenang.

Fungsi produksi frontier menggambarkan produksi maksimum yang dapat

dihasilkan untuk sejumlah masukan (input) produksi yang dikorbankan. Fungsi

produksi Frontier pertama kali dikembangkan oleh Aigner et al.(1977) dan

Meeusen dan Van den Broek (1977) melalui pendekatan Stochastic Production

Frontier (SPF). Spesifikasi asli mencakup fungsi produksi dispesifikasi untuk data

silang (cross-sectional data) yang mempunyai error term yang mempunyai dua

komponen, satu disebabkan oleh random effects dan yang lain disebabkan oleh

inefisiensi teknis. Soekartawi (2003) menjelaskan bahwa aplikasi fungsi produksi

ini digunakan untuk mengukur bagaimana fungsi produksi sebenarnya terhadap

posisi frontier. Pada awalnya fungsi atau model ini diaplikasikan untuk

menganalisis ekonomi produksi pertanian yang kemudian aplikasinya

berkembang pada bidang-bidang lain seperti keuangan, perikanan, manufaktur,

dan lainnya. Battese dan Coelli (1992) mengajukan fungsi produksi frontier

stokhastik untuk panel data (yang tidak seimbang) yang mempunyai pengaruh

terhadap perusahaan yang diasumsikan didistribusikan sebagai truncated normal

random variables, yang juga dibolehkan bervariasi dengan waktu. Dalam banyak

kenyataan, penggunaan fungsi produksi frontier dipakai untuk mengukur

tingkatan efisiensi teknik dari suatu usaha.

2.6 Peningkatan Produktivitas

Lean manufacturing dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan

sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau

aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) melalui

peningkatan terus menerus secara radikal (radical continuous improvement)

dengan cara mengalirkan produk (material, work in process, output) dan

informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan

eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan dalam industri

manufaktur. Tujuan dari penerapan Lean Manufacturing adalah untuk

meningkatkan kinerja manufaktur lainnya. Sebagai gambaran, industri yang

Page 9: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

menerapkan Lean Manufacturing secara keseluruhan (Plant Wide) mencapai

kemajuan berikut ini:

a. Meningkatkan ketersediaan tenaga kerja langsung,

b. Meningkatkan keterpakaian tenaga kerja langsung,

c. Pengurangan persediaan (inventory).

Value stream mapping adalah sebuah metode visual untuk memetakan jalur

produksi dari sebuah produk yang di dalamnya termasuk material dan informasi

dari masing-masing stasiun kerja.Value stream mapping ini dapat dijadikan titik

awal bagi perusahaan untuk mengenali pemborosan dan mengidentifikasi

penyebabnya. Menggunakan value stream mapping berarti memulai dengan

gambaran besar dalam menyelesaikan permasalahan bukan hanya pada proses-

proses tunggal dan melakukan peningkatan secara menyeluruh dan bukan

hanya pada proses-proses tertentu saja. Peta atngan kiri dan kangan kanan

merupakan suatu alat dari studi gerakan untuk menentukan gerakan yang efisien

yaitu gerakan-gerakan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.

Peta ini sangat praktis untuk memperbaiki suatu pekerjaan manual dimana tiap

siklus dari pekerja terjadi dengan cepat dan terus berulang. Kegunaan peta

tangan kanan dan tangan kiri :

a. Menyeimbangkan gerakan kedua tangan dan mengurangi kelelahan.

b. Menghilangkan atau mengurangi gerakan-gerakan yang tidak efisien dan

tidak produktif, sehingga bisa mempersingkat waktu kerja.

c. Sebagai alat untuk menganalisa tata letak stasiun kerja.

d. Sebagai alat untuk melatih pekerjaan baru dengan cara yang ideal.

Karyawan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dapat

menyeimbangkan produksi yang lebih efektif untuk menghilangkan hambatan

atau interupsi dari proses produksi (Appelbaum et al. (2000)). Meningkatkan

keterlibatan karyawan dan insentif keuangan tampaknya meningkatkan

produktivitas perusahaan dalam estimasi cross-sectional. Oleh karena itu, untuk

membuat proses produksi mereka lebih efisien, perusahaan yang menghadapi

masalah produktivitas struktural cenderung menggunakan keterlibatan karyawan

yang lebih tinggi sehingga keterlibatan karyawan tampaknya mendorong

produktivitas. Hasil ini juga ditemukan oleh Huselid (1995), Ichniowski et al.

(1997), Godard (1999), Hitam dan Lynch (2001), dan Zwick (2004). Meskipun

keterlibatan karyawan tampaknya setidaknya meningkatkan produktivitas

Page 10: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

pembentukan, kita tidak memperhitungkan pengaruh tindakan sumber daya

manusia yang inovatif pada karyawan, seperti intensifikasi kerja, tanggung jawab

yang lebih tinggi, dan ketidakamanan (Ramsay et al. (2000)). Kami juga tidak

melihat biaya yang lebih tinggi, misalnya, karena insentif yang dibayarkan di

samping gaji biasa, atau program pelatihan mahal menemani pengenalan

teamwork (Godard (2004)).

2.7 Jumlah AmpasPada Pabrik gula (PG) ampas sebagai sumber energi tersedia sebagai

keluaran dari stasiun gilingan. Ampas dari gilingan akhir melalui elevator dan

distributor conveyor dibawa menuju stasiun ketel, dengan pengaturan sebagian

ampas akan diumpankan ke dalam dapur dan sisanya menuju gudang. Jumlah

ampas dipengaruhi oleh kadar sabut yang terkait dengan varitas, karena tinggi

rendahnya kadar sabut adalah bawaan genetik varitas. Tebu redemen tinggi

cenderung mempunyai kadar sabut rendah. Disamping kadar sabut juga

dipengaruhi oleh umur tebu, tebu muda umumnya memiliki kadar sabut rendah

dan sebaliknya tebu semakin masak memiliki kadar sabut tebu yang lebih tinggi.

Dari hasil audit energi di beberapa pabrik gula diperoleh kadar sabut tebu di

giling berkisar antara 11 sd. 16 % atau dengan kadar ampas tebu antara 27 sd.

38 % . Pada awal giling kebanyakan kadar sabut tebu masih rendah sekitar 11

%, sehingga pabrik gula cenderung kekurangan ampas. Hal tersebut perlu

dihindari dengan penataan varietas masak awal dan penggunanan tebu berkadar

sabut tinggi.

2.8 Kualitas Ampas Yang dimaksudkan disini adalah, sebagai bahan bakar ketel bahwa

semakin tinggi kualitas ampas berarti semakin tinggi kalorinya. Kualitas ampas

dipengaruhi oleh kadar air. Dengan meningkatkan supervisi pada gilingan

diharapkan kadar air ampas keluar gilingan akhir lebih kecil dari 50 % dan kadar

gula (pol) 2,5 %. Menurut rumus Pritzelwitz (Hugot, 1986); NCV = 4250 – 48w –

10 pol kkal/kg, maka tiap kilogram ampas dengan kadar air 50 % dan pol 2,5 %

memiliki nilai bakar rendah ampas (net calorific value = NCV) 1825 kkal. Dengan

meningkatnya kadar air, nilai bakar ampas akan menurun. Pada Tabel I

ditunjukkan pengaruh ampas yang semakin basah terhadap penurunan kalori.

Pada pabrik yang memiliki kapasitas 5500 TCD dengan waktu giling 160 hari,

Page 11: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

dari kadar air ampas 51 % naik 54 % akan terjadi penurunan kalori setara minyak

IDO hingga 3.960 t. senilai Rp. 23,76 milyar.

Tabel I. Pengaruh kadar air ampas terhadap penurunan kalori.Kadar air ampas (%) 52 53 54

Kalori ampas (kkal/kg) 1729 1681 1633

Penurunan kalori ampas {kkal/160 hr. gil. (x 10 ) 9}

10,560 21,120 31,680

Penurunan kalori ampas setara minyak IDO, t

1.320 2.640 3.960

Penurunan kalori ampas setara harga IDO, Rp. milyard

7,920 15,840 23,760

Keterangan : Diasumsikan kandungan pol ampas 2,5 %; Kandungan ampas tebu 25 %; Kalor minyak IDO 8000 kkal/kg; Harga minyak IDO Rp. 6 juta/ton.

Untuk optimasi kualitas ampas dapat ditempuh dengan menurunkan

kadar air ampas melalui penerapan teknologi pengeringan, yaitu dengan

memanfaatkan energi panas dari gas buang cerobong ketel yang masih memiliki

suhu hingga diatas 225⁰ C. Dengan penurunan kadar air ampas dari 50 %

menjadi 40 % maka nilai bakar per kg ampas akan dapat meningkat hingga

2305 kkal, atau nilai bakar per kg ampas relatif akan meningkat hingga 6 %.

Sehingga untuk bahan bakar ketel di pabrik gula akan dapat meningkatkan

produksi uap hingga 10 %. Penerapan teknologi pengeringan ampas tersebut

telah banyak diandalkan oleh banyak pabrik gula (Sugar Company) di luar

negeri (Maranhao. 1980; Miller. 1977; Abilio. and Faul. 1987). Kualitas ampas

sebagai bahan bakar juga dipengaruhi oleh tingkat kelembutan dan kandungan

tanah atau pasir dalam ampas (Lamb, 1977 & 1980). Stasiun pembangkit uap

akan dapat bekerja secara optimal apabila ampas yang dibakar memiliki

kelembutan yang sesuai dengan sistem pembakaran dari ketel yang digunakan.

Ketel jenis lama dengan dapur Step Grate, Ward, Hourse Shoe dan Dutch Oven

lebih sesuai untuk ampas kasar yang dihasilkan gilingan dengan Crusher,

Page 12: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

sedangkan jenis ketel Spreader Stoker lebih sesuai untuk ampas halus yang

dihasilkan gilingan dengan Unigrator atau shreader (Magaziner. 1989). Ampas

dengan kadar abu kurang dari 2,5 % dapat dikatagorikan sebagai ampas yang

berkualitas baik sebagai bahan bakar. Kehadiran tanah atau pasir dalam ampas

akan meningkatkan kadar abu, menurunkan efisiensi ketel dan menimbulkan

kesulitan seperti rate pembakaran menurun serta timbulnya abrasi pada

perpipaan dan blower IDFan.

2.9 Penggunaan UapUap yang digunakan dapat dibedakan dan dibagi dalam dua kategori

yaitu,uap baru (UBA) dan uap bekas (UBE). UBA adalah uap yang keluar dari

ketel pada tekanan sesuai desain operasi ketel dan UBE adalah uap bekas yang

keluar dari mesin atau turbin penggerak turboalternator, gilingan, peralatan di

stasiun ketel dengan tekanan uap hingga 1kg/cm².

2.9.1 Penggunaan UBAKecuali untuk turbin penggerak gilingan dan turboalternator, penggunaan

UBA akan menjadi kurang optimal apabila masih banyak peralatan yang

digerakkan langsung oleh mesin uap atau turbin, yaitu seperti untuk penggerak

air injeksi, pompa vakum serta kompresor di stasiun proses, penggerak pompa

air pengisi ketel (BFWPump), blower udara bakar (FDFan) serta blower gas

cerobong (IDFan) di stasiun ketel. Sebaliknya penggunaan UBA akan menjadi

optimal apabila penggerak peralatan menuju ke sistem elektrifikasi menggunakan

elektromotor. Pada prinsipnya penggunaan UBA dapat berlangsung optimal

dalam sistem cogeneration, dan akan semakin efektif apabila digunakan ketel

dan turbin yang bertekanan semakin tinggi (≥ 45 kg/cm²). Dalam perkembangan

sistem cogeneration, untuk optimasi penggunaan UBA pada mesin atau turbin

jenis mesin (1) – (3) memiliki konsumsi uap yang semakin rendah, untuk mesin

uap torak dan turbin tipe back pressure antara 26 – 13,5 kg/kW, untuk turbin tipe

multy stage dan AC antara 15 – 9,5 kg/kWh. Dan pada jenis mesin (4) dengan

tekanan tinggi memiliki konsumsi uap yang sangat rendah hingga antara 4,2 –

7,5 kg/kWh. Konsumsi uap mencapai 4,2 kg/kWh ketika sistem condensing

bekerja penuh pada tekanan vakum 0,05 kg/cm² dan 7,5 kg/kWh ketika sebagian

uap di ekstraksi pada tekanan 17,5 kg/cm² untuk kebutuhan turbin tipe back

pressure penggerak gilingan (Paturao,1989; Reviere, 1998).

Page 13: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Tabel II. Optimasi Penggunaan UBA Pada Mesin Turbin di PG.

Jenis Mesin Uap Baru Uap Bekas(kondensat*)

Konsumsi uap (kg/kWh)

Tekanan (Kg/cm²)

Suhu (⁰C) Tekanan (Kg/cm²)

Suhu (⁰C)

(-) Mesin Uap Torak

8 170 0,6 130 26

(-) Turbin uap, Tipe Back pressure :

1 Single Stage 15 - 17,5 250 - 325 0,8 170 13,5 - 20

2 Multi Stage 15 - 17,5 250 –325 0,6 135 10-5 - 15

(-) Turbin Uap (Atmospheric Condenser)

17,5 325 0,3 – 0,8 95* - 135 9,5 – 10,5

(-) Double Extraction Condesing Turbine (DECT)

30 - 70 450 - 500 0,05- 17,5 40* - 325 4,2 – 7,5

2.9.2 Penggunaan UBEDalam proses produksi gula, peralatan utama yang menggunakan UBE

adalah pemanas pendahuluan (juice heater), bejana penguapan (evaporator)

dan pan masak (vacuum pan). Pada umumnya UBE yang digunakan memiliki

tekanan antara 0,5 sd. 1 kg/cm² , pada suhu antara 125⁰C sd. 155⁰C. Untuk

optimasi penggunaan UBE ini dapat ditempuh dengan penerapan sistem

bleeding uap nira di stasiun evaporator (multy effect evaporator), dengan luas

pemanas pada masing-masing badan yang memadahi, vacuum di condensor

Page 14: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

yang baik, maka uap nira yang dihasilkan dari masing-masing badan akan dapat

digunakan sebagai sumber pemanas untuk juice heater dan vacuum pan. Pada

kondisi tersebut kebutuhan UBE hanya diperuntukkan pada eveporator badan I,

dan disertai penataan sistem cogenerator yang efisien, maka konsumsi uap

persen tebu akan dapat diturunkan sampai minimal (Hansjoachim, et al. 1999).

Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa penggunaan bleeding total pada

susunan quadraple effect evaporator mampu menurunkan kebutuhan UBE dari

sekitar 56 % tebu menjadi sekitar 50 % tebu. Sedangkan penggunaan bleeding

total pada susunan quintuple effect evaporator mampu menurunkan kebutuhan

UBE menjadi sekitar 45 % tebu. Bahkan penggunaan bleeding total pada

susunan sextuple effect evaporator mampu menurunkan kebutuhan UBE menjadi

sekitar 30 % tebu (Kong, et al. 1999; Lora, et al. 2000; Kurniawan dkk. 2008).

2.10 Faktor Lain Untuk optimasi pemanfaatan energi ampas, juga tidak terlepas dari faktor

kehilangan panas akibat radiasi, kondensasi, kebocoran pada pipa distribusi uap

dan bejana proses karena, isolasi, pengerakan, korosi dan flends yang kurang

sempurna. Dari pengalaman, kerugian panas akibat dari hal-hal tersebut diatas

dapat mencapai 5 % dan pada kondisi terburuk dapat mencapai hingga 12 %

dari produksi uap. Melalui penanganan yang optimal kehilangan tersebut dapat

ditekan hingga kondisi normal 1 %, keadaan tersebut antara lain dapat ditandai

oleh dinginnya udara dalam pabrik sehingga para operator dapat bekerja dengan

nyaman dan tidak gerah.

Jam berhenti giling dapat menyebabkan pemanfaatan energi di pabrik

kurang optimal. Dengan pola jam berhenti terjadwal yang dapat dimanfaatkan

untuk program perawatan terjadwal, maka jam berhenti giling dapat ditekan

kurang dari 5 % (Purnomo dan Sugiarto. 2006). Jam berhenti giling tersebut

dapat disebabkan oleh faktor dalam pabrik, yaitu kerusakan peralatan atau

gangguan proses. Dan faktor luar pabrik, yaitu transportasi dan tenaga tebang

sehingga pasok tebu terganggu.

Page 15: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Optimasi Pabrik berguna untuk memaksimalkan hasil produksi, hasil samping

dari bahan baku, efisiensi mesin, dan efisiensi pabrik.

2. kekurangan ampas pada pabrik gula (PG) selayaknya dapat dicegah, dan

hal tersebut dapat diatasi melalui optimasi ampas tebu dari produksi gula

pada pabrik, optimasi produksi dan konsumsi uap, serta memaksimalkan

instalasi dan kelancaran giling. Tebu mempunyai kadar ampas cukup besar

dimana sebagian dapat digunakan untuk memenuhi total kebutuhan bahan

bakar di ketel, dengan instalasi yang seimbang, peralatan yang efisien,

jumlah dan kualitas tebu giling yang memadai, maka pada pabrik gula, dapat

diperoleh kelebihan ampas atau energi yang bermanfaat sebagai bahan

baku industri.

3.2 Saran

Agar lebih memperhatikan tanda baca dan penulisan kalimat yang benar

dalam menulis jurnal. Dapat disertai dengan gambar yang jelas agar pembaca

lebih memahami dan memiliki gambaran mengenai artikel didalam jurnal

tersebut.

Page 16: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

DAFTAR PUSTAKA

Abilio, A and F. Faul, 1987, “Bagasse drying”, Sugar Journal, Vol. 89, No.

1060 : 68-71.

Hugot, E. 1986, “Handbook of Cane Sugar Engineering”, (3rd ed), Elsevier,

New York, 1165 p.

Hansjoachim, Wunsch and Pedro, Avram Walganoff, (1999), “Technology

transfer between beet and cane sugar industries”, Possibilities for

energy savings including cogeneration, Proc. of XXIII th ISSCT

congress, New Delhi, India.

Kong Win Chang, K.T.K.F. at all, (1999), “Optimising steam utilization at a

typical sugar factory”, Possibilities for energy savings including

cogeneration, Proc. of XXIII ISSCT th congress, New Delhi, India, 270 –

279.

Kassiap, D, 2000, “Progress in Bagasse energy Development in Mauritius and

Short Term Prospects”, Sugar Y Azucar, Vol. 95, No. 7.

Kurniawan, Y,. M. Saechu, Mirzawan dan Nahdodin, 2006,“Potensi energi

pabrik gula di tengah krisis energi”, Seminar IKAGI, Yogya, 13 hal.

Kurniawan, Y. M. Saechu, dan B.E. Santoso. 2008. “Optimalisasi energi di

pabrik gula”, Seminar sehari, Peran teknologi dalam mendukung

industrigula yang tangguh dan berdaya saing, P3GI, 28 Agustus, 17 hal.

Lamb, B.W; Bilger, R.W, 1977,“Combustion ofbagasse”,Sugar Tech. Reviews

4:12.

Page 17: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lamb, B. W, 1980, “Investigation in to foundamentals of bagasse

combustionin step grate furnace”, Proc. of XVIIth ISSCT congress, 3 :

1931-1962.

Lora, E. S, F.P. Arrieta, R. Carrasco, LAN. Nogueira, 2000, “Clean

production : Efficiency and Environment”, Int. Sugar Journal, 102.

Miguel, R, 1994, “The Evolution of Power Cogeneration in Guatemala”, Sugar Y Azucar, No. 3, Vol. 89, 19 p.

Magaziner, N, 1989, “Boiler plant as an integral part of a cane sugar factory”, Hand out in ISSCT Energy Workshop. Berlin. 37 p.

Maranhao, LEC, 1980, “Individual bagasse drying system”, Proc. of XVII th

ISSCT congress, 3 : 2000-2011.

Miller, C.F, 1977, “Economic study of bagasse dehydration”, Proc. ASSCT,

148.

Purnomo, S dan Y. Sugiarto, 2006, ”Pengelolaan energi di PG Gunung Madu

Plantations”, Seminar IKAGI, Yogya.

Reviere, M.P, 1989, “Power Co-generation in Reunion Island”, hand out at

sugar manufacture training in MSRI, Mauritius, 8 p.

Saechu. M, 2005a, ”Tindakan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan

kinerja ketel dan efisiensi pemakaian energi di PG Candi Baru”, Lap.

Teknis intern P3GI, 10 hal.

Anonim1, 2016

http://www.biodieselmagazine.com/articles/8356/what-is-plant-optimization

diakses pada tanggal 10 November 2016.

Saechu. M, 2009, “Optimasi Pemanfaatan Energi Ampas Di Pabrik Gula

(Bagasse Energy Optimation At Sugar Cane Plant)”, Jurnal Teknik Kimia

Vol.4 No.1.

Page 18: divpenhmtmulm.files.wordpress.com · Web viewMAKALAH OPTIMASI PABRIK (HMKB 766) Disusun Oleh : FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061) PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS