37
UVEA Anatomi : Uvea merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri dari iris, korpus siliar, dan koroid. Bagian ini dilindungi oleh kornea dan sklera. Uvea ikut memasok darah ke retina. Uvea dibagi menjadi 2 bagian yaitu 1. uvea anterior yang terdiri dari iris dan badan / corpus siliar dan 2. uvea posterior yaitu koroid

Uveitis Posteriorr

  • Upload
    della

  • View
    243

  • Download
    6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nrfc

Citation preview

Page 1: Uveitis Posteriorr

UVEA

Anatomi :

Uvea merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri dari iris, korpus siliar, dan

koroid. Bagian ini dilindungi oleh kornea dan sklera. Uvea ikut memasok darah ke retina.

Uvea dibagi menjadi 2 bagian yaitu 1. uvea anterior yang terdiri dari iris dan badan / corpus

siliar dan 2. uvea posterior yaitu koroid

Page 2: Uveitis Posteriorr

iris

Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa permukaan pipih dengan

apertura bulat di tengahnya yang disebut dengan pupil. Iris terletak bersambungan dengan

permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera okuli anterior dan kamera okuli

posterior, yang masing-masing berisi humor aqueus. Di dalam stroma iris terdapat sfingter

dan otot-otot dilator

Ada 2 otot yang ada di dalam iris antara lain otot sfingter pupil (M. sphincter pupillae) yang

berjalan sirkuler, yang terletak di dalam dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf parasimpatis

(N. III), dan otot dilatator pupil (M. dilatator pupillae) yang berjalan radier dari akar iris ke

pupil, terletak di bagian posterior stroma dan disarafi oleh saraf simpatis (Wijana, 1993).

Pasokan darah ke iris berasal dari circulux major iris. Kapiler-kapiler iris memiliki lapisan

endotel yang tak berlubang sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresin yang

disuntikkan secara intravena. Persyarafan iris adalah melalui serat-serat nervus siliare

Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Cahaya yang

mengenai mata diterima oleh sel-sel batang dan kerucut di retina, diteruskan oleh N. II ke

kiasma optikum, radiasio optika, setinggi korpus genikulatum lateral, serat pupilomotor

melepaskan diri ke brachium kolikulus superior, ke midbrain, komisura posterior di daerah

pretektalis, kemudian mengadakan semidikusasi dan keduanya menuju ke nucleus Edinger

Westphal di kedua sisi. Dari sini keluar saraf eferen (saraf parasimpatis) yang memasuki N.

III, ke ganglion siliaris, serat saraf postganglioner melalui Nn. siliaris brevis

Corpus /badan siliaris

Korpus siliaris mengandung otot polos yang tersusun longitudinal, sirkular, dan radial. Otot-

otot ini berfungsi untuk menarik dan mengendorkan serabut zonula Zinni, yang menghasilkan

perubahan tegangan pada kapsul lensa. Ketegangan kapsul lensa yang berubah akan

menyesuaikan kekuatan lensa mata sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar bayangannya

tepat di retina

Fungsi dari prosessus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya adalah sebagai pembentuk

humor aquaeus sedangkan fungsi dari humor aquaeus sendiri adalah sebagai media

refraksi, pemberi nutrisi dan juga mempengaruhi tekanan hiodrostatik untuk

stabilitas bola mata

Page 3: Uveitis Posteriorr

Pembuluh darah dibadan siliar berasal dari sirkulus iridis mayor, sedang syaraf sensoris

berasal dari syaraf siliaris

Koroid

Koroid berwarna coklat kehitaman sampai hitam yang berfungsi untuk mencegah refleksi

(pemantulan sinar). Di bagian depan, koroid membentuk badan siliaris yang berlanjut ke

depan membentuk iris yang berwarna.

Koroid juga merupakan lapisan yang berisi banyak pembuluh darah, karena itu fungsi lain

dari koroid adalah memberikan nutrisi dan oksigen terutama untuk retina serta menyalurkan

pembuluh darah dan saraf menuju badan siliaris dan iris.

DEFINISI UVEITIS :

Uveitis merupakan proses inflamasi pada uveal tract (koroid, iris, dan corpus ciliaris).

Uveitis umumnya unilateral,biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan.

Ditandai adanya riwayat sakit,fotofobia,dan penglihatan yang kabur, mata merah (merah

sirkumneal) tanpa tahi mata purulen dan pupil kecil atau ireguler

Page 4: Uveitis Posteriorr

KLASIFIKASI

Klasifikasi uveitis berdasarkan :

1. Lokasi utama dari bercak peradangan :

uveitis anterior : meliputi iris, iridosiklitis, dan uveitis

intermedia.

uveitis posterior : koroiditis, koriorenitis ( bila peradangan koroid lebih

menonjol ), retinokoroiditis ( bila peradangan retina lebih menonjol), retinitis

dan uveitis diseminata.

uveitis difus atau pan uveitis.

2. Berat dan perjalanan penyakit :

akut

subakut

kronik

rekurens

3. Patologinya :

non granulomatosa

granulomatosa

4. Penyebab yang diketahui

bakteri : tuberkulosis , sifilis

virus : herpes simplek, herpes zoster, citomegalovirus

jamur : candida

parasit : toksoplasma

imunologik : sindrom behcet, sindrom vogt-koyanagi-harada, poliarteritis

nodosa, granulomatosis wegener

penyakit sistemik : penyakit kolagen, artritis reumatoid, multipel skerosis,

sarkoidosis, penyakit vaskular.

Neoplasmik : leukemia, melanoma maligna, reticullum cell sarcoma

lain – lain : AIDS.

5. Berdasarkan anatomisnya :

Inflamasi iris bersamaan dengan peningkatan permeabilitas vaskular

dinamakan iritis / uveitis anterior . Sel darah putih yang bersirkulasi dalam

humor akous bilik mata anterior dapat dilihat dengan slitlamp. Protein yang

Page 5: Uveitis Posteriorr

juga bocor dari pembuluh darah terlihat dengan sifat penyebaran cahaya pada

sinar slitlamp sebagai flare.

Inflamasi pars plana ( badan siliaris posterior) dinamakan siklitis atau uveitis

intermedia.inflamasi segmen posterior ( uveitis posterior) menghasilkan sel –

sel inflamasi dicairan vitreus. Selain itu juga terdapat inflamasi koroid atau

retina terkait ( masing – masing adalah koroiditis dan retinitis). Panuveitis

terjadi ketika uveitis anterior dan posterior terjadi bersamaan

Uveitis merupakan penyakit yang mudah mengalami kekambuhan, bersifat merusak,

menyerang pada usia produktif dan kebanyakan berakhir dengan kebutaan.

EPIDEMIOLOGI

Insiden sekitar 15 per 100.000 orang, sekitar 75 % merupakan uveitis anterior. Sekitar 50%

pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait.

Page 6: Uveitis Posteriorr

Uveitis posterior

Definisi :

Uveitis posterior adalah proses peradangan pada segmen posterior uvea, yaitu pada

koroid, dan disebut juga koroiditis. Karena dekatnya koroid pada retina, maka penyakit

koroid hampir selalu melibatkan retina ( korioretinitis ). Uveitis posterior biasanya lebih

serius dibandingkan uveitis anterior.

Peradangan di uvea posterior dapat menyebabkan gejala akut tapi biasanya

berkembang menjadi kronik. Kedua fase tersebut ( akut dan kronik ) dapat menyebabkan

pembuluh darah diretina saling tumpang tindih dengan proses peradangan di uvea posterior.

Perdarahan diretina akan menutup semua area, pada beberapa kasus terdapat lesi yang

kecil disertai kelainan pada koroid tapi setelah beberapa minggu atau bulan akan ditemukan

infiltrat dan edema hilang sehingga menyebabkan koroid dan retina atrofi dan saling melekat.

Daerah yang atrofi akan memberikan kelainan bermacam – macam dalam bentuk dan ukuran.

Perubahan ini akan menyebabkan perubahan warna koroid menjadi putih, kadang pembuluh

darah koroid akan tampak disertai karakteristik dari deposit irregular yang banyak atau

berkurangnya pigmen hitam terutama pada daerah marginal.

Lesi bisa juga ditemukan pada eksudat selular yang berkurang di koroid dan retina.

Inflamasi korioretinitis selalu ditandai dengan penglihatan kabur disertai dengan melihat lalat

berterbangan ( floaters). Penurunan tajam penglihatan dapat dimulai dari ringan sampai

berat yaitu apabila koroiditis mengenai daerah makula atau papilomakula.

Kerusakan bisa terjadi perlahan – lahan atau cepat pada humor vitreus yang dapat

dilihat jelas dengan fundus yang mengalami obstruksi. Pada korioretinitis yang lama biasanya

disertai floaters dengan penurunan jumlah produksi air mata pada trabekula anterior yang

dapat ditentukan dengan pemeriksaan fenomena Tyndall. Penyebab floaters adalah

terdapatnya substansi di posterior kornea dan agregasi dari presipitat mutton fat pada kornea

bagian dalam. Mata merah merupakan gejala awal sebelum menjadi kuning atau putih yang

disertai penglihatan kabur, bila terdapat kondisi ini biasanya sudah didapatkan atropi pada

koroid, sering kali uveitis posterior tidak disadari oleh penderita sampai penglihatannya

kabur.

Page 7: Uveitis Posteriorr

Gejala khas dari uveitis posterior adalah tajam penglihatan yang menurun, floating

spot dan fotopsia . Karena terdapat banyak kelainan pada badan vitreus sel yang disebabkan

fokal atau multifokal retina dan koroid gambaran klinis bisa juga secara bersamaan.

Diagnosis banding tergantung dari lama dan penyebab infeksi atau bukan infeksi. Infeksi bisa

disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan cacing non infeksi, bisa juga disebabkan

oleh penurunan imunologik atau alergi organ, bisa juga penyebabnya tidak diketahui setelah

timbul endoftalmitis dan neoplasma.

ETIOLOGI :

Virus

Herpes simpleks

Lesi mata yang tersering dan paling serius adalah keratitis. Lesi kulit vesikuler juga

dapat muncul di kulit dan tepi kelopak. Herpes simpleks dapat menyebabkan iridosiklitis.

Virus herpes simpleks tipe I, virus varicela zoster, dan CMV pernah dilaporkan sebagai

penyebab sindrom nekrosis retina akut.

Sindrom Nekrosis Retina Akut (ARN) ec varisela zooster

ARN merupakan suatu proses nekrosis pada retina yang disebabkan oleh infeksi.

Biasanya mengenai kedua mata ( pada 33 % pasien), paling banyak berusia 26 tahun .

Penyebab penyakit ini yang paling sering adalah virus varisela zoster, herpes simpleks tipe 2

dan cytomegalovirus. Kadang penyakit ini tanpa gejala sehingga pasien tampak sehat

meskipun mengenai pasien dengan AIDS. ARN merupakan diagnosis dari gejala klinik,

pasien sering datang dengan keluhan penglihatan kabur secara akut. Terdapat inflamasi

segmen anterior yang memberi rongga pada beberapa bagian disertai eksudat pada badan

vitreus. Masa inkubasi 2 minggu sampai terbentuknya sumbatan yang akan menyebabkan

arteriolitis retinal, vitritis dan bercak kuning – putih di posterior retina.

Page 8: Uveitis Posteriorr

AIDS dan Retinitis Cytomegalovirus

Penyakit mata merupakan manifestasi umum dari AIDS, pasien mengalami beberapa

kondisi penyakit mata :

o Oklusi mikrovaskular menyebabkan perdarahan retina dan cotton wool spot (daerah

infark pada lapisan serabut saraf retina).

o Deposit endotel kornea.

o Neoplasma pada mata dan orbita.

o Gangguan neurooftalmika termasuk palsy okulomotorik.

Infeksi oportunistik yang paling umum adalah retinitis CMV. Awalnya ditemukan

lebih dari 1/3 pasien AIDS, namun populasi beresiko telah berkurang secara bermakna sejak

berkembangnya terapi antivirus yang sangat aktif dalam terapi AIDS. Khas terjadi pada

pasien dengan hitung sel CD4 + dan leukosit 5/ μl. Pasien biasanya mengeluh penglihatan

kabur atau floaters. Diagnosis penyakit AIDS biasanya telah ditegakkan dan sering

ditemukan tampilan AIDS lainnya seperti retinopati CMV yang terdiri dari area retina

keputihan berhubungan dengan perdarahan disertai likenifikasi hingga terlihat seperti keju

softage. Lesi itu dapat mengancam makula atau lempeng optik dan biasanya terdapat sedikit

inflamasi pada vitreus.

Jamur

Histoplasmosis

Merupakan kelainan multifaktor korioretinitis, epidemiologinya berhubungan dengan

Histoplasma capsulatum, yang merupakan jamur dimorfik yang dalam perkembangannya

dapat bertahan 2 tahun dalam bentuk filamennya. Spora jamur tersebut dapat menyebabkan

terjadinya penyakit sistemik dan penyakit mata. Beberapa daerah di Amerika Serikat yang

endemis histoplasmosis yaitu Ohio dan lembah sungai Missisippi. Diagnosis koroiditis yang

diduga disebabkan oleh histoplasmosis sering ditegakkan. Infeksi primer pada mata terjadi

setelah kontak spora jamur yang berasal dari paru – paru. Jamur ini dapat menyebar ke limpa,

hati, dan koroid mengikuti infeksi yang berasal dari paru – paru. Histoplasmosis didapat

kadang tidak menimbulkan gejala atau akibat dari keadaan sakit yang tidak berbahaya dan

biasanya ditemukan pada anak – anak.

Page 9: Uveitis Posteriorr

Pemeriksaan kulit pada pasien biasanya positif terhadap histoplasmosis dan

menunjukkan bercak – bercak khas pada perifer fundus. Bercak – bercak ini berbentuk daerah

– daerah kecil, bulat atau lonjong tidak teratur, tanpa pigmen kadang – kadang dengan batas

berpigmen halus. Kadang dapat ditemukan atrofi peripapiler dan hiperpigmentasi.

Bercak histo muncul pertama kali pada mata selama masa remaja, tetapi makulopati

baru berkembang pada usia 20 -50 tahun, rata-rata pada usia 41 tahun. Secara patologi, lesi

pertama muncul dalam bentuk granuloma di koroid. Koroiditis akan menyebabkan

penglihatan menurun dan terbentuk sikatrik disertai pigmentasi pada pigmen epitelium, atau

memberi gambaran rusaknya membran pigmen epitelium yang disebabkan peningkatan kadar

limfosit. Pada daerah pusat koroiditis akan terbentuk pembuluh darah baru subretinal yang

baru, yang akan menyebabkan peningkatan cairan, lipid dan darah yang dapat menyebabkan

kerusakan pada fungsi makular.

Diagnosis histoplasmosis berdasarkan gejala klinis disertai pembentukan bercak kecil

yang menyebar, perubahan papil – papil di pigmen dan pembentukan cincin pigmen dimakula

sehingga menyebabkan saraf sensorik retina saling tumpang tindih, kadang disertai

perdarahan. Pada permulaan histo akan terbentuk bercak dimakula dan badan vitreus yang

tidak terlihat pada histoplasmosis, jarang didapat gejala yang menyertai bentuk atrofi. Sel

vitreus tidak terlihat pada OHS, dan gejala sering bersamaan dengan perifer dan atropi bercak

histo. Bercak tersebut fokal, sembuh dan terbentuk lesi punched out yang disebabkan oleh

jumlah yang bervariasi dari luka yang terdapat pada koroid dan yang berlengketan pada retina

lapisan luar. Gangguan penglihatan pada pusat penglihatan karena keterlibatan makula

sehingga pasien harus dirujuk ke dokter mata.

Pada daerah koroiditis dapat diobati dengan kortikosteroid oral dan lokal. Pada tahap

awal dari angiogram fluoresein, koroid aktif akan menghambat zat tersebut dan akan tampak

hipofluoresein. Selanjutnya, lesi koroid akan berwarna dan menjadi hiperfluoresein. Dengan

kontras, area pada membran neovaskular subretina aktif akan menjadi hiperfluoresein yang

terjadi awal pada angiogram.

Membran neovaskular penting jika hanya terdapat pada daerah diskus-makula. Jika di

luar superotemporal dan inferotemporal vascular arcades, hal tersebut tidak mengurangi

penglihatan dan tidak membutuhkan terapi. Namun jika membran tersebut terletak di 1-200

µm dari tengah, laser fotokoagulasi diindikasikan untuk mencegah hilangnya penglihatan.

Page 10: Uveitis Posteriorr

Macular Photocoagulation Study Group bekerjasama dengan Multicenter Study

menunjukan efek yang berguna dengan fotokoagulasi argon biru-hijau. Pasien yang tidak

diobati menunjukkan persentase yang tinggi (50%) kehilangan penglihatan dibandingkan

dengan pasien yang mendapatkan terapi laser (22%) selama 24 tahun. Krypton merah atau

Argon hijau gelombang tinggi dapat memberi hasil penglihatan yang lebih baik dengan luka

retina yang lebih sedikit dibandingkan dengan fotokoagulasi argon biru-hijau.

Kandidiasis ( Candida albicans)

Meskipun tidak umum, insiden penyakit inflamasi bola mata yang disebabkan oleh

Candida albican meningkat khususnya sebagai akibat dari penggunaan imunosupresan dan

obat-obat intravena. Retinitis kandida dapat terlihat pada penderita AIDS akibat penggunaan

obat intravena meskipun hal tersebut jarang terjadi. Candida endoftalmitis terjadi pada 10-

37% pasien dengan kandidemia yang tidak mendapat terapi anti jamur. Pada pasien yang

mendapat terapi anti jamur kemungkinan mengenai mata terjadi penurunan. Organisme

menyebar secara metastasis ke koroid. Replikasi jamur mempengaruhi vitreus dan retina

sekunder. Gejala dari kandidiasis mata adalah penurunan tajam penglihatan atau floaters,

tergantung pada lokasi lesi. Menyerupai koroiditis Toxoplasma lesi pada segmen posterior

tampak putih kuning dengan batas yang halus, dengan ukuran dari spot woll yang kecil

sampai beberapa pertambahan diameter diskus. Lesi mula-mulanya terdapat di retina dan

berakibat eksudasi ke vitreus. Lesi perifer mungkin menyerupai pars planitis.

Diagnosa kandidiasis mata dapat ditegakkan dengan kultur darah positif yang didapat

pada saat terjadi kandidemia. Seorang dokter harus waspada pada kemungkinan diagnosis

kandidiasis pada pasien rawat inap yang menggunakan kateter intavena atau yang mendapat

terapi antibiotik sistemik, steroid dan antimetabolit. Pasien yang dirawat karena kandidemia

harus diperiksa kemungkinan mengenai mata. Pada pasien tersebut pada dua pemeriksaan

akan ditemukan dilatasi fundus yang dilakukan secara terpisah selama 1-2 minggu untuk

mendeteksi metastasis penyakit mata.

Pengobatan untuk kandidiasis mata meliputi intravena, pengobatan anti jamur

periokular dan intraokular seperti amphoterisin B dan ketokonazole, Flusitosin, Fluconazole

atau Rifampin oral yang dapat diberi dengan ditambah amphoterisin B intravena. Bila proses

inflamasi mengenai retina dan sampai ke dalam vitreus, anti jamur intravitreal dan vitrektomi

dapat dipertimbangkan. Terapi yang tepat untuk lesi perifer memiliki prognosis yang baik.

Namun, pengobatan yang cepat pada lesi sentral jarang menyelamatkan penglihatan karena

Page 11: Uveitis Posteriorr

merusak fotoreseptor sentral. Konsultasi dengan spesialis penyakit infeksi dapat sangat

membantu.

Protozoa

Toxoplasmosis

Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa obligat intraselular yang menyebabkan nekrosis

retina koroiditis. Terdapat 3 bentuk:

+ Ookista, atau bentuk tanah (10-12µm)

+ Takizoit, atau bentuk aktif infeksius ( 4-8 µm)

+ Kista jaringan atau bentuk laten (10-200µm), mengandung sebanyak 3000 bradizoit

T. gondii adalah parasit usus yang ditemukan pada kucing. Ookista ditemukan pada

feses kucing yang kemudian termakan oleh tikus dan burung yang dapat berperan sebagai

reservoir atau host intermediet bagi parasit. Vektor serangga dapat juga menyebarkan

T.gondii dari feses kucing ke sumber makanan manusia, termasuk tumbuhan dan binatang

herbivora.

Manusia terinfeksi lebih sering karena memakan daging yang mentah dan kurang matang

yang mengandung kista jaringan. Wanita yang mendapat Toxoplasmosis selama kehamilan

dapat mentransmisikan takizoit ke janin dengan potensial mata yang parah, SSP dan

komplikasi sistemik. Wanita hamil nonimun tanpa bukti serologik terpapar toxoplasmosis

harus berhati-hati bila memelihara kucing dan harus menghindari daging mentah. Pasien

AIDS juga mudah terkena.

Toxoplasmosis tercatat pada 7-15% dari uveitis. Karena penyakit tersebut dapat

merusak penglihatan struktur mata, hal tersebut penting bagi para ahli mata untuk mengenal

lesi tersebut dan untuk menghindari potensi kematian. Diagnosis yang tepat pada waktunya

sangat penting karena toxoplasmosis memberi respon pada terapi anti mikroba dan itu

merupakan bentuk yang masih dapat diobati pada uveitis posterior.

Tergantung pada luasnya lokasi lesi, pasien mengeluh floating spot unilateral atau

penglihatan kabur. Secara umum segmen anterior tidak mengalami inflamasi pada awal

penyakit, dan pasien memperlihatkan mata putih dan penglihatan yang masih nyaman.

Kadang-kadang inflamasi granulomatosa dapat terjadi peningkatan tekanan bola mata

khususnya pada penyakit yang berulang.

Page 12: Uveitis Posteriorr

Opasitas vitreus secara umum terlihat jelas dengan pemeriksaan mata baik dengan

pemeriksaan direk maupun indirek. Kuning keputihan, sedikit tinggi letaknya, lesi kabur

dapat terlihat pada fundus, lokasi lesi sering berada dekat dengan bekas luka korioretinal.

Lesi tersebut tampak pada bagian posterior dibandingkan pada fundus bagian lain dan

kadang-kadang terlihat berdekatan dengan papil nervus optikus. Sering salah dianggap

sebagai papilitis optik. Pembuluh darah retina pada sekitar lesi aktif tampak perivaskulitis

dengan sarung vena dan arterial segmental yang difus. Karakteristik lesi adalah retinitis fokal

eksudatif. Pada lapisan depan retina merupakan lokasi untuk proliferasi T. gondii. Lesi ini

tidak menyebabkan berkabut pada vitreus pada tahap awal penyakit, dan pasien tidak

menyadari floating spot sampai lapisan depan retina dan membran hialoid posterior terkena.

Retinitis toksoplasma dapat dimanifes oleh lesi retina perifer, kecil, punctata, sering disebut

Punctate Outer Retinal Toxoplasmosis (PORT).

Diagnosis Toxoplasmosis mata dibuat dengan:

1. Observasi dari karakteristik lesi fundus (fokal nekrosis retinokoroiditis)

2. Deteksi dari adanya antibodi anti Toxoplasma pada serum pasien

3. Pengeluaran dari penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan nekrosis lesi pada

fundus, seperti sifilis, sitomegalovirus dan jamur.

Penyebab non infeksi

Autoimun :Vaskulitis retina, penyakit bechet, oftalmia simpatis.

Keganasan :Leukemia, sarcoma sel reticulum, melanoma maligna, leukemia

Etiologi tidak diketahui: Sarkoiditis, epitelopati pigmen retina, koroiditis geografik.

Page 13: Uveitis Posteriorr

DIAGNOSIS :

Pada umumnya segmen anterior bola mata tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan

sehingga seringkali proses uveitis posterior tidak disadari oleh penderita sampai

penglihatannya kabur.

Lesi pada fundus biasanya dimulai dari retinitis atau koroiditis tanpa komplikasi. Apabila

proses peradangan berlanjut akan didapatkan retinikoroiditis, hal yang sama terjadi pada

koroiditis yang akan berkembang menjadi korioretinitis. Pada lesi yang baru didapatkan tepi

lesi yang kabur dan lesi terlihat 3 dimensional dan dapat disertai perdarahan disekitarnya,

dilatasi vaskuler atau sheating pembuluh darah.

Pada lesi lama didapatkan batas yang tegas seringkali berpigmen rata atau datar dan disertai

hilang atau mengkerutnya jaringan retina atau koroid. Pada lesi yang lebih lama didapatkan

parut retina atau koroid tanpa bisa dibedakan jaringan mana yang lebih dahulu terkena.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran mengenai

penyebab uveitis. Pada pemeriksaan darah, yaitu Differential count, eosinofilia :

kemungkinan penyebab parasit atau alergi, VDRL, FTA, Autoimun marker (ANA,

Reumatoid factor, Antidobble Stranded DNA), Calcium, serum ACE level (sarcoidosis),

Toxoplasma serologi dan serologi TORCH lainnya. Pemeriksaan urin berupa kalsium urin 24

jam (sarcoidosis) dan Kultur (bechet’s reitters). Pemeriksaan Radiologi, yaitu Foto thorax

(Tbc, Sarcoidosis, Histoplasmosis), Foto spinal dan sendi sacroiliaka (Ankylosing sponfilitis),

Foto persendian lainya (Reumatoid arthritis, juvenile rheumatoid arthritis) dan Foto

tengkorak, untuk melihat adakah kalsifikasi cerebral (toxoplasmosis)

Skin Test, yaitu Mantoux test, untuk Tbc, Pathergy test, untuk Bechet’s disease akan terjadi

peningkatan sensivitas kulit terhadap trauma jarum pada pasien bila disuntikkan 0,1 ml saline

intradermal dalam 18-24 jam kemudian terjadi reaksi pustulasi. Pemeriksaan-pemeriksaan

tersebut diperlukan untuk mengetahui etiologi secara spesifik, bila  dicurigai adanya

kecurigaan penyakit sistemik, Uveitis rekuren, Uveitus bilateral, Uveitis berat, Uveitis

posterior

Page 14: Uveitis Posteriorr

DIAGNOSA BANDING :

Vitritis

Ablasio retina

Konjungtivitis

Uveitis posterior ec bakteri

Uveitis ec jamur

Uveitis ec parasit

Uveitis ec infeksi opportunistik

Komplikasi :

Sinekia posterior

Ablasio retina

Neovaskularisasi retina dan koroid

Endoftalmitis

CME (Cystoid Macular Edema)

Traction retinal detachment

TERAPI

Pengobatan yang diberikan tergantung pada penyebab dan luasnya kerusakan pada mata

Medikamentosa

Biasanya pasien diberikan anti- radang seperti kortikosteroid,

immunosuppressive / cytotoxic agent . Bila penyebabnya infeksi maka akan

diberikan antibiotik atau anti virus.

Pengobatan standar untuk toksoplasmosis mata terdiri dari pyrimethamine

(daraprim) dan sulfonamide. Dosis awal pyrimethamine 150 mg diikuti 25

mg perhari untuk 6 minggu, dosis awal sulfadiazine 4 mg diikuti dengan 1g

obat yang sama 4 x sehari selama 4 atau 6 minggu. Terapi dengan

pyrimethamine dan sulfonamide mengecewakan pada usia tua dan pada lesi

yang luas pada fundus yang muncul untuk beberapa bulan. Efek negatif dari

kandungan sulfa meliputi kulit merah, batu ginjal, dan sindrom Steven

Johnson.

Page 15: Uveitis Posteriorr

trimethoprim/sulfamethoxazole (bactrim, septra) sebagai alternatif

sulfadiazin. Karena sulfadiazin lebih mahal dan sangat sulit didapat. Asam

folinik secara umum mencegah leukopenia dan trombositopenia yang

diakibatkan terapi pirimetamin. Jumlah leukosit dan trombosit harus

dimonitor setiap hari. Asam folinik sekarang tersedia dalam bentuk preparat

oral dan diberikan 5 mg tablet setiap hari. Namun terapi klindamisin dapat

menyebabkan kolitis membranosa.

Terapi baru sudah mulai tersedia untuk toksoplasma. Atovaquone adalah

agen untuk bentuk kista yang berpotensial mengurangi bahkan untuk bentuk

bukan kista. Obat tersebut sangat larut lemak, baik untuk penyakit sistemik

dan pada pasien imunocompromise. Kekambuhan telah diobservasi pada

pasien yang diobati dengan obat tersebut, namun hal tersebut belum

dibuktikan untuk mencegah serangan toksoplasma berikutnya. Investigasi

yang lebih lanjut dibutuhkan sebelum ditetapkan sebagai terapi

toksoplasmosis mata.

Pembedahan

vitrektomi atau bedah retina dilakukan untuk membersihkan cairan dalam

bola mata yang meradang atau untuk diagnosis penyakit. Neovaskularisasi

retina dapat terjadi pada toksoplasma, dan fotokoagulasi dari lesi

neovaskular dapat mencegah kehilangan penglihatan sampai perdarahan

vitreus. Terapi ini digunakan apabila dengan terapi medikamentosa tidak

berhasil, dan gejala pasien makin bertambah berat

PROGNOSIS

Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan

berkala dan cepat mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi tergantung di mana

letak eksudat dan dapat menyebabkan atropi. Apabila mengenai daerah makula dapat

menyebabkan gangguan penglihatan yang serius.

Page 16: Uveitis Posteriorr

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : intan permata sari

Umur : 12 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Ngampun, hadikolo

Tanggal Pemeriksaan : 13 oktober 2011

II. ANAMNESIS

Anamnesis secara : alloanamnesa ( pasien kurang dapat berbahasa indonesia ) pada

tanggal 13 oktober 2011

Keluhan Utama :

Pasien mengeluh pandangan mata sebelah kanannya kabur

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluh pandangan mata sebelah kanannya kabur sejak 6 hari yang lalu.

Sebelum kunjungan pada hari ini ( 13 oktober 2011), pasien juga pernah datang untuk

berobat ke poli mata RSUD KUDUS pada tanggal 08 oktober 2011 dengan keluhan mata

sebelah kanan kabur disertai cekot-cekot, nyeri dan pusing pada mata sebelah

kanannya.

Pasien merasa mata yang sebelah kanan kabur dan tidak dapat melihat dengan jelas,

pasien pun tidak dapat memfokuskan pandangannya pada suatu benda, baik pada waktu

siang ataupun pada malam hari. Akhirnya pasien pun memutuskan untuk memeriksakan

matanya ke poliklinik mata RSUD kudus pada tanggal 08 oktober 2011. Pada

kunjungannya yang pertama pasien pun mendapatkan obat untuk meredakan gejala pada

matanya tersebut antara lain tetes mata neocortic, dan beberapa obat minum lainnya.

Pada kunjungan yang kedua kalinya ( 13 oktober 2011 ) pasien datang dengan tujuan

untuk kontrol mata yang sebelah kanan tersebut, keluhan kabur pada mata sebelah kanan

yang dirasakan pasien sudah membaik dari sebelumnya, nyeri serta cekot-cekot dan

pusing sudah berkurang.

Page 17: Uveitis Posteriorr

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien mengatakan bahwa tidak pernah mengalami keluhan seperti ini (sebelum tanggal

08 oktober 2011)

- Riwayat Hipertensi (-)

- Riwayat diabetes melitus (-)

- Riwayat menggunakan kaca mata (-)

- Riwayat trauma (-)

- Riwayat memelihara binatang (-)

- Riwayat kelilipan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keadaan serupa ( pandangan kabur )

Riwayat sosial ekonomi : Berobat menggunakan Jamkesmas , kesan ekonomi

kurang

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. VITAL SIGN

Tensi (T) : 110/70mmHg

Nadi (N) : 80 x/ menit

Suhu (T) : Tidak dilakukan pemeriksaan

Respiration Rate (RR) : 22 x / menit

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Status Gizi : kesan cukup

Page 18: Uveitis Posteriorr

B. STATUS OFTALMOLOGI

Gambar:

OD OS

Keterangan:

1. Pupil Ø 3 mm

OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)

3/60 f2 Visus 6/6

PH 6/15 f2 Koreksi Tidak dikoreksi

Gerak bola mata normal,

orthofori, enoftalmus (-),

eksoftalmus (-),

strabismus (-)

Bulbus okuli

Gerak bola mata normal, orthofori,

enoftalmus (-),

eksoftalmus (-),

strabismus (-)

Edema (-), hiperemis(-), nyeri

tekan (-),blefarospasme (-),

lagoftalmus (-),

ektropion (-),

entropion (-)

Palpebra

Edema (-), hiperemis(-),

nyeri tekan (-),

blefarospasme (-), lagoftalmus (-)

ektropion (-),

entropion (-)

Edema (-),

injeksi konjungtiva (±),

injeksi siliar (-),

infiltrat (-),

hiperemis (-)

Konjungtiva

Edema (-),

injeksi konjungtiva (-),

injeksi siliar (-),

infiltrat (-),

hiperemis (-)

Putih Sklera Putih

Page 19: Uveitis Posteriorr

Bulat, jernih,

edema (-)

keratik presipitat (-),

infiltrat (-), sikatriks (-)

Kornea

Bulat, jernih

edema (-)

keratik presipitat (-),infiltrat (-),

sikatriks (-)

Jernih, kedalaman cukup,

hipopion(-), hifema(-)

Camera Oculi

Anterior

(COA)

Jernih,kedalaman cukup,

hipopion(-), hifema(-)

Kripta(+),coklat, edema(-),

synekia (-) Iris

Kripta(+), coklat, edema(-)

synekia (-)

Bulat

Ø : ± 3 mm, letak sentral

refleks pupil langsung (+),

refleks pupil tak langsung (+)

Pupil

Bulat,

Ø: ± 3 mm, letak sentral

refleks pupil langsung (+)

refleks pupil tak langsung (+)

Jernih Lensa Jernih

Jernih Vitreus Jernih

Papil batas tegas, eksudat keras

(-), eksudat lunak (-), ablasio

retina (-), pembuluh darah

retina “sheating phenomen ”

Retina Papil batas tegas, eksudat keras (-),

eksudat lunak (-), ablasio retina (-),

pembuluh darah normal

(+) Persepsi warna (+)

(+) Light Projection (+)

(+) cemerlang Fundus Refleks (+) cemerlang

OD < OS (secara digital) TIO OS > OD (secara digital)

Lakrimasi (-), epifora (-) Sistem Lakrimasi Lakrimasi(-), epifora (-)

Normal Lapang

Pandangan

(Tes Konfrontasi)

Normal

IV. RESUME

Page 20: Uveitis Posteriorr

Subjektif:

pertama kali datang: 08 oktober 2011,

keluhan mata kanan kabur

disertai cekot-cekot

disertai mata merah pada mata sebelah kanan

disertai nyeri pada mata sebelah kanan

tidak ada gejala nyerocos

Sekarang, 13 oktober 2011,

mata kanan sedikit kabur

tidak ada cekot-cekot

sedikit keluhan mata merah pada mata sebelah kanan

tidak ada nyeri pada mata sebelah kanan

tidak ada gejala nyerocos

Objektif:

OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)

Page 21: Uveitis Posteriorr

3/60 f2 Visus 6/6

PH 6/15 f2 Koreksi Tidak dikoreksi

Bulat, jernih

edema (-)

keratik presipitat (-),infiltrat (-),

sikatriks (-)

Kornea Bulat, jernih

edema (-)

keratik presipitat (-),infiltrat (-),

sikatriks (-)

Jernih,kedalaman cukup,

hipopion(-), hifema(-)

Camera Oculi

Anterior

(COA)

Jernih,kedalaman cukup,

hipopion(-), hifema(-)

Bulat

Ø : ± 3 mm, letak sentral,

refleks pupil langsung (+)

refleks pupil tak langsung (+)

Pupil

Bulat,

Ø: ± 3 mm, letak sentral, refleks

pupil langsung (+)

refleks pupil tak langsung (+)

Papil batas tegas, eksudat keras

(-), eksudat lunak (-), ablasio

retina (-), pembuluh darah

retina “sheating phenomen”

Retina Papil batas tegas, eksudat keras (-),

eksudat lunak (-), ablasio retina (-),

pembuluh darah normal

OD < OS (secara digital ) TIO OS > OD (secara digital )

V. DIAGNOSA BANDING

a. OD uveitis posterior ec bakteri, virus, parasit, jamur

b. OD uveitis posterior ec virus

c. OD uveitis posterior ec parasit

d. OD uveitis posterior ec jamur

e. OD uveitis posterior ec infeksi opportunistik

f. OD vitritis

g. OD ablasio retina

VI. DIAGNOSA KERJA

OD uveitis posterior

Page 22: Uveitis Posteriorr

Dasar diagnosa:

Tidak memberikan gejala yang khas dari luar, mata tenang.

Penurunan visus secara tajam

Pada pasien sudah tidak didapati gejala berupa nyeri, cekot – cekot, pusing

karena sudah mendapatkan terapi pada kunjungan pertama.

Pembuluh darah pada retina “ sheating phenomen “

VII. TERAPI

Terapi medikamentosa:

Kortikosteroid

o Topikal : Flumetholon 1-2 tetes 2-4 x/ hr,

inmatrol 1-2 tetes 2-4 x/hr

Antibiotik : Gentamicin 1-2 tetes 4-6 x/ hr, spiramisin 500 mg 1-2x/hr,

cotrimoxazole 2x2 tab/hr

NSAID : Na-diclofenac 100-150 mg/hr dalam 2-3 dosis terbagi

Terapi operatif: vitrektomi atau bedah retina dilakukan untuk membersihkan cairan

dalam bola mata yang meradang atau untuk diagnosis penyakit. Neovaskularisasi retina

dapat terjadi pada toksoplasma, dan fotokoagulasi dari lesi neovaskular dapat mencegah

kehilangan penglihatan sampai perdarahan vitreus. Terapi ini digunakan apabila dengan

terapi medikamentosa tidak berhasil, dan gejala pasien makin bertambah berat

VIII. PROGNOSIS

OKULI DEKSTRA (OD) OKULISINISTRA(OS)

Quo Ad Visam : Dubia Ad bonam Ad bonam

Quo Ad Sanam : Dubia Ad malam Ad bonam

Quo Ad Kosmetikam : Dubia Ad bonam Ad bonam

Quo Ad Vitam : Ad bonam Ad bonam

IX. USUL & SARAN

Page 23: Uveitis Posteriorr

Usul :

Dilakukan pemeriksaan lab untuk mengetahui etiologi uveitis pada pasien

Dilakukan pemeriksaan USG mata untuk mendapatkan gambaran tentang bola

mata secara keseluruhan

Saran:

Gunakan tetes mata secara teratur.

Konsumsi obat secara teratur.

Kontrol secara teratur.

Menjaga gula darah dan tekanan darah untuk mencegah terjadinya glaukoma

sekunder

DAFTAR PUSTAKA

Page 24: Uveitis Posteriorr

1. Hartono. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. UGM. Yogyakarta. 2007: 6.

2. Ilyas H Sidarta. Kelainan kelopak dan kelainan jaringan orbita. Ilmu Penyakit Mata. Edisi

ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 2005 : 102.

3. Wijaya,Nana. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang. Universitas Diponegoro. 1993 :

75-6.

4. Voughan Daniel G, Asburg Taylor, Eva-Riordan Paul. Sulvian John H,editors. Optalmologi

Umum. Edisi 14. Jakarta. Widya Medika. 2000 : 266-78

5. PDSMI. Ilmu Penyakit Mata. PDSMI 1998 : 159-176

6. FKUKI. Teknik Penulisan Ilmiah. Majalah Kedokteran; Desember 2005.

7. KMN. Uveitis Posterior. Diunduh dari: http://www.klinik mata nusantara/uveitis posterior.

kmn.htm. 19 Oktober 2008. Update terakhir : Agustus 2008.

8. ASPX. Uveitis Posterior. Diunduh dari: www.retinalphysician.com 20 Oktober. Update

terakhir: Juli 2008.

9. Conrad. Uveitis Posterior. Diunduh dari: E:\uveitis news_files\imgres.htm 20 Oktober 2008.

REFLEKSI KASUS

Page 25: Uveitis Posteriorr

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh

Program Pendidikan Profesi Dokter (PPPD)

Bagian Ilmu Penyakit MATA Rumah Sakit Umum Daerah Kudus

Oleh;

Christ Hally S

406102010

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TARUMANAGARA

2011

HALAMAN PENGESAHAN

Page 26: Uveitis Posteriorr

Nama : Christ Hally Santoso

NIM : 406102010

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Tarumanagara

Bagian : Ilmu Penyakit Mata

Judul Laporan ujian kasus : OD uveitis posterior

Pembimbing : dr. Rosalia Septiana W, Sp.M.

dr. Djoko Heru Santosa, Sp.M.

Pembimbing Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Kudus

(dr. Rosalia Septiana W, Sp.M. )