23
UPACARA MERBAYO ETNIK PAKPAK : ANALISIS ANTROPOLINGUISTIK Oleh : Relly Monika Hasugian [email protected] Universitas Sumatera Utara Robert Sibarani [email protected] Universitas Sumatera Utara Pujiati [email protected] Universitas Sumatera Utara Abstrak Upacara Merbayo etnik Pakpak merupakan sebuah tradisi untuk membentuk keluarga baru. Penelitian ini fokus kepada Upacara Merbayo yang dilaksanakan oleh masyarakat etnik Pakpak. Ada beberapa hal yang menjadi pemicu fokus penelitian ini, yaitu pelaksana upacara Merbayo sudah mulai menurun, masyarakat etnik Pakpak sudah jarang menggunakan tradisi lengkap pada upacara Merbayo dan lebih memilih pelaksanaan tradisi yang lebih sederhana karena dianggap lebih praktis dan yang penting tidak menyalahi aturan agama. Pada penelitian ini dikaji Performansi, Indeksikalitas dan Partisipasi serta kearifan lokal pada upacara Merbayo etnik Pakpak dengan Antropolinguistik. Penelitian ini menggunakan metode etnografi. Untuk mendapatkan data yang sesuai dengan masalah penelitian ini, maka pengumpuan data dilakukan dengan dua cara, yaitu: teknik observasi dan teknik wawancara. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan model interaktif dari Miles, Huberman dan Saldana. Adapun hasil penelitian yang diperoleh yaitu Performansi pada upacara Merbayo terdiri atas 6 (enam) tahapan performansi yaitu: (1) Penyambutan Dihalaman; (2) Penyerahan Oleh-Oleh; (3) Pemberkatan Nikah; (4) Pemberian Nakan Kela; (5) Penyelesaian Utang-Utang Adat yang telah disepakati; (6) Mengolesi / Pemberian oles. Indeksikalitas dalam upacara Merbayo Batak Pakpak, seperti : (1) Pakaian adat, (2) Upah Turang , (3) Togoh-togoh, (4) Pertadoen, (5) Penampati, (6) Persinabuli, (7) Upah Puhun (8) Upah Empung, (9) Penelangkeen Mbelen, (10) Telangke mangemolih, (11) Upah mandedah, (12) Kain sarung (oles) dan uang, ( 13) Silempoh panas (bara api), (14) Pinggan berisi beras yang dialasi dengan kembal (sumpit), (15)Nakan luah, (16) Takal unjuken atau upah kesukuten. Partisipasi Upacara adat Merbayo etnik Pakpak ini memiliki Delihan Na Telu yaitu 1) Dengan Sibeltek (kawan, serumpun semarga) ; 2) Kula- kula (mertua atau orangtua dari istri), 3) Berru (anak perempuan dari setiap marga). Kearifan Lokal dalam upacara Merbayo etnik Pakpak yang dimiliki oleh masyarakat etnik Pakpak tersebut yang sesuai dengan naskah akademik Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Kementerian Pendidikan Nasional yang diperoleh peneliti menggunakan dari hasil observasi dan wawancara, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (5) Disiplin, (6) Kerja Keras, (7) Kreatif, (8) Mandiri, (9) Demokratis, (10) Rasa Ingin Tahu, (11) Menghargai Prestasi, (12) Bersahabat/Komunikatif, (13) Cinta Damai, (14) Tanggung Jawab. Kata kunci : Merbayo, etnik Pakpak, Antropolinguistik, Kearifan Lokal

UPACARA MERBAYO ETNIK PAKPAK : ANALISIS …

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

UPACARA MERBAYO ETNIK PAKPAK : ANALISIS ANTROPOLINGUISTIK

Oleh :

Relly Monika Hasugian [email protected] Universitas Sumatera Utara Robert Sibarani [email protected] Universitas Sumatera Utara Pujiati [email protected] Universitas Sumatera Utara

Abstrak

Upacara Merbayo etnik Pakpak merupakan sebuah tradisi untuk membentuk keluarga baru. Penelitian ini fokus kepada Upacara Merbayo yang dilaksanakan oleh masyarakat etnik Pakpak. Ada beberapa hal yang menjadi pemicu fokus penelitian ini, yaitu pelaksana upacara Merbayo sudah mulai menurun, masyarakat etnik Pakpak sudah jarang menggunakan tradisi lengkap pada upacara Merbayo dan lebih memilih pelaksanaan tradisi yang lebih sederhana karena dianggap lebih praktis dan yang penting tidak menyalahi aturan agama. Pada penelitian ini dikaji Performansi, Indeksikalitas dan Partisipasi serta kearifan lokal pada upacara Merbayo etnik Pakpak dengan Antropolinguistik. Penelitian ini menggunakan metode etnografi. Untuk mendapatkan data yang sesuai dengan masalah penelitian ini, maka pengumpuan data dilakukan dengan dua cara, yaitu: teknik observasi dan teknik wawancara. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan model interaktif dari Miles, Huberman dan Saldana. Adapun hasil penelitian yang diperoleh yaitu Performansi pada upacara Merbayo terdiri atas 6 (enam) tahapan performansi yaitu: (1) Penyambutan Dihalaman; (2) Penyerahan Oleh-Oleh; (3) Pemberkatan Nikah; (4) Pemberian Nakan Kela; (5) Penyelesaian Utang-Utang Adat yang telah disepakati; (6) Mengolesi / Pemberian oles. Indeksikalitas dalam upacara Merbayo Batak Pakpak, seperti : (1) Pakaian adat, (2) Upah Turang , (3) Togoh-togoh, (4) Pertadoen, (5) Penampati, (6) Persinabuli, (7) Upah Puhun (8) Upah Empung, (9) Penelangkeen Mbelen, (10) Telangke mangemolih, (11) Upah mandedah, (12) Kain sarung (oles) dan uang, ( 13) Silempoh panas (bara api), (14) Pinggan berisi beras yang dialasi dengan kembal (sumpit), (15)Nakan luah, (16) Takal unjuken atau upah kesukuten. Partisipasi Upacara adat Merbayo etnik Pakpak ini memiliki Delihan Na Telu yaitu 1) Dengan Sibeltek (kawan, serumpun semarga) ; 2) Kula-kula (mertua atau orangtua dari istri), 3) Berru (anak perempuan dari setiap marga). Kearifan Lokal dalam upacara Merbayo etnik Pakpak yang dimiliki oleh masyarakat etnik Pakpak tersebut yang sesuai dengan naskah akademik Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Kementerian Pendidikan Nasional yang diperoleh peneliti menggunakan dari hasil observasi dan wawancara, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (5) Disiplin, (6) Kerja Keras, (7) Kreatif, (8) Mandiri, (9) Demokratis, (10) Rasa Ingin Tahu, (11) Menghargai Prestasi, (12) Bersahabat/Komunikatif, (13) Cinta Damai, (14) Tanggung Jawab. Kata kunci : Merbayo, etnik Pakpak, Antropolinguistik, Kearifan Lokal

PENDAHULUAN

Masyarakat etnik Pakpak mengenal dua jenis upacara disepanjang hidupnya, yaitu: (1) Kerja Njahat (upacara dukacita) misalnya Upacara Kematian (Males Bulung Simbernaik, Males Bulung Buluh, Males Bulung Sampula), Upacara Mengangkat Tulang Belulang (Mengokal Tulan) dan Upacara Membakar Tulang Belulang (Menutung Tulan). (2) Kerja Baik (Upacara Sukacita) misalnya Upacara Kehamilan (Mere nakan merasa/ Nakan Pagit), Upacara Kelahiran (Mangan Balbal dan Mengakeni), Upacara Masa Anak-Anak (Mengebat, Mergosting), Upacara Masa Remaja (Mertakil/Sunat, Pendidien/Baptis, Meluah/Naik Sidi), Upacara Masa Dewasa, Upacara Perkawinan (Merbayo) dan Upacara Memberi Makan Orang Tua (Menerbeb). (3) Upacara Mendegger Uruk, (4) Upacara Merintis Lahan (Menoto), (5) Upacara Memepuh Babah/Merkottas, (6) Upacara Pembakaran Lahan (Menghabani), (7) Upacara Menjelang Penanaman Padi (Menanda Tahun), (8) Upacara Mengusir Hama (Mengkuda-Kudai), (9) Upacara Syukuran Panen (Memerre Kembaen).

Penelitian ini fokus kepada Upacara Merbayo yang dilaksanakan oleh masyarakat etnik Pakpak pada umumnya. Ada beberapa hal yang menjadi pemicu fokus penelitian ini, yaitu pelaksaan upacara Merbayo yang sudah mulai menurun, masyarakat etnik Pakpak sudah jarang menggunakan tradisi lengkap pada upacara Merbayo dan lebih memilih pelaksanaan tradisi yang lebih sederhana karena dianggap lebih praktis dan yang penting tidak menyalahi aturan agama, sehingga banyak elemen tradisi yang telah dihilangkan karena sebagian orang tidak mengetahui makna dan kegunaannya dalam masyarakat. Hal ini disebabkan beberapa hal, seperti keterbatasan biaya dan kurangnya minat masyarakat dalam melakukan upacara Merbayo seperti yang dilakukan oleh nenek moyang mereka dan ada juga disebabkan oleh pengetahuan keagamaan yang sudah mulai meningkat,

karena dalam masyrakat etnik Pakpak pada umumnya ada beberapa adat yang bertentangan dengan keyakinan mereka karena upacara Merbayo pada umumnya berasal dari masa ketika leluhur mereka hidup dalam kegelapan rohani (haholomon) dan penyembahan berhala (hasipelebeguon).

Disisi lain, semakin hari upacara Merbayo semakin mengalami proses perubahan atau mengalami pergeseran nilai-nilai seperti yang dijelaskan diatas . Untuk itu upacara Merbayo sebagai kekayaan tak benda perlu diinventarisir. Pergeseran nilai-nilai disebabkan oleh suku-suku pemilik kebudayaan kurang menghargainya, begitu pula yang disebabkan oleh instansi atau pranata-pranata sosial budaya yang malah membiarkannya dan kurang bertanggung jawab, sehingga regenerasi kepemilikan kekayaan tak benda semakin terabaikan. Berkaitan dengan kenyataan yang disebutkan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang upacara Merbayo pada masyarakat etnik Pakpak yang beragama kristen. Dalam mengkaji kebudayaan, dan aspek-aspek lain kehidupan manusia, pusat perhatian atau perhatian utama antropolinguistik (Duranti, 1997:14) ditekankan pada tiga topik penting, yakni Performansi (performance), Indeksikalitas (indexicality), partisipasi (participation). Sibarani (2012) mengemukakan bahwa dalam mengkaji penggunaan bahasa di dalam kebudayaan antropolinguistik menerapkan tiga parameter, yakni (1) keterhubungan (interconection) (2) kebernilaian (valuability) (3) keberlanjutan (continuity). Finnegan (1992) mengatakan bahwa performansi adalah suatu peristiwa komunikasi yang memiliki dimensi proses komunikasi yang bermuatan sosial, budaya, dan estetik. Pertunjukan memiliki model tindakan dengan tanda tertentu yang dapat ditafsirkan sehingga tindakan komunikasi dapat dipahami. Tindakan komunikasi diperagakan, diperkenalkan dengan objek luar, dan dibangun dari

lingkungan kontekstualnya. Pertunjukan budaya merupakan konteks pertunjukan yang menonjolkan suasana komunitas, yang berkaitan dengan ruang dan waktu. Indeksikalitas menurut Pierce adalah hubungan antara tanda dan objeknya atau acuan yang bersifat kemiripan. Partisipasi dalam teori Antropolinguistik merupakan interaksi keterlibatan dengan orang lain dalam berbahasa. Partisipasi (penampilan) dapat ditemukan pada unit-unit perilaku tuturan (speech behaviour) dan juga dalam aktivitas bertutur (speech activities).

Kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnik tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya, kearifan lokal adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat yang lain. Nilai-nilai tersebut akan melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah melalui perjalanan waktu yang panjang, sepanjang keberadaan masyarakat tersebut (Rahyono, 2009:7). Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimanakah Performansi, Indeksikalitas, dan Partisipasi pada upacara Merbayo etnik Pakpak dan bagaimanakah Kearifan Lokal dalam upacara Merbayo etnik Pakpak.

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan metode etnografi sebagai metode penelitian. Metode etnografi merupakan salah satu metode penelitian kualitatif, etnografi digunakan untuk

meneliti perilaku–perilaku manusia berkaitan dengan perkembangan budaya (Spradley,1980). Secara harafiah, etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work) selama sekian bulan atau sekian tahun. Etnografi, baik sebagai laporan penelitian maupun sebagai metode penelitian dianggap sebagai asal-usul ilmu antropologi (Wolcott, 1987). Penelitian ini ada di kecamatan di Tinada, tepatnya di desa Silima Kuta daerah Pakpak Bharat, karena Penduduk di daerah desa Silima Kuta umumnya menggunakan bahasa Pakpak sebagai bahasa pengantar, sehingga upacara Merbayo menggunakan adat etnik Pakpak. Pengumpuan data dilakukan dengan dua cara, yaitu: teknik observasi (dalam hal ini metode simak, rekam, catat) dan teknik wawancara untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan, dalam hal ini kepada tokoh-tokoh adat, pendeta, masyarakat setempat, tamu undangan pada upacara Merbayo. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan model interaktif dari Miles, Huberman dan Saldana (2014). Komponen-komponen analisis data model interaktif ini mencakup: (1) Kondensasi Data (Data Condensation) cara : Memilih, Memfokuskan, Menyederhanakan, Mengabstraksi, Mentransformasi (2) Penyajian Data (Data Display) Data berupa rekaman diberi kode dan dikelompokkan dalam beberapa kelompok. (3) Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing).

Penyajian Data (Data Display) pada Upacara Merbayo etnik Pakpak Teori

Antropolinguistik Hasil Analisis Data

Performansi ditunjukan pada acara pemberian nasehat berupa harapan dan doa dari orangtua pengantin

“Ndates mo beritanta karina, panjang umur situa-tua melaun tua, anak

anak ndor mbelen, pedas mo tendi mi juma ruah lambang dukut mberas page” (semoga panjang umur sampai menjadi orangtua, cepat memiliki anak, harmonis, dan hasil padi melimpah).

Indeksikalitas saat menerima mas kawin, si ibu pengantin

“ enmo tuhu enggo kujalo tokor berungku, asa ndates moberita kelangku deket berungku, meranak

perempuan merberu beak gabe, ncayur tua” ( inilah sudah kuterima mas kawin putriku kiranya makin dikenal masyarakatlah kabar menantu dan putriku lahirlah anak laki-laki dan perempuan, terpandang dan berumur panjang).

Partisipasi Daliken sitelu (1) sembah merkula-kula; (2) Manat Mardengan Tubu; (3) Elek Marberru. Dengan Tubu adalah saudara kandung yang lahir dari rahim yang sama, Anak berru adalah pihak keluarga yang mengambil istri dari suatu marga lain (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai pelayan, Kula-kula adalah orang yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat Batak Pakpak.

DATA ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Upacara Merbayo etnik Pakpak adalah upacara pengikat janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud dan tujuan meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan sosial. Upacara Merbayo etnik Pakpak biasanya dilaksanakan di kediaman orangtua pengantin perempuan dan itulah yang ideal menurut adat Pakpak. Sekarang ini sering juga dilaksanakan di rumah calon pengantin laki-laki tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Perkawinan menurut adat etnik Pakpak adalah upacara pengikat janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud dan tujuan meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Perkawinan dalam masyarakat etnik Pakpak termasuk dalam siklus kehidupan seseorang yang telah diatur tersendiri. Hakekat perkawinan adalah membentuk keluarga untuk menambah keturunan dari kelompok marga, sehingga menjadi penerus kelompoknya. Perkawinan itu melibatkan seluruh keluarga baik dekat maupun jauh. Jadi hakekatnya merupakan ikatan yang tidak ada putus-putusnya. Dalam upacara Merbayo etnik Pakpak ada enam tahapan yang harus dilakukan pada hari pesta perkawinan dilaksanakan yaitu :

1. Penyambutan dihalaman calon pengantin, 2. Penyerahan oleh-oleh (Merdohom), 3. Pemberkatan Pernikahan menurut agama dan kepercayaannya, 4. Pemberian Makan Pengantin (Nakan Kela), 5. Penyelesaian Utang Adat, 6. Pemberian Ulos (Oles)kepada pengantin.

Pada Upacara Merbayo etnik Pakpak ada 6 (enam) tahapan yang dilakukan pada hari pesta perkawinan dilaksanakan secara umum, yaitu: PERFORMANSI UPACARA MERBAYO ETNIK PAKPAK 1. Penyambutan di halaman rumah dari

keluarga pengantin Tahap pertama pada Upacara

Merbayo etnik Pakpak adalah penyambutan di halaman. Tahapan yang tidak boleh dilewatkan dalam upacara Merbayo, karena dalam tahapan ini, akan terlihat sejauh mana hubungan pihak pengantin laki-laki dalam berkeluarga, beragama dan bermasyarakat dengan kehadiran tokoh-tokoh penting, seperti paman/ saudara dari ayah dan ibu dari pengantin, tokoh adat, kepala desa/utusan dari perangkat desa serta masyarakat. Adapun acara pada tahapan penyambutan dihalaman ini. Dimulai dengan kedatangan sanak keluarga pihak pengantin laki-laki ke rumah keluarga pihak pengantin perempuan. Keluarga pihak perempuan telah menunggu keluarga pihak kerabat laki-laki di halaman rumah mereka dimana

berru mbelen (keluarga dari pengantin pihak perempuan). Keluarga pihak pengantin perempuan berdiri paling depan dengan membawa sumpi t (kembal) yang berisi pinggan beras yang diatas beras tersebut diletakan selembar daun sirih. Kerabat keluarga pengantin perempuan meletakkan bara api didepan halaman. Sebagai tanda kehangatan jiwa. Sebelum masuk kerabat keluarga pihak pengantin laki-laki harus melangkahi bara api yang diletakkan oleh kerabat keluarga pihak pengantin perempuan di depan rumah yang mempunyai arti untuk menghangatkan jiwa dan pikiran para kerabat keluarga pihak pengantin laki-laki.

Kemudian persinambul dari kerabat keluarga pihak pengantin perempuan memandu acara di halaman menjelang memasuki rumah orangtua pengantin perempuan, dan terjadilah dialog antara Pihak Perempuan (PP) dan Pihak Laki-laki (PL) :

PP: Kade berita?

‘apa kabar?’ PL: Njuah-juah (3x)

‘ Sehat, Selamat, bahagia’ Umpasa Penatua adat pihak laki-laki yang disampaikan:

“Berita Njuah-juah beak gabe ncayur tua, lambang dukut mberras page janah tambah bilangen” ‘Kabar baik, seperti rumput yang panjang dipadang semoga seperti itu juga kita bertambah anggota keluarga’ PP : Imo tuhu, oda ma mobah roji?

‘amin, apakah ada perubahan mengenai mahar yang telah disepakati?’ PL: Oda ‘tidak’

Setelah rombongan memasuki rumah, maka pihak pengantin perempuan (PP), pihak beru mbelen menyiramkan beras sambil berkata:

Njuah-juah (3x) ‘Sehat, Selamat, Bahagia’

Umpasa yang disampaikan Penatua adat keluarga pihak pengantin perempuan :

“Ndates mo beritanta karina, panjang umur si tua-tua melaun tua, anak-anak ndor mbelen, pedas mo tendi mi juma mi rumah lambang dukut mberas page” ‘makin tinggilah berita, panjang umur orangtua, anak-anak lekas besar, hangatlah jiwa kita ke ladang dan ke rumah, hasil padi melimpah ruah’

masuk mo kene ni bages! ‘Silahkan, masuklah kerumah’

Setelah itu, rombongan keluarga pihak pengantin laki-laki masuk ke dalam rumah pihak keluarga pengantin perempuan, serta pihak keluarga pengantin laki-laki menyerahkan oleh-oleh yaitu nakan luah yang telah disediakan dan diberikan kepada pihak keluarga perempuan.

2. Penyerahan Oleh-Oleh (Merdohom)

dari keluarga pengantin Tahap kedua pada upacara

Merbayo etnik Pakpak adalah Acara Merdohom yaitu acara makan bersama. Makan makanan khas etnik Pakpak (Dohomom) yang biasa disedikan pada acara Mardohom Acara ini adalah acara pemula yang disebut dalam bahasa Pakpak dengan Merdohom.

Keluarga Pihak Laki-laki :

“enggoh ro kita ni sen i inbagas hen, acara selanjutnya asa si mulai mankita en, asa rembah kindul mo boi kita kerina boina kita kundul, asa si mulai mo peranan adat, kembang bagi si enggoh si bakin” “Sudah datang kita ke dalam rumah ini, acara selanjutnya marilah kita duduk bersama untuk

menlanjutkan acara adat yang sudah akan disampaikan keluarga”

Keluarga pihak Laki-laki : “ menkitekan persinambul i jou- jou mi sen, ate hami bakune, enggoh boima siboi baen panganan ta ” “mari kita para undangan dating kerumah ini, sudah bias kita hidangkan makanan kita”

Keluarga pihak Perempuan : “ enggo pe memberre” “ Sudah bisa dilakukan” Keluarga pihak laki-laki :

“enggo pe bage raja name kula-kula, kami pe bage sambil berkebas-kebas i si sambil ma berkebas mo ba persinambul kundul mo, asa i mulai ma I pias sapo, asa I muai pe” “Marilah kita mulai acara ini ketua adat supaya kita mulai acara ini, marilah kita duduk bersama”

Penatua adat pihak perempuan menyampaikan kata-kata penyambutan pada pihak keluarga laki-laki setelah acara adat merdohom dilaksanakan. Keluarga pihak perempuan:

“Mendahi kene kade-kade nami, enggo kita sidung mangan tah bagi pe kessa boi ipepada kami, bage umpama mono tuhu, “ ketak-ketik mbelga palu-paluna, bagi pe pemereken nami mbelgah mo pinasuna” asa mersodip kita asa itepa lahan menjadi rabi, tekka kade sibahan asa tong menjadi. Tapi bagidi pe dahke kuidah kami pe kiroh ndene oda bage biasana iidah kami lengkap merberru mersininna, kumaranai oda katengku salahna asa bagahken kene “ “ kerabat kami yang datang hari ini, kita telah selesai makan ala kadarnya dan mudah-mudahan Tuhan memberkati kita. Dan

semoga dihari-hari mendatang kami bisa memberikan pelayanan yang lebih baik dari hari ini. Dan kami juga mempertanyakan apa maksud kedatangan kerabat kami kerumah ini”

Keluarga Pihak Laki-laki : “ lias ate mo tuhu taba kita sitampak pulung isen. Kene kade-kade namo, enggo tuhu iberekken kene kami mangan besur janah merasa, asa bage umpama mono kudoken kami “ kabang nina renggisa seggep i kayu mberede, kipangan ngono kessa kami mbisa tapi balesna jalo kene mo bai Tuhanta nai marbage-bage” terenget bage pekiroh nami dakhe lako manukutken kinincor nami taba kene si boi manhan pangadun-adun nai” “ terima kasih atas penyambutan dan makanan yang telah disediakan , kami tidak dapat membalas kebaikan yang telah diberikan kepada kami dan kami tidak dapat hanya menikmati begitu saja namun kami harus membalas kebaikan kerabat semua”.

Acara ini adalah acara adat yang

merupakan acara makan bersama. Makan makanan khas dohoman yang biasa dihidangkan pada acara mendohom. Makanan Dohoman ini adalah yang disediakan pihak keluarga laki-laki yaitu : Pinapah (makanan yang terbuat dari padi yang digongseng, ditumbuk menjadi makanan gurih), Nditak (makanan yang terbuat dari tepung beras), lemang, tebu, pisang, dan lain-lain. Makanan yang disediakan pihak keluarga perempuan adalah ayam yang sudah dipotong dan sudah dimasak menurut masakan adat sebagai lauk-pauk dalam makanan adat.

Tahap kedua pada upacara Merbayo etnik Pakpak adalah Acara

Merdohom yaitu acara makan bersama. Makan makanan khas etnik Pakpak (Dohomom) yang biasa disedikan pada acara Mardohom. Hidangan Mardohom ini adalah Pinapah, itak, lemang, bua-buahan,pisang, tebu, dll. Semua makanan yang diserahkan pihak keluarga laki-laki ke pihak keluarga perempuan disebut Nakan luah. Nakan luah merupakan makanan yang diserahkan oleh pihak pengantin laki-laki kepada pihak pengantin perempuan yaitu makanan yang lauknya terdiri dari ayam yang telah dipotong-potong sesuai ketentuan. Ayam yang dipotong-potong tersebut harus sesuai dengan adat yang berlaku dan tidak boleh salah atau kurang dari kesepakatan. Jika hal ini terjadi, maka pihak persinabul laki-laki harus memberikan uang kepada persinabul perempuan. Begitu juga dengan pujian yang diberikan oleh pihak persinabul perempuan jika potongan-potongaayam tersebut telah lengkap harus dibayar oleh pihak persinabul laki-laki dengan uang. Bukan hanya pihak laki-laki saja yang akan memberikan makanan kepada pihak kerabat perempuan, tetapi pihak kerabat pengantin perempuan juga menyerahkan makanan-makanan ringan berupa pinahpah, nditak (tepung beras), pisang, dan tebu. Acara ini disebut merdohom dan biasanya pihak kerabat laki-laki juga menanyakan berapa jumlah makanan yang disediakan dan setiap makanan itu ditutupi dengan daun pisang dan piringnya dilapis dengan kembal (sumpit) lalu kemudian dilakukan acara makan bersama.

Pada saat menyerahkan makanan pengantin, pihak kula-kula mengucapkan beberapa petuah berupa umpama pantun sebagai berikut :

Ketak ketik gedang palu-paluna Sipanganen cituk sai gedang mo

pinasuna ‘Ketak-ketik panjang pemukulnya’ ’Makanan sedikit tapi berkatnya

banyak’ Pantun ini memiliki arti” walaupun

makanan yang diberikan sedikit hanya alakadarnya saja, kiranya banyak berkatnya Kemudian mempersilahkan pengantin makan bersama dari satu piring.

Tubuhen laklak, tubuhen cengkeru ‘Parimbalang kait-kaiten” Tubuhen anak mo ke tubuhen

berru Janah ulang mo bernit-berniten

‘Tumbuh laklak, tumbuh cengkeru’ ‘Parimbalang untuk dikait-kait’’ ‘Lahirlah keturunan kalian laki-laki dan perempuan’ ‘Dan jangan sakit-sakitan’

Adapun arti dari perumpamaan ini

adalah semoga pengantin dapat keturunan laki-laki dan perempuan dan janganlah kiranya sakit-sakitan. Aceh sipihir tulan, tanohna pilih-pilihen

Sai maseh mo ate Tuhan Asa ipedaoh mo bai ndene nai perselisihen ’Aceh tulangnya keras, tanahnya banyak pilihan’ ’Kiranya Tuhan mengasihi’ ’Agar dijauhkan pertengkaran dari kalian’ Sada kata sada orjok mo rumah tangga ndene bage sicodin ’Seiya sekatalah rumah tangga kalian dan bisa jadi contoh’ Kiranya Tuhan menjauhkan

pertengkaran dan selalu seiya sekata dalam membina rumah tangga sehingga bisa menjadi contoh dalam masyarakat.

3. Pemberkatan Nikah Pengantin

Tahap ketiga pada upacara Merbayo etnik Pakpak yaitu: Pernikahan kudus (suci) adalah salah satu upacara adat yang dilakukan oleh orang pakpak. Dalam pernikahan kudus ini hadir seluruh pihak-pihak yang berhubungan dengan pengantin

laki-laki dan perempuan. Seluruh keluarga kedua belah pihak turut hadir untuk menyaksikan upacara pernikahan. Dalam upacara pernikahan dilakukan terlebih dahulu ditempat tinggal pengantin perempuan. Setelah selesai upacara kudus yang dilakukan di kampung/tempat tinggal mempelai, maka selanjutnya dilakukan pemberkatan oleh pendeta secara sakral dan kudus di gereja, dan agama islam di rumah pengantin laki-laki yang mengucapkan akad nikah didepan penghulu. Adat istiadat sangat mendukung pengajaran agama islam maupun kriten, karena pernikahan itu adalah sakral dan kudus dan hanya boleh meminta berkat dari yang maha esa. Selain itu kehadiran pihak-pihak keluarga turut mendukung pengajaran agama karena adalah sangat baik jika seluruh keluarga datang untuk turut mendoakan mempelai yang menikah.

Adapun acara pemberkatan

tersebut adalah sebagai berikut: Pendeta : Pengantin simerlolo ni

atè, enggo ke roh mi Gereja en lako kisahken perjejapen i jolo ni pengula ni kuria, dekket i saksiken umat simerkepercayan. Tuhan Jesus Kristus memasu-masu dekket peteguhken kene, asa tellap kene mersikekelengen dekket menunaikan tanggungjawab ipas enggeluh i perumahtanggan ndene

Penganti Laki-laki: Mersedia ngo aku Pendeta : enggèut ngo ko

mengkekelengi dekket menghormati pertua ibagesmu sindekah ko enggeluh?

Pengantin Laki-laki: enggèut ngo aku Pendeta : enggèut ngo ko jadi bapa

simende meradepken anak dekket

berru si naing i pesoh Debata mendahi kènè, janah menegu-negu

kalak idi jadi Kristèn si senteng?

Pengantin Laki-laki: enggèut ngo aku Pendeta : enggèut ngo kènè sidua

sebagai suami-isteri katolik menunaiken kewajiban-kewajiban ibagasen enggèuh perjejapen dekket pendasi enggèluh i perumahtanggan ndènè, marang pè i Gereja dekket ijolo-jolo ni dengan sakuta ?

PL & PP (kedua pengantin): enggeut ngo kami

Pendeta : Pengantin simerlolo ni atè, nderang madèng aku kisahken perjejapen èn, aku mendokken mendahi kènè, gennep mo kènè mendokken mbersih ni ukur ndènè engket kelleng atè ndènè, janah mendokken padan, janji perumahtanggan ndènè janah mersicèkèpen tangan janah mengampèken i babo Bibèl èn, kerna ibagasen tersurat ngo kata ni Tuhanta Jesus Kristus, benna ni kepercayaan dekket pendasi enggeluh perumahtanggan ndènè. Mendahi kènè karina siroh, cender mo kita lako menghormati perpadanen, janji perumahtanggan kalak èn sidua.

Sebelum acara adat nikah

dilaksanakan di Mesjid (agama Muslim), perjanjian nikah ( agama Kriten) di gereja. Tetapi boleh juga adat nikah dilaksanakan sama harinya dengan pesta adat dalam acara satu hari. Sepulang dari akad nikah / perjanjian nikah mempelai disambut orang

tua di rumah dengan menaburkan beras. Beras ditaburkan dengan mengucapkan njuah-juah sebanyak tiga kali yang artinya sehat, sejahtera, selamat bahagia. Setelah itu semua kerabat keluarga pengantin masuk kedalam rumah pihak kaki-laki. Setelah itu dilakukan acara pemberian Nakan Kela (Makanan Pengantin).

4. Pemberian Nakan Kela (Makanan

Pengantin) Tahapan ke empat pada Upacara

Merbayo etnik Pakpak adalah pemberian makan pengantin (Nakan Kela). Kerabat keluarga pihak pengantin perempuan menyerahkan ndiadepen kepada kerabat keluarga pihak pengantin laki-laki yang disebut nakan penjalon. Sebaliknya pihak kerabat keluarga pihak pengantin laki-laki menyerahkan ndiadepen pada kerabat keluarga pihak pengantin perempuan yang disebut nakan silempoh panas. Persulangen dalam adat etnik Pakpak biasanya telah tertentu siapa-siapa yang menerima dan tidak perlu dibicarakan lagi pada saat upacara, karena mereka berpendapat bahwa yang bukan miliknya tidak bisa diambil atau dimakan, karena ini akan membuat dia merasa malu karena mengambil yang bukan miliknya dan bahkan orang menganggap dia tidak tahu adat.

Pada percakapan ini pihak pengantin perempuan disingkat ‘PP’ dan pihak dari pengantin laki-laki disingkat “ PL”

PP: “ Mendahi kene kade-kade nami, enggo kita sidung mangan tah bagi pe kessa boi ipepada kami, bage umpama mono tuhu, “ ketak-ketik mbelga palu-paluna, bagi pe pemereken nami mbelgah mo pinasuna” asa mersodip kita asa itepa lahan menjadi rabi, tekka kade sibahan asa tong menjadi. Tapi bagidi pe dahke kuidah kami pe kiroh ndene oda bage biasana iidah kami lengkap merberru mersininna,

kumaranai oda katengku salahna asa bagahken kene”

“ kerabat kami yang datang hari ini, kita telah selesai makan ala kadarnya dan mudah-mudahan Tuhan memberkati kita. Dan semoga dihari-hari mendatang kami bisa memberikan pelayanan yang lebih baik dari hari ini”

PL: “lias ate mo tuhu taba kita sitampak

pulung isen. Kene kade-kade namo, enggo tuhu iberekken kene kami mangan besur janah merasa, asa bage umpama mono kudoken kami “ kabang nina renggisa seggep i kayu mberede, kipangan ngono kessa kami mbisa tapi balesna jalo kene mo bai Tuhanta nai marbage-bage” terenget bage pekiroh nami dakhe lako manukutken kinincor nami taba kene si boi manhan pangadun-adun nai”

“ terima kasih atas penyambutan dan makanan yang telah disediakan , kami tidak dapat membalas kebaikan yang telah diberikan kepada kami dan kami tidak dapat hanya menikmati begitu saja namun kami harus membalas kebaikan kerabat semua”

PP: “ Lias ate mu tuhu, kene silih nami

tuhu ngono dahke beak ngono kami, tapi pellin beak bilangen ngo kessa. Oda ngo beak harta. Tapi idah kami pekiroh ndene, kene oda pellin beak harta tapi dekket ngo kuidah kami beak i bilangen. Alanai asa tangkas- tangkas mo bagahken kene kade situhunna pekiroh ndene”

“Kami mengucapkan terimakasih kepada ipar kami, dari segi keturunan kami memang cukup kaya tetapi kami

tidak kaya harta. Namun kami melihat kerabat kami yang datang bukan hanya kaya keturunan tetapi juga kaya harta”

PL: “ Lias ate mo tuhu, kene karina

kade-kade nami, ari-ari si enggo salpun tupung pana merdalan-dalani anak nami mi ndene en, enggo nina ipernipiken janah tergerek mi ukurna kutnaing katena bere kene ia perjuman, asa boi ia nggeluh i kuta en, janah idah kami pene kene ngono simbellengna perjuman ndene janah naik nggaburna mahan perjuman. Jadi imo dahke maksud pekiroh nami” “ Terimakasih, kerabat kami yang tercinta pada hari-hari yang lalu anak kami melihat bahwa kerabat kami mempunyai tanah yang luas dan subur harapan kami, anak kami juga diberi lahan di kampung ini. Itulah maksud kedatangan kami”

PP: “ Tuhu ngo dahke i mbellang ngono tanoh isen, tah tanoh bakune ngo

kate ndene, tah darurat ngo tah sabah, asa tangkas mono bagahken kene” “ Betul memang tanah di wilayah ini cukup luas, kami mohon kejelasan jenis yang bapak minta sawah atau tanah darat agar menjadi jelas”

PL: “ Lias ateh mo dahke, kene karina bayo nami, silih nami, karina ke kade-kade nami, isuruh anak nami kami misen nina dahke enggo sada nina arihna dekket berru ndene calon pumaen nami, jadi roh anak nami isuruh kami lako mengkuso utang nami dalan nami mersembah taba kene, jadi imo dahke pekiroh nami”

“ terima kasih kami ucapkan kepada bapak dan ibu. Adapun kedatangan kami kesini disuruh oleh anak kami, karena anak laki-laki kami dan anak perempuan bapak dan ibu telah saling jatuh cinta dan kami sepakat untuk memberi hormat dan menanyakan kewajiban-kewajiban yang harus kami penuhi”

Makanan adat disedia bagi

keluarag pihak laki-laki dan pihak perempuan dan acara makana bersama dilaksanakan di rumah pihak lai-laki. Setelah makan bersama dilaksanakan, acara selanjutya yaitu penyelesaian utang adat yang telah disepakai.

5. Penyelesaian Utang Adat Dari

Keluarga Pengantin Tahapan kelima pada Upacara

Merbayo etnik Pakpak adalah penyelesaian hutang-hutang adat. Penyambutan pengantin dengan diiringi tari-tarian era-era sebagai ungkapan sukacita dalam menyambut keluarga laki-laki (berru). Pimpinan tari era-era memegang tongkat yang dirangkai dengan beberapa jenis daun tertentu. Disini ibu pengantin laki-laki membawa kain sarung (oles), sumpit (kembal) distas talam dibawa menuju jambur atau wisma (bale). Selesai acara makan baru dibagi-bagi sulang, setelah itu dilanjutkan kepada penyelesaian hutang-hutang adat. Pertama sekali dilakukan adalah mengembangkan tikar peramaken oleh ibu pengantin perempuan untuk tempat duduk persinabul dari pengantin laki-laki, disertai dengan sada njalaken haliu. Tikar ini disebut belagen pertimbangen. Maksudnya agar pada saat pembayaran hutang-hutang adat persinabul dapat berlaku adil. Sebelumnya telah disediakan terlebih dahulu minuman yang diramu secara tradisional di dalam cawan yang isinya berupa air beras yang dicampur dengan air asam. Pihak keluarga akan memberikan kata-kata

pada saat menyerahkan minuman tersebut, seperti berikut:

“Enum kemo ndirabaren en, asa malum mo karina nasa similias deket si mengentek” ‘minumlah kiranya sembuhlah segala yang sakit (sakit hati) dan sakit yang mendenyut’

Sebelum menerima mas kawin, secara bergilir semua pihak pengantin perempuan terlebih dahulu menyerahkan adatnya yang disebut penjukuti (hewan ternak,beras, kembal, tikar, sumpit, nditak (kue dari tepung beras), pinahpah atau tipa-tipa, lemang, tebu, dan pisang). Pada saat itu juga sebelum pemberian mas kawin, orangtua perempuan mengajukan permintaan khusus kepada pihak kerabat laki-laki. Permintaan ini khusus diberikan kepada ibu pengantin perempuan yang disebut dengan gedo-gedo atau todoan. Besarnya nilai gedo-gedo atau todoan ini tergantung kesepakatan diantara kedua belah pihak dengan mengacu kepada kesanggupan dari pihak laki-laki untuk memenuhinya. Hal ini disepakati pada saat mengkata utang, dan biasanya bentuk dari gedo-gedo itu adalah emas. Gedo-gedo atau todoan mempunyai arti bahwa ibulah yang mengandung, melahirkan, merawat, dan membesarkan anak gadisnya, dimana saat ini telah menjadi milik orang lain dan harus berpisah dari ibunya.

Pada saat menerima mas kawin si ibu pengantin perempuan berdiri sambil mengucapkan kata-kata:

“En mo tuhu nggo kujalo tokor berungku, asa ndates mo berita kelangku deket berrungku, meranak merberu beak gabe neayur ntua” ‘inilah sudah kuterima mas kawin putriku kiranya makin dikenal masyarakatlah kabar menantu dan putriku, lahirlah anak laki-laki dan perempuan, terpandang dan berumur panjang’

Selesai mengucapkan kata-kata tersebut si ibu mengambil beras dari

pinggan dan disiramkan ke atas kepala pengantin dan seluruh keluarga laki-laki. Pada saat menerima mas kawin orangtua pengantin perempuan berdiri bersama-sama dengan semua keluarga dekat dan pada saat itu pula mereka menyampaikan kata-kata berkat melalui pantun. Beberapa oles yang harus diberikan oleh pihak kerabat pengantin laki-laki selain yang telah disepakati saat mengkata utang, yaitu oles pergemgem untuk pemerintah setempat, oles persinabul diberikan kepada pengetua adat, reme-reme ijuluu tapin biasanya berupa uang utuk dibagi-bagikan kepada undangan lainnya yang menghadiri pesta pernikahan tersebut.

Setelah acara penyambutan dilaksanakan, kemudian pihak berru dan kula-kula oleh-oleh (luah adat) dengan menari bersama. Tarian pertama pihak kula-kula (keluarga perempuan) menari sambil berjalan memberikan berkat kepada pihak berru (keluarga laki-laki). Di kesempatan ini pihak kula-kula juga memberikan uang (riar) kepada pengantin. Tarian berikutnya adalah pihak keluarga laki-laki (berru) menari sambil berjalan menyembah kepada pihak keluarga perempuan (kula-kula). Dalam kesempatan ini pihak berru juga memberikan uang (riar) kepada pihak kula-kula. Pihak puhun juga ikut menari dan memberikan uang (riar( kepada pengantin. Rombongan puhun dan rombongan kula-kula menjunjung sumpit (kembal) yang berisikan beras, serta tikar pandan (kembal atau heliu) untuk diberikan kepada pengantin. Keluarga pihak berru dari keluarga pihak laki-laki juga datang menari sambil berjalan dan datang menyembah puhu dan memberikan uang (riar) kepada semua puhun yang datang. Pembagian sendihi dari keluarga laki-laki kepada penatua adat pesta, agar pembagian dapat dilaksanakan dan diberikan. Setelah acara menari atau taktak dilakukan acara makan bersama dengan semua tamu undangan. Ditunjukan potongan daging adat (sendihi) dan diberikan kepada pihak kula-kula (keluarga

perempuan ) kepada berru (keluarga laki-laki). Setelah selesai acara daging adat (sendihi) kemudian dilanjutkan acara makan bersama. Orang tua dari keluarga laki-laki (kesukkuten) menyampaikan terima kasih dan selamat menikmai hidangan kepada para tamu undangan. Setelah selesai acara makan, para undangan mengucapkan selamat kepada kedua mempelai.

Keluarga pihak laki-laki (penatua adat): “ Acara selanjutnya, kita tahu bahwa hari ini acara adat atau Upacara Merbayo. Dimana piahk sukkut peranak memberikan adat kepada pihak kula-kula. Untuk melanjutkan acara ini. Bahwa antara pihak keluarga pengantin laki-laki dan pengantin perempuan saling berhadapan dan saling menerima adat”.

Penyampaian daging adat diawali dengan penyampaian kata-kata adat, yaitu: Pertama daging adat diberikan kepada pihak kula-kula darilaki-laki dan kula-kula dari perempuan (ulak mulak) yaitu bagian kepala, hati, jantung. Tibalah pembagian sendihi kepada sanak saudara. Bagian kepala (takal ciranggur iang-isang) untuk sukkut (tuan rumah), pinggul ekor untuk abang adik dari tuan rumah( situan dan siampun-ampun), tulang punggung dan bagian tertentu dari tulang rusuk untuk marga (puang benna dan puang pemaaki) dari istri tuan rumah (saudara laki-laki dari istri tuan rumah), hati, paruh, limpah dan jantung untuk diberikan kepada saudara perempuan tuan rumah (sulang berru), paha (bleketen) untuk diberikan kepada kepala adat desa tempat pesta dilaksanakan dan kepada sanak saudara lainnya.

Setelah selesai pemberian daging adat kepada seluruh keluarga perempuan dan keluarga laki-laki dilanjutkan dengan pemberian mas kawin, karena pada waktu acara pinangan masih sebagian diberikan. Pemberian mas kawin berupa uang, kain sarung, sumpit, emas yang diberikan kepada ibu pengantin perempuan. Mas kawin tersebut di lenkapi dengan sarung,

ulos, beras, sumpit dan diberikan kepada orangtua perempuan pengantin perempuan dan dijinjing ditas kepala. Orangtua pengantin perempuan memberikan pemberkatan dengan bahasa adat Pakpak kepada keluarga putridnya yang baru saja menikah.

“enngoh kuterima tukkor ni berruku, anggita pe sai sada ati, bahagia selamanya, menjuah-juah 3x kita kerina”in putriku aku doakan semoga putriku bahagia selamanya”. “sudah kuterima mas kawin,

kiranya kita sehat, sejahtera dan bahagia selamanya”.

6. Pemberian Oles (kain/ulos) kepada

Pengantin dari Keluarga

Pihak pengantin perempuan beserta rombongan selanjutnya Mengolesi atau memberikan kain kepada pihak laki-laki. Sanak saudara keluarga perempuan juga menerima mas kawin berru, berupa uang, kain sarung, yang diletakkan diatas sumpit berisi beras, tapi dari sipenerima yang memberikan sumpit( kombal) yang berisikan beras, ayam, kambing kepada pihak keluarga laki-laki. Keluarga kedua belah pihak saling menerima dan saling member, kula-kula memberikan sumpit,lemang, tikar pandan, pisang, lemang, dan beras, sedangkan pihak berru memberikan kain sarung dan uang diatas sumpit piring yang berisikan beras dan sirih. Diterima dengan menjinjing diatas kepala sipenerima. Penerima memberikan kain sarung , uang kepada si penerima dengan mengangkat sumpi (kembal) distas kepalanya, dan mengucapkan kata:

“ enggoh ku terima tukkor ni berru nami, soh mi orangtua na, menjuah-juah kita kerina, kades mo berita beranak en memberru” “sudah kuterima mas kawin putrid kami, semoga mereka sehat, sejahtera dan bahagia selamanya

dan cepat mendapatkan anak laki-laki dan perempuan ” Jenis oles yang dipakai adalah Oles

Batak yang diberikan oleh kerabat pengantin perempuan kepada kerabat pengantin laki-laki yang telah disepakati sebelumnya. Acara Mengolesi ini diiringi musik dan tari-tarian. Setiap oles yang diberikan kerabat perempuan akan dibalas oleh kerabat laki-laki dengan memberikan uang kepada yang mengolesi. Sumbangan atau tumpak dari pihak kerabat pengantin laki-laki akan dibalas oleh pihak kerabat pengantin perempuan seperti Parjambaran kedua belah pihak kerabat yang berpesta. Bentuk tuppak yang dalam bahasa setempat disebut Roji adalah uang atau sumbangan. Diantara kedua belah pihak akan saling membalas tuppak, sumbangan dari lawan kerabatnya dengan jenis yang sama. Artinya bahwa pihak kerabat laki-laki akan membalas sumbangan kerabat pengantin perempuan berupa tuppak atau sumbangan yang sama. Sedangkan Oles (kain) yang diserahkan adalah oles Inang ni beru, oles inang peduaken, oles turang ni beru, oles puhun, oles mendedah, oles empung, oles persinabul, oles penelangkeen dan oles persintabiin. Selain pemberian ulos/oles, bentuk dan ciri ulos/oles juga berubah. Saat ini oles yang dipakai bukan lagi oles khas Pakpak, seperti kitir-kitir, cap padi (sebagai mandar), oles mercimata, akan tetapi telah menggunakan ulos Batak Toba seperti Sadum, Ragi Idup, Ragi Hotang, dan lain-lain. Jadi pihak pengantin perempuan tidak lagi membawa tikar, kembal, silampis putih, pisang, lemang, pinahpah, itak, dan ayam, tetapi telah digantikan oleh ulos Batak Toba. Barang yang dibawa pihak pengantin perempuan adalah beras, ikan mas yang namanya disebut Ikan Merbaris, nasi, dan daging ayam. Pihak pengantin laki-laki akan memberikan daging hewan atau Jagal kepada pihak perempuan dan pihak perempuan memberikan Ikan Sayur yaitu ikan mas dan ayam yang telah dimasak

untuk dimakan pihak kerabat laki-laki pada acara tersebut.

Dalam adat Pakpak yang memberikan oles/ulos adalah pihak pengantin laki- laki (paranak) kepada pihak pengantin perempuan (perberru/hula-hula). Artinya adalah sebagai balasan kepada orangtua pengantin perempuan atas jasanya selama ini dalam merawat putri mereka, dimana oles tersebut dapat memberikan kehangatan bagi orangtua pengantin perempuan. Pada waktu upacara perkawinan, pihak beru harus dapat menyediakan ulos “si tot ni pansa” yaitu; 1. Ulos untuk pengantin, 2. Ulos pansamot untuk orang tua pengantin laki-laki, 3. Ulos pamarai diberikan pada saudara yang lebih tua dari pengantin laki-laki atau saudara kandung ayah, 4. Ulos simolohon diberikan kepada iboto (adek/kakak) pengantin laki-laki. Bila belum ada yang menikah maka ulos ini dapat diberikan kepada iboto dari ayahnya. Ulos yang disebut sesuai dengan ketentuan diatas adalah ulos yang harus disediakan oleh pihak hula-hula (orang tua pengantin perempuan). Adapun ulos tutup ni ampang diterima oleh boru diampuan hanya bila perkawinan tersebut dilakukan ditempat pihak keluarga perempuan (dialap jual). Bila perkawinan tersebut dilakukan ditempat keluarga laki-laki (ditaruhon jual) ulos tutup ni ampang tidak diberikan. Demikianlah saling memberi dan saling menerima kedua belah pihak keluarga sampai keseluruhan kula-kula dan teman sekampung kula-kula membawa sumpit (kombal) berhadapan saling member dengan keluarga atau keluarga laki-laki. Setelah semua menerima dan memberikan adat maka berakhirlah pesta Upacara Merbayo etnik Pakpak ini dilaksanakan.

3.2 INDEKSIKALITAS UPACARA MERBAYO ETNIK PAKPAK

Indeksikalitas tidak hanya berupa

tanda-tanda yang terdapat di dalam komunikasi visual, melainkan juga dalam

hampir semua bidang semiotis, termasuk di dalam bahasa. Indeksikalitas adalah tanda yang didasarkan pada kemiripan di antara tanda (representamen) dan objeknya, walaupun tidak semata-mata bertumpu pada pencitraan “naturalistik” seperti apa adanya, karena grafik skema,atau peta juga termasuk yang dapat dikatakan ikon. Jenis tanda yang didasari resemblance itu adalah tanda ikonis, dan gejalanya dapat disebut sebagai ikonisitas.

Indeksikalitas upacara Merbayo etnik Pakpak yaitu :

No Indeksikalitas Fungsinya dan Maknanya

1 Takal Unjuken (Upah suhut)

Etnik Pakpak seorang lai-laki akan mengawini seorang perempuan, maka keluarga laki-laki tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan yaitu memberikan (unjuken) kepada pihak perempuan, yang menerima unjuken adalah yaitu jumlah uang harus disediakan dan juga jenis barang yang harus dipersiapkan. Takal unjuken merupakan kewajiban orangtua pengantin laki-laki berupa sejumlah uang dan emas, kerbau, kebun, dan lima helai kain oles. Takal unjuken diberikan pada saat acara Merbayo. Takal unjuken atau upah kesukuten.jenis nilai dan jumlahnya tergantung kesepakatan.

2 Silempoh Panas (Bara Api)

Silempoh panas merupakan bara api yang diletakkan di depan pintu rumah pengantin perempuan yang harus dilangkahi oleh rombongan dari pihak laki-laki. Makna Silempoh panas yaitu untuk menghangatkan jiwa para kerabat pengantin laki-laki (berru).

3 Beras sipir ni tendi

Beras Sipir ni Tendi adalah beras sebagai simbol untuk menguatkan roh, tapi sekarang pengertian itu sudah mulai tidak dipergunakankan lagi. Tradisi Boras Sipir ni Tendi bisa dipergunakan dalam acara atau ritual tertentu, yaitu : diberkati tersebut kepalanya akan ditaburkan beras

(menaburkan beras di kepala)dengan disertai ucapan doa. Maknanya adalah untuk memperkuat semangat jiwa, supaya orang tersebut dapat melakukan segala tindakan sesuai dengan Firman Tuhan, dan supaya terkabul apa yang telah kita ucapkan kepada orang tersebut. selain itu adalah supaya kedua mempelai mempunyai iman yang kuat, jiwanya bisa menyatuh dan memiliki kekuatan dalam menjalani kehidupan yang baru. Sekaligus mengucapkan selamat “Mangaruma Tondi” = memberikan ucapan selamat.

4 Pinggan Berisi Beras Dialasi Dengan Kembal (Sumpit)

Fungsi dari beras disiramkan kepada pihak pengantin laki-laki oleh pihak berru mbellen. Pada saat pihak pengantin laki-laki memasuki rumah pengantin perempuan, beras tersebut melambangkan harapan pihak pengantin perempuan yang memberikan putrinya kepada pihak berru. Maknanya agar putri mereka seperti padi yang melimpah ruah di sawah, demikian juga anak dan rejeki mereka dikemudian hari.

5 Nakan Luah

Nakan luah merupakan oleh-oleh dari pihak berru pengantin laki-laki yang terdiri dari ayam yang telah dipotong-potong sesuai ketentuan. Ayam yang dipotong-potong tersebut harus sesuai dengan adat yang berlaku dan tidak boleh salah atau kurang dari kesepakatan. Jika hal ini terjadi, maka pihak persinabul laki-laki harus memberikan uang kepada persinabul perempuan.

6 Nditak (Tepung Beras)

Nditak adalah beras yang ditumbuk halus dan diayak, lalu dicampur dengan gula merah serta kelapa yang dikepal-kepal dengan tangan. Makanan ini dihidangkan saat upacara mengikir atau mengelentik (kikir gigi) anak perempuan

menjelang remaja (ampe-ampe bunga). Dalam acara muat nakan peradupen yaitu penyerahan mas kawin sebelum upacara perkawinan berlangsung. Makanan nditak disediakan keluarga calon pengantin perempuan. Masih ada sejumlah makanan atau minuman khas Pakpak yang disuguhkan dalam acara adat, misalnya nakan gersing yaitu nasi yang dimasak dengan kunyit, dan disajikan dengan meletakkan telor ayam rebus di atasnya; ginaru ncor yaitu beras yang dimasak menjadi bubur dan dicampur dengan cuka makan; pola tangkasen yaitu air enau yang diasamkan (tuak), pola tenggi yaitu air enau yang masih baru atau nira; tenggoli yaitu gula dari enau, tebu, dan madu lebah.

7 Oles (Ulos) Kain Panjang yang ditenun berwana emas, putih, merah,dan hitam.

PARTISIPAN UPACARA MERBAYO ETNIK PAKPAK

Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam upacara Merbayo etnik Pakpak adalah pihak laki-laki yang disebut berru dan pihak perempuan yang disebut dengan Kula-kula. Dalam adat Pakpak sering disebut dengan Sangkep Nggluh. Realisasi sikap tingkah laku Sangkep Nglluh menjadi pelindung adat dalam perkawinan dan sering juga disebut Sulang Silima. Disebut Sulang Silima karena sikap dan tingkah laku adat perkawinan dituangkan dalam bentuk persulangan yang terdiri dari lima bagian, yaitu perisang-isang, perekur-ekur (bungsu), pertulan tengah (anak tengah), takal peggu (berru), tualn tengah (kula-kula). Bagi masyarakat Pakpak walaupun terdapat tempat tinggal yang berbeda, namun pada pelaksaan upacara-upacara adat khususnya upacara Merbayo tetap didasari rasa kebersamaan dan tujuan sebagai pandangan hidup yang

berdasarkan Delikan si Tellu. Daliken sitellu merupakan sebuah

falsafah atau azas yang juga disebut sebagai struktur atau satuan masyarakat di dalam budaya Etnik. Pada masyarakat etni Pakpak yang dimaksud falsafah Daliken Sitelu itu adalah : 1. Sembah Merkula-Kula, 2. Manat Mardengan Tubu, 3. Elek Marberru. Bagi masyarakat Pakpak walaupun terdapat tempat tinggal yang berbeda, namun pada pelaksaan upacara-upacara adat khususnya upacara Merbayo tetap didasari rasa kebersamaan dan tujuan sebagai pandangan hidup yang berdasarkan Delikan si Tellu. Unsur di dalamnya ada tiga bentuk yaitu Kula-kula / puang (saudara dari ibu), Dengan Sibeltek (kelompok semarga/satu marga), dan Berru (saudara perempuan dari ayah). Ketiga unsur Delihan Na Tellu ini hakekatnya membawakan sifat khsusunya masing-masing, yaitu :

1. Kula-kula Kula-kula merupakan primary

participan yaitu orang yang berkepentingan dalam pelaksaan upacara Merbayo etnik Pakpak. Kula-kula adalah keluarga/klan pemberi gadis/istri. Pihak kula-kula di dalam etnik Pakpak harus dijunjung tinggi, seperti pepatah Pakpak yang sering digunakan oleh masyarakat, yaitu : “Lae pendaroh penatap natapaen, Turbangen i lae langge, Mula roh mende pernakapen, Ulang lupa tenah Tuhanta” “Sungai pendaroh pemandangan, Sarang semut di tengah kampung Kalau datang langkah yang mujur Jangan lupa firman Tuhan” yang artinya ‘masyarakat Pakpak selalu menghormati Tuhan yang dianggap pangkal segalanya, sehingga dalam keadaan bagaimanapun masyarakat Pakpak selalu menyerahkan diri pada Tuhan.

Peran Kula-Kula dalam upacara Merbayo etnik Pakpak sangat penting dalam pesta adat yang sedang dilaksanakan. Kula-kula menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat sehingga dipesankan bahwa semua orang etnik Pakpak harus hormat

kepada Kula-kula. Berru harus memandang kula-kulanya dengan rasa hormat dan takut diikuti rasa segan. Kula-kula harus dipertahankan dengan penuh rasa hormat, ini tidak tergantung pada persoalan apakah berru ini menikmati keuntungan dan kebaikan-kebaikan yang dipancarkan kula-kula sebagai sumber magis dan pribadi yang diutamakan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kedudukan dari kula-kula ini adalah sangat tinggi bagi sistem sosialnya masyarakat Pakpak khususnya pada pelaksanaan upacara Merbayo etnik Pakpak.

2. Dengan Sibeltek Dengan Sibeltek (kawan semarga)

merupakan integral participan yaitu orang yang memang wajib untuk datang ke upacara tersebut karena dia adalah satu bagian tertentu yang sudah melekat dalam dirinya. Pihak keluarga yang semarga di dalam hubungan patrilineal (bapak). Dengan Sibeltek (kawan semarga) adalah anak laki-laki dan perempuan yang semarga tidak saling menikah antara satu sama lainnya. Susunan patrilineal ini merupakan tulang punggung dari masyarakat etnik Pakpak yang terdiri dari kaum marga dan sub suku yang semuanya bertalian menurut garis bapak. Tertib pertalian patrilineal menguasai seluruh hukum adat, hak milik, warisan, dan upacara-upacara lainnya. Setiap orang Pakpak harus memiliki sikap dan sifat yang suka Dengan Sibeltek (kawan semarga) dimanapun ia berada. Peran Dengan Sibeltek (kawan semarga) dalam upacara Merbayo etnik Pakpak sanganlah penting dalam acara pesta adat yang dilaksanakan. Dengan Sibeltek (kawan semarga) perannya dalam Merbayo menjadi kawan untuk melaksanakan suatu upacara adat dan menjadi penggerak sehingga mesti seperasaan dalam segala hal. Sehingga acara dalam adat perkawinan dapat berjalan dengan baik dan lancar. Dengan Sibeltek (kawan semarga) dapat membantu orang tua penganti (sukkut) dalam acara pesta perkawinan atau pesta adat yang berlangsung dilaksanakan.

Sesama marga harus solider dan layak yang diikat di dalam satu pesta adat yang dilaksanakan. Dengan Sibeltek (kawan semarga) sama dengan Dengan tubuh (teman satu marga) dalam Batak Toba disebut juga dengan sebutuha yaitu saudara laki-laki satu marga, dengan tubuh ini diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap akan bersatu, sehingga kepada semua keturuan Etnik dipesankan bahwa harus bijaksana kepada saudara semarga.

3. Berru Berru adalah juga termasuk menjadi

bagian dari integral audience karena berru adalah kelompok si penerima berru. Yang tergolong kepada berru adalah kela atau suami berru, pihak keluarga kela (termasuk orang tuanya dan keturunannya). Berru adalah pihak keluarga yang mengambil istri dari suatu marga (keluarga lain). Berru menempati posisi paling rendah atau dikatakan sebagai pelayan pada acara adat maupun dalam pergaulan sehari-hari. Namun meskipun berru berfungsi sebagai pelayan namun bukan berarti bahwa berru bisa diperlakukan semena-mena melainkan harus di ambil hatinya atau dibujuk. Pihak berru dianggap sebagai hulubalang (untuk disuruh atau melayani) pihak kula-kula prinsipnya ini tercermin dalam pepatah Pakpak yang dipakai pada setiap acara pesta Merbayo, yaitu : “Bluh ibabo laklak bincoli Laklak cingerru ibena kabo Tubuh mo giam anak daholi, Deket berrupe ma pengarihen” “Bambu di atas kulit Bincoli Kulit cingkerru di belah-belah Lahirlah anak laki-laki Perempuan dapat membantu” Makna dari kalimat di atas adalah masyarakat Pakpak selalu mengharapkan anak laki-laki, namun keinginan itu sudah dipenuhi anak perempuanpun penting juga sebagai pekerja dalam upacara adat. Jadi, berru harus takut pada perintah apapun dari kula-kula hal itu merupakan penghormatan walau berru itu diperintah. Walaupun berru ini dinikahkan terhadap marga-marga lain, bukanlah putus hubungan kekeluargaan dengan marganya malah itu menambah jumlah keluarga

kedua belah pihak menginginkan agar mendapat keturunan dan banyak rejeki. Terbukti dari perumpamaan Pakpak yang menyatakan :“Sampula mbulak mi rube” Kayu tembiski i sindeka, Mula merdukak mbue, Ingo rejeki Simendena” “Karbe tumbang ke rube Kayu tembiaki di Sindeke (Kalau memiliki anak banyak Itulah rejeki yang paling balk” Makna dari kalimat di atas adalah masyarakat Pakpak menganggap anak adalah merupakan harta yang tak ternilai harganya. Anak merupakan penerus dari keturunannya, sehingga masyarakat etnik Pakpak menginginkan keturunan yang banyak. Kalau Berru itu banyak keturunan, barulah dapat tempat mengadu. Kalau berru itu banyak rejeki atau kekayaan maka kula-kula senang dan bangga karena berrunya itu suka memberi terhadap kula-kulanya. Peran Beru dalam upacara Merbayo etnik Pakpak sangat penting dalam pesta adat yang sedang dilaksakan. Berru sebagai pelayan pada acara adat maupun dalam pergaulan sehari-hari. Namun meskipun berru berfungsi sebagai pelayan namun bukan berarti bahwa berru bisa diperlakukan semena-mena melainkan harus di ambil hatinya atau dibujuk. Selain fungsi di atas, berru juga berkedudukan sebagai penghubung (juru damai) serta memikul biaya. Hal ini ditugaskan kepada berru waktu ada perselisihan di antara kula-kula. Jika memang bersedia, maka berru sebagai penghubung yang berkewajiban untuk mendamaikan kula-kula. Pada saat yang demikian ini, kedudukan berru naik setingkat menjadi raja penghubung. Tugas itupun waktu menyelesaikan persoalan itu menjadi terhormat. Dari uraian-uraian di atas dapat dikatakan bahwa upacara Merbayo etnik Pakpak terlaksana dengan adanya kerjasama yang baik antara sesama anggota masyarakat yang tercakup dalam Delihen Na Tellu.

KEARIFAN LOKAL UPACARA MERBAYO ETNIK PAKPAK 1. Kearifan Lokal pada Tahapan

Penyambutan dihalaman Aspek audien

ce

Kearifan

Lokal

Kebernilaian

Keterhubungan

Keberlanjutan

Keluarga pengantin laki-laki dan keluarga pengantin perempuan

Peduli Sosial dan Tanggung Jawab

Ramah-tamah dan sopan santun

Kedatangan semua keluarg pihak pengantin laki-laki ke rumah keluarga pihak pengantin perempuan

Masih terus dilaksanakan sampai sekarang

Kearifan lokal pada tahapan

penyambutan dihalaman, pada saat acara penyambutan di halaman seluruh pengantin dan kaum keluarganya serta tokoh adat dan masyarakat merupakan primary audience yaitu seluruh keluarga pengantin perempuan dan pengantin laki-laki, orang yang berkepentingan dalam pelaksanaan upacara tersebut. Pada acara ini pengantin laki-laki dan keluarganya terlebih dahulu berdiri didepan halaman rumah pengantin perempuan dilakukan oleh masyarakat etnik Pakpak dalam penyambutan dihalaman. Nilai dan kearifan lokal pada Masyarakat etnik Pakpak yaitu Peduli Lingkungan yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk membantu meramaikan kedatangan keluarga pihak pengantin laki-laki ke rumah pengantin perempuan, dengan menyambutan keluarga pengantin laki-laki dihalaman rumah. Aspek audience terdiri dari primary audience dan integral audience adalah keluarga pengantin laki-laki dan keluarga pengantin perempuan. Adapun keterhubungannya hal tersebut dalam acara penyambutan keluarag dihalaman tersebut masih mengalami keberlanjutan dan acara penyambutan dihalaman tersebut tetap masih dilakukan dalam upacara Merbayo oleh masyarakat etnik Pakpak sampai sekarang.

2. Kearifan Lokal pada Tahapan Pemberian Oleh-oleh (Merdohom)

Aspek audience Kearifan Lokal

Kebernilaian Keterhubungan Keberlanjutan

Kerabat keluarga pengantin laki-laki dan keluarga pengantin perempuan

Cinta Damai Penghormatan Kedua keluarga pengantin memiliki hubungan keluarga yang baru melalui pemberian oleh-oleh oleh kedua pengantin

Masih terus berlanjut sampai sekarang

Kearifan lokal pada tahapan

pemberian oleh-oleh (Merdohom), pada masyarakat etnik Pakpak selalu berperilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan juga sikap dan perilaku seseorang. Untuk melaksanakan tugas, tanggung jawab dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya). Selain itu, masyarakat Etnik Pakpak selalu berusaha untuk menciptakan suasana damai, misalnya dengan cara memberikan oleh-oleh yang disebut sebagai nakan luah. Nilai dan kearifan lokal pada Masyarakat etnik Pakpak yaitu cinta damai tersebut sangat mendapat apresiasi dari keturunannya sehingga sampai saat ini, kejujuran tersebut masih dapat terjaga dan

diwariskan. Upacara Merbayo telah banyak mengalami perubahan namun tahapan pemberian oleh-oleh masih terus berlanjut sampai sekarang karena memiliki keterhubungan yaitu kedua pihak keluarga pengantin memiliki hubungan keluarga yang baru melalui pemberian oleh-oleh oleh kedua keluarga pihak pengantin dapat lebih dekat hubungan kekluarga. Aspek audience terdiri dari primary audience dan integral audience adalah keluarga pengantin laki-laki dan keluarga pengantin perempuan. Adapun keterhubungannya hal tersebut dalam acara pemberian oleh-oleh oleh tersebut masih mengalami keberlanjutan dan acara pemberian oleh-oleh tersebut tetap masih dilakukan dalam upacara Merbayo etnik Pakpak sampai sekarang.

3. Kearifan Lokal pada Tahapan Pemberkatan Nikah

Aspek audience

Kearifan Lokal

Kebernilaian Keterhubungan Keberlanjutan

Keluarga pengantin laki-laki dan keluarga pengantin perempuan

Religius - Penghormatan Kepada Tuhan

- Tenggang rasa - Kasih sayang

Pengantin perempuan dan pengantin laki-laki mengucapkan janji dihadapan Tuhan, untuk berjanji setia sampai maut memisahkan

Masih terus dilaksanakan dan berlansung sampai sekarang

Kearifan lokal pada tahapan

pemberkatan nikah, pada masyarakat etnik Pakpak yang beragama pada umumnya harus mengerti keseluruhan kebenaran

dengan baik. Bukan bagian kebenaran yang terpecah-pecah dan tidak harmonis satu dengan lainnya. Bahkan bukan hanya harus mengerti kebenaran secara keseluruhan,

melainkan juga tidak membiarkan berbagai terminologi yang salah mengganggu konsep yang benar. Konsep yang benar selalu disampaikan dengan cara yang benar dan memakai terminologi yang benar. Pernikahan berasal dari kata “nikah” yang berarti perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami-istri dalam suatu upacara resmi. Penciptaan manusia yang terdiri dari dua jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) membuktikan bahwa pernikahan itu direncanakan oleh Allah sendiri, bersifat monogami untuk meneruskan generasi manusia serta memelihara bumi. Pemberkatan nikah pada masyarakat etnik Pakpak dilakukan ditempat ibadah, namun ada juga sebagian orang melakukannya di rumah pengantin laki-laki. Pemberkatan Nikah tersebut masih dilakukan etnik Pakpak hingga hari ini. Pemberkatan nikah ini menunjukkan

bahwa masyarakat etnik Pakpak memiliki kearifan lokal yaitu religius. apabila seseorang hendak menikah maka mereka harus terlebih dahulu menikah secara agama dan mengucapkan janji suci, menurut agama yang mereka percayai sehingga pernikahan itu dianggap sakral dan suci. Nilai dan kearifan lokal pada Masyarakat Etnik Pakpak yaitu religius. Aspek audience terdiri dari primary audience dan integral audience adalah keluarga pengantin laki-laki dan keluarga pengantin perempuan. Adapun keterhubungannya hal tersebut dalam acara acara pemberkatan nikah tersebut masih mengalami keberlanjutan dalam acara pemberkatan nikah masih dilakukan dalam upacara Merbayo oleh masyarakat etnik Pakpak sampai sekarang.

4. Kearifan Lokal pada Tahapan Nakan Kela (pemberian makan Pengantin)

Aspek audience Kearifan Lokal Kebernilaian Keterhubungan Keberlanjutan

Keluarga pengantin laki-laki dan keluarga pengantin perempuan

Adanya Tanggung jawab dan kerja sama

Keakraban dan kekeluargaan

Pihak dari Persinabul sukkut.

Masih dilaksankan dan berlangsung sampai sekarang

Kearifan lokal pada tahapan nakan

kela, pada masyarkat etnik Pakpak dilakukan kedua pengantin dan pihak kerabat keluarga pengantin laki-laki dan pihak kearbat keluarga pengantin perempuan yang disediakan oleh kerabat keluarga pengantin laki-laki. Makanan adat disedia dan dibawa dari keluarga pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Acara makan bersama dilaksanakan di rumah pihak keluarga pengantin perempuan. Setelah makan bersama dilaksanakan, acara selanjutya yaitu penyelesaian utang adat yang telah disepakati di sopo (bale)

tempat pesta adat dilaksanakan. Nilai dan kearifan lokal pada Masyarakat etnik Pakpak yaitu tanggug jawab dan kerjasama. Aspek audience terdiri dari primary audience dan integral audience adalah keluarga pengantin laki-laki dan keluarga pengantin perempuan. Adapun keterhubungannya hal tersebut dalam acara tahapan nakan kela tersebut masih mengalami keberlanjutan dan acara tahapan nakan kela tersebut tetap masih dilakukan dalam upacara Merbayo oleh masyarakat etnik Pakpak sampai sekarang.

5. Kearifan Lokal pada Tahapan Penyelesaian Utang-Utang Adat

Aspek audience Kearifan Lokal

Kebernilaian Keterhubungan Keberlanjutan

Keluarga pengantin laki-laki dan keluarga

Tanggung jawab

Kejujuran Orangtua dan anak perempuannya yang

akan menikah

Masih terus dilakukan dan

berlansung

pengantin perempuan

sampai sekarang

Kearifan lokal pada tahapan pada

acara penyelesaian utang - utang adat yang telah disepakati. Acara pertama sekali dilakukan adalah mengembangkan tikar peramaken oleh ibu pengantin perempuan untuk tempat duduk persinabul dari pengantin laki-laki, disertai dengan sada njalaken haliu. Tikar ini disebut belagen pertimbangen. Maksudnya agar pada saat pembayaran hutang-hutang adat persinabul dapat berlaku adil. Sebelum menerima mas kawin, secara bergilir semua pihak pengantin perempuan. Dalam acara ini ada juga dilaksanakan pemberian mas kawin kepada orangtua perempuan mengajukan permintaan khusus kepada pihak kerabat laki-laki. Permintaan ini khusus diberikan kepada ibu pengantin perempuan yang disebut dengan gedo-gedo atau todoan. Besarnya nilai gedo-gedo atau todoan ini tergantung kesepakatan diantara kedua belah pihak

dengan mengacu kepada kesanggupan dari pihak laki-laki untuk memenuhinya. Hal ini disepakati pada saat mengkata utang, dan biasanya bentuk dari gedo-gedo itu adalah emas. Gedo-gedo atau todoan mempunyai arti bahwa ibulah yang mengandung, melahirkan, merawat, dan membesarkan anak gadisnya, dimana saat ini telah menjadi milik orang lain dan harus berpisah dari ibunya.

Nilai dan kearifan lokal pada Masyarakat Etnik Pakpak yaitu tanggung jawab. Aspek audience terdiri dari primary audience dan integral audience adalah keluarga pengantin laki-laki dan keluarga pengantin perempuan. Adapun keterhubungannya hal tersebut dalam acara penyelesaian utang adat tersebut masih mengalami keberlanjutan dan acara tahapan penyelesaian utang adat tersebut tetap masih dilakukan dan berlangsung sampai sekarang.

6. Kearifan Lokal pada Tahapan Pemberian Oles

Aspek audience Kearifan Lokal Kebernilaian Keterhubungan Keberlanjutan

Keluarga pengantin laki-laki dan keluarga pengantin perempuan

Kerja sama dan Tanggung

jawab

Gotong royong Daliken si tellu Masih berlangsung sampai sekarang

Kearifan lokal pada tahapan

pemberian oles, pada upacara Merbayo merupakan acara puncak adat penyatuan dua orang pengantin yang melibatkan yaitu pengantin dan keluarganya. Orang yang tidak hanya hadir untuk sekedar menikmati penyajian acara tersebut. Orang yang memang wajib untuk datang karena penyajian acara. Dalam acara ini terlebih dahulu menyerahkan adatnya yang disebut penjukuti (hewan ternak,beras, kembal, tikar, sumpit, nditak (kue dari tepung beras), pinahpah atau tipa-tipa, lemang, tebu, dan pisang). Daliken na tellu dalam pesta adat acara pemberian oles atau pembelian kain ini dalam pesta adat sangatlah penting, karena seluruh keluarga

berkumpul baik dari pihak keluarga lai-laki maupun pihak keluarga perempuan, sanak saudara yang jauh maupun yang dekat, serta semua tamu undangan yang datang ke pesta adat perkawinan tersebut.

Nilai dan kearifan lokal pada Masyarakat Etnik Pakpak yaitu menunjukkan bahwa masyarakat etnik Pakpak memiliki nilai gotong royong yang tinggi dan semangat kerja sama yang erat, tanggug jawab dan kerjasama. Aspek audience terdiri dari primary audience dan integral audience adalah keluarga pengantin laki-laki dan keluarga pengantin perempuan. Adapun keterhubungannya hal tersebut dalam tersebut masih mengalami keberlanjutan dan acara tahapan

JURNAL STINDO PROFESIONAL Volume 4 | Nomor 1 | Januari 2018 I S S N : 2443 - 0536

21

pemberian oles tersebut tetap masih dilakukan dan masih berlangsung hingga saat ini.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Perkawinan menurut adat etnik Pakpak adalah upacara pengikat janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud dan tujuan meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Adapun performansi pada upacara Merbayo etnik Pakpak secara umum, yaitu: (1) Penyambutan Dihalaman; (2) Penyerahan Oleh-Oleh; (3) Pemberkatan Nikah; (4) Pemberian Nakan Kela; (5) Penyelesaian Utang-Utang Adat yang telah Disepakati; (6) Mengolesi / Pemberian oles

Pada masyarakat etnik Pakpak terdapat banyak tanda yang digunakan sebagai Indeksikalitas dalam upacara Merbayo etnik Pakpak, seperti : (1) Pakaian adat, (2) Upah Turang , (3) Togoh-togoh, (4) Pertadoen, (5) Penampati, (6) Persinabuli, (7) Upah Puhun (8) Upah Empung, (9) Penelangkeen Mbelen, (10) Telangke mangemolih, (11) Upah mandedah, (12) Kain sarung (oles) dan uang, ( 13) Silempoh panas (bara api), (14) Pinggan berisi beras yang dialasi dengan kembal (sumpit), (15)Nakan luah, (16) Takal unjuken atau upah kesukuten.

Partisipasi Upacara adat Merbayo etnik Pakpak ini memiliki Delihan Na Telu yaitu 1) Dengan Sibeltek (kawan, serumpun semarga) ; 2) Kula-kula (mertua atau orangtua dari istri), 3) Berru (anak perempuan dari setiap marga).

Kearifan Lokal dalam upacara Merbayo etnik Pakpak yang dimiliki oleh masyarakt etnik Pakpak tersebut yang sesuai dengan naskah akademik Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa, Kementerian Pendidikan Nasional (2013) yang diperoleh peneliti menggunakan dari hasil observasi dan wawancara, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (5) Disiplin, (6) Kerja Keras, (7) Kreatif, (8) Mandiri, (9)

Demokratis, (10) Rasa Ingin Tahu, (11) Menghargai Prestasi, (12) Bersahabat/Komunikatif, (13) Cinta Damai, (14) Tanggung Jawab. Saran

a) Penelitian ini hanya mendeskripsikan upacara Merbayo etnik Pakpak, yang menurut peneliti masih jauh dari sempurna. Disarankan kepada peneliti lanjutan untuk mengkaji seluruh aspek upacara perkawinan mulai dari mengeririt sampai merbayo, agar penelitian ini bisa menjadi bahan bacaan yang menarik.

b) Disarankan kepada Masyarakat etnik Pakpak agar dapat melestarikan, membina dan mengembangkan salah satu makna dan nilai-nilai budaya etnik Pakpak.

c) Disarankan agar penelitian ini bisa menjadi pemikiran kepada pemerintah Kabupaten Pakpak dan semua pihak yang terkait untuk dapat melestarikan tradisi upacara Merbayo etnik Pakpak.

d) Disarankan agar Dinas Kebudayaan Sumatera Utara dapat melestarikan tradisi upacara Merbayo etnik Pakpak.

DAFTAR PUSTAKA Berutu, Lister. (2002). Aspek-aspek Kultural Etnis Pakpak. Monora: Medan Berutu, Tandek. (1985). Pakpak dan Kebudayaannya. Stensilan Dairi the Hidden Prosperity. Medan ……………….. (2002). Adat dan Tata Cara Perkawinan Masyarakat Pakpak. Yayasan Cimatama dan Monora : Medan Bungin, Burhan (2011). Analisis Data

Penelitian Kualitatif. Jakarta. Penerbit PT. Raja Grafindo.

Chaer, Abdul (2003). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

JURNAL STINDO PROFESIONAL Volume 4 | Nomor 1 | Januari 2018 I S S N : 2443 - 0536

22

Chomsky, Noam.,(1985), Aspect of the Theory Syntax. Massachusetts:The M.I.T.Press

Chomsky, Noam (1999). Language and Mind (Enlarged Edition). San Diego: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers.

Denzin (2009). N. K dan Lincoln, Y. Handbook of Qualitative Research: 591-632. Diterjemahkan oleh Dariyatno. Terbitan ke-1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

De Saussure, Ferdinand edited by Charles Bally and Albert Sechehaye (1959).

Course in General Linguistics 3Rd ed. New York: Philosophical Library Duranti, Alessandro (ed). (1997). Linguistic

Anthropology. Massachusett: Blackwell Publisher

Finnegan, Ruth. (1992). Oral Tradition and the verbal Art: a Guide to research Practice. London: Routledge

Foley, W.A. (1997). Anthropological Linguistics: An Introduction. Oxford: Blackwell.

Gultom, DJ. (1992). Dalihan Na Tolu, Nilai Budaya Suku Batak. CV Armada : Medan Henelia.(2008). Prosodi Pantun Melayu

(dalam Acara Perkawinan Adat Melayu Deli). Jurnal Penelitian Program Pasca Sarjana. USU

Hymes, D. H. (1972). “The Ethnography of Speaking”. Dicetak ulang dalam Joshua Fishman (Ed.). Readings on the Sociology of Language. (pp. 99-138. The Hague-Mouton (1968).

Kant, Immanuel, (1998). Critique of Pure Reason, terj. Paul Gayer, Cambridge University Press.

Kemendikbud. (2013). Permendikbud No.66 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kridalaksana, Harimurti. (1998). “Linguistik dan Ilmu Pengetahuan Budaya”

dalam Linguistika. Program Magister (S2) Linguistik Universitas Udayana. Tahun V Edisi Kesembilan September (1998), pp. 1—9.

Koentjaraningrat. (1986). Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan kedelapan. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Lauder, Multamia. (1993). Perkembangan Dialektologi di Indonesia. Jakarta: Atmajaya.

Mariana Makmur dan Lister Berutu. “Sistem Gotong Royong pada Masyarakat Pakpak di Sumatera Utara”.Penerbit: Pusat Penelitiana dan Pengembangan Budaya Pakpak bekerjasama dengan PT.Grasindo Monoratama Medan (2013).

Miles, Metthew B, A. Michael Huberman and Johnny Saldana (2014). Qualitative Data Analysis, A Methods Sourcebook, Third Edition. Sage Publications, Inc.

Moleong, Lexy. J (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Muchsin (2004). Sebuah Iktisar: Piagam Madinah, Filsafat Timur, Filosof Islam

dan Pemikirannya. Jakarta: STIH IBLAM.

Nazir, M (1998). metode penelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia.

Peirce, Charles Sanders. First published Fri Jun 22, 2001; substantive revision Wed Jul 26, 2006. Charles Sanders Peirce. Didownload 17 Desember 2008 dari Stanford Encyclopedia of Philosophy; http://plato.stanford.edu/entries/peirce/

Poloma, M. Margareth, Sosiologi Kontemporer, Jakarta: CV. Rajawali (2000) Pudentia. (1992). Pengantar ilmu sastra: Jakarta : Dian Utama Rahyono, F.X (2009). Kearifan Budaya

dalam Kata. Jakarta: Wedatama Widyasastra.

JURNAL STINDO PROFESIONAL Volume 4 | Nomor 1 | Januari 2018 I S S N : 2443 - 0536

23

Saussure, Ferdinand de (1959). Course in General Linguistics. New York: Philosophical Library.

Sapir, Edward (1921). Language: Antroduction To the Study of Speech: Bibliographic Record

Smaradhipa, Galih. Bertutur dengan Tulisan diposting dari situs http://www.rayakultura.com 12/05/2005 .

Saragih, Mery Christ Isabella (2015). Tradisi Mamongkot Rumah pada Masyarakat Simalungun: Kajian Antropolinguistik. Tesis pada Program Pasca Sarjana. USU

Sibarani, Robert (2004). Antropolinguistik: Antropologi Linguistik dan Linguistik Antropologi. Medan: Penerbit Poda.

Sibarani, Robert (2014). Peran Kearifan Lokal dalam Penanggulanan

Kemiskinan. Makalah yang disampaikan pada tanggal 22 November 2007 pada Rountable Discussion untuk menanggapi Makalah Menteri Sosial RI di Lemhanas RI.

Sibarani, Robert (2014). Kearifan Lokal: Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan. Edisi II. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers (2010). Spradley James P (1980). Participan Observation. New York: Holt. Tumanggor, Esto (2011). Ragam bahasa

dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Pakpak. Tesis pada Program Pasca Sarjana. USU

Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan