V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    1/22

      1

    KONDISI SOSIAL

    MASYARAKAT SUB DAS MERAWU DAN SUB DAS BATANG BUNGO

    (Social Condition of Community at Merawu and Batang Bungo Sub Watersheds)

    Oleh/ by:

    Nana Haryanti, Paimin, dan Sukresno

     Abstract

    Watershed function as an ecosystem is not merely focus on forest area but

    agriculture and residence areas. Hence, watershed management needs to pay attention

    on human and their activities as a part of watershed system. The objective of this

    research is as follows: 1) describing the social condition of Merawu and Bungo subwatershed community and, 2) describing on how to manage their natural resources. This

    research was undertaken in Merawu and Batang Bungo sub watershed. Observation and

    interview methods were used for collect in data. The objective of observation and

    interview was exploring the social condition of farmers and constructing the phenomena,

    activities, and perception of the research subjects. The data were analyzed descriptively.

    The results show that there are differences on social condition of Merawu and Batang

     Bungo sub watershed community, which are influenced by interaction between social

    condition and natural condition. The upper land of Merawu sub watershed is dry field

    and it is utilized for crop farming, and the lower of sub watershed is wet rice field. The

    land of Bungo sub watershed is utilized for rubber estate because of the unable natural

    condition for crop cultivation intensively. The basic activity of both Merawu and Bungosub watersheds is farm system. The education level of respondents is low, resulting of the

    low practice of land conservation because of the low land conservation knowledge and

    understanding particularly in Bungo sub watershed. While the low conservation practice

    at Merawu sub watershed is caused by dry land crop farming. The amount contribution

    of farm sector on family income at Merawu sub watershed is more than 95% comes from

    dry land, whereas contribution of farm sector to the family income at Bungo sub

    watershed more than 68% comes from rubber plantation. The number of big farmer with

    more than 1 Ha land ownership at Merawu sub watershed is 33,3%, and the amount of

    big farmer with more than 3 Ha land ownership at Bungo sub watershed is 36,2%. The

    width of land ownership in Java will influence on the community social status, while in

    Sumatra the social status is influenced by personal skill and ability.

     Key word  : human activities, land utilization, social and natural condition.

    Abstrak

    Fungsi daerah aliras sungai (DAS) sebagai suatu ekosistem tidak hanya bertumpu

    pada kawasan hutan saja, namun juga meliputi kawasan budidaya tanaman dan kawasanpemukiman. Oleh karena itu pengelolaan DAS perlu memberikan perhatian pada manusia

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    2/22

      2

    dan aktivitasnya sebagai bagian dari sistem DAS. Tujuan penelitian ini adalah untuk

    mendeskripsikan kondisi sosial masyarakat di sub DAS Merawu dan Bungo, dan polabagaimana mereka mengelola sumber daya alamnya. Penelitian dilakukan di sub DAS

    Merawu dan Batang Bungo. Metode observasi dan interview digunakan untukmengumpulkan data. Tujuan dari observasi dan interview adalah untuk mengeksplorasi

    kondisi sosial dari petani dan mengembangkan kejadian-kejadian, aktivitas, dan persepsi

    dari subyek penelitian. Data kemudian dianalisa secara deskriptif. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kondisi sosial pada masyarakat sub DAS

    Merawu dan Batang Bungo, yang dipengaruhi oleh interaksi antara kondisi sosial dan

    alam. Hulu sub DAS Merawu adalah lahan kering dan dimanfaatkan untuk pertanian

    tanaman semusim, dan lahan di hilir sub DAS Merawu adalah persawahan. Lahan di sub

    DAS Bungo dimanfaatkan untuk perkebunan karet, keadaan ini disebabkan lahan tidakmemungkinkan dimanfaatkan untuk pertanian tanaman semusim secara intensif. Kegiatan

    dasar wilayah baik di sub DAS Merawu dan Bungo adalah sektor pertanian. Tingkat

    pendidikan responden umumnya masih rendah, berakibat pada rendahnya praktekkonservasi tanah karena rendahnya pengetahuan dan pemahaman mengenai konservasi

    terutama di sub DAS Bungo. Sementara itu rendahnya praktek konservasi tanah di subDAS Merawu lebih disebabkan oleh pertanian lahan kering. Kontribusi pertanian pada

    pendapatan rumah tangga di sub DAS Merawu adalah 95% berasal dari pertanian lahan

    kering, sedangkan di sub DAS Bungo kontribusi sektor pertanian mencapai 68% berasal

    dari perkebunan karet. Jumlah petani besar dengan kepemilikan lahan lebih dari 1 Ha diSub DAS Merawu sebesar 33,3%, dan jumlah petani besar dengan kepemilikan lahan

    lebih dari 3 Ha di sub DAS Bungo adalah 36,2%. Luas kepemilikan lahan di Jawa akan

    berpengaruh pada status sosial dalam masyarakat, sedangkan di Sumatra status sosial

    dalam masyarakat lebih dipengaruhi oleh kemampuan dan kecakapan.

    Kata kunci: aktivitas manusia, pemanfaatan lahan, kondisi sosial dan alam

    I.  PENDAHULUAN

    Daerah Aliran Sungai (DAS) dipahami sebagai suatu wilayah yang merupakan satu

    kesatuan ekosistem, dengan berbagai komponen di dalamnya yaitu, morfometri, tanah,

    geologi, vegetasi, tata guna lahan, dan manusia (Seyhan, 1977). Daerah aliran sungai

    tidak hanya bertumpu pada kawasan hutan, namun juga meliputi seluruh kawasan

    budidaya tanaman dan kawasan pemukiman (Zaeni, 1987). Karena meliputi kawasan

    budidaya tanaman dan pemukiman, pengelolaan DAS juga memberikan perhatian kepada

    manusia dan aktivitasnya sebagai bagian dari sistem DAS.

    Sebagai suatu kesatuan ekosistem, komponen-komponen di daerah aliran sungai

    saling berinteraksi dan saling tergantung satu sama lain (interdependensi). Dinamika

    atau perubahan yang terjadi pada salah satu komponennya akan berpengaruh pada

    komponen yang lain. Dinamika yang berkembang mengakibatkan terbentuknya

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    3/22

      3

    keragaman kondisi sosial, yang juga disebabkan oleh pengaruh kondisi geografis dan

    ragam ekosistem yang ada.

    Perubahan yang terjadi pada suatu lingkungan DAS akan berpengaruh pada

    kondisi alam serta lingkungan sosial dan budaya masyarakatnya. Sebagai contoh 

    perkembangan jumlah penduduk, perubahan pola pemanfaatan lahan untuk industri dan

    perumahan, kegiatan pertanian intensif, pemilihan jenis tanaman yang ditanam, serta

    berbagai intervensi kegiatan manusia terhadap lahan, mengakibatkan perubahan keadaan

    ekosistem dan mempengaruhi kondisi sosial masyarakatnya. Perkembangan tuntutan

    pemenuhan kebutuhan yang berbeda membawa pula perbedaan pola tingkah laku dan

    etos kerja.Kajian ini dilakukan pada masyarakat desa di sepanjang Sub DAS Merawu,

    Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah dan Sub DAS Batang Bungo, Kabupaten

    Bungo, Propinsi Jambi. Tujuan dari kajian ini adalah memberikan gambaran kondisi

    sosial budaya masyarakat ke dua Sub DAS, serta bagaimana mereka mengelola

    lingkungannya.

    II.  METODE PENELITIAN

    A. Pengumpulan Data

    Penelitian dilakukan di desa-desa di Sub DAS Merawu, DAS Serayu di

    Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah dan Sub DAS Batang Bungo, DAS

    Batanghari di Kabupaten Bungo, Propinsi Jambi. Terdapat 5 desa yang masing-masing

    mewakili 1 kecamatan sebagai wilayah pengamatan di Sub DAS Merawu yaitu Desa

    Penusupan, Kayu Ares, Pakelen, Kasimpar dan Paweden, serta 3 desa yang mewakili 1

    kecamatan sebagai wilayah pengamatan di Sub DAS Bungo yaitu Desa Sungai Telang,

    Muara Buat dan Rantaupandan. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada penetapan

    zona ekologi yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan bersama UNDP dan FAO,

    dimana Jawa mewakili daerah dengan curah hujan tinggi (>1500 mm) dan penduduk

    padat (>250 orang per Km2), sedang Sumatera mewakili daerah dengan curah hujan

    tinggi (>2000 mm) dan penduduk jarang (

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    4/22

      4

    B. Pengumpulan Data

    Guna mendapatkan gambaran kondisi sosial masyarakat dikedua daerah penelitian

    dilakukan metode observasi pada Bulan Oktober dan November 2003. Cara observasi

    dilakukan melalui serangkaian kunjungan dan pertemuan informal. Guna menjaga

    reabilitas studi, observasi dilakukan tidak hanya sekali, sehingga pemantapan pemaknaan

    pada suatu peristiwa dan hubungannya dengan peristiwa yang lain dapat dilakukan.

    Sedangkan wawancara, dengan responden utama petani dilakukan untuk menggali secara

    lebih mendalam terhadap aspek-aspek yang kemungkinan tidak muncul selama proses

    observasi berlangsung. Wawancara dilakukan terhadap kurang lebih 15 (1,1%) responden

    di masing-masing kecamatan Sub DAS Merawu, dan 15 (2,1%) responden di masing-masing desa Sub DAS Bungo. Tujuan wawancara adalah untuk menyajikan konstruksi

    saat itu mengenai suatu peristiwa, aktivitas, persepsi, rekonstruksi beberapa hal, dan

    proyeksi kedepan (Sutopo, 2002). Wawancara juga dilakukan kepada tokoh-tokoh

    masyarakat, serta dinas dan instansi terkait untuk mendapatkan gambaran yang lebih

    menyeluruh.

    Subyek penelitian adalah petani yang mewakili daerah hulu, tengah maupun hilir

    DAS. Pemilihan tiga wilayah tersebut didasarkan pada perbedaan kondisi biofisik yang

    mempengaruhi sistem usaha tani, atau budidaya pertanian yang dikembangkan

    masyarakat. Parameter sosial utama yang diamati adalah budaya pertanian, potensi

    sumber daya manusianya, pendapatan petani, pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan,

    dan stratifikasi sosial, serta hubungan sosial kemasyarakatan secara umum.

    C. Analisa Data

    Hasil observasi dan interview kemudian ditabulasikan sesuai dengan kategori-

    kategori atau kelompok. Artinya data-data yang mengandung informasi yang sama

    disatukan ke dalam satu kelompok seperti, data mengenai kepemilikan lahan, pola tanam

    dan jenis tanamannya, hasil pertanian yng dominan, budaya bercocok tanam, dan

    sebagainya. Kemudian diuraikan dalam satuan uraian sehingga lebih mudah untuk

    diiterpretasikan. Hasil interpretasi dari data dianalisa dan disajikan dalam bentuk

    deskriptif. Yaitu berupa penyajian fakta-fakta yang menggambarkan situasi sebenarnya

    pada daerah pengamatan.

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    5/22

      5

    Untuk mendukung analisa disajikan pula data yang bersifat kuantitatif. Analisa

    kuantitatif dilakukan untuk menghitung tekanan penduduk (TP), dan kegiatan dasar

    wilayah yaitu koefisien lokasi/Location Quation (LQ) yang digunakan untuk menentukan

    sektor ekonomi yang paling berpengaruh terhadap kehidupan penduduk. Nilai koefisien

    lokasi difokuskan pada bidang pertanian, dan digunakan untuk melihat seberapa besar

    pengaruh sektor pertanian pada kehidupan penduduk. Jika nilai LQ untuk sektor

    pertanian pada suatu wilayah pengamatan >1, keadaan ini menunjukkan penduduk

    tergantung pada sekor pertanian.

    Perhitungan nilai LQ sebagai berikut :

    LQi : Mi /MRi /R

    Keterangan:

    LQ : Koefisien lokasi

    Mi : Jumlah tenaga kerja yang telibat didalam sektor i pada satu wilayah pengamatan

    M : Jumlah tenaga kerja yang ada disatu wilayah pengamatan tersebut

    Ri : Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam sektor i pada seluruh wilayah pengamatan

    R : Jumlah tenaga kerja yang ada diseluruh wilayah pengamatan

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A.  Deskripsi Daerah Penelitian

    Sub DAS Merawu, DAS Serayu terletak di Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa

    Tengah, dengan luas wilayah dalam satuan pemantauan hidrologis adalah 21.860 Ha

    (Puslitbang Pengairan, 1998). Sub DAS Merawu dibagi dalam Sub-sub DAS dan

    administrasi yaitu Sub-sub DAS Merawu hulu dengan luas 15.312,6 Ha yang berada di 4

    wilayah kecamatan, Sub-sub DAS Merawu hilir luas 1.470,0 Ha pada 3 kecamatan dan,

    Sub-sub DAS Urang dengan luas 5.912,6 Ha yang terdiri dari 2 kecamatan. Sedang

    dalam satuan pengamatan penelitian sosial masing-masing dipilah menjadi wilayah atas

    dan bawah. Keberadaan wilayah tersebut dalam lingkup kecamatan seperti pada Tabel 1.

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    6/22

      6

    Tabel 1. Lokasi Penelitian pada Tiap Pengamatan

    Table 1.  Research Area for Each Sub District

    Kecamatan (Sub district)Sub-sub DASSub-sub Watershed Atas (Upper Area) Bawah (Lower Area) 

    Merawu Hulu Pejawaran Pagentan

    Merawu Hilir Madukara -

    Urang Wanayasa Karangkobar

    Kondisi geologi Sub DAS Merawu secara umum merupakan zona pegunungan

    Serayu Utara bagian tengah, yang terdiri dari formasi Merawu, Panjatan, Bodas, Ligung

    dan Jambangan. Curah hujan rata-rata 2.081-4.462 mm, jumlah hari hujan rata-rata 142

    hari/tahun, berdasar klasifikasi Schmidt-Ferguson termasuk pada tipe iklim A.

    Penggunaan lahan meliputi pekarangan, semak, hutan, kebun teh, rumput, sawah irigasi,

    sawah tadah hujan, kebun campuran, sayuran, dan tegalan.

    Sedangkan Sub DAS Bungo secara administratif pemerintahan terletak di

    Kecamatan Rantau Pandan dan hanya sebagian kecil berada di Kecamatan Sarko

    Kabupaten Bungo Tebo, Propinsi Jambi. Luas Sub DAS Bungo dalam satuan

    pengamatan hidrologis adalah 41.060 Ha (Puslitbang pengairan, 1998). Secara

    administratif wilayah Sub DAS Bungo sebagian besar berada di Kecamatan Rantau

    Pandan, sehingga pengamatan hanya dilakukan pada kecamatan tersebut. Unit

    pengamatan dilakukan pada desa dibagian hulu, tengah, dan hilir dari wilayah

    pengamatan.

    Keadaan geologi Sub DAS Bungo terdiri dari batuan gunung api dari formasi

    Pelepat dan batuan sedimen dan malihan dari formasi Rantaukil. Pada beberapa tempat

    baik disebelah hulu dan tengah Sub DAS Bungo terdapat sesar naik turun. Curah hujan

    tahunan rata-rata sebesar 2.251 mm, dan terjadi sepanjang tahun dengan curah hujan

    bulanan rata-rata 100 mm/bulan. Berdasar klasifikasi Schmidt-Ferguson Sub DAS Bungo

    termasuk tipe iklim A. Penggunaan lahan terluas umumnya berupa lahan hutan dan

    semak belukar, sedangkan fungsi lahan untuk tujuan budidaya pertanian seperti tegal,

    sawah dan penggunaan untuk pemukiman tidak terlalu luas yaitu kurang lebih 10 %.

    Keadaan kedua sub das pada Tabel 2.

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    7/22

      7

    Tabel 2. Keadaan Sub DAS Merawu dan Sub DAS Bungo

    Table 2. The Condition of Merawu Sub Watershed and Bungo Sub Watershed

    Merawu BungoLuas 22.695,2 Ha 41.060 Ha

    Kondisi geologi Zona pegunungan Serayu

    utara bagian tengah, formasi

    Merawu, Panjatan, Bodas,

    Ligung, Jambangan

    Batuan gunung api formasi

    pelepat dan batuan

    sedimen, malihan formasi

    rantaukil

    Tanah Andisol, Entisol, Inseptisol,

    Ultisol, Alfisol

    Podsolik, sedikit aluvial

    dan mediteran

    Lereng (terluas) >40% 8-15%

    Curah hujan 2.081-4.462 mm 2.251 mm

    Iklim A A

    Penggunaan lahan Pekarangan, hutan, kebun,sawah, tegalan Hutan, semak, tegal

    Secara umum kedua sub das memiliki perbedaan dalam penggunaan lahan oleh

    masyarakat, yang dipengaruhi oleh keadaan jenis tanah. Pada Masyarakat Sub Das

    Merawu pemanfaatan lahan terutama untuk tegalan lahan kering dan kebun campuran,

    dan berkembang luas terutama di daerah hulu dengan tanaman sayur sebagai tanaman

    utama. Sedangkan di Sub DAS Bungo pemanfaatan untuk perkebunan karet dan

    selebihnya dibiarkan ditumbuhi semak tidak dikelola, yang diusahakan didaerah tengahdan hilir. Daerah hulu dibiarkan sebagai hutan karena secara geografis masih sulit untuk

    dijangkau dan dikelola.

    B.  Aspek Sumber Daya Manusia 

    1. Penduduk 

    Penduduk merupakan unsur sosial yang penting untuk diperhatikan, terutama

    karena faktor kependudukan dapat mempengaruhi kondisi suatu DAS. Keadaan

    penduduk pada wilayah pengamatan pada Tabel 3.

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    8/22

      8

    Tabel 3. Jumlah Penduduk, Kepadatan, dan Rumah Tangga Kecamatan di Sub DAS

    MerawuTable 3. Population, Population Density, and Average Household of Sub District at

     Merawu Watershed

    KecamatanSub district

    Luas Wilayah

    (Km2)

    Total Area

    Penduduk

    (Jiwa)Population

    Kepadatan

    (Jiwa/Km2)

    Population

     Density

    Rumah Tangga

    (KK) Average

     Household

    Pejawaran 52,25 39.761 761 4.2

    Pagentan 46,19 35.623 827 4.1

    Madukara 48,20 39.858 771 4.0

    Wanayasa 82,01 42.184 514 3.9

    Karangkobar 39,07 27.266 698 4.1

    Sumber: Kabupaten Banjarnegara Dalam Angka 2002

    Laju pertumbuhan penduduk di Sub DAS Merawu adalah 0.01% (Kabupaten

    dalam angka, 2002). Secara umum tekanan penduduk terhadap lahan (TP) di Sub DAS

    Merawu

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    9/22

      9

    Keadaan rendahnya tekanan penduduk baik di Sub DAS Merawu maupun di Sub

    Das Bungo disebabkan oleh faktor yang berbeda. Di Sub DAS Merawu keadaan ini

    terutama disebabkan karena makin banyaknya penduduk yang mulai bekerja diluar

    bidang pertanian (15,6%), sehingga meskipun proporsi petani cukup dominan dalam

    populasi (84,4%) secara keseluruhan jumlahnya mulai menurun. Sedangkan rendahnya

    angka tekanan penduduk di Sub DAS Bungo lebih disebabkan karena luasnya lahan

    pertanian yang dimiliki, dan rendahnya jumlah penduduk meskipun proporsi jumlah

    petani dalam populasi cukup banyak.

     2. Mata Pencaharian Mata pencaharian sebagian besar penduduk di Sub DAS Merawu adalah bidang

    pertanian, maka tidak semua permintaan akan lahan dapat terpenuhi. Penduduk yang

    tidak memiliki lahan pertanian, kemudian bekerja disektor lain, dan bagi yang tidak

    memiliki modal dan ketrampilan bekerja sebagai buruh tani.

    012.5

    014.3

    0

    10085.7

    10087.5

    100

    0

    20

    40

    6080

    100

    120

    Merawu

    Hulu Atas

    Merawu

    Hulu Bawah

    Merawu

    Hilir

    Urang Atas Urang

    Bawah

    Sub-sub DAS

            P     r     o      s     e      n       t     a      s     e

    Pertanian Non Pertanian

     

    Gambar 1. Mata Pencaharian Responden Sub DAS Merawu

    Figure 1. The Livelihood of Respondents at Merawu Sub Watershed

    Hasil survey menunjukkan bahwa responden umumnya memiliki pekerjaan pokok

    sebagai petani. Pada responden Sub-sub DAS Merawu hulu atas umumnya (83,3%) tidak

    memiliki pekerjaan sampingan, sehingga mereka hanya mengandalkan penghasilan dari

    lahan pertanian. Sedang pada responden Sub-sub DAS Merawu hulu bagian bawah dan

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    10/22

      10

    Sub-sub DAS Merawu hilir, hampir semuanya memiliki pekerjaan sampingan antara lain

    sebagai pedagang, peternak, tukang batu dan sebagainya.

    Responden Sub-sub DAS Urang atas juga melakukan pekerjaan sampingan

    sebagai pedagang dan peternak untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Demikian juga

    pada responden Sub-sub DAS Urang bawah, sebanyak 33,3% responden bekerja sebagai

    petani dan buruh tani. Pekerjaan sampingan dilakukan untuk mengisi waktu luang disela-

    sela menunggu panen, atau pada saat musim kemarau karena lahan tidak diusahakan

    secara maksimal.

    Nilai LQ yang digunakan untuk menentukan sektor ekonomi yang berpengaruh

    terhadap kegiatan penduduk menunjukkan bahwa di Kecamatan Wanayasa, Pejawaran,

    Karangkobar, dan Madukara LQ sektor pertanian 1

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    11/22

      11

    Pada daerah hulu Sub DAS Bungo, responden yang memiliki mata pencaharian

    utama sebagai petani sebanyak 88,8%. Dari responden yang bekerja sebagai petani,

    sebanyak 38,9% tidak memiliki lahan yang dapat ditanami dengan tanaman karet oleh

    karenanya mereka bekerja sebagai buruh sadap karet. Beberapa petani pemilik kebun

    karet masih melakukan pekerjaan sampingan sebagai buruh sadap karet pada lahan milik

    orang lain untuk menambah pendapatan keluarga. Sedangkan umumnya bekerja diluar

    bidang pertanian seperti pertukangan untuk menambah penghasilan keluarga. Pekerjaan

    sampingan diluar sektor pertanian umumnya dilakukan pada saat musim penghujan,

    dimana pekerjaan menyadap karet tidak mungkin dilakukan.

    Sedang responden bagian tengah Sub DAS Bungo yang memiliki pekerjaan utamasebagai petani sebanyak 93,3%, selebihnya pada sektor lain seperti perdagangan. Semua

    responden memiliki kebun yang ditanami karet, sehingga penghasilan utama berasal dari

    hasil tanaman karet.

    Sebagian responden daerah hilir mengembangkan pertanian tanaman semusim

    dan kurang mengembangkan tanaman karet. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga

    mereka bekerja sebagai pedagang, tukang kayu, tukang batu, dan buruh sadap karet.

    Umumnya petani pemilik kebun karet tetap bekerja sebagai buruh sadap karet untuk

    menambah penghasilan keluarga, karena sempitnya luas kebun karet yang dimiliki.

    Kegiatan dasar yang paling dominan pada masyarakat Sub DAS Bungo adalah

    sektor pertanian seperti ditunjukkan oleh nilai LQ sektor pertanian 1

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    12/22

      12

    Meskipun penduduk yang memiliki pendidikan dasar cukup dominan, tetapi

    sudah cukup banyak penduduk yang dapat menikmati pendidikan lebih tinggi terutama di

    Kecamatan Wanayasa sebanyak 1,6% penduduknya telah dapat mengenyam pendidikan

    hingga perguruan tinggi. Keadaan ini terutama karena dukungan hasil pertanian yang

    memililiki nilai ekonomi tinggi seperti kentang, teh, tembakau, dan kopi, dan tanaman

    untuk bahan dasar industri pasta gigi yaitu tanaman mint.

    Sebagian besar (55,3%) penduduk di Sub DAS Batang Bungo memiliki

    pendidikan setingkat sekolah dasar. Dengan pendidikan yang rendah masyarakat tidak

    memiliki pilihan lain kecuali menekuni pekerjaan sebagai petani, yang umumnya telah

    dilakukan secara turun temurun. Dengan semakin bertambahnya penduduk yang memilikimata pencaharian sebagai petani, maka permintaan akan lahan pertanian juga meningkat.

    Berdasar survey lapangan jumlah petani Sub DAS Bungo yang memiliki pendidikan

    SLTP dan SLTA lebih banyak (42,6%) dari responden petani Sub DAS Merawu yang

    hanya 13,3%.

    C.  Budaya Pertanian

    Pola pemanfaatan lahan di Sub DAS Merawu berbeda untuk bagian atas, bawah,

    dan hilir. Pada bagian hulu atas umumnya berupa lahan kering yang dimanfaatkan untuk

    budidaya tanaman sayuran. Padi tidak untuk dikembangkan di wilayah atas, sehingga

     jagung menjadi makanan pokok masyarakat sehari-hari. Pada bagian bawah Sub-sub

    DAS Merawu maupun Sub-sub DAS Urang, masyarakat umumnya mengembangkan

    tegalan, kebun campuran, sawah tadah hujan, dan sayuran. Tanaman kayu banyak

    ditanam oleh penduduk, selain tanaman buah-buahan. Sedang pada bagian Sub-sub DAS

    Merawu hilir, kebun campuran dan sawah irigasi lebih dominan dikembangkan

    penduduk. Luas lahan yang dimiliki responden pada Gambar 3.

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    13/22

      13

    Merawu Hilir

    (1,4 ha)Urang Atas

    (3,6 ha)

    Urang Bawah

    (1,6 ha)

    Merawu Hulu

    Bawah (0,3 ha)

    Merawu Hulu

    Atas (1,6 ha)

     

    Gambar 3. Luas Rata-rata Kepemilikan Lahan Responden Sub DAS Merawu

    Figure 3. The Everage Area of Land Ownership at Merawu Sub WatershedPadi masih merupakan tanaman pokok sehingga dari tahun ke tahun diupayakan

    peningkatan produksinya, terutama untuk memenuhi kebutuhan setempat. Namun

    demikian pada kenyataannya jumlah total produksi padi, baik padi sawah maupun padi

    ladang dalam wilayah tersebut terus mengalami penurunan akibat menurunnya luas panen

    atau berkurangnya lahan sawah. Pada Kecamatan Wanayasa, Pejawaran, Pegentan,

    maupun Karangkobar tidak terdapat saluran irigasi teknis. Oleh karena itu untuk mengairi

    sawahnya penduduk membangun saluran irigasi setengah teknis secara swadaya guna

    mengalirkan air dari sungai ke sawah.

    Pada lahan-lahan yang hanya mendapatkan pengairan dari air hujan

    dikembangkan tanaman palawija dan sayuran. Namun demikian karena permintaan

    penduduk akan lahan yang semakin meningkat untuk fungsi-fungsi yang lain seperti

    perumahan, dan industri terdapat kecenderungan luas lahan pertanian mengalami

    penurunan.

    Penyebab menurunnya hasil pertanian selain menurunnya luas panen, juga karena

    lahan mulai berkurang kesuburannya akibat tingginya intensitas penggunaan lahan.

    Lahan yang mulai berkurang kesuburannya kemudian ditanami tanaman ketela pohon dan

    tanaman perkebunan. Masyarakat petani Kecamatan Wanayasa dan Pejawaran tidak

    memiliki kebiasaan menanam tanaman kayu. Tanaman kayu selain dianggap

    mengganggu pertumbuhan tanaman semusim dan tanaman sayur, juga dianggap

    mengurangi bidang olah sehingga dapat mengurangi produktivitas pertanian.

    Pengetahuan petani mengenai konservasi cukup baik, lahan pertanian telah dibuat teras,

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    14/22

      14

    meskipun pada beberapa lahan teras yang dibuat belum sempurna. Belum sempurnanya

    teras terutama pada lahan yang ditanami tanaman sayur, dilakukan dengan sengaja oleh

    petani untuk   memperlancar  sistem drainase yang lebih cepat guna menghindari

    pembusukan tanaman.  Petani juga merasa enggan menanam tanaman tampingan teras

    seperti rumput dan Glyricideae untuk mencegah erosi karena mengganggu pertumbuhan

    tanaman semusim. Petani pada umumnya kurang memiliki analisis mengenai usaha tani

    sehingga cenderung menanam satu jenis tanaman secara bersamaan, akibatnya pada saat

    panen raya tiba harga produksi pertanian menjadi jatuh dan seringkali keuntungan tidak

    sesuai dengan yang diharapkan.

    Masyarakat Sub DAS Bungo sangat mengandalkan usaha taninya pada hasil dari

    perkebunan karet. Masyarakat juga mengembangkan kegiatan persawahan, namun hanya

    dilakukan pada lahan di sepanjang tepian sungai. Hal ini karena saluran irigasi belum

    tersedia, sehingga air untuk sawah diperoleh dari sungai dengan membangun kincir-

    kincir sebagai penyalur air. Pertanian tanaman semusim tidak dikembangkan secara

    intensif, petani hanya menanam padi satu kali dalam setahun. Bibit padi yang digunakan

    adalah padi lokal, dengan umur 6 bulan. Petani hampir tidak pernah melakukan

    pemupukan, selain karena keterbatasan modal juga karena alasan kebiasaan. Luasnyalahan yang dimiliki oleh masing-masing petani dan sedikitnya tenaga kerja yang tersedia

    untuk menggarap lahan, menyebabkan beberapa lahan persawahan dibiarkan saja sebagai

    semak belukar dan tidak dikelola. Luas lahan rata-rata yang dimiliki petani seperti pada

    Gambar 4.

    Bungo

    Tengah

    (2,39 ha)

    Bungo Hilir

    (3,16 ha)

    Bungo Hulu

    (2,05 ha)

     

    Gambar 4. Luas Rata-rata Kepemilikan Lahan Responden Sub DAS Bungo (Ha)

    Figure 4. The Average Area of Land Ownership at Bungo Sub Watershed

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    15/22

      15

    Curahan tenaga kerja petani terutama difokuskan untuk mengelola tanaman

    perkebunan (karet). Pada tanaman perkebunan juga tidak dilakukan pemeliharaan yang

    berarti. Tanaman yang ditanam dibiarkan tumbuh, dan selama menunggu tanaman dapat

    dipanen biasanya petani mengerjakan pekerjaan lain seperti buruh, pertukangan, dan

    sebagainya. Penyadapan dilakukan pada musim kemarau, sedang pada musim penghujan

    petani tidak melakukan kegiatan penyadapan. Pada umumnya penyadapan dilakukan

    bersama-sama anggota keluarga karena luasnya lahan kebun. Jika anggota keluarga tidak

    memungkinkan biasanya mereka dibantu oleh beberapa tenaga kerja lain. Dari hasil

    penyadapan pemilik kebun mendapatkan hasil sepertiganya, sedangkan selebihnya

    menjadi hak penyadap.

    D.  Pendapatan Petani 

    Pendapatan petani yang sangat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup di

    Sub DAS Merawu terutama diperoleh dari hasil lahan pertaniannya mencapai lebih dari

    95,2% dari total pendapatan keluarga, meskipun kadang tidak mencukupi. Tingkat

    pendapat responden dari hasil pertanian dan lainnya pada seperti Tabel 5.

    Tabel 5. Rata-rata Tingkat Pendapatan Responden Sub DAS Merawu

    Table 5. The Average Income of respondent at Merawu Sub WatershedMerawu hulu (Upper Merawu)  Urang

    Atas (upper

    course) 

    Bawah (lower

    course) 

    Merawu hilir(Lower Merawu)  Atas (upper

    course) 

    Bawah (lower

    course) 

    Sumber

    pendapatan(Income

     Resource )Juml

    (Total)

    (Rp)

    % Juml(Total)

    (Rp)

    % Juml(Total)

    (Rp)

    % Juml(Total)

    (Rp)

    % Juml(Total)

    (Rp)

    %

    Sawah 724.884 36,7 1.37.750 6.7 1.047.778 30,6 782.143 4,0 1.047.778 30,6

    Pekarangan - 0 - 0 83.333 2,4 - 0 83.333 2,4

    Kebun- 0

    - 0105.556 3,1 377.143 1,9 105.556 3,1

    Tegalan 1.183.872 59,9 1.754.813 88,5 1.642.333 48,0 18.174.286 91,8 1.642.333 48,0

    Hutan - 0 - 0 - 0 - 0 - 0

    Dagang 11.163 0,6 18.750 0,9 - 0 85.714 0,4 - 0

    Lain-lain 56.797 2,9 76.250 3,8 541.667 15,8 373.000 1,9 541.667 15,8

    Jumlah 1.976.756 100 2.121.000 100 3.420.667 100 19.792.286 100 3.420.667 100

    Pendapatan petani yang tinggi terutama diperoleh dari tanaman sayuran, terutama

    tanaman kentang seperti di Sub-sub DAS Urang. Meskipun masyarakat setempat

    menyadari bahwa sistem budidaya tanaman kentang yang dipraktekkan mengakibatkan

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    16/22

      16

    erosi yang tinggi, namun karena nilai ekonominya yang tinggi mereka tetap meneruskan

    usaha tani tersebut. Sedang pada daerah bawah hasil dari lahan pertanian lebih rendah,

    terutama karena tanaman yang ditanam berupa kebun campuran yang tidak memiliki nilai

    ekonomi tinggi.

    Sedang pada responden di Sub DAS Bungo sebagian besar pendapatan penduduk

    diperoleh dari hasil kebun dan sawah tadah hujannya yang mencapai lebih dari 68,3%

    dari total pendapatan keluarga. Pendapatan responden Sub DAS Bungo ditunjukkan pada

    Tabel 6.

    Tabel 6. Rata-rata Tingkat Pendapatan Responden Sub DAS BungoTable 6. The Average Income of Respondent at Bungo Sub Watershed

    Hulu (Upper course) Tengah (Midle

    course)

    Hilir (Lower course)Sumber

    Pendapatan(Income

     Resource)Juml (Total)

    (Rp)

    % Juml (Total)

    (Rp)

    % Juml (Total) 

    (Rp)

    %

    Sawah 115.882 4,7 214.067 6,6 471.429 10,4

    Pekarangan 88.339 3,6 - 0 42.857 1,0

    Kebun 899.981 36,4 2.754.000 84,5 2.601.200 57,3

    Tegalan 621.194 25,2 43.467 1,33 - 0

    Hutan 6.944 0,3 - 0 - 0

    Dagang - 0 80.000 2,5 85.714 1,9

    Lain-lain 733.777 29,8 166.667 5,1 1.344.999 29,4

    Jumlah 1.844.923 100 3.258.201 100 4.536.199 100

    Pendapatan terbesar diperoleh dari hasil kebun yang ditanami karet sebagai tanaman

    utama. Pendapatan lain-lain diperoleh dari bekerja sebagai buruh karet, bertukang, dan

    usaha lainnya. Pekerjaan ini tidak selalu dilakukan, sehingga hasilnya juga tidak dapat

    diharapkan secara pasti.

    E.  Pemanfaatan dan Pengelolaan Lingkungan

    Komunitas masyarakat desa telah mengalami berbagai kontak budaya dengan

    masyarakat luar, sehingga berbagai pengetahuan dan teknologi baru kemudian menjadi

    bagian dari sistem kehidupan mereka. Namun setiap masyarakat memiliki interpretasi

    yang beragam mengenai bagaimana mereka memperlakukan pengetahuan pada sistem

    kehidupan mereka. Secara umum masyarakat desa memiliki ketergantungan yang besar

    terhadap sumber daya alam, sebab kebutuhan hidup sehari-hari dipenuhi dari

    memanfaatkan hasil alam secara langsung. Kegiatan pertanian tanaman pangan

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    17/22

      17

    merupakan kegiatan utama masyarakat desa, meskipun setiap komunitas memiliki pola-

    pola yang berbeda dalam mengelola sumber daya alamnya.

    Berdasarkan tingkat pengetahuan yang dimiliki, masyarakat desa di Sub DAS

    Merawu memiliki pengetahuan dan teknologi yang lebih maju daripada masyarakat di

    Sub DAS Bungo, meskipun beberapa petani Sub DAS Merawu masih mengembangkan

    teknologi tradisional dalam mengolah lahannya. Secara umum petani di Jawa telah

    mengembangkan persawahan secara luas dengan cara menetap dan sistem irigasi yang

    baik. Namun karena perkembangan penduduk yang pesat, luas rata-rata lahan yang

    dimiliki petani sangat sempit. Karena sempitnya lahan yang dimiliki, sementara

    ketergantungan terhadap lahan yang sangat tinggi akibat peningkatan akan kebutuhanhidup, maka lahan di Jawa dikelola dengan lebih intensif. Lahan hampir tidak pernah

    dibiarkan menganggur sepanjang tahun. Untuk tetap menjaga kesuburan tanahnya, petani

    melakukan pergiliran tanaman dan pemupukan. Walaupun demikian karena intensifnya

    pemanfaatan lahan, tanah saat ini cenderung mulai berkurang kesuburannya. Indikator

    menurunnya tingkat kesuburan dapat dilihat dari peningkatan penggunaan pupuk pada

    tanaman, dan hasil panen yang selalu mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hasil

    dari usaha pertanian terutama untuk tujuan komersial (dijual), jika ada kelebihan baru

    untuk konsumsi sendiri.

    Tingginya permintaan akan lahan di Sub DAS Merawu khususnya dan di Jawa

    pada umumnya, menyebabkan masyarakat mulai melakukan perambahan ke daerah-

    daerah yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya. Akibat keadaan ini lingkungan

    mulai mengalami berbagai kerusakan, dan akibat yang dirasakan penduduk terutama di

    desa adalah kekeringan pada saat musim kemarau. Hampir setiap tahun lahan pertanian

    mengalami puso dengan luasan yang semakin bertambah, bahkan di beberapa daerah

    seperti di daerah Sub-sub DAS Urang atas pada musim kemarau lahan sama sekali tidak

    dapat ditanami.

    Sedangkan petani di Sub DAS Bungo masih mengembangkan pola perladangan

    berpindah. Hal ini dimungkinkan karena lahan yang tersedia masih cukup luas. Saat ini

    perladangan berpindah dilakukan pada tanah milik, tetapi dimungkinkan dilakukan pada

    lahan yang dianggap tidak bertuan. Perladangan dengan sistem berpindah ini dilakukan

    dengan dua cara yaitu, pertama secara tumpang sari dengan tanaman karet sebagai

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    18/22

      18

    tanaman pokok, ketika tanaman karet sudah mulai tinggi dan menaungi tanaman semusim

    perladangan dihentikan dan berpindah pada daerah lain. Kedua, membuka lahan dengan

    cara tebang-bakar-tanam, setelah 2-3 kali panen dan dirasa tanah sudah mulai tidak subur

    lagi, penanaman tanaman semusim kemudian dilakukan dilokasi lain. Hasil pertanian

    tanaman pertanian digunakan untuk kebutuhan sendiri (subsisten).

    Subsisten adalah sebutan untuk pangan yang diambil dari sumber daya alam yang

    ada, serta lebih ditujukan untuk konsumsi sendiri daripada untuk tujuan perdagangan

    (Marzali, 2002). Kegiatan pertanian ini dilakukan dengan teknologi yang sangat

    sederhana, sehingga kerusakan lingkungan akibat penggunaan teknologi bisa diabaikan.

    Sementara hasil pertanian untuk tujuan subsisten, hasil dari tanaman perkebunan sepertikaret, sawit dan lain-lain digunakan untuk tujuan komersial. Pengelolaan tanaman

    perkebunan ini juga dilakukan dengan sederhana tanpa masukan teknologi. Hutan dibuka

    untuk perkebunan, kemudian setelah bibit ditanam dibiarkan begitu saja tanpa

    pemeliharaan. Kemudian jika memungkinkan beralih membuka daerah lain, begitu

    seterusnya. Jika tanaman perkebunan dirasa sudah layak panen, kemudian dilakukan

    pemanenan dengan pemeliharaan hanya berupa penyiangan yang dilakukan sewaktu-

    waktu disela-sela kegiatan pemungutan hasil. Tidak intensifnya pengelolaan lahan

    membawa pengaruh positif keadaan lingkungan masih cukup terjaga.

    Namun demikian pemanfaatan lahan yang tidak memenuhi kaidah kesesuaian dan

    kemampuan lahan lama kelamaan akan membawa dampak buruk yang makin meluas.

    Alih fungsi kawasan lindung sebagai daerah budidaya pertanian dapat mengakibatkan

    terjadinya bahaya banjir dan tanah longsor pada musim penghujan, dan kekeringan

    dimusim kemarau. Oleh sebab itu pengelolaan lahan dalam suatu DAS harus dilakukan

    sebijaksana mungkin, dan kondisi ini harus benar-benar ditekankan kepada masyarakat

    petani agar mereka mengerti dan memahaminya, serta bersedia melakukan kegiatan

    konservasi terutama untuk mengurangi kerusakan lingkungan.

    F.  Stratifikasi Sosial dan Hubungan Kemasyarakatan

    Studi tentang kehidupan sosial ekonomi petani di pedesaan Jawa mengungkapkan

    bahwa struktur agraris di pedesaan Jawa ditandai oleh ketimpangan distribusi penguasaan

    tanah yang cukup tajam (Amaludin, 1987). Amaludin membagi struktur petani

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    19/22

      19

    berdasarkan luas kepemilikan lahan yaitu, petani besar yang menguasai tanah pertanian >

    1 Ha, petani menengah menguasai 0.5 Ha-0.99 Ha, petani kecil menguasai 0.25 Ha-0.49

    Ha, dan petani gurem menguasai < 0.25 Ha. Struktur penguasaan tanah menjadi faktor

    penentu struktur sosial masyarakat petani.

    Berdasar luas kepemilikannya terdapat variasi luas kepemilikan lahan berdasar

    kondisi geografis. Sebanyak 86% responden Sub-sub DAS Urang atas memiliki lahan >1

    Ha, pada responden Sub-sub DAS Urang bawah hanya 33% responden yang memiliki

    lahan > 1 Ha, sedang pada responden Sub-sub DAS Merawu hulu atas 25% memiliki

    lahan > 1 Ha, responden Sub-sub Das Merawu hulu bawah dan Sub-sub DAS Merawu

    hilir hanya memiliki lahan dibawah < 0.5 Ha. Semakin hilir, luas tanah yang dimilikipetani menjadi semakin sempit. Hal ini karena luas lahan yang semakin tidak sesuai

    dengan perkembangan jumlah penduduk, dan harga tanah yang semakin mahal.

    Ketimpangan kepemilikan tanah membawa kecenderungan pada hubungan secara sosial

    baik pada kedudukan maupun peranan dalam masyarakat. Petani pemilik lahan luas

    umumnya memiliki kedudukan relatif lebih tinggi dalam masyarakat dan dikategorikan

    sebagai masyarakat elite desa, hal ini sesuai dengan penelitian Amaludin (1987) yang

    menyatakan bahwa petani penguasa tanah memegang posisi dominasi dalam struktur

    desa. 

    Struktur sosial masyarakat bersifat komunal, dimana hubungan lebih bersifat

    personal kekerabatan berdasar nilai-nilai budaya Jawa. Kerjasama dalam kerangka

    hubungan komunal diwujudkan dalam bentuk tindakan kolektif seperti gotong royong.

    Konflik-konflik yang muncul sedapat mungkin diredam, dengan cara-cara kekeluargaan.

    Hal ini terutama untuk menjaga keharmonisan hubungan sosial dalam masyarakat. Pada

    pengambilan keputusan bersama masyarakat desa, solidaritas komunal masih menjadi

    dasar pertimbangan pada dampak terhadap kerukunan dan stabilitas sosial.

    Struktur petani di luar Jawa berdasar luas kepemilikan lahannya memiliki pola

    yang berbeda. Struktur petani diklasifikasikan sebagai petani besar yang menguasai luas

    tanah >3 Ha, petani menengah yang menguasai luas tanah 2 Ha-2,99 Ha, petani kecil

    menguasai 1 Ha-1,99 Ha, dan petani gurem 3 Ha, 11,1% responden termasuk petani menengah, 27,8% petani kecil, dan

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    20/22

      20

    33,3% adalah petani gurem. Pada Sub DAS Bungo tengah 33,3% adalah petani besar,

    40% petani menengah, dan 26,7% adalah petani kecil. Sedang pada responden Sub DAS

    Bungo hilir 50% merupakan petani besar, 7,1% adalah petani menengah, 28,6%

    dikategorikan petani kecil, dan 14,3% adalah petani gurem yang hanya menguasai lahan

    1 yang berarti kebutuhan akan lahan fungsinya sebagai lahan pertanian masih

    cukup tinggi.

    2.  Meskipun ketergantungan penduduk dikedua daerah penelitian pada sektor pertanian

    sangat tinggi, tekanan penduduk terhadap lahan (TP) baik di Sub DAS Merawu

    maupun di Sub DAS Bungo masih dapat dikategorikan ringan, dalam pengertian

    lahan masih memiliki daya dukung terhadap berbagai kegiatan penduduk saat ini.

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    21/22

      21

    3.  Keadaan alam di Jawa yang subur memungkinkan petani mengembangkan tanaman

    semusim, dan karena pertumbuhan penduduk yang tinggi permintaan akan hasil

    pertanian tanaman pangan sangat tinggi sehingga lahan pertanian di Sub DAS

    Merawu dikelola dengan intensif dengan menggunakan teknologi untuk

    meningkatkan hasil pertaniannya, akibatnya lingkungan mulai mengalami kerusakan.

    Sedangkan kondisi alam di Sub DAS Bungo lebih cocok bagi pengembangan

    tanaman perkebunan terutama karet daripada tanaman semusim, pengelolaan tanaman

    dilakukan secara sederhana tanpa masukan teknologi sehingga pengaruhnya pada

    kerusakan lingkungan dapat diabaikan.

    4. 

    Pendapatan utama petani diperoleh dari lahan pertaniannya. Di Sub DAS Merawukontribusi terbesar terutama berasal dari hasil tegalan, hasil pertanian tanaman

    semusim ini terutama untuk tujuan komersial. Sedangkan di Sub DAS Batang Bungo

    kontribusi terbesar pada pendapatan keluarga terutama dari hasil tanaman

    perkebunan, sedang hasil tanaman semusim untuk kebutuhan sendiri.

    5. 

    Stratifikasi sosial masyarakat Di Sub DAS Merawu sangat dipengaruhi oleh luas

    kepemilikan lahan, dan keadaan ini berpengaruh pada kedudukan seseorang dalam

    hubungan sosial kemasyarakatan. Umumnya petani di Sub DAS Merawu memiliki

    lahan kurang dari 1 Ha, hanya sebanyak 33,3% dari seluruh responden yang termasuk

    sebagai petani berlahan luas. Sedang pada masyarakat Sub DAS Bungo sebanyak

    36,2% adalah petani besar dengan luas kepemilikan lahan lebih dari 3 Ha, dan

    kedudukan seseorang dalam masyarakat tidak dipengaruhi oleh ketimpangan

    kepemilikan tanah, tetapi lebih kepada kemampuan yang dimiliki seseorang.

    DAFTAR PUSTAKA

    Amaludin, M. 1987. Kemiskinan dan Polarisasi Sosial : Studi Kasus di Desa Bulugede,

    Kabupaten Kendal Jawa tengah. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

    BPS. 2002. Banjarnegara Dalam Angka. BPS Kabupaten Banjarnegara.

    BPS. 2002. Bungo Dalam Angka. BPS Kabupaten Bungo.

  • 8/18/2019 V2N3Kondisi Sos Masy Merawu-Bungo

    22/22

      22

    Departemen Kehutanan. 2001. Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan

    Konservasi Tanah Sub DAS Merawu DAS Serayu. BRLKT Opak Progo Serayu.Yogyakarta.

    De Vries, E. 1985. Pertanian dan Kemiskinan di Jawa. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

    Marzali, A. 2002. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Kantor Menteri Negara Lingkungan

    Hidup. Jakarta.

    MOF, UNDP, FAO. 1985.  Assistance to Watershed Management Programs. Indonesia.

     Applied Research Needs and Soil Conservation Techniques for Field Trial in The

    Outer Islands. Ag: DP/INS. 83/034. Field Doc. Solo.

    Paimin. 2003. Kajian Karakteristik Daerah aliran Sungai. Laporan Pengkajian dan

    Penerapan Hasil Penelitian Kehutanan. BP2TPDAS-IBB. Departemen Kehutanan.Surakarta.

    Poerwanto. H. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi.

    Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

    Puslitbang Pengairan. 1998. Data Tahunan Debit Sungai. Departemen Pekerjaan Umum.Jakarta.

    Seyhan, E. 1977. Fundamentals of Hydrology. Terjemahan. S. Subagyo.1990. Dasar-

    Dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

    Sutopo,H.B. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Sebelas Maret University Press.

    Surakarta.

    Zaeni, W.A. 1987. Konsep-konsep Dasar Sosiologi Dalam Pengelolaan Daerah Aliran

    Sungai. Ditjen RRL. Jakarta.