Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
71
Pengukuran Variasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kini kita berada pada era yang serba otomatis, kemajuan dan perkembangan teknologi menghasilkan barang-barang atau produk yang sangat bagus bentuknya, canggih konstruksinya, dan presisi ukurannya. Salah satu dari sekian banyak hasil kemajuan teknologi itu misalnya alat untuk mengukur, dalam hal ini mengukur hasil-hasil industri atau pabrik. Dengan alat ukur yang serba canggih ini kita dapat mengukur semua hasil produksi maupun benda lain disekitar kita dengan cara yang mudah dan tepat. Bahkan benda yang tidak dapat dilihat misalnya suara, dapat diukur kecepatannya maupun getarannya. Ini semua karena adanya perkembangan peradaban manuasia yang semakin maju yang setiap saat selalu berusaha menghasilkan sesuatu yang baru dengan memanfaatkan kekayaan alam.
Hasil produksi permesinan mempunyai kualitas geometrik tertentu yang selalu membutuhkan pemeriksaan. Untuk memeriksanya diperlukan metrologi dalam arti umum. Sedangkan Metrologi Industri adalah ilmu untuk melakukan pengukuran karakteristik geometrik suatu produk atau komponen mesin dengan alat dan cara yang tepat sehingga hasil pengukurannya dianggap sebagai hasil yang paling dekat dengan geometri sesungguhnya dari komponen mesin tersebut.
Dalam laporan ini, dibahas mengenai apa itu pengukuran dalam bidang metrologi indutri yang sangat berguna dalam bidang keteknikan.
1.2 Instrumentasi, Metrologi dan Kontrol kualitas
1.2.1 Definisi Instrumentasi, Metrologi dan Kontrol kualitas
Menurut Franky W. Kirk dan Nicholas R Rimboy (1962), instrumentasi adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan alat untuk mengukur dan mengatur suatu besaran baik kondisi fisis maupun kimia. Menurut Suparni Setyowati Rahayu, instrumentasi adalah pengukuran piranti ukur untuk menentukan harga besaran yang makin berubah-ubah dan seringkali pengaturan besaran pada batas tertentu. Dimana instrumentasi memiliki beberapa fungsi, yaitu :
· Sebagai Alat Ukur
· Sebagai Alat Pengendalian
· Sebagai Alat Pengaman
· Sebagai Alat Analisa (Analyzer)
Metrologi adalah(Munadi, 1980,p.8). Dari penjelasan diatas didapatkan perbedaan antara instrumentasi dan metrologi adalah metrologi berfokus pada pengukuran geometri, sedangkan instrumentasi mengukur segala aspek atau bidang pengukuran. Selain itu, dalam bidang ini terdapat kontrol kualitas, yaitu (Rochim, 2001,p.9).
Manfaat metrologi dan kontrol kualitas pada bidang teknik mesin adalah (Hastono Wijaya, 2018,p.12).
1.2.2Jenis – Jenis Metrologi
A. Metrologi industri
B. Metrologi Legal
(Rochim, 2001,p.77).
C. Metrologi Ilmiah
1.3 Pengukuran
1.3.1 Definisi Pengukuran
Pengukuran dapat didefinisikan dalam beberapa definisi, yaitu :
1. Menurut Taufiq Rochim, (2001,p.78),
2. Menurut Yefridan, Pengukuran adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menentukan nilai suatu besaran dalam bentuk angka (kuantitatif ). Jadi mengukur adalah suatu proses mengaitkan angka secara empirik dan objektif pada sifa-sifat objek atau kejadian nyata sehingga akan yang diperoleh tersebut dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai objek atas kejadian yang diukur.
3. Pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mengukur sesuatu. Pada hakekatnya, kegiatan ini adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu menurut Anas Sudijono (2011,p.4).
Maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengukuran adalah suatu kegiatan yang membandingkan suatu besaran dengan besaran yang lain yang tujuannya adalah untuk mendapatkan nilai atau angka kuantitatif yang dapat dibaca dan dipahami oleh manusia.
1.3.2 Fungsi Pengukuran
a.
b.
c.
d.
1.3.3Klasifikasi Pengukuran
A. Pengukuran Langsung
(Munadi,p.70).
Gambar 1.1 Mistar ukur
Sumber :
B. Pengukuran Tak Langsung
(Munadi,p.70).
Gambar 1.2 Blok ukur
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya (2019)
C. Pengukuran dengan Kaliber Batas
(Munadi, 1980,p.70).
Gambar 1.3 Kaliber batas
Sumber :
D. Pengukuran dengan Bentuk Standar
Bentuk suatu produk dapat dibandingkan dengan suatu bentuk acuan yang dicocokkan pada layar ukur proyeksi. (Contoh : Mal ulir)
(Munadi, 1998,p.71).
1.3.4 Klasifikasi Alat Ukur
A. Klasifikasi alat ukur dapat dibedakan menjadi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
(Munadi, 1980,p.71)
B. Alat ukur berdasarkan segi pemakaian
Menurut Rochim, (2006,p.265), alat ukur dari segi pemakaiannya dapat dikelompokkan menjadi :
a. Alat Ukur Linier
· (Rochim, 2006,p.265).
Gambar1.4 Mistar ukur
Sumber :
· (Rochim, 2006,p.293).
Gambar 1.5 Blok ukur
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya (2019)
b. Alat Ukur Sudut,
(Rochim, 2006,p.320).
Contoh alat ukur sudut langsung :
· Busur baja, merupakan alat ukur sudut dengan kecermatan sampai satu derajat.
Gambar 1.6 Busur baja
Sumber :
· Profile projector, merupakan alat ukur sudut melalui bayangan yang terbentuk melalui kaca buram pada proyektor profil.
Gambar 1.7 Profile projector
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya (2019)
· Blok sudut adalah suatu alat ukur standar
Gambar 1.8 Blok sudut
Sumber :
· Pelingkup sudut adalah alat yang digunakan apabila benda ukur terlalu sulit untuk diukur langsung maupun menggunakan blok sudut. Alat ini tidak mempunyai skala dan terdiri atas dua atau tiga bilah pelingkup yang disatukan dengan memakai poros pengunci.
Gambar 1.9 Pelingkup sudut
Sumber :
· Alat ukur sinus adalah alat ukur dengan menentukan harga sinus sebagai acuan.
Gambar 1.10 Alat ukur sinus
Sumber :
c. Alat Ukur Kedataran, Kelurusan, dan Kerataan
Kedataran adalah(Rochim, 2001,p.349).
Kelurusan adalah (Rochim, 2001,p.349).
Kerataan adalah (Rochim, 2001,p.349).
Gambar 1.11 Waterpass
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya (2019)
e. Metrologi Ulir
(Rochim, 2006,p.369).
Gambar 1.12 Mistar ulir
Sumber :
f. Metrologi Roda Gigi
(Rochim, 2006,p.395).
Gambar 1.13 Pengukuran geometri pada roda gigi
Sumber :
f. Pengukuran Kebulatan
Kebulatan memegang peranan penting dalam (Rochim, 1980,p.439).
Gambar 1.14 Pengukuran kebulatan
Sumber : Rochim (2006,p.443)
1.4 Komponen Alat Ukur
1.4.1Sensor
Sensor merupakan (Munadi, 1980,p.53). Macam-macam sensor yaitu : mekanik, optik, dan pneumatik.
1.4.2Pengubah
(Munadi, 1980,p.53). Ada beberapa jenis pengubah, yaitu : mekanis, elektris, optis, dan pneumatis.
1.4.3 Penunjuk
Penunjuk adalah (Rochim, 2001,p.135). Secara umum, penunjuk ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Penunjuk berskala
(Munadi, 1980,p.66).
b. Penunjuk berangka
(Munadi, 1980,p.69).
1.5 Sifat Umum Alat Ukur
1. Rantai Kalibrasi
Kalibrasi adalah (Munadi, 1980,p.72).
Rantai kalibrasi dapat dilakukan melalui rangkaian sebagai berikut :
a. Tingkat 1 : Kalibrasi alat ukur kerja dengan alat ukur standar kerja
b. Tingkat 2 : Kalibrasi alat ukur standar kerja terhadap alat ukur standar
c. Tingkat 3 : Kalibrasi alat ukur standar dengan alat ukur yang terstandar lebih tinggi, misal standar nasional
d. Tingkat 4 : Kalibrasi standar nasional dengan standar internasional
Gambar 1.15 Tracebility chain
Sumber : Metrology-in short (2008,p.20)
2. Kepekaan
Kepekaan adalah (Munadi, 1980,p.73).
3. Kemudahan Baca
(Munadi, 1980,p.73).
4. Histerisis
Histerisis adalah (Rochim, 2001,p.152).
5. Kepasifan
Kepasifan adalah (Rochim, 2001,p.153).
6. Pergeseran
Pergeseran adalah (Munadi, 1980,p.74).
7. Kestabilan Nol
(Munadi, 1980,p.75).
8. Pengambangan
(Rochim, 2001,p.154).
1.6 Sistem dan Standar Pengukuran
Menurut Munadi, (1980,p.18-23) sistem dan standar pengukuran dapat dibagi menjadi:
1. Sistem Metrik
Sistem metrik telah dikembangkan oleh para ilmuwan prancis sejak tahun 1790-an. Sistem ini mendasarkan pada meter untuk pengukuran panjang dan kilogram untuk pengukuran berat. Dari satuan meter dan kilogram ini kemudian diturunkan unit satuan lain untuk mengukur luas,volume, kapasitas, dan tekanan.
Sistem metrik adalah sebuah sistem satuan pengukuran internasional yang baku. Biasa dikenal dengan satuan mks.
· Sistem metrik untuk satuan panjang = meter
· Sistem metrik untuk satuan massa = kilogram
· Sistem metrik untuk satuan waktu = detik/sekon.
Jika dikaji lebih jauh, sistem metrik ini mempunyai banyak keuntungan dibandingkan sistem british. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain :
a. Konversinya lebih mudah, perhitungannya juga lebih cepat dan mudah karena berdasarkan kelipatan sepuluh, dan terminologinya lebih mudah dipelajari.
b. Dunia perdagangan dari negara-negara industri sebagian besar menggunakan sistem matrik sehingga hal ini memungkinkan terjadinya hubungan kerja sama antara industri satu dengan lainnya karena sistem pengukuran yang digunakan sama. (Prinsip dasar industri untuk menghasilkan komponen yang mempunyai sifat mampu ukur).
2. Sistem Inchi
Sistem inchi secara garis besar berlandaskan pada satuan inchi, pound, dan detik sebagai dasar satuan panjang, massa, dan waktu. Kemudain berkembang pula satuan-satuan lain misalnya yard, mil, ounce, gallon, feet, barrel, dan sebagainya. Pada umumnya sistem inchi yang digunakan di Inggris (british standart) dan di Amerika (National Bareau of standarts) adalah tidak jauh berbeda. Hanya pada hal-hal tertentu ada sedikit perbedaan. Misalnya satu ton menurut British Standart adalah sama dengan 2240 pound, sedangkan di amerika satu ton adalah sama dengan 2000 pound; satu yard Amerika = 3600/3937 meter, sedangkan satu yard menurut British Imperial = 3600000/3937014 meter.
Sistem british/inchi/non metrik adalah sistem yang secara garis besar berlandaskan pada satuan inchi, pound, dan detik sebagai dasar satuan panjang, massa, dan waktu.
3. Konversi antara Metrik dan Inchi
Adalah sifat memudahkan hubungan perubahan antara sistem matrik dan sistem british. Ada tiga jenis konversi antara matrik dan british, yaitu :
· Konversi secara matematika
Konversi inchi/british ke matrik secara matematika diperlukan faktor konversi, caranya :
1 yard = 3600/3937 meter = 0,914440 meter
1 yard = 36 inchi, berarti;
1 inchi = 1/36 x 0,91440 meter = 0,025400
Kita tahu bahwa 1 meter = 1000 milimeter
Maka :
1 inchi = 0, 025400 x 1000 meter
= 2540000 mm (faktor konversi)
· Konversi dengan Chart
Konversi ini berupa tabel yang ada angka-angka konversinya. Sehingga mudah untuk menggunakannya karena tinggal melihat tabel saja. Dan tabel atau chart ini banyak terdapat di pabrik-pabrik. Tabel konversi Metrik ke Inchi terdapat di bawah ini
Tabel 1.1
Konversi Metrik ke Inchi
Milimeter
Inchi
Milimeter
Inchi
Milimeter
Inchi
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0.10
0.11
0.12
0.13
0.14
0.15
0.16
0.17
0.18
0.19
0.20
0.21
0.22
0.23
0.24
0.25
0.26
0.27
0.28
0.29
0.30
0.31
0.32
0.33
0.34
0.35
0.36
0.37
0.38
0.39
0.40
0.41
0.42
0.43
0.44
0.45
0.46
0.47
0.48
0.49
0.50
0.51
0.52
0.53
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
0.00039
0.00079
0.00118
0.00157
0.00197
0.00236
0.00276
0.00315
0.00354
0.00354
0.00394
0.00433
0.00472
0.00512
0.00551
0.00591
0.00630
0.00709
0.00748
0.00787
0.00827
0.00866
0.00906
0.00945
0.00984
0.01024
0.01063
0.01102
0.01142
0.01182
0.01220
0.01260
0.01299
0.01339
0.01378
0.01417
0.01457
0.01496
0.01535
0.01575
0.01614
0.01654
0.01693
0.01732
0.01772
0.01811
0.01850
0.01890
0.01929
0.01969
0.02008
0.02047
0.02087
2.44094
2.48031
2.51968
2.55905
2.59482
2.63779
2.67716
2.71653
2.75590
2.79527
2.83464
2.87401
2.91338
0.54
0.55
0.56
0.57
0.58
0.59
0.60
0.61
0.62
0.63
0.64
0.65
0.66
0.67
0.68
0.69
0.70
0.71
0.72
0.73
0.74
0.75
0.76
0.77
0.78
0.79
0.80
0.81
0.82
0.83
0.84
0.85
0.86
0.87
0.88
0.89
0.90
0.91
0.92
0.93
0.94
0.95
0.96
0.97
0.98
0.99
1
2
3
4
5
6
7
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
0.02126
0.02165
0.02205
0.02244
0.02283
0.02323
0.02362
0.02402
0.02441
0.02480
0.02520
0.02559
0.02598
0.02638
0.02677
0.02717
0.02756
0.02795
0.02835
0.02874
0.02913
0.02953
0.02992
0.03032
0.03071
0.03110
0.03150
0.03189
0.03228
0.03268
0.03307
0.03346
0.03386
0.03425
0.03465
0.03504
0.03543
0.03583
0.03622
0.03661
0.03701
0.03740
0.03780
0.03819
0.03858
0.03898
0.03937
0.07874
0.11811
0.15748
0.19685
0.23622
0.27559
2.95275
2.99212
3.03149
3.07086
3.11023
3.14960
3.18897
3.22834
3.26711
3.30708
3.34645
3.38582
3.42519
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
60
61
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
0.31496
0.35433
0.39370
0.44307
0.47244
0.51181
0.55118
0.59055
0.62992
0.66929
0.70866
0.74803
0.78740
0.82677
0.86614
0.90551
0.94488
0.98425
1.02362
1.06299
1.10236
1.14173
1.18110
1.22047
1.25984
1.29921
1.33858
1.37795
1.41732
1.45669
1.40606
1.53543
1.57480
1.61417
1.65354
1.69291
1.73228
1.77165
1.81102
1.85039
1.88976
1.92913
1.96850
2.00787
2.04724
2.08661
2.12598
2.16535
2.20472
2.24409
2.29346
2.32283
2.36220
3.46456
3.50393
3.54330
3.58267
3.62204
3.66141
3.70078
3.74015
3.77952
3.81889
3.85826
3.89763
3.93700
Sumber : Munadi (1980,p.23)
· Konversi Dial Mesin
(Munadi, 1980,p.24).
1.7 Parameter Pengukuran
1. Accuracy (ketelitian)
(Munadi, 1980,p.10).
2. Precision (Ketepatan)
(Munadi, 1980,p.11).
3. Ukuran Dasar
(Munadi, 1980,p.11).
4. Toleransi
(Munadi, 1980,p.12).
5. Harga Batas
(Munadi, 1980,p.14).
6. Kelonggaran
(Munadi, 1980,p.14).
1.8 Karakteristik Geometrik dan Fungsional
1.8.1 Karakteristik Geometrik
Karakteristik geometrik yaitu menggambarkan spesifikasi produk berdasarkan ukuran atau dimensi, bentuk, dan kehalusan permukaan serta apakah produk tersebut sesuai dengan karakteristik geometrik fungsional.
1.8.2 Karakteristik Fungsional
Karakteristik fungsional yaitu sifat yang diinginkan atau yang dirancang pada suatu komponen (mesin) bila komponen (mesin) tersebut telah dibuat.
1.8.3 Hubungan Karakteristik Geometrik dan Fungsional
(Rochim, 2001,p.1).
1.9 Macam-Macam Kesalahan Dalam Pengukuran
1.9.1 Definisi kesalahan dalam pengukuran
Kesalahan dalam pengukuran adalah (Rochim, 2001,p.156).
1.9.2 Macam macam kesalahan dalam pengukran
Menurut Munadi, (1980,p.76-79), ada beberapa kesalahan dalam pengukuran diantaranya :
a. Kesalahan Pengukuran Karena Alat Ukur
(Munadi, 1980,p.76).
b. Kesalahan Pengukuran Karena Benda Ukur
(Munadi, 1980,p.76).
Gambar 1.16 Kesalahan pengukuran karena benda ukur
Sumber :
c. Kesalahan Pengukuran Karena Pengukur
Manusia memang mempunyai sifat-sifat diri dan juga mempunyai keterbatasan. Sulit diperoleh hasil yang sama dari kedua orang yang melakukan pengukuran walaupun kondisi alat ukur yang digunakan sama. Hal ini disebabkan beberapa faktor yaitu :
· Kesalahan karena kondisi manusia
(Munadi, 1980,p.77).
· Kesalahan karena metode pengukuran yang digunakan
(Munadi, 1980,p.77).
· Kesalahan karena pembacaan alat ukur
(Munadi, 1980,p.79).
d. Kesalahan Pengukuran Karena Lingkungan
Pendahuluan
71
Suatu kondisi lingkungan dapat mempengaruhi hasil pengukuran seperti suhu pada saat pelaksanaan pengukuran dan meja perata sebagai alat pendukung terdapat bagian yang tidak rata.
Modul Praktikum Metrologi Industri Semester Genap 2018/ 2019
BAB II
PENGUKURAN LINIER
2.1 Tujuan Praktikum
1. Mampu menggunakan vernier caliper dan holtest (triobore) dengan baik dan benar.
2. Mampu melaksanakan dan memahami pengukuran dengan vernier caliper dan holtest (triobore).
3. Memahami serta mampu membaca skala pengukuran secara teori maupun aplikasi dengan baik dan benar terutama vernier caliper dan holtest (triobore).
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Pengukuran linear langsung
2.2.1.1 Vernier Caliper
Vernier caliper adalah (Hastono, 2008,p.33).
2.2.1.1.1 Ketelitian Vernier Caliper.
Gambar 2.1 Vernier caliper
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya (2019)
Pada gambar diatas terbaca 39 skala utama = 20 skala nonius. Besarnya 1 skala nonius = 1/20 x 39 skala utama = 1,95 skala utama. Maka : ketelitian dari jangka sorong tersebut adalah = 2 – 1,95 = 0,05 mm
Atau, ketelitian jangka sorong itu adalah 1 bagian Skala utama itu, dibagi sebanyak jumlah skala nonius = 1/20 = 0,05 mm
2.2.1.1.2 Macam-macam Vernier Caliper
· Mistar Ingsut Kedalaman
Gambar 2.2 Mistar ingsut kedalaman
Sumber :
Berfungsi untuk (Rochim, 2006,p.277).
· Mistar Ingsut Pipa
Gambar 2.3 Mistar ingsut pipa
Sumber :
Berfungsi untuk (Rochim, 2006,p.275).
· Mistar Ingsut Diameter Alur Dalam
Gambar 2.4 Mistar ingsut diameter alur dalam
Sumber :
Berfungsi untuk (Rochim, 2006,p.274).
· Mistar Ingsut Posisi dan Lebar Alur
Gambar 2.5 Mistar ingsut prosisi dan lebar alur
Sumber :
Berfungsi untuk(Rochim, 2006,p.275).
· Mistar Ingsut Jarak Center
Gambar 2.6 Mistar ingsut kedalaman
Sumber :
Berfungsi untuk (Rochim, 2006,p.274).
2.2.1.1.3 Bagian-bagian vernier caliper dan fungsi
Gambar 2.7 Bagian – bagian vernier caliper
Sumber :
1. Rahang Dalam
...................................................................................................................................................................................................................................................................................
1. Rahang Luar
...................................................................................................................................................................................................................................................................................
1. Pengukur Kedalaman
...................................................................................................................................................................................................................................................................................
1. Skala Utama
...................................................................................................................................................................................................................................................................................
1. Skala Utama (inchi)
...................................................................................................................................................................................................................................................................................
1. Skala Vernier
...................................................................................................................................................................................................................................................................................
1. Skala Vernier (inchi)
...................................................................................................................................................................................................................................................................................
1. Penggerak Rahang
.................................................................................................................................................................................................................................................................................
(Hastono, 2008,p.39)
2.2.1.1.4 Cara Pembacaan Vernier Caliper
Gambar 2.8 Cara pembacaan vernier caliper
Sumber :
Pada hasil pengukuran diatas :
4. Nilai ukur pada skala utama dinyatakan dengan garis pada skala utama sebelah kiri terdekat dengan garis indeks (pada skala nonius).
4. Nilai ukur pada skala utama dinyatakan dengan garis angka skala nonius yang paling dekat jaraknya dengan garis indeks (pada skala utama).
4. Lihat garis skala nonius dan skala utama yang sejajar kemudian kalikan garis skala nonius yang sejajar tadi dengan ketelitian alat.
2.2.1.1.5 Kalibrasi Vernier Caliper
Kalibrasi vernier caliper bertujuan untuk meminimalisasi kesalahan dalam pengukuran. Sebelum digunakan alat ukur vernier caliper tersebut, pastikan vernier caliper sudah terkalibrasi. Jika belum, maka langkah-langkah mengkalibrasi vernier caliper adalah :
0. Rapatkan kedua permukaan rahang ukur
0. Tepatkan garis nol skala nonius dengan garis nol pada batang utama jangka sorong
0. Lalu lihatlah celah antara rahang ukur, pastikan kedua rahang ukur rapat.
2.2.1.2 Micrometer
Mikrometer adalah alat ukur linier yang memiliki ketelitian lebih baik dari pada jangka sorong atau mistar ingsut. Mikrometer memiliki bentuk yang bermacam-macam sesuai dengan benda ukurnya. Bagian yang sangat penting dari micrometer adalah ulir utama yang terletak di dalam micrometer itu sendiri. Dengan adanya ulir utama poros ukur dapat bergerak dari gerakan rotasi menuju translasi yang nantinya dapat menjauhi atau mendekati bidang ukur dari benda ukur. Ulir utama dibuat sedemikian rupa sehingga denan memutar satu putaran ulir utama dapat menggerakan kisaran tertentu sesuai benda ukurnya.
Secara umum, tipe dari micrometer ada tiga macam yaitu micrometer luar (outside micrometer), micrometer dalam (inside micrometer), dan micrometer kedalaman (depth micrometer). Meskipun micrometer ini terbagi dalam tiga jenis yang masing-masing mempunyai bermcam-macam bentuk, akan tetapi komponen penting dan prinsip baca skalanya pada umumnya sama.
2.2.1.2.1 Inside Micrometer
Inside Micrometer adalah alat ukur yang dipakai untuk mengukur dimensi dalam yang mempunyai ketelitian yang sangat tinggi. Inside Micrometer yang tanpa sambungan dapat langsung dipasang pada benda kerja yang akan diukur. Sambungan (rod extension) hanya dipakai bila diperlukan. Panjang sambungan adalah bervariasi, pemakaiannya tergantung lubang yang akan diukur.
2.2.1.2.2 Macam-macam Micrometer
a. Mikrometer Dalam Silinder (Tubular Inside Micrometer)
Gambar 2.9 Mikrometer dalam silinder
Sumber :
(Rochim, 2006,p.288).
1. Mikrometer Dalam (Inside Micrometer)
Gambar 2.10 Mikrometer dalam
Sumber :
(Rochim, 2006,p.288).
1. Mikrometer Dalam Tiga Kaki (Holtest, Triobor)
Gambar 2.11 Mikrometer dalam tiga kaki
Sumber :
(Rochim, 2006,p.288).
1. Mikrometer Dalam Jenis Rahang (Inside Micrometer Caliper)
Gambar 2.12 Mikrometer dalam jenis rahang
Sumber :
Mikrometer dalam jenis rahang berfungsi untuk mengukur diameter/ukuran dalam posisi yang sulit dimana mikrometer biasa tak bisa dipakai (Rochim, 2006,p.289).
2.2.1.2.3 Bagian-Bagian Holtest (Triobore) dan Fungsinya
Gambar 2.13 Bagian-bagian holtest (triobore)
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya (2019)
a. Bagian dan fungsi pada alat :
1. Sleeve
2. Thimble
3. Contact Point
4. Ratchet Stop
5. Skala Nonius
6. Skala Utama
7. Extension
2.2.1.2.4 Operasi Dasar Holtest, Triobore
A. Ketelitian Holtest, Triobore
Gambar 2.14 Holtest, triobore
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Brawijaya (2019)
· Tabung Holtest, Triobore terbagi dalam 100 bagian Skala nonius.
· 2 Putaran Tabung = 1 Skala Utama.
· 1 Bagian Skala Tabung = 1/200 x 1 mm = 0,005 mm
B. Kalibrasi Inside Holtest (Triobore)
Kalibrasi dengan menggunakan engkol dengan cara memutar calibration space supaya mendapat angka nol. Misalnya range yang ada pada alat 10-15, maka 10 akan digunakan sebagai pengganti angka nol, kalibrasi pada skala ini menggunakan ring yang telah disediakan di dalam kotak, ring ini telah distandarkan dan digunakan sebagai alat kalibrasi dari holtest tersebut.
C. Cara Membaca Skala
Gambar 2.15 Cara pembacaan holtest, triobore
Sumber : Dokumen Baku Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin (2019)
Pada hasil pengukuran diatas :
Skala ukur yang digunakan pada holtest menggunakan reverse graduation style. Ketelitian dari holtest diatas adalah 0,005 mm dengan range 45-50 mm.
1. Nilai ukur pada skala tetap dinyatakan dengan garis pada skala utama yang berhimpitan dengan skala putar (pada skala nonius).
2. Nilai ukur pada skala nonius dinyatakan dengan garis angka skala nonius yang sejajar garis normal skala utama.
3. Jumlahkan skala utama dengan skala nonius yang terbaca.
Skala Utama: 45,00 mm
Skala Nonius: 0,22 mm
+
Terbaca : 45,22 mm
2.2.2 Pengukuran Linear tak Langsung
(Rochim, 2006,p.293).
2.2.2.1 Blok ukur
Blok ukur adalah (Rochim, 2006,p.293).
a. Sifat – sifat blok ukur :
1. Tahan aus karena kekerasan tinggi
2. Tahan korosi serupa dengan stainless steel
3. Koefisien muai yang sama dengan baja komponen mesin (12x10-6 oC-1)
4. Kestabilan dimensi yang baik
Blok ukur ini tersedia dalam suatu set yang terdiri dari bermacam macam ukuran nominal jumlah blok dalam blok ukur bermacam macam dan menurut standart metrik jumlah tersebut adalah 27, 33, 50, 87, 105, 112.
Tabel 2.1
Set blok ukur 112 buah dengan tebal 1 mm
Selang Jarak Antara
Kebaikan
Jumlah Blok
1.001 – 1.009
0.001
9
1.010 - 1.490
0.010
49
0.5 – 24.5
0.5
49
25 – 100
25
4
1.0005
-
1
Sumber : Rochim (2006,p.294)
Tabel 2.2
Set blok ukur 112 buah dengan tebal 2 mm
Selang Jarak Antara
Kebaikan
Jumlah Blok
2.001 – 2.009
0.001
9
2.010 - 2.490
0.010
49
0.5 – 24.5
0.5
49
25 – 100
25
4
2.0005
-
1
Sumber : Rochim (2006,p.294)
b. Pemakaian Blok Ukur
1. Pemakaian
a. Ambil beberapa blok ukur dengan ukuran yang dikehendaki letakkan diatas lap yang bersih
b. Bersihkan vaselin yang menutipinya dengan bensin yang bersih kemudian lap dengan lap yang halus kemudian letakkan blok ukur diatas lap yang bersih dengan muka lap yang di samping
c. Cara menyatukan blok ukur adalah dengan meletakan salah satu blok ukur menyilang (90) terhadap blok ukur dengan ukuran yanglain dan ditekan yang cukup salah satu diputar sehingga sejajar
d. Blok ukur yang tipis jangan disatukan dengan blok ukur yang tipis karena dapat menebabkan deformasi
e. Susun blok ukur secara berurutan sehingga dicapai ukuran yang di kehendaki
f. Setelah digunakan pisahkan susunan tersebut dengan car menggeser satu persatu jangan dipidsahkan secara kasar
g. Bersihkan blok ukur dengan lap yang halus kemudian kembalikan pada tempatnya
2. Cara Ukur
a. Contoh ukuran yang diukur 58,975
b. Mulailah angka desimal tebelakang dalam hal ini adalah 0,005 ambil
blok ukur dengan ukuran 1,005
c. Sisa ukuran 58,975-1,005=57,970
d. Perhatikan dua desimal terakhir ambil ukuran 1,47 karena ukuran
1,97 tidak tersedia
e. Sisa ukuran adalah 56,5
f. Untuk itu dapat dipilih blok ukur ukuran 0,5 dan 50mm
g. Dengan demikian diperoleh susunan sebagai berikut
1,005+1,47+9,5+50=58,975
Gambar 2.17 Blok ukur
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya (2019)
2.2.2.2 Telescopic Gauge
(Hastono, 2018,p.58).
Gambar 2.18 Telescopic gauge
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (2019)
2. Range ukuran telescopic gauge
- Telescopic AA : 8 – 12,7 mm
- Telescopic A : 12,7 - 19 mm
- Telescopic B : 19 – 32 mm
- Telescopic C : 32 - 54 mm
- Telescopic D : 54 - 90 mm
- Telescopic E : 90 - 150 mm
2. Bagian dan fungsi pada Telescopic Gauge
Gambar 2.19 Telescopic gauge
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya (2019)
1. Anvil
Bagian yang akan kontak langsung dengan benda kerja, sebagai sensor yang menentukan diameter dari benda kerja yang diukur.
1. Internal Spring
Pegas yang berada didalam silinder pembungkus anvil, berfungsi sebagai pengatur gerak dari anvil.
1. Handle
Sebagai pegangan yang menjadi penghubung anvil dan lock screw
1. Lock Screw
Sebagai pengunci agar hasil ukur dari anvil tidak mengalami perubahan.
2. Cara Penggunaan Telescopic Gauge
2. Pemakaian telescopic gauge harus sesuai dengan ukuran diameter lubang yang diukur.
2. Pada saat membuka pengikat/pengunci, maka tabung dan spindle ditahan oleh ibu jari penunjuk
2. Pada waktu mulai melaksanakan pangukuran, pengunci dibuka perlahan-lahan sehingga menyentuh benda ukur.
2. Pada saat mengeluarkan telescoping gauge benda ukur dimiringkan sedikit (5 derajat) agar alat ukur tersebut mudah lepas, apabila alat ukur tersebut tidak dimiringkan mengalami kerusakan pada bagian permukaan ukur spindle dan tabung.
2. Apabila saat kita membuka pengunci/pengikat tidak ditahan akan menimbulkan bahaya yaitu spindle dan tabung akan terlempar dan dapat mengenai mata.
2. Pada waktu melakukan pengukuran, letakkan alat ukur di atas panel (kain halus).
2. Ukur hasil pengukuran telescopic menggunakan Vernier caliper
Contoh pengukuran benda kerja dengan ukuran standar 65.50 mm
1. Pilih telescopic dengan range ukuran 54-90 mm
1. Masukkan alat ke benda kerja
1. Kunci dengan locking screw, kemudia keluarkan alat
1. Ukur hasil pengukuran dengan vernier, menghasilkan nilai aktual 65.35 mm
2.2.3 Metrologi Lubang dan Poros
Metrologi lubang dan poros adalah ilmu yang mempelajari tentang toleransi dan kualitas lubang dan poros. Karena adanya ketidak telitian saat pembuatan maka suatu alat tidak dapat dibuat seperti persis yang diminta agar persyaratan dapat dipenuhi maka ukuran sebenarnya harus ada pada batas ukuran yang diizinkan (Smith, 2012).
2.2.3.1 Toleransi Lubang dan Poros
1. Penulisan Toleransi Lubang dan Poros
Toleransi adalah (Hastono, 2018,p.18).
Toleransi dituliskan di gambar kerja dengan cara tertentu sesuai dengan standar yang diikuti (ASME atau ISO). Toleransi bisa dituliskan dengan beberapa cara:
· Ditulis menggunakan ukuran dasar dan penyimpangan yang diizinkan.
· Menggunakan ukuran dasar dan simbol huruf dan angka sesuai dengan standar ISO, misalnya : 45H7, 45h7, 30H7/g6.
Pada penulisan toleransi ada dua hal yang harus ditetapkan, yaitu:
· Posisi daerah toleransi terhadap garis nol ditetapkan sebagai suatu fungsi ukuran dasar. Penyimpangan ini dinyatakan dengan simbol satu huruf (untuk beberapa hal bisa dua huruf). Huruf kapital untuk lubang dan huruf kecil untuk poros.
· Toleransi, harganya/besarnya ditetapkan sebagai suatu fungsi ukuran dasar. Simbol yang dipakai untuk menyatakan besarnya toleransi adalah suatu angka (sering disebut angka kualitas).
1. Suaian dan Jenis Suaian
Suaian yang terjadi ada beberapa macam, tergantung daerah toleransi dari poros, maupun lubang yang dipakai sebagai basis pemberian toleransi. Kemungkinan- kemungkinan jenis toleransi adalah sebagai berikut.
· Suaian longgar (Clearance fits), adalah (Munadi, 1980,p.31).
· Suaian transisi (Transition fits), adalah (Munadi, 1980,p.31).
· Suaian sesak (Interfereance fits), adalah Munadi, 1980,p.31).
1. Sistem Suaian Basis Lubang dan Poros
1. Sistem Basis Lubang
Suaian dengan sistem basis lubang ini banyak dipakai. Suaian yang dikehendaki dapat dibuat dengan jalan mengubah-ubah ukuran poros, dalam hal ini ukuran batas terkecil dari lubang tetap sama dengan ukuran nominal. Dalam basis lubang ini akan didapatkan keadaan suaian-suaian sebagai berikut.
Gambar 2.20 Sistem basis poros dan sistem basis lubang
Sumber :
1. Suaian longgar: dengan pasangan daerah toleransi untuk lubang adalah H
dan daerah toleransi poros dari a sampai h.
2. Suaian transisi: dengan pasangan daerah toleransi lubang H dan daerah-daerah toleransi poros dari j sampai n.
3. Suaian sesak: dengan pasangan daerah toleransi lubang H dan daerah toleransi poros dari p sampai z. Sistem basis lubang ini biasanya dipakai dalam pembuatan bagian-bagian dari suatu mesin perkakas, motor, kereta api, pesawat terbang, dan sebagainya.
1. Sistem Basis Poros
Dalam suaian dengan basis poros maka poros selalu dinyatakan dengan “h”. Ukuran batas terbesar dari poros selalu sama dengan ukuran nominal. Pemilihan suaian yang dikehendaki dapat dilakukan dengan mengubah ukuran lubang. Sistem basis poros kurang disukai orang karena merubah ukuran lubang lebih sulit daripada merubah ukuran poros. Dalam system basis poros juga akan didapatkan keadaan suaian yang sama dengan suaian dalam system basis lubang dengan demikian dikenal juga:
1. Suaian longgar: dengan pasangan daerah toleransi h dan daerah toleransi lubang A sampai H,
1. Suaian transisi: dengan pasangan daerah toleransi h untuk poros dan daerah toleransi lubang J sampai H,
1. Suaian sesak: dengan pasangan daerah toleransi h untuk poros dan daerah untuk lubang P sampai Z.
2.2.3.2 Cara penulisan toleransi ukuran/dimensi
Gambar 2.21 Penulisan toleransi
Sumber :
Bagi dimensi luar poros atau lubang harganya dinyatakn dengan angka yang dituliskan diatas garis ukuran jika dilihat dengan sepintas maka A kurang memberikan informasi dibanding dengan B dan C. Sedangkan untuk D meskipun tidak secara langsung tetapi simbol dan huruf angka mengandung informasi yang sangat bermanfaat yaitu sifat satuan bila komponen bertemu dengan pasangannya cara pembuatan dan metode pengukuran.
Perincian toleransi adalah sebagai berikut :
A. Ukuran maksimum dituliskan diatas ukuran minimum meski memudahkan penyetelan mesin perkakas yang mempunyai alat kontrol terhadap dimensi produk tetapi tidak praktis dipandang dari segi perancangan yaitu dalam hal perhitungan toleransi dan penulisan gambar teknik.
B. Dengan menuliskan ukuran dasar beserta harga - harga penyimpangannya penyimpangan dituliskan di daerah atas penyimpangan bawah dengan jumlah angka desimal yang sama (kecuali untuk penyimpangan nol).
C. Serupa dengan cara 2 tetapi apabila toleransi terletak simetrik terhadap ukuran dasar maka harga penyimpangan haruslah dituliskan sekali saja dengan didahului tanda I.
D. Cara penulisan ukuran (ukuran nominal) yang menjadi ukuran dasar bagi toleransi dimensi yang dinyatakan dengan kode atau simbol ajaran ISO.
Dalam menentukan toleransi ukuran untuk ukuran dasar ada 2 hal yang harus ditetapkan:
1. Posisi daerah toleransi, terhadap garis nol ditetapkan sebagai suatu fungsi ukuran dasar,penyimpangan ini dinyatakan dengan simbol satu huruf. Huruf kapital besar digunakan untuk penyimpangan lubang sedangkan huruf biasa digunakan untuk penyimpangan poros.
2. Toleransi besarnya ditetapkan sebagai suatu fungsi ukuran dasar simbol yang dipakai untuk menyatakan besarnya toleransi adalah suatu angka yang sering disebut dengan angka kualitas. Contoh: 45 g 7 artinya suatu poros dengan ukuran dasar 45 mm posisi daerah toleransinya (penyimpangan terhadap ukuran dasar mengikuti aturan kode huruf dan besar toleransinya menuruti aturan kode angka 7).
2.2.3.3 Kualitas Lubang dan Poros
a. Toleransi Standar
Kualitas yang dimaksud adalah sekelompok toleransi yang dianggap mempunyai ketelitian yang setaraf untuk ukuran dasar. Nilai kualitas ini ada 18 tingkatan mulai dari IT 01, IT 0 IT 1 sd 16 yang menyatakan toleransi standar dapat dihitung menggunakan suatu toleransi ,i (toleransi unit), yaitu :
.........................................................................................(2-1)
Dimana :
i : satuan toleransi (µm)
D : diameter nominal (mm) ,p. harganya ditentukan berdasarkan harga rata-rata geometrik dari dua harga batas pada tingkatan diameter nominal
Tabel 2.3
Tingkatan nominal s.d. 500 mm
Tingkatan utama (mm)
Tingkatan perantara (mm)
di atas
s.d.
di atas
s.d.
3
6
3
6
10
10
18
10
14
14
18
18
30
18
24
24
30
30
50
30
60
40
50
50
80
50
65
65
80
80
120
80
100
100
120
120
180
120
140
160
140
160
180
180
250
180
200
225
200
225
250
250
315
250
280
280
315
315
400
315
255
355
400
400
500
400
450
450
500
Sumber : Rochim, (2003,p.72)
Harga D merupakan rata rata geometrik dari diameter minimum Dmin dan Dmax pada setiap tingkatan diameter yaitu :
D=................................................................................................(2-2)
Keterangan :
D : rata-rata geometrik (mm)
Dmin : Diameter Minimum di satu tingkatan (mm)
Dmax : Diameter Maksimum di satu tingkatan (mm)
Selanjutnya berdasarkan satuan toleransi i besarnya toleransi standart dapat dihitung sesuai dengan kualitasnya mulai dari 5 sampai dengan 16 dengan tabel 2.4
Tabel 2.4
Harga toleransi standar 5 sd 16
Harga
IT 5
7i
IT 6
IT 7
IT 8
IT 9
IT 10
IT11
IT12
IT13
IT 14
IT15
IT 16
10i
16i
25i
40i
64i
100i
160i
250i
400i
640i
1000i
Sumber : Munadi (1980,p.36)
Mulai dari IT 6 toleransinya dikalikan 10 untuk setiap 5 tingkat berikutnya.untuk kualitas sd 1 harga toleransi standart langsung dihitung dengan menggunakan rumus pada tabel 2.5
Tabel 2.5
Harga toleransi standar untuk 0 dan 1
Harga kualitas toleransi dalam mikrometer dan D dalam milimeter
IT 01
=0.3 + 0.008D
IT 0
=0.5 + 0.12D
IT 1
=0.8 + 0.020D
Sumber : Munadi (1980,p.36)
2.3 Metode Praktikum
2.3.1 Alat dan Bahan
2.3.2 Prosedur Pengujian
· Prosedur dengan Jangka Sorong (Vernier Caliper) :
1. Gunakan hand gloves.
2. Keluarkan vernier caliper dari tempatnya.
3. Periksalah kelengkapan alat ukur serta bagian bagiannya.
4. Ambil vernier caliper dengan hati hati.
5. Gerakan rahang secara bebas dengan menggerakkan kekanan dan kekiri.
6. Jika belum bisa bergerak bebas, kendurkan pengunci sampai rahang dapat bergerak dengan lancar.
7. Ukur benda kerja dengan menggerakan rahang sampai menempel pada sisi benda yang diukur.
8. Kencangkan pengunci rahang agar skala yang didapat tidak berubah ubah.
9. Baca nilai skala utama kemudian tambahkan nilai pada skala nonius.
10. Catat nilai yang sudah terbaca.
11. Setelah selesai pengukuran kembalikan vernier caliper ketempat semula dengan rapi.
· Prosedur dengan Holtest (Triobore) :
1. Gunakan Hand Gloves.
2. Keluarkan holtest dari tempatnya.
3. Bersihkan cairan pelumas dari alat ukur dengan kain yang telah disediakan.
4. Periksa kelengkapan alat ukur dan semua bagian alat ukur.
5. Lihatlah ketelitian dan range dari holtest.
6. Gerakan skala nonius secara bebas dengan cara memutar skala putar.
7. Lihatlah skala nonius dan skala utama harus berada pada angka nol.
8. Jika belum berada pada angka nol maka kalibrasi dengan menggunakan engkol dengan cara memutar calibrationspace supaya mendapatkan angka nol.
9. Misalnya range yang ada pada alat 10-15 maka angka 10 akan digunakan sebagai pengganti angka nol, kalibrasi pada skala ini menggunakan o ring yang telah disediakan dalam kotak, ring ini telah distandartkan dan digunakan sebagai alat kalibrasi dari holtest tersebut.
10. Jika telah benar terkalibrasi siapkan benda kerja yang akan diukur, pastikan benda kerja yang diukur berada pada range skala dari holtest agar tidak terjadi kesalahan pengukuran.
11. Masukkan holtest secara perlahan-lahan kedalam benda kerja yang diukur, usahakan dalam menggeser skala dengan memutar ratchetstop untuk menghindari penekanan yang berlebihan dalam pengukuran.
12. Putarlah ratchetstop sampai berbunyi selama tiga kali.
13. Baca skala utama kemudian tambahkan dengan skala nonius.
14. Catat nilai yang sudah terbaca.
15. Setelah selesai pengukuran kembalikan holtest kedalam tempat semula dengan rapi.
2.3.3 Gambar Spesimen
71
Pengukuran Linier
BAB III
PENGUKURAN SUDUT DAN ULIR
3.1 Tujuan Praktikum
1. Agar praktikan mampu menggunakan profile projector dengan baik dan benar.
1. Agar praktikan memahami dan mampu menentukan karakteristik pengukuran ulir.
1. Agar praktikan memahami dan mampu menganalisa geometri sudut ulir.
3.2 Tinjauan Pustaka
3.2.1 Pengukuran Sudut Langsung
............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.71).
3.2.1.1 Bevel Protractor
Bevel protractor adalah
(Hastono, 2018,p.71).
Skala utama mempunyai
(Munadi, 1980,p.134)
Gambar 3.1 Bevel protractor (busur bilah)
Sumber :
· Cara Baca Bevel Protractor
................................................................................................................................................................................................................................................................................... (Munadi, 1980,p.135).
Gambar 3.2 Cara pembacaan bevel protractor
Sumber :
· Bagian-bagian Bevel Protractor
Menurut (Rochim, 2006,p.321), Bagian – bagian utama pada busur bilah adalah sebagai beriukut :
1. Badan atau piringan dasar
..........................................................................................................................................................................................................................................................................
2. Pelat dasar
..........................................................................................................................................................................................................................................................................
3. Piringan indeks/skala nonius
..........................................................................................................................................................................................................................................................................
4. Bilah utama
.........................................................................................................................................................................................................................................................................
3.2.1.2 Profile Projector
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.75).
Bagian dari proyektor bentuk dapat dilihat pada Gambar 3.5. Dari gambar tersebut dapat dijelaskan disini beberapa komponen penting dari proyektor bentuk antara lain yaitu lampu, lensa kondensor, filter penyerap panas, filter berwarna, kaca alas, lensa proyeksi, cermin datar dan layar. Cara kerja ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut: Benda ukur diletakkan di atas kaca alat, bila perlu digunakan penjepit benda ukur. Lampu dinyalakan untuk mendapatkan sinar yang sinarnya diarahkan ke benda ukur. Dengan adanya lensa proyeksi dan kaca/cermin datar maka sinar dibiaskan menuju layar. Dengan adanya sinar ini maka bayangan dari benda ukur akan dapat dilihat pada layar. Bayangan tersebut akan kelihatan dengan dimensi ukuran yang lebih besar dari pada dimensi sesungguhnya. Hal ini terjadi karena proyektor bentuk ini dilengkapi dengan lensa pembesar. Hasil pengukuran dapat dilihat pada skala mikrometer ataupun skala sudut. Sistem skala sudutnya sama dengan sistem skala sudut dari busur bila yang mempunyai skala utama dan skala nonius. Untuk pengukuran sudut, tingkat kecermatan yang bisa diperoleh dengan proyektor bentuk adalah 1 menit (1’).
Gambar 3.3 Profile projector
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya (2019)
Untuk pengukuran
(Munadi, 1980,p.137)
· Bagian-bagian Profil Proyektor
Pada profil proyektor terdapat beberapa komponen penting yang digunakan dalam pengukuran.
1. Lampu ( lamp )
........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.78)
Gambar 3.4 Lampu
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Brawijaya (2019)
2. Proyektor ( projector )
.......................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.78).
.
Gambar 3.5 Proyektor
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Brawijaya (2019)
3. Layar ( screen )
.......................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.79).
Gambar 3.6 Layar
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Brawijaya (2019)
4. Eretan dan Meja
........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.79).
.
Gambar 3.7 (A) Eretan , (B) meja
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Brawijaya (2019)
5. Alat ukur
.......................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.80). Alat ukur ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.8 Alat ukur (A) sudut, (B) jarak
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Brawijaya (2019)
6. Switch
.......................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.80). Yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 3.9 Switch (A) angle vernier, (B) lampu utama, (C) lampu sorot
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Brawijaya (2019)
· Cara baca profile projector
· Cara pertama : Salah satu garis silang pada kaca buram dibuat berhimpit dengan salah satu tepi bayangan, dengan cara menggerakkan meja (dimana benda ukur dilatakkan) kekiri atau kekanan, keatas atau kebawah. Dan dengan memutar piringan kaca buram (garis silang). Setelah garis berhimpit pada tepi bayangan, kemiringan garis silang dibaca pada skala piringan dengan bantuan skala nonius. Kemudian proses diulang sampai garis bersangkutan berhimpit dengan tepi bayangan yang lain. Pembacaan skala piringan dilakukan lagi. Dengan demikian sudut yang dicari adalah merupakan selisih dari pembacaan yang pertama dan yang kedua.
· Cara kedua : Dengan memakai pola atau gambar beberapa harga sudut. Suatu pola transparan berupa kumpulan beberapa sudut dengan harga tertentu dapat dipasang pada kaca buram. Besar sudut objek ukur (kedua tepi bayangan) dapat ditentukan dengan membandingkan pada gambar sudut tersebut sampai ditemukan sudut yang paling cocok (Rochim, 2006,p.324)
3.2.2 Pengukuran sudut tak langsung
..........................................................................................................................................................................................................................................................(Munadi, 1980,p.137)
3.2.2.1 Blok Sudut
Munadi dalam bukunya, Pada pengukuran linier tak langsung sudah dibicarakan tentang blok ukur (gaugebloc). Pada pengukuran sudut secara tak langsung pun ada alat-alat ukur yang berupa balok baja yaitu yang disebut dengan blok sudut. Blok sudut biasanya mempunyai ukuran panjang lebih kurang 75 mm dan lebar biasanya 16 mm. Bagian tebalnya tidak sejajar karena kedua ujung memanjangnya membentuk sudut. Dua permukaan dari sisi yang membentuk sudut tadi mempunyai bentuk yang rata dan halus sehingga memungkinkan dapat dilekatkan dengan permukaan blok sudut lainnya. Karena kedua sudut dari sisi-sisi yang rata dan halus itu membentuk sudut maka sudut yang mengecil biasanya diberi tanda minus (“ – “) dan sudut untuk ujung yang lebih besar diberi tanda plus (“ + “). Tanda-tanda seperti itu diperlukan guna menghindari terjadinya kesalahan perhitungan. Bila dua atau lebih blok sudut disusun dengan tanda-tanda yang sama pada satu ujungnya maka berarti sudutnya makin menjadi besar yang nilainya adalah jumlah angka-angka yang tercantum pada setiap blok sudut. Akan tetapi, bila yang disusun pada satu ujung susunan tanda-tandanya tidak sama maka besarnya sudut adalah jumlah yang bertanda plus (+) dikurangi dengan jumlah yang bertanda minus (–).
Tabel 3.1
Angle gauge block set
Sumber : Engineering Metrology and Measurements - Oxford University
Gambar 3.10 Satu set blok sudut
Sumber :
· Contoh penyusunan blok ukur
Berikut ini sebuah contoh penyusunan blok sudut dan cara mengecek benda ukur dengan blok sudut yang sudah disusun. Misalnya akan membentuk sudut 360 23׳ 5” dan 260 12׳ 16” (Munadi,1980,p.139). Contoh susunannya lihat Gambar 3.8. di bawah ini:
Gambar 3.11 Contoh susunan blok sudut
Sumber :
· Cara mengecek susunan blok sudut
Untuk mengecek
(Munadi, 1980,p.140).
Gambar 3.12 Mengecek sudut benda ukur dengan sudut susunan blok sudut
Sumber :
3.2.3 Metrologi Ulir
Ulir..................................................................................................................................................................................................................................................(Rochim, 2006,p.369).
Secara umum jenis ulir
(Munadi, 1980,p.150)
3.2.3.1 Karakteristik Ulir
1. Jenis Ulir Menurut Arah Gerakan Jalur Ulir
................................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.85).
Gambar 3.13 Ulir kanan (a) dan ulir kiri (b)
Sumber : Hastono, (2018, p.86)
2. Jenis Ulir Menurut Jumlah Ulir Tiap Gang (Pitch)
................................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.86).
Gambar 3.14 Ulir tunggal (a) dan ulir ganda (b)
Sumber : Hastono, (2018, p.86)
3. Jenis Ulir Menurut Bentuk Sisi Ulir
................................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.87).
Gambar 3.15 Ulir segitiga
Sumber : Hastono, (2018, p.87)
Gambar 3.16 Ulir trapesium
Sumber : Hastono, (2018, p.87)
Gambar 3.17 Ulir tanduk
Sumber : Hastono, (2018, p.87)
Gambar 3.18 Ulir parabola
Sumber : Hastono, (2018, p.87)
· Standar Umum untuk Ulir
Yang akan dibicarakan disini adalah ulir menurut ISO Metrik dan ulir Unified. Ulir ISO metrik satuannya dalam milimeter dan ulir Unified satuannya dalam inchi (Munadi 1980,p.154).
1. Ulir ISO Metrik
Gambar 3.19 Bentuk ulir isometrik
Sumber : Hastono, (2018, p.88)
1. Ulir Unified
Gambar 3.20 Bentuk ulir unified
Sumber : Hastono, (2018, p.88)
Dimana :
n = jumlah gang per inchi
p = jarak puncak ulir
H = kedalaman ulir
hb = kedalaman ulir luar
hm = kedalaman ulir dalam
E = Diameter tusuk
· Fungsi Ulir
(Munadi, 1980,p.152). Berdasarkan hal ini maka fungsi dari ulir secara umum dapat dikatakan sebagai berikut :
a. Sebagai alat pemersatu,................................................................. (Hastono, 2018,p.89).
b. Sebagai penerus daya,...................................................................(Hastono, 2018,p.89).
c. Sebagai salah satu alat untuk mencegah terjadinya kebocoran, ......................(Hastono, 2018,p.89).
· Beberapa Istilah Penting Pada Ulir
...............................................................................................................................................................................................................................................(Munadi, 1980,p.153).
Gambar 3.21 Dimensi penting ulir
Sumber :
1. Diameter mayor (diameter luar) adalah diameter terbesar dari ulir.
2. Diameter minor (diameter inti) adalah diameter terkecil dari ulir.
3. Diameter pit (diameter tusuk) adalah diameter semu yang letaknya di antara diameter luar dan diameter inti. Titik ini yang akan menerima beban terberat sewaktu pasangan ulir dikencangkan.
4. Jarak antara puncak ulir yang disebut juga dengan istilah pitch merupakan dimensi yang cukup besar pengaruhnya terhadap pasangan ulir. Karena apabila jarak antara puncak ulir yang satu dengan puncak ulir yang lain tidak sama maka ulir ini tidak bisa dipasangkan dengan ulir yang lain.
5. Sudut ulir adalah sudut dari kedua sisi permukaan ulir yang satuannya dalam derajat.
6. Kedalaman ulir adalah jarak antara diameter inti dengan diameter luar.
1.
1.
1.
2.
0.
0.
1.
1. Pengukuran Ulir
......................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.91).
1. Pengukuran Diameter Mayor Ulir
................................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.91).
Gambar 3.22 Bench micrometer
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Brawijaya (2019)
......................................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.91).
2. Pengukuran Diameter Minor Ulir
.................................................................................................................................................................................................................................................................................. (Hastono, 2018,p.92).
Gambar 3.23 Skematis pengukuran diameter inti ulir.
Sumber :
Gambar 3.24 Skema pengukuran
Sumber :
3. Pengukuran Sudut dan Jarak Puncak Ulir
...............................................................................................................................................................................................................................................(Munadi, 1980,p.167).
Gambar 3.25 Mal ulir
Sumber :
3.3 Metode Praktikum
0. Alat dan Bahan
1. Hand gloves
Gambar 3
1. Benda kerja
Gambar 3
Sumber:
1. Profile projector
Gambar 3
Sumber:
Spesifikasi
· Merk: Mitutoyo
· Type: PJ 311
· Tahun : 1986
· Ketelitian: 1µm (linier) dan 1 min (sudut)
3.3.2 Prosedur Pengujian
1. Gunakan hand gloves
2. Objek uji diletakkan di bidang uji
3. Proyektor dinyalakan sehingga bayangan dari objek terlihat di display lensa proyektor.
4. Fokus dari projector disesuaikan sampai kelihatan jelas.
5. Skala piringan diatur hingga skala utama dan nonius segaris pada angka nol.
6. Pengatur sumbu x – y, rotasi table dan garis silang pada kaca ke titik acuan dari objek uji yang akan diukur.
7. Memutar skala piringan hingga garis acuan berhimpit dengan bayangan objek yang akan diukur.
8. Mengukur karakteristik ulir dan dicatat hasilnya
9. Ulangi langkah kalibrasi tiap pengukuran
10. Mengukur diameter sudut pitch 1 sampai 10 dan dicatat hasilnya
11. Ulangi langkah kalibrasi tiap pengukuran
3.3.3. Gambar Spesimen
(Terlampir)
71
Pengukuran Sudut Dan Ulir
BAB IV
PENGUKURAN VARIASI
4.1 Tujuan Pratikum
1. Agar pratikan mampu menggunakan Surface Roughness Tester dengan Height Gauge dengan baik dan benar.
1. Agar praktikan mampu memahami dan mampu menentukan pengukuran kekasaran suatu material.
1. Agar pratikan memahami dan mampu menganalisa tingkat kekasaran rata-rata permukaan berdasarkan proses pengerjaannya pada suatu material.
4.2 Tinjauan Pustaka
4.2.1 Pengukuran Kedataran, Kelurusan Dan Kerataan
4.2.1.1Kedataran (flatness)
(Rochim, 2006, p.349).
Gambar 4.1 Waterpass
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Brawijaya (2019)
4.2.1.2Pengukuran Kelurusan
........................................................................................................................................................................................................................................................(Rochim, 2001,p.349)
4.2.1.3Pengukuran Kerataan
..........................................................................................................................................................................................................................................................(Rochim, 2001,p.349)
4.2.2 Pengukuran Kekasaran Permukaan
..........................................................................................................................................................................................................................................................(Munadi, 1980,p.223)
0. Permukaan dan Profil
.................................................................................................................................................................................................................................................(Munadi 1980,p.226)
Gambar 4.2 Permukaan dan profil
Sumber :
0. Macam-macam Profil Permukaan
1. Profil Geometris Ideal
......................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.97).
1. Profil Referensi
......................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.97).
1. Profil Terukur
........................................................................................................................................................................................................................................................................ (Hastono, 2018,p.97).
1. Profil Dasar
......................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.98).
1. Profil Tengah
.......................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.98).
Gambar 4.3 Profil suatu permukaan
Sumber :
0. Parameter Kekasaran Permukaan.
Menurut Munadi (1980,p.227), adapun parameter kekasaran permukaan adalah sebagai berikut:
1. Kedalaman Total (Peak to Valley), Rt,
......................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.98).
1. Kedalaman Perataan (Peak to Mean Line), Rp
.......................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.99).
Gambar 4.4 Kedalaman total dan kedalaman perataan
Sumber :
1. Kekasaran Rata-rata Aritmetis (Mean Roughness Index/ Center Line Average, CLA), Ra
.........................................................................................................................................................................................................................................................................
Gambar 4.5 Kekasaran rata-rata, Ra
Sumber :
Gambar 4.6 Menentukan kekasaran rata-rata, Ra
Sumber :
1. Kekasaran Rata-rata Dari Puncak ke Lembah, Rz
......................................................................................................................................................................................................................................................................... (Hastono, 2018,p.100).
Gambar 4.7 Kekasaran rata-rata dari puncak ke lembah
Sumber :
Kemudian buat garis lurus horizontal di bawah profil permukaan. Tarik garis tegak lurus dari masing-masing ujung puncak dan lembah ke garis horizontal. Dengan cara ini maka diperoleh harga Rz yang besarnya adalah :
........... (4-3)
0. Surface Roughness Tester / Profilo Meter
Pengukuran kekasaran permukaan diperoleh dari sinyal pergerakan stylus berbentuk diamond untuk bergerak sepanjang garis lurus pada permukaan sebagai alat indicator pengukur kekasaran permukaan benda uji. Prinsip kerja dari alat ini adalah dengan menggunakan transducer dan diolah dengan mikroprocessor. Roughness Tester dapat digunakan di lantai di setiap posisi, horizontal, vertikal atau di mana pun.
Ketika mengukur kekasaran permukaan dengan roughness meter, sensor ditempatkan pada permukaan dan kemudian meluncur sepanjang permukaan seragam dengan mengemudi mekanisme di dalam tester.
Gambar 4.8 Surface roughness tester
Sumber : Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya Brawijaya (2019)
4.3 Metode Praktikum
4.3.1 Alat dan Bahan
1. Hand Gloves
Gambar 4
1. Benda Kerja
Gambar 4
Sumber:
1. Height Gauge
Gambar 4
Sumber:
1. Surface Roughness Tester
Gambar 4
Sumber :
Spesifikasi Surface Roughness Tester
· Merk: Mitutoyo
· Type: SJ 210
· Tahun: 2013
· Ketelitian: 0,02 µm
4.3.2 Prosedur Pengujian
1. Gunakan Hand Gloves
1. Keluarkan Surface Roughness Tester dari tempatnya
1. Periksalah bagian-bagain alat ukur beserta kelengkapannya
1. Pasangkan Drive Unit pada Surface Roughness Tester ke Height Gauge
1. Letakkan Stylus tepat pada permukaan benda ukur hingga indikator pada Surface Roughness menunjukkan pada titik tengah dengan cara menaikan dan menurunkan Height Gauge
1. Pilih berapa jarak yang diukur pada layar surface roughness tester, kita mengukur dengan jarak 0,5 ; 1 ; 1,5
1. Pilih tombol start
1. Catat nilai yang terbaca, Setelah selesai pengukuran kembalikan Surface Roughness Tester ke tempat semula dengan rapi
4.3.2 Gambar Spesimen
(Terlampir)