Upload
benget-r-simanjuntak
View
583
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ISOLASI GELATIN DARI KULIT IKAN MAHI-MAHI (Coryphaena hippurus) DENGAN METODE ASAM DAN ENZIMATIS
Citation preview
ISOLASI GELATIN DARI KULIT IKAN MAHI(Coryphaena hippurus
TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN FAKULTASUNIVERSITAS GADJAH MADA
1
USULAN PENELITIAN
GELATIN DARI KULIT IKAN MAHICoryphaena hippurus) DENGAN METODE ASAM DAN
ENZIMATIS
OLEHBENGET R. SIMANJUNTAK
09/283439/PN/11670
PROGRAM STUDITEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA2013
GELATIN DARI KULIT IKAN MAHI-MAHIASAM DAN
TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
PERTANIAN
2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gelatin merupakan senyawa turunan yang dihasilkan dari serabut kolagen
yang terdapat pada kulit, tulang dan jaringan ikat yang dihidrolisis dengan asam atau
basa (Tazwir, dkk. 2008). Peranginangin (2004) menyatakan bahwa dalam industri
pangan maupun non pangan, gelatin disebut miracle food karena peranannya yang
sulit tergantikan. Kurang lebih 60% total produksi gelatin digunakan pada industri
pangan, 20% industri fotografi, serta 10% industri farmasi dan kosmetik. Dalam
industri pangan, gelatin dapat dimanfaatkan sebagai bahan penstabil (stabilizer),
pengikat (binder), pengental (thickener), pengemulsi (emulsifier), pengikat viskositas
(increase viscosity) dan perekat (adhesive) (Harianto, dkk. 2008). Contoh produk
industri pangan yang menggunakan gelatin adalah permen, krim, karamel, selai,
yoghurt, susu olahan, dan sosis.
Saat ini untuk memenuhi kebutuhan gelatin, Indonesia masih mengandalkan
impor dari beberapa negara seperti Cina, Jepang, Prancis, Australia, dan Selandia
baru, dengan jumlah impor mencapai 2000-3000 ton per tahun. Berdasarkan
Kemenperin (2012), impor gelatin tahun 2007-2011 meningkat 20,26%, dengan nilai
impor tahun 2011 mencapai 25.036,10 (ribu US dollar). Menurut Harianto, dkk.
(2008), produksi gelatin dunia terbesar berasal dari bahan baku kulit babi yakni
44,5% (136.000 ton), kedua dari kulit sapi 27,6% (84.000 ton), dan sisanya berasal
dari selainnya 1,3% (4.000 ton). Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran dan
mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat, khususnya masyarakat umat Hindu
yang dilarang untuk mengonsumsi sapi, serta umat Islam dan Yahudi dilarang untuk
mengonsumsi segala produk yang berasal dari babi. Selain itu, bagi sebagian orang
juga khawatir untuk mengkonsumsi gelatin sapi karena adanya penyakit sapi gila
(mad cow), penyakit mulut dan kuku (foot and mouth), dan Bovine Spongiform
Encephalopathy (BSE). Oleh karena itu, perlu dipikirkan solusi atau alternatif lain
dalam pemilihan bahan baku gelatin yang aman dikonsumsi.
Sumber bahan baku gelatin selain dari kulit dan tulang sapi yang cukup
potensial adalah kulit dan tulang ikan. Proses pengolahan ikan menghasilkan limbah
dalam jumlah yang besar. Hal ini dapat dilihat pada limbah proses filet sekitar 75%
3
dari total berat ikan dan 30% dari limbah tersebut berupa kulit dan tulang (Muyonga
et. al., 2004). Kulit ikan adalah salah satu sumber gelatin alternatif dan potensial
yang dapat dimanfaatkan secara luas. Kulit ikan mengandung protein kolagen yang
dapat dikonversi menjadi gelatin dan sangat kecil kemungkinan resiko terkena
penyakit. Alternatif ini juga semakin berkembang seiring dengan meningkatnya
permintaan produk yang halal yang akan diaplikasikan dalam bahan pangan.
Untuk mendapatkan gelatin yang bermutu, penggunaan metode ekstraksi
yang tepat dalam pembuatan gelatin menjadi suatu faktor penting (Kusumaningrum,
2011). Proses asam umumnya lebih sesuai untuk kulit ikan (Karim dan Bhat, 2008).
Ward and Courts (1977) menambahkan, asam yang paling banyak digunakan adalah
asam asetat pada pH 3 karena akan menghasilkan protein kolagen terlarut lebih
banyak dibandingkan dengan asam lain. Hakiki (2006), telah melakukan penelitian
terhadap gelatin dari kulit kakap merah dengan asam asetat (CH3COOH) variasi
waktu perendaman dan suhu ekstraksi. Variasi waktu perendaman serta suhu
ekstraksi terbaik (lama perendaman 24 jam dan suhu ekstraksi 80oC) masih
menghasilkan gelatin grade B (berdasarkan standar mutu gelatin pangan). Wijaya
(2001), melakukan variasi konsentrasi asam asetat dan waktu perendaman. Variasi
konsentrasi serta waktu terbaik (konsentrasi 4% selama 24 jam) juga menghasilkan
gelatin grade B. Proses isolasi gelatin ikan mahi-mahi pada penelitian ini
menggunakan perlakuan variasi konsentrasi (0,5 N; 1,0 N; dan 1,5 N) dan waktu
perendaman (12, 24, 36 jam), dengan harapan dapat menghasilkan gelatin yang
berkualitas.
Untuk meningkatkan ekstraksi gelatin, beberapa enzim (protease) diharapkan
mampu memecah protein dan ikatan silangnya (cross-link). Salah satu enzim
pemecah protein adalah papain komersial. Penambahan enzim diharapkan mampu
mendegradasi protein non kolagen sehingga kolagen yang tersisa akan terekstraksi
lebih maksimal, dengan demikian koalgen yang terhidrolisis menjadi gelatin juga
lebih banyak (Kishimura et. al., 2007). Beberapa penelitian terkini terkait dengan
gelatin yang telah diekstraksi dari kulit ikan dengan bantuan enzim papain antara
lain, kulit tengiri (Sari, 2008), kulit nila merah (Bimo, 2008) dan kulit nila merah
(Harto et. al., 2007). Variasi konsentrasi serta waktu perendaman dengan larutan
enzim papain terbaik yang dapat digunakan ialah konsentrasi 4% selama 60 menit.
4
B. Tujuan
Mengetahui pengaruh konsentrasi dan lama perendaman dalam larutan asam
asetat (CH3COOH) yang dicampur dengan larutan enzim papain 4% terhadap
kualitas gelatin kulit ikan mahi-mahi.
C. Manfaat
1. Mendapatkan informasi mengenai perlakuan konsentrasi asam asetat yang tepat
dalam peningkatan kualitas gelatin ikan mahi-mahi.
2. Mendapatkan informasi mengenai karakteristik gelatin ikan mahi-mahi untuk
dijadikan sebagai bahan baku produk pada industri pangan.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Ikan Mahi-mahi
Ikan lemadang atau yang sering disebut ikan mahi-mahi termasuk golongan
dalam ikan pelagis besar. Hidup diperairan lepas pantai yang berbatasan laut terbuka.
Ikan mahi-mahi dapat mencapai panjang 200 cm dengan berat 50 kg, umurnya 70-
100 tahun. Ikan mahi-mahi bertelur di dalam arus laut yang hangat di sepanjang
tahun, dan biasanya ditemukan dalam rumput laut. Ikan mahi-mahi adalah karnivora
yang memangsa ikan terbang, kepiting, cumi, mackerel, zooplankton dan krustasea.
Jenis ikan mahi-mahi sendiri berwarna merupakan spesies yang berukuran cukup
besar dan memiliki tubuh pipih dan panjang sirip punggung memanjang hampir di
sepanjang tubuh. Sirip analnya yang tajam cekung di bagian samping dan belakang.
Jantan dewasa memiliki dahi menonjol, betina memiliki kepala bulat. Betina juga
biasanya lebih kecil daripada Jantan. Adapun bentuk ikan mahi-mahi secara
horinzontal dapat dilihat pada Gambar 2-1.
Gambar 2-1. Ikan mahi-mahi (Anonim, 2013)
Menurut Saanin (1984), taksonomi ikan setuhuk hitam adalah sebagai
berikut.
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Actinopterygii
Ordo : Perciformers
Family : Coryphaenidae
Genus : Coryphaena
Species : Coryphaena hippurus
6
B. Kulit Ikan
Kulit ikan, umumnya terdiri dari dua lapisan utama yaitu epidermis dan
dermis. Lapisan dermis merupakan jaringan pengikat yang cukup tebal dimana
mengandung sejumlah serat-serat kolagen (Lagler et al., 1977). Epidermis
merupakan lapisan luar kulit yang strukturnya selular dan terdiri dari lapisan-lapisan
sel ephitel yang dapat berkembang sendiri dan berfungsi sebagai pelindung tubuh.
Lapisan dermis (corium) tersusun dari serat-serat tenunan pengikat seperti tenunan
kolagen, elastin, dan retikulin. Dermis dapat dibagi dalam dua lapisan yaitu lapisan
thermostat (lapisan teratas tempat kelenjar dan urat daging) dan lapisan reticular
(anyaman serat kolagen). Lapisan hipodermis atau sub cutis (sebagian besar terdiri
dari serat-serat kolagen, elastin, dan lemak) (Buckheim, 2013). Adapun penampang
melintang kulit ikan dapat dilihat pada Gambar 2-2.
Gambar 2-2. Struktur kulit ikan (Buckheim, 2013)
Menurut Peranginangin dkk. (2004), kulit ikan mengandung air 69,6%,
protein 26,9%, abu 2,5% dan lemak 0,7%, sedangkan Purnomo (2001), persentasi
kadar air ± 65%, lemak ± 1,5%, mineral ± 0,5%, dan protein ± 33%. Secara kimiawi
konstituen dari kulit dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu konstituen non protein
dan portein. Protein kulit diapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu: (1) Protein
yang tergolong fibrous protein meliputi kolagen (yang terpenting), kreatin dan
elastin; (2) Protein yang tergolong globular protein meliputi albumin dan globulin.
Bagian kulit ikan yang paling banyak mengandung kolagen terdapat pada lapisan
dermis. Pada lapisan tersebut, terkandung sekitar 80% kolagen yang dapat
diekstraksi dan menghasilkan produk turunan berupa gelatin. Propo
kolagen pada kulit ikan sangat bervariasi tergantung jenis, habitat, usia, dan jenis
pakan ikan.
C. Kolagen
Bahan baku utama gelatin adalah kolagen
serabut (fibril) yang mempunyai fungsi fisiologis yang unik.
komponen struktural utama dari jaringan pengikat putih (
yang meliputi hampir 30% dari total protein pada jaringan organ tubuh vertebrata
dan invertebrata (Poppe, 1992). Kolagen merupakan salah satu protein terpanj
dengan jumlah paling banyak pada tubuh vertebrata. Serat kolagen terdiri dari tiga
rantai polipeptida yang saling berhubungan, masing
khusus heliks berputar. Kolagen merupakan protein yang mengandung 35% glisin
dan sekitar 11% alanin serta kandungan prolin yang cukup tinggi (Lehninger, 1990).
Adapun struktur kolagen dari bentuk yang paling sederhana hingga membentuk fibril
dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2
Protein ini tidak larut dalam pelarut
basa, dan alkohol (Winarno, 2002
menyebabkan struktur rusak dan rantai
dan konformasi larutan
7
diekstraksi dan menghasilkan produk turunan berupa gelatin. Propo
kolagen pada kulit ikan sangat bervariasi tergantung jenis, habitat, usia, dan jenis
Bahan baku utama gelatin adalah kolagen. Kolagen adalah protein berbentuk
serabut (fibril) yang mempunyai fungsi fisiologis yang unik. Kolagen merupakan
komponen struktural utama dari jaringan pengikat putih (white connective tissue
yang meliputi hampir 30% dari total protein pada jaringan organ tubuh vertebrata
dan invertebrata (Poppe, 1992). Kolagen merupakan salah satu protein terpanj
dengan jumlah paling banyak pada tubuh vertebrata. Serat kolagen terdiri dari tiga
rantai polipeptida yang saling berhubungan, masing-masing tersusun dalam jenis
khusus heliks berputar. Kolagen merupakan protein yang mengandung 35% glisin
1% alanin serta kandungan prolin yang cukup tinggi (Lehninger, 1990).
Adapun struktur kolagen dari bentuk yang paling sederhana hingga membentuk fibril
dapat dilihat pada Gambar 2-3.
Gambar 2-3. Struktur kolagen (Anonim, 2005)
Protein ini tidak larut dalam pelarut-pelarut encer baik larutan garam, asam,
basa, dan alkohol (Winarno, 2002). Pemanasan kolagen secara bertahap akan
menyebabkan struktur rusak dan rantai-rantai akan terpisah. Berat molekul, bentuk
kolagen sensitif terhadap perubahan temperatur yang dapat
diekstraksi dan menghasilkan produk turunan berupa gelatin. Proporsi kandungan
kolagen pada kulit ikan sangat bervariasi tergantung jenis, habitat, usia, dan jenis
Kolagen adalah protein berbentuk
Kolagen merupakan
white connective tissue)
yang meliputi hampir 30% dari total protein pada jaringan organ tubuh vertebrata
dan invertebrata (Poppe, 1992). Kolagen merupakan salah satu protein terpanjang
dengan jumlah paling banyak pada tubuh vertebrata. Serat kolagen terdiri dari tiga
masing tersusun dalam jenis
khusus heliks berputar. Kolagen merupakan protein yang mengandung 35% glisin
1% alanin serta kandungan prolin yang cukup tinggi (Lehninger, 1990).
Adapun struktur kolagen dari bentuk yang paling sederhana hingga membentuk fibril
pelarut encer baik larutan garam, asam,
Pemanasan kolagen secara bertahap akan
rantai akan terpisah. Berat molekul, bentuk
kolagen sensitif terhadap perubahan temperatur yang dapat
8
menghancurkan makromolekulnya. Pemanasan pada suhu 40 oC belum
mengakibatkan putusnya ikatan kovalen. Ikatan kovalen yang ada pada kolagen akan
terputus saat suhu pemanasan naik menjadi 60 oC atau lebih. Proses denaturasi
struktur kolagen berlangsung relatif lambat bila dibandingkan dengan protein lainnya
(Wong, 1989).
Kolagen murni sangat sensitif terhadap reaksi enzim dan kimia. Perlakuan
alkali menyebabkan kolagen mengembang dan menyebar. Disamping pelarut alkali,
kolagen juga larut dalam pelarut asam. Asam mampu mengubah serat kolagen tripel
heliks menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan perendaman basa hanya mampu
manghasilkan rantai ganda pada waktu perendaman yang sama (jumlah kolagen yang
terhidrolisis oleh larutan perendaman yang asam lebih banyak daripada larutan basa)
sehingga waktu yang diperlukan oleh larutan basa untuk menghidrolisis kolagen
menjadi lebih lama (Lehninger, 1990).
Kolagen dapat mengalami penyusutan jika dipanaskan diatas suhu
penyusutan (Ts), suhu penyusutan kolagen berkisar antara 60 – 70 oC. Pada suhu
tersebut memperpendek serat kolagen sepertiga atau seperempat dari panjang
asalnya. Suhu penyusutan (Ts) kolagen ikan adalah 35 oC. Pemecahan struktur
tersebut menjadi lilitan acak yang larut dalam air yang disebut dengan gelatin. Jika
suhu dinaikan sampai 80 oC, kolagen akan berubah menjadi gelatin (deMan 1997).
Unit struktural pembentuk kolagen adalah tropokolagen yang mempunyai struktur
batang dengan BM 300.000, dimana di dalamnya terdapat tiga rantai polipeptida
yang sama panjang, bersama-sama membentuk struktur heliks (Lehninger, 1990).
Pada ikan terdapat tiga tipe protein, yaitu myofibril (65-75%), sarkoplasma
(20-30%), dan stromata (1-3%). Protein stromata merupakan jaringan ikat yang
terdiri dari komponen kolagen dan elastin (Suzuki, 1981). Kolagen murni sangat
sensitif terhadap reaksi enzim dan kimia. Di samping pelarutnya, kolagen ikan
mempunyai kandungan asam amino yang lebih rendah dibandingkan dengan kolagen
mamalia sehingga suhu denaturasi proteinnya menjadi rendah (Ward dan Courts,
1977). Menurut deMan (1997) proses pengubahan kolagen menjadi gelatin
melibatkan tiga perubahan, sebagai berikut:
1. Pemutusan sejumlah terbatas ikatan peptida untuk memperpendek rantai.
2. Pemutusan atau pengacauan sejumlah ikatan samping antar rantai.
9
3. Perubahan konfigurasi rantai.
Perubahan konfigurasi rantai merupakan satu-satunya perubahan penting
untuk pengubahan kolagen menjadi gelatin. Kondisi yang digunakan selama proses
produksi gelatin menentukan sifat-sifatnya. Pada produksi normal, kulit atau tulang
mula-mula diekstraksi dahulu pada kondisi nisbi lunak, dilanjutkan dengan ekstraksi
berturut-turut pada kondisi lebih berat. Ekstraksi pertama menghasilkan gelatin
dengan mutu baik, sedangkan ekstraksi selanjutnya menghasilkan gelatin dengan
mutu tidak sebaik ekstraksi pertama.
D. Gelatin
Gelatin merupakan salah satu produk turunan protein yang diperoleh dari
hasil hidrolisis kolagen hewan yang terkandung dalam tulang dan kulit, dan
merupakan senyawa yang tidak pernah terjadi secara alamiah. Gelatin mempunyai
titik leleh 35oC, di bawah suhu tubuh manusia. Titik leleh inilah yang membuat
produk gelatin mempunyai karakteristik yang unik bila dibandingkan dengan bahan
pembentuk gel lainnya seperti pati, alginat, pektin, agar-agar dan karaginan yang
merupakan senyawa karbohidrat. Secara fisik dan kimia, gelatin berwarna kuning
cerah atau transparan, berbentuk serpihan atau tepung, berbau dan berasa, larut
dalam air panas, gliserol dan asam asetat serta pelarut organik lainnya. Gelatin dapat
mengembang dan menyerap air 5-10 kali bobot asalnya (Raharja, 2004). Susunan
asam aminonya mirip dengan kolagen dimana glisin sebagai asam amino utama dan
merupakan 1/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3-nya diisi prolin dan
hidroksi prolin dan sisanya asam amino yang lain (Charley, 1982). Semua asam
amino essensial protein terdapat dalam gelatin kecuali triptofan, meskipun kadang-
kadang terdeteksi dalam jumlah yang sedikit (Imeson, 1999). Asam-asam amino
dihubungkan bersama-sama dalam gelatin dengan ikatan peptida. Tipe urutan untuk
gelatin adalah Gly – X –Y. Gly merupakan glisin, X sebagian besar berupa prolin
dan Y sebagian besar berupa hidroksiprolin (Imeson, 1999).
Gelatin merupakan molekul besar dan kompleks yang mempunyai nilai rata-
rata bobot molekul berkisar 15.000 -25.000. Komposisi kimia gelatin terdiri dari
50,5% karbon, 6,8% hidrogen, 17% nitrogen dan 25,5% oksigen (GMIA, 2012).
Kandungan hidroksiprolin berpengaruh terhadap kekuatan gel gelatin, makin tinggi
10
kandungan asam amino ini, kekuatan gel gelatin juga semakin tinggi. Adapun
struktur kimia gelatin dapat dilihat pada Gambar 2-4.
Gambar 2-4. Struktur Gelatin (Chaplin, 2007)
Gelatin merupakan polipeptida yang mempunyai berat molekul tinggi, berasal
dari protein kolagen. Proses denaturasi thermal akan menjadikan kolagen yang
semula bersifat insoluble dalam air ditransformasikan menjadi gelatin yang bersifat
soluble dalam air (Imeson, 1999). Pemanasan serabut kolagen dalam air sampai suhu
60-70oC akan menghasilkan pemendekan 1/3-1/4 dari panjang asal. Apabila suhu
dinakkan sekitar 80oC kolagen berubah menjadi gelatin. Perubahan kolagen menjadi
gelatin terdiri dari tiga tahap, yaitu hidrolisis ikatan non-peptida, hidrolisis ikatan
peptida, dan terbukanya triple helix kolagen karena putusnya ikatan hidrogen. Ikatan
non-peptida dan ikatan peptida tersebut bersifat labil terhadap asam (Gudmundsson
dan Hafsteinsson cit. Chasanah, 2000). Adapun konversi kolagen menjadi gelatin
dapat dilihat pada Gambar 2-5.
Mutu gelatin secara umum dapat dinilai dari sifat fisik, kimia, dan
organoleptiknya. Mutu gelatin erat kaitannya dengan standar gelatin yang telah
disyaratkan sehingga dapat dijadikan tolak ukur untuk menentukan produk turunan
yang dihasilkan. Produk turunan (aplikasi gelatin) sudah banyak diterapkan
khususnya dibidang pangan. Oleh karena itu, persyaratan/standar mutu gelatin
pangan perlu diketahui untuk menentukan kualitas gelatin dan penggunaannya dalam
suatu produk. Adapun persyaratan/standar mutu gelatin pangan dapat dilihat pada
Tabel 2-1 dan untuk farmasi dapt dilihat pada Tabel 2-2.
11
Gambar 2-5. Perubahan struktur kolagen menjadi gelatin (Anonim, 2013)
Tabel 2-1. Standar mutu gelatin pangan
NO Parameter Grade A Grade B Grade C
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Kekuatan Gel (Bloom)
Viskositas (cP)
Kecerahan (mm)
pH
Bahan yang tidak larut
dalam air (%)
Kadar abu (%)
Sulfit (%)
Kadar air (%)
Arsen (ppm)
Logam berat (ppm)
TPC
Coliform (koloni/100 gr)
Salmonella
220
4,5
300
5,5-7
0,2
1,0
0,004
14
0,0001
0,005
1000
30
Negatif
Negatif
180
3,5
150
5,5-7
0,2
2,0
0,01
14
0,0001
0,005
5000
30
Negatif
Negatif
100
2,5
50
5,5-7
0,2
2,0
0,015
14
0,0001
0,005
10.000
30
Negatif
Negatif
Sumber: Fish Gelatin (2003)
Badan Standarisasi Nasional (BSN) juga menetapkan persyaratan mutu
gelatin secara umum, yang dimuat dalam SNI 06-3735-1995. Standar gelatin yang
ditetapkan lebih pada kenampakan warna gelatin dan kandungan logamnya. Adapun
standar gelatin tersebut dapat dilihat pada Tabel 2-3.
12
Tabel 2.2. Spesifikasi gelatin untuk farmasi
Parameter KelasKhusus
Mutu kesatu
Mutu kedua
Mutu ketiga
Kekuatan Gel (Bloom) 240 200 160 140
Viskositas (cPs) 5,7 4,2 3,7 3,2
pH 5,5-7 5,5-7 5,5-7 5,5-7
Abu (%) 1.0 1.0 2.0 2.0
Kadar Air (%) 14.0 14.0 14.0 14.0
Logam berat (ppm) 50 50 50 50
Jumlah bakteri (TPC)(cfu/100g)
≤103 ≤103 ≤103 ≤103
E.Coli Negatif Negatif Negatif Negatfi
Salmonella Negatif Negatif Negatif NegatifSumber: Fish Gelatin (2003)
Tabel 2-3. Standar mutu gelatin (SNI 06-3735-1995)
No Karakteristik Syarat
1 Warna Tidak Berwarna-kekuningan pucat
2 Bau, rasa Normal (dapat diterima konsumen)
3 Kadar air Maksimum 16%
4 Kadar abu Maksimum 3,25%
5 Logam berat Maksimum 50 mg/kg
6 Arsen Maksimum 2 mg/kg
7 Tembaga Maksimum 30 mg/kg
8 Seng Maksimum 100 mg/kg
9 Sulfit Maksimum 1000 mg/kg
E. Proses Pembuatan Gelatin
Proses pembuatan gelatin pada dasarnya dibagi menjadi dua macam yaitu
gelatin tipe A dan gelatin tipe B. Gelatin tipe A diperoleh dari proses asam
sedangkan gelatin tipe B diperoleh dari proses basa. Tipe gelatin tersebut dibedakan
berdasarkan jenis larutan perendam yang digunakan saat proses perendaman.
Menurut Poppe (1999), gelatin komersial yang beredar di pasaran dibagi dalam dua
tipe yaitu tipe A dan tipe B, dimana beberapa sumber kolagen seperti tulang dan kulit
dapat diproses secara asam maupun basa.
13
Menurut Kharim and Bhat (2009), proses pembuatan gelatin dibagi menjadi
tiga tahapan yaitu: tahap persiapan bahan baku, tahap ekstraksi kolagen, tahap
pemurnian gelatin dan pengeringan. Sedangkan menurut Poppe (1999), proses
pembuatan gelatin dibagi dalam lima tahapan yaitu penyiapan bahan baku, ekstraksi,
purifikasi, produksi, dan kontrol.
Proses pembuatan gelatin (Setiawati, 2009), diawali dengan persiapan bahan
baku (pemotongan, penghilangan daging, lemak, kotoran-kotoran), pencucian,
perendaman dengan asam/alkali (demineralisasi dan pengembangan kolagen), dan
penetralan (pencucian dengan air hingga pH mendekati netral), ekstraksi,
penyaringan, pengeringan dan produksi. Tahapan selanjutnya yaitu ekstraksi
menggunakan air panas berfungsi untuk mengkonversi kolagen menjadi gelatin
(Rusli, 2004). Kemudian dilanjutkan dengan pemurnian gelatin (penyaringan,
pengeringan, pemekatan dan pensterilan), sedangkan tahap akhir adalah tahap
produksi yang meliputi pendinginan, pengeringan, pengecilan ukuran, penghalusan
dan pengujian mutu gelatin.
Secara umum, pembuatan gelatin kebanyakan dilakukan dengan proses asam
(tipe A). Menurut Rahmawati (2011), proses asam memiliki beberapa kelebihan
seperti proses perendaman yang singkat, buangan air yang dihasilkan lebih sedikit,
dan mampu memecah struktul triple heliks menjadi struktur tunggal. Kebanyakan
gelatin yang bersumber dari kulit ikan diproses secara asam sedangkan gelatin dari
tulang kebanyakan diproses secara basa karena sifatnya yang keras dan
membutuhkan waktu yang sangat lama.
Sifat fisik yang sangat mempengaruhi kualitas gelatin antara lain kekuatan
gel, viskositas dan titik leleh. Sifat-sifat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti konsentrasi larutan gelatin, waktu pemanasan gel, suhu pemanasan gel, pH
dan kandungan garam. Selain itu faktor dalam proses ekstraksi gelatin sendiri,
seperti keasaman larutan perendam, lama perendaman dan suhu ekstraksi juga
mempengaruhi sifat gelatin tersebut (Tazwir, dkk., 2007).
14
F. Enzim Papain
Enzim Papain termasuk enzim proteolitik yang yang terdapat pada getah
tanaman pepaya (Carica papaya C). Secara umum yang dimaksud dengan papain
adalah papain yang telah dimurnikan maupun papain yang masih kasar. Penghasil
enzim papain adalah getah yang diserap dari pohon pepaya, semua bagian dari
pepaya kecuali akar dan bijinya mengandung enzim papain dalam getahnya. Papain
termasuk enzim proteolitik yang akan menghidrolisis molekul-molekul protein
daging termasuk sarkolema yang membungkus serat daging (Cheryan, 2005).
Aktivitas papain dipengaruhi banyak faktor seperti suhu, pH, kekuatan ion dan
tekanan serta dipengaruhi oleh sisi aktifnya yang mengandung gugus sulfidril.
Mekanisme kerja papain melibatkan triad katalik yang terbentuk antara Cys25,
His159, dan Asn175. Gugus amida dari Asn175 akan menarik proton dari inti
imidazol His159 sehingga kebasaannya meningkat. Inti imidazol dari His159 akan
menarik H+ dari –SH pada Cys25 sehingga kenuklofilikan gugus SH bertambah.
sementara itu nitrogen amida dari Cys25 membentuk ikatan hidrogen dengan atom O
gugus karbonil pada substrat. Ikatan hidrogen kedua terbentuk antara gugus –NH2
dari Gln19 dengan O gugus karbonil pada substrat. Keadaan ini akan mempermudah
penyerangan ion sulfida (S2) terhadap gugus C=O dari substrat yang diikuti oleh
pecahnya ikatan peptida dari substrat membentuk suatu amina (Gambar 2-6)(
(Cheryan, 2005).
Gambar 2-6. Hidrolisis protein oleh papain (Cheryan, 2005)
Menurut Purnomo (2001) enzim papain dapat bekerja secara optimum pada
suhu antara 50-60 oC dan pH antara 5-7, serta memiliki aktifitas proteolitik 70-1000
unit/gram. Papain tidak mengandung karbohidrat. Hampir semua asam amino
menyusun papain, kecuali metionin. Papain mengandung unsur sulfur yang cukup
besar (1,2%). Komponen sulfur tersebut sebagian besar berada dalam bentuk asam
15
amino sistin sehingga tidak terdapat asam amino metionin dalam susunana
metioninnya. Enzim papain memiliki ikatan sulfida (–S—S—) di 3 tempat dimana
molekul sistin yang satu berikatan dengan sistin yang lainnya, yaitu antara sistin 22
dan 63, sistin 56 dan 95, serta antara sistin 153 dan 200 (Muchtadi, 1992). Aktifitas
enzim selain dipengaruhi oleh proses pembuatannya juga dipengaruhi oleh umur dna
jenis varietas pepaya yang digunakan. Spesifikasi papain kasar dapat dilihat pada
Tabel 2-4.
Tabel 2-4. Spesifikasi enzim papain kasar
Jenis Pengujian Hasil Pengujian
Warna Coklat samapi putihBau Tidak disukaiBahan tidak larut (%) Sampai dengan 30Kadar air Sampai dengan 18Total abu Sampai dengan 14Pasir Sampai dengan 5Jumlah kotoran BanyakTotal bakteri (koloni/gram) Sampai dengan 3.103
Penurunan aktifitas setelah 6 bulan(%) Sampai dengan 50Aktivitas proteolitik (U/gram) 70-500
Sumber: Muchtadi (1992)
16
III. METODE PENELITIAN
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi panci, gelas beker 250 ml,
blender, nampan plastik dan pisau, timbangan digital, busa dakron, erlenmeyer 1000
ml, magnetic stirer, thermometer, kain blacu 1000 mesh, kertas pH, crussible/cawan,
desikator, penjepit, spatula, kompor listrik, labu Kjeldahl, Kjeltech (Foss tecator
2100 kjeltech distillation unit box 70 SE-26321 Swedia), erlenmeyer 50 ml, labu
destilasi, satu set alat destilasi mikro Kjeldahl, Stromer viscosity, dan Color Reader
CR-10 (Konika Minolta Sensing, INC, Japan), Universal testing machine
(Zwick/2.05 DOFBBO 5 TS V1.5, Jerman), windy oven (WFO-601 SD Jepang),
Water bath, muffle furnace/tanur (Advantec Fuw 220 RA Electric Muffle furnace,
Jepang), pH meter (Hanna Hi, 98103, Mauritius).
Bahan utama yang digunakan adalah kulit ikan mahi-mahi yang di peroleh
dari KUB Fresh Fish, Desa Ngestiharjo, Kec. Kasihan, Kab. Bantul, Yogyakarta,
(0274-387331), bahan pendukung lainya seperti asam asetat pekat, aquades, air kran,,
kristal zeolite dan larutan papain 4% serta bahan-bahan untuk pengujian proksimat.
B. Waktu Pelaksanaan
Penelitian akan dimulai pada Juni-Juli 2013, dan dilanjutkan dengan analisis
data pada bulan Juli 2013. Penelitian yang meliputi preparasi sampel dilakukan di
laboratorium Mikrobiologi, laboratorium Teknologi ikan, laboratorium Nutrisi,
Jurusan Perikanan Universitas Gadjah Mada. Sedangkan pembuatan dan pengujian
mutu gelatin dilakukan di beberapa laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Gadjah Mada meliputi laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian
(KBP), Rekayasa Proses Pengolahan Hasil Pertanian (RPPHP) , serta Laboratorium
Pangan dan Gizi.
C. Tata Laksana
1. Preparasi Sampel
a. Preparasi sampel yang meliputi pengambilan kulit ikan mahi-mahi dari KUB
Fresh Fish, Bantul DIY, dibawa menggunakan steroafoam dengan sistem
17
rantai dingin menggunakan es batu. Kemudian sampel di masukan ke dalam
cold storage. Uji proksimat kulit ikan mahi-mahi segar (kadar air, abu, dan
protein) di Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan dan Hasil Pertanian
Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian.
b. Preparasi Larutan Papain 4%, enzim papain komersial dilaurtkan dalam
larutan asam asetat (CH3COOH 0,1 N) pH 5.
c. Preparasi Larutan asam asetat (CH3COOH), asam asetat pekat dilarutkan
dalam akuadest menjadi konsentrasi 0,5 N; 1,0 N; dan 1,5 N.
2. Analisis dan Isolasi Gelatin
a. Tahap isolasi gelatin dari kulit ikan mahi-mahi adalah sebagai berikut
(modifikasi Chasanah, 2000):
- Kulit mahi-mahi dicuci dengan air mengalir, disertai pembuangan sisa
daging dan kotoran, kemudian dilakukan pemotongan kulit berukuran 1x1
cm.
- Kulit mahi-mahi ditimbang 200 gram untuk masing-masing perlakuan.
- Kulit mahi-mahi kemudian direndam dalam larutan enzim papain 4%
dengan 1 bagian kulit dan 2 bagian larutan enzim papain, kemudian
dipanaskan dalam waterbath shaker dengan goncangan 50 rpm pada suhu
50oC selama 60 menit.
- Kulit hasil rendaman dibilas dengan air keran.
- Kulit mahi-mahi kemudian direndam dalam larutan asam asetat dengan
konsentrasi dan lama perendaman yang disesuiaikan dengan perlakuan
yang diterapkan pada suhu kamar dengan 1 bagian kulit dan 5 bagian
larutan asam asetat.
- Kulit hasil rendaman dibilas dengan air mengalir 10 menit sampai pH kulit
mendekati netral.
- Kulit mahi-mahi kemudian diblender selama 5 menit.
- Kulit hasil blender dilakukan ekstraksi dengan aquadest dalam waterbath
suhu 80oC selama 3 jam dengan 1 bagian kulit dan 5 bagian aquadest.
- Hasil ekstraksi kemudian disaring dengan kain saring yang dilapisi dakron
dan zeolit 20%.
18
- Hasil penyaringan kemudian dilakukan proses pengeringan dengan
menggunakan Freeze-drier.
- Produk gelatin kemudian disimpan pada suhu kamar, untuk kemudian
dilakukan analisis.
Skematika isolasi gelatin terlihat pada Gambar 3-1.
b. Uji karakteristik gelatin. Parameter yang diuji untuk menguji kualitas gelatin
adalah: Rendemen (AOAC, 1995), kadar air (AOAC, 2006), kadar abu
(AOAC, 2005), kadar protein (AOAC, 2006 yang dimodifikasi), kekuatan
Gel (Wuangtueai dan Noomhorm, 2009) menggunakan alat Universal
Testing Mechine, viskositas (Mohtar et al., 2010) dengan alat Stromer
viscosity, uji warna (Jamilah et al., 2010) menggunakan alat color reader CR-
10 (Konika Minolta Sensing, INC, Japan), dan pH (Kusumaningrum, 2011).
Prosedur pengujian dari masing-masing parameter dapat dilihat pada
Lampiran 1.
D. Analisis Data
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu variasi konsentrasi asam asetat (faktor 1)
dengan 3 taraf dan lama perendaman dalam asam asetat (faktor 2) dengan 3 taraf.
Masing-masing perlakuan dilakukan perulangan sebanyak 2 kali. Jumlah unit
perlakuan terdiri dari 18 unit, dan rekapitulasi rancangan penelitian dapat dilihat
pada Tabel 3-1.
Tabel 3-2. Rekapitulasi rancangan penelitian
Perlakuan b1 b2 b3
r 1 r 2 r 1 r 2 r 1 r 2
a1 a1b1r1 a1b1r2 a1b2r1 a1b2r2 a1b3r1 a1b3r2
a2 a2b1r1 a2b1r2 a2b2r1 a2b2r2 a2b3r2 a2b3r2
a3 a3b1r1 a3b2r2 a3b2r1 a3b2r2 a3b3r3 a3b3r2
Keterangan :r : ulangan perlakuana1 : konsentrasi CH3COOH 0,5N b1 : lama perendaman 12 jama2 : konsentrasi CH3COOH 1,0N b2 : lama perendaman 24 jama3 : konsentrasi CH3COOH 1,5N b3 : lama perendaman 36 jam
19
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan analisis sidik ragam
(ANOVA) dan apabila hasil uji Anova menunjukan pengaruh nyata, analisis
dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda Duncan’s Multiple Range Test
(DMRT) untuk mengetahui adanya perbedaan antar masing-masing perlakuan pada
tingkat signifikansi 95% (Gomez and Gomez, 1995) dengan menggunakan software
SAS (Statistical Analysis System) versi 19.
Model Matematis Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 faktor adalah sebagai berikut:
Model matematis : Ŷijk = µ + αi +βj +(αβ)ij +Σijk
Keterangan :
Ŷijk : hasil pengamatani : perlakuan konsentrasi (A)j : perlakuan waktu perendaman (B)k : ulangan 1,2.μ : nilai tengah umumαi : pengaruh faktor A ke-i (i = 1,2,3)βj : pengaruh B ke-j (i = 1,2,3)αβij : pengaruh interaksi antara faktor A dan BΣijk : galat
20
Gambar 3-1. Diagram alir pembuatan gelatin dari kulit mahi-mahi (Chasanah, 2000
yang telah dimodifikasi)
Disiapkan 4 % (dari berat bahan)
dilarutkan dalam larutan asam
asetat 0,1 N, pada pH 5
Direndam dalam larutan CH3COOH(Perlakuan yang diberikan adalah variasi konsentrasi (0,5; 1,0; 1,5 N) dan
lama perendaman ( 12, 24, 36 jam) (kulit : larutan = 1 : 5)
Dibilas dengan air mengalir selama 10 menit, dan cek pH hingga mendekati netral
Blender kulit selama 5 menit
Diblender selama 5 menit
Dikeringbekukan dengan Freeze-drier suhu -100 oC tekanan 50 mbar
1. Rendemen2. Kadar Air, Abu, &
Protein.3. Viskositas4. Kekuatan Gel5. Warna6. pH
Terbentuk lembaran kering gelatin kasar
Disaring dengan kain saring yang dilapisi dakron dan zeolit 20%
Ekstraksi dengan waterbath suhu 80oC selama 3 jam (kulit : aquades = 1 : 5)
Tepung gelatin
Kulit dibilas dengan air keran
Dipotong Ukuran Kecil (1 cm)
Kulit direndam dalam larutan papain
Dipanaskan dalam waterbath shaker
50 rpm dengan suhu 500C, 60 menit
Kulit Mahi-mahi segar 200 gramEnzim Papain
Disiapkan 400 ml Larutan Papain
21
IV. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013. Ikan mahi-mahi www.dpi.nsw.gov.au/fisheries/recreational//sw-species/mahi-mahi. Diakses 5 Februari 2013
, 2013. Kolagen (http//www.liputankita.com/artikel-liputankita) Diakses 25Mei 2013
, 2005. Collagen Structure http://www.mun.ca/biology/scarr/Collag en_structure.html. Diakses 25 Mei 2013
AOAC, 1995. Official methods of Analysis of The Association of AnalyticalChemist. Inc.Washington, DC.
AOAC, 2005. Official Method of Analysis of The Assosiation of OfficialAnalytical Chemist. Association of Official Analytical Chemist, Inc.Arlington, Virginia, USA.
AOAC, 2006. Official methods of analysis. Association of Official AnalyticalChemists International. Washington.
Bimo, R, H. Pengaruh Variasi Konsentrasi Dan Lama Perendaman Dalam LarutanPapain Terhadap Kualitas Gelatin Kulit Kering Nila Merah. Laporan AkhirPenelitian. 2008. Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan.
Buckheim, J. 2013. A Quick Course in Ichtyology <http:www.marinebiology.org/fish.htm> Diakses 25 Mei 2013.
Lagler, K. F. 1977. Ichthyology 2nd ed. John Wiley and Sons. New York.Chasanah, E. 2000. Acid - Extraction of Gelatin from Dried Shark Skin. Indonesian
Food and Nutrition Progress. Vol. 7 No. 1.Chaplin, M. 2007. Gelatin. www.google.com. Diakses 25 Mei 2013.Charley, H. 2007. Food Science 2nd ed. John Wiley and Sons. New York.Cheryan, M. 2005. Enzymatic Modification of Functional Properties of Soy Protein.
http://www.stratsoy.uiuc.edu/stratsoy/ispob_db/lor_html/225.html. Diakses25 Mei 2013
DeMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. Penerjemahkan Padmawinata, K. ITB Press,Bandung.
Dewan Standarnisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3735-1995.Mutu dan Cara Uji Gelatin. Jakarta.
Fish Gelatin. 2003. Norland Product.http://www.norlandprod.com/techrpts/_fishgelrpt.html Diakses 11 Juni 2013
Gelatin Manufacturers Institute of America. 2013. Raw materials and production,How we make gelatin. http://www.gelatin-gmia.com/html/qanda.html.Diakses 4 Juni 2013
GMIA. 2012. Gelatin. Gelatin Manufactures Institut of America, inc.,New York.NY.Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian,
edisi ke 2. Universitas Indonesia, Jakarta.Gudmunsson, M., dan Hafsteinsson H. 1997. Gelatin from Cod Skin as Affected by
Chemical Treatmens. J. Food Sci. 62 (1): 37-39, 47.Harianto, Tazwir, Peranginangin, R. 2008. Studi Teknik Pengeringan Gelatin Ikan
dengan Alat Pengering Kabinet. Laporan Teknis. Balai Besar PenelitianPengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
22
Harto, R. B., E. Y. Sari, dan S. Sabirin. 2007. Pengaruh Penambahan Enzim Papainuntuk Meningkatkan Efisiensi Ekstraksi dan Kualitas Kulit Nila Merah.Laporan Akhir Penelitian untuk Grant Karya Inovasi Mahasiswa. ProyekDue-Like Batch V 2007. Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan.
Imeson, A., 1999. Thickening and Gelling Agent for Food. Aspen Publisher, Inc.,New York.
Jamilah B., K.W. Tan, M.R.U. Hartina, and A. Azizah. 2011. Gelatin from culturedfresh water fish skins obtaind by liming process. Journal of FoodHydrocolloids. Vol. 25 ,1256-1260
Karim, A. A. dan Bhat, R. 2009. “Review Fish Gelatin: Properties. Challenges. AndProspects As An Alternative To Mammalian Gelatins”. Trends in FoodScience and Technology, 19: 644-656.
Kemenperin. 2012. Perkembangan Ekspor Komoditi Hasil Industri Ke NegaraTertentu<http://www.kemenperin.go.id/statistik/query_komoditi.php?komoditi=gelatin&negara=&jenis=&action=Tampilkan>. Diakses 10 Juni 2013
Kishimura, H., Nalinanon, Benjakul and Visessanguan. 2007. Improvement ofGelatin Extraction from Bigeye Snapper Skin Using Pepsin-Aided Processin Combination with Protease Inhibitor. Hokaido University. Japan.
Kusumaningrum, I. 2011. Optimasi Ekstraksi dan Karakterisasi Gelatin dari Kulit
Ikan Tenggiri. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. Skripsi
Lagler, K. F. 1977. Ichthyology 2nd ed. John Wiley and Sons. New York.Lehninger, A.L. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid I. Thenawijaya M, penerjemah.
Erlangga, Jakarta. Terjemahan dari: Fundamental of Biochemistry.Winarno,FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.
Mohtar, N. F., C. Perera, and S.Y. Quek. 2010. Optimization of gelatin extractionfrom hoki (Macruronus novaezelandiae) skins and measurement of gelstrength and SDS-PAGE. Journal of Food Chemistry, Vol 122,307-313.
Muchtadi, D., N. S Palupi., dan M. Astawan. 1992. Enzim dalam Industri Pangan.Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Muyonga, J.H.,C.G.B Cole & K.G. Duodu. 2004. Characterization of Acid-SolubleCollagen from Young and Adult Nile Perch (Lates Niloticus). Food Chem.85: 81-89.
Norland, R.E. 1990. Fish Gelatin, in .Voight MN and Both, J.K (ed). Advance inFisheries Technology and Biotechnology for Increased Prolibility.Lancaster, Pa. Technomic Pub. Co. 325-333.
Peranginangin, R. 2004. Riset Produksi Optimasi Pemanfaatan Limbah PerikananTulang dan Kulit Ikan. Laporan Ringkas Riset dan Pengolahan Produk danSosial Ekonomi KP TA 2004. Jakarta.
Peranginangin R, Tazwir, dan Suryanti. 2004. Riset Ketersediaan Bahan BakuLimbah dan Tulang dan Kulit Ikan. Laporan Teknis Riset OptimalisasiPemanfaatan Limbah Perikanan Tulang dan Kulit Ikan. Pusat RisetPengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Peikanan. 2004: 1-29
Poppe, J. 1999. Thickening and Gelling Agent for Food, Second Edition, Edited byAlan Imeson). Aspen Publisher. Maryland. P.144-168.
Poppe, J. 1992. Gelatin. Di dalam A. Imeson (ed). Thickening and Gelatin Agents forFood. Blackie Academic and Professional. London.
23
Purnomo. 2001. Teknologi tepat guna. Penyamakan kulit ikan pari. Kanisius.Yogyakarta.
Radiman, 1978. Penuntun Membuat Gelatin, Lim, dan Kerupuk dari Kulit HewanSecara Industri Rumah/Kerajinan. Balai Penelitian Kulit, DepartemenIndustri, Yogyakarta.
Raharja, K. 2004. Manfaat Gelatin Ikan Pari (1). Di dalam Kedaulatan RakyatOnline.Com. 23 Desember 2004Charley, H. 1982. Food Scinece 2nd ed.John Wiley and Sons. New York.
Rahmawati, H. 2008. Karakterisasi gelatin hasil ekstraksi kulit segar dan kering daribeberapa jenis ikan air laut dan tawar. Tesis. Sekolah pasca sarjana,Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Yogyakarta
Rusli, R. 2004. Kajian Proses Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Patin (Pangasiushypophthalmus) Segar. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1,2. Binacipta. Bogor. 508p.Sari E. Y. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Larutan Papain
Terhadap Kualitas Gelatin Kulit Tengiri. Laporan Akhir Penelitian. 2008.Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan.
Setiawati, H.I. 2009. Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Kakap Merah(Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam. Fakultas Perikanan dan Ilmukelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Skripsi
Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. Applied SciencePublisher, Ltd, London.
Tazwir, Hak, N., Peranginangin, R. 2008. Ekstraksi Gelatin Dari Kulit Kaci-Kaci(Plecthorinchus flavomaculatus) Secara Asam dan Enzimatis. LaporanTeknis. Balai Besar Penelitian Pengolahan Produk dan BioteknologiKelautan dan Perikanan. Jakarta.
Ward. A.G dan A. Courts. 1977. The Science and Technology of Gelatin. London:Academic Press.
Wijaya Hendra. 2001. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat dan Lama PerendamanKulit Ikan Pari Pada Pembuatan Gelatin. Laporan Akhir Penelitian. Bogor.Tidak dipublikasikan.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. P.T. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.Wong, D. W. S. 1989. Mechanism and The Theory in Food Chemistry. Van
Nostrand Reinhold, New York.Wuangtuei, S. dan A. Noomhorm. 2009. Processing otimization and characterization
of gelatin from lizardfish (Saurida spp.) Scales. LWT Food Science andTechnology, Vol 42, 825-834
24
Lampiran 1. Prosedur pengujian karakteristik gelatin kulit ikan mahi-mahi
A. Rendemen (AOAC, 1995)Rendemen diperoleh dari perbandingan berat kering flake gelatin yang
dihasilkan dengan bahan mentah segar (yang telah diberihkan dari sisa daging danlapisan lemak) Besar rendemen dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :
Rendemen : (Berat flake gelatin kering : Berat bahan mentah segar) x 100 % 9 (wb)% db: %bw/1-Ka
Ket : Ka (Kadar air)B. Kadar Air (AOAC, 2006)
Cawan porselen dikeringkan pada suhu 105⁰C selama 1 jam. Kemudiandidinginkan dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram kemudiandimasukan kedalam sampel. Cawan yang telah berisi sampel dimasukan kedalamoven yang bersuhu 105⁰C sampai mencapai berat konstan. Kadar air dapat dihitungdengan rumus :
Kadar air = (B-A) / (berat sampel ) x 100%Keterangan :
A : berat cawan + sampel kering (g)B : berat cawan + sampel basah (g)
C. Kadar Protein (Mikro-Kjeldahl) (AOAC, 2006 yang di modifikasi)200 mg sampel dibungkus dalam kertas saring, kemudian ditempatkan pada
labu kjeldahl, ditambah dengan 0,7 mg katalisator, ditambah dengan H2SO4 pekatsebanyak 3ml, didestruksi di ruang asap sampai larutan berwarna bening.Selanjutnya hasil dekstruksi didistilasi menggunakan kjeltec (penambahan NaoH 20ml). Distilat ditampung dalam Erlenmeyer yang berisi 5 ml asam borat 4% dan 3tetes indicator BCG-MR, selanjutnya distilat tersebut dititrasi menggunakan HCl0,02 N.
% N : (ml HCL- ml blanko) x N HCL x 14,008 x 100 %.mg sampel
Kadar protein (%) : %N x faktor konversi (5,55 untuk gelatin)N : Normalitas HCLN : Kadar nitrogen total
D. Kadar abu (AOAC 2005)Kurs dibersihkan dan dipijarkan ke dalam muffle pada suhu 600oC selama 1
jam, selanjutnya kurs dikeluarkan dari muffle dan dimasukkan ke dalam oven padasuhu 105o C selama 30 menit. Kemudian Kurs dimasukkan ke dalam desikator dantunggu selama 30 menit dan timbang kurs serta catat beratnya. Selanjutnyatambahkan sampel ke dalam kurs sebanyak ± 2 gr. Tambahkan HNO3 ke dalam kurssebanyak 1 ml. Kurs berisi sampel diarangkan menggunakan kompor listrik hinggamenjadi arang. Kemudian masukan kedalam muffle pada suhu 600oC selama 4 jamhingga menjadi abu. Kurs yang berisi abu diangkat dan masukan dan oven pada suhu
25
105oC selama 30 menit. Kurs berisi sampel dimasukkan desikator selama 30 menit.dan timbang berat akhirnya. Nilai kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus:
Kadar Abu (%wb) : berat abu / berat sampel basah (g) x 100%Kadar Abu ( %db) : wb/ 1- KAKet: KA (Kadar air)
E. Kekuatan Gel (Wuangtueai dan Noomhorm, 2009)Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (w/v) disiapkan dengan aquades
kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60°C selama 30 menit.Selanjutnya dituang dalam standar Bloom jars (botol /gelas plastik yang diameternya41 mm dan tinggi ± 52 mm. Langkah selanjutnya di inkubasi pada suhu 9-10 °Cselama ±17-18 jam. Selanjutnya diukur menggunakan alat TA-XT plus textureanalyzer pada kecepatan probe 1mm/detik dengan kedalaman 4 mm. Diameterplunger yang digunakan adalah 12,7 mm. Kekuatan gel dinyatakan dalam satuangram bloom. Perhitungan kekuatan gel (dalam g bloom) menggunakan rumus :
Kekuatan gel (g bloom) : Gaya max (g/mm²) x Luas permukaan plunger (mm²)Luas permukaan plunger ( r: 6,35 mm) = 126,728 mm²
F. Kekentalan (Mohtar et al.,2010)Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (w/v) disiapkan dengan aquades
dan dipanaskan dalam waterbath suhu 60°C selama 30 menit. Kemudian diukurviskositasnya dengan menggunakan alat stromer. Pengukuran dilakukan pada suhu60 °C dengan kecepatan 60 rpm. Nilai viskositas dinyatakan dalam satuancentipoises (cPs). Pencatatan waktu yang ditempuh spindle dalam satu kali putarandilakukan tiga kali dan dirata-rata (waktu sampel dalam detik). Perhitungankekentalan (centipoises) menggunakan rumus :
Viskositas : 5,21cPs x waktu putar rata-rata sampel (detik)4,18 detik
Ket : 5,21: kekentalan minyak jarak pada suhu 28°C4,18: waktu putar rata-rata minyak jarak (detik)
G. Warna (Jamilah et al., 2010)Warna granula gelatin diukur menggunakan sistem Hunter L,a,b, dengan alat colorreader CR-10 (Konika Minolta Sensing, INC, Japan), dengan kisaran L (100 = putihdan 0 = hitam), a (-50 = hijau dan +50 = merah), b (-50 = biru dan +50 = kuning).
H. pH (Kusumaningrum, 2011)Sampel sebanyak 0,2 gr didispersi dalam 20 ml aquades pada suhu 80 ºC.kemudian
dihomogenkan dengan magnetic stirrer dan diukur derajat keasamannya(pH) pada suhu kamar dengan pH meter.