208
UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA ADAT SEDEKAH BUMI DI DESA KEDUNGWRINGIN KECAMATAN SEMPOR KABUPATEN KEBUMEN SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Oleh Oki Setya Pambudi 112160520 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2014

UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM

UPACARA ADAT SEDEKAH BUMI DI DESA

KEDUNGWRINGIN KECAMATAN SEMPOR

KABUPATEN KEBUMEN

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Oki Setya Pambudi

112160520

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO

2014

Page 2: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

i

UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM

UPACARA ADAT SEDEKAH BUMI DI DESA

KEDUNGWRINGIN KECAMATAN SEMPOR

KABUPATEN KEBUMEN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Oki Setya Pambudi

NIM 112160520

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO

2014

Page 3: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …
Page 4: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …
Page 5: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …
Page 6: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

v

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTO

Kawula mung saderma, mobah mosik kersaning Hyang sukma

(Terjemahan: Lakukan yang kita bisa, setelahnya serahkan kepada Tuhan)

(penulis)

Bisa madeg lan bisa ngleksanani saka ing kawitane pisan ( Sunarno Sisworaharjo)

(Terjemahan: Bisa mandiri dan bisa melaksanakan sejak dari awal, tidak hanya

meneruskan karya orang lain.)

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada:

1. Ayah dan Ibu yang paling ku cinta (Suwarjo dan

Ratinem) yang telah membesarkan dan

membimbingku dengan sabar dan dengan penuh

kasih sayang, senantiasa memberikan doa serta

dukungan yang tiada henti.

2. Kakakku yang aku sayang (Teguh Haryono, Tri

Yono, Endah Purwanti, dan Siti Nur Janah) yang

selalu memberikan semangat dan membesarkan

hati.

3. Saudara dan teman (Amel, Bahar, Indah, Ratna

Puspitasari, Pria, Rizki, Rudi, Sageta dan Welly)

serta teman-temanku semester VIII E, dan

Page 7: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

vi

semua pihak yang telah memberikan bantuan,

dukungan dan doa.

4. Meli Andriyani yang senantiasa tanpa rasa

bosan selalu memberi motivasi.

5. Bapak Marsimin, Bapak Hoerun, Bapak Sagino,

Bapak Budi Sudarsono, Bapak Budiarjo, Bapak

Sujono, dan Bapak Tusiman yang telah

memberikan izin penelitian dan memberi

masukan serta motivasi.

Page 8: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis haturkan ke hadirat Allah Swt. Atas limpahan rahmat,

karunia, dan hidayahNya skripsi ini dapat penyusun selesaikan. Shalawat dan salam

semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Agung Muhamad SAW, kepada

kerabatnya, dan sahabat-sahabatnya serta pada umat islam lainnya.

Penulis menyadari, bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya

bantuan, dorongan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Drs. H. Supriyono, M.Pd. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo

yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis mengadakan

penelitian untuk penyusunan skripsi ini.

2. Drs. H. Hartono, M.M. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan izin dan

rekomendasi kepada penulis mengadakan penelitian dan dorongan sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Yuli Widiyono, M.Pd. selaku ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Jawa, yang telah memberikan perhatian, dorongan, mengarahkan,

memotivasi.

Page 9: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …
Page 10: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

ix

ABSTRAK

Setya Pambudi, Oki. Upaya Pelestarian Tradisi Baritan dalam Upacara Adat

Sedhekah Bumi di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen.

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bahasa Dan Sastra Jawa. Universitas

Muhammadiah Purworejo. 2014.

Tujuan penelitian ini adalah mendeskipsikan (1) Prosesi tradisi Baritan di Desa

Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen (2) Makna dan fungsi

Baritan bagi masyarakat Kedungwringin, Sempor, Kebumen (3) Isi cerita wayang

dalam tradisi Baritan di Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten

Kebumen (4) Ubarampe atau perlengkapan sesaji dan makna simbolik ubarampe

dalam tradisi Baritan.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai November 2013. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan pendekatan

etnografi. Sumber data penelitian ini berupa informasi dan dokumentasi yang

diperoleh dari narasumber yaitu para sesepuh, perangkat desa, dan masyarakat Desa

Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen. Teknik pengumpulan

data berupa observasi, wawancara dan dokumentasi. Instrumen dalam penelitian ini

yaitu handphone untuk merekam wawancara, dan kamera digital untuk mengambil

gambar dan merekam.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) Prosesi tradisi Baritan di desa

Kedungwringin yaitu (a) Praprosesi atau persiapan prosesi, (b) Prosesi atau jalannya

upacara tradisi Baritan, (c) Prosesi akhir. (2) Makna tradisi Baritan di desa

Kedungwringin adalah (a) Makna budaya, (b) Makna sosial, (c) Makna ekonomi, (d)

Makna politik; fungsi tradisi Baritan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah swt

yang telah memberikan rizki, keselamatan dan keamanan. (3) Isi cerita wayang dalam

tradisi Baritan mencertiakan perintah Sang Hyang Wenang kepada Bhatara Guru

untuk menyebar wiji isining jagad. (4) Ubarampe tradisi Baritan di desa

Kedungwringin di bagi menjadi : (a) ubarampe dalam prosesi pemendaman kepala

kambing, (b) ubarampe kenduri dalam tradisi Baritan, (c) ubarampe dalam

pertunjukan wayang.

Kata Kunci : Tradisi Baritan, Sedhekah Bumi

Page 11: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

x

ABSTRAK

Setya Pambudi, Oki. Upaya Pelestarian Tradisi Baritan dalam Upacara Adat

Sedhekah Bumi di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen.

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bahasa Dan Sastra Jawa. Universitas

Muhammadiah Purworejo. 2014.

Ancas panaliten inggih menika njlentrehaken (1) Ritual tradisi Baritan wonten

Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen (2) Makna lan

fungsi Baritan kagem masyarakat Kedungwringin, Sempor, Kebumen (3) Isi cariwos

ringgit wacucal tradisi Baritan wonten Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor,

Kabupaten Kebumen (4) Ubarampe lan makna simbolik wonten tradisi Baritan.

Panaliten menika dipuntin tindakaken milai sasi Maret dumugi November

2013. Metode ingkang dipun ginakaken wonten panaliten manika inggih punika

metode kualitatif, ngagem pola etnografi. Sumber data wonten panaliten menika

informasi lan dokumentasi ingkang kapendhet saking narasumber inggih punika para

sesepuh, perangkat desa, lan masyarakat Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor,

Kabupaten Kebumen. Teknik pangempalan data awujud observasi, wawancara lan

dokumentasi. Instrumen wonten panaliten punika inggih menika handphone kangge

ngrekam wawancara, lan kamera digital kangge mendhet gambar lan ngrekam.

Asil panaliten saget dipunsimpulaken: (1) Prosesi tradisi Baritan wonten desa

Kedungwringin menika (a) Praprosesi utawi persiapan prosesi, (b) Prosesi utawi

lampahipun upacara tradisi Baritan, (c) Prosesi pungkasan. (2) Makna tradisi Baritan

wonten desa Kedungwringin inggih punika (a) Makna budaya, (b) Makna sosial (c)

Makna ekonomi (d) Makna politik; fungsi tradisi Baritan menika kagem

ngawujudaken raos syukur dumateng Allah swt ingkang sampun maringi rejki,

keselarasan saha katentreman. (3) Isi cariyos ringgit wacucal wonten tradisi Baritan

nyariosaken dawuh Sang Hyang Wenang dumateng Bhatara Guru kangge nyebar wiji

isining jagad. (4) Ubarampe tradisi Baritan wonten desa Kedungwringin kaperang

dados : (a) Ubarampe wonten prosesi pamendaman mustaka mendha, (b) Ubarampe

kenduri wonten tradisi Baritan (c) Ubarampe wonten pagelaran ringgit wacucal.

Tembung Wos : : Tradisi Baritan, Sedhekah Bumi

Page 12: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... ii

PENGESAHAN ............................................................................................... iii

PERNYATAAN .............................................................................................. iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

ABSTRAK ....................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 3

B. Identifikasi Masalah .................................................................. 4

C. Pembatasan Masalah ................................................................. 4

D. Rumusan Masalah ..................................................................... 5

E. Tujuan Penelitian ...................................................................... 5

F. Manfaat Penelitian .................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KAJIAN TEORI ........................................ 7

A. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 7

B. Kajian Teori .............................................................................. 9

1. Kebudayaan...... ................................................................... 9

a. Pengertian Kebudayaan ................................................... 9

b. Wujud Kebudayaan ....................................................... 10

c. Unsur-unsur Kebudayaan .............................................. 11

d. Perubahan Budaya ......................................................... 12

2. Folklor ............................................................................... 13

a. Pengertian Folkor ......................................................... 13

b. Ciri-ciri Folklor ............................................................ 14

c. Bentuk Folklor .............................................................. 15

d. Fungsi Folklor .............................................................. 17

e. Sifat Folkor ................................................................... 17

3. Tradisi ............................................................................... 17

a. Bentuk Tradisi .............................................................. 18

b. Makna Tradisi atau Simbolisme ................................... 19

c. Fungsi Tradisi ............................................................... 20

d. Pelestarian Tradisi ........................................................ 21

4. Kesenian. ........................................................................... 22

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 25

Page 13: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

xii

A. Jenis Penelitian ........................................................................ 25

B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 26

C. Sumber Data dan Data. ........................................................... 26

D. Instrumen Penelitian................................................................ 27

E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 27

1. Observasi ............................................................................. 27

2. Wawancara .......................................................................... 29

2. Dokumentasi ........................................................................ 30

F. Teknik Analisis Data ............................................................... 30

1. Penelitian Pra Informan ....................................................... 30

2. Wawancara Terhadap Informan .......................................... 30

3. Penulisan Catatan Lapangan................................................ 30

4. Penelitian Etnografi ............................................................. 31

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN ................................. 32

A. Penyajian Data ........................................................................ 32

1. Deskripsi Wilayah ............................................................. 32

2. Deskripsi Data ................................................................... 38

B. Pembahasan Data .................................................................... 43

1. Prosesi Tradisi Baritan ..................................................... 43

2. Makna dan Fungsi Tradisi Baritan ................................... 57

3. Isi Cerita wayang Baritan ................................................. 63

4. Ubarampe dan Makna Simbolik Tradisi Baritan.............. 72

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 112

A. Simpulan ............................................................................... 112

B. Saran ...................................................................................... 116

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 117

LAMPIRAN .................................................................................................. 120

Page 14: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Waktu Penelitian.............................................................. 24

Page 15: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

GAMBAR 1. Prosesi Pemendaman Kepala Kambing ................................... 46

GAMBAR 2. Ki Dalang Membaca Kidung .................................................... 51

GAMBAR 3. Sambutan Kepala Desa ............................................................. 54

GAMBAR 4. Hansip dan Salah Satu Warga Membagi Penggel .................... 55

GAMBAR 5. Jejer Khayangan Junggring Salaka ........................................... 65

GAMBAR 6. Prabu Naga Dampalan Naik Khayangan Junggring Salaka ..... 66

GAMBAR 7. Jejer Mendang Kamulyan Prabu Srimapunggung Berpesta ..... 83

GAMBAR 8. Sesaji Kepala Kambing ............................................................ 74

GAMBAR 9. Rakan Terdiri dari Gembili, Senthe, Uwi dan Ketela ............... 75

GAMBAR 10. Kinangan .................................................................................. 76

GAMBAR 11. Pisang Raja ............................................................................... 77

GAMBAR 12. Aneka Sesaji Minuman ............................................................. 70

GAMBAR 13. Kembang Telon ......................................................................... 80

GAMBAR 14. Tumpeng Rasul ......................................................................... 82

GAMBAR 15. Ingkung ..................................................................................... 83

GAMBAR 16. Tompo ....................................................................................... 84

GAMBAR 17. Ambeng ..................................................................................... 85

GAMBAR 18. Kecambah ................................................................................. 86

GAMBAR 19. Jenang Abang dan Jenang Putih .............................................. 87

GAMBAR 20. Tiris ........................................................................................... 89

GAMBAR 21. Godhong Andhong, Wringin dan Ampel Gading ...................... 91

GAMBAR 22. Padi ........................................................................................... 92

GAMBAR 23. Jagung ...................................................................................... 94

GAMBAR 24. Tebu Wulung ............................................................................. 95

GAMBAR 25. Pala Pendem ............................................................................. 96

GAMBAR 26. Kacang Panjang ........................................................................ 97

GAMBAR 27. Cabe Merah............................................................................... 98

GAMBAR 28. Pethe ......................................................................................... 99

GAMBAR 29. Gula Batu ................................................................................ 100

GAMBAR 30. Minyak Fanbo ......................................................................... 102

GAMBAR 31. Jajan Pasar ............................................................................. 103

GAMBAR 32. Rokok Kreni ............................................................................ 104

GAMBAR 33. Parem Gadhung, Kaca Dan Sisir ........................................... 105

GAMBAR 34. Pane Lemah ............................................................................ 107

GAMBAR 35. Telur Ayam Kampung ............................................................ 108

GAMBAR 36. Godhong Dadap Srep ............................................................. 109

GAMBAR 37. Singkong Bakar ..................................................................... 110

Page 16: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Keputusan Pembimbing ................................................... 120

Lampiran 2. Kartu Bimbingan Skripsi .......................................................... 121

Lampiran 3. Izin Penelitian ............................................................................ 123

Lampiran 4. Surat Rekomendasi .................................................................... 124

Lampiran 5. Surat Pernyataan Telah Melakukan Penelitian .......................... 125

Lampiran 6. Surat Pernyataan Telah Melakukan Wawancara ....................... 126

Lampiran 7. Pedoman Wawancara ................................................................ 134

Lampiran 8. Daftar Pertanyaan ...................................................................... 145

Lampiran 9. Jadwal Penelitian ....................................................................... 136

Lampiran 10.Foto Copy Kartu Tanda Penduduk Informan ............................ 137

Lampiran 11.Catatan Lapangan ...................................................................... 145

Lampiran 12.Peta Jawa Tengah ...................................................................... 180

Lampiran 13.Peta Kabupaten Kebumen ......................................................... 181

Lampiran 14.Peta Kecamatan Sempor ............................................................ 182

Lampiran 15.Peta Desa Kedungwringin ......................................................... 183

Lampiran 16.Dokumentasi .............................................................................. 184

Lampiran 17.Daftar Istilah .............................................................................. 189

Page 17: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hasil pemikiran cipta dan karya manusia merupakan kebudayaan yang

berkembang pada masyarakat. Pikiran dan perbuatan yang dilakukan manusia

secara terus menerus pada akhirnya menjadi sebuah tradisi. Tradisi merupakan

gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama

dan dilaksanakan secara turun-temurun dari nenek moyang. Salah satu tradisi

yang biasanya dilakukan masyarakat Jawa adalah tradisi sedhekah bumi.

Tradisi sedhekah bumi berarti menyedekahi bumi atau niat bersedekah untuk

kesejahteraan bumi. Bersedekah sebagai bentuk dari ucapan syukur atas segala

nikmat yang telah diberikan Allah kepada masyarakat pendukungnya dengan

sebuah harapan agar kehidupan tetap aman dan dapat memberikan penghasilan

yang melimpah.

Kegiatan Upacara tradisi sedhekah bumi sudah lama dikenal dan

dilaksanakan oleh masyarakat Kedungwringin dan juga sejumlah masyarakat di

daerah lain. Upacara sedekah bumi di Desa Kedungwringin, di kenal dengan

sebutan Baritan. Baritan adalah salah satu bentuk upacara selamatan sedhekah

bumi yang dilaksanakan di bulan Syuro. Tradisi menyambut bulan Syuro

merupakan hal yang menjadi salah satu budaya penting bagi masyarakat Islam

Jawa. Menurut Sholikin (2009: 23) Bulan Syuro bagi masyarakat Jawa sebagai

penanggalan yang ditetapkan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma, yang

Page 18: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

2

kadang disebut sebagai penanggalan aboge. Tidak heran jika masyarakat

mengadakan upacara adat yang di dalamnya terdapat keunikan tersendiri.

Begitu juga pada acara Baritan terdapat keunikan diantaranya adalah

antusiasnya warga masyarakat dalam melestarikan tradisi Baritan, dalam

upacara Baritan diadakan pertunjukan wayang yang lakon Baritan, yang tidak

boleh diganti dengan lakon lainnya dan dalangnya selalu dalang turunan.

Selain itu, upacara Baritan selalu dilakukan pada hari Jum’at dan yang tidak

kalah menariknya adalah setelah proses semburan, masyarakat berebut hasil

bumi yang di gantung di sekeliling Baritan.

Namun dewasa ini mulai muncul permasalahan, yaitu bersamaan

dengan kemajuan teknologi informasi yang telah mengglobal mampu

membuka cakrawala pengetahuan dunia luar, yang dapat mempengaruhi tata

cara dalam kehidupan masyarakat. Salah satu diantaranya adalah sebagian

masyarakat tidak lagi mengetahui upacara adat, atau tidak mengetahui makna

dan fungsi upacara adat. Hal tersebut dikawatirkan akibatnya akan meluas

menyangkut budaya Jawa khususnya upacara adat sedhekah bumi Baritan.

Banyak hal yang menjadi penyebab orang meninggalkan prosesi ritual atau

selamatan yang telah dilakukan secara turun-menurun itu. Salah satu adalah

transfer prosesi ritual tidak diikuti dengan penjelasan maksud dan tujuan serta

simbil-simbol yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian orang tua

mengenalkan tradisi ritual sebatas kulitnya saja. Akibatnya, generasi ini

menganggap bahwa prosesi ritual menjadi semacam acara yang tidak memiliki

makna apa-apa bahkan terkesan ribet atau merepotkan.

Page 19: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

3

Berangkat dari permasalahan di atas, maka perlu kiranya adanya

penelitian tentang salah satu bentuk ungkapan budaya daerah yang masih

dilakukan sekelompok masyarakat yang terkait upacara tradisional yang patut

dilestarikan agar tidak terjadi pergeseran makna dan hilang ditelan oleh

kemajuan zaman. Adapun penulis tertarik untuk meneliti prosesi, makna,

fungsi, isi cerita dan simbol-simbol pada upacara Baritan yang ditulis dalam

penelitian dengan judul “ Upaya Pelestarian Baritan dalam Upacara Sedhekah

Bumi di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan sebagai

berikut:

1.Antusias warga masyarakat dalam prosesi upacara Baritan.

2.Banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui mengenai makna, fungsi dan

perlengkapan sesaji dalam upacara tradisi Baritan.

3.Bentuk prosesi tradisi Baritan di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor

Kabupaten Kebumen.

4.Makna dan fungsi serta perlengkapan sesaji tradisi Baritan di Desa

Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen.

5.Banyaknya masyarakat yang tidak mengerti isi cerita wayang dalam upacara

Baritan di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen.

Page 20: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

4

C. Pembatasan Masalah

Untuk lebih mengarahkan pada penelitian ini, maka perlu dibatasi

ruang lingkup pembahasannya. Adapun batasan dalam penelitian ini adalah

pembahasannya hanya berkisar pada deskritif upacara adat Baritan yang

meliputi: Prosesi, makna, fungsi, isi cerita dan perlengkapan sesaji serta makna

simbolik dalam tradisi Baritan di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor

Kabupaten Kebumen.

D.Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang di atas, peneliti merumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1.Bagaimana prosesi tradisi Baritan di Desa Kedungwringin Kecamatan

Sempor Kabupaten Kebumen?

2.Apa makna dan fungsi Baritan bagi masyarakat Kedungwringin, Sempor,

Kebumen?

3.Bagaimana isi cerita wayang dalam tradisi Baritan di Desa Kedungwringin,

Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen?

4.Apa saja ubarampe atau perlengkapan sesaji dan makna simbolik ubarampe

dalam tradisi Baritan?

E.Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini ditujukan untuk meneliti upacara adat

Sedhekah Bumi Baritan. Namun jika diperinci lebih khususnya lagi seperti ini:

Tujuan dari penelitian ini adalah

Page 21: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

5

1.Mendeskripsikan prosesi tradisi Baritan di Desa Kedungwringin,

Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen.

2.Mendeskripsikan makna dan fungsi yang terkandung dalam tradisi upacara

Baritan.

3.Menjelaskan isi cerita wayang dalam upacara tradisi Baritan di Desa

Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen.

4.Menjelaskan ubarampe yang terdapat dalam tradisi Baritan di Desa

Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen.

F. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat

memberi manfaat antara lain :

a.Manfaat Teoritis penelitian ini adalah :

a. Sebagai pengembangan kasanah mata kuliah folklor Jawa, metodologi

penelitian kebudayaan dan Sastra perbandingan.

b.Sebagai pertimbangan dan masukan bagi masyarakat setempat dalam

memahami upacara Baritan

c. Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan informasi bagi mahasiswa

bahasa Jawa khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.

d.Memperluas cakrawala tentang upacara adat dan budaya tradisional

Indonesia.

Page 22: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

6

b.Secara Praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :

a. Bagi penulis, dapat memperoleh pengalaman langsung dari hasil observasi

yang dilakukaan,Sehingga menambah pengetahuan dalam hal upacara

adat khususnya upacara adat Baritan.

b.Bagi masyarakat Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten

Kebumen hasil penelitian ini bisa memberi kesadaran akan makna,

fungsi, isi cerita wayang serta makna simbolik dalam upacara tradisi

Baritan.

Page 23: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan pengamatan penulis, kajian tentang upacara atau tradisi

sudah banyak yang menulis, tetapi kajian yang membahas secara khusus

tentang upacara adat sedhekah bumi Baritan di desa Kedungwringin, Sempor,

Kebumen belum ada yang membahasnya. Namun, ada beberapa karya tulis

yang membahasnya. Adapun karya tulis tersebut antara lain:

Upacara Sedhekah Bumi di Kebumen (Kajian Akulturasi terhadap

Nilai-nilai Islam dan Budaya Lokal di Desa Jatiroto Kecamatan Buayan).

Tulisan ini merupakan karya ilmiah yang disusun oleh Imam Ashari dari

Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2001, mengenai

upacara Sedhekah Bumi di Kebumen serta nilai-nilai islam yang terkandung di

dalam upacara dan relevansinya dalam kehidupan masyaraskat.

Persamaan penelitian karya ilmiah saya dengan penelitan yang

disusun oleh Imam Ashari yang berjudul Upacara Sedhekah Bumi di Kebumen

(Kajian Akulturasi terhadap Nilai-nilai Islam dan Budaya Lokal di Desa

Jatiroto Kecamatan Buayan) adalah sama-sama meneliti upacara tradisi

sedhekah bumi di daerah Kebumen.

Perbedaannya dengan Upacara Sedhekah Bumi di Kebumen (Kajian

Akulturasi terhadap Nilai-nilai Islam dan Budaya Lokal di Desa Jatiroto

Kecamatan Buayan) adalah dalam penelitian ini menbahas nilai-nilai Islam

yang terkandung dalam upacara sedhekah bumi. Nilai-nilai Islam diantaranya

Page 24: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

8

adalah adanya tahlil, dizkir dan sodakoh, sedangkan penelitian yang saya kaji

mengenai prosesi, makna, fungsi, isi cerita wayang dan ubarampe dalam

sedhekah bumi Baritan.

Upacara Tradisi Suran Mbah Demang di Desa Banyuraden,

Gamping, Sleman Yogyakarta. Tulisan ini merupakan karya ilmiah yang

disusun oleh Maskhuin fauzi dari Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta tahun 2009, mengenai tradisi suran di makam Mbah Demang di

Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Persamaan sama-sama meneliti

Tradisi Suran. Perbedaannya dalam penelitian yang disusun oleh Maskhuin

Fauzi menganalisis kegiatan pelaksanaan upacara suran dan nilai-nilai islam

yang terkandung di dalam kegiatan upacara tradisi suran Mbah Demang. Serta

menjelaskan Mbah Demang sebagai pendiri desa Banyuraden, Gamping,

Sleman Yogyakarta. Mbah Demang adalah seorang anak yang dulunya nakal,

kemudian di titipkan kepada ki Demang dan melakukan olah prihatin sehingga

menjadi orang yang sakti. Setelah sakti Mbah Demang mendirikan desa

Banyuraden, Gamping, Sleman Yogyakarta.

Tradisi Upacara Merti Dusun di Dusun Mantup, Batureno,

Banguntapan, Bantul ( Studi Persepektif Pergeseran Tradisi). Tulisan ini

merupakan karya ilmiah yang disusun oleh Hamzah Safi’i Saifuddin Fakultas

Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2009. Persamaan dengan

penelitian ini adalah sama-sama meneliti tradisi upacara adat. Perbedaannya

dalam Skripsi ini mengkaji upacara adat Merti Dusun, asal-usul upacara Merti

Dusun Mantup dan mengapa terjadi pergeseran makna dalam masyarakat.

Page 25: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

9

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, penelitian ini akan membahas

upacara Baritan objek penelitian yang penulis lakukan. Setelah penulis mencari

informasi dan mengadakan pengamatan di lapangan tentang objek penelitian

tersebut, menyatakan bahwa objek yang hendak diteliti belum pernah diteliti,

maka penulis mengadakan penelitian dengan mencoba mengungkap makna,

fungsi, isi cerita wayang dan ubarampe yang terkandung dalam upacara

Baritan dan peran serta masyarakat Kedungwringin pada khususnya dalam

pelaksanaan upacara Baritan. Sehingga diharapkan dari penelitian ini dapat

berguna sebagai bahan masukan mengenai budaya-budaya yang tumbuh dalam

masyarakat.

B. Kajian Teori

1). Kebudayaan

a. Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan berasal dari perkataan Latin “Colere” yang berarti

mengolah, mengerjakan menyuburkan dan menbembangkan, terutama

mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti berkembanglah arti culture

sebagai “segala daya dan aktifitas manusia untuk mengolah dan mengubah

alam”. Widagdho (2010: 18)

Dilihat dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa

Sansekerta “buddayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi

atau akal. Di dalam masyarakat kebudayaan sering diartikan sebagai the

general body of the arts, yang meliputi seni sastra, seni musik, seni pahat,

seni rupa, pengetahun filsafat atau bagian-bagiaan yang indah dari kehidupan

Page 26: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

10

manusia. Koentjaraningrat dalam Widhagdho (2010: 19) mengatakan

kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan

yang teratur oleh tatakelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar yang

semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.

Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Sutardjo (2010: 12) mengatakan

bahwa budaya berasal dari budi ‘jiwa manusia yang telah masuk. Terdiri dari

(1) Cipta ( buah pikiran atau ilmu pengetahuan. Filsafat, pendidikan dan

pengajaran). (2) Rasa ( buah perasaan atau sifat keindahan dan keluhuran

batin, kesenian, adat-istiadat, keadilan dan sebagainya). (3) Karsa (buah

kemauan atau semua sifat perbuatan dan buatan manusia).

Dari pengertian di atas dapatdisimpulkan bahwa kebudayaan adalah

hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup. Segala sesuatu

yang diciptakan oleh manusia baik yang kongkrit maupun abstrak, itulah

kebudayaan.

b. Wujud Kebudayaan

Koentjaraningrat (2009: 150) berpendapat bahwa kebudayaan itu

mempunyai paling sedikit tiga wujud, ialah:

a. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek dari ide, gagasan,

nilai, norma, peraturan dan sebagainya.

b. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas serta

tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Dari ketiga wujud kebudayaan yang terurai di atas dapat disimpulkan

bahwa ketiga wujud dalam kehidupan masyarakat tidak dapat terpisah, saling

berkaitan antara satu dengan lainnya. Kebudayaan dan adat-istiadat mengatur

Page 27: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

11

mengatur dan memberi arah kepada manusia. Baik pikiran-pikiran dan ide-

ide, maupun tindakan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda

kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suatu

lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari

lingkungan alaminya sehingga mempengaruhi pola-pola perbuatannya,

bahkan cara berfikirnya.

Berdasarkan wujudnya tradisi Baritan di Desa Kedungwringin,

Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen termasuk dalam wujud kebudayaan

sebagai suatu komplek aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam

masyarakat.

c. Unsur-unsur Kebudayaan

Ada beberapa unsur kebudayaan diantaranya adalah bahasa, sistem

pengetahuan, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian

hidup, sistem rekigi, dan kesenian. Unsur-unsur tadi bersifat universal, artinya

dapat ditemukan di dalam semua kebudayaan dari semua bangsa dimanapun

di dunia. Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu menjelma dalam

ketiga wujud kebudayaan terurai di atas, yaitu wujud berupa sistem budaya,

berupa sistem sosial, dan berupa unsur-unsur kebudayaan fisik. Misalnya

unsur universal kesenian yang dapat berupa gagasan, pikiran, cerita dan syair

yang indah. Namun kesenian juga dapat berwujud tindakan-tindakan interaksi

berpola antara seniman, seniman penyelenggara, penonton dan konsumen

hasil kesenian; tetapi kesenian juga berupa benda-benda indah, candi dan

kerajinan tangan.

Page 28: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

12

Kesimpulan yang didapat bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi

manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup. Segala sesuatu yang

diciptakan oleh manusia baik yang kongkrit maupun abstrak, itulah

kebudayaan. Dapat juga diartikan kebudayaan adalah hasil cipta manusia

dengan menggunakan dan menyertakan segenap potensi batin yang

dimilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, seni, moral,

adat-istiadat dan sebagainya. Tradisi upacra mengandung arti serangkaian

tindakan dan perbutan yang terletak pada aturan-aturan tertentu menurut adat

dan agama. Serangkaian tindakan yang ada dalam rangkaian upacara tersebut

diwariskan dari generasi ke generasi secara turun-menurun. Kebiasaan yang

diwariskan mencangkup nilai budaya, seperti adat-istiadat, sistem

masyarakat, sistem kepercayaan, dan sebagainya. Seperti halnya kebudayaan

yang terus ada di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten

Kebumen yaitu tradisi Baritan dalam upacara adat sedhekah bumi yang sudah

lama dan masih terus diadakan.

d. Perubahan Budaya

Perubahan kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan

keniscayaan yang tidak dapat di helakan. Masyarakat tidak pernah statis

selalu dinamis berubah dari satu keadaan ke keadaan yang disebabkan oleh

beberapa faktor. Salah satu faktor diantaranya adalah proses enkulturasi.

Menurut Koentjaraningrat (2009: 189) Proses enkulturasi adalah proses

seseorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta

Page 29: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

13

sikapnya dengan adat, sistem norma dan peraturan yang hidup dalam

kebudayaannya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan dalam tradisi

Baritan masyarakat Desa Kedungwringin menggunakan proses enkulturasi.

Proses enkulturasi sudah dimulai sejak kecil dalam alam pikiran suatu

masyarakat, dengan mengamati dan meniru berbagai tindakan terus-menerus

sehingga timbul rasa untuk membudidayakan atau melestarikan. Terkait

dengan hal ini, adanya proses enkulturasi dapat membentengi esistensi tradisi

Baritan di era globalisasi.

2). Folkor

a. Pengertian Folklor

Foklor berasal dari kata majemuk bahasa inggris folklore, yang

terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti kolektif atau kebersamaan.

Kata lore berarti tradisi yang diwariskan turun temurun. Menurut Dananjaya

dalam Purwadi (2009: 1) mendefinisikan folklore sebagai tradisi kolektif

sebuah bangsa yang disebarkan dalam bentuk lesan maupun gerak isyarat,

sehingga tetap berkesinambungan dari generasi ke generasi.

Folklor menurut Brunfand dalam Purwadi (2009: 2) adalah sebagian

dari kebudayaan suatu masyarakat yang tersebar dan diwariskan turun

temurun secara kolektif dan secara tradisional dalam versi yang berbeda baik

dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat

pembantu pengingat.

Page 30: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

14

Folklor sering diidentikkan dengan tradisi dan kesenian yang

berkembang pada zaman sejarah dan telah menyatu dalam kehidupan

masyarakat. Di dalam masyarakat indonesia, setiap daerah, kelompok, etnis,

suku, bangsa, golongan agama msing-masing telah mengembangkan

folklornya sendiri-sendiri sehingga di indonesia terdapat aneka ragam

folklore. Folklor ialah kebudayaan manusia (kolektif) yang diwariskan secara

turun-temurun, baik dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat atau alat

pembantu pengingat Danandjaja dalam Cokrowinoto (1984: 2). Dapat juga

diartikan Folklor adalah adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat yang

diwariskan secara turun-temurun, dan tidak dibukukan merupakan

kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun.

Berdasarkan pengertian folklor di atas dapat disimpulkan folklor

yang terdapat pada tradisi Baritan dalam upacara adat sedhekah bumi

termasuk dalam adat-istiadat (tradisi) yang di dalamnya terdapat ritual,

disertai gerak atau upacara pelaksanaan dan isyarat yang berupa simbol.

b. Ciri-Ciri Folklor

Agar dapat membedakan antara folklor dengan kebudayaan lainnya,

harus diketahui ciri-ciri utama folklor. Folklor memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

(a). Bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap

atau dalam bentuk standar, (b). Berkembang dalam versi yang berbeda-beda,

hal ini disebabkan penyebarannya secara lisan sehingga folklor mudah

mengalami perubahan. Akan tetapi, bentuk dan dasarnya tetap bertahan, (c).

Page 31: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

15

Bersifat anonim, artinya pembuatnya sudah tidak diketahui lagi orangnya. (d).

Biasanya memiliki bentuk berpola. Kata-kata pembukanya misalnya. Menurut

sahibil hikayat (menurut yang empunya cerita) atau pada bahasa Jawa

misalnya dimulai dengan kalimat anuju sawijining dina (pada suatu hari). (e).

Mempunyai manfaat dalam kehidupan kolektif. Cerita rakyat misalnya

berguna sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan cerminan

keinginan terpendam. (f). Bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri

yang tidak sesuai dengan logika umum. (g). Menjadi milik bersama

(colektive) dari masyarakat tertentu.(h). Pada umumnya bersifat lugu atau

polos sehingga seringkali kelihatannya kasar atau terlalu sopan.

c. Bentuk Folklor

Danandjaja dalam Cokroaminoto (1986: 3-4) menyatakan bahwa

folkor mempunyai tiga kelompok besar, yaitu : folklor lisan, folklor bukan

lisan, dan sebagian lisan.

1. Folklor Lisan

Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya murni lesan. Bentuk-

bentuk yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah : (a). Bahasa rakyat

seperti logat bahasa (dialek), slang, bahasa tabu, otomatis; (b). Ungkapan

tradisional seperti peribahasa dan sindiran; (c). Pertanyaan tradisional yang

dikenal sebagai teka-teki; (d). Sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan

syair; (e). Cerita prosa rakyat, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke dalam tiga

golongan besar, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folkale),

seperti: Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro jonggrang dari Jawa Tengah,

Page 32: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

16

dan Prana serta Layonsari dari Bali; (f). Nyanyian rakyat, seperti “Jali-jali”

dari Betawi.

2. Folklor Sebagian Lisan

Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan

campuran unsur lisan dan bukan lisan. Bentuk yang termasuk folklor

sebagian lisan adalah : (a). kepercayaan dan takhayul (b). Permainan dan

hiburan rakyat setempat (c). Teater rakyat, seperti lenong, ketoprak, dan

ludruk (d). Tari rakyat seperti tayuban, turun tanah, doger, jaran kepang, dan

ronggeng. (e). Adat kebiasan, seperti pesta selamatan, dan khitanan (f).

Upacara tradisional seperti tingkeban, turun tanah, dan temu manten (g).

Pesta rakyat tradisional seperti bersih desa dan meruat

3. Folklor Bukan Lisan

Folklor bukan lisan, adalah folklor yang bentuknya bukan lisan,

walaupun pembuatannya dijadikan secara lisan, Misalnya : (a). Arsitektur

bangunan rumah yang tradisional, seperti Joglo di Jawa, rumah Gadang di

Minangkabau, rumah Beteng di Kalimantan, dan Honai di Papua. (b). Seni

kerajinan tangan tradisional (c). Pakaian tradisional (d). Obat-obatan rakyat

(e). Alat-alat musik tradisional. (f). Peralatan dan senjata yang khas

tradisional.

Berdasarkan bentuknya tradisi Baritan dalam upacara adat sedhekah

bumi di Desa Kedungwringin, Sempor, Kebumen adalah folklor sebagian

lisan karena termasuk pesta rakyat tradisional.

Page 33: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

17

d. Fungsi Folklor

Folklor berfungsi sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat

pencerminan angan-angan suatu kolektif. Selain itu berfungsi sebagai alat

pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, sebagai alat

pendidik anak dan sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma

masyarakat akan selalu dipenuhi anggota kolektifnya.

e. Sifat Folklor

Folklor yang baik mempunyai salah satu dari tujuh macam sifat ialah

menurut Ny.Yoharni dalam Cokrowinoto (1986: 5).Bersifat didaktif,

bersifat kepahlwanan, bersifat keagamaan, bersifat pemujaan, bersifat adat,

bersifat sejarah, dan bersifat humoris.

Dari pernyataan di tersebut dapat dinyatakan tradisi Baritan di Desa

Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen termasuk folklor

sebagian lisan karena merupakan upacara rakyat, adat-isitadat, dan

kepercayaan yang bentuknya merupakan unsur lisan dan bukan lisan.

3. Tradisi

Tradisi adalah kebiasaan yang masih dilakukan secara turun-temurun

oleh masyarakat. Adat istiadat atau tradisi, adalah merupakan sistem nilai dari

suatu pranata-sosial yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

(Purwadi, 2012: 3). Tradisi dalam bahasa latin “traditio” yang artinya

diteruskan atau kebiasaan. Setiap masyarakat mempunyai tradisi. Tradisi

tersebut ada yang msih berlangsung sampai sekarang ada juga yang hilang di

telan zaman. Upacara tradisi merupakan perwujudan bagian tradisi masyarakat

Page 34: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

18

yang sesunguuhnya merupakan implementasi kebudayaan dari satu masyarakat

(Wasino, 2009: 1).

Menurut Koentjaraningrat (2004: 347-348) upacara selamatan atau

tradisi dapat digolongkan menjadi enam macam sesuai dengan peristiwa atau

kejadian dalam kehidupan sehari-hari yaitu selamatandalam rangka lingkaran

hidup seseorang, seperti hamil tujuh bulan, penggarapan tanah, upacara

menusut telinga, sunat, kenatian dan setelah kematian. Selamatan yang

berkaitan dengan bersih desa, pertanian dan setelah panan padi. Selamatan

yang berhubungan dengan hari (bulan besar Islam), selamatan pada saat-saat

tertentu, misal perjalanan jauh, menempati rumah baru, (ngruwat), janji kalau

sudah sembuh dari sakit (kaul), dan lain-lain.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah

sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan

suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara kebudayaan, waktu

atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adanya informasi

yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena

tanpa adanya ini, sesuatu tradisi dapat punah.

a. Bentuk Tradisi

Menurut Koentjaraningrat (2009: 151) salah satu wujud

kebudayaan adalah sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola

dari manusia dalam masyarakat. Wujud tersebut adalah sistem sosial,

mengenai tindakan dari berpola pada manusia itu sendiri. Sistem sosial ini

terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, saling berhubungan

Page 35: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

19

dan bergaul satu sama lain, dari hari ke hari, dan tahun ke tahun selalu

menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan tata adat kelakuan.

Berdasarkan pendatat diatas tradisi Baritan yang ada pada

masyarakat Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen

adalah sistem sosial yang telah tumbuh dalam diri masyarakat sehingga

membentuk suatu adat kebiasaan. Tradisi Baritan di Desa Kedungwringin

Sempor Kebumen merupakan tradisi selamatan yang dilaksanakan oleh

seluruh warga masyarakat sebagai wujud terima kasih kepada sang pencipta

kepada atas melimpahnya hasil bumi. Prosesi tradisi Baritan dimulai dengan

musyawarah perangkat desa membentuk panitia tradisi Baritan, iuran warga

masyarakat, penyembelehan kambing kendit , perincian pendapatan dan

pengeluaran prosesi tradisi Baritan kemudian di akhiri dengan pagelarran

wayang kulit.

b. Makna Tradisi atau Simbolisme

Tradisi pada dasarnya di bagi menjadi dua cabang, yaitu tradisi

lisan dan tradisi tertulis. Akan tetapi keduanya saling melengkapi antara satu

dengan yang lain. Sebab orang Jawa jika hendak mengungkapkan sesuatu

tidak langsung dengan apa yang dituju, neggunakan simbol dan lain-lain.

Setiap tradisi pasti memiliki makna yang tersendiri yang tak semua orang

dapat mengerti dan memahaminya. Begitu banyak tradisi yang ada pada

masyarakat Jawa, seperti sedhekah bumi, tujuh bulan, acara setelah kematian.

Makna yang terkandung dalam sedhekah bumi yaitu wujud terima kasih

Page 36: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

20

masyarakat desa atas hasil panen atau hasil alam yang telah di berikan pada

masyarakat selama satu tahun.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa orang

Jawa dalam mengungkapkan sesuatu tidak harus dengan sebuah kata yang

lugas, akan tetapi melalui simbol-simbol. Begitu juga seperti yang ada pada

tradisi Baritan menggunakan simbol-simbol yang pasti mempunyai makna

tersendiri.

c. Fungsi Tradisi

Tradisi pada dasarnya berfungsi sebagai bentuk kebersamaan

antara masyarakat sebagai bentuk kebersamaan. Karena tradisi itu di ikuti

oleh seluruh masyarakat desa, ini menggambarkan sebuah sikap gotong

royong dalam masyarakat sebagai wujud solidaritas sesama masyarakat desa.

Selain itu fungsi tradisi lainnya adalah sebagai sebuah bentuk rasa syukur

para petani atas melimpahnya panen raya yang terjadi di wilayah ini. Sebagai

ucapan rasa syukur ini diwujudkan dengan upacara tradisi slametan yang

dilakukan satu kampung untuk melimpahnya panen raya yang terjadi pada

setiap tahun. (Wasino, 2009: 100)

Adat orang Jawa biasanya mengadakan upacara selamatan atau

sedhekah bumi. Sedhekah bumi adalah salah satu bentuk ritual tradisional

masyarakat di pulau Jawa yang sudah berlangsung turun-temurun dari nenek

moyang Jawa terdahulu. Ritual sedhekah bumi ini biasanya dilakukan oleh

para petani, nelayan yang menggantungkan hidup keluargan dan sanak famili

mereka dari mengais rejeki dan memanfaatkan kekayaan alam yang di bumi.

Page 37: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

21

Bagi masyarakat Jawa khususnya para kaum petani dan para nelayan, tradisi

tahunan semacam sedhekah bumi, bukan hanya sebagai rutinitas atau ritual

yang sifatnya tahunan belaka. Akan tetapi tradisi sedhekah bumi mempunyai

makna lebih dari pada itu, upacara tradisi sedhekah bumi ini sudah menjadi

bagian dari masyarakat yang tidak mampu dipisahkan dari budaya Jawa.

Sedhekah bumi di tiap daerah yang satu dan lainya pasti berbeda-

beda, mulai dari namanya, cara pelaksanaanya, waktu dan tempat dilakukan

upacara. Itu sama seperti pada masyarakat Desa Kedungwringin, Kecamatan

Sempor, Kabupaten Kebumen. Masyarakat dalam menyebut sedhekah bumi

adalah Baritan, ini dilaksanakan setiap tahun sekali pada bulan Muharom

(Syuro), dan pada hari Jum’at. Istilah Baritan berasal dari bahasa Jawa “bar

rit-ritan” berarti setelah panen padi. Baritan merupakan ungkapan rasa syukur

masyarakat desa Kedungwringin atas nikmat dan karunianya sepanjang satu

tahun yang telah diberikan. Sebagai ucapan terima kasih masyarakat desa

Kedungwringin melaksanakan upacara tradisi Baritan yang sudah turun-

temurun dari nenek moyang. Biasanya dalam upacara ini di adakan

pertunjukan kesenian wayang, yang mengangkat lakon atau cerita Baritan.

d. Pelestarian Tradisi

Pelestarian adalah suatu proses atau teknik yang di dasarkan pada

kebutuhan individu itu sendiri. Kelestarian tidak dapat berdiri sendiri, oleh

karena itu perlu dikembangkan pula. Melestarikan kebudayaan pun dengan

cara mendalami atau paling tidak mengetahui tentang budaya itu sendiri.

Mempertahankan nilai budaya, salah satu dengan mengembangkan seni

Page 38: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

22

budaya tersebut disertai dengan keadaan yang kita alami sekarang ini. Yang

bertujuan menguatkan nilai-nilai budayanya. Filosofi pelestarian didasarkan

pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada

masa yang telah lewat namun memiliki arti penting bagi generasi selanjutnya.

Tidakah pelestarian yang dimaksud guna menjaga karya seni sebagai

kesakian sejarah, kerap kali berbenturan dengan kepentingan lain, khususnya

dalam kegiatan pembangunan. Mengungkapkan bahwa hal ini

menggambarkan begitu kompleksnya masalah yang ada dalam aktivitas

pelestarian.

Melalui kajian historis terhadap peristiwa-peristiwa penting di

masa lampau,kita yang hidup sekarang bisa mempelajari pola tingkah laku

(behaviolal patterns) manusia dan menganalisisnya demi kepentingan hidup

kita sekarang dan masa-masa selanjutnya. Sejarah eksistensi sebuah

peradaban tidak hanya dapat ditelusuri lewat historigrafi ataupun catatan

aktivitas perjuangan masyarakatnya. Selain misalnya memerinci kajian

geologisnya, masih banyak saksi bisu lainnya yang bisa menceritakan

perjalanan masa lalu sebuah kota, terutama ketika kota tersebut mengalami

kejayaan. Salah satu saksi bisu adalah bangunan-bangunan tua, yang banyak

diantaranya menyimpan catatan sejarah autentik.

4. Kesenian

Kesenian diambil dari kata seni yang berarti proses dari manusia

(menciptakan) atau intisari ekspresi dari kreativitas yang mengandung unsur

keindahan dan keelokan, orang yang menciptakan sebuah kreativitas seni

Page 39: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

23

disebut Seniman. Kesenian adalah salah satu penyangga kebudayaan, dan

berkembang menurut kondisi dari kebudayaan itu. Kesenian tidak pernah

berdiri lepas dari masyarakat. Sebagai salah satu bagian yang terpenting dari

kebudayaan, kesenian merupakan kreativitas dari kebudayaan dan pada

dasarnya berbentuk kesenian dianggap berasal dari ritual. Seni memang tidak

bisa diukur dengan parameter karena seni sulit untuk dijelaskan dan sulit

dinilai, karena manusia memiliki penilaian tentang seni itu sendiri dan Seni

juga bisa dikatakan proses atau produk dari memilih medium dan suatu set

peraturan untuk penggunaan medium tersebut. Jadi kesenian adalah bagian dari

kebudayaan yang ada hubungannya dengan unsur keindahan dan Keelokan,

Unsur itu adanya dalam batin dipikiran manusia yang termasuk unsur

keindahan itu dan bisa juga proses penciptaan unsur-unsur yang membuat hati

senang, puas buat melengkapi sisi batin kehidupan manuasia.

Karena bagi masyarakat, pertunjukan wayang itu mengandung

konsepsi yang digunakan sebagai salah satu pedoman sikap dan perbutan dari

kelompok masyarakat tertentu. Konsepsi-konsepsi tersebut tersusun menjadi

sistem nilai budaya yang yang tersirat dalam pagelaran wayang. Dalam

pertunjukan wayang menggambarkan aneka ragam sikap hidup manusia seperti

yang dirasakan oleh orang Jawa, meskipun keanekaragaman itu diatur dengan

jelas, oleh dikotomi-dikotomi yang nyata. Misal ada pemisah fundamaental

antara kiri dan kanan, baik, buruk dan sebagainya yang pada dasarnya timbul

dari adanya dualitas yang nyata dalam alam semesta. Semua itu saling

melengkapi satu dengan lainnya.

Page 40: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

24

Pertunjukan wayang purwa dengan sumber epos Ramayana dan

Mahabarata sejak masa lampau dapat dimanfaatkan untuk berbagai

kepentingan, artinya dapat digunakan oleh siapa saja dan dapat digunakan

sebagai sarana apapun. Secara luwes wayang bisa menjadi media dakwah suatu

agama, pembinaan moral, berkampanye, kritik sosial, menyampaikan pesan-

pesan tertentu, memotivasi semangat masyarakat dan lain sebagainya.

Pertunjukan wayang sebagai bahasa simbol mengenai hidup dan kehidupan

manusia, serta merupakan salah satu unsur kebudayaan yang tinggi dan sangat

berharga untuk dipelajari dengan seksama. (Sutardjo, 2006: 48)

Begitu juga dengan pertunjukan wayang pada upacara tradisi Baritan

di desa Kedungwringin, kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen yang

mengangkat lakon Baritan. Lakon Baritan adalah suatu lakon yang berisi cerita

tentang Dewi Sri sebagai dewa padi. Karena orang Jawa menyakini bahwa

Dewi Sri adalah dewa padi. Dewa pembawa berkah dalam bidang pertanian

(Endraswara, 2010: 204).

Dalam penelitian ini penulis mencoba memaparkan prosesi upacara,

alasan apa yang mendasari lakon pertunjukan wayang, makna, fungsi, jenis

uborampe, makna ubarampe serta isi dari cerita atau lakon Baritan.

Page 41: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif, dengan pendekatan etnografi. Dimana penelitian ini lebih cenderung

pada pemaparan hasil. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti

sendiri. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dalam bentuk tertulis maupun

lisan. Menurut (Koentjaraningrat, 2009: 252) Etnografi adalah suatu deskripsi

mengenai kebudayaan suatu suku bangsa. Etnografi berasal dari kata ethno

(suku bangsa) dan grapho (tulisan), yang secara luas diartikan sebagai catatan,

tulisan mengenai suku-suku bangsa. Penelitian Etnografi (budaya) merupakan

metode yang banyak dilakukan dalam bidang antropologi terutama yang

berhubungan dengan setting budaya. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskrisipkan tentang budaya masyarakat dalam bentuk cara berfikir, cara

hidup, adat, berperilaku, bersosial.

Untuk dapat memperoleh data digunakan teknik pengumpulan data.

Teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi atau pengamatan,

wawancara berupa rekaman, serta dokumentasi berupa foto dalam prosesi

tradisi Baritan dalam upacara adat sedhekah bumi di Desa Kedungwringin

Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen.

Page 42: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

26

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi yang di jadikan penelitian dalam penelitian ini berada di Desa

Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen.

Tabel I Jadwal Kegiatan Penelitian

No

Keterangan

Bulan/ Minggu

Maret April Mei Juni Juli Agustus

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Observasi

2 Pengajuan

proposal

3 Pelaksanaan

penelitian

4 Pengumpulan

data

5 Penyusunan

laporan

C. Sumber Data dan Data

Menurut Lofland (1984: 47) dalam Moleong (2012: 157) sumber

data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya

adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Sumber yang diperoleh dalam penelitian ini adalah informasi dari

narasumber yaitu dari observasi dan wawancara dengan informan. Peneliti

memilih informan yang mempunyai pengetahuan dan informasi tentang

fenomena yang sedang diteliti. Walau bagaimanapun, penelitian kualiktif tetap

di hadapkan pada orang-orang yang dapat mengungkapkan informasi dari

Page 43: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

27

orang itu bisa sedikit dan bisa banyak, bisa homogen, sifatnya dan

karakteristiknya, bisa juga berbeda. Oleh karena itu penelitian kualikatif tetap

dihadapkan pada pilihan untuk menentukan orang yang akan dijadikan

informan.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan untuk

mendapatkan hasil yang memuaskan di perlukan narasumber yang menguasai

tradisi Baritan, seperti: sesepuh, perangkat desa, dan anggota pelaksana tradisi

Baritan. Selain itu data diperoleh melalui pengambilan gambar pada saat

prosesi tradisi Baritan dalam upacara sedhekah bumi di Desa Kedungwringin

Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yamg digunakan oleh

peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya

lebih baik (Arikunto,2010: 203).

Intrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah alat tulis untuk

mencatat hal-hal yang penting ditemukan dalam proses pengumpulan data,

wawancara, serta tape rekorder dan kamera yang digunakan untuk mengambil

gambar pada proses penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa bagian dalam melakukan pengumpulan data,

diantaranya adalah sebagai berikut:

Page 44: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

28

1.Observasi

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara langsung

terhadap suatu objek yang akan diteliti. Alasan peneliti melakukan observasi

adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk

menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan

untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran tersebut.

Menurut Bungin (2007: 115) dalam Noor (2013: 115) berpendapat

beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif,

yaitu observasi partisipasi, tidak terstuktur, dan observasi kelompok. (a).

Observasi partisipasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan

untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan

dimana observer atau peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian

responden. (b). Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang dilakukan

tanpa menggunakan pedoman observasi. Dalam penelitian ini penelitian

atau pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya data

mengamati sebuah objek. (c). Observasi kelompok adalah observasi yang

dilakukan secara berkelompok terhadap suatu atau beberapa objek

sekaligus. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

pengamatan dilakukan pada proses tradisi Baritan dalam upacara adat

sedhekah bumi di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten

Kebumen.

Page 45: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

29

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

itu dilakukan oleh pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan

dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,

2012: 186).

Dalam melakukan interview tidak lepas dari masalah pokok yang

perlu diperhatikanguna mendapat informan yang baik. Informan yang baik

adalah mereka yang menguasai permasalahan yang benar-benar diperlukan

oleh peneliti (Ratna, 2010:228). Masalah pokok yang perlu diperhatikan

seperti: a). Seleksi individu untuk diwawancarai ; b). Pendekatan pada orang

yang telah diseleksi untuk diwawancarai ; c). Pengembangan suasana lancar

dalam mewawancarai serta untuk menimbulkan pengertian dan bantuan

sepenuhnya dari orang yang diwawancarai. Adapun pihak-pihak yang

dijadikan narasumber atau informasi para tokoh masyarakat dan lebih

diutamakan pada para pelaksana tradisi Baritan, yaitu para sesepuh dan

perangkat desa.

3. Dokumentasi

Penelitian kualitatif bukan hanya merajuk pada fakta sosial

sebagaimana terjadi pada kehidupan masyarkat, melainkan bisa juga merujuk

pada bahan berupa dokumen, seperti teks bacaan dan teks berupa rekaman

audio atau audio visual (Maryaeni, 2008: 73). Metode dokumen merupakan

catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen biasanya berbentuk tulisan,

gambar, atau karya-karya dari seseorang. Adapun sumber dokumen dalam

Page 46: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

30

penelitian ini diambil dari data berupa foto-foto, rekaman suara dokumentasi

tradisi Baritan dalam upacara Sedhekah Bumi di Desa Kedungwringin

Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif

dengan pola etnografi yaitu pengamatan berperan serta sebagai kegatan dari

penelitian lapangan (Moleong, 2012: 26).

Proses analisis ini meliputi: kegiatan mengatur, mengurutkan,

mengelompokan, dan mengkatagorikan kata-kata dengan alat dengan alur

penelitian yang digunakan sebagai berikut:

1. Penelitian Para Informan

Penelitian para informan adalah informan yang ditentukan adalah

narasumber, sesepuh, aparat desa, dan warga masyarakat di berbagai

golongan yang dianggap berkompeten sebagai narasumber.

2. Wawancara Terhadap Informan

Informan diwawancarai dengan pertanyaan-pertanyaan yang

sudah dibuat sebelumnya, atau terstruktur secara formal pertanyaan antara

lain tentang prosesi makna lakon wayang dalam Baritan fungsi Baritan dan

ubarampe serta pertanyaan-pertanyaan lainya yang lebih dalam.

3. Penulisan Catatan Lapangan

Penulisan catatan lapangan yaitu segala sesuatu yang akan

diamati dan didengar yang relevan dengan penelitian yang dicatat dan

direkam.

Page 47: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

31

4. Penelitian Etnografi

Penelitian etnografi yaitu laporan hasil penelitian atau penulisan

etnografi. Isi dari karangan etnografi adalah suatu deskripsi mengenai

kebudayaan suatu suku bangsa (Koentjaraningrat, 2009: 252). Di buat

sebaik mungkin dan seefektif mungkin dan mampu menyampaikan makna

budaya yang telah ditemukan dalam tradisi Baritan dalam upacara sedhekah

bumi di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen.

Page 48: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

32

BAB IV

PENYAJIAN DATADAN PEMBAHASAN

A. Penyajian Data

1. Deskripsi Wilayah

a. Gambaran Umum Desa Kedungwringin

Sebelum membahas tradisi Baritan, terlebih dahulu diuraikan

gambaran secara singkat mengenai daerah Kedungwringin yang menjadi

latar belakang tradisi Baritan. Hal ini penting, karena dapat memberikan

gambaran keadaan daerah dan kondisi masyarakat dimana tradisi Baritan itu

ada. Tanpa mengetahui latar belakang tersebut, tulisan ini terasa kering,

sebab tradisi Baritan tidak lepas dari keadaan yang melingkupinya.

Kedungwringin yang secara harfiah berarti “ Pohon Beringin di

Kedung”, adalah sebuah desa di kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen,

provinsi Jawa Tengah. Secara geografis letak desa Kedungwringin terletak

di kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen. Jarak desa Kedungwringin dari

pusat pemerintahan kecamatan Sempor 8 kilometer. Jarak desa

Kedungwringin dari pusat kabupaten Kebumen 41 kilometer. Sedangkan

jarak desa Kedungwringin dari provinsi Jawa Tengah 203 kilometer. Desa

Kedungwringin terletak pada ketinggian 457 meter dari permukaan laut

dengan batas-batas sebagai berikut: Batas desa Kedungwringin bagian utara

berbatasan dengan desa Donorojo, bagian timur berbatasan dengan desa

Semali dan Kenteng. Sedangkan bagian selatan berbatasan dengan desa

Page 49: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

33

Bonosari dan Sempor, bagian barat berbatasan dengan desa Sampang. Hal

tersebut sependapat dengan bapak Hoerun yang berpendapat bahwa:

“Batas desa Kedungwringin bagian ler berbatasan kalih

desa Donorojo, sebelah wetan berbatasan kalih desa Semali lan

Kenteng. Sebelah kidul berbatasan kalih desa Sempor lan

Bonosari, lan sebelah kilen berbatasan kalih Sampang”.

Terjemahan: Batas desa Kedungwringin bagian utara berbatasan

dengan desa Donorojo, Sebelah timur berbatasan dengan desa

Semali dan desa Kenteng. Sebelah selatan berbatasan dengan desa

Sempor dan Bonosari, dan sebelah barat berbatasan dengan desa

Sampang.

Secara geografis, Kedungwringin terdiri dari daerah pegunungan

dan daerah waduk. Wilayah pegunungan memanjang dari sisi tepi

mengelilingi desa Kedungwringin. Di samping itu, wilayah perbatasan desa

Kedungwringin dikelilingi hutan. Dengan topografi daerah yang tidak rata,

lahan pertanian berupa sawah tadah hujan yang bergantung dengan curah

hujan dan ladang sebagai andalan masyarakat desa Kedungwringin. Selain

pegunungan dataran rendah, desa Kedungwringin terisi oleh genangan air

waduk Sempor, karena desa Kedungwringin sebagai hulu waduk Sempor.

Genangan air menyusut pada musim kemarau sehingga warga masyarakat

bisa memanfaatkan sebagai lahan pertanian. Akan tetapi lima tahun

belakang ini genangan air tidak menyusut banyak, karena di desa

Kedungwringin di bangun bendungan dengan tujuan untuk mencegah

sedimentasi waduk Sempor. (Sumber: Wawancara dengan Hoerun, 27 Maret

2013)

Berdasarkan data dari monografi tahun 2013, komposisi

penggunaan lahan untuk persawahan 87.29 Ha, pegunungan untuk lahan

Page 50: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

34

ladang 172.39 Ha. Penggunaan lahan untuk pemukiman 130 Ha, lahan

untuk waduk 116 Ha.

Desa Kedungwringin merupakan daerah yang memiliki luas 10.4

Ha dan mempunyai jumlah penduduk laki-laki 1.852 jiwa, perempuan

2.043 jumlah keseluruhan penduduk menjadi 3.895 jiwa. Jumlah penduduk

tersebut terbagi menjadi 949 kepala keluarga. Akan tetapi dengan kondisi

desa Kedungwringin yang sulit di akses dengan alat transportasi

mengakibatkan sebagian warganya merantau. (Sumber: Data Monografi

Desa Kedungwringin 2013)

b. Kondisi Ekonomi

Letak desa Kedungwringin yang berada di pegunungan dan

dikelilingi oleh hutan mengakibatkan sebagian besar warganya bermata

pencaharian bercocok tanam atau bertani. Hal tersebut sependapat apa yang

dikatakan oleh Hoerun selaku perangkat desa:

“Kondisi desa Kedungwringin niku daerah pegunungan,

pramila masyarakat kangge nyekapi kebutuhanipun sami tani.

Ananging tani wonten ing mriki benten kalih tani wonten ing

kutha. Tani wonten ing mriki ngandelaken jawah. Menawi jawah

sekedik mboten saget panen, rata-rata petani wonten ing mriki

panen pantun namung sapisan menggah setaun”.

Terjemahan:Kondisi desa Kedungwringin itu berada pada daerah

pegunungan, oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhannya

melakukan pertanian. Akan tetapi bertani disini berbeda dengan

bertani di kota. Bertani disini mengandalkan hujan. Apabila hujan

sedikit tidak bisa panen, rata-rata petani disini panen hanya satu

kali dalam setahun.

Mengingat sawah yang ada di desa Kedungwringin bersifat tadah

hujan, jadi sangat bergantung pada curah hujan yang turun. Bagi masyarakat

Page 51: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

35

yang tidak memiliki sawah mereka berladang di tepi hutan. Pada area ini

masyarakat menanam jenis padi khusus yaitu padi Gaga Rancah. Selain

bercocok tanam sebagai penghasilan sampingan masyarakat desa

Kedungeringin berternak. Jenis hewan yang diternak diantaranya sapi,

kerbau, ayam, kambing dan madu lebah.

Bertani dan berternak merupakan mata pencaharian utama

masyarakat desa Kedungwringin kecamatan Sempor. Selain itu ada

beberapa orang yang ber mata pencaharian sebagai nelayan. Mengingat

sebagian wilayah desa Kedungwringin digenangi oleh air Waduk Sempor.

Dari data di atas, kondisi perekonomian dan mata pencaharian masyarakat

desa Kedungwringin sangat berpengaruh terhadap lestarinya tradisi adat

istiadat salah satunya adalah tradisi Baritan.

c. Kondisi Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu indikator sosial, ekonomi, budaya

dalam masyarakat serta salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

perkembangan masyarakat. Hal ini dikarenakan pendidikan memiliki posisi

strategis untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh wilayah,

meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya modal.

Melalui pendidikan formal maupun non formal penduduk memperoleh

pengetahuan dan wawasan yang mendorong pola pikir mereka.

Desa Kedungwringin yang berada di pegunungan membuat sarana

dan prasarana pendidikan kurang lengkap. Hal ini disebabkan sarana

transportasi yang sulit. Dulu, masyarakat jika ingin melanjutkan sekolah

Page 52: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

36

SMP / SMA harus kost di kota. Namun, beberapa tahun ini sudah berdiri

sekolah SMP Negrei 1 Atap di desa Kedungwringin sehingga memudahkan

anak-anak untuk melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertamanya.

d. Kondisi Keagamaan

Agama merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya

perubahan kebudayaan. Agama bagi masyarakat merupakan keyakinan dan

mempunyai peran penting dalam kehidupan, karena dengan agama

kehidupan masyarakat akan seimbang antara dunia dan akherat.

Kehidupan beragama di desa Kedungwringin semua warganya

memeluk agama Islam. Dulu, terdapat agama Budha akan tetapi seiring

dengan perkembangan zaman mereka berpindah memeluk agama Islam.

Sarana ibadah setiap RT terdapat Mushola dan setiap kadus terdapat Masjid.

Selain menjalankan syariat Islam, masyarakat desa Kedungwringin

juga masih menjalankan dan melestarikan upacara tradisi dalam kehidupan

masyarakat. Dalam pelaksanaan tradisi, mereka masih tetap menjalankan

prosesi seperti aslinya. Akan tetapi, untuk menghilangkan anggapan dari

perbuatan syirik maka dalam pelaksanaan tradisi kemudian disisipi do’a-

do’a secara Islam. Dengan adanya alkultursi antara Islam dan Jawa, tradisi

akan tetap lestari.

e. Kondisi Sosial Budaya

Setiap masyarakat mempunyai kehidupan sosial yang berbeda

antara masyarakat satu dengan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari adat-

istiadat yang berlaku di dalam masyarakatnya. Adat-istiadat merupakan

Page 53: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

37

bagian dari kebudayaan yang biasanya berfungsi sebagai pengatur,

pengendali dan pemberi arah kepada perlakuan dan perbuatan masyarakat.

Masyarakat Jawa memiliki kehidupan sosial yang khas yaitu banyak

menggunakan berbagai lambang dan simbol sebagai media atau sarana

untuk menyampaikan pesan atau nasehat. Disamping itu, masyarakat Jawa

juga masyarakat yang hidupnya penuh rasa kekeluargaan, rukun dan suka

menolong sesamanya.

Dalam kehidupannya, masyarakat Jawa khususnya desa

Kedungwringin kecamatan Sempor hampir selalu terlihat pengungkapan

rasa budaya yang sifatnya mistik seperti pada tradisi Baritan, Krapyakan,

Nyadran. Selain masih menanamkan nilai-nilai Jawa, mereka juga

mengembangkan tradisional Jawa.

Perkembangan kesenian tradisional di desa Kedungwringin

didukung oleh keinginan masyarakat yang masih tetap melestarikan dan

mengembangkan dalam bidang budaya. Adapun kesenian yang masih

dilestarikan oleh masyarakat desa kedungwringin seperti kesenian wayang

kulit, wayang orang, kuda lumping, calung atau lengger, campursari, dan

terbang. Kesenian tradisional kuda lumping adalah kesenian yang paling

banyak berkembang. Ada empat grup kesenian kuda lumping yang ada di

desa Kedungwringin.(Sumber: Data Monografi Desa Kedungwringin 2013)

Page 54: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

38

2. Deskripsi Data

a. Prosesi Tradisi Baritan

Setiap generasi manusia adalah pewaris kebudayaan, karena

kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya dapat dimiliki oleh warga

masyarakat pendukungnya dengan cara mempelajarinya (Purwadi, 2005:

1). Seperti halnya pada masyarakat desa Kedungwringin, mereka juga

memperoleh warisan dari nenek moyangnya. Hasil budaya yang

diwariskan oleh nenek moyang kepada generasinya yaitu sebuah tradisi

ritual. Salah satu tradisi ritual yang masih dilestasrikan oleh masyarakat

Kedungwringin adalah tradisi Baritan. Tradisi Baritan dilaksanakan

bertujuan untuk memperingati datangnya tahun baru Jawa sekaligus tahun

baru Islam. Dalam pelaksanaannya tradisi Baritan selalu jatuh pada hari

Jum’at dalam bulan Muharam. Adapun rangkaian kegiatannya sebagai

berikut:

Tradisi Baritan terdiri dari tiga bagian yaitu persiapan,

pelaksanaan, penutup. Prosesi persiapan dimulai dari pembentukan panitia,

penentuan tempat dan waktu, pencarian dana, dan menyiapkan

perlengkapan. Prosesi pelaksanaan tradisi Baritan dimulai dengan

pembacaan kidung, pagelaran wayang kulit, sambutan ketua panitia,

sambutan kepala desa, laporan keuangan Baritan, do’a dan kenduri

bersama. Sedangkan prosesi akhir tradisi Baritan yaitu setelah pagelaran

wayang kulit berakhir ki dalang membacakan semburan, dan masyarakat

Page 55: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

39

saling berebut hasil bumi yang digatung pada sekeliling pementasan

wayang kulit.

b. Makna dan Fungsi Tradisi Baritan

Tradisi Baritan di desa Kedungwringin selalu dilaksanakan setiap

tahunnya, karena merupakan sebuah kebiasaan yang berlangsung secara

turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Di balik sebuah ritual

pasti mempunyai makna dan fungsi, makna dan fungsi tradisi Baritan di

desa Kedungwringin diantaranya sebagai berikut:

Makna yang terkandung dalam tradisi Baritan di desa

Kedungwringin dapat dikelompokan menjadi empat aspek yaitu makna

kebudayaan, makna sosial, makna ekonomi dan makna politik. Makna

kebudayaan tradisi Baritan sebagai salah satu kebudayaan daerah yang

dapat memperkaya kebudayaan nasional. Makna sosial tradisi Baritan

dengan adanya tradisi Baritan menunjukan kerukunan, gotong royong

antar warga masyarakat desa Kedungwringin terjalin dengan baik. Makna

ekonomi tradisi Baritan dapat menambah penghasilan pedagang di desa

Kedungwringin. Makna politik tradisi Baritan yaitu sebagai ajang

memperkenalkan diri kepada masyarakat desa Kedungwringin. Fungsi

tradisi Baritan bagi masyarakat desa Kedungwringin adalah saebagai

ungkapan rasa syukur kepada Allah swt yang telah memberikan

keselamatan, rejeki dan keamanan bagi masyarakat desa Kedungwringin.

Page 56: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

40

c. Isi Lakon (Cerita) Wayang dalam Baritan

Isi cerita dalam pertunukan wayang dalam tradisi Baritan di desa

Kedungwringin tidak boleh diganti dengan lakon lainnya, ini menjadi

salah satu keunikan yang ada dalam tradisi Baritan. Karena dalam tradisi

Baritan, pertunjukan wayang merupakan salah satu sesaji yang harus ada

dan dalam pertunjukan ini tidak ada Gara-gara, Limbukan dan merupakan

Ruat Bumi.Untuk mengetahui isi cerita Baritan sebagai berikut:

Bhatara Guru menerima perintah dari Sang Hyang Wenang untuk

menanam Wiji Isining Jagad. Akan tetapi keadaan pulau Jawa belum

stabil, kemudian para dewa ditugaskan untuk menstabilkan keadaan pulau

Jawa. Setelah berhasil Bhatara Guru mendapat anugrah yang berupa cupu.

Sang Hyang Wenang berpesan siapapun tidak boleh tau isi cupu meskipun

itu istri sendiri. Bhatara Narada selaku patih memaksa ingin mengetahui,

akan tetapi cupu terbang sebelum jatuh di tanggan Bhatara Narada.

Kemudian Bhatara Narada mengejar dimana jatuhnya cupu.

Pada tempat berbeda Naga Gombang yang sedang menerima

kutukan dari dewa sedang mengeluh merasakan kantuk yang tidak

sewajarnya. Naga Gombang yang selalu menguap tiba-tiba merasakan ada

benda yang masuk dalam rongganya. Seketika rasa kantuk itu pun hilang,

dan datanglah Bhatara Narada menanyakan apa mengetahui dimana

jatuhnya benda yang berkilau. Akan tetapi Naga Gombang yang merasa

tidak mengetahui dipaksa untuk menujukan dimana jatuhnya benda yang

Page 57: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

41

berkilau. Naga Gombang menangis dan tetesan air matanya berubah

menjadi anak perempuan.

Bhatara Narada menceritakan apa yang terjadi dan menyerahkan

anak yang dibawanya. Setiba di Khayangan Suralaya anak berubah

menjadi kembar,kemudian diberi nama Dewi Trisnawati dan Culmuka.

Culmuka berunah menjadi babi hutan dan Dewi Trisnawati meninggal.

Jasad Dewi Trisnawati tumbuh berbagai macam tanaman. Hasil tanaman

yang tumbuh di atas makam Dewi Trisnawati diserahkan kepada Bhatara

Guru. Bhatara Narada ditugaskan untuk memberikan hasil tanamanya

kepada ratu Medang Kamulyan.

Ketika tanaman mulai menguning datanglah putra-putra prabu

Kala Gumarang dari pulau Anjuk yang berniat untuk mencicipi tanaman

yang tumbuh di ladang Medang Kamulyan. Prabu Srimapunggung tidak

bisa mengalahkan putra-putra Kala Gumarang dan meminta bantuan

kepada Bhatara Narada. Bhatara Narda menuju Rara Dadapan, meminta

kepada prabu Putut Jantaka agar putranya Blangmenyunyang dan

Condromeo bersedia mengalahkan putra-putra Kala Gumarang. Setelah

berhasil mengalahkan musuh-musuhnya dan panen raya Prabu

Srimapunggung berpesta dengan seluruh warga negaranya.

d. Ubarampe dan Makna Simbolik dalam Tradisi Baritan

Perlengkapan atau Ubarampe dalam sebuah tradisi adalah

merupakan hal yang penting, akan tetapi keberadaanya kurang dimengerti

oleh sebagian orang. Dewasa ini banyak orang beranggapan bahwa sesaji itu

Page 58: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

42

hanya merupakan perlengkapan yang harus dilengkapi akan tetapi tidak

dimengeti apa maknanya. Kebanyakan orang hanya mengikuti apa yang

dilakukan oleh nenek moyang tanpa mengetahui maksudnya, untuk

mengetahui ubarampe (perlengkapan) yang ada dalam tradisi Baritan

sebagai Berikut:

Perlengkapan sesaji pada tradisi Baritan terdiri dari tiga bagian

yaitu ubarampe pada saat pemendaman kepala kambing, ubarampe pada

saat kenduri pada tradisi Baritan dan ubarampe pada pertunjukan wayang

dalam tradisi Baritan. Perlengkapan pada saat pemendaman kepala kambing

yaitu berupa kepala kambing, pisang raja, kinangan, rakan, kembang telon,

arang-arang kambang, jembawuk, kopi dan teh . Perlengkapan pada saat

kenduri pada tradisi Baritanyaitu (tumpeng rasul, ingkung, tompo, penggel,

kecambah, jenang abang danjenang putih). Perlengkapan pada pertunjukan

wayang dibagi menjadi tiga bagian yaitu ubarampe pertunjukan wayang

yang berada di bawah tarub yaitu: (tiris, godhong wringin, andhong, ampel

gadhing, tebu wulung, padi, jagung, kacang panjang, cabe, pethe, pala

pendem kumplit). Perlengkapan atau ubarampe pertunjukan wayang yang

berada di atas panggung yaitu (gula batu, minyak fanbo, menyan putih, pane

lemah, parem gadung, pisang raja, rokok kreni, jajan pasar, pethet, dom,

bolah, kaca). Perlengkapan atau ubarampe pertunjukan wayang yang berada

di bawah tarub diantaranya (wedhang bening, jembawuk, kopi pait,kopi legi,

teh pait, teh legi, arang-arang kambang, telur ayam kampung, bakaran

budin, godhong dadap srep).

Page 59: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

43

B. Pembahasan Data

1. Prosesi Tradisi Baritan

Upacara tradisi Baritan sebenarnya merupakan salah satu bentuk

ritual sedhekah bumi atau ruat bumiyang dilakukan oleh warga masyarakat

desa Kedungwringin. Menurut bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa:

“Tradisi Baritan ingih punika salah satunggaling tradisi

ingkang tasih wonten ing desa Kedungwringin, tradisi Baritan

punika tradisi slamatan sedhekah bumi ingkang dipun

laksanakaken wonten ing bulan Syuro”.

Terjemahkan: Tradisi Baritan yaitu salah satu tradisi yang masih

ada di desa Kedungwringin, tradisi Baritan yaitu tradisi selamatan

sedhekah bumi yang dilaksanakan dalam bulan Syuro.

Menurut Bapak Sujono berpendapat bahwa:

“Tradisi Baritan ingkang wonten desa Kedungwringin

menika salah satunggiling tuladha tradisi ingkang tasih dipun

lestarikaken menggah masyarakat desa Kedungwringin. Tradisi

Baritan menika sedhekah bumi ingkang dipun pengeti saben sasi

Syuro”.

Terjemahan: Tradisi Baritan yang ada di desa Kedungwringin itu

salah satu contoh tradisi yang masih dilestarikan bagi masyarakat

desa Kedungwringin. Tradisi Baritan itu sedhekah bumi yang

diperingati setiap bulan Syuro.

Sedangkan Bapak Suwarjo berpendapat bahwa:

“Tradisi Baritan yaitu sudah lama kita alami sejak dulu,

nenek moyang mengadakan suatu Baritan atau sedhekah bumi

yang intinya setiap bulan Syuro diadakan selamatan.”

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan tradisi Baritan

yaitu salah satu tradisi selamatan yang diperingati setiap bulan Syuro oleh

masyarakat desa Kedungwringin sebagai ungkapan rasa syukur terhadap

Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi Baritan dilaksanakan oleh masyarakat desa

Page 60: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

44

Kedungwringin khususnya kadus satu dan dua. Hal ini sependapat dengan apa

yang diungkapkan oleh Bapak Tusiman:

“Tradisi Baritan itu dilakukan oleh masyarakat kadus

satu dan dua, sedangkan kadus tiga dan empat adalah Tayuban”.

Menurut Bapak Suwarjo berpendapat:

“Diadakan wayangan, karena di Kedungwringin terdiri

dari dua, yaitu sebelah timur atau kadus satu dan dua

selamatannya wayang dan sebelah barat atau kadus tiga dan

empat adalah Tayuban”.

Mereka hanya dapat mengatakan bahwa upacara ini sudah

dilakukan oleh nenek moyang sejak dulu, kini mereka tinggal meneruskan

tradisi leluhurnya. Prosesi tradisi Baritan dapat dibagi menjadi tiga bagian

diantaranya sebagai berikut:

a. Persiapan Baritan

Persiapan pada tradisi Baritan di desa Kedungwringin dimulai

apabila menjelang bulan Muharam (Syuro). Perangkat desa mengadakan

rapat, membentuk panitia pelaksanaan tradisi Baritan. Kemudian panitia

menentukan lokasi, waktu dan berapa jumlah iuran yang dikenakan kepada

setiap kepala keluarga. Setelah mencapai mufakat, keputusan tersebut

disampaikan kepada seluruh warga masyarakat desa Kedungwringin. Tiga

hari sebelum tradisi Baritan salah satu sesepuh desa melakukan ziarah. Ziarah

ditunjukan kepada makam para leluhur desa Kedungwringin. Satu hari

sebelum tradisi Baritan dilaksanakan masyarakat bergotong royong membut

tarub, panggung dan menata gamelan. Sore harinya pemotongan kambing dan

Page 61: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

45

pemendaman kepala kambing di perempatan jalan. Hal tersebut sama seperti

apa yang diungkapkan oleh bapak Hoerun:

“Saderenge prosesi Baritan, ngancik wulan Syuro

perangkat desa menika ngawontenaken rapat, mbahas babagan

dana, papan lan wekdal. Sasampunipun sadaya sampun saruju,

ketua RT kajibah woro-woro dumateng warganipun. tigang

dinten saderenge prosesi Baritan salah satunggiling sesepuh

kajibah ziarah wonten makam leluhur desa Kedungwringin.

Sadinten saderenge prosesi tradisi Baritan warga masyarakat

damel tarub. Sontenipun nyembelih mendha, endase dipun

kubur wonten prapatan”.

Terjemahan: Sebelum tradisi Baritan, memasuki bulan Syuro

perangkat desa mengadakan rapat, membahas tentang dana,

tempat dan waktu. Sesudah semua setuju, ketua RT mempunyai

kewajiban untuk menyampaikan kepada warganya. Tiga hari

sebelum prosesi Baritan salah satu dari sesepuh mempunyai

kewajiban untuk ziarah ke makam leluhur desa Kedungwringin.

Satu hari sebelum tradisi Baritan warga masyarakat membuat

trub. Sore harinya menyembelih kambing, kemudian kepalanya

dipendam di perempatan.

Sedangkan menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa:

“Prosesi tradisi Baritan ingkang sampun-sampun,

saderengipun ngancik wulan Syuro, lembaga pemerintahan desa

ngawontenaken rapat, ingkang isinipun mbahas wedkdal, iuran,

papan lan panggenan. Sasampunipun dipun tentokaken papan

lan panggenan, tigang dinten saderengipun prosesi, salah

satunggiling sesepuh kajibah ziarah wonten ing makam leluhur.

Sadinten saderenge prosesi masyarakat desa Kedungwringin

gotong royong wonten ingkang damel tarub, panggung lan nata

gamelan. sontenipun bapak kaum kajibah motong mendha

kangge acara tradisi Baritan. salajengipun endas dipun kubur

wonten ing prapatan margi”.

Terjemahan: Prosesi tradisi Baritan yang sudah-sudah, sebelum

datang bulan Syuro, lembaga pemerintah desa mengadakan

rapat, yang isinya membahas waktu, jumlah iuran dan

tempat.Setelah ditentukan tempat dan waktu, tiga hari sebelum

prosesi, salah satu dari sesepuh desa mempunyai kewajiban

untuk ziarah kemakam leluhur. Satu hari sebelum prosesi

masyarakat desa Kediungwringin gotong royong ada yang

membuat tarub, panggung dan menata gamelan. Sore harinya

Page 62: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

46

bapak kaum mempunyai kewajiban memotong kambing untuk

acara prosesi tradisi Baritan. Selanjutnya kepala kambing

tersebut dipendam di perempatan jalan.

Gambar: 1 menunjukan proses pemakaman atau pemendaman kepala

kambing di perempatan jalan desa Kedungwringin.

Pemendaman kepala dan darah biasanya dilakukan oleh sesepuh

desa, akan tetapi jika ada acara, sehingga sesepuh tidak bisa memendam

sendiri mereka maka bisa diwakilkan kepada orang lain. Namun harus di japa

mantrani dulu oleh sesepuh,japa mantra dalam pemendaman kepala kambing

menurut Bapak Budiarjo selaku sesepuh berpendapat bahwa:

“Motong wedus kuwe ana jawabane cung kalacung tikus

Janada sira balia meng tanah sabrang ratu gustimu agi pesta

nek ora percaya tiliki nang prapatan darah lan ndase nang

kana”.

Page 63: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

47

Terjemahan: Menyembelih kambing itu ada jawabannya heh

kamu tikus Janada pulanglah ke tanah sabrang ratu gustimu

sedang berpesta, kalau tidak percaya lihatlah di perempatan

jalan ada darah dan kepala di sana. (Wawancara dengan bapak

Budiarjo 12 November 2013 pukul 20.00)

Bapak Sujono selaku dalang dalam prosesi Baritan bependapat bahwa:

“Mendhem endas wedus niku wonten japa mantranipun,

mboten anamung asal mendhem. Japa mantranipun kados

mekaten cung kalacung tikus Janada sira balia meng tanah

sabrang ratu gustimu agi pesta nek ora percaya tiliki nang

prapatan darah lan ndase nang kana”.

Terjemahan: pemendaman kepala kambing itu ada mantranya,

tidak sekedar memendam. Japa mantranya seperti ini heh kamu

tikus Janada pulanglah ke tanah sabrang ratu gustimu sedang

berpesta, kalau tidak percaya lihatlah di perempatan jalan ada

darah dan kepala di sana.

Pada malam hari sebelum prosesi tradisi Baritan masyarakat sekitar

biasanya mengadakan pembacaan surat yasin dan tahlil untuk mengirim doa

kepada leluhur dan makam yang telah di ziarahi. Selain itu tujuan lainyauntuk

melengkapi ubarampe atau perlengkapan serta menemani ibu-ibu yang

sedang memasak.

b. Waktu dan Prosesi Tradisi Baritan

Prosesi tradisi Baritan di desa Kedungwringin kecamatan Sempor

selalu diadakan pada hari Jum’at. Adapun alasan mengapa dilaksanakan hari

Jum’at diantaranya sebagai berikut : Menurut penuturan bapak Budiarjo

selaku sesepuh desa Kedungwringin sebagai berikut:

“Dina Jum’at kuwe dina sing diistimewakna bagi

pitung dina, dina pitu kan rangkepe lima ganep, dina Jum’at

kuwe jodone wong sepasar, dina istimewa kanggone wong

Islam, dina Jum’at kanggo Jum’atan, terciptanya Adam as,

dina pertama Adam as mlebu surga, ditokna kan surga lan

dina tibane kiamat.”

Page 64: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

48

Terjemahan: Hari Jum’at itu hari yang diistimewakan

diantara tujuh hari lainnya, hari tujuh yang rangkapnya lima

genap maksudnya lima bisa merangkapi tujuh yaitu Minggu,

Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Juma’at dan Sabtu kemudian

lengkapi dengan Manis, Pahing, Pon, Wage, Kliwon. Hari

Jum’at jodohnya orang sepasar, maksudnya tidak ada

pantangan. Hari Jum’at hari istimewa bagi orang Islam

karena nabi Adam tercipta hari pada hari Jum’at, diturunkan

ke surga dan ke Bumi. Hari Jum’at dipercaya sebagai hari

akan terjadinya hari Kiamat.

Menurut Bapak Sagino berpendapat bahwa

“Amargi menika sampun turun-temurun saking

leluhur, kirang langkung amargi dinten Jum’at punika dinten

ingkang sae tumrapipun tiyang muslim”.

Terjemahan: Sebab itu sudah menjadi tradisi dari leluhur,

kurang lebih karena hari Jum’at itu hari yang baik bagi umat

muslim.

Sedangkan menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Hari Jum’at itu hari yang istimewa diantara tujuh hari lainnya”.

Setelah berbagai persiapan dan perlengkapan untuk perayaan tradisi

Baritan selesai, selanjutnya prosesi tradisi Baritan di desa Kedungwringin,

kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen bisa dimulai. Menurut Bapak

Hoerun selaku perangkat desa berpendapat bahwa:

“Prosesi Baritan punika kawiwitan kirang langkung

jam 09.00, mangke istirahat jam 11.30. Jam 13.00 dipun

lajengaken malih, sambutan saking panitia, kepala desa.

Salajengipun kenduri masal utawi sareng-sareng masyarakat

desa Kedungwringin, sasampunipun pamentasan wayang dipun

lajengaken malih dumugi paripurna.”

Terjemahan: Prosesi Baritanitu dimulai kurang lebih pukul

09.00, kemudian istirahat pukul 11.30. Pukul 13.00 dilanjutkan

dengan sambutan dari panitia, kepala desa. Selanjutnya kenduri

masal atau bersama-sama masyarakat desa Kedungwringin,

Page 65: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

49

setelah selesai kenduri pementasan wayang dilanjutkan kembali

sampai selesai.

Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa:

“Ingkang sampun-sampun prosesi Baritan niku

dipunlaksanaken dinten Jum’at, kawiwitan kirang langkung jam

09.00 enjang. Saderengipun kawiwitan pak dhalang maos

kidungan, sasampunipun dipunlajengaken pamentasan ringgit

wacucal. Masyarakat desa Kedungwringin sami rawuh,

piyantun putri sami mbetha penggel satunggal-satunggal.

Kirang langkung jam 11.30 pagelaran ringgit wacucal istirahat

kangge ngormati sholat Jum’at, jam 1 tradisi baritan dipun

lajengaken malih, dipun wiwiti sambutan saking panitia, kepala

desa lan bendahara. Sasampunipun sambutan, acara

salajengipun inggih punika kenduri utawi makan bersama.

Kenduri dipun wiwiti pembagian penggel dumateng warga

masyarakat desa Kedungwringin ingkang sami rawuh.

Salajengipun penggel dipun bagi, bapak kaum kajibah mimpin

do’a. Pagelaran ringgit wacucal dipun lajengaken malih

sasampunipun keduri, dumugi paripurna.

Terjemahan: Yang sudah-sudah prosesi Baritan itu dilaksanakan

pada hari Jum’at, dimulai kurang lebih pukul 09.00 pagi.

Sebelum dimulai pak dhalang membaca kidungan, kemudian

dilanjutkan pementasan wayang kulit. Masyarakat desa saling

berdatangan, ibu-ibu sambil membawa penggel satu-satu.

Kurang lebih pukul 11.30 pertunjukan wayang istirahat untuk

menghormati sholat Jum’at, pukul 13.00 tradisi Baritan

dilanjutkan kembali. Di awali dengan sambutan panitia, kepala

desa dan bendahara. Setelah sambutan, acara selanjutnya adalah

kenduri atau makan bersama. Kenduri dimulai dengan

pembagian penggel kepada warga masyarakat desa

Kedungwringin yang telah datang. Kemudian penggel di bagi,

bapak kaum mempunyai kewajiban untuk memimpin do’a.

Setelah kenduri pertunjukan wayang dilanjutkan kembali sampai

selesai.

Dari beberapa pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa tradisi

Baritan di desa dimulai pada hari Jumat, pukul 09.00, sesepuh memasang

sesaji atau ubarampe yang dibutuhkan pada pementasan wayang. Sekitar

pukul 09.30 pementasan wayang sudah bisa dimulai. Sebelum pementasan

Page 66: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

50

wayang dimulai Ki dalang Sujono membacakan kidung sebagai tolak bala(

penolak bencana), untuk lebih rinci kidung yang dibacakan sebagai berikut:

Kidung Rumeksaning Wengi

Ana kidung rumeksone wengi

Teguh kaya luputa ing lara

Luputo bilahi kabeh

Jim setan datan purun

Paneluhan tan ana wani

Miwah panggawe ala

Gunane wong luput

Geni atemahan tirta

Maling adoh tan ana jarah ing mami

Guna duduk pan sirna

Sakaheng lara pan samya bali

Sakeh ngama pan sami miruda

Welas asih pandulune

Sakehing braja luput

Kadi kapuk tibaning wesi

Sakehing wisa tawa

Sato galak tutut

Kayu aeng lemah sangar

Songing landhak guwaning wong lemah miring

Myang pakiponing merak

pagupaning warak sakalir

Nadyan arca myang segara asat

Temahan rahayu kabeh

Apan sarira ayu

Ingideran kang widadari

Rineksa malaekat

Sakatahing Rasul

Pan dadi sarira Tunggal

Ati adem utekku baginda Esis

pangucapku ya Musa

Napasku Nabi Ngisa linuwih

Nabi Yakup Pamiyarsaning wang

Yusup ing rupaku mangkr

Nabi Daud Suaraku

Jeng sulaiman kasekten mami

Nabi Ibrahim nyawaku

Edris ingrambutku

Baginda Ngali kuliting wang

Getih daging Abubakar asinggih

Balung baginda Ngusman

Page 67: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

51

Sumsuming Patimah linuwih

Siti Aminah Bayuning Angga

Ayup ing ususku mangke

Nabi Nuh ing jejantung

Nabi Yunus ing Otot mami

Netraku ya muhamad

Pamuluku Rasul

Pinayungan Adam sasak

Sampun pepak sakatahe para

Nabi dadya sarira Tunggal

Wiji sawiju mulane dadi

Apan apencar dadiya singing jagad

Kasamadan dening Dzate

Kang maca kang angrungu

Kang anurat kang anyimpeni

Dadi ayuning badan

Kinarya sesembur

Yen wincakana toya

Kinarya dus rara gelis laki

Wong edan dadi waras

Gambar 2 : Ki dalang membaca kidung sebelum pertunjukan wayang

Terjemahan:

Ada nyanyian yang menjaga di malam hari

Kukuh selamat terbebas dari penyakit

Terbebas dari semua mala petaka

Jin setan jahat pun tidak berkenan

Page 68: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

52

Guna-guna pun tidak ada yang berani

Juga perbuatan jahat

Ilmu orang yang bersalah

Api dan juga air

Pencuri pun jauh tidak ada yang menuju padaku

Guna-guna sakti pun lenyap

Semua penyakit pun bersama-sama kembali

Berbagai hama sama-samahabis

Dipandang dengan kasih sayang

Semua senjata lenyap

Seperti kapas jatuhnya besi

Semua racun menjadi hambar

Binatang buas jinak

Kayu ajaib dan tanah angker

Lubang landak rumah manusia tanah miring

Dan tempat merak berkipu

Walaupun arca dan lautan kering

Pada akhirnya, semua selamat

Semuanya sejahtera

Dikelilingi bidadari

Dijaga oleh malaikat

Semua Rasul

Menyatu menjadi berbadan tunggal

Hati adam, otakku Baginda Sis

Bibirku Musa

Nafasku Nabi Isa As

Nabi Yakub mataku

Yusuf wajahku

Nabi Daud suaraku

Nabi Sulaiman kesaktianku

Nabi Ibrahim nyawaku

Idris di rambutku

Baginda Ali kulitku

Darah daging Abu Bakar Umar

Tulang Baginda Usman

Sumsumku Fatimah yang mulia

Siti Aminah kekuatan badanku

Ayub kin dalam ususku

Nabi Nuh di jantung

Nabi yunus di ototku

Mataku Nabi Muhamad

Wajahku rasul

Dipayungi oleh syariat Adam

Sudah meliputi seluruh para Nabi

Menjadi satu dalam tubuhku

Kejadian berasal dari biji yang satu

Page 69: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

53

Kemudian berpancar ke seluruh dunia

Terimbas oleh zat-Nya

Yang membaca dan mendengarkan

Yang menyalin dan menyimpannya

Mejadi keselamatan badan

Sebagai sarana pengusir

Jika dibacakan alam air

Dipakai mandi perawan tua cepat bersuami

Orang gila cepet sembuh

Setelah pembacaan kidung pementasan wayang bisa dimulai.

Pementasan wayang berhenti sejenak untuk melakukan sholat Jum’at pada

pukul 11.30-12.45.Warga masyarakat berdatangan untuk menghadiri prosesi

tradisi Baritan yang hanya dilakukan hanya satu tahun sekali. Antusias

masyarakat desa Kedungwringin sangat tinggi karena mereka menyadari

bahwa tradisi Baritan hanya sekali dalam setahun, dan ini adalah hajatan kita

semua. Tidak hanya bapak-bapak, ibu-ibu juga datang dengan membawa

kocok ( tempat untuk membawa nasi atau barang-barang yang terbuat dari

bambu dengan cara di gendong). Kocok itu berisi penggel dan di serahkan

kepada panitia untuk diisi ikan kambing yang sudah dimakan. Isi kocok

diantaranya sebagai berikut: nasi, sayur, peyek, krupuk, tempe, lalaban

(kacang panjang, toge, jengkol), srundeng (parudan kelapa yang di goreng),

Setelah melaksanakan sholat Jum’at, salah satu dari perangkat desa menjadi

pembawa acara. Susunan acaranya adalah sebagai berikut:

1. Sambutan ketua panitia

Sambutan ketua panitia Bapak Tusiman berisi ucapan selamat

datang kepada perangkat desa, dan seluruh masyarakat desa

Kedungwringin yang telah hadir. Selain itu ketua panitia juga meminta

Page 70: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

54

ma’af atas tempat dan suguhan jika kurang berkenan dan menjelaskan

apaitu Baritan serta menghimbau kepada warganya untuk melestarian

kebudayaan leluhur.

Gambar 3: Sambutan kepala desa dalam prosesi tradisi Baritan.

2. Sambutan kepala desa

Sambutan kepala desa Bapak Marsimin berisi tentang

Baritansebagai salah satu bentuk kesenian leluhur yang harus kita

lestarikan dan harus di maknani dan mengingatkan kepada warga

masyarakat unuk tetap waspada menghadapi musim pancaroba. Untuk

mengantisipasi musim pancaroba masyarakat diharapkan selalu menjaga

kesehatan dan keadaan lingkungan. Menjaga kesehatan dan lingkungan

sangat penting, karena musim pancarobasering tersebar wabah penyakit

dan bencana alam seperti tanah longsor.

Page 71: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

55

3. Laporan keuangan tradisi Baritan

Laporan keuangan dibacakan oleh bapak Sagino selaku bendahara

desa Kedungwringin, yang disampaikan yaitu pemasukan dan pengeluaran

dana pada acara tradisi Baritan. Pemasukan dana diperoleh dari swadaya

masyarakat terkumpul dari dua kadus. Kadus satu terdiri dari RT 01

memberikan dana sejumlah Rp 1.100.00, RT 02 sejumlah Rp 1.200.000,

RT 03 sejumlah Rp 1.250.000, RT 04 sejumlah 1.300.000 dan RT 05

sejumlah 1.400.000. Begitu juga dengan kadus dua terdiri yang terdiri dari

RT 01 memberikan dana sebesar Rp 900.000, RT 02 sebesar Rp

1.100.000, RT 03 sebesar 1.100.000 , RT 04 sebesar Rp 850.000 dan

1.250.000. Jadi jumlah keseluruhan pemasukan dana tradisi Baritan tahun

2013 sebesar Rp 11.400.000. Dana tersebut dikurangi pengeluaran untuk

belanja dan membeli perlengkanan sebesar Rp 10.300.000, sisa dana

sebesar Rp 100.000.

Gambar 4: Hansip dan salah satu warga membagi penggel

Page 72: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

56

4. Penutupan do’a yang di pimpin oleh bapak kaum

Setelah laporan keuangan tradisi Baritan selesai, bersama dengan

pembacaan do’a ada beberapa orang membagikan penggel (nasi yang ditata

sedemikian rupa dengan dilengkapi sayur-sayuran). Nasi penggel itu di

bagikan kepada seluruh warga masyarakat hadir, untuk di makan bersama-

sama. Setiap penggel biasanya di bagi tiga orang. Setelah acara makan

bersama selesai pertunjukan wayang bisa dilanjutkan kembali.

c. Prosesi Akhir

Pertunjukan wayang biasanya berlangsung samapi jam 16.45 dan

ditutup dengan semburan ( ucapan dalang setelah selsai melakukan lakon

Baritanatau mantra yang ditujukan sebagai tolak bala). Kemudian warga

masyarakat saling berebut hasil tanaman atau benih tanaman yang di gantung

di sekitar tempat pertunjukan wayang. Menurut bapak Tusiman selaku kepala

dusun berpendapat bahwa:

“ Hasil panen setelah disembur menjadi bibit unggul, jika

ditanam akan menghasilkan hasil yang memuaskan. Sedangkan

air yang berada di pane tanah dipercaya oleh masyarakat sekitar

jika diletakan pada pertanian, tanamannya akan subur dan

mendapatkan hasil yang maksimal”.

Sedangkan menurut Bapak Sujono berpendapat bahwa:

“Sasampunipun semburan warga masyarakat sami

rebutan asil tanam tuwuh ingkang dipun gantung sakiwa

tengenipun. Tanam tuwuh punika menawi dipun tanem asilipun

ampun dipun dahar ngantos 7 taneman, menika saget

ndadosaken asil ingkang katah. Banyu kembang ingkang wonten

pane lemah punika saged kangge obat menawi sawedal-wedal

wonten keluarga ingkang nandang sumeng saha saget kangge

nyuburaken taneman ugi penangkal wereng”.

Page 73: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

57

Terjemahan: Sesudah semburan warga masyarakat saling

berebutan hasil tanaman yang digantung sebelah kiri dan

kanannya. Benih tersebut jika ditanam hasilnya jangan

dimakan sampai tujuh tanaman, itu dapat menyebabkan hasil

yang melimpah. Air kembang yang berada di pane tanah itu

bisa untuk obat apabila sewaktu-waktu ada keluarga yang sakit

dan bisa untuk menyuburkan tanaman dan penangkal hama.

Malam harinya biasanya dilanjutkan pagelaran wayang kulit

semalam suntuk, akan tetapi pada malam hari boleh di ganti dengan dalang

lain. Alasannya pada malam hari hanya hiburan semata bukan termasuk ritual

yang harus di lakukan oleh dalang turunan.

2. Makna Dan Fungsi Tradisi Baritan

a. Makna Tradisi Baritan

Setiap bangsa atau suku bangsa memiliki kebudayaan sendiri yang

berbeda dengan kebudayaan bangsa atau suku bangsa lainnya menunjukkan

peradaban suatu bangsa yang bersangkutan memiliki pengetahuan, dasar-

dasar pemikiran dan sejarah peradaban yang tidak sama antara satu dan

lainnya. (Herusantoto, 2008: 1). Demikian pula halnya yang terjadi pada

masyarakat desa Kedungwringin, yang memiliki tradisi salah satunya adalah

tradisiBaritan. Tradisi Baritan sudah berlangsung dari nenek moyang, yang

wariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Tentunya tradisi Baritan

bukan hanya sekedar ritual saja, akan tetapi mempunyai makna sehingga

tetap dilestrarikan oleh warga masyarakat desa Kedungwringin.

Makna yang terkandung dalam upacara tradisi Baritan diantaranya

sebagai berikut:

Page 74: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

58

1. Makna Budaya

Baritan merupakan perwujudan semangat masyarakat desa

Kedungwringin kecamatan Sempor dalam menyambut tahun baru Islam

dan Jawa sejak ratusan tahun silam. Menurut Bapak Tusiman selaku

kepala kadus berpendapat bahwa:

“Makna budaya tradisi Baritan addalah salah satu

tradisi yang dilakukan turun-temurun sehingga perlu

dilestarikan agar tidak ditelan jaman”.

Menurut Bapak Hoerun berpendapat bahwa:

“Segi kebudayan, tradisi Baritan menika salah

satunggaling warisan kebudayaan saking nenek moyang,

ingkang kedah dipun lestarikaken.”

Terjemahan: Segi kebudayaan, tradisi Baritan merupakan

salah satu warisan kebudayaan dari nenek moyang yang

perlu dilestarikan.

Selain itu tradisi Baritan juga telah memberikan spirit tertentu bagi

sebagian masyarakat pendukungnya. Berdasarkan penuturan bapak

Suwarjo selaku warga masyarakat desa Kedungwringin memiliki

keyakinan bahwa:

“Hasil panen yang digantung di sekitar pertunjukan

wayang jika ditanam akan menghasilkan tanaman yang

bagus, apalagi jika hasil panen berikutnya jangan ddimakan

samppai tujuh kali panen, hasilnya sangat memuaskan.”

Menurut Bapak Sujono berpendapat bahwa:

Sasampunipun semburan warga masyarakat sami

rebutan asil tanam tuwuh ingkang dipun gantung sakiwa

tengenipun. Tanam tuwuh punka menawi dipun tanem

asilipun ampun dipun dahar ngantos tujuh taneman, menika

saget nadosaken asil ingkang katah. Banyu kembang ingkang

wonten pane lemah punika saged kangge obat menawi

sawedal-wedal wonten kaluarga ingkang nandang sumeng.

Page 75: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

59

Terjemahan: Sesudah semburan warga masyarakat saling

berebut hasil bumi yang digantung pada kiri dan kanan

pertunjukan wayang. hasil bumi itu apabila ditanam hasilnya

jangan dulu dimakan sampai tujuh tanaman, itu bisa

menjadikan hasil yang melimpah. Air bunga yang berada

pada pane tanah itu bisa untuk obat apabila sewaktu-waktu

ada keluarga yang menderita sakit.

Sedangkan menurut bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Hasil panen yang disembur dipercaya bagi wargaa

masyarakat sebagai bibit unggul jika ditanam akan

menghasilkan hasil yang memuaskan. Sedangkan air yang

telah disembur dapat dipercaya jika diletakan pada pertanian

atau pohon dapat menyuburkan dan menghasilkan hasil yang

lebih maksimal.”

2. Makna Sosial

Tradisi Baritan ini dimeriahkan dengan pertunjukan wayang

kulit sebagai hiburan, dalam ranggka memperingati tahun baru Islam dan

Jawa. Menurut Bapak Hoerun berpendapat bahwa:

“Makna sosial tradisi Baritan menika awujud

tasyakuran desa, tasyakuran menika salah satunggiling raos

keikhlasan warga masyarakat desa Kedungwringin”.

Terjemahan: Makna sosial tradisi Baritan itu salah satu rasa

keikhlasan warga masyarakat desa Kedungwringin.

Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa:

“Makna sosial ingkang wonten tradisi Baritan inggih

punika tradisi Baritan saget ningkataken raos silaturahmi

antar warga masyarakat, ngaketaken pasederekan lan gotong

royong”.

Terjemahan: Makna sosial yang ada dalam tradisi

Baritan bisa meningkatkan rasa silaturahmi antar warga

masyarakat, meningkatkan persaudaraan dan gotong royong.

Selain itu makna sosial tradisi Baritan juga dapat disaksikan

pada hubungan akrab yang dijalin tidak hanya di antara keluarga dan

Page 76: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

60

warga masyarakat desa Kedungwringin, tetapi juga dengan para

pengunjung dari luar daerah yang tidak mereka kenal sebelumnya.

Hubungan akrab ini dapat dilihat ketika warga masyarakat desa

menyantap makanan yang setiap makanannya dibagi menjadi tiga bagian

untuk tiga orang. Selain itu dapat kita lihat ketika menjamu para

pengunjung dari luar daerah dengan berbagai makanan.

3. Makna Ekonomi

Tradisi Baritan di desa Kedungwringin, kecamatan Sempor

kabupaten Kebumen, telah membuka peluang bagi para pedagang untuk

menjual dagangannya. Hal tersebut sependapat dengan apa yang

dikatakan oleh Bapak Budi Sudarsono:

“Aspek ekonomi tradisi Baritan saget ningkataken

kesejahteraan pedagang desa Kedungwringin”.

Terjemahan: Aspek ekonomi tradisi Baritan itu bisa

meningkatkan kesejahteraan pedagang desa Kedungwringin.

Sedangkan menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Makna ekonomi yang dapat diambil dalam tradisi

Baritan yaitu bisa meningkatkan penghasilan tambahan pada

pedagang yang berdagang pada prosesi tradisi Baritan”.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpiulkan makna

ekonomi tradisi Baritan yaitu dapat meningkatkan penghasilan bagi

masyarakat desa Kedungwringin yang berdagang pada prosesi tradisi

Baritan. Jumlah pengunjung yang banyak tentunya mengonsumsi

makanan dan minuman yang lebih dari hari-hari biasanya. Para pedagang

itu menjualkan aneka dagangannya seperti makanan dan minuman serta

Page 77: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

61

mainan anak-anak. Degan demikian, tradisi Baritan telah memberikan

manfaat ekonomi bagi masyarakat desa Kedungwringin.

4. Makna Politik

Makna politik tradisi Baritan menurut bapak Tusiman yaitu:

“Makna politik tradisi Baritan sebagai sarana yang

tepat untuk menyampaikan sosialisasinya terhadap

masyarakat, karena radisi Baritan merupakan ajang

bertemunya warga masyarakat desa Kedungwringin,

kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen.”

Sedangkan menurut bapak Budi Sudarso berpendapat bahwa:

“Aspek politik tradisi Baritan iku saget kangge

sosialisasi tokoh politik utawi pemerintah desa

Kedungwringin dumatheng warga masyarakat.”

Terjemahan: Aspek politik tradisi Baritan itu bisa untuk

sosialisasi bagi tokoh politik atau pemerintah desa

Kedungwringin kepada warga masyarakat.

Biasanya dalam suatu acara besar ada calon legesiatif yang datang

untuk memperkenalkan kepada masyarakat desa Kedungwringin dengan

visi dan misi serta partai yang menaunginya. Selain itu,kepala desa juga

menyampaikan kepada warganya jika ada yang berminat menjadi

perangkat desa Kedungwringin, dengan ketentuan tertentu untuk

mendaftarkan diri secepatnya.

Tradisi Baritan telah menempuh perjalanan waktu yang sangat

panjang dan memiliki karakter yang sangat khas dan unik. Dalam

lingkungan global, identitas budaya sangat dibutuhkan oleh suatu negara

kebangsaan, agar masyarakat dapat mencintai bangsa dan tanah air, dan

tidak tersesat oleh budaya asing yang sangat berpotensi dalam

Page 78: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

62

memusnahkan jati diri serta spirit nasionalisme. Jadi dapat disimpulkan

makna politis pada tradisi Baritan di desa Kedungwringin, kecamatan

Sempor, kabupaten Kebumen sebagai media informasi kepada

masyarakat secara langsung, pemupuk semangat agar masyarakat desa

terus memupukrasa cintanya terhadap tradisi agar tidak terjajah oleh

budaya asing.

2. Fungsi Tradisi Baritan

Masyarakat desa Kedungwringin yang sebagian besar merupakan

petani tadah hujan, sehingga panen dilaksanakan selama dua kali dalam

setahun. Sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat mengadakan Selamatan

dalam bentuk tradisi Baritan. Menurut bapak Saginoberpendapat bahwa:

“Fungsi tradisi Baritan inggih punika tanda raos syukur

petani dumateng ngarsanipun Allah swt ingkang sampun

maringi rejeki. Rejeki punika awujud asil panen ingkang katah.

Kangge imbangan rejeki ingkang sampun dipunparingaken

deneng Allah swt para petani ngawontenaken tasyakuran

awujud Baritan”.

Terjemahan: Fungsi tradisi Baritan yaitu tanda rasa syukur

petandi kepada hadapan Allah swt yang sudah memberi rejeki.

Rejeki itu berwujud hasil panen yang banyak. Untuk imbalan

rejeki yang telah diberikan kepada Allah swt para petani

mengadakan tasyakuran berwujud Baritan.Sebagai ucapan rasa

syukur ini diwujudkan dengan acara tradisi Baritan yang

dilakukan setiap tahun. Upacara tradisi ini dilaksanakan setiap

bulan Syuro atau Muharom pada hari Jum’at. (Sumber :

Wawancara dengan Bapak Sagino,tanggal 22 November 2013).

Sujono berpendapat bahwa:

“ Tradisi Baritan nggadehi fungsi kangge ngaturaken

sesaji dumateng ingkang mbaureksa desa Kedungwringin,

tujuanipun supados dipun paringi keselamatan, keselarasan lir

ing sambikala.”.

Page 79: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

63

Terjemahan: Tradisi Baritan mempunyai fungsi untuk

menghaturkan sesaji kepada penguasa Gaib desa

Kedungwringin agar di beri keselamatan, kesehatan oleh Allah

swt. (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sujono, tanggal 13

November 2013 ).

Tusiman berpendapat bahwa:

“Fungsi tradisi Baritan itu untuk memperingati

datangnya tahun baru Islam, dengan diadakan tasyakuran desa

bernama Baritan.”

Menurut bapak Marsimin mengatakan bahwa:

“Fungsi Baritan yaitu sebagai ungkapan rasa syukur

warga masyarakat desa Kedungwringin, atas nikmat yang

diberikan oleh Allah swt yang telah memberikan keselamatan,

rizki selama setahun ini, maka dari itu diwujudkan dengan

pelaksanaan tradisi Baritan.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

fungsi tradisi Barian bagi masyarakat desa Kedungwringin adalah untuk

memperingati datangnya tahun baru Islam dan Jawa, selain itu fungsi

lainnya adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah swt yang telah

memberikan keselamatan, rejeki selama satu tahun, dan sebagai

permohonan agar di tahun kedepan lebih baik lagi.

3. Isi Cerita Baritan

Sumber cerita dalam pertunjukan wayang purwa adalah epos

Ramayana dan epos Mahabarata, akan tetapi seiring dengan kemajuan zaman

muncul cerita banjaran, yaitu sebuah cerita wayangyang menggambarkan

suatu tokoh sejak lahir hingga mati, dengan berbagai penggambaran peristiwa

suka dan duka, prestasi, kejayaan dan kematian seorang tokoh wayang, baik

Page 80: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

64

protagonis maupun antagonis. Cerita banjaran ini muncul karena ngetren,

amat digemari dan memudahkan pemahaman para penonton.

Sedangkan menurut jenisnya dapat digolongkan dalam tema atau

jenis cerita wayang, diantaranya sebagai berikut:lakon labet, dinamakan

lakon labet karena didalam isi certia banyak mengandung makna filosofis

yang tinggi, berisi berisi ajaran hidup dan kehidupan yang amat sangat bagi

kehidupan manusia. Lakon ruwatan, cerita ruwatan merupakan suatu cerita

yang menggambarkan pembersihan dosa-dosa atau kesalahan manusia. Lakon

bersih desa, maksudnya cerita bersih desa memelihara kebersihan desa dan

keamanan desa, atau lingkungan. Lakon kasudiran,cerita kasudiran yaitu

cerita yang menggambarkan keperkasaan, kesantosanan, dan kesaktian serta

jasa-jasanya terhadap negara dan menghancurkan kerajaan. Lakon kelahiran,

lakon wahyon (menerima wahyu/anugrah), raben atau alap-alapan (Sutarjo,

2006, 22-26).

Menurut jenisnya Lakon wayang Baritan di desa Kedungwringin,

kecamatan Sempor termasuk dalam lakon bersih desa. Cerita bersih desa

tujuannya untuk pembersihan dosa-dosa, memohon keselamatan, keselarasan

dan hasil panen yang lebih melimpah. Ceritanya Baritan di desa

Kedungwringi berbeda dengan cerita-cerita sedhekah bumi di daerah lainnya.

Menurut bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa isi cerita Baritan di desa

Kedungwringin kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen adalah sebagai

berikut:

Page 81: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

65

Gambar 5: Jejer Khayangan Junggring Salaka, Bhatara Guru

dihadap oleh Bhatara Narada, Bhatara Brama, Bhatara

Yamadipati, Bhatara Wisnu.

“Jejer khayangan Junggring salaka, Bhatara Guru

ngendika menawi nembe kemawon sowan ngarsanipun Sang

Hyang Wenang, Bhatara Guru nampi dawuh kapurih nyebar

wiji isining jagad. Ananging tanah Jawi tasih miring mangetan.

Pramila para dewa kapurih mindah gunung Jamur Dipa wonten

ing masrip wetan. Ingkang dados gotongan, ingkang dados tali,

lajeng ingkang nggotong sedaya niku dewa.

Sigeg ing kandha, ingkang wonten gunung Jamur Dipa.

Klinting mungil, Joro moyo, Joro meo gunem ngraosaken raos

ingkang kirang sekeca. Dumadakan rawuhipun Bhatara

Narada, matur bilih badhe mboyong gunung Jamur Dipa.

Sasampunipun para jim, setan, banaspati manungkul dumateng

Bhatara Narada gunung Jamur Dipa saget dipun gotong.

Wonten ing tengahing margi, gunung Jamur Dipa dawah,

dawahipun gunung Jamur Dipo dados gunung Salak, Halimun,

Cermai, Galunggung, Slamet, Sindoro, Sumbing, Merapi,

ingkang pucuk punika dados gunung Semeru. Wonten gunung

Semeru gunung Jamur Dipa mboten saget kagotong malih.

Bhatara Narada ngedika bilih wonten dewa ingkang mboten

nderek nggotong dados mboten kiat. Dewa ingkang mboten

nderek inggih punika empu Purwadi, empu Purwadi mboten

kersa amargi sampun gadhah tugas damel pusaka Nenggala.

Sulayaning rembag dados pasulayan antawisipun Bhatara

Narada kalawan empu Purwadi.

Page 82: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

66

Gambar 6: Prabu Naga Dampalan naik ke Khayangan

Suralaya mencari Bhatara Guru.

Jejer Negara Banten, Prabu Naga Dampalan duka

yayah sinipi, mangertosi bilih gunung Jamur Dipa dipun boyong

wonten masrip wetan. Nirbito mangsuli, ingkang mboyong

menika para dewa, dewa punika nampi perintah dawuh saking

Bhatara Guru. Naga Dampalan lajeng madosi wonten ing pundi

papan dunungipun Bhatara Guru. Wonten ing tengah margi,

Naga Dampalan kapanggih pawongan ingkang sanggup

mbiantu nuduhaken wonten ing pundi Bhatara Guru, ananging

nyuwun dipun gendhong. Sasampunipun dipun padosi mboten

wonten Naga Dampalan kuciwa, rumaos sampun dipun kumbini.

Nilakanta matur menawi badhe madosi Bhatara Guru nggih niki

kula Nilakanta. Naga Dampalan mbudi sakiatipun, pada

sanalikala salah kedadosan, dados turangga. Nirbito samanten

ugi, Nirbito salah kedadosan, dados sardula. Salaminipun

wonten gendhongan Bhatara Guru sinambi nyebar wiji isining

jagat.

Jejer Khayangan Suralaya, Bhatara Guru matur

dumateng Batara Narada menawi nembe kemawon nampi

anugrah saking Sang Hyang Wenang arupi tirta prawita sari

lan cupu manik astagina. Bhatara Guru sampun dipun wanti-

wanti mboten angsal sinten kemawon mangertosi isinipun cupu

manik astagina. Bhatara Narada mbujuk badhe ningali isinipun

cupu, nebe kemawon cupu dipun ulungaken dereng dumugi asta

Batara Narada, cupu kasebat ical. Bhatara Narada mlajar

madosi wonten ing pundi dawahipun cupu kasebat.

Page 83: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

67

Ingkang wonten Puser bumi, Naga Gombang ingkang

saweg nampi bebendu saking dewa, ngudi raos bilih ngraosaken

ngantuk ingkang sanget. Ngantuk punika sanalikala ical

sesarengan kalih raos ingkang manjing wonten lak-lakan.

Dumadakan rawuhipun Bhatara Narada, ndangu dumateng

Naga Gombang matur napa ngertos wonten barang mawa teja

ingkang dawuh wonten ing mriki. Naga gombang rumaos

mboten ngertos dipun tuduh kumbi. Naga Gombang sawan-

sawan tangis, tumetesing luh wonten bantala salah kedadosan,

dados kunang jabang bayi. Bhatara Narada sowan dumateng

ngarsanipun Batara Guru, matur napa ingkang sampun

kadadosan. Kunang jabang bayi dipun timbali Bhatara Guru

suwanten putra, dipun timbali Bhatara Narada suwanten putri.

Dados kaelokaning jagad, pada sanalikala dados kembar,

ingkang putri dipun paringi asma Dewi Trisnawati ingkang

kakung dipun paringi asma Culmuka.

Dewi Trisnawati manggen wonten widodaren, Culmuka

kenging bebendu saking Bhatara Guru dados andpan, manggen

wonten Wukir wudikri. Dewi Trisnawati tansah kayungyun

ingkang rayi, lajeng pejah. Dewa Wangkang, dewa Wangkeng

kapurih makamaken Jisim Dewi Trisnawati wonten ngandap

Wukir wudakir. Ngambu gandhanipun Dewi Trisnawati

Culmuka mrepeki. Culmuka dipun tlorong tigas jangganipun,

mustaka dados lintang benalung, gembungipun dados mina

Siminaloda. Makam Dewi Trisnawati lajeng tukul maneka

warna tetaneman. Sasampunipun panen Bhatara Narada

ngaturaken asil panen dumateng ngarsanipun Bhatara Guru.

Bhatara Guru dawuh dumateng Bhatara Narada kapurih

maringaken wiji sarining jagad dumateng titah mercapada.

Jejer Negara Medang Kamulyan, Prabu Srimapunggung

kaadep ingkang putra, dumadakan rawuhipun Bhatara Narada.

Bhatara Narada matur bilih nampi dawuh kapurih maringaken

wiji sarining jagad. Wiji sarining jagad punika kedah dipun

tanem wonten ladang Medang Kamulyan. Sasampunipun badhe

panen wonten ontran-ontran saking pulau Anjuk. Putra-putra

Prabu Kala Gumarang ingkang nami Dewi Kurese, Gerba

Sengara, Lembu Sengara, Cakutila lan Janada sami ngrisak

ladang Medang Kamulyan. Prabu Srimapunggung nyuwun

pambiantu dumateng Bhatara Guru, Bhatara Guru maringaken

pusaka pecut penjalin tinggal. Gerba Sengara, Lembu Sengara

lan Dewi Kurese saget manungkul ananging Cakutila kalawan

Janada dereng. Bhatara Narada lajeng pados jago wonten

Nagari Rara Dadapan.

Jejer Rara Dadapan prabu Putut Jantaka kaadep

dengeng putranipun Blangmenyunyang kalawan Candramowo.

Dumadakan rawuhipun Bhatara Narada, nyuwun pambiyantu

Page 84: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

68

kangge mbrasta ontan-ontran ing Medang Kamulyan.

Condromowo lan Blangmenyunyang nyarujoni napa ingkang

dados kekarepanipun Bhatara Narada, ananging nyuwun

kudangan bilih saget ngasoraken Cakutila lan Janada.

Candramowo nggadahi panyuwunan menawi sare lan dhahar

nyuwun sesarengan kalih majikanipun, Blangmenyunyang

nyuwun bilih sare wonten longanipun lan menawi gusti dhahar

cekap dipun uncali wonten longanipun. Candramowo lan

Blangmenyunyang saget mbrasta menapa ingkang dados

ontran-ontan wonten nagari Medang Kamulyan. Sasampunipun

Prabu Srimapunggung lan sedaya warga ngawontenaken

tasyakuran kangge raos syukur ingkang dados kelilip wonten

negari Medang Kamulyan sampun saget dipun brasta.

Terjemahan: Jejer Khayangan Junggring salaka, Bhatara Guru

berbicara baru saja menghadap kehadapan Sang Hyang Wenang,

Bhatara Guru menerima perintah untuk menyebar wiji isining

jagad. Akan tetapi tanah Jawa masih condong ke timur. Oleh

karena itu para dewa menerima perintah untuk memindahkan

gunung Jamur Dipa ke bagian timur. Yang menjadi gotongan,

yang menjadi tali, kemudian yang memindahkan semua itu

dewa.

Sigeg yang menjadi pembicaraan, yang berada di gunung

Jamur Dipa. Klinting mungil, Joro moyo, Joro meo bercerita

merasakan rasa yang tidak enak. Tiba-tiba datanglah Bhatara

Narada, berbicara bahwa akan memindahkan gunung Jamur

Dipa. Selanjutnya para jin, setan, banaspati tunduk kepada

Bhatara Narada, kemudian gunung Jamur Dipa bisa untuk

dipindahkan. Di tengah perjalanan, gunung Jamur Dipa jatuh,

jatuhnya gunung Jamur Dipa menjdi gunung Salak, Halimun,

Cermai, Galunggung, Slamet, Sindoro, Sumbing, Merapi, dan

pucuknya menjadi gunung Semeru. Di gunung Semeru gunung

Jamur Dipa tidak bisa diangkat lagi. Bhatara Narada berbicara

bahwa ada dewa yang tidak ikut menggotong, jadi tidak kuat.

Dewa yang tidak ikut yaitu empu Purwadi, empu Purwadi tidak

mau karena merasa sudah mempunyai tugas membuat pusaka

Nenggala. Perselisihan diantaranya menjadi pertengkaran antara

Bhtara Narada dengan empu Purwadi.

Jejer Negara Banten, Prabu Naga Dampalan sangat

marah, mengetahui apabila gunung Jamur Dipa di pindah ke

bagian timur. Nirbito menjawab, yang memindahkan adalah

para dewa, dewa itu mendapat perintah dari Bhatara Guru. Naga

Dampalan kemudian mencari dimana keberadaan Bhatara Guru.

Di tengah-tengah perjalanan, Naga Dmpalan bertemu dengan

seseorang yang sanggup membantu menunjukan dimana

keberadaan Bhatara Guru, akan tetapi minta di gendong. Setelah

Page 85: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

69

dicari tidak ada Naga Dampalan kecewa, merasa sudah di

bohongi. Nilakanta berbicara apabila akan mencari Bhatara

Guru ya ini Nilkantha. Naga Dampalan mengerahkan seluruh

tenaganya, pada saaat itu menjadi salah kejadian, Naga

Dampalan berubah menjadi kuda. Nirbito begitu juga, salah

kejadian, menjadi harimau. Selama dalam gendongan Bhatara

Guru sambil menyebarkan wiji isining jagad.

Jejer Khayangan Suralaya, Bhatara Guru berbicara

kepada Batara Narada baru saja menerima anugrah dari Sang

Hyang Wenang berupa tirta prawita sari dan cupu manik

astagina. Akan tetapi Bhatara Guru sudah diberi pesan, jangan

sampai ada seseorangpun yang mengetahui isinya cupu manik

astagina. Bhatara Narada mbujuk agar bisa melihat isinya cupu,

baru saja cupu mau diberikan belum sampai ke tangan Bhatara

Narada, cupu tersebut hilang. Bhatara Narada bergegas berlari

mengejar dimana jatuhnya cupu tersebut.

Yang berada di Puser bumi, Naga Gombang yang sedang

medapat karma dari dewa, sedang merasakan rasa kantuk yang

tidak seperti biasanya. Seketika rasa kantuk itu hilang

bersamaan dengan masuknya suatu bendadalam

tenggorokan.Tiba-tiba datanglah Bhatara Narada, bertanya

kepada Naga Gombang berbicara apakah mengetahui ada benda

berkilau jatuh di sekitar sini. Naga Gombang yang merasa tidak

mengetahui dituduh telah berbohong kepada Bhatara Narada.

Naga Gombang menangis, menetesnya air mata ke tanah

menjadi salah kejadian, air mata tersebut berubah menjadi bayi.

Bhatara Narada menghadap ke hadapan Bhatara Guru,

menceritakan apa ysng sudah terjadi. Bayi tersebut di panggil

oleh Bhatara Guru bersuara laki-laki, di panggil oleh Bhatara

Narada bersuara perempuan. Menjadi suatu keajaiban, seketika

bayi tersebut berubah menjadi kembar, yang putri di beri nama

Dewi Trisnawati, yang laki-laki bernama Culmuka. Dewi

Trisnawati ditempatkan bersama para bidadari, Culmuka

mendapat kutukan berubah menjadi babi hutan, ditempatkan di

gunung Wukir wudikri. Dewi Trisnawati selalu teringat kepada

adiknya, kemudian meninggal. Dewa Wangkang, dewa

Wangkeng ditugaskan untuk memakamkan jasad Dewi

Trisnawati dibawah Wukir wudakir. Culmuka mencium bau

Dewi Trisnawati kemudian mendekat. Culmuka dipanah oleh

Bhatara Narada, kepalanya berubah menjadi bintang benalung,

tubuhnya berubah menjadi ikan Siminaloda. Makam Dewi

Trisnawati kemudian tumbuh berbagai jenis tanaman. setelah

panen Bhatara Narada menyerahkan hasil panennya kepada

Bhatara Guru. Bhatara Guru memerintahkan kepada Bhatara

Narada untuk memberikan wiji sarining jagad kepada manusia

di bumi.

Page 86: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

70

Jejer Negara Medang Kamulyan, Prabu Srimapunggung

dihadap oleh anaknya, tiba-tiba datanglah Bhatara Narada.

Bhatara Narada berbicara bahwa menerima perintah untuk

memberikan wiji isining jagad. Wiji isining jagad itu supaya

ditanam di ladang Medang Kamulyan. Setelah mendekati waktu

panen ada penyusup dari pulau Anjuk. Putra-putra Prabu Kala

Gumarang yang bernama Dewi Kurese, Gerba Sengara, Lembu

Sengara, Cakutila dan Janada bersama-sama merusak ladang

Medang Kamulyan. Prabu Srimapunggung meminta bantuan

kepada Bhatara Guru, Bhatara Guru memberikan pusaka pecut

penjalin tinggal. Gerba Sengara, Lembu Sengara dan Dewi

Kurese bisa ditundukan, akan tetapi Cakutila dan Janada belum

bisa ditaklukan. Bhatara Narada kemudian bergegas mencari

jagoan ke Nagara Rara Dadapan.

Jejer Rara Dadapan prabu Putut Jantaka dihadap oleh

putranya Blangmenyunyang dan Candramowo. Tiba-tiba

datnglah Bhatara Narada, meminta bantuan agar bersedia

membrantas penyusup di Medang Kamulyan. Condromowo dan

Blangmenyunyang menyetujui apa yang menjadi keinginan

Bhatara Narada, akan tetapi apabila bisa mengalahkan Cakutila

dan Janada. Candramowo mempunyai keinginan apabila tidur

dan makan ingin selalu bersama rajanya. Blangmenyunyang

mempunyai keinginan apabila rajanya makan cukup dikasih nasi

satu kepal di bawahnya. Candramowo dan Blangmenyunyang

bisa membrantas peyusut yang membuat keonaran di Medang

Kamulyan. Sesudahnya Prabu Srimapunggung dan semua warga

mengadakan tasyakuran sebagai ucapan rasa syukur yang

mmbuat keonaran di Negara Medang Kamulyan dapat teratasi.

Menurut Bapak Tusiman selaku kepala dusun berpendapat bahwa:

Isi cerita wayang Baritan yaitu dimulai ketika jagad

masih kosong, kemudian Bhatara Guru menebarkan wiji isining

jagad. Akan tetapi keadaan bumi belum seimbang, masih

condong ke barat. Untuk menyeimbangkan keadaan tersebut

Bhatara Guru mengerahkan para dewa untuk memindahkan

gunung Jamur Dipa yang berada di Banten. Setelah dirasa

seimbang Bhatara Guru menghadap Sang Hyang Wenang dan

Bhatara Guru diberi wiji isining jagad.

Mengetahui keadaan gunung Jamur Dipa sudah tidak

ada, penguasa negara Banten tidak terima. Kemudian berusaha

mencari Bhatara Guru, dalam perjalananya Naga Dampalan

bertemu dengan Nilakanta dan berjanji akan menunjukan

dimana Bhatara Guru berada. Akan tetapi ada persyaratannya

yaitu Nilakanta meminta untuk digendong. Merasa ditipu Naga

Dampalan dan Nirbito marah sekali kemudian Naga Dampalan

Page 87: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

71

berubah menjadi kuda dan Nirbito berubah menjadi harimau.

Setelah selsai menyebar wiji isining jagad, Bhatara Guru

mendapat anugrah Cupu Manik Astagina. Akan tetapi tidak

boleh ada satu orang pun yang mengetahui isinya cupu. Bhatara

Narada memaksa karena dia adalah patih yang bertanggung

jawab jika ada suatu kejadian. Dengan berat hati Bhatara Guru

memberikan cupu, akan tetapi cupu belum sampai ke tangan

Bhatara Narada cupu terbang.

Bhatara Narada bergegas mencari dimana jatuhnya cupu

manik astagina. Cupu itu jatuh disekitar Puser bumi dimana

Naga Gombang yang sedang menerima karma. Naga Gombang

yang merasa tidak mengetahui jatuhnya cupu tersebut menangis

karena dianggap sudah membohongi dewa. Tetesan air matanya

berubah menjadi kunang jabang bayi. Bhatara Narada kemudian

memberikan bayi tersebut kepada Bhatara Guru. Dihadapan

Bhatara Guru bayi tersebut berubah menjadi Kembar, dan diberi

nama Dewi Trisnawati dan Culmuka. Culmuka berubah nenjadi

celeng ( babi hutan ) dan Dewi Trisnawati meninggal. Jasad

Dewi Trisanawati kemudian dimakamkan dan dari atas makam

tumbuh berbagai jenis tanaman. Setelah beberapa bulan

kemudian tanaman yang tumbuh di atas jasad Dewi Trisnawati

dipanen dan hasilnya diserahkan kepada Bhatara Guru. Bhatara

Guru memerintahkan kepada Bhatara Narada untuk memberikan

hasil tanaman kepada raja Medang Kamulan untuk ditanam di

Marcapada.

Gambar 7: Jejer Medang Kamulyan Prabu Srimapunggung

bersyukur telah berhasil menaklukan musuh-musuhnya.

Raja Medang Kamulan bernama Srimapungung

menanam biji terebut di ladang Medang Kamulan. Setelah

sekian bulan tanaman sudah siap dipanen tibalah penyusup dari

Page 88: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

72

pulau Anjuk yang ingin mencicipi hasil tanaman yang ditanam

di ladang Medang Kamulan. Mengetahui hal tersebut prabu

Srimapunggung mencoba membrantas, akan tetapi kalah. Prabu

Srimapunggung meminta bantuan kepada Bhatara Narada,

kemudian Bhatara Narada mencari jago ke Rara Dadapan.

Bhatara Narada meminta kepada Prabu Putut Jantaka bahwa

anaknya yang bernama Candramowo dan Blangmenyunyang

untuk mengalahkan penyusup yang membuat ontan-ontran di

Medang Kamulan. Candramowo dan Blangmenyunyang

berhasil mengalahkan penyusup dan panen raya dilakukan.

Setelah panen raya Prabu Srimapunggung mengadakan pesta

bersama seluruh masyarakatnya.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan isi cerita wayang

dalam tradisi Baritan yaitu menceritakan perintah Sang Hyang Wenang

kepada Bhatara Guru untuk menyebar wiji isining jagad, akan tetapi keadaan

tanah Jawa belum seimbang. Bhatara Guru kemudian memeritahkan kepada

para dewa utuk menyeimbangkn tanah Jawa. Kemudian Bhatara Guru

memeritahkan Bhatara Narada untuk memeberikan hasil wiji sarining jagad

kepada titah mercapada. Prabu Srimapunggung yang menjadi raja Medang

Kamulyan menanam wiji sarining jagad. Setelah panen prabu Srimapunggung

mengadakan tasyakuran bersama para warganya. Cerita wayang Barit dalam

tradisi Baritan merupakan keharusan, dengan diadakan lakon Barit

diharapkan hasil tanaman yang berada di desa Kedungwringin bisa menjadi

melimpah.

4. Ubarampe dan Makna Simbolik Ubarampe dalam Tradisi Baritan

Bagi masyarakat Jawa, ritualitas sebagai wujud pengabdian

ketulusan penyembahan kepada Allah, sebagian diwujudkan dalam bentuk

simbol-simbol yang memiliki kandungan yang mendalam (Sholikhin, 2010:

Page 89: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

73

16). Namun sekarang ini muncul hal yang menarik untuk disadari, sampai

saat ini tidak sedikit orang yang melaksanakan sesaji, akan tetapi

kebanyakan tidak memahami makna ubarampe yang dibuatnya. Mereka

hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tua dan nenek moyangnya.

Begitu juga yang terjadi pada masyarakat desa Kedungwringin, sebagian

besar dari mereka tidak mengetahui makna ubarampe dalam sebuah tradisi.

Salah satu tradisi yang masih dilaksanakan adalah tradisi Baritan, untuk

mengetahui lebih rincinya sebagai berikut:

a. Ubarampe pemendaman kepala kambing

Ubarampe dalam pemendaman kepala kambing adalah berbagai

jenis perlengkapan yang digunakan dalam proses pemendaman kepala

kambing.Ubarampe yang diperlukan dalam proses pemendaman kepala

kambing adalah kepala kambing, pisang raja, kinangan, rakan,

kembang telon, arang-arang kambang, jembawuk, kopi, teh, untuk

mengetahui makna simbolik dalam ubarampe prosesi pemendaman

kepala kambing lebih rincinya sebagai berikut:

1.Kepala kambing

Kepala kambing merupakan ubarampe Baritan yang dipendam di

perempatan jalan. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat

bahwa:

“Endas mendha dipun pendem wonten prapatan

margi, menika kangge simbol persatuan lan kejayaan.

Warga masyarakat desa Kedungwringin nggadahi

pangajeng-ajeng pemimpinipun saget mupuk raos

persatuan.”

Page 90: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

74

Terjemahan: Kepala Kambing dipendam di

perempatan jalan, sebagai simbol persatuan dan

kejayaan. Warga masyarakat desa Kedungwringin

berharap mempunyai pemimpin yang bisa mempererat

rasa persatuan.

Sedangkan menurut Bapak Tusiman berpendapat:

Kepala kambing mempunyai arti atau simbol

kejayaan dan persatuan, dengan simbol kepala kambing

masyarakat berharap agar desa Kedungwringin tetap

jaya dan tetap bersatu.

Gambar 8: Kepala kambing yang dijadikan

Ubarampe tradisi Baritan.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

kepala kambing merupakan lambang dari kejayaan dan persatuan.

Warga masyarakat desa Kedungwrungin berharap mempunyai

pemimpin yang bisa mempersatukan persatuan dan kejayaan. Untuk

Page 91: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

75

mewujudkan persatuan dan kejayaan itu tercermin pada sosok

seorang pemimpin yang harus berbuat bijak, adil, dan jujur.

2.Rakan

Gambar 9: Rakan yang terdiri dari gembili, senthe, kethela,

singkong, uwi.

3.

Rakan yaitu sesaji berupa uwi, gembili, senthe atau jajanan pasar

seperti ketela yang bahannya diambil dari berbagai jenis pohon talas

dan direbus. Menurut Bapak Budi Sudarsono berprndapat bahwa:

“Rakan menika kangge simbol pangormatan

dumateng ingkang mbaureksa sela.”

Terjemahan: Rakan itu merupakan simbol atau

wujud penghormatan kepada penunggu batu.

Sedangkan menurut Bapak Tusiman berpendapat:

“Rakan itu mempunyai maksud sebagai

penghormatan kepada penunggu batu karang.”

Uwi Gembili

Kethela

Singkong

Senthe

Page 92: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

76

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan rakan yaitu sesaji

berupa uwi, gembili, senthe atau jajanan seperti ketela yang

bahannya diambil dari akar berbagai jenis pohon talas dan direbus.

Sesaji ini dimaksudkan untuk penghormatan kepada penunggu batu,

batu karang atau batu-batu lainnya. Penunggu batu atau jin

diharapkan tidak menggangu warga masyarakat desa

Kedungwringin, karena manusia dan jin menempati tempat yang

sama akan tetapi berbeda alam. Mereka berharap agar tidak saling

mengganggu satu sama lain.

4.Kinangan

Gambar 10: Ubarampe kinangan

Kinangan adalah makanan yang biasa dimakan oleh nenek-

nenek yang terdiri dari daun sirih, pinang, gambir, dan kapur sirih.

Ubarampe kinangan sebagai simbol gotong royong, karena kinangan

terdiri dari beberapa bagian, apabila kurang dari satu bagian akan

Page 93: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

77

terasa kurang. Masayarakat desa Kedungwringin berharap mereka

bisa seperti kinangan, jangan merasa paling benar dan berjasa, semua

kisah sukses adalah kerja orang bersama-sama dalam kehidupan. Hal

tersebut sama dengan Bapak Budi Sudarsono yang berpendapat

bahwa:

“Kinangan menika kangge simbol gotong

royong, amargi ingkang kasebat kinangan saking

suruh, gambir, jambe, lan gamping. Menawi salah

satunggaling kirang raosipun kirang eco.”

Terjemahan: Kinangan itu merupakan simbol gotong

royong, sebab yang disebut kinangan terdiri dari daun

sirihh, gambir, pinang dan kapur sirih. Apabila salah

satu ada yang kurang rasanya menjadi kurang enak.

Menurut Bapak Tusiman berpendapat:

“Kinangan yaitu sejenis makanan yang

dimakan oleh nenek-nenek jaman dahulu yang terdiri

dari daun sirih, gambir, buah pinang dan kapur

sirih.”

5.Pisang Raja

Gambar 11: Ubarampe pisang raja

Page 94: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

78

Pisang raja sebagai simbol dari permohonan terkabulnya do”a

ambeng adil paramarta berbudi bawa leksana atau menjadi

seseorang yang mempunyai watak adil, berbudi luhur, dan tepat

janji. Warga masyarakat desa Kedungwringin berharap dengan

Ubarampe pisang raja mereka mempunyai pemimpin yang berwatak

adil, berbudi luhur dan tepat janji. Hal tersebut sependapat dengan

Bapak Budi Sudarsono yang berpendapat bahwa:

“Pisang raja menika simbol saking do’a

ambeng adil paramarta berbudi bawa leksana.”

Terjemahan: Pisang raja itu merupakan simbol dari

do’a adil, berwatak luhur atau baik dan tepat janji

Bapak Tusiman berpendapat bahwa :

Pisang raja merupakan simbol do’a agar raja atau

pemimpin mempunyai sifat yang bijaksana, baik dan

tepat janji.”

6.Arang-arang kambang, jembawuk, putih, teh pahit, teh manis, kopi

pahit dan manis.

Gambar 12: Ubarampe aneka sesaji, arang-arang kambang, kopi

manis, kopi pahit,teh pahit, manis dan jembawuk.

Page 95: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

79

Arang-arang kambang adalah minuman yang terbuat dari

rengginang dicampur dengan air putih. Rengginang tersebut

dihaluskan kemudian dicampur dengan air putih. Jembawuk

merupakan minuman yang terbuat dari santan kelapa dicampur

dengan kopi dan gula merah. Makna yang terkandung dalam

berbagai jenis minuman tersebut adalah sebagai simbol rasa dalam

kehidupan. Kehidupan selalu berubah-rubah, dengan simbol tersebut

diharapkan masayarakat desa Kedungwringin selalu siap dan tabah

dalam menjalani suatu kehidupan. Hal tersebut sama seperti Bapak

Budi Sudarsono berpendapat bahwa:

“Arang-arang kambang menika toya pethak

ingkang dipuncampur kalih rengginang. Menawi

jembawuk menika santen klapa ingkang

dipuncampur kalih gendis Jawi lan kopi. Ubarampe

unjukan punika nggadahi makna menawi

pagesangan punika kados roda, nggadahi pinten-

pinten raos”.

Jembawuk

Kopi pahit Teh manis

Air putih

Kopi manis

Teh pahit

Arang-arang kambang

Page 96: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

80

Terjemahan: Arang-arang kambang itu air putih

yang dicampur dengan rengginang. Sedangkan

jembawuk itu santan kelapa yang dicampur dengan

gula Jawa dan kopi. Ubarampre unjukan itu

mempunyai makna apabila kehidupan itu seperti

roda, mempunyai banyak rasa.

Sedangkan menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Arang-arang kambang yaitu minuman yang

terbuat dari rengginang dicampur dengan air putih.

Jembawuk yaitu minuman yang terbuat dari santan

kepala dicampur dengan gula Jawa dan kopi.”

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

ubarampe minuman seperti kopi, teh, jembawuk, arang-arang

kambang, air putih mempunyai arti sebagai simbol rasa dalam

kehidupan.

7.Kembang Telon

Gambar 13: Kembang telon yang terdiri dari mawar,

kanthil dan bayam

Mawar Bayem Khantil

Page 97: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

81

Kembang telon berisi tiga macam bunga, bunga mawar,

kantil, dan bayem. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat

bahwa:

“Kembang telon menika kadadosan saking

tigang kembang inggih menika kembang mawar,

kanthil lan bayem. Mawar maknanipun panyuwunan

ingkang mawarini-warini, kanthil menika

panyuwunan ingkang kumantil wonten manah,

bayem menika sasampunipun kalaksanan dados

tentrem manahipun.”

Terjemahan: Kembang telon itu terdiri dari tiga

bunga yaitu mawar, kanthil dan bayam. Mawar

mempunyai makna permintaan yang bermacam-

macam, kanthil itu permintaan yang selalu

tergsntung didalam hati, bayam itu setelah tercapai

hatinya menjadi nyaman.

Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Kembang telon itu berisi mawar, kantil dan bayam

maknanya adalah suatu keinginan.”

Kembang telon terdiri dari tiga macam yaitu : mawar, kanthil dan

bayam. Maknanya adalah mawar kita mempunyai tujuan terutama di

desa Kedungwringin khususnya akan melaksanakan Baritan jadi

dikumpulkan rupanya harta benda, tarikan-tarikan pada masyarakat.

Bunga mawar maknanya mengumpulkan warna-warni atau berupa-rupa

macam, kembang kanthil karena orang kedungwringin banyak yang tani

itu mengharapkan supaya hasil panen di desa kedungwringin supaya

diberi hasil yang baik dan selamat tidak ada alangan suatu apapun,

bayam karena tujuan tradisi Baritan sudah terlaksana semoga hasilnya

Page 98: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

82

akan lebih baik, sehingga orang menjadi ayem dan tentram (tenang dan

nyaman).

b. Ubarampe kenduri dalam tradisi Baritan

Kenduri selamatan dalam tradisi Baritan bagi masyarakat desa

Kedungwringin memiliki arti penting, dan menjadi bagian tidak

terpisah dari sebuah ritual atau tradisi. Kenduri adalah upacara

sedhekah makanan karena warga masyarakat desa Kedungwringin telah

memperoleh hasil panen yang melimpah.Ubarampe kenduri dalam

tradisi Baritan diantaranya tumpeng rasul, ingkung, tompo, penggel,

kecambah, jenang abang dan jenang putih untuk nengetahui makna

simbolik ubarampe kenduri dalam tradisi Baritan sebagai berikut:

1.Tumpeng Rasul

Gambar 14: Ubarampe tumpeng rosul

Tumpeng rasul adalah nasi yang dibentuk mengerucut besar

menyerupai gunung. Tumpeng rasulbiasanya di dampingi oleh

berbagai macam lauk-pauk dan ingkung. Tumpeng atau nasi

Page 99: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

83

gunungan melambangkan cita-cita atau tujuan yang mulia, seperti

gunung yang memiliki sifat besar dan puncaknya menjulang tinggi.

Tumpeng rasul ini sebagai lambang penghormatan dan mendoakan

para arwah rosul, sahabat dan keluarganya. Hal tersebut sama seperti

Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa:

“Tumpeng menika kados gunung ingkang ageng lan

inggil, dados pralambang bilih manungsa ngadahi cita-

cita utawi tujuan ingkang mulia. Tumpeng rasul menika

kangge ngintu do’a lan pangurmatan dumateng arwah

para rasul, keluargi lan sahabatipun.”

Terjemahan: Tumpeng itu seperti gunung yang besar dan

tinggi, menjadi lambang bahwa manusia mempunyai cita-

cita atau tujuan yang mulia. Tumpeng rasul itu untuk

mengirim do’a dan penghormatan kepada arwah para

rasul, keluarga dan sahabatnya.

Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Tumpeng rasul yaitu nasi besar berbentuk kerucut

atau menyerupai gunung. Tumpeng rasul sebagai simbol

mendo’akan kepada para arwah rasul, sahabat dan

keluarganya.”

2.Ingkung

Gambar 15: Ubarampe ingkung sebagai pelengkap tumpeng rasul

Page 100: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

84

Ingkung adalah ayam yang dimasak dengan keadaan kaki, kepala

diikat menggunakan tali. Ingkung biasanya sebagai pelengkap

tumpeng Rasul maksudnya sebagai ciri khusus dari orang yang

mengikuti Rasulullah adalah “enggala njungkung’ atau bersujud, juga

bermakna “enggala manekung” (segala bermushasabah dan zikir

kepada Allah). Dengan adanya ubarampe ingkung berharap agar

masayrakat desa Kedungwringin selalu bersujud kepada Allah dan

mengikuti ajaran rasululah. Hal tersebut sependapat dengan Bapak

Budi Sudarsono bependapat bahwa:

“Ingkung punika nggadahi artos enggala njungkung

ugi enggala manengkung.

Terjemahan: Ingkung itu mempunyai arti cepatlah

bersujud dan cepatlah berzikir kepada Allah.”

Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Ingkung yaitu ikan ayam yang diikat dan dimasak,

makna yang terkandung dalam ingkung adalah agar kita

senantiasa mengikuti ajaran rasul.”

3. Tompo

Gambar 16: Ubarampe tompo

Page 101: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

85

Tompo adalah nasi putih yang bulat seperti bola dibagi menjadi dua.

Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa:

“Tompo menika nggadahi makna ngaturaken raos

maturnuwun sasampunipun mentas resik utawi ngintu do’a

dumateng arwah leluhur.”

Terjmahan: Tompo itu mempunyai makna wujud rasa

terima kasih kepada Allah setelah melakukan ziarah dan

mengirim do’a kepada arwah leluhur.”

Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Tompo itu sebagai lambang seseorang telah

melakukan ziarah kubur, dengan ubarampe tompo semoga

arwah yang dizarahi mendapat ampunan dari Allah swt.”

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan ubarampe tompo

sebagai lambang ucapan terima kasih setelah ziarah kubur. Dengan

harapan setelah mengirim do’a kepada leluhur dan memberi sedhekah

semoga arwah di alam kubur mendapat perlakuan yang sesuai seperti

apa yang dilakukan di dunia dan di ampuni dosa-dosanya.

4. Ambeng

Gambar 17: Ubarampe ambeng

Page 102: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

86

Ambeng adalah nasi yang dibuat menyerupai bola yang dibagi dua.

Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa:

“Ambeng menika sakah satunggiling simbol

raketipun tali pasederekan antawisipun warga

masyarakat.”

Terjemahan: Ambeng itu salah satu simbol terjalinnya tali

persaudaraan antara warga masyarakat.”

Menurut Bapak Tusiman berpendapat:

“ Ambeng merupakan lambang tali persaudaraan,

karena satu Ambeng biasanya dimakan oleh tiga orang.”

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Ambeng

merupakan lambang kekuatan ikatan tali perasudaraan dan

kebersamaan. Masayrakat desa Kedungwringin berharap dengan

adanya Ambeng yang dimakan bersama-sama semoga ikatan tali

persaudaraan dan persaudaraan akan selalu terjaga.

5. Kecambah

Gambar 18: Ubarampe kecambah ijo

Page 103: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

87

Salah satu Ubarampe dalam tradisi Baritan adalah kecambah

atau toge, kecambah yang digunakan sebagai ubaranpe adalah

kecambah ijo. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat

bahwa:

“Kecambah punika dados ubarampe wonten tradisi

Baritan,kecambah dados pralambang bakal manungsa

mugi mugi kados kecambah.”

Terjemahan: Kecambah itu menjadi perlengkapan dalam

tradisi Baritan, kecambah itu menjadi simbol calon

manusia semoga seperti kecambah.

Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“kecambah merupakan salah satu perlengkapan

dalam tradisi Baritan, kecambah sendiri memiliki makna

yaitu bibit manusia.”

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ubarampe

kecambah merupakan simbol dari benih manusia, dengan

simbol kecambah masyarakat desa Kedungwringin berharap

anaknya berkembang seperti kecambah.

6. Jenang Abang dan Jenang Putih

Gambar 19:Jenang abang dan jenang putih

Page 104: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

88

Jenang abang adalah bubur yang dibuat dari beras dibumbui sedikit

dengan garam dan dicampur dengan gula Jawa sehingga warnanya

berubah menjadi merah. Menurut bapak Budi Sudarsono berpendapat

bahwa:

“Jenang Abang menika lambang bibit saking ibu,

menawi jenang putih menika pralambang saking bibit

bapak. Jenang abang lan putih punika nggadahi makna

kangge pangurmatan lan permohonan dumateng tiyang

sepuh mugi-mungi maringi pangestu.”

Terjemahan: Bubur merah dan putih itu lambang benih

dari ibu, sedangkan bubur putih itu lambang dari ayah.

Bubur merah dan putih mempunyai makna untuk

penghormatan dan permohonan kepada orang sepuh

semoga memberikan do’a restu.”

Menurut Bapak Tusiman Berpendapat:

“Jenang abang itu adalah lambang benih ibu (darah

–ed), sedangkang jenang putih itu adalah lambang benih

ayah (seperma). Lambang tersebut sebagai permohonan

do’a restu.”

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan jenang merah adalah

lambang bibit dari ibu (darah merah-ed), sedangkangdan jenang putih

merupakan lambang benih dari ayah (sperma). Kedua jenang tersebut

sebagai penghormatan dan permohonan kepada orang tua agar diberi

doa restu selalu mendapatkan keselamatan. Jenang abang

dimaksudkan sebagai lambang bibit dari ibu (darah merah-ed).

c. Ubarampe pertunjukan wayang dalam tradisi Baritan

Ubarampe dalam pertunjukan wayang dalam tradisi Baritan

tergolong banyak, karena merupakan ruwat bumi. Pertunjukan wayang

dalam tradsi Baritan merupakan suatu hal yang wajib, karena

Page 105: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

89

pertunjukan wayang sendiri merupakan sesaji. Ubarampe dalam tradisi

Baritan dapat dibagi menjadi tiga bagian diantaranya: ubarampe yang

berada diatas panggung, dibawah panggung dan dibawah tarub.Masing-

masing ubarampe tersebut mempunyai makna tersendiri, untuk lebih

rincinya sebagai berikut:

1.Ubarampe pertunjukan wayang yang berada di bawah tarub.

Ubarampe pertunjukan wayang yang berada di bawah

tarub yaitu: (Tiris, godhong wringin, andhong, ampel gadhing, tebu

wulung, padi, jagung, kacang panjang, cabe, pethe, pala pendem

kumplit). Masing-masing ubarampe tersebut mempunyai makna

tersendiri, untuk lebih rincinya sebagai berikut:

a.Tiris atau cikal

Gamabar 20: Ubarampe tiris atau cikal

Page 106: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

90

Tiris atau cikal adalah pohon kelapa yang baru

tumbuhatau tunas kelapa. Menurut Bapak Budi Sudarsono

berpendapat bahwa:

“Tiris punika lambang bilih tiyang agesang

kedah kados tiris, amargi tiris menika tuwuh

manginggil artosipun cita-cita ingkang inggil, lurus,

jujur. Tiris punika saget gesang wonten pundi

kemawon lajeng sedaya saking klapa wonten

ginanipun”.

Terjemahan: Tunas kelapa itu lambang kalau orang

hidup harus seperti tunas kelapa, sebab tunas kelapa

tumbuh ke atas artinya cita-cita yang tinggi, lurus

jujur. Tunas kelapa bisa hidup dimanapun berada

terus semua bagian dari pohon kelapa ada gunanya.

Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Tiris itu adalah kelapa yang baru tumbuh,

ubarampe ini memiliki makna tunas yang tumbuh

sealalu menghadap ke atas berarti sifat jujur,

semangat tinggi, akar kelapa yang kuat

melambangkan agar masyarakat memiliki tekad dan

keyakinan yang kuat. Selain itu tunas kelapa dapat

tumbuh dimanapun berada.”

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwaTiris atau

Cikal sebagai lambang dari seseorang. Warga masyarakat desa

Kedungwringin berharap anaknya memiliki sifat seperti tunas

kelapa. Tunas kelapa yang selalu tumbuh menghadap keatas,

artinya mempunyai cita-cita yang tinggi, lurus, jujur tidak

mudah terombang-ambing. Tunas kelapa dapat bertahan hidup

lama dan dimana saja, agar masyarakat desa Kedungwringin

bisa bertahan hidup dengan kondisi bagaimanapun dan

dimanapun berada, akar tunas lelapa yang kuat melambangkan

Page 107: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

91

agar masyarakat desa Kedungwringin memiliki tekad dan

keyakinan yang kuat dalam memegang dasar-dasar kebenaran

dan tradisi. Semua bagian dari pohon kelapa berguna, tujuannya

agar masyarakat desa Kedungwringin berguna bagi nusa

bangsa, negara dan sesama manusia.

b. Godhong wringin, godhong ampel gadhing, godhong andhong.

Gambar 21: Ubarampe godhong andhong, godhong wringin,

godhong ampel

Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa:

“Ubarampe ingkang awujud godhong punika

nggadahi makna piyambek-piyambek. Godhong

wringin menika artosipun pengin utawi ngersaaken,

godhong andhong artosipun andongakake menawi

godhong pring ampel gadhing niku artosipun

gesang punika wajib eling, wajib pada eling, eling

dumateng ingkang pepeling”

Terjemahan: perlengkapan yang berwujud godhong

itu mempunyai makna sendiri-sendiri. Daun beringin

itu artinya keinginan, daun andhong artinya

Godhong andhong Godhong Wringin Godhong Ampel

Page 108: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

92

mendo’akan sedangkan daun bambu ampel gadhing

itu artinya hidup itu harus ingat, wajip saling ingat,

ingat kepada yang membuat ingat.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa godhong

wringin atau daun beringin berarti ingin, beringin merpakan

simbol keinginan. Dengan simbol daun beringin masyarakat

desa Kedungwringin berharap keinginan atau cita-citanya dapat

tercapai. Daun andhong berarti “andhongaake” atau

mendo’akan. Daun andhong melambangkan agar warga

masyarakat desa Kedungwringin senantiasa mendoakan arwah

leluhur yang sudah meninggal. Semoga arwah para leluhur desa

Kedungwringin diampuni dosa-dosanya dan diringankan siksa

kuburnya.Daun pring gadhing adalah daun bambu kuning, daun

bambu kuning ini mempunyai arti “urip iku wajib eling, wajib

pada eling, eling marang sing pepeling”. Masyarakat desa

Kedungwringin diharapkan hidup itu harus selalu ingat, wajib

bersyukur atas apa yang telah kita dapatkan, dan harus inget

kepada siapa yang telah memberi yaitu Allah Swt.

c. Padi

Padi merupakan ubarampe dalam tradisi Baritan, karena

padi tersebut dipercaya sebagai bibit unggul yang diperebutkan

setelah selesai pertunjukan wayang. Menurut Bapak Budi

Sudarsono berpendapat bahwa:

“Makna simbolik saking pantun inggih punika

pantun mboten nate mentingken jati diri, sami kados

Page 109: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

93

sesepuh ingkang sampun ndidik, ngorbanaken

kangge putranipun, sesepuh punika mboten

mentingaken mboten nyuwun imbalan. Makna

lintunipun inggih punika kados wonten peribahasa

semakin menunduk semakin menjadi”

Terjemahan: Makna simbolik dari padi yaitu padi

tidak pernah mementingkan jati diri, sama seperti

sesepuh yang tidak mementingkan jati diri dalam

mendidik, berkorban untuk anaknya. Orang tua itu

tidak pernah meminta balasan. Makna lainnya

adalah semakin menunduk semakin berisi.

Menurut Bapak Tusiman berpendapat:

“padi untuk simbol karena semakin menunduk

semakin berisi”

Gambar 21: Ubarampe padi

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan padi sebagai

lambang karena padi memiliki arti padi tidak pernah

mementingkan jati diri, batangnya disebut jerami, bahnya

disebut gabah, kulitnya disebut merang, isinya disebut beras.

Maksudnya seperti sesepuh kita yang telah mendidik,

Page 110: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

94

membesarkan, dia tidak mementingkan jati diri, walaupun

bersusah payah berkorban demi kita. Makna lain yaitu pada

semakin menunduk semakin berisi, artinya agar kita meniru

seperti padi semakin banyak ilmu semakin tidak sombong.

d.Jagung

Gambar 23: Ubarampe jagung

Jagung sebagai simbol, karena orang tua berharap agar

anaknya dalam hidup meniru seperti biji jagung, ketika ditanam

harus ditimpa tanah, membutuhkan perjuangan untuk tumbuh,

jika tidak ditimpa tanah akan dimakan ayam. Ketika sudah

tumbuh harus disirami, dipupuk, untuk menghasilkan hasil yang

manis. Dari biji jagung dapat ikta ambil bahwa hidup memerlukan

Page 111: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

95

perjuangan, setelah tumbuh juga harus rendah hati, karena air

mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Supaya

menghasilkan hasil yang manis harus dipupuk dengan keimanan.

Hal tersebut sama seperti Bapak Budi Sudarsono berpendapat:

“Jagung punika nggambaraken pagesangan

awit saking lare dumugi dewasa.Saking wiji jagung

punika saget dipun pendhet menawi pagesangan

punika mbetahaken perjuangan.”

Terjemahan: Jagung itu menggambarkan kehidupan

mulai dari anak-anak sampai dewasa. Dari biji

jagung itu dapat kita ambil kalau hidup itu

membutuhkan perjuangan.

e. Tebu wulung

Gambar 24: Ubarampe tebu wulung

Tebu wulung adalah pohon tebu yang berwarna hitam. Orang

Jawa banyak yang meyakini bahwa tebu wulung dapat berfungsi

sebagai tolak bala atau penangkal. Oleh karena dengan diberikan

Page 112: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

96

tebu wulung sebagai ubarampe semoga bisa menolak bala atau

mala petaka yang akan menimpa desa Kedungwringin. Hal tersebut

sepedapat dengan Bapak Budi Sudarsono:

“Tebu wulung punika nggadahi fungsi kangge

tolak bala”

Terjemahan: tebu wulung itu mempunyai fungsi untuk

menolak bala.

Sedangkan menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Tebu wulung adalah tebu yang berwarna hitam,

masyarakat meyakini bahwa tebu wulung biasa

digunakan sebagai tolak bala seperti santet, tenun atau

mala petaka.”

f.Pala pendem

Gambar 25: Ubarampe pala pendemyang terdiri dari

singkong, ketela, talas, uwi, gembili.

Pala pendem adalah segala macam ubi-ubian yang buahnya

berada di dalam tanah. Sesaji ini mempunyai artinya agar warga

masyarakat desa Kedungwringin dalam kehidupannya tidak boleh

Page 113: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

97

sombong harus andap asor (rendah hati). Hal tersebut sama seperti

Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa:

“Pala pendem inggih punika sedaya woh-wohan

ingkang wonten lebeting siti.”

Terjemahan: pala pendem yaitu semua buah-buahan

yang buahnya berada di dalam tanah.”

Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Pala pendem yaitu jenis ubi-ubian yang berbuah di

dalam tanah, seperti singkong, uwi, talas dan lain-

lain.”

g. Kacang panjang

Gambar 26: Ubarampe kacang panjang

Kacang panjang sebagai simbol diharapkan warga masyarakat desa

Kedungwringin dalam kehidupan sehari-hari semestinya harus

selalu berfikir panjang, dan jangan memiliki pikiran yang picik.

Sehingga dapat menghadapi segala hal dan keadaan dengan penuh

kesadaran dan bijaksana. Hal tersebut sependapat dengan Bapak

Budi Sudarsono yang berpendapat:

Page 114: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

98

“Kacang panjang menika dados pralambang

bilih manungsa gesang wonten alam dunya kedah

nggadahi nalar ingkang mulur, mulur mungkretipun

nalar punika pating saluwir.”

Terjemahan: Kacang panjang itu menjadi simbol

bahwa manusia hidup di dunia harus mempunyai

pikiran yang panjang, panjang pendeknya cara

berfikir berpengaruh dalam memecahkan suatu

masalah.

Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Kacang panjang sebagai simbol, diharapkan

masyarakat desa Kedungwringin mempunyai fikiran

yang panjang sehingga dapat memecahkan masalah

dengan bijaksana.”

h.Cabe

Gambar 27: Cabe merah

Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa:

“Ubarampe lombok kedah ingkang warni

abrit, menika nglambangaken bilih mugi-mugi

masyarakat desa Kedungwringin nggadahi tekad

ingkang kiyat kangge wujudaken kabecikan.”

Terjemahan: Ubarampe cabe itu harus berwarna

merah, sebab sebagai simbol semoga masyarakat

desa Kedungwringin mempunyai semangat yang

tinggi untuk mewujudkan kebenaran.”

Page 115: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

99

Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Cabe itu adalah lambang keberanian,

keberanian yang diharapkan adalah keberanian

dalam menegakan kebenaran.”

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa cabe

merah mempunyai arti agar muncul keberanian dan tekad untuk

menegakan kebenaran Tuhan. Masyarakat desa Kedungwringin

diharapkan mempunyai keberanian yang tinggi untuk

menegakan kebenaran Tuhan Yang Maha Esa.

i. Pethe

Gambar 28: Ubarampe Pehte

Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa:

“Pethe menika kangge pralambang keadilan,

amabrgi pethe punika alit agengipun sami”

Terjemahan: petai itu menjadi simbol keadilan,

karena petai itu besar kecilnya sama.

Page 116: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

100

Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Petai itu menjadi suatu perlengkapan, karena

petai merupakan simbol keadilan.”

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

petai merupakan simbol keadilan, karena petai besar kecilnya

sama. Petai menjadi ubarampe dalam tradisi Baritan dengan

harapan masyarakat desa Kedungwringin mempunyai rasa

keadilan.

2.Ubarampe pertunjukan wayang yang berada di atas panggung

Ubarampe pertunjukan wayang yang berada di atas panggung

yaitu (gula batu, minyak fanbo, menyan putih, pane lemah, parem

gadung, pisang raja, rokok kreni, jajan pasar, pethet, dom, bolah,

kaca). Ubarampe tersebut mempunyai makna masing-masing,

untuk mengetahui makna yang ada dalam ubarampe lebih rincinya

sebagai berikut:

a. Gula Batu

Gambar 28: Ubarampe sesaji gula batu

Page 117: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

101

Gula batu adalah gula yang berbentuk seperti batu,

berwarna bening atau berwarna putih. Menurut Bapak Budi

Sudarsono berpendapat bahwa:

“Ubarampe gula batu menika kangge

pralambang bilih manungsa gesang wonten alam

dunya kedah nggadahi sifat kados gula batu. Gula

batu punika sifatipun mboten sombong, nggadahi

pendirian lan cerdik.”

Terjemahan: Ubarampe gula batu itu sebagai simbol

bahwa manusia hidup di dunia ini harus memiliki

sifat seperti gula batu. Gula batu itu sifatnya tidak

sombong, menpunyai pendirian dan cerdik.

Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Sesaji gula batu itu mempunyai makna,

dengan adanya sesaji gula batu diharapkan

masyarakat desa Kedungwringin memiliki sifat

seperti gula batu yang tidak keras kepala, tetapi

punya pendirian dan cerdik.”

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Gula batu

adalah gula yang berbentuk seperti batu, berwarna bening mirip

dengan es batu. Gula batu sebagai lambang agar masyarakat

desa Kedungwringin memiliki sifat seperti gula batu. Batu itu

melambangkan sifat yang keras, merasa menang sendiri dan

tidak bisa diubah. Gula batu jika dipanaskan tubuhnya memang

hancur seperti salju tapi lama (mempunyai pendirian), tidak

keras kepala, bukan karena tidak punya prinsip, airnya tidak

keruh, terlihat kalah tetapi menang mengalahkan dnengan cara

yang halus dan cerdik, karena bisa membuat air manis.

Page 118: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

102

b. Minyak Fanbo

Gambar 20: Minyak fanbo

Minyak fanbo yaitu sejenis minyak wangi yang biasa digunakan

masyarakat Jawa untuk memberi harum-haruman pada benda-

benda pusaka. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat

bahwa:

“Minyak fanbo wonten tradisi Baritan

maknanipun inggih punika supados Dewi Sri tansah

angganda arum, menawi Dewi Sri angganda arum

mugi-mugi asil pertanianipun saget arum kados

Dewi Sri.

Terjemahan: Minyak wangi fanbo dalam tradisi

Baritan mempunyai makna agar Dewi Sri selalu

berbau wangi, apabila Dewi Sri selalu berbau wangi

diharapkan hasil pertaniannya bisa baik, seperti

Dewi Sri.

Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Minyak fanbo mempunyai makna yaitu

sebagai permohonan kepada Dewi Sri agar selalu

berbau wangi”

Page 119: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

103

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan minyak wangi

fanbo yaitu sejenis minyak wangi yang biasa digunakan

masyarakat Jawa untuk memberi harum-haruman pada benda-

benda pusaka. Minyak fanbo sebagai lambang keharuman, agar

Dewi Sri selalu berbau wangi. Pertanian di desa Kedungwringin

diharapkan menghasilkan hasil yang memuaskan seperti Dewi Sri

selalu bearoma harum.

c.Jajan pasar

Gambar 31: Ubarampe jajan pasar

Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa:

“Jajan pasar punika maknanipun sesrawungan

ugi lambang kemakmuran.”

Terjemahan: Jajan pasar maknanya sebagai simbol

pergaulan dan lambang kemakmuran”.

Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Jajanan pasar itu mempunyai makna sebagai

simbol pergaulan seperti banyak orang yang ada di

pasar.”

Page 120: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

104

Jajan pasar mempunyai makna sebagai simbol “sesrawungan”

(hubungan kemanusiaan, silaturahmi), lambang kemakmuran. Hal

ini diasosiasikan pasar adalah tempat segala macam barang, seperti

dalam jajanan pasar terdapat buah-buahan, makanan anak dan sekar

setaman. dengan adanya jajan pasar masyarakat desa

Kedungwringin yang terdiri dari berbagai kalangan dapat menjalin

tali silaturahmi dengan baik.

d.Rokok Kreni

Gambar 32: Rokok kreni

Rokok kreni adalah rokok yang terbuat dari rambut jagung dan

bungkusnya menggunakan bungkus jagung yang telah mengering.

Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa :

“Rokok kreni inggih punika rokok ingkang

kadamel saking rambut jagung, bungkusipun saking

klaras jagung. Makna ingkang wonten rokok kreni

inggih punika jagung ingkang katanem wonten desa

Kedungwringin saget kados rokok kreni.”

Page 121: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

105

Terjemahan:Rokok kreni yaitu rokok yang terbuat

dari rambut jagung, terbungkus oleh kulit jagung.

Makna yang ada dalam rokok kreni yaitu jagung

yang ditanam di desa Kedungwringin bisa seperti

rokok kreni.

Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Rokok kreni yaitu rokok yang terbuat dari

klaras jagung. Tujuanipun agar jagung yang ditanam

seperti rokok kreni.”

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan rokok kreni adalah rokok

yang terbuat dari rambut jagung dan bungkusnya menggunakan

bungkus jagung yang telah mengering. Rokok kreni ini

mempunnyai makna atau tujuan agar jagung yang ditanam di desa

Kedungwringin hasilnya bisa besar-besar seperti rokok kerni.

e.Parem Gadung, dom, bolah, pethet dan pangilon.

Gambar 32: Ubarampe cermin, sisir, bedak

Page 122: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

106

Ubarampe lainya yang berada di atas panggung adalah parem

gadung, dom, bolah, pethet, dan cermin. Parem gadung adalah

bedak yang terbuat dari bahan dasar tepung gadung. Gadung

yaitu jenis ubi-ubian yang tumbuh di pekarangan atau hutan,

pohonnya menjalar dan dipenuhi oleh banyak duri. Dom yaitu

jarum, pethet adalah sisir dan pangilon adalah cermin. Menurut

Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa:

“Ubarampe kados parem gadung, dom, pethet,

lan pangilon menika katujoaken dumateng Dewi Sri

supados tansah wanudya ingkang sulistianing wati.

Menawi Dewi Sri tansah sulistianing wati mugi-

mugi tanemanipun kados Dewi Sri.”

Terjemahan: Ubarampe seperti parem gadung,

jarum, sisir, dan cermin itu ditujukan kepada Dewi

Sri agar selalu menjadi wanita yang cantik. Dewi Sri

selalu cantik semoga tanamannya seperti Dewi Sri”

Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Perlengkapan sesaji seperti jarum, sisir,

parem gadung dan cermin ditujukan kepada Dewi

Sri agar senantiasa mempercantik diri atau

bersolek. Keadaan Dewi Sri yang selalu cantik

diharapkan tanaman tersebut bisa cantik layaknya

Dewi Sri.”

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sisir, jarum,

parem gadung, cermin dan benang merupakan alat yang biasa

digunakan oleh para kaum wanita untuk bersolek. Perlengkapan

ini biasanya digunakan pada upacara selamatan yang berkaitan

dengan pertanian. Sesaji ini diperumpamakan bagi Dewi Sri

penguasa pertanian agar senantiasa ayu, cantik, wangi dan

Page 123: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

107

menarik sehingga diharapkan hasil panen pertanian di desa

Kedungwringin menjadi ayu, cantik, dan menarik pula.

f.Pane Lemah

Gambar 33: Pane lemah

Pane lemah adalah semacam ember berbentuk bulat datar

yang terbuat dari tanah. Ubarampe ini diletakan di depan dalang,

setelah pertunjukan wayang selsai pane lemah ini dipindah ke

atas panggung untuk diperebutkan oleh warga masyarakatnya.

Maknanya dari pane lemah sebenarnya hanya sebagai tempat air

kembang. Hal tersebut sama seperti Bapak Budi Sudarsono yang

berpendapat bahwa:

“Ubarampe pane lemah punika anamung

kangge wadah toya kembang kemawon.”

Terjemahan: Perlengkapan pane lemah itu sebenarnya

hanya untuk menjadi tempat air bunga saja.

Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Pane lemah adalah tempat seperti ember yang

berfungsi sebagai tempat menaruh air kembang”.

Page 124: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

108

3.Ubarampe pertunjukan wayang yang berada di bawah tarub.

Ubarampe pertunjukan wayang yang berada di bawah tarub

diantaranya (wedhang bening, jembawuk, kopi pait,kopi legi, teh

pait, teh legi, arang-arang kambang, telur ayam kampung,bakaran

budin, godhong dadap srep). Ubarampe tersebut mempunyai

makna masing-masing, untuk mengetahui makna ubarampe

tersebut secara rinci sebagai berikut:

a. Telur ayam kampung

Gambar 35: Telur ayam kampung

Telur ayam yaitu terdiri dari tiga macam bagian, cangkang (kulit

telur), putih telur dan kuning telur yang melambangkan tiga

kepribadian manusia. Kulit telur melambangkan kehidupan yang

selalu bergesek dengan orang lain, terhadap pribadinya sendiri dan

sang pencipta. Putih telur sebagai simbol niat baik manusia,

Kuning telur menjadi simbol hati manusia. Hal tersebut sepedapat

dengan Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa:

Page 125: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

109

“Ubarampe salajengipun inggih punika tigan,

tigan ingkang kangge ubarmpe menika tigan sawung

kampung. Tigan punika nggambaraken kepribadian

tiyang agesang. Kulit tigan lambang bilih tiyang

agesang punika wonten gesekanipun saking pribadi,

tiyang sanes ugi sang pencipta. Putih tigan lambang

niat sae manungsa lajeng kuning tigan menika simbol

batos namungsa.”

Terjemahan: Ubarampe selanjutnya adalah telur, telur

yang biasa menjadi ubarampe yaitu telur ayam

kampung. Telur itu menggambarkan kepribadian

orang hidup. Kulit telur lambang bahwa orang hidup

pasti pernah merasakan gesekan-gesekan baik dari diri

sendiri, orang lain ataupun sang pencipta. Putih telur

simbol niat baik seseorang, kemudian kuning telur itu

simbol dari hati seseorang.

Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Telur ayam kampung adalah simbol kehiduan, telur

terdiri dari tiga bagian yaitu kulit telur, putih telur dan

kuning telur. Kulit telur melambangkan bahwa hati

seseorang biasanya berbenturan dengan diri sendiri, orang

lain dan dengan sang pemcipta. Putih telur melambangkan

niat baik seseorang dan kuning telur melambangkan hati

seseorang.”

b.Godhong dadhap srep

Gambar 36: Godhong dadhap srep

Page 126: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

110

Godhong dadhap srep adalah daun tawa, biasanya digunakan

sebagai sesaji dalam pertunjukan kuda lumping, daunya biasanya

dimasukan ke dalam air putih. Menurut Bapak Budi Sudarsono

berpendapat bahwa:

“Godhong dadhap srep menika nggadahi fungsi

kangge ngandapaken benter. Ubarampe Godhong

dadhap srep wonten tradisi Baritan maknanipun

mugi-mugi desa Kedungwringin salebetipun setaun

ingkang badhe kalampahan batosipun saget adem.”

Terjemahan: Daun dadap srep itu mempunyai fungsi

sebagai penurun panas. Perlengkapan daun dadap srep

dalam tradisi Baritan maknanya semoga desa

Kedungwringin selama setahun kedepan hatinya bisa

tenang.

Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Daun dadhap srep adalah obat tradisional

yang biasa digunakan sebagai obat penurun panas

ketika salah satu anggota keluarga terkena sakit

panas. Sesaji ini mempunyai makna sebagai harapan

masyarakat desa Kedungwringin semoga mempunyai

hati yang dingin.”

c.Bakaran Budin

Gambar 37: Singkong bakar

Page 127: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

111

Bakaran budin adalah singkong bakar, yang mempunyai makna

sebagai penghormatan kepada mbah dalang yang semasa hidupnya

sangat menyukai singkong bakar. Menurut Bapak Budi Sudarsono

Berpendapat bahwa:

“Beneman Bundin menika maknanipun kangge

pangormatan dumateng mbah dalang, amargi

beneman budin salah satunggaling kalangenan

sanalika tasih gesang.”

Terjemahan: Singkong bakar itu mempunyai makna

sebagai penghormatan kepada mbah dalang, sebab

singkong bakar merupakan salah satu kesukaan pada

saat masih hidup.

Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa:

“Singkong bakar merupakan salah satu sesaji

tradisi Baritan, makna dari singkong bakar adalah

sebagai penghormatan kepada mbah dalang.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ubarampe

budin bakaratau singkong bakar dalam tradisi Baritan adalah

sebagai penghormatan kepada mbah dalang, karena semasa

hidupnya mbah dalang sangat menyukai singkong bakar.

Page 128: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

112

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dalam beberapa bab mengenai Upaya Pelestarian

Tradisi Baritan Dalam Upacara Sedekah Bumi di Desa Kedungwringin, Kecmatan

Sempor, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Upacara tradisi Baritan merupakan tradisi yang dilakukan oleh

masyarakat desa Kedungwringin, kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen

secara turun-menurun. Masyarakat meyakini dengan melaksanakan tradisi

tersebut, kehidupan mereka akan selamat, aman, tentram, makmur, dan jauh

dari bencana dan malapetaka. Upacara tradisi ini dilaksanakan setahun

sekali yaitu pada bulan Syuro atau Muharram pada hari Jum’at. Acara

prosesi tradisi Baritan ini dimulai pada hari Jum’at jam 09.00 setelah

sesepuh selesai memasang perlengkapan sesaji, dilanjutkan dengan

pementasan wayang kulit. Setelah selsai sholat Jum’at dilanjutkan dengan

pidato dari perangkat desa dan beberapa orang yang bersangkutan,

kemudian diadakan makan bersama atau kenduri masal. Upacara tradisi

Baritan ditutup dengan berebut aneka macam hasil pertanian yang dipasang

disekeliling pertunjukan wayang.

2. Fungsi Baritan pertama, sebagai bentuk ungkapan rasa syukur

masyarakat desa Kedungwringin atas hasil panen yang telah diberikan

selama satu tahun. Kedua, sebagai peringatan datangnya tahun baru Islam

dan Jawa, ketiga, melestarikan tradisi luhur yang sudah berlangsung dari

Page 129: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

113

nenek moyang. Keempat, sebagai permohonan agar masyarakat desa diberi

keselamatan jangan sampai ada mala petaka, kelima, sebagai ungkapan

terima kasih kepada Allah swt yang telah memberi keselamatan, kesehatan

dan keamanan desa Kedungwringin.

Makna yang terkandung dalam tradisi Baritan diantaranya

sebagai berikut:

a. Makna budaya: tradisi Baritan sebagai semangat penyambutan

datangnya tahun Islam dan Jawa selama turun-temurun dan memberikan

spirit bagai sebagian masyarakat penduduknya, karena mereka meyakini

jika mengadakan tradisi Baritan akan di beri keselamatan.

b. Makna sosial: makna sosial yang terkandung dalam tradisi Baritan

ditandai dengan gotong royong warga, keakraban jalinan bukan hanya

antar keluarga, antar masyarakat tetapi juga terhadap pengunjung dari luar.

c. Makna ekonomi: dapat ditandai bahwa dengan adanya tradisi Baritan

masyarakat desa bisa menjual daganganya sehingga dapat menambah

pendapatannya.

d. Makna politis: tradisi Baritan juga sebagai ajang sosialisasi salah satu

partai politik atau lembaga desa untuk mengenalkan dirinya kepada

masyarakat.

3. Isi cerita wayang Baritan: isi cerita wayang Baritan menceritakan perintah

Shang Hyang Wenang kepada Bhatara Guru untuk menanam wiji isining

jagad, kemudian setelah ditanam hasilnya agar diberikan kepada titah

mercapada.

Page 130: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

114

4. Makna simbolis ubarampe (perlengkapan) dalam tradisi Baritan sangat

banyak dan masing-masing mempunyai makna yang mendalam, simbol-

simbol tersebut sebagai perlambang suatu permohonan yang tulus kepada

Allah swt, bentuk do’a, pertimbangan hidup yang selaras dan harapan

masyarakat desa Kedungwringin agar selamat, aman, nyaman tidak ada

halangan yang berarti. Simbol-simbol tersebut diantaranya :

Kepala kambing sebagai lambang dari kejayaan dan persatuan,

rakan sebagai penghormatan kepada penunggu batu, batu karang dan batu-

batu lainnya. Minyak wangi fanbo sebagai lambang keharuman, gula batu

sebagai lambang harapan masyarakat desa Kedungwringin agar memiliki

sifat seperti gula batu.Sisir, cermin,jarum dan benang sebagai sesaji Dewi

Sri, dengan sesaji tersebut hasil panen diharapkan cantik seperti Dewi Sri.

Rokok kreni sebagai lambang agar tanaman jagungnya seperti rokok kreni,

parem gadung diperuntukan untuk Dewi Sri agar selalu memakai bedak,

dengan sesaji tersebut diharapkan panen padinya berwarna putih.Kemenyan

putih melambangkan sebagai pengikat tali keimanan, pane lemah

dimaksudkan untuk tempat air yang diberi bunga. Kinangan sebagai

lambang kerja sama, dengan ubarampe kinangan diharapkan masyarakat

desa Kedungwringin tidak merasa paling benar dan berjasa sendiri.

Pisang raja sebagai simbol terkabulnya orang yang bersifat adil,

berbudi luhur dan tepat janji sedangkan air putih, kopi pahit, kopi manis, teh

pahit dan jembawuk sebagai lambang rasa dalam kehidupan. Janur

melambangkan cita-cita yang tinggi mencapai cahaya ilahi harus disertai

Page 131: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

115

hati yang bening. Cengkir gading melambangkan seseorang pemuda sebagai

generasi penerus, sumping sebagai lambang keseimbangan kehidupan

manusia.Singkong bakar sebagai penghormatan kepada mbah dalang karena

suatu kesukaan semasa hidupnya. Daun dadap srep sebagai lambang agar

hati seseorang bisa nyaman dan tentram, daun beringin merupakan simbol

keinginan dan daun andong sebagai lambang agar selalu mendoakan arwah

para leluhur.Sedangkan daun pring gading melambangkan manusia agar

selalu ingat, wajib bersyukur dan selalu ingat kepada Allah swt.

Tebu wulung sebagai tolak bala atau penangkal, tiris atau cikal

diharapkan manusia agar tumbuhnya seperti tunas kelapa bisa hidup

dimanapun dan dalam kondisi apapun. Padi sebagai lambang dalam

mendidik tidak perlu mementingkan jati diri dan semakin banyak ilmu

semakin menghormati. Kacang panjang sebagai simbol manusia agar selalu

berfikif panjang dalam menghadapi masalah. Tompo sebagai lambang

ucapan terima kasih setelah zirah kubur.Pala pendem sebagai simbol agar

bersifat rendah hati, tumpeng Rasul sebagai penghormatan dan mendoakan

arwah rasul, sahabat dan keluarganya. Ingkung sebagai lambang segala

bersujud kepada Allah, apem sebagai simbol payung atau perisai. Jenang

abang sebagai lambang ibu dan jenang putih sebagai lambang ayah.

Ambeng sebagai lambang ikatan tali persayaudaraan dan kebersamaan.

Jajanan pasar sebagai lambang sesrawungan dan kemakmuran. Kecambah

sebagai lambang benih dan bakal manusia, mempunyai arti keninginan yang

bermacam-macam yang selalu tertanam dihati setelah kembang telon

Page 132: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

116

terlaksana hatinya akan tenang. Bayem sebagai lambang ketentraman dan

kenyamanan, telur melambangkan kepribadian manusia. Cabe merah

melambangkan keberanian membela kebenaran.

B. Saran

1. Tradisi Baritan adalah merupakan warisan nenek moyang yang harus

dijaga kelestariannya. Untuk itu para sesepuh harus menerangkan kepada

generasi penerusnya nilai-nilai luhur yang terkandung dalam tradisi Baritan

agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memaknainya.

2. Untuk masyarakat desa Kedungwringin hendaknya dapat menambah

ilmu tentang ajaran agama Islam yang sesuai dengan Sunnah Rasul sehingga

antara unsur kepercayaan dan agama Islam tidak tumpang tindih.

3. Bagi pemerintah setempat dan Dinas Kebudayaan diharapkan peran

serta dalam membina dan menjaga kelestarian budaya Jawa. Karena

kebudayaan Jawa adalah aset budaya bangsa yang dipertahankan dan

dilestarikan keberadaannya.

Page 133: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

117

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta

Cokrowinoto, Sardanto. 1986. Manfaat Folklor Bagi Pembangunan Masyarakat,

Yogyakarta Seminar Kebudayaan Jawa 23-26 Januari 1986.

Endraswara, Suwardi. 2010. Falsafah Hidup Jawa. Yogyakarta: Cakrawala.

Giri, Wahyana. 2010. Sajen & Ritual Orang Jawa.Yogyakarta: Narasi

Herusatoto, Budiono. 1983. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta

:Hanindita.

2008. Simbolisme Jawa. Yogyakarta : Ombak

Koentjaraningrat. 2004. Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta :

Sapdodadi.

. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta :Rineka Cipta.

Maryaeni, 2008. Metodologi Penelitian Kebudayaan. PT Bumi Aksara Jakarta.

Moleong, lexy J. 2012. Metode Penelitian Kualikatif. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya.

Noor, Juliansah. 2012. Metodologi Penelitian (Skripsi, Tesis, Disertasi, dan

Karya Ilmiah). Jakarta : Kencana.

Purwadi. 2005. Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta

. 2009. Folklore Jawa. Yogyakarta : Pura Pustaka

. 2012.Ensiklopedi Adat-Istiadat budaya Jawa. Yogyakarta : Remaja

Rosdakarya.

Page 134: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

118

Ratna, Nyoman Khunta. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya Dan Ilmu-

Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sholikhin Muhammad. 2010. Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa.

Yogyakarta: Narasi.

Sutardjo, Imam. 2006. Serpihan Mutiara Pertunjukan Wayang. Surakarta :(UNS

Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa)

. 2010. Kajian Budaya Jawa. Surakarta : (UNS Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa)

Wasino. 2009. Pengkajian Upacara Tradisional Di Kabupaten Wonogiri Jawa

Tengah : Dinbudpar

Widagdho, Djoko. 2010. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Bumi Aksara

Page 135: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

LAMPIRAN

Page 136: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

120

Lampiran 1

Page 137: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

121

Lampiran 2

Page 138: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

122

Page 139: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

123

Lampiran 3

Page 140: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

124

Lampiran 4

Page 141: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

125

Lampiran 5

Page 142: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

126

Lampiran 6

Page 143: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

127

Page 144: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

128

Page 145: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

129

Page 146: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

130

Page 147: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

131

Page 148: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

132

Page 149: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

133

Page 150: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

135

Wawancara dalam penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1) Mendeskripsikan prosesi tradisi Baritan

a. Apa yang anda ketahui tentang tradisi Baritan?

b. Bagaimana prosesi tradisi Baritan?

c. Siapa saja yang terlibat dalam prosesi Baritan?

2) Mendeskripsikan makna dan fungsi tradisi Baritan yang ada di desa

Kedungwringin

a. Mengapa diadakan tradisi Baritan?

b. Mengapa tradisi Baritan masih berjalan sampai saat ini?

c. Apa makna tradisi Baritan?

d. Bagaimana reaksi masyarakat tentang tradisi Baritan?

e. Apa fungsi Baritan?

f. Kenapa selalu diadakan pada hari Jum’at?

3) Mendeskripsikan isi certia wayang dalam tradisi Baritan?

a. Mengapa harus dengan pertunjukan wayang?

b. Mengapa lakonnya harus Baritan?

c. Apa isi cerita Baritan?

4) Mendeskripsikan makna simbolis uborampe (perlengkapan) dalam tradisi

Baritan?

a. Apa saja uborampe dalam tradisi Baritan?

b. Apa makna yang terkandung dalam setiap uborampe Baritan?

Lampiran 7. Pedoman Wawancara

Page 151: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

136

1. Apa Yang anda Ketahui tentang tradisi Baritan?

2. Kapan tradisi Baritan dilaksanakan?

3. Bagaimana prosesi tradisi Baritan?

4. Siapa saja yang terlibat dalam prosesi tradisi Baritan?

5. Mengapa tradisi Baritan masih berjalan sampai saat ini?

6. Apa makna tradisi Baritan?

7. Apa fungsi tradisi Baritan?

8. Mengapa harus di laksanakan pada hari jum”at?

9. Mengapa harus dengan pertunjukan wayang?

10. Apa isi cerita wayang dalam Baritan?

11. Mengapa selalu dengan lakon Baritan?

12. Mengapa tradisi Baritan masih dilakukan saat ini?

13. Perlengkapan apa saja yang ada dalam tradisi Baritan?

14. Makna apa yang terkandung dalam uborampe tradisi Baritan?

15. Bagaimana letak geografis desa Kedungwringin?

Lampiran 8. Daftar Pertanyaan

Page 152: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

137

NO Hari dan Tanggal Jam Keterangan

1. 27 Maret 2013

Rabu

10.00-12.45 Obserfasi lokasi penelitian di tempat

desa Kedungwringin

2. 02 April 2013

Selasa

10.15-11.00 Meminta izin untuk melakukan

penelitian.

3. 10 April 2013

Rabu

10.30-11.00 Wawancara dengan salah satu

perangkat desa Kedungwringin.

4. 16 September 2013

Senin

15.30-16.15 Wawancara dengan salah satu

perangkat desa Kedungwringin

5. 15 November 2013

Jum’at

20.00-22.00 Wawancara dengan warga masyarakat

desa Kedungwringin

6. 12 November 2013

Selasa

20.00-22.00 Wawancara dengan sesepuh desa

Kedungwringin

7. 13 November 2013

Rabu

19.15-21.30 Wawancara dengan bapak dalang

Sujono

8. 21 November 2013

Kamis

15.00-17.00 Wawancara dengan beberapa warga

desa Kedungwringin

9. 22 November 2013

Jum’at

09.00-17.00 Wawancara dengan salah sesepuh,

warga masyarakat desa dan

mengamati jalannya tradisi Baritan

Lampiran 9. Jadwal catatan lapangan

Page 153: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

137

Lampiran 10

Page 154: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

138

Page 155: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

139

Page 156: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

140

Page 157: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

141

Page 158: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

142

Page 159: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

143

Page 160: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

144

Page 161: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

145

Catatan Lapangan 1

Narasumber : Khoerun

Tempat : Balai Desa Kedungwringin

Waktu : 10 April 2013, 10.30-11.00

Sebelum melakukan penelitian mengenai apa yang diteliti, peneliti

melakukan observasi, observasi dimulai pada hari Rabu tanggal 27 Maret 2013

pukul 10.00. Observasi pertama peneliti mengunjungi kantor kelurahan atau balai

desa Kedungwringin. Peneliti mengungkapkan keinginanya akan melakukan

penelitian di desa Kedungwringin. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara

dengan salah satu perangkat desa Kedungwringin.

Peneliti : Assalamualaikum.

Narasumber : Waalaikumsalam.

Peneliti : Permisi pak, nuwun sewu ngganggu.

Narasumber : Mboten napa-napa mas, onten keperluan napa mas.?

Peneliti : Niki pak rencananipun kula badhe penelitian wonten ing desa

Kedungwringin.

Narasumber : Penelitian napa nggih mas.?

Peneliti : Penelitian ngengingi tradisi Baritan.?

Narasumber : Tradisi Baritan kae ya sing saben sasi Syura.?

Peneliti : Inggih pak, menawi batas desa Kedungwringin nika pundi

mawon pak.?

Narasumber : Batas desa Kedungwringin bagian ler berbatasan kalih desa

Donorojo, sebelah wetan nika berbatasan kalih desa Semali

dan Kenteng. Sebelah kidul berbatasan kalih desa Sempor

dan Bonosari lan sebelah kilen berbatasan kalih Sampang.

Peneliti : Menawi kondisi desa Kedungwringin niku kepripun pak.?

Narasumber :Kondisi desa Kedungwringin niku daerah pegunungan,

pramila masyarakat kangge nyekapi kebutuhanipun sami tani.

Ananging tani wonten ing mriki benten kalih tani wonten ing

kutho. Tani wonten ing mriki ngandelaken jawah. Menawi

Lampiran 11

Page 162: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

146

jawah sakedik mboten saget panen, rata-rata petani wonten

mriki panen pantun namung sapisan menggah setahun.

Peneliti :Menurut panjenengan ingkang dipunwastani Baritan niku

punapa.?

Narasumber :Baritan inggih punika salah satunggiling tradisi utawi adat

sedhekah bumi wonten ing desa Kedungwringin, ingkang

dipunlaksanakaken saben wulan Syura.

Peneliti : Fungsi Baritan niku napa pak.?

Narasumber :Fungsi Baritan kangge mengeti ambal warso Islam lan Jawi

ugi wujud raos syukur masyarakat desa Kedungwringin

wonten ngarsanipun Allah swt.

Peneliti : Prosesi tradisi Baritan niku kepripun.?

Narasumber: Saderenge prosesi Baritan, nggancik wulan Syura perangkat

desa menika ngawontenaken rapat, mbahas babagan dana,

papan lan wekdal. Sasampunipun sadaya sampun saruju, ketua

RT kajibah woro-woro dumateng warganipun. Tigang dinten

saderengipun prosesi Baritan salah satunggiling sesepuh

kajibah ziarah wonten makam leluhur desa Kedungwringin.

Sadinten saderenge prosesi Baritan warga masyarakat gotong

royong damel tarub. Sontenipun nyembelih menda, endase

dipun kubur wonten ing prapatan. Prosesi Baritan menika

kawiwitan kirang langkung jam 09.00, mangke isitirahat jam

11.30. Jam 13.00 dipun lanjutaken malih, sambutan saking

panitia, kepala desa. Salajengipun kenduri masal utawi sareng-

sareng masyarakat desa Kedungwringin, sasampunipun

pamentasan wayang dipunlajengaken malih dumugi paripurna.

Sabibaripun pamentasan wayang masyarakat sami rebutan asil

tanam tuwuh ingkang dipun gantung wonten sakiwa

tengenipun pamentasan wayang.

Peneliti : Napa maknanipun Baritan.?

Page 163: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

147

Narasumber : maknanipun menika warni-warni, kantun saking segi menapa

kita ningali.

Peneliti : segi napa mawon pak.?

Narasumber :Segi kebudayan, tradisi Baritan menika salah satunggaling

warisan kebudayaan saking nenek moyang, ingkang kedah

dipun lestarikaken. Makna sosial, tradisi Baritan menika

awujud tasyakuran desa, tasyakuran menika salah satunggaling

raos keikhlasan warga masyarakat desa Kedungwringin.

Makna ekonomi, wontenipun tradisi Baritan dados pedagang

ingkang sadean wonten Baritan dados tambah penghasilane.

Makna politik, wontenipun tradisi Baritan masyarakat saget

kempal, menawi wonten sosialisasi utawi woro-woro gampil

dipun sosialisasikan.

Page 164: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

148

Catatan Lapangan 2

Narasumber : Bapak Marsimin

Tempat : Balai Desa Kedungwringin

Waktu : 02 April 2013 jam 10.15

Peneliti : Assalamualaikum..

Narasumber : Waalaikumsalam.

Peneliti : Permisi pak, ngapunten menawi sampun ngganggu.

Narasumber : Mboten napa-napa mas,

Peneliti : Niki pak badhe nyuwun ijin penelitian wonten desa mriki.

Narasumber : Mangga mas, ingkang kala wingi nggih tentang tradisi Baritan.

Peneliti : Nggih leres, menurut panjenengan napa ingkang dipun wastani

Baritan.?

Narasumber : Baritan inggih punika salah satunggiling tradisi selamatan atau

tasyakuran leleuhur ingkang dipun warisaken wonten generasi

penerus desa Kedungwringin. Tradisi Baritan punika tradisi

ingkang nggadehi nilai luhur inggil. Tuladhanipun nilai gotong

royong, keikhlasan, guyup, rukun, budi pekerti ingkang sae lan

lintu-lintunipun.

Peneliti : Fungsinipun tradisi Baritan niku napa.?

Narasumber :Fungsi tradisi Baritan inggih punika salah satunggiling wujud

ungkapan raos syukur warga masyarakat desa Kedungwringin

dumateng ngarsanipun Allah swt ingkang sampun paring pinten-

pinten kenikmatan, keselamatan, rizki, selami setahun, pramila

warga masyarakat ngawontenaken tradisi Baritan.

Peneliti : Napa mawon ubarampe utawi perlengkapan tradisi baritan.?

Narasumber : Ubarampe utawi perlengkapan ingkang wonten tradisi baritan

menika katah sanget. Ubarampe menika saget dipun bagi gangsal

panggenan. Pertama uborampe ingkang dipun tanem wonten

prapatan margi, ngandap panggung, nginggil panggung, ngandap

tarub lan lintu-lintunipun.

Page 165: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

149

Peneliti : Cobi pak jelasaken napa kemawon.?

Narasumber : Ubarampe ingkang dipun tanem inggih punika kepala kambing,

ingkang wonten ngandap tarub ( wedhang putih, jembawuk, kopi,

teh, arang-arang kambang, krambil, sumping, bakmi kering, budin

bakar, godhong dadap srep). Perlengkapan ingkang wonten

ngandap tarub inggih punika: (tiris, godhong wringin, andong,

ampel gadhing, tebu, padi, jagung, kacang panjang, lomok, pete,

pala pendem komplit). Perlengkapan ingkang wonten nginggil

panggung (kembang telon, rakan, minyak fanbo, gula batu, asem

abang, petet, dom, bolah, rokok kremi, parem gadung, menyan

putih, pane lemah, pisang raja).

Page 166: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

150

Catatan Lapangan 3

Narasumber : Tusiman

Tempat : Rumah bapak Tusiman

Waktu : 16 September 2013, 14.30-15.00

Peneliti : Asalamualaikum..

Narasumber : Waalaikumsalam..

Peneliti : Permisi pak, ma’af kalau sudah menggangu

Narasumber : Ngga ko mas, santai aja

Peneliti : Menurut bapak apa yang anda ketahui tentang tradisi Baritan.?

Narasumber :Tradisi Baritan yaitu suatu perayaan tahunan yang dilakukan oleh

masyarakat desa Kedungwringin secara turun temurun sebagai

ungkapan rasa syukur terhadap rizki yang diberikan oleh Tuhan

Yang Maha Esa.

Peneliti : Bagaimana prosesi tradisi Baritan.?

Narasumber: Satu bulan sebelum tradisi Baritan saya dan perangkat desa lainnya

mengadakan rapat. Rapat itu membahas kapan diadakan tradisi

Baritan, dimana tempat prosesi Baritan, berapa besar iuran yang

harus dikenakan setiap kepala keluarga. Setelah mencapai mufakat,

keputusan tersebut disampaikan kepada seluruh masyarakat desa

Kedungwringin khususnya kadus satu dan kadus dua. Karena tradisi

Baritan itu dilakukan oleh masyararakat kadus satu dan dua,

sedangkan kadus tiga dan empat adalah tayuban. Tiga hari sebelum

tradisi Baritan salah satu dari perangkat desa atau sesepuh desa

melakukan ziarah kubur. Ziarah kubur ditunjukan kepada makam

eyang mbah wager glagah, eyang mbah kemuning, eyang mbah

kedung jamban, eyang mbah kenistan, eyang mbah sokawera, eyang

mbah beji pletuk, mbah nursiah, mbah wiraprata, mbah santana,

mbah karya sentana, mbah muryasentana. Satu hari sebelum tradisi

baritan dilaksanakan warga masyarakat desa bergotongroyong

membuat tarub, ada yang mengambil dan menata gamelan. Pada sore

Page 167: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

151

harinya pemotongan kambing yang dilakukan oleh bapak kaum.

Kemudian kepala kambing satu diantara kambing yang dipotong

ditanam di perempatan jalan. Malam harinya biasanya diadakan lek-

lekan bagi masyarakat yang mau, tujuannya adalah melengkapi

ubarampe dan menemani ibu-ibu yang sedang masak. Prosesi tradisi

Baritan dimulai sekitar jam 09.00, diawali dengan kidungan yang

dibacakan oleh bapak dalang. Sekitar pukul 11.30 pertunjukan

wayang istirahat untuk menghormati sholat Jum’at, pukul 13.00

upacara tradisi Baritan dilanjutkan kembali dengan sambutan ketua

panitia, sambutan kepala desa dan laporan keuangan. Laporan

keuangan selesai dilanjutkan kenduri bersama dan do’a dipimpin

oleh bapak kaum. Setelah kenduri bersama pertunjukan wayang

dilanjutkan kembali. Pertunjukan wayang selesai sekitar pukul 17.00

ditutup dengan semburan. Hasil panen setelah disembur dipercaya

bagi warga masyarakat sebagai benih unggul jika ditanam akan

menghasilkan hasil yang memuaskan. Sedangkan air yang berada di

pane tembaga dapat menyembuhkan sakit.

Peneliti : Siapa saja yang terlibat dalam prosesi tradisi Baritan.?

Narasumber : Yang terlibat dalam prosesi tradisi baritan yaitu semua warga

masyarakat desa Kedungwringin.

Peneliti : Mengapa tradisi Baritan masih berjalan sampai saat ini.?

Narasumber : Karena tradisi Baritan bagi masyarakat desa Kedungwringin adalah

bentuk tasyakuran yang dilakukan secara turun menurun yang sudah

mendarah daging dalam kehidupan warga desa Kedungwringin.

Peneliti : Apa makna tradisi baritan.?

Narasumber : Makna yang dapat diambil dalam tradisi Baritan yaitu makna

ekonomi, bisa meningkatkan penghasilan tambahan bagi pedagang

yang berdagang pada prosesi tradisi baritan, makna sosial,

mewujudkan persatuan dan kesatuan warga desa kedungwringin

dalam bergotong royong, kerja sama, mempererat tali persaudaraan

dan kekompakan warga masyarkat. Makna budaya tradisi Baritan

Page 168: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

152

adalah sasah satu tradisi adat yang dilakukan secara turun temurun

sehingga perlu dilestarikan agar tidak punah ditelan jaman. Makna

politik tradisi Baritan sebagai sarana yang tepat untuk

menyampaikan sosialisasinya terhadap masyarakat.

Peneliti : Apa fungsi tradisi Baritan.?

Narasumber : Fungsi tradisi baritan yaitu untuk memperingati atau menyambut

datangnya tahun baru Islam.

Peneliti : Mengapa tradisi baritan harus dilakukan pada hari jum’at.?

Narasumber : Sebab hari jum’at itu hari yang istimewa diantara tujuh hari lainya.

Peneliti : Mengapa harus dengan pertunjukan wayang.?

Narasumber : karena pertunjukan wayang adalah sesaji desa dalam tradisi baritan

Peneliti : Mengapa lakonnya selalu lakon baritan.?

Narasumber: Karena tradisi baritan adalah ruat bumi, jadi lakonnya mengenai ruat

bumi.

Peneliti : Apa isi cerita wayang Baritan.?

Narasumber : Isi cerita wayang Baritan yaitu dimulai ketika jagad masih kosong,

kemudian Bhatara Guru menebarkan wiji isining jagad. Akan tetapi

keadaan bumi belum seimbang, masih condong ke barat. Untuk

menyeimbangkan keadaan tersebut Bhatara Guru mengerahkan para

dewa untuk memindahkan gunung Jamur Dipa yang berada di

Banten. Setelah dirasa seimbang Bhatara Guru menghadap Shang

Hyang Wenang dan Bhatara Guru diberi wiji isining jagad.

Mengetahui keadaan gunung Jamur Dipa sudah tidak ada, penguasa

negara Banten tidak terima. Kemudian berusaha mencari Bhatara

Guru, dalam perjalananya Naga Dampalan bertemu dengan

Nilakanta dan berjanji akan menunjukan dimana Bhatara Guru

berada. Akan tetapi ada persyaratannya yaitu Nilakanta meminta

untuk digendong. Merasa ditipu Naga Dampalan dan Nirbito marah

sekali kemudian Naga Dampalan berubah menjadi kuda dan Nirbito

berubah menjadi harimau. Setelah selsai menyebar wiji isining

jagad, Bhatara Guru mendapat anugrah Cupu Manik Astagina. Akan

Page 169: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

153

tetapi tidak boleh ada satu orang pun yang mengetahui isinya cupu.

Bhatara Narada memaksa karena dia adalah patih yang bertanggung

jawab jika ada suatu kejadian. Dengan berat hati Bhatara Guru

memberikan cupu, akan tetapi cupu belum sampai ke tangan Bhatara

Narada cupu terbang. Bhatara Narada bergegas mencari dimana

jatuhnya cupu manik astagina. Cupu itu jatuh disekitar Puser bumi

dimana Naga Gombang yang sedang menerima karma. Naga

Gombang yang merasa tidak mengetahui jatuhnya cupu tersebut

menangis karena dianggap sudah membohongi dewa. Tetesan air

matanya berubah menjadi kunang jabang bayi. Bhatara Narada

kemudian memberikan bayi tersebut kepada Bhatara Guru.

Dihadapan Bhatara Guru bayi tersebut berubah menjadi Kembar, dan

diberi nama Dewi Trisnawati dan Culmuka. Culmuka berubah

nenjadi celeng ( babi hutan ) dan Dewi Trisnawati meninggal. Jasad

Dewi Trisanawati kemudian dimakamkan dan dari atas makam

tumbuh berbagai jenis tanaman. Setelah beberapa bulan kemudian

tanaman yang tumbuh di atas jasad Dewi Trisnawati dipanen dan

hasilnya diserahkan kepada Bhatara Guru. Bhatara Guru

memerintahkan kepada Bhatara Narada untuk memberikan hasil

tanaman kepada raja Medang Kamulan untuk ditanam di

Marcapada. Raja Medang Kamulan bernama Srimapungung

menanam biji terebut di ladang Medang Kamulan. Setelah sekian

bulan tanaman sudah siap dipanen tibalah penyusup dari pulau

Anjuk yang ingin mencicipi hasil tanaman yang ditanam di ladang

Medang Kamulan. Mengetahui hal tersebut prabu Srimapunggung

mencoba membrantas, akan tetapi kalah. Prabu Srimapunggung

meminta bantuan kepada Bhatara Narada, kemudian Bhatara Narada

mencari jago ke Rara Dadapan. Bhatara Narada meminta kepada

Prabu Putut Jantaka bahwa anaknya yang bernama Condromowo dan

Blangmenyunyang untuk mengalahkan penyusup yang membuat

ontan-ontran di Medang Kamulan. Condromowo dan

Page 170: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

154

Blangmenyunyang berhasil mengalahkan penyusup dan panen raya

dilakukan. Setelah panen raya Prabu Srimapunggung mengadakan

pesta bersama seluruh masyarakatnya.

Peneliti : Mengapa selalu lakon Baritan.?

Narasumber: lakon Baritan adalah lakon ruat bumi, dengan lakon tersebut

masyarakat desa Kedungwringin berharap hasil panen melimpah dan

dijauhkan dari malapetaka.

Peneliti : Perlengkapan apa saja yang ada dalam prosesi tradisi Baritan.?

Narasumber:Perlengkapan dalam tradisi Baritan sangat banyak, sehingga

membutuhkan dana yang cukup besar untuk membeli ubarampe.

Ubarampe yang harus ada diantaranya: wedhang jembawuk, kopi

pahit, teh, bening, arang-arang kambang, sumping, kelapa, singkong

bakar, bakmi kering, kemenyan, kinangan, rokok kreni, rakan,

kembang telon bayem, gula batu, pisang raja, godhong dadap srep,

andong, beringin, ampel gading, tebu. Selain itu ada juga apem,

tumpeng rasul / tumpeng kuat, ingkung, tompo, penggel, bubur

merah dan putih.

Peneliti : Apa makna simbolik dari ubaramape atau perlengkapan tersebut.?

Narasumber: Setiap ubarampe memiliki makna simbolik tersendiri, seperti

beraneka jenis wedhang memiliki makna bahwa dalam suatu

kehidupan tidak hanya selalu berada dalam suatu posisi, ibarat roda

itu berputar. Rasa wedhang melambangkan suatu kehidupan bahwa

dalam menjalani kehidupan manusia menemui beraneka macam

situasi dan kondisi. Sisir, jarum, benang, parem gadung dan cermin

melambangkan bahwa alat tersebut digumakan oleh Dewi Sri untuk

selalu cantik, dengan keadaan selalu cantik diahrapkan tanam tuwuh

desa Kedungwringin mendapatkan hasil yang melimpah.

Peneliti : Tumpeng rasul atau tumpeng kuat.?

Narasumber: tumpeng berarti menggambarkan kehidupan manusia

agar selalu lurus. Tumpeng rasul memiliki makna bahwa kehidupan

manusia harus lurus mengikuti ajaran rasululah.

Page 171: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

155

Peneliti : Ingkung.?

Narasumber: Ingkung biasanya sebagai pelengkap tumpeng rasul hal ini

mempunyai arti bahwa kita sebagai umat pengikut rasul harus

menjalankan apa yang dilakukan rasululah.

Peneliti : Kinangan.?

Narasumber: Kinangan adalah sebagai lambang bahwa manusia itu tidak bisa

hidup sendiri, artinya manusia membutuhkan bantuan dari berbagai

pihak dalam mencapai kesuksesan.

Peneliti : Kemenyan.?

Narasumber: Kemenyan itu bukan ditunjukan pemujaan kepada setan, kemenyan

itu sebagai pertanda dimulainya acara, kemebul dalam arti agar cita-

citanya terkabul.

Peneliti : Pisang raja?

Narasumber: Pisang memiliki makna sebagai simbol permohonan doa menjadi

seseorang yang berwatak jujur, berbudi luhur dan memepati janji.

Selain itu pisan juga sebagai gambaran etika kehidupan, agar

masyarakat desa Kedungwringin mempunyai watak seperti pohon

pisang yang bisa hidup dimana saja dan semua bagian dari pohon

pisang berguna.

Peneliti : Sumping?

Narasumber: Sumping adalah sebagai lambang keseimbangan, bahwa manusia

dalam hidupnya harus seimbang.

Peneliti : Jajan pasar

Narasumber: Jajan pasar adalah beraneka macam makanan yang ada di pasar ini

melambang dari pergaulan dan kemakmuran. Artinya dalam pasar

terdapat aneka buah-buahan, sayuran, mainan anak, perabotan dan

lain-lainya.

Peneliti : Sedangkan aneka godhong atau daun itu maknanya apa?

Narasumber: Godhong atau daun beringin itu bermakna keinginan, godhong

andong mempunyai makna mendoakan, godhong dapap srep itu

sebagai obat. Sedangkan aneka macam pala pendem itu berarti

Page 172: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

156

bahwa manusia harus mempunyai rasa andap asor atau rendah hati

dan tidak boleh sombong.

Peneliti : Cengkir gadhing?

Narasumber : Cengkir adalah kelapa muda ini melambangkan pemuda, sedangkan

air manis rasanya menggambarkan semangat yang tinggi, walaupun

isinya masih tipis menggambarkan pemuda mempunyai pengalaman

yang masih tipis tapi dengan semangat yang tinggi diharap dapat

berguna dimasa depan.

Peneliti : Kembang telon bayem?

Narasumber: Kembang telon itu terdiri dari tiga macam, mawar, kanthil dan

bayem. Kembang mawar melambangkan keinginan masyarakat desa

yang bermacam-macam. Kembang kantil melambangkan keinganan

yang selalu tertanam dalam hati dan bayem mempunyai makna ayem

atau tenang.

Page 173: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

157

Catatan Lapangan 4

Narasumber : Sagino

Tempat : di rumah bapak Sagino

Waktu : 16 September 2013 pukul 15.30

Peneliti : Sugeng sonten

Narasumber : Sugeng sonten ugi

Peneliti : Pak badhe tanglet, tradisi Baritan niku napa nggih?

Narasumber : Tradisi Baritan inggih punika ritual sedhekah bumi ingkang

dipunlaksanakaken denging masyarakat desa Kedungwringin

ingkang nggadehi profesi tani.

Peneliti : Sinten mawon ingkang nyengkuyung tradisi Baritan?

Narasumber : Ingkang nyengkuyung tradisi Baritan inggih punika para petani,

ananging ngengeti makna tradisi Baritan punika mboten anamung

kangge masalah pertanian masyarakat desa Kedungwringin

ingkang mboten tani sami nyengkuyung amargi Baritan punika

sedekah bumi. Napa kemawon sedaya sumberipun saking bumi.

Peneliti : Napa fungsi tradisi Baritan?

Narasumber : Fungsi tradisi Baritan inggih punika tanda raos syukur petani

dumateng ngarsanipun Allah swt ingkang sampun maringi rejeki.

Rejeki punika awujud asil panen ingkang katah. Kangge imbangan

rejki ingkang sampun dipunparingaken deneng Allah swt para

petani ngawontenaken tasyakuran awujud Baritan.

Peneliti : Napa makna tradisi Baritan?

Narasumber : Tradisi Baritan nggadehi pinten-pinten makna salah

satunggiling makna ingih punika makna budaya, wontenipun tradisi

Baritan menika salah satunggiling wujud pasrah awak atawi

penekatan diri wonten ngarsanipun Allah swt ingkang sampun

maringi pinten-pinten kenikmatan. Tradisi Baritan menika lambang

keikhlasan, ketulusan masyarakat desa Kedungwringin kanti

ngawontenaken sedekah ingkang mawarni-warni. Tradisi Baritan

Page 174: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

158

nggadahi makna sosial, makna sosial punika katingal saking gotong

royong masyarakat ndamel tarub. Pertunjukan wayang menika

nggadahi makna hiburan, budi pekerti ingkang sae kangge tuladha

pagesangan.

Peneliti : kenging napa tradisi Baritan dipunwontenaken dinten Jumat?

Narasumber: Amargi menika sampun turun-temurun saking leluhur, kirang

langkung amargi dinten Jumat punika dinten ingkang sae tumrapipun

tiang muslim.

Peneliti : Kenging menapa tradisi Baritan ngangge pagelaran wayang?

Narasumber: Amargi wayang punika nggadahi petuah utawi nilai-nilai luhur

ingkang sae. Wayang punika nggambaraken watak pagesangan

manungsa sapa kang nandur kabecikan bakale mukti.

Peneliti : Kenging napa lakon wayang menika lakon Baritan, mboten ngangge

lakon sanesipun?

Narasumber: Amargi lakon Baritan punika salah satungggaling ruat bumi, ruat

bumi menika sifatipun sakral, mboten sedaya dalang saget

anindakaken lakon rutat.

Peneliti : Ubarampe napa kemawon ingkang wonten tradisi Baritan?

Narasumber: Ubarampe utawi sesaji tradisi Baritan punika radi katah. Sesaji

punika mboten dipun persembahaken dumateng setan, ananging

arupi simbol kangge ngejawentah utawi ekspresi pemahaman

ingkang langkung linuwih dumateng ngarsanipun Yang Maha

Kuasa. Ubarampe ingkang woten tradisi Baritan inggih punika

Tumpeng kuat utawi tumpeng rasul maknanipun kangge

pangormatan, ngintu do’a dumateng arwah para rasul, sahabat,lan

keluarganipun. Ingkung menika simbol panyuwunan ampunan

dumateng sedaya penduduk desa mugi-mugi katebihaken saking kir

sambikala. Salajengipun jajanan pasar mengku teges lambang saking

sesrawungan lan kamakmuran. Wonten lebet jajanan pasar ingkang

sering wonten arto atusan, atusan punika kadadosan saking tembung

Page 175: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

159

sat (asat) lan tus (resik). Arto satusan punika ateges simbol bilih

manungsa punika sampun bersih saking dosa.

Peneliti : Menawi kacang panjang?

Narasumber : Kacang panjang punika lambang supados manungsa nggadahi nalar

ingkang mulur ampun mulur mungkrete nalar pating saluwir satemah

saget nggadepi kahanan kanti kesadaran lan bijaksana. Menawi pala

pendem lan asil tanam tuwuh ingkang dipun gantung sakiwo

tengening panggung punika nggadahi makna bilih kita sadaya

nyuwun utawi memohon dumateng ngarsanipun Allah swt ingkang

nyiptakaken langit kalawan bumi, supados rizki ingkang tasih

gumantung wonten ing langit utawi ingkang tasih kapendem wonten

ing bumi kedah dipun paringaken utawi dipun edalaken, amargi

Allah punika maha Kaya.

Peneliti : Pring gading maknanipun menapa?

Narasumber: Pring gading menika pring kuning ingkang lurus, ndadosaken

pralambang bilih nanungsa kedah nggadahi tujuan ingkang lurus

utawi tulus ikhlas semata-mata anamung kangge kabacikan. Kuning

punika pralambang kamulyan kangge nglaksanakaken kasaean

wonten ngarsanipun Allah.

Page 176: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

160

Catatan Lapangan 5

Narasumber : Budi Sudarsono

Tempat : di rumah bapak Budi Sudarsono

Waktu : 15 November 2013 pukul

Peneliti : Asalamualaikum...

Narasumber: Wa’alaikumsalam...

Peneliti : Sugeng sonten

Narasumber : Sugeng sonten

Peneliti : Ngapunten pak badhe nyuwun pitados tradisi Baritan niku napa

nggih..?

Narasumber : Tradisi baritan inggih punika salah satunggiling tradisi ingkang

tasih wonten ing desa Kedungwringin, tradisi baritan punika tradisi

slamatan sedhekah bumi ingkang dipun laksanakaken wonten ing

bulan syuro.

Peneliti : Prosesi tradisi Baritan niku kepripun...??

Narasumber: Prosesi tradisi Baritan ingkang sampun-sampun, saderengeipun

ngancik wulan syura, lembaga pemerintahan desa ngawontenaken

rapat, ingkang isinipun mbahas wekdal, iuran, papan lan

panggenan. Sasampunipun dipun tentokaken papan lan panggenan,

tigang dinten saderengipun prosesi, salah satunggiling sesepuh

kajibah ziarah wonten ing makam leluhur. Sadinten saderenge

prosesi masyarakat desa Kedungwringin gotong royong wonten

ingkang damel tarub, panggung lan nata gamelan. Sontenipun

bapak kaum kajibah motong mendho kangge acara prosesi tradisi

Page 177: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

161

baritan. Salajengipun endas dipun kubur wonten ing prapatan

margi. Ingkang sampun-sampun prosesi Baritan dipunlaksanaken

dinten Jum’at, kawiwitan kirang langkung jam 09.00 enjang.

Saderengipun kawiwitan pak dhalang maos kidungan,

sasampunipun dipunlajengaken pamentasan ringgit wacucal.

Masyarakat desa Kedungwringin sami rawuh, piyantun putri sami

mbetha penggel satunggal-satunggal. Kirang langkung jam 11.30

pagelaran ringgit wacucal istirahat kangge ngormati sholat Jum’at,

jam 1 tradisi baritan dipun lajengaken malih, dipun wiwiti

sambutan saking panitia, kepala desa lan bendahara. Sasampunipun

sambutan, acara salajengipun inggih punika kenduri utawi makan

bersama. Kenduri dipun wiwiti pembagian penggel dumateng

warga masyarakat desa Kedungwringin ingkang sami rawuh.

Salajengipun penggel dipun bagi, bapak kaum kajibah mimpin

do’a. Pagelaran ringgit wacucal dipun lajengaken malih

sasampunipun keduri, dumugi paripurna. Sasampunipun paripurna

pagelaran ringgit wacucal, ki dalang maos semburan. Adicara

semburan sampun kalaksanakaken warga masyarakat saling

berebut hasil bumi ingkang dipungantung wonten ing

sakelilingipun panggung.

Peneliti : Sinten mawon ingkang nyengkuyung wontenipun tradisi Baritan.?

Page 178: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

162

Narasumber : Tradisi baritan niku dipun sengkuyung deneng sedaya warga

masyarakat desa Kedungwringin, mboten mbedakaken drajat lan

pangkat.

Peneliti : Kenging napa pak dipun wontenaken tradisi baritan.?

Narasumber: Diupun wontenaken tradisi baritan amargi sampun adat utawi

kebiasaan warga masyarakat desa kedungwringin awit rumiyin.

Peneliti : Kenging menapa tradisi baritan tasih dipun wontenaken dumugi

saniki.?

Narasumber : Amargi tradisi Baritan punika salah satunggiling tradisi ingkang

penting menggah warga masyarakat desa Kedungwringin, pramila

wajib dipun uri-uri.

Peneliti : Menapa makna tradisi baritan.?

Narasumber : Tradisi Baritan menika nggadehi pinten-pinten makna, pertama

makna sosial, makna sosial ingkang wonten ing tradisi baritan

inggih punika tradisi baritan saged ningkataken raos silaturahmi

antar warga masyarakat, ngraketaken pasederekan lan gotong

royong. Aspek ekonomi saged ningkataken kesejahteraan pedagang

desa Kedungwringin. Aspek budaya masyarakat desa

Kedungwringin nyambut kanthi bingahing panggalih, wujudaken

raos syukur dumateng allah swt kanthi tasyakuran, ziarah lan sanes-

sanesipun. Aspek politik, tradisi baritan iku saget kangge sosialisasi

tokoh politik utawi pemerintah desa kedungwringin dumateng

warga masyarakat.

Page 179: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

163

Peneliti : Napa fungsi tradisi Baritan.?

Narasumber: Fungsi tradisi Baritan menika kangge warga masyarakat desa

Kedungwringin menika sebagai wujud raos syukur dumatheng

Allah swt, ingkang sampun paring pinten-pinten kanikamtan

terutami asil bumi ingkang kathah lan kaslamatan warga

masyarakat.

Peneliti : Kenging menapa tradisi Baritan dipunlaksanakaken dinten Jum’at.?

Narasumber : Amargi dinten Jum’at punika dinten paling sae menggah umat

agami Islam.

Peneliti : Kenging menapa tradisi Baritan kedah ngangge pagelaran wayang..?

Narasumber: Amargi pagelaran ringgit wacucal punika salah satunggiling

Ubarampe utawi sesaji ingkang kedah wonten.

Peneliti : Kenging menapa lakon wayang menika kedah lakon Baritan.?

Narasumber: Amargi lakon baritan punika lakon sesaji ruat bumi ingkang

sifatipun sakral, dados mboten saget dipun gantos.

Peneliti : Napa mawon perlengkapan utawi buorampe tradisi Baritan.?

Narasumber: Rakan, Petet, Cermin, Dom, Bolah, Rokok Krenik, Parem Gadung,

Menyan Putih, , Kinangan, Pisang Raja, Kopi Pahit, Kopi Manis, Teh

Pahit, Teh Manis, Jembawuk, Arang-Arang Kembang, Jajan Pasar,

Sumping sepasang, Cengkir Krambil Gading, Godong Dadap Srep,

Tiris, Godhong Andong, Wringin, Tebu wulung, Pari, Jagung, Tompo,

Ingkung, Tumpeng Rasul, Pala Pendem, apem, Kacang Panjang,

Jenang Abang, Jenang Putih, Bayem, Telur, Lombok Abang.

Page 180: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

164

Catatan Lapangan 6

Narasumber : Budiharjo

Tempat : di rumah bapak Budiharjo

Waktu : 12 November 2013 pukul 20.00-

22.00

Peneliti : Apa makna sesaji kepala kambing?

Narasumber : Nek potongan wedus kuwe ana jawabane, jawabane kuwe maring

pertanian siji, loro maring keselametane warga Kedungwringin

diantara kedua belah pihak, keselamatan desa aja nganti ana apa-

apa karo tanem tuwuh. Tanem tuwuh yakuwe diantara pertanian,

keselamatan desa kuwe desa aja nganti kena bencana apa-apa,

tanem tuwuh yasing pada selamet, semoga bisa panen. Motong

wedus kuwe ana jawabane cung kalacung tikus janada sira balika

meng tanah sabrang ratu gustimu agi pesta, nek ora percaya tiliki

nang prapatan darah lan ndase nang kana. Kejaba kuwe terutama

enyong diuripna nang alam dunya kan percaya karo sing sing nang

duwur yakuwe sing kuwasa siji, lorone nyong bisa kepriwe bae

kankarenakanjeng nabi Muhammad. Slametan kuwe kejaba njaluk

ngapura maring sing kuasa kelorone aku ndongakna kanjeng nabi

Muhammad lan sahabate. Ora ana acara lia-lia, slametan kuwe seka

kaki ninine turun-temurun.

Peneliti : Makna kenenyan?

Narasumber: Masalah ngobong menyan nang kene bukane aku percaya maring

eyang mbah sing tek dipundi, enyong ngobong menyan kuwe

karena ujare kakine aku mbiyen menyan kuwe kebayan, kebayan

kuwe diprentah aku ndonga dongakna arwah men pada slamet, lah

aku nyuwun maring sing kuasa, maring sing kuasa njaluk

keuargaku pada slamet. Sing kon ngujudna kuwe menyan dibakar

kan kukuse cepet tekan

Peneliti : Lakon Baritan kuwe kepriwe?

Page 181: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

165

Narasumber : Lakon Barit, lakon Barit terutama dijukut saka awang uwung bumi

urung ana wiji kuwe guru prentah nyebar wiji isineng jagad, ngantik

guru nyebar wiji. Akhire angger ruat bumi lakone kudu tentang

masalah pertanian, desa kuwe ora kena nyimpang maring

pemerintahan utawa digawe ana dagelan kuwe ora kena, sebabe

sajen. Ana semar gareng petruk sebab kuwe dadi dewa wangkang

dewa wangkeng lah semar kuwe nggo dasar mergane gunung

mahameru bisa dipindah saka kulon meng ngetan. Ruat bumi kuwe

ora karepe saka wong sing keri, kuwe turunan sekang nenek

moyang. Sesajine kuwe tergntung tiap desa masing-masing, ana sing

cukup motong kebo tok, sing akeh wayangan karo tayub. Masalah

slametane ya kuwe sing dibekteni kaya kuwe tok, siji njaluk

ngampura maring gusti Allah ben slamet kabeh, ngirim ndongakna

meng kanjeng nabi Muhammad lan sahabate karo ngirim donga

meng sing babad pertama desa Kedungwringin.

Peneliti : Nang ngapa kudu ngganggo pertunjukan wayang?

Narasumber: Tekane maring lurah pertama, lurah pertama desa Kedungwringin

kuwe asale seka solo, kakang adi jenenge Nursiah karo Nurajah,

Nursiah dadi lurah nang Kedungwringin, Nurajah dadi lurah nang

Penusupan.

Peneliti : Nang ngapa deneng dina Jumat terus, alesane apa?

Narasumber: Nek dina Jum’at kuwe dina sing diistimewakna bagi

pitung dina, dina pitu kang rangkepe lima, sebabe apa lima ko bisa

ganep, lima ko bisa nggnepi pitu. Bisane dina pitu lima ganep kuwe

antara Ahad, Senen, Selasa,Rabau, Kamis, Jum’at, Sabtu digenepi

Manis, Paing, Pon, Wage, Kliwon. Bisane Barite dina Jumat kuwe

sing gawe dina kuwe dina Jum’at kuwe diistimewakan, dina Jum’at

kuwe jodone wong sapasar, terus dina bagi agama islam dina sing

istimewa, dina pitu kanggone sing Jum’atan kan mung dina Jum’at.

Peneliti : Tradisi Baritan kuwe maknane apa?

Page 182: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

166

Narasumber: Karena ngipuk-ngipuk tanah adat saka nenek moyang, maknane

jaluk slamete kabeh wargane satanam tuwueh sing bisa slamet aja

nganti ana apa-apa.

Peneliti : Uborampene?

Narasumber : Uborampene sing gede, sebab kabeh mau ana sranan, akeh sesaji

sing perlu dienggo kejaba sesaji nang wayang kulit, apa padane

enyong tes ziaroh meng endi bae. Sesaji kuwe kanggo ngormati,

ngormati tes ziaroh, ora karena aku aweh saesji aku mundi kuwe ora,

sahrene aku kirim donga tanda maturnuwun marang gusti kang maha

kuasa men dinei slamet kabean apik sing esih nang alam dunya lan

sing nang alam akherat.

Page 183: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

167

Catatan Lapangan 7

Narasumber : Sujono

Tempat : Rumah Pak Sujono

Waktu : 13 November 2013 pukul 19.15-

21.30

Peneliti : Sugeng Ndalu pak?

Narasumber : Sugeng Ndalu

Peneliti : Saweg nopo pak?

Penliti : Nonton TV mawon

Peneliti : Nuwun sewu pak, niki kula badhe nyuwun pitados menggah babagan

tradisi Baritan. Kala wingi kan sampun tanglet sakedik babagan

Baritan.

Narasumber : Mangga bade tanglet napa malih, mangke kula jawab sasaget kula.

Peneliti : Menurut pamanggih panjenengan, tradisi Baritan niku napa?

Narasumber : Tradisi Baritan ingkang wonten desa Kedungwringin menika salah

satunggiling tuladha tradisi ingkang tasih dipun lestarikaken

menggah masyarakat desa Kedungwringin. Tradisi Baritan menika

sedekah bumi ingkang dipun pengeti saben sasi Syura.

Peneliti : kenging napa sasi Syura, sanes sasi-sasi lintunipun?

Narasumber : Sasi Syura punika ibarat dinten niku dinten Jum’at, dinten ingkang

minulya. Sasi Syura menggah tiang Jawi punika sasi ingkang Agung,

amargi kaagunganipun masyarakat mboten enten ingkang wantun

gadah damel utawi mantu. Menggah saking menika masyarakat desa

Kedungwringin ngawontenaken barang damel utawi hajatan desa

ingkang kasebat Baritan.

Peneliti : Prosesi tradisi Baritan dipun wiwiti kanti ziarah kubur dumateng

makam-makam eyang mbah utawi leluhur ingkang sampun mbikak

desa Kedungwringin, pemimpin-pemimpin ingkang sampun

sumareh. Sadinten saderenge tradisi Baritan dipunlaksanakaken,

masyarakat ingkang caket kalih panggenan tradisi Baritan sami

nyengkuyung damel tarub, ngusung gamelan, motong mendo,

Page 184: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

168

ingkang ibu-ibu sami masak. Dinten Jum’at kirang langkung jam

09.00 sesepuh pasang sesaji lan mbakar kemenyan pratanda tradisi

Baritan sampun kawiwitan. Kemenyan punika kangge pratanda bilih

dipun wiwiti adicara, salajengipun kula maos kidungan, kidungan

punika kangge nolak bilahi utawi bencana. Mugi-mugi kanti

kidungan desa Kedungwringin ing taun punika saged lir saking

sambikala. Para warga sami rawuh, piyantun putri sami mbeta

penggel mangke dipun serahaken dumateng panitia. Penggel punika

dipun paringi iwak menda ingkang dipun masak panitia. Penggel

punika dipun bagi dumateng warga malih sasampunipun adicara

sambutan. Adicara sambutan kirang langkung jam 1 sabibaripun

sholat Jum’at. Sasampunipun tasyakuran sesarengan pagelaran saget

dipun lajengaken malih. Pagelaran wayang bibar kirang langkung

jam 5, kalajengaken semburan. Semburan punika sahrehne kula

sampun rampung nglampahaken ruat bumi, mugi-mugi desa

Kedungwringin dipun tebihaken saking pageblug, lelara, bilahi lan

sanes-sanesipun. Sasampunipun semburan warga masyarakat sami

rebutan asil tanam tuwuh ingkang dipun gantung sakiwa tengenipun.

Tanam tuwuh punka menawi dipun tanem asilipun ampun dipun

dahar ngantos 7 taneman, menika saget nadosaken asil ingkang

katah. Banyu kembang ingkang wonten pane lemah punika saged

kangge obat menawi sawedal-wedal wonten kaluarga ingkang

nandang sumeng.

Peneliti : Sinten mawon ingkang nyengkuyung wontenipun tradisi Baritan?

Narasumber :Ingkang nyengkuyung menika sedaya warga masyarakat. Tanpi

pambiyantu saking sedaya pihak tradisi Baritan mboten saget

kalaksanan. Saking iguh pertikelipun perangkat desa, saking

kesadaranipun masyarakat inggih punika iuran dana, tenaga, lan

partisipasinipun.

Peneliti : Napa makna saking tradisi Baritan?

Page 185: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

169

Narasumber : tradisi Baritan nggadahi makna, saking tradisi punika gotong

royong, solederitas saget dipun tingkataken. Wontenipun tradisi

Baritan saget kangge ngraketaken tali silaturahmi, wujudaken

kaikhlasan kanti damel sedekahan.

Peneliti : Napa fungsinipun tradisi Baritan?

Narasumber : Tradisi Baritan nggadehi fungsi kangge ngaturaken sesaji dumateng

ingkang mbaureksa desa Kedungwringin, tujuanipun supados dipun

paringi kelsamatan, keselarasan lir ing sambikala.

Peneliti : kenging napa tradisi Baritan dipun pengeti dinten Jum’at?

Narasumber : Kados ingkang sampun kula aturaken wau, dinten Jum’at punika

dinten ingkang minulya kados sasi Syura.

Peneliti : Kenging napa tradisi Baritan kedah ngagem wayang?

Narasumber : Amargi tradisi Baritan punika ruat bumi, ruat bumi wonten desa

Kedungwringin punika ngagem wayang kulit awit rumiyin mbah-

mbah kawula.

Peneliti : Isi wayang tradisi Baritan niku napa?

Narasumber : Menika wonten ingkang sampun kula serat teng buku,

Peneliti : Mneapa angsal kula ngampil badhe kula foto Copy?

Narasumber : Saderenge ngapunten mas, lakon Barit punika kula mboten ngertos

sinten ingkang ngripta, sinten ingkang nganggit, kula anamung

nerasaken saking mbah-mbah kula ingkang sampun nglampahaken

lakon Barit. Lakon Barit punika kula serat, susunanipun onten

ingkang kula angsal saking wisikan gaib, sahingga dados ingkang

mekaten. Buku punika saget dipun gandakaken menawi menjang

kula sampun mboten kiat nglampahahaken, utawi sampun angsal

amandat saking kula. Pramila mbenjang mriksani kemawon, pripun

lampahannipun, utawi teken tiang sanes, amargi wonten rahasia

ingkang tiang sanes mboten pareng mangerti.

Page 186: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

170

Catatan Lapangan 8

Narasumber : Suwarjo

Tempat : Pelaksanaan upacara tradisi Baritan

Waktu : 22 November 2013 pukul 09-15.00

Peneliti : Apa yang anda ketahui tentang tradisi Baritan?

Narasumber : Tradisi Baritan yaitu sudah kita alami sejak dulu, nenek moyang

mengadakan suatu Baritan atau sedhekah bumi yang intinya setiap

bulan Syura diadakan selamatan.

Peneliti : Bagaimana prosesi tradisi Baritan?

Narasumber: Tradisi Baritan yaitu berdasasrkan iuran, iuran tiap-tiap kepala

keluarga sebesar 35.000, untuk biaya pada waktu hari pelaksanaan.

Karena di desa Kedungwringin terdiri dari separo ndesa (sebagian

desa), yaitu terdiri dari 10 RT, uang tersebut dikumpulkan

mendapatkan 11.100.000,- digunakan untuk biaya Suran, utuk

memebeli kambing, soalnya kambing itu disembeli atau dipotong

dan kepalanya dipendam di mrapatan jalan (perempatan jalan).

Setelah itu, masalah Baritan warga masyarakatnya nyengkuyung

gotongroyongnya, tidak dibeda-bedakan antara pamong atau

masyarakat, lalau diadakan pembuatan tarub, setelah membuat tarub

lalu ditentukan harinya. Biasanya yang dipakai pada hari Jum’at,

karena hari Jum’at dianggap hari yang paling baik bagi umat agama

Islam. Selanjutnya uang itu untuk memberi kambing lainnya untuk

memebeli ubarampe, yang tujuannya untuk membuat selamatan.

L

a

m

p

i

r

a

n

.

D

i

a

l

o

g

P

e

n

e

l

i

t

i

d

Page 187: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

171

Setelah gapura sudah jadi dan ditentukan hari Jum’at lalu diadakan

wayangan, karena di kedungwringin terdiri dari dua, yaitu sebelah

timur atau kadus satu dan dua slamatannya wayang dan sebelah barat

atau kadus tiga dan empat adalah tayuban, tapi intinya sama

menyelamati sedekah bumi. Setelah harinya sudah telaksana hari

jum’at, kira-kira jam 10 dimulai pertunukan wayang, setelah jam 12

wayangnya berhenti untuk menlaksanakan sholat jum’at. Setelah

sholat Jum’at diadakan musyawarah atau upacara, yang pertama

pembukaan, yang kedua adalah sambutan-sambutan yaitu terutama

dari ketua panitia sebagai tuan rumah, sambutan keduanya adalah

sambutan pertanggung jawaban atas iuran-iuran itu dan sambutan

yang ketiga adalah sambutan dari kepala desa. Setelah itu selsai

diadakan kenduri, kenduri yaitu semua warga, pada waktu kemarin

selamatannya dikumpulkan mendapat 250 tompo, itu adalah orang-

orang dari rumah menbawa tompo beserta uborampenya, dan

kemudian di beri daging kambing, lalu diadakan do’a oleh pak Kaum

(kaur kesra). Setelah selsai, pertunjukan wanyang dilanjutkan

kembali sampai sekitar jam 17.00. Setelah selasi, tadinya kan sudah

dipasang tanam tuwuh, bermacam-macam ada padi, jagung, salak,

lombok dan lain-lain, warga masyarakat khususnya di desa

Kedungwringin beramai-ramai berebutan bibit yang telah dipajang,

tujuannya bibit ditanam itu mendapat keberkahan dari Allah swt.

Peneliti : Siapa saja yang terlibat dalam prosesi tradisi Baritan?

Page 188: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

172

Narasumber: Yang terlibat dalam tradisi Baritan adalah semua warga, tidak

pandang orang kaya, orang miskin, pangkat, derajat, pokoknya

semua warga nyengkuyung (bergotong- royong, membatu) untuk

mengadakan Baritan itu.

Peneliti : Mengapa diadakan tradisi Barian?

Narasumber: Diadakan tradisi Baritan karena itu sudah sejak nenek moyang kita

turun-temurun itu diadakan tradisi Baritan yaitu pokoknya

tradisional, kalau tradisi-tradisi yang ada di desa Kedungwringin

perlu dilestarikan karena tinggalan dari nenek moyang kita.

Peneliti : Mengapa tradisi Baritan masih berjalan sampai saat ini?

Narasumber: Karena masyarakat masih percaya bahwa tradisi jika ditinggalkan

akan mendapatkan musibah.

Peneliti : Apa Makna tradisi Baritan?

Narasumber: Makna tradisi Baritan karena manusia merasa hinggap atau

berdomisili di bumi, rumahnya diatas bumi, orangngya juga diatas

bumi, lalu hasilnya juga dari bumi, untuk menanam segala-galanya

itu dari bumi, air pun dari bumi. Lalu lagi tanahnya diinjak-injak

oleh manusia dan diberi kotoran, kotoran manusia, sehingga

kepercyaan nenek moyang kita samapi turun-temurun istilahnya

meminta selamat kepada Tuhan Yang Maha Esa yang membuat

bumi beserta isinya.

Peneliti : Bagamana reaksi masyarakat terhadap prosesi tradisi Baritan?

Page 189: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

173

Narasumber: Reaksi dari masyarakat desa Kedungwringin dengan lapang dada,

gembira karena kepercayaannya masih kukuh (kuat) terhadap

petunjuk-petunjuk dari nenek moyang kita dulu.

Peneliti : Apa fungsi tradisi Baritan?

Narasumber: Fungsi tradisi Baritan warga masyarakat desa Kedungwringin

khususnya diberi keselamatan di dunia dan akheratnya nanti.

Peneliti : Kenapa tradisi Baritan selalu diadakan hari jum’at?

Narasumber : karena hari Jumat itu hari yang paling baik diantara hari lainnya.

Peneliti : Mengapa harus pertunjukan wayang?

Narasumber: Karena padawaktu pemerintahan Belanda kecamatannya dulu

berada di desa Kedungwringin, Kedungwringin itu dibagi dua yaitu

desa Kedungwringin dan desa Penusupan, akan tetapi sebelum

kemerdekaan kecamatan di pindah di Sempor, jadi tidak wajar kalau

satu desa dibagi menjadi dua, lalu diadakan penggabungan satu desa

Kedungwringin. Tetapi selamatan tradisional waktu masih dibagi

dua sebelah timur selamatannya wayangan dan sebelah barat itu

tayuban.

Peneliti : Mengapa lakonnya harus lakon Barit?

Narasumber: Karena masyarakat pada umumnya dan pada khususnya di desa

Kedungwrinin beranggapan bahwa mereka hidup itu di atas bumi,

bumi itu untuk membuat rumah, bercocok tanam, lalu diinjak-injak,

di beri kotoran, sehingga perlu diselamati, sebagai bentuk ucapan

minta ma’af kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah

Page 190: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

174

menciptakan bumi beserta isinya. Lakon itu harus Baritan karena

sebagai sesaji ruat bumi yaitu untuk meminta keselamatan warganya,

tanam tuwuh (pertanian) dan keselamatan desa Kedungwringin

semoga tidak ada apa-apa.

Peneliti : Bagaimana isi lakon cerita Baritan?

Narasumber:Pertama jejer Khayangan, Bhatara Guru sebagai ratunya,

mengumpulkan para dewa, Bhatara Narada, Bhatara Yamadipati,

Bhatara Bayu dan Bhatara Brahma ini dikumpulkan yang dimkasud

jagad atau bumi masih awang-uwung artinya belum ada tanaman

apa-apa, karena Bhatara Guru itu baru menghadap kepada Shang

Hyang Wengang, oleh Shang Hyang Wenang supaya Bhatara Guru

menyebar isi wijining jagad, karena bumi belum ada tanaman

apapun juga. Akan tetapi jagad masih condong kebarat, akhirnya

Bhatara Guru memerintah kepada Bhatara Narada untuk

memindahkan gunung Jamur Dipa di pindah ke arah timur.

Ceritanya gunung itu digotong, gotongannya dewa, talinya dewa,

yang menggotong juga dewa, gunung mau digotong tidak bisa sebelum

dijawab oleh Bhatara Narada. Setelah dijawab setan-setannya juga ikut

membantu menggotong. Dalam perjalanan gunung jatuh menjadi gunung

Salak, jatuh lagi oleh Bhatara Narada ditanya, apakah yang menggotong

selamat, maka gunung itu diberi nama gunung Selamat. Kemudian jatuh lagi

hingga yang terakhir jatuh di Semeru tidak bisa di angkat lgi, setelah

diperiksa oleh Bhatara Narada ternyata masih ada dewa yang belum ikut

Page 191: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

175

menggotong yaitu Empu Puramadi, akan tetapi sudah mempunyai tugas yaitu

untuk membuat Nenggala. Akan tetapi dirasa oleh bumi masih condong akan

tetapi sedikit, kemudian Bhatara Narada kembali ke Khayangan oleh Bhatara

Guru dirasa sudah cukup.

Setelah tiba di Khayangan datang lagi dari penguasa gunung Jamur

Dipa bernama Prabu Naga Dampalan dan Nirbito, yang intinya mereka tidak

terima karena gunung Jamur Dipa dipindah, sehingga Bhatara Guru akan

dimakan. Pandainya Bhatara Guru, dia mau menunjukan dimana Bhhatara

Guru, akan tetapi Bhatara Guru jalannya seperti kilat, sehingga Bhatara Guru

minta untuk digendong. Bhatara Guru agar tidak lepas maka Naga Dampalan

dikendaleni (diikat), Bhatara Guru sambil menyebarkan wiji isining jagad,

dari masrip timur, utara, barat, selatan kemudian kembali lagi ke tengah-

tengah. Di tengah-tengah jagad Baru Bhatara Guru bilang kalau Bhatara Guru

ya aku, Naga Dampalan marah sekali, karena berpegang kendali sangat kuat,

berubahlah menjadi kuda. Kemudian tunduk dan dikancing agar tidak bisa

bersuara, diberi tempat tinggal di pulau Sumba, oleh karena itu kuda dari

Sumbawa Larinya cepat. Nirboto tidak terima hilangnya sang kaka, kemudian

diikat dan berubah menjadi macan (harimau) selanjutnya dikancing dan diberi

tempat di alas (hutan) Wager Gadung, dan diberi makan, apa bila setiap

malam jum’at kliwon ada orang liwat hutan itu tanpa bicara menjadi

makanannya.

Jejer Khayangan Ondar-Andir Bawana, menghadap Shang Hyang

wenang bahwa wiji sarining jagad sudah disebar keseluruh penjuru.

Page 192: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

176

Kemudian Bhatara Guru menerima hadiah, Turta Amerta dan Cupu Manik

Astagina. Tirta Amarta memiliki khasiat bahwa air ini dimasukan kedalam

Kawah Candradimuka maka airnya akan dingin, Sedangkan Cupu Manik

Astagina Bhatara Guru dipesan tidak boleh ada yang tau. Karena Bhatara

Narada Sebagai teman seperjuangan, artinya ada ratu ya ada bawahannya,

Bhatara Narada memaksa ingin tahu, setelah tahu ingin memegang, belum

samapi tangan Bhatara Narada Sudah terbang. Kemudian Bhatara Narada

disuruh mencari barang yang mawa teja (berkilau) untuk diserahkannya.

Jejer di Puser Bumi, Naga Gombang yang sedang mengeluh

merasakan kantuk yang teramat sangat, hingga sering menguap, dalam

menguapnya itu kemudian kejatuhan barang yang berkilau masuk ke dalam

tenggorokan. Melihat kejadian itu Bhatara Narada bertanya kepada Naga

Gombang apakah tahu dimana jatuhnya benda yang berkilau tadi. Naga

gombang tidak mengetahui, kemudian Bhatara Narada mengunus keris untuk

menakut-nakuti Naga Gombang, hingga Naga Gombang menangis dan air

matanya menetes ke tanah berubahlah menjadi seorang putri. Kemudian

anaknya diberi nama Dewi Trisnawati dan dibawa ke menghadap Bhatara

Guru.

Bhatara Narada menceritakan apa yang telah terjadi, dan

menyerahkan seorang putri yang dibawanya. Kemudian Dewi Trisnawati

dipanggil oleh Bhatara Guru suaranya laki-laki, kemudian dipanggil oleh

Bhatara Narada bersuara Perempuan. Karena apa yang diadakan Bhatara

Guru pasti terjadi maka berubahlah menadi anak kembar, yang putra diberi

Page 193: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

177

nama Culmuka. Kemudian Dewi Trisnawati ditempatkan para dewi, dan

Culmuka ditempatkan di tempat-tempat dewa. Akan tetapi keduanya tidak

mau dipisah, Culmuka dibilang seperti hewan, maka berubahlah menjadi

hewan dan ditempatkan di Gunung Wukir Mudakir. Sedangkan Dewi

Trisnawati menangis terus, oleh yang mengasuhnya dibilang seperti mau

mati, dewi Trisnawati kemudian mati. Bhatara Narada memerintah kepada

dewa Wangkang dan Wangkeng untuk memakamkannya, di perjalanan

karena merasa lelah, Wangkang dan Wangkeng alian (berpindah pundak),

jasad Trisanawati kemudian jatuh, dewa Wangkeng beruah menjadi bambu

tembelang, dan Wangkeng berubah menjadi Warak (Badak), talinya menjadi

rotan.

Jasad Dewi Trisnawati dirawat oleh Bhatara Narada, tidak lama

kemudian Culmuka datang karena mencium bau Dewi trisnawati. Bhatara

Narada marah karena Culmuka mencoba menggali makam Dewi Trisnawati,

kemudian mengambil bambu dan dilepaskan mengenai leher Culmuka,

kemudian kepalanya melayang keatas berubah menjadi Lintang Benalung dan

tubuhnya jatuh di laut menjadi ikan laut. Setelah beberapa waktu tubuh Dewi

Trisnawati tumbuh menjadi beberapa macam tanaman.

Bhatara Guru dan Dewi Uma berubah menjadi burung Prit Putih

yang tujuannya utuk memantau bagaimana kerja Bhatara Narada yang sedang

menunggu jasad Dewi Trisnawati. Melihat tanaman padi yang mulai

menguning Bhatara Guru dan Dewi Uma ingin mencicipi, nengetahui hal

tersebut Bhatara Narada mencoba mengusirnya. Sepasang burung tersebut

Page 194: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

178

hinggap di pohon aren, dan tertutupi (kelilingan) oleh buahnya, oleh karena

itu buahnya diberi nama kolang-kaling, sebab untuk bersembunyi burung.

Buahnya di potong keluar airnya rasanya manis (legi), maka diberi nama

legen.

Jejer Khayangan Suralaya Bhatara Guru dihadap oleh para dewa,

kemudian datanglah Bhatara Narada, menceritakan apa yang telah terjadi dan

membawa hasil tanaman yang tumbuh di jasad Dewi Tresnawati. Bhatara

Narada memberikan air yang dibawanya, Bhatara Guru “gedeg” tidak mau,

maka minuman itu diberi nama Badeg. Bhatara Guru memerintahkan kepada

Narada supaya hasil tanaman yang tumbuh pada jasad Dewi Trisnawati untuk

diberikan kepada titah mercapada (manusia) untuk ditanam.

Jejer negara Medang Kamulyan, Prabu Srima Punggung diadap oleh

putranya Sutra Yunan dan Smara Pinggan, datanglah Bhatara Narada

membawa hasil tanama untuk diberikan dan ditanam di ladang Mendang

Kamulyan. Setelah tanaman mulai menguning, datanglah putra-putra dari

prabu Kala Gumarang dari negara Anjuk, yang ingin mencicipi tanaman di

Medang Kamulyan. Prabu Srima Punggung kalah dan meminta bantuan

kepada Bhatara Narada kemudian diberi cemeti penjalin tingal, untuk

mengalahkan putra-putra dari Prabu Kala Gumarang. Yang berhasil

ditundukan hanya tiga yaitu, Gerba Sengara, Lembu Sengara, Dewi Kurese

sedangkan Cakutila dan Janada belum bisa ditundukan. Kemudian Bhatara

Narada pergi mencari jago untuk mengalahkan Cakutila dan Janada.

Page 195: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

179

Jejer Rara Dadapan, Prabu Putut Jantaka dihadap oleh kedua

putranya bernama Condromeo dan Blang Menyunyang, datanglah Narada

yang tujuannya meminta izin kepada Putut Jantaka meminta kedua anaknya

untuk mengalahkan Cakutila dan Janada. Prabu Putut Jantaka memberi izin,

akan tetapi Condromeo meminta imbalan apabila bisa membunuh Jandad, dia

ingin tidur dan makannya bersama majikannya, sedangkan Blang

Menyunyang cukup kalau tidur di bawahnya dan makannya nasi satu kepal

bersama tulang. Blang Menyunyang dan Candramawa berhasil mengalahkan

Cakutila dan Janada, akan tetapi tidak bisa bicara seperti manusia karena

sudah menelan darah dari mereka.

Mendengar kabar bahwa anak-anaknya hilang, Prabu Kala

Gumarang balas dendam kepada Prabu Srima Punggung, dan Prabu Srima

Punggung berhasil mengalahkannya. Setelah semua yang membuat keributan

dapat dimusnahkan prabu Srima Punggung berpesta untuk merayakan

kemenangannya.

Page 196: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

180

PETA JAWA TENGAH

Lampiran 12

Page 197: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

181

PETA KABUPATEN KEBUMEN

Lampiran 13

Page 198: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

182

PETA KECAMATAN SEMPOR

Lampiran 14

Page 199: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

183

PETA DESA KEDUNGWRINGIN

Lampiran 15

Page 200: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

184

DOKUMENTASI

Gambar : Prosesi Penanaman Kepala Kambing

Gambar : Masyarakat Berogotong Royong Membersihkan Daging Kambing

Lampiran 16

Page 201: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

185

Gambar : Pertunjukan Wayang Kulit

Gambar: Tumpeng Rasul atau Tumpeng Kuat

Page 202: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

186

Gambar : Sambutan Kepala Desa

Gambar : Antusias Warga Masyarakat

Page 203: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

187

Gambar : Nasi Ambeng

Gambar : Ubarampe Sesaji Baritan

Page 204: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

189

DAFTAR ISTILAH

Aboge = Aboge adalah salah satu penanggalan kaum muslim Jawa,

jika diperinci A berasal dari alif, salah satu dari siklus

windu yang merupakan daur ulang tahun Jawa. Bo

mengacu pada Rebo yang berarti hari Rabu dan Ge

adalah wage yang merupakan hari pasaran dalam budaya

Jawa.

Ambeng = Ambeng adalah nasi putih berbentuk bola dibagi menjadi

dua, yang diletakan di atas tampah lengkap dengan lauk

pauknya.

Apem = Apem adalah kue yang terbuat dari tepung beras,

berbentuk seperti prisai atau payung biasanya berwarna

merah.

Arang-Arang Kambang = Arang-arang kambang biasanya terbuat dari air putih

dengan rengginang. Rengginang tersebut di masukan

sebuah gelas yang berisi air putih.

Bakaran Budin = Bakaran budin adalah singkong bakar.

Bolah = Bolah adalah benang

Calung atau Lengger = Calung atau lengger adalah suatu kesenian tradisional

khas Banyumasan. Penari biasanya menggunakan

slendang dengan iringan musik calung yaitu musik yang

terbuat dari bambu.

Dom = Dom adalah jarum

Lampiran 17

Page 205: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

190

Gara-gara = Gara-gara adalah salah satu babak dalam pementasan

wayang purwa dengan keluarnya punakawan, di isi

dengan lawak.

Gaga Rancah = Gaga Rancah adalah salah satu jenis padi yang biasa

ditanam di ladang atau tanah yang tidak banyak terdapat

air.

Godhong Dadap Srep = Godhong Dadap Srep adalah daun dadap

Godhong Wringin = Godhong Wringin adalah daun pohon beringin

Godhong Andong = Godhong Andong adalah daun andong

Jembawuk = Jembawuk adalah jenis minuman yang terbuat dari kopi,

gula Jawa, dan santan di satukan menjadi satu.

Harifah = Arti kata sebagaimana aslinya atau asalnya.

Jenang Abang = Jenang abang adalah bubur di campur dengan gula Jawa

atau gula merah sebagai pewarna.

Jengang Putih =Jenang putih adalah bubur yang terbuat dari nasi,

kemudian di beri garam sebagai perasa.

Kambing Kendit = Kambing kendit adalah kambing yang berbulu warna

hitam atau merah di tengah-tengahnya terdapat bagian

seperti sabuk berwarna putih.

Kaul = Niat atau yang diucapkan sebagai janji untuk melakukan

sesuatu jika permintaannya dikabulkan.

Page 206: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

191

Kembang Telon = Kembang Telon adalah kumpulan bunga yang terdiri dari

tiga macam bunga. Biasanya terdiri dari bunga mawar,

bunga kanthil dan bunga kenanga.

Lakon = Lakon adalah peristiwa atau karangan yang

disampaikan kembali suatu (boneka, golek dan wayang)

sebagai pemain.

Limbukan = Limbukan adalah suatu babak dalam pertunjukan

wayang purwa, biasanya limbukan setelah jejer pertama.

Limbukan diperankan oleh Beyung Emban atau

pembantu.

Luwes = Luwes adalah pantes pas, cocok.

Mudin = Mudin adalah kaum, atau tokoh agama yang di tentukan

oleh desa sebagai pengarah agama.

Ngruat = Ruat sama dengan kata luar, berarti lepas atau terlepas.

Ngruwat berarti orang yang melaksanakan ruat.

Olah Prihatin = Olah prihatin adalah salah satu kegiatan orang Jawa dengan

cara prihatin. Prihatin kepanjangan dari “rasa perih ing

sajroning batin”, perih di dalam batin karena seseorang

tidak lagi bergumul dalam kenikmatan jasad mengumbar

nafsu-nafsunya.

Pala Pendem = Pala Pendem adalah ubi-ubian yang buahnya berada di

bawah tanah.

Page 207: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

192

Parem Gadung = Bedak yang terbuat dari bahan dasar tepung gadung.

Petet = Petet adalah sisir

Pring Ampel Gading = Pring Ampel Gading adalah pohon bambu yang berwarna

kuning.

Punden = Punden adalah tempat terdapatnya makam orang yang

dianggap oleh masyarakat desa sebagai orang yang

dihormati.

Rakan = Rakan adalah ubarampe berupa gembili, senthe atau jajanan

seperti ketela yang bahannya diambil dari akar berbagai

jenis pohon talas dan direbus.

Ribet = Ribet adalah rumit.

Rokok Kreni = Rokok kreni adalah rokok yang terbuat dari kulit jagung.

Semburan = Semburan adalah ritual penolak bala atau pembacaan mantra

oleh Ki dalang setelah selsai melakukan pementasan

wayang.

Sumping = Sumping adalah perlengkapan yang di kenakan pada telinga,

biasanya dapat kita jumpai pada pementasan wayang orang.

Tiris = Tiris adalah pohon kelapa yang baru mulai tumbuh.

Tolak Bala = Tolak bala adalah penangkal.

Tompo = Tompo adalah nasi yang dibentuk seperti bola kemudian di

bagi menjadi dua, bentuk tompo lebih kecil dibanding

dengan ambeng.

Page 208: UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA …

193

Tumpeng = Tumpeng adalah nasi yang dibentuk mengerucut besar

menyerupai gunungan

Ubarampe = Perlengkapan