Upload
della
View
243
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
nrfc
Citation preview
UVEA
Anatomi :
Uvea merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri dari iris, korpus siliar, dan
koroid. Bagian ini dilindungi oleh kornea dan sklera. Uvea ikut memasok darah ke retina.
Uvea dibagi menjadi 2 bagian yaitu 1. uvea anterior yang terdiri dari iris dan badan / corpus
siliar dan 2. uvea posterior yaitu koroid
iris
Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa permukaan pipih dengan
apertura bulat di tengahnya yang disebut dengan pupil. Iris terletak bersambungan dengan
permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera okuli anterior dan kamera okuli
posterior, yang masing-masing berisi humor aqueus. Di dalam stroma iris terdapat sfingter
dan otot-otot dilator
Ada 2 otot yang ada di dalam iris antara lain otot sfingter pupil (M. sphincter pupillae) yang
berjalan sirkuler, yang terletak di dalam dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf parasimpatis
(N. III), dan otot dilatator pupil (M. dilatator pupillae) yang berjalan radier dari akar iris ke
pupil, terletak di bagian posterior stroma dan disarafi oleh saraf simpatis (Wijana, 1993).
Pasokan darah ke iris berasal dari circulux major iris. Kapiler-kapiler iris memiliki lapisan
endotel yang tak berlubang sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresin yang
disuntikkan secara intravena. Persyarafan iris adalah melalui serat-serat nervus siliare
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Cahaya yang
mengenai mata diterima oleh sel-sel batang dan kerucut di retina, diteruskan oleh N. II ke
kiasma optikum, radiasio optika, setinggi korpus genikulatum lateral, serat pupilomotor
melepaskan diri ke brachium kolikulus superior, ke midbrain, komisura posterior di daerah
pretektalis, kemudian mengadakan semidikusasi dan keduanya menuju ke nucleus Edinger
Westphal di kedua sisi. Dari sini keluar saraf eferen (saraf parasimpatis) yang memasuki N.
III, ke ganglion siliaris, serat saraf postganglioner melalui Nn. siliaris brevis
Corpus /badan siliaris
Korpus siliaris mengandung otot polos yang tersusun longitudinal, sirkular, dan radial. Otot-
otot ini berfungsi untuk menarik dan mengendorkan serabut zonula Zinni, yang menghasilkan
perubahan tegangan pada kapsul lensa. Ketegangan kapsul lensa yang berubah akan
menyesuaikan kekuatan lensa mata sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar bayangannya
tepat di retina
Fungsi dari prosessus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya adalah sebagai pembentuk
humor aquaeus sedangkan fungsi dari humor aquaeus sendiri adalah sebagai media
refraksi, pemberi nutrisi dan juga mempengaruhi tekanan hiodrostatik untuk
stabilitas bola mata
Pembuluh darah dibadan siliar berasal dari sirkulus iridis mayor, sedang syaraf sensoris
berasal dari syaraf siliaris
Koroid
Koroid berwarna coklat kehitaman sampai hitam yang berfungsi untuk mencegah refleksi
(pemantulan sinar). Di bagian depan, koroid membentuk badan siliaris yang berlanjut ke
depan membentuk iris yang berwarna.
Koroid juga merupakan lapisan yang berisi banyak pembuluh darah, karena itu fungsi lain
dari koroid adalah memberikan nutrisi dan oksigen terutama untuk retina serta menyalurkan
pembuluh darah dan saraf menuju badan siliaris dan iris.
DEFINISI UVEITIS :
Uveitis merupakan proses inflamasi pada uveal tract (koroid, iris, dan corpus ciliaris).
Uveitis umumnya unilateral,biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan.
Ditandai adanya riwayat sakit,fotofobia,dan penglihatan yang kabur, mata merah (merah
sirkumneal) tanpa tahi mata purulen dan pupil kecil atau ireguler
KLASIFIKASI
Klasifikasi uveitis berdasarkan :
1. Lokasi utama dari bercak peradangan :
uveitis anterior : meliputi iris, iridosiklitis, dan uveitis
intermedia.
uveitis posterior : koroiditis, koriorenitis ( bila peradangan koroid lebih
menonjol ), retinokoroiditis ( bila peradangan retina lebih menonjol), retinitis
dan uveitis diseminata.
uveitis difus atau pan uveitis.
2. Berat dan perjalanan penyakit :
akut
subakut
kronik
rekurens
3. Patologinya :
non granulomatosa
granulomatosa
4. Penyebab yang diketahui
bakteri : tuberkulosis , sifilis
virus : herpes simplek, herpes zoster, citomegalovirus
jamur : candida
parasit : toksoplasma
imunologik : sindrom behcet, sindrom vogt-koyanagi-harada, poliarteritis
nodosa, granulomatosis wegener
penyakit sistemik : penyakit kolagen, artritis reumatoid, multipel skerosis,
sarkoidosis, penyakit vaskular.
Neoplasmik : leukemia, melanoma maligna, reticullum cell sarcoma
lain – lain : AIDS.
5. Berdasarkan anatomisnya :
Inflamasi iris bersamaan dengan peningkatan permeabilitas vaskular
dinamakan iritis / uveitis anterior . Sel darah putih yang bersirkulasi dalam
humor akous bilik mata anterior dapat dilihat dengan slitlamp. Protein yang
juga bocor dari pembuluh darah terlihat dengan sifat penyebaran cahaya pada
sinar slitlamp sebagai flare.
Inflamasi pars plana ( badan siliaris posterior) dinamakan siklitis atau uveitis
intermedia.inflamasi segmen posterior ( uveitis posterior) menghasilkan sel –
sel inflamasi dicairan vitreus. Selain itu juga terdapat inflamasi koroid atau
retina terkait ( masing – masing adalah koroiditis dan retinitis). Panuveitis
terjadi ketika uveitis anterior dan posterior terjadi bersamaan
Uveitis merupakan penyakit yang mudah mengalami kekambuhan, bersifat merusak,
menyerang pada usia produktif dan kebanyakan berakhir dengan kebutaan.
EPIDEMIOLOGI
Insiden sekitar 15 per 100.000 orang, sekitar 75 % merupakan uveitis anterior. Sekitar 50%
pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait.
Uveitis posterior
Definisi :
Uveitis posterior adalah proses peradangan pada segmen posterior uvea, yaitu pada
koroid, dan disebut juga koroiditis. Karena dekatnya koroid pada retina, maka penyakit
koroid hampir selalu melibatkan retina ( korioretinitis ). Uveitis posterior biasanya lebih
serius dibandingkan uveitis anterior.
Peradangan di uvea posterior dapat menyebabkan gejala akut tapi biasanya
berkembang menjadi kronik. Kedua fase tersebut ( akut dan kronik ) dapat menyebabkan
pembuluh darah diretina saling tumpang tindih dengan proses peradangan di uvea posterior.
Perdarahan diretina akan menutup semua area, pada beberapa kasus terdapat lesi yang
kecil disertai kelainan pada koroid tapi setelah beberapa minggu atau bulan akan ditemukan
infiltrat dan edema hilang sehingga menyebabkan koroid dan retina atrofi dan saling melekat.
Daerah yang atrofi akan memberikan kelainan bermacam – macam dalam bentuk dan ukuran.
Perubahan ini akan menyebabkan perubahan warna koroid menjadi putih, kadang pembuluh
darah koroid akan tampak disertai karakteristik dari deposit irregular yang banyak atau
berkurangnya pigmen hitam terutama pada daerah marginal.
Lesi bisa juga ditemukan pada eksudat selular yang berkurang di koroid dan retina.
Inflamasi korioretinitis selalu ditandai dengan penglihatan kabur disertai dengan melihat lalat
berterbangan ( floaters). Penurunan tajam penglihatan dapat dimulai dari ringan sampai
berat yaitu apabila koroiditis mengenai daerah makula atau papilomakula.
Kerusakan bisa terjadi perlahan – lahan atau cepat pada humor vitreus yang dapat
dilihat jelas dengan fundus yang mengalami obstruksi. Pada korioretinitis yang lama biasanya
disertai floaters dengan penurunan jumlah produksi air mata pada trabekula anterior yang
dapat ditentukan dengan pemeriksaan fenomena Tyndall. Penyebab floaters adalah
terdapatnya substansi di posterior kornea dan agregasi dari presipitat mutton fat pada kornea
bagian dalam. Mata merah merupakan gejala awal sebelum menjadi kuning atau putih yang
disertai penglihatan kabur, bila terdapat kondisi ini biasanya sudah didapatkan atropi pada
koroid, sering kali uveitis posterior tidak disadari oleh penderita sampai penglihatannya
kabur.
Gejala khas dari uveitis posterior adalah tajam penglihatan yang menurun, floating
spot dan fotopsia . Karena terdapat banyak kelainan pada badan vitreus sel yang disebabkan
fokal atau multifokal retina dan koroid gambaran klinis bisa juga secara bersamaan.
Diagnosis banding tergantung dari lama dan penyebab infeksi atau bukan infeksi. Infeksi bisa
disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan cacing non infeksi, bisa juga disebabkan
oleh penurunan imunologik atau alergi organ, bisa juga penyebabnya tidak diketahui setelah
timbul endoftalmitis dan neoplasma.
ETIOLOGI :
Virus
Herpes simpleks
Lesi mata yang tersering dan paling serius adalah keratitis. Lesi kulit vesikuler juga
dapat muncul di kulit dan tepi kelopak. Herpes simpleks dapat menyebabkan iridosiklitis.
Virus herpes simpleks tipe I, virus varicela zoster, dan CMV pernah dilaporkan sebagai
penyebab sindrom nekrosis retina akut.
Sindrom Nekrosis Retina Akut (ARN) ec varisela zooster
ARN merupakan suatu proses nekrosis pada retina yang disebabkan oleh infeksi.
Biasanya mengenai kedua mata ( pada 33 % pasien), paling banyak berusia 26 tahun .
Penyebab penyakit ini yang paling sering adalah virus varisela zoster, herpes simpleks tipe 2
dan cytomegalovirus. Kadang penyakit ini tanpa gejala sehingga pasien tampak sehat
meskipun mengenai pasien dengan AIDS. ARN merupakan diagnosis dari gejala klinik,
pasien sering datang dengan keluhan penglihatan kabur secara akut. Terdapat inflamasi
segmen anterior yang memberi rongga pada beberapa bagian disertai eksudat pada badan
vitreus. Masa inkubasi 2 minggu sampai terbentuknya sumbatan yang akan menyebabkan
arteriolitis retinal, vitritis dan bercak kuning – putih di posterior retina.
AIDS dan Retinitis Cytomegalovirus
Penyakit mata merupakan manifestasi umum dari AIDS, pasien mengalami beberapa
kondisi penyakit mata :
o Oklusi mikrovaskular menyebabkan perdarahan retina dan cotton wool spot (daerah
infark pada lapisan serabut saraf retina).
o Deposit endotel kornea.
o Neoplasma pada mata dan orbita.
o Gangguan neurooftalmika termasuk palsy okulomotorik.
Infeksi oportunistik yang paling umum adalah retinitis CMV. Awalnya ditemukan
lebih dari 1/3 pasien AIDS, namun populasi beresiko telah berkurang secara bermakna sejak
berkembangnya terapi antivirus yang sangat aktif dalam terapi AIDS. Khas terjadi pada
pasien dengan hitung sel CD4 + dan leukosit 5/ μl. Pasien biasanya mengeluh penglihatan
kabur atau floaters. Diagnosis penyakit AIDS biasanya telah ditegakkan dan sering
ditemukan tampilan AIDS lainnya seperti retinopati CMV yang terdiri dari area retina
keputihan berhubungan dengan perdarahan disertai likenifikasi hingga terlihat seperti keju
softage. Lesi itu dapat mengancam makula atau lempeng optik dan biasanya terdapat sedikit
inflamasi pada vitreus.
Jamur
Histoplasmosis
Merupakan kelainan multifaktor korioretinitis, epidemiologinya berhubungan dengan
Histoplasma capsulatum, yang merupakan jamur dimorfik yang dalam perkembangannya
dapat bertahan 2 tahun dalam bentuk filamennya. Spora jamur tersebut dapat menyebabkan
terjadinya penyakit sistemik dan penyakit mata. Beberapa daerah di Amerika Serikat yang
endemis histoplasmosis yaitu Ohio dan lembah sungai Missisippi. Diagnosis koroiditis yang
diduga disebabkan oleh histoplasmosis sering ditegakkan. Infeksi primer pada mata terjadi
setelah kontak spora jamur yang berasal dari paru – paru. Jamur ini dapat menyebar ke limpa,
hati, dan koroid mengikuti infeksi yang berasal dari paru – paru. Histoplasmosis didapat
kadang tidak menimbulkan gejala atau akibat dari keadaan sakit yang tidak berbahaya dan
biasanya ditemukan pada anak – anak.
Pemeriksaan kulit pada pasien biasanya positif terhadap histoplasmosis dan
menunjukkan bercak – bercak khas pada perifer fundus. Bercak – bercak ini berbentuk daerah
– daerah kecil, bulat atau lonjong tidak teratur, tanpa pigmen kadang – kadang dengan batas
berpigmen halus. Kadang dapat ditemukan atrofi peripapiler dan hiperpigmentasi.
Bercak histo muncul pertama kali pada mata selama masa remaja, tetapi makulopati
baru berkembang pada usia 20 -50 tahun, rata-rata pada usia 41 tahun. Secara patologi, lesi
pertama muncul dalam bentuk granuloma di koroid. Koroiditis akan menyebabkan
penglihatan menurun dan terbentuk sikatrik disertai pigmentasi pada pigmen epitelium, atau
memberi gambaran rusaknya membran pigmen epitelium yang disebabkan peningkatan kadar
limfosit. Pada daerah pusat koroiditis akan terbentuk pembuluh darah baru subretinal yang
baru, yang akan menyebabkan peningkatan cairan, lipid dan darah yang dapat menyebabkan
kerusakan pada fungsi makular.
Diagnosis histoplasmosis berdasarkan gejala klinis disertai pembentukan bercak kecil
yang menyebar, perubahan papil – papil di pigmen dan pembentukan cincin pigmen dimakula
sehingga menyebabkan saraf sensorik retina saling tumpang tindih, kadang disertai
perdarahan. Pada permulaan histo akan terbentuk bercak dimakula dan badan vitreus yang
tidak terlihat pada histoplasmosis, jarang didapat gejala yang menyertai bentuk atrofi. Sel
vitreus tidak terlihat pada OHS, dan gejala sering bersamaan dengan perifer dan atropi bercak
histo. Bercak tersebut fokal, sembuh dan terbentuk lesi punched out yang disebabkan oleh
jumlah yang bervariasi dari luka yang terdapat pada koroid dan yang berlengketan pada retina
lapisan luar. Gangguan penglihatan pada pusat penglihatan karena keterlibatan makula
sehingga pasien harus dirujuk ke dokter mata.
Pada daerah koroiditis dapat diobati dengan kortikosteroid oral dan lokal. Pada tahap
awal dari angiogram fluoresein, koroid aktif akan menghambat zat tersebut dan akan tampak
hipofluoresein. Selanjutnya, lesi koroid akan berwarna dan menjadi hiperfluoresein. Dengan
kontras, area pada membran neovaskular subretina aktif akan menjadi hiperfluoresein yang
terjadi awal pada angiogram.
Membran neovaskular penting jika hanya terdapat pada daerah diskus-makula. Jika di
luar superotemporal dan inferotemporal vascular arcades, hal tersebut tidak mengurangi
penglihatan dan tidak membutuhkan terapi. Namun jika membran tersebut terletak di 1-200
µm dari tengah, laser fotokoagulasi diindikasikan untuk mencegah hilangnya penglihatan.
Macular Photocoagulation Study Group bekerjasama dengan Multicenter Study
menunjukan efek yang berguna dengan fotokoagulasi argon biru-hijau. Pasien yang tidak
diobati menunjukkan persentase yang tinggi (50%) kehilangan penglihatan dibandingkan
dengan pasien yang mendapatkan terapi laser (22%) selama 24 tahun. Krypton merah atau
Argon hijau gelombang tinggi dapat memberi hasil penglihatan yang lebih baik dengan luka
retina yang lebih sedikit dibandingkan dengan fotokoagulasi argon biru-hijau.
Kandidiasis ( Candida albicans)
Meskipun tidak umum, insiden penyakit inflamasi bola mata yang disebabkan oleh
Candida albican meningkat khususnya sebagai akibat dari penggunaan imunosupresan dan
obat-obat intravena. Retinitis kandida dapat terlihat pada penderita AIDS akibat penggunaan
obat intravena meskipun hal tersebut jarang terjadi. Candida endoftalmitis terjadi pada 10-
37% pasien dengan kandidemia yang tidak mendapat terapi anti jamur. Pada pasien yang
mendapat terapi anti jamur kemungkinan mengenai mata terjadi penurunan. Organisme
menyebar secara metastasis ke koroid. Replikasi jamur mempengaruhi vitreus dan retina
sekunder. Gejala dari kandidiasis mata adalah penurunan tajam penglihatan atau floaters,
tergantung pada lokasi lesi. Menyerupai koroiditis Toxoplasma lesi pada segmen posterior
tampak putih kuning dengan batas yang halus, dengan ukuran dari spot woll yang kecil
sampai beberapa pertambahan diameter diskus. Lesi mula-mulanya terdapat di retina dan
berakibat eksudasi ke vitreus. Lesi perifer mungkin menyerupai pars planitis.
Diagnosa kandidiasis mata dapat ditegakkan dengan kultur darah positif yang didapat
pada saat terjadi kandidemia. Seorang dokter harus waspada pada kemungkinan diagnosis
kandidiasis pada pasien rawat inap yang menggunakan kateter intavena atau yang mendapat
terapi antibiotik sistemik, steroid dan antimetabolit. Pasien yang dirawat karena kandidemia
harus diperiksa kemungkinan mengenai mata. Pada pasien tersebut pada dua pemeriksaan
akan ditemukan dilatasi fundus yang dilakukan secara terpisah selama 1-2 minggu untuk
mendeteksi metastasis penyakit mata.
Pengobatan untuk kandidiasis mata meliputi intravena, pengobatan anti jamur
periokular dan intraokular seperti amphoterisin B dan ketokonazole, Flusitosin, Fluconazole
atau Rifampin oral yang dapat diberi dengan ditambah amphoterisin B intravena. Bila proses
inflamasi mengenai retina dan sampai ke dalam vitreus, anti jamur intravitreal dan vitrektomi
dapat dipertimbangkan. Terapi yang tepat untuk lesi perifer memiliki prognosis yang baik.
Namun, pengobatan yang cepat pada lesi sentral jarang menyelamatkan penglihatan karena
merusak fotoreseptor sentral. Konsultasi dengan spesialis penyakit infeksi dapat sangat
membantu.
Protozoa
Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa obligat intraselular yang menyebabkan nekrosis
retina koroiditis. Terdapat 3 bentuk:
+ Ookista, atau bentuk tanah (10-12µm)
+ Takizoit, atau bentuk aktif infeksius ( 4-8 µm)
+ Kista jaringan atau bentuk laten (10-200µm), mengandung sebanyak 3000 bradizoit
T. gondii adalah parasit usus yang ditemukan pada kucing. Ookista ditemukan pada
feses kucing yang kemudian termakan oleh tikus dan burung yang dapat berperan sebagai
reservoir atau host intermediet bagi parasit. Vektor serangga dapat juga menyebarkan
T.gondii dari feses kucing ke sumber makanan manusia, termasuk tumbuhan dan binatang
herbivora.
Manusia terinfeksi lebih sering karena memakan daging yang mentah dan kurang matang
yang mengandung kista jaringan. Wanita yang mendapat Toxoplasmosis selama kehamilan
dapat mentransmisikan takizoit ke janin dengan potensial mata yang parah, SSP dan
komplikasi sistemik. Wanita hamil nonimun tanpa bukti serologik terpapar toxoplasmosis
harus berhati-hati bila memelihara kucing dan harus menghindari daging mentah. Pasien
AIDS juga mudah terkena.
Toxoplasmosis tercatat pada 7-15% dari uveitis. Karena penyakit tersebut dapat
merusak penglihatan struktur mata, hal tersebut penting bagi para ahli mata untuk mengenal
lesi tersebut dan untuk menghindari potensi kematian. Diagnosis yang tepat pada waktunya
sangat penting karena toxoplasmosis memberi respon pada terapi anti mikroba dan itu
merupakan bentuk yang masih dapat diobati pada uveitis posterior.
Tergantung pada luasnya lokasi lesi, pasien mengeluh floating spot unilateral atau
penglihatan kabur. Secara umum segmen anterior tidak mengalami inflamasi pada awal
penyakit, dan pasien memperlihatkan mata putih dan penglihatan yang masih nyaman.
Kadang-kadang inflamasi granulomatosa dapat terjadi peningkatan tekanan bola mata
khususnya pada penyakit yang berulang.
Opasitas vitreus secara umum terlihat jelas dengan pemeriksaan mata baik dengan
pemeriksaan direk maupun indirek. Kuning keputihan, sedikit tinggi letaknya, lesi kabur
dapat terlihat pada fundus, lokasi lesi sering berada dekat dengan bekas luka korioretinal.
Lesi tersebut tampak pada bagian posterior dibandingkan pada fundus bagian lain dan
kadang-kadang terlihat berdekatan dengan papil nervus optikus. Sering salah dianggap
sebagai papilitis optik. Pembuluh darah retina pada sekitar lesi aktif tampak perivaskulitis
dengan sarung vena dan arterial segmental yang difus. Karakteristik lesi adalah retinitis fokal
eksudatif. Pada lapisan depan retina merupakan lokasi untuk proliferasi T. gondii. Lesi ini
tidak menyebabkan berkabut pada vitreus pada tahap awal penyakit, dan pasien tidak
menyadari floating spot sampai lapisan depan retina dan membran hialoid posterior terkena.
Retinitis toksoplasma dapat dimanifes oleh lesi retina perifer, kecil, punctata, sering disebut
Punctate Outer Retinal Toxoplasmosis (PORT).
Diagnosis Toxoplasmosis mata dibuat dengan:
1. Observasi dari karakteristik lesi fundus (fokal nekrosis retinokoroiditis)
2. Deteksi dari adanya antibodi anti Toxoplasma pada serum pasien
3. Pengeluaran dari penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan nekrosis lesi pada
fundus, seperti sifilis, sitomegalovirus dan jamur.
Penyebab non infeksi
Autoimun :Vaskulitis retina, penyakit bechet, oftalmia simpatis.
Keganasan :Leukemia, sarcoma sel reticulum, melanoma maligna, leukemia
Etiologi tidak diketahui: Sarkoiditis, epitelopati pigmen retina, koroiditis geografik.
DIAGNOSIS :
Pada umumnya segmen anterior bola mata tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan
sehingga seringkali proses uveitis posterior tidak disadari oleh penderita sampai
penglihatannya kabur.
Lesi pada fundus biasanya dimulai dari retinitis atau koroiditis tanpa komplikasi. Apabila
proses peradangan berlanjut akan didapatkan retinikoroiditis, hal yang sama terjadi pada
koroiditis yang akan berkembang menjadi korioretinitis. Pada lesi yang baru didapatkan tepi
lesi yang kabur dan lesi terlihat 3 dimensional dan dapat disertai perdarahan disekitarnya,
dilatasi vaskuler atau sheating pembuluh darah.
Pada lesi lama didapatkan batas yang tegas seringkali berpigmen rata atau datar dan disertai
hilang atau mengkerutnya jaringan retina atau koroid. Pada lesi yang lebih lama didapatkan
parut retina atau koroid tanpa bisa dibedakan jaringan mana yang lebih dahulu terkena.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran mengenai
penyebab uveitis. Pada pemeriksaan darah, yaitu Differential count, eosinofilia :
kemungkinan penyebab parasit atau alergi, VDRL, FTA, Autoimun marker (ANA,
Reumatoid factor, Antidobble Stranded DNA), Calcium, serum ACE level (sarcoidosis),
Toxoplasma serologi dan serologi TORCH lainnya. Pemeriksaan urin berupa kalsium urin 24
jam (sarcoidosis) dan Kultur (bechet’s reitters). Pemeriksaan Radiologi, yaitu Foto thorax
(Tbc, Sarcoidosis, Histoplasmosis), Foto spinal dan sendi sacroiliaka (Ankylosing sponfilitis),
Foto persendian lainya (Reumatoid arthritis, juvenile rheumatoid arthritis) dan Foto
tengkorak, untuk melihat adakah kalsifikasi cerebral (toxoplasmosis)
Skin Test, yaitu Mantoux test, untuk Tbc, Pathergy test, untuk Bechet’s disease akan terjadi
peningkatan sensivitas kulit terhadap trauma jarum pada pasien bila disuntikkan 0,1 ml saline
intradermal dalam 18-24 jam kemudian terjadi reaksi pustulasi. Pemeriksaan-pemeriksaan
tersebut diperlukan untuk mengetahui etiologi secara spesifik, bila dicurigai adanya
kecurigaan penyakit sistemik, Uveitis rekuren, Uveitus bilateral, Uveitis berat, Uveitis
posterior
DIAGNOSA BANDING :
Vitritis
Ablasio retina
Konjungtivitis
Uveitis posterior ec bakteri
Uveitis ec jamur
Uveitis ec parasit
Uveitis ec infeksi opportunistik
Komplikasi :
Sinekia posterior
Ablasio retina
Neovaskularisasi retina dan koroid
Endoftalmitis
CME (Cystoid Macular Edema)
Traction retinal detachment
TERAPI
Pengobatan yang diberikan tergantung pada penyebab dan luasnya kerusakan pada mata
Medikamentosa
Biasanya pasien diberikan anti- radang seperti kortikosteroid,
immunosuppressive / cytotoxic agent . Bila penyebabnya infeksi maka akan
diberikan antibiotik atau anti virus.
Pengobatan standar untuk toksoplasmosis mata terdiri dari pyrimethamine
(daraprim) dan sulfonamide. Dosis awal pyrimethamine 150 mg diikuti 25
mg perhari untuk 6 minggu, dosis awal sulfadiazine 4 mg diikuti dengan 1g
obat yang sama 4 x sehari selama 4 atau 6 minggu. Terapi dengan
pyrimethamine dan sulfonamide mengecewakan pada usia tua dan pada lesi
yang luas pada fundus yang muncul untuk beberapa bulan. Efek negatif dari
kandungan sulfa meliputi kulit merah, batu ginjal, dan sindrom Steven
Johnson.
trimethoprim/sulfamethoxazole (bactrim, septra) sebagai alternatif
sulfadiazin. Karena sulfadiazin lebih mahal dan sangat sulit didapat. Asam
folinik secara umum mencegah leukopenia dan trombositopenia yang
diakibatkan terapi pirimetamin. Jumlah leukosit dan trombosit harus
dimonitor setiap hari. Asam folinik sekarang tersedia dalam bentuk preparat
oral dan diberikan 5 mg tablet setiap hari. Namun terapi klindamisin dapat
menyebabkan kolitis membranosa.
Terapi baru sudah mulai tersedia untuk toksoplasma. Atovaquone adalah
agen untuk bentuk kista yang berpotensial mengurangi bahkan untuk bentuk
bukan kista. Obat tersebut sangat larut lemak, baik untuk penyakit sistemik
dan pada pasien imunocompromise. Kekambuhan telah diobservasi pada
pasien yang diobati dengan obat tersebut, namun hal tersebut belum
dibuktikan untuk mencegah serangan toksoplasma berikutnya. Investigasi
yang lebih lanjut dibutuhkan sebelum ditetapkan sebagai terapi
toksoplasmosis mata.
Pembedahan
vitrektomi atau bedah retina dilakukan untuk membersihkan cairan dalam
bola mata yang meradang atau untuk diagnosis penyakit. Neovaskularisasi
retina dapat terjadi pada toksoplasma, dan fotokoagulasi dari lesi
neovaskular dapat mencegah kehilangan penglihatan sampai perdarahan
vitreus. Terapi ini digunakan apabila dengan terapi medikamentosa tidak
berhasil, dan gejala pasien makin bertambah berat
PROGNOSIS
Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan
berkala dan cepat mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi tergantung di mana
letak eksudat dan dapat menyebabkan atropi. Apabila mengenai daerah makula dapat
menyebabkan gangguan penglihatan yang serius.
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : intan permata sari
Umur : 12 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Ngampun, hadikolo
Tanggal Pemeriksaan : 13 oktober 2011
II. ANAMNESIS
Anamnesis secara : alloanamnesa ( pasien kurang dapat berbahasa indonesia ) pada
tanggal 13 oktober 2011
Keluhan Utama :
Pasien mengeluh pandangan mata sebelah kanannya kabur
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh pandangan mata sebelah kanannya kabur sejak 6 hari yang lalu.
Sebelum kunjungan pada hari ini ( 13 oktober 2011), pasien juga pernah datang untuk
berobat ke poli mata RSUD KUDUS pada tanggal 08 oktober 2011 dengan keluhan mata
sebelah kanan kabur disertai cekot-cekot, nyeri dan pusing pada mata sebelah
kanannya.
Pasien merasa mata yang sebelah kanan kabur dan tidak dapat melihat dengan jelas,
pasien pun tidak dapat memfokuskan pandangannya pada suatu benda, baik pada waktu
siang ataupun pada malam hari. Akhirnya pasien pun memutuskan untuk memeriksakan
matanya ke poliklinik mata RSUD kudus pada tanggal 08 oktober 2011. Pada
kunjungannya yang pertama pasien pun mendapatkan obat untuk meredakan gejala pada
matanya tersebut antara lain tetes mata neocortic, dan beberapa obat minum lainnya.
Pada kunjungan yang kedua kalinya ( 13 oktober 2011 ) pasien datang dengan tujuan
untuk kontrol mata yang sebelah kanan tersebut, keluhan kabur pada mata sebelah kanan
yang dirasakan pasien sudah membaik dari sebelumnya, nyeri serta cekot-cekot dan
pusing sudah berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengatakan bahwa tidak pernah mengalami keluhan seperti ini (sebelum tanggal
08 oktober 2011)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat diabetes melitus (-)
- Riwayat menggunakan kaca mata (-)
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat memelihara binatang (-)
- Riwayat kelilipan (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keadaan serupa ( pandangan kabur )
Riwayat sosial ekonomi : Berobat menggunakan Jamkesmas , kesan ekonomi
kurang
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. VITAL SIGN
Tensi (T) : 110/70mmHg
Nadi (N) : 80 x/ menit
Suhu (T) : Tidak dilakukan pemeriksaan
Respiration Rate (RR) : 22 x / menit
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : kesan cukup
B. STATUS OFTALMOLOGI
Gambar:
OD OS
Keterangan:
1. Pupil Ø 3 mm
OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)
3/60 f2 Visus 6/6
PH 6/15 f2 Koreksi Tidak dikoreksi
Gerak bola mata normal,
orthofori, enoftalmus (-),
eksoftalmus (-),
strabismus (-)
Bulbus okuli
Gerak bola mata normal, orthofori,
enoftalmus (-),
eksoftalmus (-),
strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-), nyeri
tekan (-),blefarospasme (-),
lagoftalmus (-),
ektropion (-),
entropion (-)
Palpebra
Edema (-), hiperemis(-),
nyeri tekan (-),
blefarospasme (-), lagoftalmus (-)
ektropion (-),
entropion (-)
Edema (-),
injeksi konjungtiva (±),
injeksi siliar (-),
infiltrat (-),
hiperemis (-)
Konjungtiva
Edema (-),
injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-),
infiltrat (-),
hiperemis (-)
Putih Sklera Putih
Bulat, jernih,
edema (-)
keratik presipitat (-),
infiltrat (-), sikatriks (-)
Kornea
Bulat, jernih
edema (-)
keratik presipitat (-),infiltrat (-),
sikatriks (-)
Jernih, kedalaman cukup,
hipopion(-), hifema(-)
Camera Oculi
Anterior
(COA)
Jernih,kedalaman cukup,
hipopion(-), hifema(-)
Kripta(+),coklat, edema(-),
synekia (-) Iris
Kripta(+), coklat, edema(-)
synekia (-)
Bulat
Ø : ± 3 mm, letak sentral
refleks pupil langsung (+),
refleks pupil tak langsung (+)
Pupil
Bulat,
Ø: ± 3 mm, letak sentral
refleks pupil langsung (+)
refleks pupil tak langsung (+)
Jernih Lensa Jernih
Jernih Vitreus Jernih
Papil batas tegas, eksudat keras
(-), eksudat lunak (-), ablasio
retina (-), pembuluh darah
retina “sheating phenomen ”
Retina Papil batas tegas, eksudat keras (-),
eksudat lunak (-), ablasio retina (-),
pembuluh darah normal
(+) Persepsi warna (+)
(+) Light Projection (+)
(+) cemerlang Fundus Refleks (+) cemerlang
OD < OS (secara digital) TIO OS > OD (secara digital)
Lakrimasi (-), epifora (-) Sistem Lakrimasi Lakrimasi(-), epifora (-)
Normal Lapang
Pandangan
(Tes Konfrontasi)
Normal
IV. RESUME
Subjektif:
pertama kali datang: 08 oktober 2011,
keluhan mata kanan kabur
disertai cekot-cekot
disertai mata merah pada mata sebelah kanan
disertai nyeri pada mata sebelah kanan
tidak ada gejala nyerocos
Sekarang, 13 oktober 2011,
mata kanan sedikit kabur
tidak ada cekot-cekot
sedikit keluhan mata merah pada mata sebelah kanan
tidak ada nyeri pada mata sebelah kanan
tidak ada gejala nyerocos
Objektif:
OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)
3/60 f2 Visus 6/6
PH 6/15 f2 Koreksi Tidak dikoreksi
Bulat, jernih
edema (-)
keratik presipitat (-),infiltrat (-),
sikatriks (-)
Kornea Bulat, jernih
edema (-)
keratik presipitat (-),infiltrat (-),
sikatriks (-)
Jernih,kedalaman cukup,
hipopion(-), hifema(-)
Camera Oculi
Anterior
(COA)
Jernih,kedalaman cukup,
hipopion(-), hifema(-)
Bulat
Ø : ± 3 mm, letak sentral,
refleks pupil langsung (+)
refleks pupil tak langsung (+)
Pupil
Bulat,
Ø: ± 3 mm, letak sentral, refleks
pupil langsung (+)
refleks pupil tak langsung (+)
Papil batas tegas, eksudat keras
(-), eksudat lunak (-), ablasio
retina (-), pembuluh darah
retina “sheating phenomen”
Retina Papil batas tegas, eksudat keras (-),
eksudat lunak (-), ablasio retina (-),
pembuluh darah normal
OD < OS (secara digital ) TIO OS > OD (secara digital )
V. DIAGNOSA BANDING
a. OD uveitis posterior ec bakteri, virus, parasit, jamur
b. OD uveitis posterior ec virus
c. OD uveitis posterior ec parasit
d. OD uveitis posterior ec jamur
e. OD uveitis posterior ec infeksi opportunistik
f. OD vitritis
g. OD ablasio retina
VI. DIAGNOSA KERJA
OD uveitis posterior
Dasar diagnosa:
Tidak memberikan gejala yang khas dari luar, mata tenang.
Penurunan visus secara tajam
Pada pasien sudah tidak didapati gejala berupa nyeri, cekot – cekot, pusing
karena sudah mendapatkan terapi pada kunjungan pertama.
Pembuluh darah pada retina “ sheating phenomen “
VII. TERAPI
Terapi medikamentosa:
Kortikosteroid
o Topikal : Flumetholon 1-2 tetes 2-4 x/ hr,
inmatrol 1-2 tetes 2-4 x/hr
Antibiotik : Gentamicin 1-2 tetes 4-6 x/ hr, spiramisin 500 mg 1-2x/hr,
cotrimoxazole 2x2 tab/hr
NSAID : Na-diclofenac 100-150 mg/hr dalam 2-3 dosis terbagi
Terapi operatif: vitrektomi atau bedah retina dilakukan untuk membersihkan cairan
dalam bola mata yang meradang atau untuk diagnosis penyakit. Neovaskularisasi retina
dapat terjadi pada toksoplasma, dan fotokoagulasi dari lesi neovaskular dapat mencegah
kehilangan penglihatan sampai perdarahan vitreus. Terapi ini digunakan apabila dengan
terapi medikamentosa tidak berhasil, dan gejala pasien makin bertambah berat
VIII. PROGNOSIS
OKULI DEKSTRA (OD) OKULISINISTRA(OS)
Quo Ad Visam : Dubia Ad bonam Ad bonam
Quo Ad Sanam : Dubia Ad malam Ad bonam
Quo Ad Kosmetikam : Dubia Ad bonam Ad bonam
Quo Ad Vitam : Ad bonam Ad bonam
IX. USUL & SARAN
Usul :
Dilakukan pemeriksaan lab untuk mengetahui etiologi uveitis pada pasien
Dilakukan pemeriksaan USG mata untuk mendapatkan gambaran tentang bola
mata secara keseluruhan
Saran:
Gunakan tetes mata secara teratur.
Konsumsi obat secara teratur.
Kontrol secara teratur.
Menjaga gula darah dan tekanan darah untuk mencegah terjadinya glaukoma
sekunder
DAFTAR PUSTAKA
1. Hartono. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. UGM. Yogyakarta. 2007: 6.
2. Ilyas H Sidarta. Kelainan kelopak dan kelainan jaringan orbita. Ilmu Penyakit Mata. Edisi
ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 2005 : 102.
3. Wijaya,Nana. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang. Universitas Diponegoro. 1993 :
75-6.
4. Voughan Daniel G, Asburg Taylor, Eva-Riordan Paul. Sulvian John H,editors. Optalmologi
Umum. Edisi 14. Jakarta. Widya Medika. 2000 : 266-78
5. PDSMI. Ilmu Penyakit Mata. PDSMI 1998 : 159-176
6. FKUKI. Teknik Penulisan Ilmiah. Majalah Kedokteran; Desember 2005.
7. KMN. Uveitis Posterior. Diunduh dari: http://www.klinik mata nusantara/uveitis posterior.
kmn.htm. 19 Oktober 2008. Update terakhir : Agustus 2008.
8. ASPX. Uveitis Posterior. Diunduh dari: www.retinalphysician.com 20 Oktober. Update
terakhir: Juli 2008.
9. Conrad. Uveitis Posterior. Diunduh dari: E:\uveitis news_files\imgres.htm 20 Oktober 2008.
REFLEKSI KASUS
Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter (PPPD)
Bagian Ilmu Penyakit MATA Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Oleh;
Christ Hally S
406102010
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
2011
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Christ Hally Santoso
NIM : 406102010
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Tarumanagara
Bagian : Ilmu Penyakit Mata
Judul Laporan ujian kasus : OD uveitis posterior
Pembimbing : dr. Rosalia Septiana W, Sp.M.
dr. Djoko Heru Santosa, Sp.M.
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Kudus
(dr. Rosalia Septiana W, Sp.M. )