36
Presentasi Kasus Ujian Bedah Plastik SEORANG LAKI-LAKI USIA 17 TAHUN DENGAN FRAKTUR ANGULUS MANDIBULA SINISTRA DAN VULNUS EKSKORIASI REGIO FRONTAL SINISTRA Periode : 31 Agustus – 5 September 2015 Oleh: Shinta Andi Sarasati G99141026 Pembimbing: dr. Amru Sungkar, SpB, SpBP-RE KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ujian preskes

Citation preview

Page 1: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

Presentasi Kasus Ujian Bedah Plastik

SEORANG LAKI-LAKI USIA 17 TAHUN DENGAN FRAKTUR ANGULUS MANDIBULA SINISTRA DAN VULNUS EKSKORIASI REGIO FRONTAL SINISTRA

Periode : 31 Agustus – 5 September 2015

Oleh:

Shinta Andi Sarasati G99141026

Pembimbing:

dr. Amru Sungkar, SpB, SpBP-RE

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2015

Page 2: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

BAB I

STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. R

Umur : 17 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Norowangsan, Laweyan , Surakarta

Tanggal Masuk : 1 September 2015

Tanggal Periksa : 2 September 2015

Status Pembayaran : BPJS

No. RM : 01312415

2. Keluhan Utama

Nyeri pada pipi kiri setelah KLL

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Satu hari SMRS saat pasien sedang mengendarai sepeda motor tanpa

menggunakan helm, pasien tergelincir pada saat akan belok. Pasien terjatuh dengan

posisi kepala membentur aspal lalu tidak sadarkan diri, kejang (-),muntah (-). Oleh

penolong pasien kemudian dibawa ke RS Brayat minulya diinfus dan diinjeksi obat-

obatan dan di ronsen kepala. Lalu pasien dibawa pullang oleh keluarganya, karena

nyeri tidak berkurang, oleh keluarga pasien di bawa ke RSDM.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat asma : disangkal

1

Page 3: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

Riwayat diabetes : disangkal

Riwayat trauma sebelumnya : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat diabetes : disangkal

6. Riwayat kebiasaan

Nutrisi : pasien makan 3 kali sehari dengan gizi seimbang.

Olahraga : pasien olahraga 1 minggu sekali

Merokok : (-)

7. Riwayat sosial ekonomi

Pasien adalah seorang pelajar yang berobat menggunakan BPJS.

GENERAL SURVEY

1. Primary Survey

a. Airway : bebas

b. Breathing : tidak spontan, frekuensi pernafasan 10 x/menit

Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri, krepitasi (-)

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

c. Circulation : tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88 x/menit, CRT<2 detik

d. Disability : GCS E4V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/

3mm), lateralisasi (-/-)

e. Exposure : suhu 36,5ºC, Jejas (+) lihat status lokalis

2

Page 4: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

2. Secondary Survey

a. Keadaan umum : compos mentis, tampak sakit sedang

b. Kepala : mesocephal, jejas (+) lihat status lokalis

c. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor

(3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), hematom supraorbital

(-/-), diplopia (-/-), subkonjugtival bleeding (-/+)

d. Telinga : sekret (-/-), darah (+/+), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri

tragus (-/-)

e. Hidung : bloody rhinorrhea (-/-)

f. Mulut : maloklusi (+), lihat status lokalis

g. Leher :pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan

(-), JVP tidak meningkat.

h. Thorak : bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-).

i. Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.

Palpasi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat.

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising

(-).

j. Pulmo

Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri.

Palpasi : fremitus raba kanan = kiri, nyeri tekan

(-/-).

Perkusi : sonor/sonor.

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan

(-/-).

k. Abdomen

Inspeksi : distended (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

3

Page 5: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defance muscular (-)

l. Genitourinaria : BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-), nyeri BAK(-).

m. Muskuloskletal : jejas (-), nyeri (-)

n. Ekstremitas

Akral dingin Oedema

- - - -

- - - -

3. Status Lokalis

Regio Frontal (D) :

Inspeksi : Vulnus eskoriasi 3x1cm

R.Midfacial (S) :

Inspeksi : Pendataran malar iminens (-/-)

Palpasi : hipoestesi (-/-)

R. Intra Oral

Inspeksi : Maloklusi Crossbite (+)

Palpasi : Gigi goyang (-)

Foto klinis pasien

4

Page 6: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

B. ASSESMENT 1

Fraktur angulus mandibular sinistra

Vuknus ekskoriasi regio frontal sinistra

C. PLANNING 1

1. Inf. RL 20 tpm

2. Inj. Metamizole 1g/8 jam

3. Inj. Ranitidin 50mg/12 jam

4. Cek DL

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Hasil pemeriksaan laboratorium (25 Agustus 2015)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Darah Rutin

Hemoglobin 14.3 g/dl 14.0 – 17.5

Hematokrit 42 % 33 – 45

5

Page 7: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

Leukosit 11.3 ribu/ul 4.5 – 14.5

Trombosit 243 ribu/ul 150 – 450

Eritrosit 4.82 ribu/ul 4.50 – 5.90

Golongan darah O

HBsAg Non reactive Non reactive

Hemostasis

PT 16.0 detik 10.0 – 15.0

APTT 34.9 detik 20.0 – 40.0

INR 1.360

KIMIA KLINIK

Gula darah sewaktu 106 mg/dl 60 - 100

E. ASSESMENT II

Fraktur angulus mandibular sinistra

Vuknus ekskoriasi regio frontal sinistra

F. PLANNING II

- Mondok bangsal

- ORIF Elektif

- Oral higiene

- Diet cair

-

6

Page 8: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. FRAKTUR MANDIBULA

DEFINISI

Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat

disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung. Fraktur mandibula

dapat terjadi pada bagian korpus, angulus, ramus maupun kondilus.

ANATOMI

Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat

menempelnya gigi geligi rahang bawah. Mandibula berhubungan dengan basis kranii

dengan adanya temporo-mandibular joint dan disangga oleh otot – otot mengunyah.

7

Page 9: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

Mandibula dipersarafi oleh saraf mandibular, alveolar inferior, pleksus dental inferior

dan nervus mentalis.

Sistem vaskularisasi pada mandibula dilakukan oleh arteri maksilari interna, arteri

alveolar inferior, dan arteri mentalis.

KLASIFIKASI

Menurut R. Dingman dan P.Natvig pada tahun 1969 fraktur pada mandibula dibagi

menjadi beberapa kategori, yakni :

A. Menurut arah fraktur (horizontal/vertikal) dan apakah lebih menguntungkan dalam

perawatan atau tidak

B. Menurut derajat keparahan fraktur (simpel/tertutup/mengarah ke rongga mulut atau

kulit).

C. Menurut tipe fraktur (Greenstick/kompleks/kominutiva/impaksi/depresi)

8

Page 10: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

D. Menurut ada atau tidaknya gigi dalam rahang (dentulous, partially dentulous,

edentulous)

E. Menurut lokasi (regio simfisis, regio kaninus, regio korpus, angulus, ramus,

prosesus kondilus, prosesus koronoid)

9

Page 11: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

FREKUENSI

Secara umum, paling sering terjadi pada korpus mandibula, angulus dan kondilus,

sedangkan pada ramus dan prosesus koronoideus lebih jarang terjadi.

Berdasarkan penelitian, dapat diurutkan seperti berikut :

Korpus 29 %

Kondilus 26%

Angulus 25%

Simfisis 17%

Ramus 4%

Proc.Koronoid 1%

ETIOLOGI

Penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas dan sebagian besar adalah

pengendara sepeda motor. Sebab lain yang umum adalah trauma pada muka akibat

kekerasan, olahraga. Berdasarkan penelitian didapatkan data penyebab tersering fraktur

mandibula adalah :

Kecelakaan berkendara 43%

Kekerasan 34%

Kecelakaan kerja 7%

Jatuh 7%

Olahraga 4%

Sebab lain 5%

Fraktur mandibula dapat juga disebabkan oleh adanya kelainan sistemik yang dapat

menyebabkan terjadinya fraktur patologis seperti pada pasien dengan osteoporosis

imperfekta.

10

Page 12: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

PATOFISIOLOGI

Derajat keparahan fraktur sangat bergantung pada kekuatan trauma. Karena itu

fraktur kominutiva dapat dipastikan terjadi karena adanya kekuatan energi yang besar

yang menyebabkan trauma. Berdasarkan penelitian pada 3002 pasien dengan fraktur

mandibula, diketahui bahwa adanya gigi molar 3 bawah meningkatkan resiko terjadinya

fraktur angulus mandibula sampai 2 kali lipat.

MANIFESTASI KLINIS

Pasien dengan fraktur mandibula umumnya datang dengan adanya deformitas pada

muka, baik berupa hidung yang masuk kedalam, mata masuk kedalam dan sebagainya.

Kondisi ini biasa disertai dengan adanya kelainan dari fungsi organ – organ yang

terdapat di muka seperti mata terus berair, penglihatan ganda, kebutaan, anosmia,

kesulitan bicara karena adanya fraktur mandibula, maloklusi sampai kesulitan bernapas

karena hilangnya kekuatan untuk menahan lidah pada tempatnya sehingga lidah

menutupi rongga faring.

GEJALA & TANDA

Tanda – tanda patah pada tulang rahang meliputi :

1. Dislokasi, berupa perubahan posisi rahang yg menyebabkan maloklusi atau tidak

berkontaknya rahang bawah dan rahang atas

2. Pergerakan rahang yang abnormal, dapat terlihat bila penderita menggerakkan

rahangnya atau pada saat dilakukan .

3. Rasa sakit pada saat rahang digerakkan

4. Pembengkakan pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan lokasi daerah fraktur.

5. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran dari ujung tulang

yang fraktur bila rahang digerakkan.

6. Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur.

7. Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkakan

8. Disability, terjadi gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan mulut.

11

Page 13: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

9. Hipersalivasi dan Halitosis, akibat berkurangnya pergerakan normal mandibula dapat

terjadi stagnasi makanan dan hilangnya efek “self cleansing” karena gangguan fungsi

pengunyahan.

10. Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi di bawah

nervus alveolaris.

DIAGNOSIS

Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pertama – tama melakukan inspeksi

menyeluruh untuk melihat adanya deformitas pada muka, memar dan pembengkakan.

Langkah berikut yang dilakukan adalah dengan mencoba merasakan tulang rahang

dengan palpasi pada pasien. Setelah itu lakukan pemeriksaan gerakan mandibula.

Setelah itu dilanjutkan dengan memeriksa bagian dalam mulut. Pasien dapat diminta

untuk menggigit untuk melihat apakah ada maloklusi atau tidak. Setelah itu dapat

dilakukan pemeriksaan satbilitas tulang mandibula dengan meletakkan spatel lidah

diantara gigi dan lihat apakah pasien dapat menahan spatel lidah tersebut.

Untuk pemeriksaan penunjang, yang paling penting untuk dilakukan adalah adalah

rontgen panoramik, sebab dengan foto panoramik kita dapat melihat keseluruhan tulang

mandibula dalam satu foto. Namun pemeriksaan ini memberikan gambaran yang

kurang detil untuk melihat temporo-mandibular joint, regio simfisis dan alevolar.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan foto rontgen polos. Dapat

dilakukan untuk melihat posisi oblik-lateral, oklusal, posteoanterior dan periapikal. Foto

oblik-lateral dapat membantu mendiagnosa fraktur ramus, angulus dan korpus posterior.

Namun regio kondilus, bikuspid dan simfisis seringkali tidak jelas. Foto oklusal

mandibula dapat memperlihatkan adanya diskrepansi pada sisi medial dan lateral

fraktur korpus mandibula. Posisi posteroanterior Caldwell dapat memperlihatkan

adanya dislokasi medial atau lateral dari fraktur ramus, angulus, korpus maupun

simfisis.

12

Page 14: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

Pemeriksaan CT-scan juga dapat digunakan untuk membantu diagnosa fraktur

mandibula.CT-scan dapat membantu untuk melihat adanya fraktur lain pada daerah

wajah termasuk os.frontal, kompleks naso-ethmoid-orbital, orbital dan seluruh pilar

penopang kraniofasial baik horizontal maupun vertikal. CT-scan juga ideal untuk

melihat adanya fraktur kondilus.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada fraktur mandibula mengikuti standar penatalaksanaan fraktur

pada umumnya. Pertama periksalah A(airway), B(Breathing) dan C(circulation). Bila

pada ketiga topik ini tidak ditemukan kelainan pada pasien, lakukan penanganan

terhadap fraktur mandibula pasien. Bila pada pasien terdapat perdarahan aktif,

hentikanlah dulu perdarahannya. Bila pasien mengeluh nyeri maka dapat diberi

analgetik untuk membantu menghilangkan nyeri. Setelah itu cobalah ketahui

mekanisme cedera dan jenis fraktur pada pasien berdasarkan klasifikasi oleh Dingman

dan Natvig.

Bila fraktur pada pasien adalah fraktur tertutup dan tidak disertai adanya dislokasi

atau ada dislokasi kondilus yang minimal, maka dapat ditangani dengan pemberian

analgetik, diet cair dan pengawasan ketat. Pasien dengan fraktur prosesus koronoid

dapat ditangani dengan cara yang sama. Pada pasien ini juga perlu diberikan latihan

mandibula untuk mencegah terjadinya trismus.

Kunci utama untuk penanganan fraktur mandibula adalah reduksi dan stabilisasi.

Pada pasien dengan fraktur stabil cukup dengan melakukan wiring untuk menyatukan

gigi atas dan bawah. Untuk metode ini dapat dilakukan berbagai tindakan. Yang paling

banyak dilakukan adalah dengan menggunakan wire dengan Ivy loops dan dilakukan

MMF (maxillomandibular fixation).

13

Page 15: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

Dapat juga dipasang archbar dan dilakukan IMF (intermaxillary fixation), dilakukan

fiksasi eksternal, dipasang screw, pemasangan Gunning splint juga banyak dilakukan

karena bisa memfiksasi namun pasien tetap dapat menerima asupan makanan.

14

Page 16: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

Pada fraktur kominutiva maupun fraktur – fraktur yang tidak stabil atau fraktur

dengan dislokasi segmen ditangani dengan pembedahan dengan ORIF (open reduction

internal fixation) baik yang rigid maupun non rigid.

15

Page 17: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

KOMPLIKASI

Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula umumnya

jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula adalah

infeksi atau osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan berbagai kemungkinan

komplikasi lainnya.

Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami gangguan

penyembuhan fraktur baik itu malunion ataupun non-union. Ada beberapa faktor risiko

yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur mandibula dan berpotensi untuk

menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-union. Faktor risiko yang paling besar

adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen

fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak  menguntungkan pada segmen

fraktur. Malunion yang berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan

dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan

melakukan perencanaan osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung

mandibula. 

Faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya komplikasi

antara lain sepsis oral, adanya gigi pada garis fraktur, penyalahgunaan alkohol dan

penyakit kronis, waktu mendapatkan perawatan yang lama, kurang patuhnya pasien dan

adanya dislokasi segmen fraktur.

B. VULNUS

Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat

substansi jaringan yang rusak atau hilang. Vulnus dapat dibedakan berdasarkan

penyebabnya antara lain: disebabkan oleh trauma benda tajam (paku, sisa pohon, kawat

pagar dan sebagainya) atau benda tumpul (batu, batang pohon, tali pelana dan

sebagainya). Vulnus saddle druck (luka dipunggung akibat pemasangan pelana yang tidak

sempurna), vulnus strackle (luka di bagian medial kaki), vulnus punctio (luka akibat

16

Page 18: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

tusukan benda tajam), vulnus serrativa (luka akibat goresan kawat), vulnus incisiva (luka

akibat tusukan benda tajam), vulnus traumatica (luka akibat hantaman benda tajam).

Gejala yang tampak di lapang berupa robeknya sebagian kulit, pengerasan daerah

sekitar kulit dan kadang berbau busuk dan eksudat di daerah vulnus menjadi mukopurulen

jika telah berlangsung lama. Eksudat di daerah vulnus yang telah mukopurulen merupakan

indikasi telah terjadi infeksi sekunder dari bakteri lingkungan yang menghasilkan nanah,

misalnya Streptococcus dan Stahpylococcus. Gejala-gejala yang muncul jika tidak segera

ditangani dapat memicu terjadinya miasis.

1. Mekanisme terjadinya luka

Luka insisi (Incised Vulnus), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal

yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah

seluruh pembuluh darah yang luka diikat (ligasi). Luka memar (Contusion Vulnus), terjadi

akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,

perdarahan dan bengkak. Luka lecet (Abraded Vulnus), terjadi akibat kulit bergesekan

dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam. Luka tusuk

(Punctured Vulnus), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk

kedalam kulit dengan diameter yang kecil. Luka gores (Lacerated Vulnus), terjadi akibat

benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat. Luka tembus (PenetratingVulnus),

yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya

kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.

2. Klasifikasi luka

Menurut Tingkat Kontaminasi Terhadap Luka

a. Clean Vulnus (Luka bersih)

Clean Vulnus (Luka bersih) yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi

proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan

urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan

dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka

sekitar 1% – 5%.

17

Page 19: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

b. Clean-contamined Vulnus (Luka bersih terkontaminasi)

          Clean-contamined Vulnus (Luka bersih terkontaminasi) merupakan luka pembedahan

dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,

kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.

c. Contamined Vulnus (Luka terkontaminasi)

Contamined Vulnus (Luka terkontaminasi) termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat

kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi

dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen.

Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.

d. Dirty or Infected Vulnus (Luka kotor atau infeksi)

Dirty or Infected Vulnus (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme

pada luka.

Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya Luka, dibagi menjadi

Stadium I

Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan

epidermis kulit.

Stadium II

Luka Partial Thickness yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan

bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti

abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

Stadium III

Luka Full Thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau

nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati

jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan

fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang

yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

18

Page 20: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

Stadium IV

Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan

adanya destruksi/kerusakan yang luas.

Proses Penyembuhan Luka

Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan proses

peradangan, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling),

kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function).

3. Proses penyembuhannya luka

a. Fase Inflamasi

Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat

perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah

menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan

bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini

kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai

hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga

mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler

vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh

darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler

akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local reflex action dan

adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga

menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari

pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan

keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis.

Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan: eritema, hangat pada kulit, oedema dan

rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

b. Fase Proliferatif          

19

Page 21: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan

menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada

proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur

protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan.

Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat

jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka,

fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian

akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin,

hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun

(rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal

bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh

fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas

sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah

baru yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi.

Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk,

terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk

oleh makrofag dan platelet.

c. Fase Maturasi

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang

lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan

baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai

meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena

pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat

jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10

setelah perlukaan.

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara

kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi

penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan

menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.

20

Page 22: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan

parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses

penyembuhanluka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai

sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka.

Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang

gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus).

4. Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

a. Usia

Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan.

b. Infeksi

Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga

menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran

dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.

c. Hipovolemia

Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya

ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

d. Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap

diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar

hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat

proses penyembuhan luka.

e. Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu

abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel

mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang

disebut dengan nanah (Pus).

f. Iskemia

21

Page 23: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian

tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan

pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi

pada pembuluh darah itu sendiri.

g.    Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi

tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-

kalori tubuh.

5. Pengobatan

Steroid akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap

cedera. Antikoagulan dapat mengakibatkan perdarahan, Antibiotik : efektif diberikan

segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika

diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi

intravaskular.

6. Klasifikasi Penyembuhan          

a. Penyembuhan Primer (sanatio per primam intentionem)

Penyembuhan Primer tertunda atau Penyembuhan dengan jaringan

tertunda yaitu

1. Luka dibiarkan terbuka.

2. Setelah beberapa hari ada granulasi baik dan tidak ada infeksi.

3. Luka dijahit.

4. Penyembuhan.

b. Penyembuhan sekunder (sanatio per secundam intentionem)

1.    Luka diisi jaringan granulasi dimulai dari dasar terus naik sampai penuh

2.    Ephitel menutup jaringan granulasi mulai dari tepi.

3.    Penyembuhan .

22

Page 24: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

DAFTAR PUSTAKA

Courtney Pendleton, Shaan M. Raza, Gary L. Gallia, Alfredo Quinones-Hinojosa (2014). Harvey Cushing’s Early Operative Treatment Of Skull Base Fractures. J Neurol Surg B 2014;75:27–34.

Dodson TB, Jafek WB. Zygomatic, maksillary and orbital fractures. In: Jafek WB, Murrow WB eds. ENT Secrets 3rd ed. Elsevier. Philadelphia; 2005: 334-340 7.

Gao W, Xi JH, Ju NY, Cui GX (2014). Ropivacaine via trans-cricothyroid membrane injection inhibits the extubation response in patients undergoing surgery for maxillary and mandibular fractures. Genetics and Molecular Research, 13(1): 1635-1642.

Guilherme Brasileiro De Aguıar, João Miguel De Almeıda Sılva, Rodrigo Becco De Souza, Marcus André Ac Ioly (2015). Skull Base Fracture Involving The Foramen Spinosum – An Indirect Sign Of Middle Meningeal Artery Lesion: Case Report And Literature Review. Turk Neurosurg 2015, Vol: 25, No: 2, 317-319

Harasen G (2008). Maxillary and mandibular fractures. CVJ, 49: 819-820.

Ji Hwan Jang., Jung Soo Kim. (2014). Pontomedullary Laceration, A Fatal Consequenceof Skull Base Ring Fracture. J. Korean Neurosurg Soc 56 (6) : 534-536, 2014

Kellman MR, Tatum AS. Complex facial trauma with plating. In: Bailey JB, Johnson TJ eds. Head and Neck Surgery - Otolaryngology. 4th ed. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia; 2006 : 1027-1044 8.

Murr HA. Maxillofacial trauma. In: Lalwani KA ed. Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2nd ed. Lange Mc Graw Hill. New York; 2003: 203-213 5.

Prein J. Manual of Internal Fixation in the Cranio-Facial Skeleton. Springer-Verlag.Berlin Heidelberg, New York; 1998 10. Lore MJ, Klotch WD. Fracture of facial bones. In: Lore MJ, Medina EJ eds. An Atlas of Head & Neck Surgery. 4th ed. Elsevier Inc. Philadelphia; 2005: 595-652

Rostini, Intang A, Darwis (2013). Pengaruh penggunaan larutan nacl 0,9% terhadap lama hari rawat pada pasien vulnus laceratum di rumah sakit umum daerah h. Andi sulthan daeng radja kabupaten bulukumba. E-library STIKES Nani Hasanuddin, 2(4): 1-6.

23

Page 25: UJIAN FRAKTUR MANDIBULA

SJ Mathes ed. Facial fracture. In: Plastic Surgery Vol.3, 2nd ed. Elsevier Inc.Philadelphia; 2006: 229-255 4.

Wulandari A, Azis A, Aryanti N. Efektifitas Kesembuhan Luka Pada Penggunaan Rivanol Dengan Povidone Iodine Terhadap Vulnus Laseratum.

Wood R. J,  Jurkiewicz M.J. Plastic and Reconstructive Surgery. In: Schwartz S.I, Shires G.T, Spencer F.C, Daly J.M, Fischer J.E, Galloway A.C. Schwartz Principles of Surgery 7th ed. United States of America:McGraw-Hill Companies Inc. 1999

24