21
MODUL MANAJEMEN UKM PERTEMUAN KE-4 UKM DI INDONESIA PERANAN UKM Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sector yang mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sector tradisional maupun modern. Peranan UKM tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen yaitu : 2 Departemen Perindustrian dan perdagangan 3 Departemen Koperasi dan UKM Namun demikian, usaha pengembangan yang telah dilaksanakan masih belum memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil dibandingkan kemajuan yang dicapai usaha besar. Pelaksanaan kebijakan UKM oleh pemerintah selama orde baru, sedikit saja yang dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja, sehingga hasilnya sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak kepada pengusaha besar hanpir semua sector, antara lain : 2 Perdagangan 3 Perbankan 4 Kehutanan Manajemen Usaha Kecil dan Menengah Irwan Mangara SE, M.Si Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana ‘12 1

ukm

Embed Size (px)

DESCRIPTION

assalamualaikum

Citation preview

MODUL MANAJEMEN UKM

MODUL MANAJEMEN UKM

PERTEMUAN KE-4

UKM DI INDONESIA

PERANAN UKM

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sector yang mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sector tradisional maupun modern. Peranan UKM tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen yaitu :

2 Departemen Perindustrian dan perdagangan

3 Departemen Koperasi dan UKM

Namun demikian, usaha pengembangan yang telah dilaksanakan masih belum memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil dibandingkan kemajuan yang dicapai usaha besar.

Pelaksanaan kebijakan UKM oleh pemerintah selama orde baru, sedikit saja yang dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja, sehingga hasilnya sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak kepada pengusaha besar hanpir semua sector, antara lain :

2 Perdagangan

3 Perbankan

4 Kehutanan

5 Pertanian

6 Industri

Dalam menghadpi persaingan yang semakin ketat, karena semakin terbukanya pasar di dalam negeri, merupakan ancaman bagi UKM dengan semakin banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar akaibat dampak globalisasi. Oleh karena itu pembinaan dan pengembangan UKM saai ini dirasakan semakin mendesak dan sangat strategis untuk mengangkat perekonomian rakyat, maka kemandirian UKM diharapkan dapat tercapai dimasa mendatang.

Dengan berkembangnya perekonomian rakyat diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka kesempatan kerja dan memakmurkan masyarakat secara keseluruhan.

Kegiatan UKM meliputi berbagai kegiatan ekonomi, namun sebagian besar berbentuk usaha kecil yang bergerak disektor pertanian.

Pada tahun 1996 dat biro pusat statistic menunjukan jumlah UKM ada 38,9 juta, dimana sector :

2 Pertanian berjumlah 22,5 juata (57,9%)

3 Sektor Industri pengelolaan ada 2,7 juta (6,9%)

4 Sektor perdagangan, rumah dan hotel ada 9,5 juta (24%)

5 Dan sisanya bergerak disektor lain.

Dari nilai ekspor nasionl menurut BPS pada tahun 1998 ekspor industri kecil dan menengah hanya 6,2%, nilai ini jauh tertinggal bila dibandingkan ekspor usah kecil negara-negara lain seperti :

2 Taiwan (65%),

3 Cina 50%

4 Vietnam 20%

5 Hongkong 17%

6 Singapura 17%

Oleh karena itu perlu dibuat kebijakan yang tepat untuk mendukung UKM seperti :

2 Perizinan

3 Teknologi

4 Struktur

5 Manajemen

6 Pelatihan

7 Pembiayaan

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan eknomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah kedepan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya. Pengembangan UKM kedepan, perlu menggabungkan keunggulan lokal (lingkungan internal) dan peluang pasar global, yang disinergikan dengan era otonomi daerah dan pasar bebas.Perlu berpikir dalam skala global dan bertindak lokal (think globaly and act locally) dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan pengembangan UKM.

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi nasional, hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan hasil survei dan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi UKM terhadap PDB (tanpa migas) pada Tahun 1997 tercatat sebesar 62,71 persen dan pada Tahun 2002 kontribusinya meningkat menjadi 63,89 persen. Perbandingan komposisi PDB menurut kelompok usaha pada Tahun 1997 dan 2003 .

Kendati demikian, kondisi UKM tetap rawan karena keberpihakan bank yang rendah, pasar Bebas yang mulai dibuka, serta terbatasnya kebijakan yang mendukung sektor usaha kecil. Sedangkan kontribusi usaha yang berskala besar pada Tahun 1997 hanya 37,29 persen dan pada Tahun 2002 turun lagi menjadi 36,11 persen. Jumlah unit UKM dalam 3 (tiga) tahun terakhir juga mengalami peningkatan ratarata sebesar 9,5 persen tiap tahunnya.

Pada Tahun 2002 tercatat sebanyak 38,7 juta dan pada Tahun 2004 sebanyak 42,4 juta unit saha.

Peningkatan jumlah unit usaha ini juga diikuti dengan kenaikan jumlah tenaga kerja disektor UKM. Pada Tahun 2004 jumlah pekerja di sektor UKM tercatat hampir 80 juta orang, dari jumlah

tersebut sebanyak 70,3 juta diantaranya bekerja disektor usaha kecil dan sisanya disektor usaha menengah. Disadari akan begitu besarnya peran UKM dalam perekonomian nasional, maupun dalam penyerapan tenaga kerja dan pemerataan distribusi hasil-hasil pembangunan, maka pemerintah melalui undang-undang No 5 tahun 1999, memberi batasan terhadap UKM yaitu untuk usaha kecil adalah usaha yang :

a. memiliki kekayaan (aset) bersih 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat saha,

b. Hasil penjualan tahunan (omzet) paling banyak 1 milyar,

c. Milik warga Indonesia,

d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

Dengan batasan tersebut, maka diharapkan peranan pemerintah maupun masyarakat perlu emberikan perhatian yang besar untuk mendorong pengembangannya. Pengembangan UKM melalui pendekatan pemberdayaan usaha, perlu memperhatikan aspek sosial dan budaya di masing-masing daerah, mengingat usaha kecil dan menengah pada umumnya tumbuh dari masyarakat secara langsung. Disamping itu upaya pengembangan UKM dengan mensinergikannya dengan industri besar melalui pola kemitraan, juga akan memperkuat struktur ekonomi baik nasional maupun daerah. Partisipasi pihak terkait atau stakeholders perlu terus ditumbuhkembangkan lainnya agar UKM betul-betul mampu berkiprah lebih besar lagi dalam perekonomian nasional.

Pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara ain meliputi :

A. Faktor Internal

a. Kurangnya Permodalan Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk engembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.

b. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.

c. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.

B. Faktor Eksternal

a. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar.

b. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.

c. Implikasi Otonomi Daerah Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Disamping itu semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.

d. Implikasi Perdagangan Bebas Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 yang berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas.Dalam hal ini, mau tidak mau Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dituntut untuk melakukan roses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000) dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu maka diharapkan UKM perlu mempersiapkan agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.

e. Sifat Produk Dengan Lifetime Pendek Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk fasion dan kerajinan dengan lifetime yang pendek.

f. Terbatasnya Akses Pasar Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.

Upaya untuk Pengembangan UKM

Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada hakekatnya merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM, maka kedepan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :

a.Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.

b.Bantuan Permodalan Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah(UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sampai saat ini BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM . Yang harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong pengembangan LKM ini berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.

c.Perlindungan Usaha Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undangundang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).

d.Pengembangan Kemitraan Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.

e.Pelatihan Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.

f.Membentuk Lembaga Khusus Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.

g.Memantapkan Asosiasi Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.

h.Mengembangkan Promosi Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya. Mengembangkan Kerjasama yang Setara Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.

PERAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) Peranan UKM dalam perekonomian nasional diakui sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi UKM terhadap lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pembangunan ekonomi pedesaan dan sebagai penggerak peningkatan ekspor manufaktur / nonmigas. Di sisi lain, krisis ekonomi yang diawali dengan krisis moneter yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa UKM relatif lebih bertahan daripada usaha skala besar, yang banyak mengalami kebangkrutan. Hal di atas berimplikasi pada pentingnya mengembangkan UKM. Beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya pengembangan UKM adalah: Fleksibilitas dan adaptabilitas UKM dalam memperoleh bahan mentah dan peralatan. Relevansi UKM dengan proses-proses desentralisasi kegiatan ekonomi guna menunjang terciptanya integritas kegiatan pada sektor ekonomi yang lain. Potensi UKM dalam menciptakan dan memperluas lapangan kerja.

Peranan UKM dalmfi jangka panjang sebagai basis untuk mencapai kemandirian pemba- ngunan ekonomi; karena UKM umumnya diusahakan pengusaha dalam negeri dengm1 menggunakan kandungan impor yang rendah.

Menurut Eugene dan Morce (1965), tipe kebijakan pemerintah sangat menentukan pertumbuhan UKM. Ada empat pilihan: (1) Kebijakan do nothing policy: pemerintah apapun alasannya sadar tidak perlu berbuat apa-apa dan membiarkan UKM begitu saja, (2) kebijakan memberi perlindungan (protection policy) terhadap UKM: kebijakan ini bersifat melindungi UKM dari kompetisi dan bahkan memberi subsidi, (3) kebijakan berdasarkan ideology pembangunan (developmentalist): kebijakan ini memilih industri yang potensial, (picking the winner) namun tidak diberi subsidi dan (4) kebijakan yang semakin popular adalah apa yang disebut market friendly policy dengan penekanan pada pilihan brood based, tanpa subsidi dan kompetisi.

Pada masa lalu, pemerintah memilih kebijakan tipe kedua (protection) akan tetapi kerangka tujuan jatuh pada pilihan ketiga, yakni developmentalist. Hasilnya baik industri besar dan kecil menengah tidak berhasil. Ketidakberhasilan ini disebabkan oleh lingkungan yang diciptakan oleh kebijakan tersebut pada dasarnya membuat UKM masuk usaha yang tumbuh secara distorsif. Oleh karena itu saya melihat bahwa pilihan kebijakan tipe ketiga dikombinasi dengan tipe keempat dalam kerangka dasar kebijakan pemerintah.

Dalam hubungan ini, dewasa ini, semakin jelas bahwa UKM secara dikotomis dibagi ke dalam dua jenis definisi. UKM dengan definisi usaha mikro dibedakan dengan usaha kecil dan menengah yang dianggap potensial dapat dikembangkan. Akan tetapi sesungguhnya distribusi UKM sungguh pincang, dimana usaha mikro dalam jumlah yang sangat besar melebihi 2,5 juta unit sedangkan usaha kecil potensial mungkin tidak lebih dari 300 ribu unit dan jumlah usaha menengah di Indonesia sama sekali belum jelas, Kaitannya dengan kebijakan yang terbangun dalam persepsi yang popular adalah usaha kecil mikro lebih cocok untuk welfare policy, sedangkan untuk UKM adalah competitive business policy. Di sini terlihat UU No.9. 1995 maupun PP No. 10 tahun 2001, tentang UKM tidak dapat memberi ,jalan keluar, kecuali hanya mampu mengakomodasi semua pendapat.

Kembali kepada masalah lingkungan usaha, ada beberapa faktor strategis yang perlu dikembangkan untuk mendukung terciptanya lingkungan usaha yang kondusif. Lingkungan yang kondusif bagi pengembangan usaha/bisnis, khususnya UKM, dapat dilakukan melalui beberapa hat berikut ini.

1. Kebijakan Pemerintah yang Komplementer 2 Pemerintah perlu menciptakan kondisi yang kondusif untuk mendorong perkembangan UKM yang bergairah dan dinamis. Untuk ini, yang merupakan kepentingan utama UKM adalah apabila pertumbuhan ekonomi yang ekspansif. Merupakan kunci utama bagaimana seharusnya pemerintah menciptakan lingkungan yang sehat. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat berbagai kebijakan dalam:

3 Melakukan investasi dalan infrastruktur tradisional dan teknologis

4 Mendorong terjadinya tabungan swasta dan investasi domestik

5 Mengembangkan agresivitas di pasar internasional (ekspor) dan daya tarik bagi investasi asing langsung

6 Fokus pacta kualitas, kecekatan dan transpm'ansi administrasi/birokrasi dan pemerintah 7 Memelihara keterkaitan antara tingkat upah, produktivitas dan perpajakan 8 Memelihara ketahanan jaringan sosial dan mengurangi disparitas upah, dan memperkuat kelas menengah.

9 Melakukan investasi besar dalam pendidikan, khususnya tingkat menengah, dan pelatihan sepanjang hidup bagi angkatan kerja

10 Melanjutkan dan terus melakukan restrukturisasi sektor keuangan dan perbankan 11 Desentralisasi politik dan ekonomi di tingkat provinsi dan kabupaten 12 Menata kembali kebijakan perdagangan dan penanaman modal, khususnya sektor riil dalam usaha mendorong ekspor

13 Membangun sistem hukum dan peradilan yang efektif termasuk prinsip pengawasan yang baik dan efektif untuk menunjang pembangunan sosial, ekonomi dan politik.

14 Kebijakan pilihan menghidupkan mekanisme pasar sebagai ganti dari heavy intervention policy.

15 Kebijakan ekonorni makro yang non diskriminatif terhadap UKM

16 Kebijakan pilihan strategis industri dan sektor yang dipilih untuk mendukungnya 17 Kebijakan perdagangan dan investasi di tingkat nasional dan di wilayah atau daerah khusus.

2. Masalah Kemudahan Perijinan

Salah satu aspek dari lingkungan usaha yang sehat adalah mudahnya perijinan usaha. Pada umumnya, untuk memperoleh perijinan usaha, seorang pengusaha harus mengeluarkan biaya sekitar 3 atau 4 kali dari biaya perijinan yang ditentukan. Surat ijin harus diperbaharui setiap tahun dan memerlukan beberapa klarifikasi dari beberapa pejabat yang berwenang, yang biasanya menyebabkan perlunya biaya tambahan. Hal ini terjadi karena perijinan tidak transparan, mahal, berbelit-belit, diskriminatif, lama dan tidak pasti, serta tumpang tindih vertical (antara pusat -daerah) dan horizontal (antara instansi di daerah). Akibatnya, minat pengusaha terhambat untuk mengembangkan usahanya.

Karena itu, hukum perlu ditegakkan dan dilaksanakan secara tegas. Di samping itu, perumusannya perlu melibatkan pengusaha kecil dan asosiasi UKM. Dengan demikian, pengurusan ijin usaha akan menjadi sederhana menjadi memberi lingkungan yang kondusif untuk pengembangan UKM. Otonomi daerah harus mampu menghasilkan penyederhanaan perijinan usaha yang mendorong UKM untuk memilikinya. Dengan demikian penerimaan pemerintah dari sektor usaha dapat meningkat. Di samping itu, hal ini juga bermanfaat meminimalkan transaksi illegal yang sering terjadi dalam upaya menekan biaya pajak. Implikasi yang lebih luas, untuk meningkatkan daya kompetisi UKM masuk dalam lingkungan pasar global, perlu diusahakan semacam pelayanan terpadu (UPT).

3. Perlu Tersedia Small Size Loan untuk UKM Masalah permodalan, yang sering sekali dilihat sebagai faktor penghambat dalam pengembangan UKM, sebenarnya dapat diatasi dengan mengakses lembaga keuangan (bank dan non-bank). Untuk mendukung akses ini. suku bunga perbankan sebaiknya dibuat rendah sehingga kredit menjadi lebih murah. Di samping itu, pemberian informasi mengenai sumber pembiayaan dari lembaga keuangan non bank menjadi hal yang sangat penting. Prosedur kredit perlu disederhanakan menjadi mudah dan pencairan kredit menjadi lebih cepat. Pihak perbankan juga sebaiknya mengimformasikan standar proposal pengajuan kredit untuk membantu pengusaha kecil mengajukan proposal yang sesuai dengan kriteria perbankan. Di samping itu, perbankan juga perlu merumuskan kembali kriteria kelayakan usaha kecil agar jumlah kredit yang disetujui sesuai dengan kebutuhan usaha kecil.

4. Pengembangan Teknologi Tepat Guna Untuk menyiapkan UKM memasuki pasar global yang kompetitif. salah satu kunci utama dan mungkin terutama adalah memiliki kemampuan merakit kerjasama bisnis (marketing network) di dalam dan di luar negeri (ekspor). Dalam keadaan ini. UKM perlu memanfaatkan informasi teknologi (IT) yang berkembang dewasa ini. Dengan kata lain perlu transparansi terhadap dari sistem administrasi manual kearah automasi dengan mendayagunakan komputer dalam mengelola usaha.

UKM di Indonesia masih menggunakan teknologi sederhana. Kenyataan ini membuat produktivitas UKM masih rendah. Kenyataan sekarang menunjukkan bahwa akses dan informasi sumber teknologi masih kurang dan tidak merata dan upaya penyebarluasannya kurang gencar. Untuk itu perlu kehadiran lembaga yang mengkaji teknologi yang ditawarkan oleh pasar kepada usaha kecil agar teknologi yang ada dapat dimanfaatkan secara optimum. Teknologi ini hendaknya bersifat tepat guna dengan spesifikasi peralatan sesuai dengan kebutuhan. lnstansi pemerintah, non pemerintah dan perguruan tinggi berperan dalam mengidentifikasi, menemukan dan menyebarluaskan serta melakukan pembinaan teknis sehubungan dengan teknologi baru atau teknologi tepat guna secara intensif sehingga keterampilan tenaga kerja di UKM dapat ditingkatkan.

5. Menciptakan Iklim Kompetisi bagi UKM dan Usaha Besar Undang-undang No.5, 1999 merupakan undang-undang yang melarang monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. UU ini menyetarakan kedudukan antara UKM dan usaha besar yang dapat menciptakan kompetisi yang sehat. Untuk memudahkan masuk dan keluar pasar, perlu dilakukan pembenahan terhadap jalan, listrik, telepon, air serta fasilitas penanganan limbah dan gangguan. Karena Sarana ini akan sangat mendukung mobilitas pasar bagi UKM.

Dengan memperhatikan dan pembenahan terhadap keselurahan variable di atas, maka akan tercipta lingkungan yang kondusif dalam pengembangan UKM di Indonesia. Dimana, hingga saat ini UKM dipandang sebagai salah satu simpul kekuatan perekonomian di Indonesia

A. Peranan UKM di Indonesia

UKM di Indonesia tampak mendominasi sektor-sektor industri yang padat karya, sektor-sektor yang membutuhkan kemampuan beradaptasi dengan permintaan khusus pelanggan, dan sektor-sektor di mana skala ekonomi serta kekuatan merk secara umum tidak terlalu dipentingkan. Contoh sector yang mempunyai ciri-ciri tersebut dan memiliki populasi UKM besar meliputi industri kulit dan produk kulit, sepatu, mebel, percetakan, pengolahan karet, produk plastic, keramik, serta berbagai produk logam. Sebaliknya, industri dengan populasi UKM sangat kecil atau hampir tidak ada meliputi produk tembakau, pengolahan minyak, semen, pupuk, logam dasar, dan peralatan elektronik.

Kebijakan untuk UKM sudah selayaknya di fokuskan pada aspek-aspek di mana pemerintah dapat membuat sumbangan positif untuk pengembangan UKM dan aspek-aspek yang potensi dan intensitas ketidaksempurnaan pasar (market failures) besar. Jika tidak, ketidaksempurnaan pasar tersebut dapat menghambat pertumbuhan dan pemberdayaan UKM. Hall (2002) mengidentifikasi selapan area kebijakan untuk UKM, yaitu : akses informasi dan kesenjangan digital, keuangan, teknologi dan transfer teknologi, sumber daya manusia (SDM) dan pelatihan, akses pasar, peranan wanita dan kebijakan mendorong bisnis yang oleh etnis minoritas, beban administrasi yang ditanggung oleh UKM akibat peraturan pemerintah, dan kebijakan umum tentang UKM dan iklim bisnis.

Pada dekade pertama sejak deklarasi AsiaPasific Economic Cooperation (APEC), sudah semakin banyak Negara di kawasan ini mengadopsi kebijakan mendukung UKM. Secara kelembagaan, makin banyak negarayang menerapkan struktur one stop shopping, satu badan atau kementerian tunggal yang bertanggung jawab pada UKM.

Institusi Negara ini memberikan kredit mikro, dukungan modal ventura, layanan business-maching, memberikan kesempatan pada UKM dalam proyek-proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah, dukungan teknollogi termasuk teknologi informasi dan komunikasi, dan komersialisasi ide-ide baru UKM.

Namun demikian, masih banyak perbedaan pendekatan dan kinerja kebijakan di antara sesama anggota APEC. Sebagai contoh hanya sekitar 25 persen dari anggota APEC yang menerapkan nomer regitrasi terpadu (single registration number) untuk UKM atau melakukan usaha-usaha sistematik untuk memonitor beban administrasi yang dikenakan pada UKM akibat peraturan-peraturan pemerintah tertentu.

Juga, masih ada sekitar 40 persen dari anggota APEC yang tidak memiliki peraturan perundang-undangan yang melarang pemberi kredit untuk melakukan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, etnik, dan umur. Selanjutnya, 40 persen anggota APEC tidak memiliki program yang secara khusus dirancang untuk mendorong pendirian bisnis atau inisiatif kewirausahaan (business start up). Di kawasan Asia Pasifik rata-rata sekitar 85 persen dari anggaran Negara yang dialokasikan untuk UKM dibelanjakan untuk tiga area kebijakan saja, yaitu : keuangan, teknologi dan SDM.

UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas.

Karakteristik UKM di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the Center for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center for Economic and Social Studies (CESS) pada tahun 2000, adalah mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan penyesuaian proses produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu mengembalikan pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi.

Di Banyak dokumen resmi pemerintah (misalnya : Garis-Garis Besar Haluan Negara/GBHN 1999-2004 dan Program Pembangunan Nasional/Propenas 2000-2004), telah dinyatakan pentingnya peranan UKM sebagai instrument penciptaan lapangan kerja, penghapus ketimpangan melalui struktur kepemilikan bisnis yang lebih beragam, pendorong kemajuan pembangunan regional dan pendesaan, dan memberikan basis bagi pembangunan kewirausahaan. Dari waktu ke waktu, pemerintah telah banyak melahirkan instrument kebijakan untuk pengembangan UKM. Dapat dilihat dari Tabel dibawah ini memberikan daftar terkini beberapa inisiatif kebijakan tersebut.

Inisiatif Kebijakan untuk UKM di Indonesia

KebijakanTentang

Keputusan Presiden Nomor 56 tahun 2002Restrukturisasi Kredit UKM

Keputusan Presiden Nomor 127 Tahun 2001Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil danBidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Besar Dengan Syarat Kemitraan.

Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 1999Pemberdayaan Usaha Menengah

Peraturan Pemerintah nomor 32 Tahun 1998Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997Kemitraan

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997Waralaba

Undang-Undang Nomo 9 Tahun 1995Usaha Kecil

Sumber : Kementrian Koperasi danUKM, Republik Indonesia

UKM di Indonesia tampak mendominasi sektor-sektor industri yang padat karya, sektor-sektor yang membutuhkan kemampuan beradaptasi dengan permintaan khusus pelanggan, dan sektor-sektor di mana skala ekonomi serta kekuatan merk secara umum tidak terlalu dipentingkan. Contoh sector yang mempunyai ciri-ciri tersebut dan memiliki populasi UKM besar meliputi industri kulit dan produk kulit, sepatu, mebel, percetakan, pengolahan karet, produk plastic, keramik, serta berbagai produk logam. Sebaliknya, industri dengan populasi UKM sangat kecil atau hampir tidak ada meliputi produk tembakau, pengolahan minyak, semen, pupuk, logam dasar, dan peralatan elektronik.

Manajemen Usaha Kecil dan MenengahIrwan Mangara SE, M.SiPusat Pengembangan Bahan AjarUniversitas Mercu Buana

1215