29
86 VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING 6.1 Identifikasi Stakeholders dalam Pengelolaan Danau Rawa Pening Secara umum, stakeholders kunci yang terlibat dalam pengelolaan Danau Rawa Pening terdiri atas empat kelompok, yaitu 1) pelaku pemanfaatan sumberdaya, 2) pemerintah, 3) stakeholders lain, dan 4) agen perubahan. Penjelasan dari masing-masing kelompok stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening adalah sebagai berikut. 1) Pelaku pemanfaatan sumberdaya Pelaku pemanfaatan sumberdaya adalah masyarakat di sekitar danau yang memiliki mata pencaharian dengan memanfaatkan secara langsung sumberdaya danau, seperti masyarakat nelayan dan masyarakat tani. Masyarakat nelayan tergabung dalam kelompok nelayan yang anggotanya terdiri atas nelayan atau orang yang secara aktif melakukan pekerjaan menangkap ikan, binatang air atau tanaman air di perairan Danau Rawa Pening. Masyarakat tani adalah orang yang memiliki pekerjaan di bidang usahatani dengan cara melakukan pengolahan tanah untuk ditanami padi, palawija, sayur, atau buah-buahan dengan harapan memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk dikonsumsi sendiri atau untuk dijual ke orang lain. Kelompok nelayan di perairan Danau Rawa Pening berjumlah 32 kelompok, yaitu 6 kelompok di Kecamatan Ambarawa, 5 kelompok di Kecamatan Bawen, 9 kelompok di Kecamatan Banyubiru, dan 12 kelompok di Kecamatan Tuntang. Kelompok-kelompok nelayan tersebut tergabung dalam Paguyuban Nelayan Sedyo Rukun yang memiliki anggota 1.399 orang dari sekitar 1.589 nelayan yang ada di Rawa Pening. Disamping bermata pencaharian sebagai nelayan, terdapat beberapa anggota nelayan yang juga memiliki mata pencaharian sampingan. Oleh sebab itu nelayan di Rawa Pening dapat diklasifikasikan sebagai nelayan penuh, nelayan sambilan utama, dan nelayan tambahan (Disnakan Kabupaten Semarang 2007). Peran yang dilakukan oleh pelaku pemanfaatan sumberdaya dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening adalah (1) berpartisipasi dalam

VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU … · pengelolaan danau terkait dengan pelestarian, pemanfaatan, ... Badan Lingkungan Hidup Provinsi ... masyarakat dengan fokus pada

  • Upload
    vodung

  • View
    221

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

86

VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING

6.1 Identifikasi Stakeholders dalam Pengelolaan Danau Rawa Pening

Secara umum, stakeholders kunci yang terlibat dalam pengelolaan Danau

Rawa Pening terdiri atas empat kelompok, yaitu 1) pelaku pemanfaatan

sumberdaya, 2) pemerintah, 3) stakeholders lain, dan 4) agen perubahan.

Penjelasan dari masing-masing kelompok stakeholders yang terlibat dalam

pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening adalah sebagai berikut.

1) Pelaku pemanfaatan sumberdaya

Pelaku pemanfaatan sumberdaya adalah masyarakat di sekitar danau yang

memiliki mata pencaharian dengan memanfaatkan secara langsung sumberdaya

danau, seperti masyarakat nelayan dan masyarakat tani. Masyarakat nelayan

tergabung dalam kelompok nelayan yang anggotanya terdiri atas nelayan atau

orang yang secara aktif melakukan pekerjaan menangkap ikan, binatang air atau

tanaman air di perairan Danau Rawa Pening. Masyarakat tani adalah orang yang

memiliki pekerjaan di bidang usahatani dengan cara melakukan pengolahan tanah

untuk ditanami padi, palawija, sayur, atau buah-buahan dengan harapan

memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk dikonsumsi sendiri atau untuk

dijual ke orang lain.

Kelompok nelayan di perairan Danau Rawa Pening berjumlah 32

kelompok, yaitu 6 kelompok di Kecamatan Ambarawa, 5 kelompok di Kecamatan

Bawen, 9 kelompok di Kecamatan Banyubiru, dan 12 kelompok di Kecamatan

Tuntang. Kelompok-kelompok nelayan tersebut tergabung dalam Paguyuban

Nelayan Sedyo Rukun yang memiliki anggota 1.399 orang dari sekitar 1.589

nelayan yang ada di Rawa Pening. Disamping bermata pencaharian sebagai

nelayan, terdapat beberapa anggota nelayan yang juga memiliki mata pencaharian

sampingan. Oleh sebab itu nelayan di Rawa Pening dapat diklasifikasikan sebagai

nelayan penuh, nelayan sambilan utama, dan nelayan tambahan (Disnakan

Kabupaten Semarang 2007).

Peran yang dilakukan oleh pelaku pemanfaatan sumberdaya dalam

pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening adalah (1) berpartisipasi dalam

87

memelihara kelestarian danau, serta (2) melindungi dan mengamankan kawasan

danau dari kerusakan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat

pemanfaat sumberdaya terlibat dalam melindungi dan mengamankan kawasan

danau dari kerusakan ekologi. Masyarakat pemanfaat sumberdaya dilibatkan

dalam pembersihan Eceng Gondok, walaupun hanya sebagai tenaga kerja. Selain

itu, masyarakat nelayan memiliki kesepakatan untuk tidak menggunakan alat

tangkap yang dapat merusak ekosistem danau, misalnya penggunaan bahan

peledak, racun, dan alat setrum untuk menangkap ikan.

2) Pemerintah

Menurut sistem hukum di Indonesia, khususnya Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya,

serta Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan

Lindung, danau merupakan sumberdaya alam yang dikuasai oleh negara dan

dikelola oleh pemerintah. Dalam hal ini, pengelolaan danau sebagai sumberdaya

air merupakan wewenang pemerintah pusat. Dengan ditetapkannya Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka telah terjadi

perubahan paradigma dalam pengelolaan sumberdaya alam, yaitu dari sistem

pengelolaan sentralisasi menjadi desentralisasi. Hal ini sejalan dengan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dalam ketentuan pasal 6

ayat (2) yang mencantumkan bahwa penguasaan sumberdaya air diselenggarakan

oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui hak ulayat

masyarakat hukum adat setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan

kepentingan nasional dan peraturan perundangan.

Namun demikian, pendelegasian wewenang untuk menyerahkan semua

urusan pengelolaan sumberdaya alam dari pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah merupakan hal yang sulit dilaksanakan, sehingga perlu dilakukan

pembatasan pengelolaan sumberdaya alam yang dapat didelegasikan kepada

pemerintah daerah. Terkait dengan pengelolaan danau, Kutarga et al. (2008)

menyatakan bahwa kebijakan makro pengelolaan danau merupakan wewenang

pemerintah pusat dengan prinsip pengelolaan menyeluruh dan terpadu yang

memperhatikan kepentingan lintas sektoral dan lintas daerah. Dalam hal ini,

88

pengelolaan danau terkait dengan pelestarian, pemanfaatan, pengaturan alokasi,

dan pencegahan pencemaran dapat dilimpahkan kepada daerah setempat bersama

dengan masyarakat. Dengan demikian, institusi pemerintah yang terlibat adalah

pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten,

kecamatan dan desa dengan kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda.

Beberapa stakeholders kunci yang terlibat dalam pengelolaan Danau Rawa

Pening adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah,

Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang, Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Provinsi Jawa Tengah, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah,

Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Provinsi Jawa Tengah, Balai Besar Wilayah

Sungai Pemali Juana, Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Jragung Tuntang, Dinas

Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah, dan TNI Zeni Tempur Banyubiru.

Peran yang dilakukan oleh setiap stakeholders pemerintah dalam pengelolaan

Danau Rawa Pening adalah (1) melakukan koordinasi dalam pengelolaan danau,

(2) mengembangkan kerjasama dengan institusi terkait, (3) menyediakan bantuan

pembiayaan dalam pengelolaan, (4) melakukan pengaturan pemanfaatan

sumberdaya danau sebagai kawasan konservasi dan usaha perikanan, serta

(5) memfasilitasi penyelesaian permasalahan yang terjadi antar stakeholders

sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab masing-masing.

3) Stakeholders lain

Keterlibatan stakeholders lain dalam pengelolaan Danau Rawa Pening,

baik secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan kepentingan ekonomi

dalam pemanfaatan sumberdaya danau. Beberapa stakeholders lain yang terlibat

dalam pengelolaan Danau Rawa Pening adalah pelaku usaha lokal, Pembangkit

Listrik Tenaga Air Jelok Timo, serta PT. Sarana Tirta Ungaran.

Peran yang dilakukan oleh stakeholders lain dalam pengelolaan Danau

Rawa Pening adalah (1) memberikan motivasi pada masyarakat agar ikut peduli

dalam pelestarian sumberdaya Rawa Pening, (2) memberikan bantuan teknis

dalam pengelolaan, serta (3) membantu dalam pendampingan dan pengembangan

masyarakat di sekitar Danau Rawa Pening.

89

4) Agen perubahan

Agen perubahan meliputi lembaga bukan pemerintah yang berfungsi

sebagai fasilitator dalam proses ko-manajemen, berperan sebagai perantara antara

masyarakat pemanfaat sumberdaya dengan pemerintah atau stakeholders lain.

Menurut Pomeroy dan Rivera-Guieb (2006), tujuan agen perubahan dalam

kerangka ko-manajemen adalah melakukan perubahan dari dalam diri masyarakat

dengan fokus pada kegiatan konservasi dan pengembangan sosial.

Peran fasilitator dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat di

sekitar Danau Rawa Pening adalah dengan cara mendorong masyarakat untuk

lebih meningkatkan rasa percaya diri dan rasa percaya terhadap agen perubahan

sehingga meningkatkan keterlibatannya dalam proses pengelolaan kolaboratif.

Dalam hal ini, agen perubahan yang terlibat dan memiliki perhatian terhadap

masyarakat adalah Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat.

Lembaga Penelitian dari Perguruan Tinggi yang memiliki perhatian khusus

terhadap kelestarian Danau Rawa Pening dan masyarakat di sekitarnya adalah

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga dan Universitas Diponegoro

Semarang. Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat yang aktif terlibat dalam

pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar Rawa Pening adalah Bina

Swadaya, Percik, dan Baru Klinting. Peran yang telah dilakukan oleh agen

perubahan dalam pengelolaan Danau Rawa Pening adalah (1) melakukan

pendampingan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta

(2) melakukan penelitian dan pengembangan terkait dengan sumberdaya Danau

Rawa Pening.

Keberhasilan pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening tidak terlepas

dari tingkat kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholders dalam

menentukan kebijakan pengelolaan. Hasil analisis stakeholders dalam pengelolaan

Danau Rawa Pening disajikan pada Lampiran 3. Selanjutnya berdasarkan tingkat

kepentingan dan pengaruhnya dalam proses pengambilan keputusan, stakeholders

yang terlibat dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening dapat

dikelompokkan menjadi empat kelompok stakeholders, yaitu subjects (kuadran I),

players (kuadran II), bystanders (kuadran III), dan actors (kuadran IV) seperti

disajikan pada Gambar 16.

90

Pemerintah Pusat

Pemda Prov. Jateng

BBWS Pemali Juana

Bappeda Prov. Jateng

Pemda Kab. Semarang

Bapermas Prov. Jateng

Dinas PSDA

Dinas Perikanan

BPSDA Jragung Tuntang

Dinas Pariwisata

Dinas Perkebunan

Dinas Kehutanan

Badan Lingkungan Hidup Prov. JatengPT. Sarana Tirta

Ungaran Balitbang Prov. Jateng

PLTA Jelok Timo

TNI Zeni Tempur

Pelaku usaha lokalPerguruan Tinggi

Kelompok Nelayan Sedyo Rukun

LSM

Wisatawan

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0

Pengaruh

Kep

entin

gan

SUBJECTS PLAYERS

BYSTANDERS ACTORS

Pengelompokan stakeholders pada Gambar 16 menunjukkan, bahwa

kuadran subjects merupakan kelompok stakeholders yang memiliki kepentingan

tinggi dengan tingkat pengaruh yang rendah terhadap kegiatan pengelolaan.

Kelompok stakeholders ini mencakup individu atau kelompok yang memiliki

kegiatan pemanfaatan sumberdaya tetapi bukan pengambil keputusan dalam

kebijakan pengelolaan, seperti PLTA Jelok Timo, PT. Sarana Tirta Ungaran, dan

Kelompok Nelayan Sedyo Rukun. Masyarakat pemanfaat sumberdaya yang

tergabung dalam Kelompok Nelayan Sedyo Rukun memiliki tingkat kepentingan

tinggi terhadap pemanfaatan sumberdaya Danau Rawa Pening, akan tetapi

memiliki tingkat pengaruh yang rendah dalam penentuan kebijakan pengelolaan.

Kuadran players merupakan kelompok stakeholders yang memiliki tingkat

kepentingan dan pengaruh yang sama tinggi dalam proses penentuan kebijakan.

Kelompok stakeholders ini memiliki kepentingan yang tinggi terkait dengan

aspek pengelolaan danau yang menjadi kewenangan stakeholders tersebut.

Gambar 16 Pengelompokan stakeholders dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening, Tahun 2010

91

Pemeritah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah memiliki otoritas

yang tinggi dalam perumusan kebijakan pengelolaan. Tingkat pengaruh yang

tinggi terkait dengan peran penting kelompok stakeholders tersebut dalam

mengorganisir kegiatan pengelolaan Danau Rawa Pening.

Kelompok stakeholders yang termasuk dalam kuadran actors memiliki

kepentingan yang rendah dengan tingkat pengaruh tinggi dalam proses penentuan

kebijakan. Kelompok ini terdiri atas Perguruan Tinggi, Badan Pemberdayaan

Masyarakat Provinsi Jawa Tengah, TNI Zeni Tempur Banyubiru, dan LSM.

Tingkat pengaruh yang tinggi terkait dengan perannya sebagai fasilitator dalam

pengorganisasian masyarakat. Dalam hal ini sebagai mediator antara masyarakat

pemanfaat sumberdaya dengan pemerintah atau dengan kelompok stakeholders

lain. Peran sebagai agen perubahan adalah melakukan perubahan dari dalam diri

masyarakat dengan fokus pada kegiatan konservasi sumberdaya alam dan

pengembangan masyarakat.

Kuadran bystanders mewakili kelompok stakeholders yang memiliki

tingkat kepentingan dan pengaruh yang sama rendah terhadap kegiatan

pengelolaan. Rendahnya tingkat kepentingan dan pengaruh dari kelompok

stakeholders tersebut memiliki pengaruh yang kecil, bahkan tidak berpengaruh

dalam kegiatan pengelolaan Danau Rawa Pening.

6.2 Kebijakan Pengelolaan Kolaboratif di Danau Rawa Pening

Kebijakan pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening dirancang

dengan menggunakan metode Interpretative Structural Modelling (ISM). Teknik

permodelan ISM digunakan untuk menganalisis keterkaitan dan ketergantungan

elemen-elemen yang membentuk struktur model pengelolaan dan

mengidentifikasi peubah kunci masing-masing elemen serta struktur dalam model.

Hasil wawancara dengan pakar dan pengisian kuisioner berdasarkan teknik ISM

diperoleh lima elemen, yaitu (1) kelompok masyarakat yang terpengaruh dalam

pengelolaan kolaboratif, (2) kendala utama dalam pengelolaan kolaboratif,

(3) tujuan pengelolaan kolaboratif, (4) lembaga yang terlibat dalam pengelolaan

kolaboratif, serta (5) aktivitas pengembangan dalam pengelolaan kolaboratif.

Selanjutnya masing-masing elemen diuraikan menjadi beberapa sub-elemen.

92

Dalam penelitian ini teridentifikasi 9 sub-elemen kelompok masyarakat

yang terpengaruh dalam pengelolaan kolaboratif, 10 sub-elemen kendala utama

dalam pengelolaan kolaboratif, 8 sub-elemen tujuan pengelolaan kolaboratif, 20

sub-elemen lembaga yang terlibat dalam pengelolaan kolaboratif, serta 10 sub-

elemen aktivitas pengembangan dalam pengelolaan kolaboratif. Hasil olahan

matriks yang telah memenuhi kaidah transitivitas serta luaran model struktural

dari masing-masing elemen memberikan gambaran struktur hirarki dari masing-

masing sub-elemen. Informasi elemen kunci diperoleh dari reachability matrix

final seperti disajikan pada Lampiran 4. Peubah kunci dari masing-masing elemen

yang teridentifikasi disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19 Peubah kunci sistem pengelolaan kolaboratif Danau Rawa Pening, Tahun 2010

No Elemen Peubah Kunci 1 Kelompok masyarakat

yang terpengaruh dalam pengelolaan kolaboratif

1) Masyarakat nelayan

2 Kendala utama dalam pengelolaan kolaboratif

1) Konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya

3 Tujuan pengelolaan kolaboratif

1) Pemberdayaan masyarakat pemanfaat sumberdaya

4 Lembaga yang terlibat dalam pengelolaan kolaboratif

1) Pemerintah Pusat 2) Pemerintah Daerah (Provinsi Jawa Tengah)

5 Aktivitas pengembangan dalam pengelolaan kolaboratif

1) Melakukan pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia

2) Meningkatkan koordinasi antar stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan

6.2.1 Elemen Kelompok Masyarakat yang Terpengaruh dalam Pengelolaan Kolaboratif

Identifikasi elemen kelompok masyarakat yang terpengaruh dalam

pengelolaan kolaboratif dimaksudkan untuk mengetahui kelompok masyarakat

yang terkena dampak dari program pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa

Pening. Hasil diskusi mendalam dengan responden pakar secara lintas sektoral,

teridentifikasi 9 sub-elemen kelompok masyarakat yang terpengaruh, yaitu:

1. Masyarakat nelayan.

2. Masyarakat petani.

3. Masyarakat peternak.

93

4. Masyarakat pedagang.

5. Masyarakat pengumpul Eceng Gondok.

6. Masyarakat pengumpul gambut.

7. Masyarakat pengusaha jasa pariwisata.

8. Masyarakat pengrajin Eceng Gondok.

9. Wisatawan.

Hasil analisis ISM dengan memperhitungkan nilai driver power dan

dependence dari setiap sub-elemen menunjukkan, bahwa 9 sub-elemen kelompok

masyarakat yang terpengaruh dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa

Pening dapat dipetakan ke dalam kuadran independent, linkage, dependent, dan

autonomous seperti disajikan pada Gambar 17. Nilai driver power menunjukkan

kekuatan atau daya dorong sub-elemen terhadap sub-elemen terkait lainnya. Nilai

dependence menunjukkan tingkat ketergantungan sub-elemen dalam kaitannya

dengan sub-elemen pasangan lainnya.

1

2

5, 6

8, 9

4, 7

3

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Dependence

Dri

ver P

ower

IV Independent III Linkage

I Autonomous II Dependent

Gambar 17 Matriks driver power dan dependence elemen kelompok masyarakat yang terpengaruh dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening, Tahun 2010

94

Gambar 17 menunjukkan, bahwa sub-elemen yang termasuk dalam

kuadran independent adalah sub-elemen 1 (masyarakat nelayan), sub-elemen 2

(masyarakat petani), sub-elemen 5 (masyarakat pengumpul Eceng Gondok), dan

sub-elemen 6 (masyarakat pengumpul gambut) yang memiliki kekuatan

penggerak besar, dengan sedikit ketergantungan terhadap program pengelolaan

Danau Rawa Pening. Dengan kata lain, masyarakat nelayan merupakan peubah

kunci dari kelompok masyarakat yang terkena dampak pengelolaan danau, dan

perubahan yang terjadi pada kelompok ini akan memberi dampak perubahan pada

kelompok lainnya. Dampak positif yang dirasakan adalah adanya manfaat

ekonomi sebagai sumber pendapatan masyarakat, seperti perikanan, budidaya

keramba, dan irigasi pertanian. Dampak negatifnya adalah banjir, terutama bagi

petani lahan pasang surut, serta berkembangbiaknya gulma Eceng Gondok yang

mengganggu aktivitas nelayan dan budidaya keramba jaring apung.

Kelompok masyarakat yang berada pada kuadran dependent adalah

sub-elemen 4 (masyarakat pedagang), sub-elemen 7 (masyarakat pengusaha jasa

pariwisata), sub-elemen 8 (masyarakat pengrajin Eceng Gondok), dan sub-elemen

9 (wisatawan). Dalam model pengelolaan kolaboratif, kelompok masyarakat

tersebut merupakan peubah yang dipengaruhi oleh kelompok peubah independent.

Dengan kata lain, perubahan yang terjadi di dalam kelompok independent akan

mempengaruhi kelompok masyarakat yang termasuk dalam kuadran dependent.

Sebagai contoh, dengan berkurangnya jumlah produksi perikanan tangkap oleh

nelayan, maka semakin berkurang pendapatan masyarakat pedagang ikan.

Kelompok masyarakat pengrajin berbahan baku Eceng Gondok, juga terpengaruh

oleh pasokan bahan baku dari kelompok masyarakat pengumpul Eceng Gondok.

Selanjutnya sub-elemen 3 (masyarakat peternak) termasuk dalam kuadran

autonomus dalam sistem pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening. Sub-

elemen yang termasuk dalam kuadran autonomous adalah kelompok masyarakat

yang berada di luar sistem pengelolaan, tetapi mereka memanfaatkan sumberdaya

danau untuk kelangsungan hidupnya. Fakta di lapangan menunjukkan, bahwa

terdapat masyarakat yang memanfaatkan kawasan Danau Rawa Pening untuk

usaha budidaya ternak unggas itik. Dalam elemen kelompok masyarakat yang

terpengaruh, tidak ada sub-elemen yang termasuk dalam peubah linkage (pengait).

95

Struktur sistem dari elemen kelompok masyarakat yang terpengaruh dalam

pengelolaan kolaboratif terdiri atas empat level seperti disajikan pada Gambar 18.

Hubungan kontekstual yang digunakan untuk menganalisis keterkaitan antar sub-

elemen dalam sistem pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening adalah

hubungan pengaruh, yaitu suatu kelompok masyarakat yang mempengaruhi

kelompok masyarakat yang lain.

(2) Masyarakat petani

(4) Masyarakat pedagang

(9) Wisatawan

Level 4

Level 3

Level 2

Level 1

(5) Masyarakat pengumpul Eceng

Gondok

(6) Masyarakat pengumpul gambut

(8) Masyarakat pengrajin Eceng

Gondok

(1) Masyarakat nelayan

(3) Masyarakat peternak

(7) Masyarakat pengusaha jasa

wisata

Gambar 18 Struktur sistem elemen kelompok masyarakat yang terpengaruh dalam

pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening, Tahun 2010

Gambar 18 menunjukkan bahwa peubah kunci dari elemen kelompok

masyarakat yang terpengaruh adalah sub-elemen 1 (masyarakat nelayan). Hal ini

menjadi petunjuk bahwa keberhasilan pengelolaan Danau Rawa Pening sangat

bergantung pada dukungan dari kelompok masyarakat nelayan. Sebagian besar

penduduk di sekitar kawasan Danau Rawa Pening memiliki mata pencaharian

yang bergantung pada sumberdaya danau seperti pertanian dan perikanan.

Masyarakat nelayan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat petani, pada

umumnya masyarakat nelayan juga memiliki mata pencaharian sampingan

sebagai petani.

96

Pemanfaatan sumberdaya perikanan atau sumberdaya lainnya, seperti

Eceng Gondok dan gambut akan mempengaruhi masyarakat pedagang ikan,

masyarakat pengumpul gambut, masyarakat pengumpul Eceng Gondok, serta

masyarakat pengrajin berbahan baku Eceng Gondok. Hal ini akan mendorong

tumbuhnya sektor industri rumah tangga yang akan berpengaruh pada industri

pariwisata serta tingkat pendapatan masyarakat.

6.2.2 Elemen Kendala Utama dalam Pengelolaan Kolaboratif

Identifikasi elemen kendala utama dalam pengelolaan kolaboratif

dimaksudkan untuk mengetahui kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan

pengelolaan kolaboratif. Elemen kendala utama dalam pengelolaan kolaboratif di

Danau Rawa Pening dijabarkan dalam 10 sub-elemen, yaitu:

1. Tingginya ketergantungan penduduk terhadap kawasan Rawa Pening.

2. Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan tata guna lahan.

3. Konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya.

4. Kurangnya akses terhadap sumber modal usaha.

5. Belum terbentuknya struktur kelembagaan pengelolaan danau.

6. Belum dimilikinya grand design dalam pengelolaan Rawa Pening.

7. Keterlibatan masyarakat rendah.

8. Kurangnya koordinasi antar stakeholders.

9. Perilaku masyarakat yang kurang ramah terhadap lingkungan.

10. Pelaksanaan program yang masih parsial atau sektoral.

Berdasarkan nilai driver power dan dependence, 10 sub-elemen kendala

utama dalam pengelolaan kolaboratif dapat dipetakan ke dalam empat kuadran

seperti disajikan pada Gambar 19. Pengelompokan sub-elemen kendala utama

menunjukkan, bahwa sub-elemen 3 (konflik kepentingan dalam pemanfaatan

sumberdaya), sub-elemen 5 (belum terbentuknya struktur kelembagaan

pengelolaan danau), sub-elemen 6 (belum dimilikinya grand design dalam

pengelolaan Rawa Pening), sub-elemen 8 (kurangnya koordinasi antar

stakeholders), dan sub-elemen 10 (pelaksanaan program yang masih parsial atau

sektoral) merupakan peubah independent. Dalam hal ini, peubah independent

merupakan sub-elemen yang memiliki kekuatan penggerak besar, tetapi memiliki

sedikit ketergantungan dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening.

97

3

5, 6, 8

7, 9

1, 2, 4

10

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Dependence

Dri

ver P

ower

IV Independent III Linkage

I Autonomous II Dependent

Selanjutnya, sub-elemen 1 (tingginya ketergantungan penduduk terhadap

kawasan Rawa Pening), sub-elemen 2 (pemanfaatan lahan yang tidak sesuai

dengan tata guna lahan), sub-elemen 4 (kurangnya akses terhadap sumber modal

usaha), sub-elemen 7 (keterlibatan masyarakat rendah), dan sub-elemen 9

(perilaku masyarakat yang kurang ramah terhadap lingkungan) merupakan peubah

dependent. Sub-elemen yang termasuk dalam peubah dependent adalah sub-

elemen yang dipengaruhi oleh sub-elemen dari peubah independent dalam sistem

pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening. Dalam hal ini, dengan hilangnya

sub-elemen kendala utama dalam kuadran independent, maka akan mempermudah

menyelesaikan atau menghilangkan sub-elemen kendala utama yang ada pada

kuadran dependent. Pada elemen kendala utama, tidak ada sub-elemen yang

termasuk dalam peubah linkage dan autonomous.

Struktur sistem dari elemen kendala utama dalam pengelolaan kolaboratif

terdiri atas lima level seperti disajikan pada Gambar 20. Hubungan kontekstual

yang digunakan untuk menganalisis keterkaitan antar peubah kendala utama

Gambar 19 Matriks driver power dan dependence elemen kendala utama dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening, Tahun 2010

98

adalah hubungan pengaruh, yaitu hilangnya kendala utama akan membantu

mengurangi kendala lainnya.

(3) Konflik kepentingan dalam pemanfaatan

sumberdaya

(9) Perilaku masyarakat yang kurang ramah terhadap lingkungan

(7) Keterlibatan masyarakat rendah

(1) Tingginya tekanan penduduk terhadap kawasan

Rawa Pening

Level 5

Level 4

Level 3

Level 2

Level 1

(5) Belum terbentuknya struktur kelembagaan

pengelolaan danau

(8) Kurangnya koordinasi antar stakeholders

(2) Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan tata

guna lahan

(4) Kurangnya akses terhadap sumber modal

usaha

(6) Belum dimilikinya grand design dalam

pengelolaan Rawa Pening

(10) Pelaksanaan program yang masih parsial atau

sektoral

Gambar 20 Struktur sistem elemen kendala utama dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening, Tahun 2010

Gambar 20 menunjukkan, bahwa sub-elemen 3 (konflik kepentingan

dalam pemanfaatan sumberdaya) merupakan peubah kunci dalam sistem

pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening. Peubah kunci ini menjadi

penggerak utama dan mempengaruhi peubah-peubah yang berada pada tingkat di

bawahnya. Konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya disebabkan

adanya perbedaan kekuatan di antara individu atau kelompok masyarakat, serta

tindakan-tindakan yang dapat mengancam kelangsungan hidup masyarakat,

terutama terkait dengan mata pencaharian.

Pengelolaan Danau Rawa Pening melibatkan banyak pihak

berkepentingan, seperti pemerintah, swasta, pengusaha, dan masyarakat.

Perbedaan kepentingan dari masing-masing pihak menyebabkan munculnya

konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya. Sependapat dengan

99

Pomeroy dan Rivera-Guieb (2006), yang menyatakan bahwa pemanfaatan

sumberdaya alam rentan terhadap timbulnya konflik kepentingan. Dalam hal ini,

pemanfaatan sumberdaya alam dalam aspek sosial dan dalam hubungan tidak

setara terbentuk dari berbagai aktor sosial. Aktor sosial yang memiliki akses

terhadap kekuasaan dapat mengontrol dan mempengaruhi keputusan-keputusan

terkait dengan pemanfaatan sumberdaya alam.

Dalam pengelolaan Danau Rawa Pening, aktor yang berasal dari institusi

pemerintah, baik dari lembaga eksekutif maupun legislatif memiliki tingkat

pengaruh yang tinggi dalam pengambilan keputusan terkait dengan penentuan

kebijakan pengelolaan. Mekanisme dialog antara pemerintah dengan masyarakat

pemanfaat sumberdaya yang diwakili oleh kelompok nelayan masih dalam tahap

menginformasikan segala sesuatu yang telah diputuskan oleh pemerintah.

Konflik yang terjadi adalah antara masyarakat pemanfaat sumberdaya

dengan pemerintah, atau antar masyarakat pemanfaat sumberdaya. Sebagai

contoh, terjadinya konflik antara masyarakat nelayan dengan masyarakat

pemanfaat Eceng Gondok. Masyarakat nelayan menghendaki pembasmian gulma

Eceng Gondok karena dianggap telah menyebabkan menurunnya produksi ikan di

Rawa Pening serta mengganggu jalur transportasi perahu nelayan. Di sisi lain,

masyarakat pemanfaat Eceng Gondok, baik sebagai pencari maupun pedagang

pengumpul sangat membutuhkan Eceng Gondok untuk memenuhi kebutuhan

bahan baku industri guna menunjang pendapatan.

Langkah dalam pemahaman konflik adalah menggali faktor-faktor yang

menyebabkan konflik untuk membantu dalam pendekatan pengelolaan konflik.

Langkah yang dapat diterapkan dalam pengelolaan konflik yang terjadi dalam

pemanfaatan sumberdaya Danau Rawa Pening adalah pendekatan negosiasi.

Dalam hal ini masing-masing pihak yang berkonflik dapat melakukan negosiasi

untuk mendefinisikan pembagian peran dan tanggung jawab dalam pemanfaatan

sumberdaya Danau Rawa Pening. Sependapat dengan Mangkuprawira (2008),

bahwa pendekatan pengelolaan konflik bergantung pada jenis lingkup, bobot, dan

faktor-faktor penyebab konflik. Beberapa pendekatan yang diterapkan antara lain

pendekatan negosiasi, dinamika kelompok, pendekatan formal dan informal,

pendekatan gender, pendekatan kompromi, dan pendekatan mediasi.

100

6.2.3 Elemen Tujuan Pengelolaan Kolaboratif

Tujuan pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening dapat diidentifikasi

berdasarkan nilai harapan stakeholders yang telah dijaring melalui pertemuan dan

diskusi dengan strakeholders yang terlibat. Hasil diskusi dengan stakeholders

telah teridentifikasi 8 sub-elemen tujuan pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa

Pening, yaitu:

1. Melindungi Danau Rawa Pening dari kerusakan ekologi.

2. Pengaturan pemanfaatan sumberdaya berdasarkan kesepakatan stakeholders.

3. Pengembangan usaha mandiri berbasis sumberdaya lokal.

4. Memperbaiki potensi sumberdaya perikanan.

5. Membangun kelembagaan pengelolaan Danau Rawa Pening.

6. Pemberdayaan masyarakat pemanfaat sumberdaya.

7. Penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan sumberdaya.

8. Pembinaan kelompok petani dan nelayan.

Hasil analisis ISM dengan memperhitungkan nilai driver power dan

dependence dari setiap sub-elemen menunjukkan, bahwa delapan sub-elemen

tujuan pengelolaan kolaboratif dapat dipetakan ke dalam kuadran independent,

linkage, autonomous, dan dependent seperti disajikan pada Gambar 21.

Pengelompokan sub-elemen tujuan pengelolaan menunjukkan, bahwa sub-elemen

6 (pemberdayaan masyarakat pemanfaat sumberdaya), dan sub-elemen 8

(pembinaan kelompok petani dan nelayan) adalah termasuk dalam peubah bebas.

Dalam hal ini, kedua sub-elemen tersebut memiliki kekuatan penggerak yang

besar tetapi memiliki sedikit ketergantungan terhadap program pengelolaan.

Analisis pada kuadran linkage menunjukkan bahwa sub-elemen 2

(pengaturan pemanfaatan sumberdaya berdasarkan kesepakatan stakeholders),

sub-elemen 5 (membangun kelembagaan pengelolaan Danau Rawa Pening), dan

sub-elemen 7 (penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan sumberdaya)

termasuk peubah linkage (pengait). Diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis

sub-elemen tersebut. Menurut Marimin (2004) setiap tindakan terhadap sub-

elemen linkage akan menghasilkan keberhasilan program pengelolaan, sebaliknya

lemahnya perhatian terhadap sub-elemen tersebut dapat menyebabkan kegagalan

program pengelolaan.

101

1

2, 5, 7

3 4

6

8

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dependence

Driv

er P

ower

IV Independent III Linkage

I Autonomous II Dependent

Kegiatan pengaturan pemanfaatan sumberdaya berdasarkan kesepakatan

stakeholders, membangun kelembagaan pengelolaan Danau Rawa Pening, dan

penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan sumberdaya merupakan

beberapa tahap penting dalam pengelolaan kolaboratif. Adanya perhatian terhadap

tiga tujuan pengelolaan tersebut dapat mendorong keberhasilan pengelolaan

kolaboratif di Danau Rawa Pening.

Sub-elemen 1 (melindungi danau dari kerusakan ekologi), dan sub-elemen

4 (memperbaiki potensi sumberdaya perikanan) termasuk ke dalam kuadran

dependent, yaitu sub-elemen tujuan pengelolaan yang merupakan akibat dari

tindakan sub-elemen tujuan lainnya. Selanjutnya sub-elemen 3 (pengembangan

usaha mandiri berbasis sumberdaya lokal) termasuk dalam kuadran autonomous,

yaitu sub-elemen tujuan pengelolaan yang berada di luar sistem pengelolaan

kolaboratif di Danau Rawa Pening.

Struktur hirarki elemen tujuan pengelolaan terdiri atas lima level (tingkat)

seperti disajikan pada Gambar 22. Hubungan kontekstual yang digunakan untuk

menganalisis keterkaitan antar sub-elemen tujuan pengelolaan adalah hubungan

Gambar 21 Matriks driver power dan dependence elemen tujuan pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening, Tahun 2010

102

pengaruh antar sub-elemen. Dalam hal ini suatu sub-elemen tujuan pengelolaan

akan membantu tercapainya tujuan pengelolaan yang lain.

(6) Pemberdayaan masyarakat pemanfaat

sumberdaya

(2) Pengaturan pemanfaatan sumberdaya berdasarkan kesepakatan stakeholders

(1) Melindungi Danau Rawa Pening dari kerusakan

ekologi

(4) Memperbaiki potensi sumberdaya perikanan

Level 4

Level 3

Level 2

Level 1

(5) Membangun kelembagaan pengelolaan

Danau Rawa Pening

(7) Penegakan hukum terhadap pelangaran

pemanfaatan sumberdaya

(3) Pengembangan usaha mandiri berbasis sumberdaya lokal

(8) Pembinaan kelompok petani dan nelayan

Level 5

Gambar 22 Struktur sistem elemen tujuan pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa

Pening, Tahun 2010

Peubah kunci dalam struktur sistem pengelolaan kolaboratif di Danau

Rawa Pening adalah sub-elemen 6 (pemberdayaan masyarakat pemanfaat

sumberdaya). Peubah kunci tersebut menjadi penggerak utama dan mempengaruhi

peubah yang berada pada hirarki di bawahnya dalam struktur sistem tujuan

pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening.

Hasil pengamatan di lapangan dan analisis memerlihatkan bahwa

masyarakat sekitar Danau Rawa Pening memiliki keterikatan dengan

lingkungannya dalam pemanfaatan sumberdaya danau. Selama ini masyarakat

menganggap bahwa Danau Rawa Pening merupakan sumberdaya milik bersama,

sehingga siapa saja boleh memanfaatkannya. Kurangnya kesadaran masyarakat

tentang perilaku yang ramah lingkungan dalam pemanfaatan sumberdaya alam

dengan mengabaikan pengetahuan lokal yang dimilikinya dapat menghambat

pelaksanaan program pengelolaan.

103

Secara empiris, kesadaran masyarakat terhadap pelestarian Danau Rawa

Pening merupakan modal dasar dalam kerangka pengelolaan kolaboratif. Dalam

hal ini, syarat utama dalam pengelolaan kolaboratif adalah adanya kesadaran atau

inisiasi dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk bersama-sama memperbaiki

potensi sumberdaya alam yang telah rusak. Sependapat dengan Wrihatnolo dan

Dwidjowijoto (2007), tahap awal dalam pemberdayaan masyarakat adalah tahap

penyadaran masyarakat, yaitu memberikan pengetahuan yang bersifat

menyadarkan masyarakat. Tahap berikutnya adalah pengkapasitasan, yaitu

memampukan masyarakat sebelum diberi kuasa atau kekuasaan. Tahap terakhir

dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah pendayaan, yaitu pemberian daya,

kekuasaan, dan otoritas kepada masyarakat sesuai dengan kapasitas dan

kecakapan yang dimilikinya.

Fakta di lapangan memerlihatkan, bahwa peranserta masyarakat pemanfaat

sumberdaya hanya dilihat dalam konteks yang sempit, yaitu sebatas pada

implementasi program atau keputusan yang sudah ditetapkan pihak pemerintah.

Peranserta masyarakat pemanfaat sumberdaya dalam pengelolaan Danau Rawa

Pening masih sebatas pada bentuk partisipasi yang pasif. Dalam hal ini, terdapat

komunikasi dan saling tukar informasi antara pemerintah dan masyarakat

pemanfaat sumberdaya, akan tetapi mekanisme dialog masih dalam konteks

intruksi informasi dari apa yang telah diputuskan oleh pemerintah.

Pemberdayaan masyarakat tidak cukup hanya pada pemberian bantuan

material, akan tetapi harus mempertimbangkan penguatan semangat kerja kolektif

dalam melestarikan Danau Rawa Pening sebagai sumberdaya milik bersama.

Menurut Pranadji (2006), kelemahan utama program pemberdayaan masyarakat

selama ini adalah terlalu menekankan pada aspek penguatan modal prasarana,

penggunaan jaringan organisasi keproyekan dan sistem pemerintahan yang

bersifat sentralistik dan top down. Oleh sebab itu model pemberdayaan

masyarakat yang dianggap sesuai adalah dengan mengacu pada evolusi modal

sosial dan sosial budaya secara menyeluruh yang dicirikan oleh penguatan modal

sosial melalui kelompok-kelompok kecil yang ada di masyarakat. Dalam hal ini,

peran pemerintah hanya sebagai representasi campur tangan publik untuk

memenuhi kebutuhan dan melayani kepentingan masyarakat.

104

Pemberdayaan masyarakat menekankan pentingnya masyarakat pemanfaat

sumberdaya dapat mengorganisir dirinya sendiri untuk mengaktualisasikan

potensi yang sudah dimiliki, terutama dalam pengelolaan dan pemanfaatan

sumberdaya danau. Selanjutnya, dengan tercapainya tujuan sub-elemen 6

(pemberdayaan masyarakat pemanfaat sumberdaya), maka akan membantu untuk

mencapai tujuan pengelolaan lainnya yang berada pada hirarki di bawahnya dalam

struktur sistem elemen tujuan pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening.

6.2.4 Elemen Lembaga yang Terlibat dalam Pengelolaan Kolaboratif

Pengelolaan Danau Rawa Pening melibatkan banyak stakeholders, yaitu

pemerintah, swasta, lembaga penelitian, dan masyarakat. Hal ini dikarenakan

banyaknya aspek pengelolaan yang tidak dapat ditangani hanya oleh pemerintah,

sehingga harus melibatkan institusi lain untuk mencapai tujuan pengelolaan yang

ingin dicapai. Selanjutnya, teridentifikasi 20 sub-elemen lembaga yang terlibat

dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening, yaitu:

1. Pemerintah Pusat.

2. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah.

3. Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Provinsi Jawa Tengah.

4. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah.

5. Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah.

6. Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah.

7. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah.

8. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah.

9. Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.

10. Dinas Perindustrian Provinsi Jawa Tengah.

11. Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang.

12. Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah.

13. Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah.

14. Dinas Permukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah.

15. Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Jragung Tuntang.

16. Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana.

17. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Tengah.

105

18. Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro.

19. Lembaga Penelitian Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

20. Paguyuban Tani dan Nelayan Sedyo Rukun.

Hasil analisis menunjukkan bahwa 20 sub-elemen lembaga yang terlibat

dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening dapat dipetakan ke dalam

kuadran independent, linkage, autonomous, dan dependent seperti disajikan pada

Gambar 23.

1, 2

4, 15, 16

3, 5, 6, 14, 17, 18, 19, 20

7, 8, 9, 10, 11, 12, 13

0123456789

101112131415161718192021

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Dependence

Dri

ver P

ower

IV Independent III Linkage

I Autonomous II Dependent

Pengelompokan lembaga yang terlibat dalam pengelolaan kolaboratif

menunjukkan, bahwa sub-elemen 1 (Pemerintah Pusat), sub-elemen 2 (Pemerintah

Daerah Provinsi Jawa Tengah), sub-elemen 3 (Balai Pengelolaan Sumberdaya Air

Jragung Tuntang), sub-elemen 4 (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Provinsi Jawa Tengah), dan sub-elemen 16 (Balai Besar Wilayah Sungai Pemali

Juana) merupakan peubah independent yang memiliki kekuatan penggerak besar

dengan tingkat ketergantungan yang kecil terhadap program pengelolaan.

Gambar 23 Matriks driver power dan dependence elemen lembaga yang terlibat dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening, Tahun 2010

106

Selanjutnya sub-elemen 7 (Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi

Jawa Tengah), sub-elemen 8 (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa

Tengah), sub-elemen 9 (Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah), sub-elemen 10

(Dinas Perindustrian Provinsi Jawa Tengah), sub-elemen 11 (Pemerintah Daerah

Kabupaten Semarang), sub-elemen 12 (Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah),

dan sub-elemen 13 (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah) merupakan peubah

dependent. Sub-elemen yang berada pada kuadran dependent merupakan peubah

tidak bebas yang memiliki kekuatan penggerak kecil akan tetapi memiliki tingkat

ketergantungan yang besar dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening.

Pada elemen lembaga yang terlibat dalam pengelolaan kolaboratif di

Danau Rawa Pening terdapat sub-elemen yang masuk dalam peubah linkage, yaitu

sub-elemen 3 (Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Provinsi Jawa Tengah), sub-

elemen 5 (Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah), sub-elemen 6 (Badan

Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah), sub-elemen 14 (Dinas

Permukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah), sub-elemen 17 (Dinas

Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Tengah), sub-elemen 18 (Lembaga

Penelitian Universitas Diponegoro), sub-elemen 19 (Lembaga Penelitian

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga), dan sub-elemen 20 (Paguyuban Tani

dan Nelayan Sedyo Rukun).

Sub-elemen yang berada pada kuadran linkage merupakan sub elemen

pengait yang memiliki kekuatan penggerak dan tingkat ketergantungan yang besar

dalam sistem pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening. Setiap tindakan atau

program dari lembaga-lembaga yang termasuk dalam kuadran linkage akan

mempengaruhi keberhasilan program pengelolaan dan berdampak pada sub-

elemen lainnya. Pada elemen lembaga yang terlibat dalam pengelolaan kolaboratif

di Danau Rawa Pening, tidak ada sub-elemen yang termasuk peubah autonomous.

Struktur hirarki masing-masing sub-elemen lembaga yang terlibat dalam

pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening disajikan pada Gambar 24.

Hubungan kontekstual yang digunakan untuk menganalisis keterkaitan antar sub-

elemen adalah hubungan pengaruh antar sub-elemen. Dalam hal ini peubah kunci

merupakan lembaga-lembaga inti yang memiliki pengaruh besar dan menentukan

keberhasilan pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening.

107

(3) Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah

(6) Badan Pemberdayaan

Masyarakat Provinsi Jawa Tengah

(14) Dinas Permukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa

Tengah

(2) Pemerintah Daerah Provinsi Jawa

Tengah

(18) Lembaga Penelitian Universitas

Diponegoro

(1) Pemerintah Pusat

(5) Badan Lingkungan Hidup

Provinsi Jawa Tengah

(15) Balai Pengelolaan Sumber

Daya Air Jragung Tuntang

(4) Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air

Provinsi Jawa Tengah

(16) Balai Besar Wilayah Sungai

Pemali Juana

(7) Badan Penelitian dan Pengembangan

Provinsi Jawa Tengah

(19) Lembaga Penelitian Universitas Kristen Satya Wacana

(20) Paguyuban Nelayan Sedyo

Rukun

(8) Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi

Jawa Tengah

(9) Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah

(10) Dinas Perindustrian Provinsi

Jawa Tengah

(17) Pemerintah Daerah Kabupaten

Semarang

(12) Dinas Perkebunan Provinsi

Jawa Tengah

(11) Dinas Pertanian Tanaman Pangan

Provinsi Jawa Tengah

Level 4

Level 3

Level 2

Level 1

(13) Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah

Gambar 24 Struktur sistem elemen lembaga yang terlibat dalam pengelolaan

kolaboratif di Danau Rawa Pening, Tahun 2010

Hasil strukturisasi terhadap hirarki elemen lembaga yang terlibat

menunjukkan, bahwa struktur hirarki elemen lembaga yang terlibat dalam

pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening terdiri atas empat level hirarki.

Sub-elemen 1 (Pemerintah Pusat), dan sub-elemen 2 (Pemerintah Daerah Provinsi

Jawa Tengah) menempati hirarki tertinggi, yaitu level 4. Sub-elemen tersebut

merupakan lembaga-lembaga inti yang memiliki pengaruh besar dan menentukan

keberhasilan program pengelolaan. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Provinsi Jawa Tengah memiliki kekuatan penggerak besar untuk mengkoordinir

lembaga-lembaga lain yang terlibat dalam pengelolaan Danau Rawa Pening.

Sub-elemen 4 (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa

Tengah), sub-elemen 15 (Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Jragung Tuntang),

dan sub-elemen 16 (Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana) menempati hirarki

108

pada level 3. Sub-elemen ini merupakan lembaga-lembaga pendukung dalam

pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening. Keberadan sub-elemen pada level

ini ditentukan oleh sub-elemen yang berada pada level 4. Dengan kata lain,

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah memiliki peran

penting dalam keberhasilan pengelolaan Danau Rawa Pening dan sekaligus

mempengaruhi lembaga-lembaga lain yang berada pada hirarki di bawahnya,

yaitu lembaga yang berada pada level 3, 2, dan level 1.

6.2.5 Elemen Aktivitas Pengembangan dalam Pengelolaan Kolaboratif

Elemen aktivitas pengembangan merupakan kegiatan-kegiatan yang

dibutuhkan guna perencanaan tindakan dalam pengelolaan kolaboratif di Danau

Rawa Pening. Hasil survai lapang dan diskusi dengan pakar telah teridentifikasi

10 sub-elemen aktivitas yang dibutuhkan dalam pengelolaan kolaboratif, yaitu:

1. Mengembangkan usaha kecil berbasis sumberdaya lokal.

2. Melakukan pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya

manusia.

3. Mengendalikan perijinan pemanfaatan sumberdaya Danau Rawa Pening.

4. Menerapkan sistem sanksi dan penegakan hukum terhadap pelanggaran

pemanfataan.

5. Memberikan bimbingan, pendampingan, dan pemberdayaan masyarakat.

6. Menerapkan sistem pembiayaan bersama antar stakeholders.

7. Mendorong sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat, provinsi, dan

kabupaten.

8. Mengembangkan teknologi tepat guna untuk memanfaatkan Eceng Gondok

dan gambut.

9. Meningkatkan koordinasi antar stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan.

10. Memberikan insentif bagi kelompok nelayan untuk meningkatkan produksi

dan pemasaran.

Klasifikasi elemen aktivitas pengembangan dalam pengelolaan kolaboratif

dengan memperhitungkan nilai driver power dan dependence dari setiap sub-

elemen yang mencakup empat kuadran, yaitu independent, linkage, autonomous,

dan dependent. Klasifikasi elemen aktivitas pengembangan dalam pengelolaan

kolaboratif di Danau Rawa Pening disajikan pada Gambar 25.

109

2, 9

1, 5

3, 4, 10

6, 7

8

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Dependence

Dri

ver P

ower

IV Independent III Linkage

I Autonomous II Dependent

Gambar 25 menunjukkan, bahwa sub-elemen 2 (melakukan pendidikan

dan latihan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia), sub-elemen 9

(meningkatkan koordinasi antar stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan),

sub-elemen 1 (mengembangkan usaha kecil berbasis sumberdaya lokal), dan sub-

elemen 5 (memberikan bimbingan, pendampingan, dan pemberdayaan

masyarakat) termasuk dalam peubah independent. Sub-elemen yang termasuk

dalam peubah independent memiliki kekuatan penggerak besar dengan tingkat

ketergantungan yang kecil terhadap program pengelolaan.

Sub-elemen 3 (mengendalikan perijinan pemanfaatan sumberdaya Danau

Rawa Pening), sub-elemen 4 (menerapkan sistem sanksi dan penegakan hukum

terhadap pelanggaran pemanfataan), serta sub-elemen 10 (memberikan insentif

bagi kelompok nelayan untuk meningkatkan produksi dan pemasaran) termasuk

dalam peubah linkage. Hal ini menunjukkan, bahwa sub-elemen tersebut memiliki

kekuatan penggerak dan tingkat ketergantungan yang besar dan saling terkait.

Perubahan pada sub-elemen linkage akan berdampak pada sub-elemen lainnya,

oleh sebab itu perlu kehati-hatian dalam mengkaji sub-elemen tersebut.

Gambar 25 Matriks driver power dan dependence elemen aktivitas pengembangan dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening, Tahun 2010

110

Selanjutnya, sub-elemen 6 (menerapkan sistem pembiayaan bersama antar

stakeholders), sub-elemen 7 (mendorong sinkronisasi kebijakan antara pemerintah

pusat, provinsi, dan kabupaten), serta sub-elemen 8 (mengembangkan teknologi

tepat guna untuk memanfaatkan Eceng Gondok dan gambut) termasuk dalam

peubah dependent (tidak bebas). Hal ini memberikan makna, bahwa sub-elemen

yang termasuk dalam peubah dependent memiliki kekuatan penggerak yang kecil

dengan tingkat ketergantungan yang besar terhadap sub-elemen lainnya.

Struktur hirarki elemen aktivitas pengembangan dalam pengelolaan

kolaboratif terdiri atas lima level. Dalam hal ini, sub-elemen yang berada pada

level lima merupakan peubah kunci. Strukturisasi terhadap hirarki sub-elemen

dari elemen aktivitas pengembangan dalam pengelolaan kolaboratif di Danau

Rawa Pening disajikan pada Gambar 26.

(2) Melakukan pendidikan dan latihan untuk

meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia

(3) Mengendalikan perijinan pemanfaatan

sumberdaya Danau Rawa Pening

(8) Mengembangkan teknologi tepat guna untuk pemanfaatan eceng gondok

dan gambut

(7) Mendorong sinkronisasi kebijakan antara pemerintah

pusat, provinsi, dan kabupaten

Level 4

Level 3

Level 2

Level 1

(4) Menerapkan sanksi dan penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan

sumberdaya

(10) Memberikan insentif bagi kelompok nelayan

guna meningkatkan produksi dan pemasaran

(6) Menerapkan sistem pembiayaan bersama antar

stakeholders

(1) Mengembangkan usaha kecil berbasis sumberdaya

lokal

Level 5

(5) Memberikan bimbingan, pendampingan, dan

pemberdayaan masyarakat

(9) Meningkatkan koordinasi antar

stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan

Gambar 26 Struktur sistem elemen aktivitas pengembangan dalam pengelolaan

kolaboratif di Danau Rawa Pening, Tahun 2010

111

Gambar 26 menunjukkan, bahwa sub-elemen 2 (melakukan pendidikan

dan latihan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia), dan sub-elemen

9 (meningkatkan koordinasi antar stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan)

menempati hirarki tertinggi, yaitu pada level 5. Hal ini menunjukkan, bahwa dua

sub-elemen tersebut merupakan sub-elemen kunci dalam model pengelolaan

kolaboratif. Dalam hal ini merupakan aktivitas-aktivitas utama yang harus

dilaksanakan dalam pengelolaan kolaboratif. Selanjutnya adalah aktivitas-aktivitas

yang berada pada level 4, 3, 2, dan level 1 untuk mendorong keberhasilan

program pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening.

Pengembangan kebijakan pengelolaan Danau Rawa Pening sangat

kompleks karena melibatkan beberapa stakeholders kunci, seperti Pemerintah

Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah, Perguruan Tinggi, pelaku usaha

lokal, serta masyarakat nelayan. Masing-masing stakeholders memiliki pengaruh

dan tingkat kepentingan yang berbeda. Untuk mendapatkan pengambilan

keputusan yang tepat dalam perumusan kebijakan, maka diperlukan partisipasi

stakeholders dalam proses perumusan kebijakan. Disamping itu perumusan

kebijakan harus mempertimbangkan aspek keadilan sosial agar kebijakan

pengelolaan Danau Rawa Pening dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Kebijakan yang dibangun juga memungkinkan berlangsungnya partisipasi

stakeholders dan pendelegasian dalam pengambilan keputusan.

Hasil analisis stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan Danau Rawa

Pening menunjukkan bahwa masyarakat pemanfaat sumberdaya merupakan

stakeholders kunci, tetapi memiliki tingkat pengaruh yang rendah dalam

penentuan kebijakan pengelolaan. Oleh sebab itu diperlukan pemberdayaan

masyarakat pemanfaat sumberdaya agar lebih berperan dalam penentuan

kebijakan pengelolaan Danau Rawa Pening. Upaya ini akan membentuk

masyarakat pemanfaat sumberdaya yang lebih berdaya, sehingga memperbesar

peluang keberhasilan pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening.

Hasil analisis ISM menunjukkan bahwa sub-elemen tujuan pemberdayaan

masyarakat pemanfaat sumberdaya merupakan tujuan khusus dalam pengelolaan

kolaboratif di Danau Rawa Pening. Masyarakat nelayan merupakan kelompok

masyarakat yang terkena pengaruh dari pengelolaan kolaboratif. Elemen lembaga

112

yang terlibat dalam pengelolaan adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Provinsi Jawa Tengah yang merupakan lembaga peubah kunci. Peubah dengan

daya dorong besar dari elemen kendala utama dalam pengelolaan adalah konflik

kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya dapat digunakan sebagai

pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan. Selanjutnya aktivitas-

aktivitas pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya

manusia, serta meningkatkan koordinasi antar stakeholders yang terlibat dalam

pengelolaan diperlukan untuk mendorong keberhasilan program pengelolaan

kolaboratif di Danau Rawa Pening.

Model pengelolaan kolaboratif merupakan upaya untuk merumuskan

solusi masalah dalam perbaikan sistem pengelolaan Danau Rawa Pening.

Berdasarkan konsep pengelolaan kolaboratif, permasalahan kerusakan

sumberdaya alam tidak hanya dapat diselesaikan dengan pendekatan teknis,

melainkan juga diperlukan penyelesaian yang lebih holistik dengan melibatkan

seluruh stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan. Adanya kesadaran dan

distribusi tanggung jawab secara formal dari masing-masing pihak yang terlibat

dalam pengelolaan ditujukan untuk menetapkan bentuk peranserta yang setara.

6.3 Implikasi Keilmuan

Hasil penelitian ini memberikan sumbangan keilmuan di bidang ilmu

pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, khususnya pemberdayaan

masyarakat, pengelolaan kolaboratif, dan studi lingkungan.

1) Pemberdayaan Masyarakat

Hasil analisis penelitian ini mendukung teori pemberdayaan masyarakat

(Ife dan Tesoriero 2008), bahwa pemberdayaan masyarakat di sekitar Danau

Rawa Pening bertujuan meningkatkan keberdayaan dari mereka yang dirugikan.

Pemberdayaan masyarakat tidak cukup hanya terbatas pada pemberian bantuan

material kepada masyarakat, akan tetapi harus mempertimbangkan penguatan

semangat kerja bersama dalam melestarikan sumberdaya alam sebagai milik

bersama. Peranserta masyarakat dalam pengelolaan Danau Rawa Pening masih

dalam konteks yang sempit, yaitu terbatas pada implementasi program yang telah

113

ditentukan oleh pemerintah. Dalam hal ini partisipasi masyarakat mencapai

bentuk yang pasif. Pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat menekankan

pentingnya masyarakat yang mandiri sebagai suatu sistem yang dapat

mengorganisir dirinya sendiri.

2) Pengelolaan Kolaboratif

Hasil penelitian ini mendukung teori co-management yang dikembangkan

oleh Borrini-Feyerabend et al. (2000). Dalam hal ini pengelolaan kolaboratif di

Danau Rawa Pening melibatkan banyak stakeholders, seperti pemerintah, swasta,

akademisi, pengusaha, dan masyarakat. Masing-masing pihak yang terlibat

melakukan negosiasi untuk memberikan jaminan dan membagi peran dalam

pengelolaan sumberdaya. Begitu juga halnya dengan teori konflik dalam

pemanfaatan sumberdaya alam (Pomeroy dan Rivera-Guieb 2006), bahwa

pemanfaatan sumberdaya Danau Rawa Pening rentan terhadap timbulnya konflik

kepentingan. Penyebab timbulnya konflik dalam pemanfaatan sumberdaya adalah

adanya perbedaan pengaruh dan kepentingan diantara individu atau kelompok

yang terlibat. Aktor sosial yang memiliki akses terhadap kekuasaan cenderung

memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan kebijakan terkait dengan

pemanfaatan sumberdaya alam.

Selanjutnya teori variasi co-management (Pomeroy dan Rivera-Guieb

2006), bahwa model pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening menuntut

adanya distribusi peran dan tanggung jawab antara pihak pemerintah dan

masyarakat pemanfaat sumberdaya. Konsultasi publik yang dilakukan secara

partisipatif dimaksudkan untuk menentukan model pengelolaan partisipatif yang

setara dari seluruh pihak berkepentingan. Dalam pengelolaan Danau Rawa

Pening, aktor yang berasal dari institusi pemerintah, baik dari lembaga eksekutif

maupun legislatif memiliki tingkat pengaruh yang tinggi dalam pengambilan

keputusan terkait dengan kebijakan pengelolaan. Terdapat mekanisme dialog

antara pemerintah dengan masyarakat pemanfaat sumberdaya yang diwakili oleh

kelompok nelayan, namun demikin masih dalam tahap intruksi informasi dari apa

yang telah diputuskan oleh pemerintah.

114

3) Studi Lingkungan

Hasil penelitian ini mendukung teori indigenous knowledge atau

pengetahuan lokal (Berkes et al. 2000), yakni bahwa terdapat pengetahuan lokal

yang berkembang di masyarakat dan terpelihara dalam pemanfaatan sumberdaya

Danau Rawa Pening. Masyarakat memiliki keterikatan yang kuat dengan

lingkungannya yang dipraktekkan dalam pemanfaatan sumberdaya danau, seperti

adanya kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya, yaitu harus sunguh-

sunguh, jujur, niat yang bersih, dan tidak serakah. Pengetahuan lokal tersebut

berkembang dan masih diakui masyarakat setempat, sehingga dapat memberikan

masukan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di Danau Rawa

Pening.

Hasil penelitian ini mendukung teori penilaian tingkat kerentanan

(Briguglio 1995; Adrianto dan Matsuda 2002, 2004), bahwa penilaian tingkat

kerentanan adalah untuk mengidentifikasi masyarakat atau tempat yang paling

rentan terhadap bahaya dan mengidentifikasi tindakan untuk mengurangi

kerentanan. Berdasarkan nilai CVI (0≤CVI≤1), maka suatu tempat atau

masyarakat di sekitar Danau Rawa Pening dengan nilai CVI yang mendekati batas

bawah dapat dikategorikan pada tingkat kerentanan rendah, nilai sekitar

pertengahan termasuk kerentanan sedang, dan nilai yang mendekati batas atas

dapat dikategorikan pada tingkat kerentanan tinggi, yaitu suatu kondisi dengan

potensi ancaman bahaya yang sudah tergolong tinggi untuk terjadinya kerusakan

sumberdaya alam dan lingkungan.

Selanjutnya teori resiliensi masyarakat (Holling 1973; Walker et al. 2002),

bahwa masyarakat memelihara keanekaragaman dalam konteks sistem ekologi

untuk meningkatkan ketahanan dalam memperbaiki kerusakan sumberdaya Danau

Rawa Pening. Masyarakat memiliki kemampuan beradaptasi untuk menghadapi

perubahan terkait dengan adanya gangguan atau external shocks. Kapasitas

beradaptasi dalam sistem sosial, meliputi keberadaan lembaga dan jaringan

pembelajaran yang memiliki pengetahuan, serta pengalaman dalam pemecahan

masalah yang dihadapi berdasarkan tindakan skala lokal.