Upload
doanh
View
253
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK METANOL DAUN
SIRSAK (Annona muricata L) TERHADAP LARVA
Artemia salina Leach DENGAN METODE BRINE
SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Oleh:
Nur Zaki Hanifah
NIM: 1111103000075
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam atas segala rahmat dan karunia-
Nya serta shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar
Muhammad SAW. Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi dengan judul “UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK
METANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata L) TERHADAP LARVA
Artemia salina Leach DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY
TEST (BSLT)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Dalam kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. dr. Nurul Hiedayati, Ph. D selaku pembimbing 1 yang selalu membantu,
mengarahkan, menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
membimbing penulis selama proses penelitian dan penyusunan laporan
penelitian ini. dr Nurul, Ph. D juga selaku PJ laboratorium Farmakologi
yang telah memberikan izin penggunaan laboratorium.
4. Ibu Zilhadia, M.Si, Apt selaku pembimbing 2 yang selalu membantu,
mengarahkan, menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
membimbing penulis dalam melakukan penelitian dan penyusunan laporan
penelitian.
vi
5. dr. Alyya Siddiqa, Sp. FK dan drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph. D selaku
penguji sidang laporan penelitian ini.
6. dr. Flori Ratna Sari, Ph. D dan dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS,
FACS selaku penanggung jawab riset PSPD angkatan 2011 dan 2012.
7. Ibu Puteri Amelia, M. Farm, Apt selaku PJ laboratorium Farmakognosi
dan Fitofarmaka, Ibu Eka Putri, M.Si, Apt selaku PJ laboratorium
Penelitian 1, Ibu Endah Wulandari, M.Biomed selaku PJ laboratorium
Biokimia, dan Ibu Zeti Harriyati, M.Biomed selaku PJ laboratorium
Biologi yang telah memberikan izin untuk menggunakan laboratorium.
8. Mas Rachmadi, Mbak Rani, Kak Lisna, Mbak Ai, dan Mbak Lilis selaku
laboran yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama proses
penelitian.
9. Pihak-pihak lembaga luar yaitu Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya
Bogor LIPI yang telah bersedia memberikan surat determinasi, Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat yang telah membantu dalam
pengeringan dan penghalusan sampel sehingga menjadi serbuk simplisia,
dan Bapak Suwedi yang telah memberikan sampel daun sirsak yang
digunakan pada penelitian ini.
10. Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan yang
telah memberikan beasiswa kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini.
11. Kedua orang tua Bapak Drs. Supomo dan Ibu Siti Kusmiatun serta adik-
adik penulis Nur Kholis Hanifah, Nur Arif Majid, dan Ahmad Hammam
Burhanudin yang telah memberikan limpahan kasih sayang, doa, dan
dukungan sepanjang hidup penulis.
12. Feby Wulandari, Tazkiyatul Firdaus, Rona Qurrotul Aina yang membantu
dalam melakukan penelitian.
13. Teman-teman PSPD 2011 dan 2012 yang telah berjuang bersama dan
memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan
penelitian ini, serta pihak lain tidak bisa disebutkan satu per satu.
vii
Tidak ada harapan dari penulis, semoga dengan terselesaikannya laporan
penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri maupun
pembaca. Penulis menyadari laporan penelitian ini jauh dari kesempurnaan,
karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 1 Oktober 2015
Penulis
viii
ABSTRAK
Nur Zaki Hanifah. Program Studi Pendidikan Dokter. Uji Toksisitas Akut Ekstrak
Metanol Daun Annona muricata L Terhadap Larva Artemia salina Leach Dengan
Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2015
Sirsak (Annona muricata L) termasuk famili Annonaceae yang telah dikenal
sebagai tumbuhan obat. Daun Annona muricata L mengandung alkaloid, tannin,
dan beberapa kandungan kimia lainnya termasuk acetogenin yang diduga
memiliki potensi sitotoksik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
potensi toksisitas akut ekstrak metanol daun Annona muricata L terhadap larva
Artemia salina Leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) yang
ditunjukkan dengan nilai LC50. Penelitian eksperimental ini menggunakan 4
konsentrasi perlakuan (15 ppm, 10 ppm, 5 ppm, dan 2,5 ppm) dan 1 kontrol
negatif dengan 3 kali pengulangan. Larva Artemia salina Leach yang digunakan
berjumlah 150 ekor dengan masing-masing 10 ekor larva untuk tiap konsentrasi.
Kematian larva dihitung setelah 24 jam perlakuan. Berdasarkan analisis probit,
nilai LC50 dari ekstrak daun Annona muricata L adalah 4, 187 ppm. Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun Annona muricata L memiliki potensi
toksisitas akut terhadap larva Artemia salina Leach karena LC50 <1000 ppm.
Kata Kunci: Annona muricata L, Uji Toksisitas Akut, Artemia salina Leach,
BSLT, LC50
ABSTRACT
Nur Zaki Hanifah. Medical Education Study Program. Acute Toxicity Test Of
Methanol Extract Of Annona muricata L Leaves Toward Artemia salina Leach
Using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Method. 2015
Soursop (Annona muricata L) belongs to Annonaceae family, has been known as
herbal plant. Annona muricata L leaves contains alkaloids, tannin, and several
other chemical constituents, including acetogenin that allegedly to have cytotoxic
potential. This goal of this research was to find out acute toxicity potency of
methanol extract of Annona muricata L leaves toward Artemia salina Leach using
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method which is shown by LC50 value. This
experimental research was done by using 4 consentration treatments (15 ppm, 10
ppm, 5 ppm, and 2,5 ppm) and 1 negative control with 3 times replication. Total
samples were 150 Artemia salina Leach larvae with 10 larvae for each
consentration. Death larvae was calculated 24 hours after treatment. According
probit analysis, the LC50 value of methanol extract of Annona muricata L was
4,187 ppm. It means that methanol extract of Annona muricata L leaves had acute
toxicity potency toward Artemia salina Leach because LC50 <1000 ppm.
Keywords: Annona muricata L, Acute Toxicity Test, Artemia salina Leach,
BSLT, LC50
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ....................................................................................... 1
1.2. Rumusan masalah .................................................................................. 3
1.3. Tujuan penelitian ................................................................................... 3
1.3.1. Tujuan umum .............................................................................. 3
1.3.2. Tujuan khusus ............................................................................. 3
1.4. Manfaat penelitian ................................................................................. 3
1.4.1. Bagi masyarakat ......................................................................... 3
1.4.2. Bagi institusi ............................................................................... 3
1.4.3. Bagi peneliti ................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan teori ....................................................................................... 5
2.1.1. Obat tradisional ........................................................................... 5
2.1.2. Tumbuhan Annona muricata L ................................................... 7 2.1.2.1. Klasifikasi sirsak (Annona muricata L) .................................. 7
2.1.2.2. Morfologi sirsak (Annona muricata L) .................................. 8
2.1.3. Annonaceous acetogenin ...................................................................... 11
2.1.4. Ekstraksi ............................................................................................... 13
2.1.5. Uji toksisitas ............................................................................... 15
2.1.6. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) .......................................... 16
2.1.7. Artemia salina Leach .................................................................. 17
2.1.7.1. Taksonomi Artemia salina Leach ............................................ 17
2.1.7.2. Ekologi spesies ........................................................................ 18
2.1.7.3. Deskripsi .................................................................................. 19
2.1.7.4. Siklus hidup ............................................................................. 19
2.1.7.5. Alasan penggunaan Artemia salina Leach sebagai hewan uji . 21
2.1.8. Pelarut ......................................................................................... 23
2.2. Kerangka teori ........................................................................................ 24
2.3. Kerangka konsep ................................................................................... 25
2.4. Definisi operasional .............................................................................. 26
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Desain penelitian ................................................................................... 27
x
3.2. Lokasi dan waktu penelitian .................................................................. 27
3.3. Populasi dan sampel .............................................................................. 27
3.3.1. Populasi ...................................................................................... 27
3.3.2. Sampel ........................................................................................ 27
3.3.2.1. Kriteria inklusi ................................................................ 27
3.3.2.2. Kriteria eksklusi .............................................................. 27
3.3.3. Besar sampel ............................................................................... 28
3.3.4. Cara pengambilan sampel ........................................................... 28
3.4. Determinasi tanaman ............................................................................. 28
3.5. Bahan yang diuji ................................................................................... 28
3.6. Alat dan bahan penelitian ...................................................................... 28
3.6.1. Alat penelitian ............................................................................. 28
3.6.2. Bahan penelitian ......................................................................... 29
3.7. Cara kerja penelitian ............................................................................. 29
3.7.1. Persiapan dan pembuatan simplisia ............................................ 29
3.7.2. Pembuatan ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) ................ 29
3.7.3. Penetasan larva udang ................................................................ 30
3.7.4. Persiapan larutan sampel yang akan diuji ................................... 31
3.7.5. Prosedur uji toksisitas dengan metode BSLT ............................. 31
3.8. Alur penelitian ....................................................................................... 33
3.9. Pengolahan dan analisis data ................................................................. 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil ekstraksi daun Annona muricata L .............................................. 35
4.2. Hasil uji toksisitas akut dengan metode BSLT ..................................... 36
4.3. Nilai LC50 .............................................................................................. 38
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan ............................................................................................... 42
5.2. Saran ...................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 42
LAMPIRAN ................................................................................................ 47
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perbedaan obat tradisional/obat herbal dengan obat modern ...... 5
Tabel 2.2. Modalitas reproduksi Artemia salina ........................................... 19
Tabel 3.1. Data konsentrasi ekstrak pada well plate ..................................... 32
Tabel 4.1. Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak metanol daun Annona
muricata L terhadap larva Artemia salina Leach ......................... 37
Tabel 4.2. Perhitungan nilai LC50 dengan metode probit ............................. 38
Tabel 6.1. Tabel transformasi persen-probit ................................................ 54
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Buah sirsak .............................................................................. 8
Gambar 2.2. Daun dan batang sirsak ........................................................... 9
Gambar 2.3. Bunga dan bagian-bagian bunga sirsak ................................... 10
Gambar 2.4. Klasifikasi annonaceous acetogenin ........................................ 11
Gambar 2.5. Artemia salina .......................................................................... 18
Gambar 2.6. Karakteristik anatomi nauplia Artemia salina .......................... 20
Gambar 2.7. Karakteristik anatomi Artemia salina dewasa .......................... 21
Gambar 3.1. Bagan alur penelitian ............................................................... 33
Gambar 4.1. Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak metanol daun Annona
muricata L terhadap larva Artemia salina Leach ..................... 38
Gambar 4.2 Grafik regresi linier ekstrak metanol daun sirsak (Annona
muricata L) terhadap nilai probit ............................................. 39
Gambar 6.1. Surat keterangan determinasi tanaman ..................................... 50
Gambar 6.2. Daun Annona muricata L sebelum dikeringkan ...................... 51
Gambar 6.3. Serbuk simplisia daun Annona muricata L sebanyak 572 g .... 51
Gambar 6.4. Proses maserasi daun Annona muricata L ............................... 51
Gambar 6.5. Penyaringan filtrat hasil maserasi ............................................ 51
Gambar 6.6. Destilasi pelarut metanol .......................................................... 52
Gambar 6.7. Hasil destilasi metanol ............................................................. 52
Gambar 6.8. Filtrat maserat yang telah disaring ........................................... 52
Gambar 6.9. Evaporasi menggunakan rotary evaporator ............................. 52
Gambar 6.10. Ekstrak kental metanol daun Annona muricata L sebanyak
57 gram ................................................................................... 53
Gambar 6.11. Larutan induk 2000 ppm dihomogenkan menggunakan hot
plate stirrer ............................................................................. 53
Gambar 6.12. Penetasan larva Artemia salina Leach ................................... 53
Gambar 6.13. Konsentrasi ekstrak metanol daun Annona muricata L ......... 53
Gambar 6.14. Uji BSLT ................................................................................ 53
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan konsentrasi ekstrak metanol daun
Annona muricata L dan nilai LC50 ........................................... 47
Lampiran 2. Surat keterangan determinasi tanaman ..................................... 50
Lampiran 3. Alat dan bahan penelitian ......................................................... 51
Lampiran 4 Tabel transformasi persen-probit ............................................. 54
Lampiran 5 Riwayat penulis ........................................................................ 56
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC),
perwakilan WHO khusus kanker, diperkirakan terdapat 14,1 juta kasus baru
kanker dan 8,2 juta kematian akibat kanker pada tahun 2012. Jumlah tersebut
meningkat dibandingkan dengan tahun 2008 dimana terdapat 12,7 juta kasus baru
dan 7,6 juta kematian.1
Di Indonesia, kanker dan Penyakit Tidak Menular (PTM)
kronis lain merupakan 63 % penyebab kematian di seluruh dunia dengan
mortalitas mencapai 36 juta jiwa per tahun.2 Untuk PTM prioritas yang
dikendalikan program-program pengendalian di Direktorat Pengendalian Penyakit
Tidak Menular, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (P2PL), kanker merupakan penyebab kematian kedua setelah
penyakit jantung pada kasus rawat inap dari tahun 2009-2010.3
Banyak cara yang dilakukan untuk untuk mengobati kanker, dengan cara
medis maupun tradisional. Melalui medis, dapat dilakukan dengan operasi,
kemoterapi, dan radiasi. Namun melalui cara medis memiliki banyak efek
samping, sehingga masyarakat mulai menggunakan obat tradisional sebagai
alternatif antikanker.4
Selain itu, perkembangan obat dari bahan alam memiliki kecenderungan
yang tinggi di negara berkembang seperti Indonesia karena harganya lebih
terjangkau, tersedia dalam jumlah cukup dibandingkan obat sintesis yang
harganya sering berada di luar jangkauan masyarakat berpenghasilan rendah.
Kecenderungan umum untuk kembali ke alam juga terlihat di seluruh dunia. Hal
ini dapat diketahui dari meningkatnya obat bahan alam dan obat tradisional (India,
Cina, Korea). Berbagai pusat penelitian ini menggunakan metode ilmiah terbaru
untuk menganalisis bahan aktif dari tanaman dan untuk menemukan obat baru dari
2
bahan alam yang aktif secara biologis.5 Salah satu obat tradisional yang dipercaya
sebagai antikanker adalah sirsak.4
Tanaman sirsak termasuk famili Annonaceae dan memiliki aktivitas
farmakologi seperti antikanker. Secara umum tanaman famili Annonaceae dapat
dibedakan dari bentuk buahnya. McLaughlin (1995) melaporkan bahwa tanaman
famili Annonaceae mengandung banyak senyawa acetogenin. Acetogenin
merupakan senyawa metabolit sekunder yang secara alami terbentuk dalam
tumbuhan, yang secara spesifik menyerang sel kanker tanpa memengaruhi sel
normal pada makhluk hidup. Penelitian mengenai khasiat daun sirsak dalam
mengatasi sel kanker di Indonesia telah diteliti oleh Prof. Solaksono
Sastrodihardjo dan Dr. Jerry Mc Laughlin pada tahun 1995. Hasil penelitian
tersebut menemukan beberapa senyawa aktif yang termasuk ke dalam
annonaceous acetogenins. Beberapa senyawa turunan acetogenin yang ditemukan
adalah acetogenin-muricatocin A, muricatocin B, annonacin A, trans-
isoannonacin, annonacin-10-one, dan muricatocin. Senyawa-senyawa aktif
tersebut ditemukan di dalam daun dan batang sirsak yang ternyata mampu
membunuh lebih dari 12 jenis sel kanker.6
Penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Monica Wijaya (2012) dan R.
Juliani (2014) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun sirsak memiliki efek
sitotoksik yang tinggi dengan nilai LC50 masing-masing sebesar 3,062 dan 0,85
ppm.4,7
Salah satu metode untuk uji sitotoksik adalah Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT). Metode ini telah terbukti memiliki korelasi dengan aktivitas antikanker
dan memiliki tingkat kepercayaan hingga 95 %.8 Selain itu metode ini juga mudah
dikerjakan, murah, cepat, cukup akurat, dan hanya menggunakan sejumlah kecil
material uji.9,10
` Penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi toksisitas akut daun sirsak
yang diperoleh dari kebun warga di desa Tinggarjaya, kecamatan Jatilawang,
Banyumas, Jawa Tengah. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Monica Wijaya dan R. Juliani terletak pada lokasi asal sampel
daun sirsak dan metode ekstraksi.Dengan demikian, dilakukan uji toksisitas akut
3
ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricata L) terhadap Artemia salina Leach
dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana aktivitas toksisitas akut ekstrak metanol daun sirsak (Annona
muricata L) terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT)?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui aktivitas toksisitas akut ekstrak metanol daun
sirsak (Annona muricata L) terhadap larva Artemia salina Leach.
1.3.2. Tujuan khusus
a. Menentukan data persentase kematian larva Artemia salina Leach
setelah pemberian ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricata L)
b. Menentukan nilai LC50 ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricata
L) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
1.4. Manfaat Penelitian
1.4. 1. Bagi Masyarakat
a. Menambah sumber informasi bagi masyarakat mengenai aktivitas
toksisitas daun sirsak (Annona muricata L).
b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai manfaat tanaman
bagi kesehatan.
1.4. 2. Bagi Institusi
a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya data ilmiah mengenai
penggunaan obat herbal dari tumbuhan.
b. Penelitian ini dapat menambah sumber referensi di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4
1.4. 3. Bagi Peneliti
a. Penelitian ini menjadi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana
kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Memperoleh suatu pengalaman dalam bidang penelitian eksperimental
terutama dalam bidang kesehatan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Obat Tradisional
Di Indonesia, obat tradisional tidak hanya digunakan di desa yang jauh
dari fasilitas kesehatan dan obat modern sulit didapat, namun juga digunakan di
kota besar yang memiliki fasilitas kesehatan lengkap dan obat modern mudah
didapatkan.11
Definisi obat tradisional ialah bahan atau ramuan bahan yang berasal
dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan
tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.12
Jamu adalah obat tradisional Indonesia.13
Tabel 2.1. Perbedaan obat tradisional/obat herbal dengan obat modern
Obat modern Obat tradisional/obat herbal
Kandungan senyawa
kimia
Satu atau beberapa di-
murnikan/ sintetik
Campuran banyak senyawa
alami
Zat aktif Jelas Sering tidak diketahui atau
tidak pasti
Kendali mutu Relatif mudah Sangat sulit
Efektivitas dan
keamanan
Ada bukti ilmiah, uji klinik Umumnya belum ada bukti
ilmiah/uji klinik
Sumber: Dewoto, 2007
Agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan kesehatan formal/
profesi dokter, maka hasil data empirik harus didukung bukti ilmiah adanya
khasiat dan keamanan penggunaannya pada manusia. Tahapan pengembangan
obat tradisional menjadi fitofarmaka adalah sebagai berikut:
a. Tahap Seleksi
Sebelum dimulai penelitian, perlu dilakukan pemilihan jenis obat tradisional
dengan pertimbangan sebagai berikut:
Khasiatnya diharapkan untuk mengobati penyakit yang secara
epidemiologi berada pada urutan atas.
Berdasarkan pengalaman mempunyai khasiat untuk penyakit tertentu.
6
Dapat digunakan sebagai alternatif jarang untuk penyakit tertentu,
misalnya AIDS atau kanker.11
b. Tahap Uji Preklinik
Uji preklinik dilakukan dengan cara in vitro atau in vivo. Bentuk sediaan dan
cara pemberian pada hewan uji disesuaikan dengan rencana pemberian pada
manusia. Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk
mengetahui efek farmakodinamik dan mempelajari mekanisme kerja dalam
menimbulkan efek. Selain untuk melihat efek farmakodinamik, uji preklinik
juga digunakan untuk melihat toksisitas suatu obat tradisional.11
c. Standarisasi Sederhana, Penentuan Identitas dan Pembuatan Sediaan
Terstandar
Pada tahap ini dilakukan standarisasi simplisia, penentuan identitas, dan
menentukan bentuk sediaan yang sesuai. Beberapa hal yang mempengaruhi
efek obat tradisional yang ditimbulkan yaitu: bentuk sediaan obat tradisional,
proses pengolahan, segar/ kering bahan, prosedur ekstraksi, dan jenis pelarut
yang digunakan dalam ekstraksi.11
d. Uji Klinik
Uji klinik dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan khasiat dan
keamanannya untuk menjadi fitofarmaka. Gold standard uji klinik
menggunakan desain randomized double-blind controlled clinical trial.
Sebelum dilakukan pada manusia, uji klinik harus terbukti aman dan
mempunyai khasiat pada uji preklinik. Pembagian fase dalam uji klinik yaitu:
Fase I bertujuan untuk menguji keamanan dan tolerabilitas obat
tradisional, dilakukan pada sukarelawan sehat.
Fase II awal dilakukan pada pasien dengan jumlah terbatas, tanpa
menggunakan pembanding.
Fase III akhir dilakukan pada pasien dengan jumlah terbatas,
menggunakan pembanding. Fase III merupakan uji klinik definitif.
Fase IV bertujuan untuk melihat efek samping yang lambat atau jarang
muncul, dilakukan setelah pemasaran.11
7
Tingginya efek samping obat sintesis mendorong pencarian bahan baku
obat dari alam. Nilai tukar rupiah yang rendah membuat harga bahan obat sistesis
naik tak terkendali, karena sebagian besar obat sintesis masih diimpor. Baik
negara maju maupun berkembang seperti Indonesia dalam dekade ini terlihat
kecenderungan back to nature.14
Pemilihan tanaman yang akan diteliti untuk mencari obat dari alam dapat
dilakukan melalui dua pendekatan yaitu berdasarkan aktivitas biologik dan
berdasarkan kemotaksonomi. Berdasarkan aktivitas biologik dapat dilakukan
dengan mencari informasi khasiat yang terbukti empiris. Informasi ini dapat
diperoleh dari masyarakat, referensi obat tradisional, atau hasil penelitian
sebelumnya. Berdasarkan kemotaksonomi dilakukan dengan menetapkan
hipotesis berdasarkan kesamaan genus atau famili dengan tanaman lain yang
mempunyai efek biologis.14
2.1.2. Tumbuhan Annona muricata L
2.1.2.1. Klasifikasi Sirsak (Annona muricata L)
Sirsak atau Annona muricata L sering disebut nangka belanda, durian
belanda, atau nangka seberang. Tanaman yang masih satu famili dengan sirsak
ialah kenanga (Canangium odoratum) atau ilang-ilang. Sementara tanaman lain
yang termasuk ke dalam genus Annonaceae ialah Annona squamosa L. (sirkaya
atau custrard apple), Annona reticulate L. (kemulwa, buah nona, atau bullock’s
heart), Annona montana L. (sirsak bali atau kemulwa gunung), dan Annona
diversifolia L. (buah ilama atau sirsak hutan). Contoh jenis sirsak hutan adalah
sirsak sabun atau sirsak irian.15
Susunan taksonomi tanaman sirsak sebagai berikut.
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio: Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Ranales
Famili : Annonaceae
8
Genus : Annona
Spesies : Annona muricata L.15
Gambar 2.1.Buah sirsak
Sumber: Sunarjono, 2005
Dua jenis sirsak yang dikenal di Indonesia yaitu sirsak manis (zoetzak) dan
sirsak asam (zuurzak). Kedua tanaman tersebut susah dibedakan dari
morfologisnya. Perbedaannya hanya dapat diketahui dari uji organoleptik (uji
rasa) atau dengan BRix. Sirsak manis umumnya mengandung gula 68 % dari total
bahan pelarut (TSS) dengan bagian daging yang dapat dimakan (edible pulp)
sebesar 67,5 %. Sirsak manis disebut juga sirsak ratu.15
2.1.2.2. Morfologi Sirsak (Annona muricata L)
Sirsak merupakan tanaman buah tropis yang bersifat tahunan (perennial).
Umurnya tidak lebih dari 20 tahun. Tanaman sirsak tersebut berbentuk semak,
tingginya tidak lebih dari 4 meter.15
a. Daun
Daun sirsak berbentuk bulat panjang dengan ujung runcing dan tepi rata.
Warna daun bagian atas hijau tua, sedangkan bawah hijau kekuningan. Daun
9
sirsak tebal dan agak kaku menyirip atau tegak pada urat daun utama.15,16
Daunnya mengandung senyawa tanin, kalsium oksalat, fitosterol, alkaloid
murisin, monotetrahidrofuran asetogenin, seperti anomurisin A dan B,
gigantetrosin A, annonasin-10-one, murikatosin A dan B, annonasin dan
goniotalamisin.17
Gambar 2.2. Daun dan batang sirsak
Sumber: Sunarjono, 2005
b. Batang
Batang sirsak umumnya kecil, tetapi agak liat sehingga tidak mudah patah.
Dibandingkan dengan pohon sirkaya, pohon sirkaya berkayu keras, bercabang
sedikit, arah cabangnya tidak menentu.15
c. Bunga
Tanaman sirsak mampu berbunga tunggal sepanjang tahun. Bunganya
besar, muncul pada ketiak daun, cabang, ranting, dan ujung cabang. Aroma bunga
sirsak tidak sedap sehingga pada saat mencari madu, lebah jarang membantu
penyerbukan. Bunga sirsak mempunyai tangkai pendek. Kelopak terdiri dari tiga
sepalum yang berukuran kecil dan tebal. Daun kelopak berwarna hijau tua sampai
hijau kekuningan.15
Daun mahkota berwarna hijau muda. Jumlah daun mahkota 4 helai, terbagi
dalam 2 lapis. Tiga daun mahkota lapis luar lebih lebar dan tebal, sedangkan tiga
daun mahkota lapis dalam lebih kecil. Daun mahkota bagian dalam berseling
dengan daun mahkota bagian luar.15
10
Bunga sirsak termasuk bunga sempurna, artinya mempunyai kelamin 2.
Jarang ada yang mempunyai kelamin 1. Bakal buah (ovarium) yang jumlahnya
banyak masing-masing mengandung bakal biji (ovulum) yang banyak juga. Bakal
buah mempunyai putik yang terdiri dari tangkai putik (stilus) dan kepala putik
(stigma). Keseluruhan organ betina ini disebut genaecium. Organ jantan
(androecium) terdiri dari benang sari (polen). Jumlah benangsari yang banyak
mengelilingi bakal buah sengan tangkai sari (filamentum) yang pendek. Tepung
sarinya berwarana kuning dan agak bergetah. Bunga sirsak kebanyakan
melakukan penyerbukan silang.15
Gambar 2.3. Bunga dan bagian-bagian bunga sirsak
Sumber: Sunarjono, 2005
d. Buah
Umumnya buah sirsak berbentuk lonjong, berduri halus, dan lunak.
Buahnya membesar dari perkembangan banyak bakal buah sehingga disebut buah
majemuk. Biji buah saling berhimpitan dan kehilangan batas antar buah. Daging
buah berwarna putih, yang dapat dimakan disebut pseudocarp. Rasa buah bisa
masam sampai manis. Biji buah yang telah tua berwarna hitam kecoklatan dan
gepeng.15,16
Daging buahnya mengandung serat dan vitamin, kandungan zat gizi
terbanyak dalam buah sirsak adalah karbohidrat.18
e. Akar
Akar tanaman ini cukup dalam, dapat menembus sampai kedalaman 2
meter. Akar sampingnya cukup banyak dan kuat sehingga baik untuk korservasi
11
lahan yang miring karena mencegah erosi.15
Akar pohon sirsak berwarna coklat
muda, bulat dengan perakaran tunggang.16
2.1.3. Annonaceous acetogenin
Annonaceous acetogenin hanya ditemukan pada famili Annonaceae.
Khasiat Annonaceous acetogenins antara lain sebagai antitumor, antiparasit,
antihelmintik, antiprotozoa, antimikroba, dan pestisidal.19
Annonaceous acetogenin merupakan suatu kelompok fitokimia yang
mengandung poliketida. Kebanyakan acetogenin adalah derivat rantai panjang
asam lemak (C32 atau C34) dan asam carboxylic terminal yang dikombinasi
dengan 2 unit propanolol pada posisi C2 untuk membentuk methylsubstituted α,β-
unsaturated-γ-lactone.20
Struktur annonaceous acetogenin adalah sebagai berikut.
Gambar 2.4. Klasifikasi annonaceous acetogenin
Sumber: Alali et al, 1999
Annonaceous acetogenin terdiri dari annocatalin, annohexocin,
annomonicin, annomontacin, annomuricatin A & B, annomuricin A thru E,
annomutacin, annonacin, (multiple iso, cis, one, etc.), annonacinone,
annopentocin A thru C, cis-annonacin, cis-corossolone, cohibin A thru D,
12
corepoxylone, coronin,corossolin, corossolone, donhexocin, epomuricenin A & B,
gigantetrocin, gigantetrocin A & B, gigantetrocinone, gigantetronenin,
goniothalamicin, isoannonacin, javoricin, montanacin, montecristin, muracin A
thru G, muricapentocin, muricatalicin, muricatalin, muri-catenol, muricatetrocin
A & B muricatin D, muricatocin A thru C muricin H, muricin I, muricoreacin,
murihexocin 3, murihexocin A thru C, murihexol, murisolin, robustocin,
rolliniastatin 1 & 2, saba-delin, solamin, uvariamicin I & IV, xylomaticin.19,21
Mayoritas annonaceous acetogenin yang ditemukan memiliki sifat
sitotoksik terhadap sel kanker dan menunjukkan aktivitas imunosupresif.
Mekanisme sitotoksik acetogenin melalui: 1) Menghambat oksidase dari NADH
di membran plasma pada sel kanker sehingga ATP yang dihasilkan akan menurun;
2) Menghambat komplek I (NADH : ubiquimone oxidoreduktase) dalam system
transport electron di mitokondria dan menghambat fosforilasi oksidasi sehingga
pertumbuhan sel kanker terhambat; 3) Menghambat sel kanker yang multidrug
resistant. Meningkatkan ekspresi dari plasma membrane pump, P-glycoprotein
yang berkontribusi terhadap multidrug resistant. Pompa meningkatkan eliminasi
dari kandungan antikanker sebelum kandungan tersebut dapat berpengaruh
terhadap sel kanker. Dua tempat ATP berikatan pada intraselular ditemukan pada
P-glycoprotein, dan aktivitas pompa membutuhkan ATP. Acetogenin, melalui
penurunan ATP, dapat menurunkan aktivitas atau mematikan pompa P-
glycoprotein; 4) Sel kanker pada siklus sel fase S lebih rentan terhadap acetogenin
annonacin. Annonacin mampu mengistirahatkan siklus sel pada fase G1 dan
menghambat progresi fase S. Annonacin juga meningkatkan ekspresi p53 dan
p21; 5) Acetogenin annonacin memicu apoptosis sel dengan cara meningkatkan
ekspresi Bax dan Bad, tetapi tidak Bcl-2 atau Bcl-xL.22
Pada studi in vitro telah diketahui bahwa acetogenin yang diisolasi dari
daun sirsak berguna melawan berbagai sel, yaitu human hepatoma hep G, prostate
adenocarcinoma PC-3, pancreatic carcinoma PACA-2, murine leukemia L1210
dan P388 leukemia, human breast adenocarcinoma MDA-MB231 dan carcinoma
MCF-7, human lung carcinoma A-549, dan human colon cancer HT-29.
Berdasarkan Nasional Cancer Institute dan Nasional Institute of Health (NIH),
annonaceous acetogenins dapat secara selektif menghambat pertumbuhan sel
13
kanker dan juga menghambat pertumbuhan sel tumor yang resisten terhadap
kemoterapi contohnya adriamycin.23
2.1.4. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.24
Sediaan yang
diperoleh melalui cara ekstraksi disebut ekstrak.5 Ada beberapa metode ekstraksi,
yaitu:
a. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut, dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu
cara dingin dan cara panas.
Cara dingin
Maserasi
Maserasi dilakukan dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penambahan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya.24
Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
terjadi penyaringan sempurna yang umumnya dilakukan pada
temperatur kamar. Tahapan perkolasi terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, maserasi antara, perkolasi sebenarnya
(penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat).24
Cara panas
Refluks
Teknik ekstraksi ini menggunakan pelarut pada temperatur titik
didihnya selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik.24
Digesti
Digesti merupakan maserasi dengan pengadukan kontinu pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar yaitu pada 40-50º
C.24
14
Infus
Infus menggunakan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 90ºC)
selama 15-20 menit.5,24
Dekok
Dekok hampir sama dengan infus, menggunakan temperatur sampai
titik didih air (90ºC - 98ºC), namun waktu ekstraksi selama 30
menit.5,24
Soxhlet
Sohxlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru dan
jumlah pelarut relatif konstan sehingga terjadi proses ekstraksi kontinu
dengan adanya pendingin balik. Metode ini dilakukan dengan alat
khusus.24
b. Destilasi uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak
atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa
tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara
kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran
(senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama
senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.24
c. Cara ekstrak lainnya
Ekstraksi berkesinambungan
Proses ekstraksi yang dilakukan berulangkali dengan pelarut yang berbeda
atau resirkulasi cairan pelarut. Tujuan proses ini dilakukan yaitu untuk
meningkatkan efisiensi (jumlah pelarut) dan dirancang untuk sejumlah
besar bahan yang terbagi dalam beberapa bejana ekstraksi.24
Superkritikal karbondioksida
Cara ekstraksi ini pada prinsipnya menggunakan karbondioksida. Dengan
variabel tekanan dan temperatur akan diperoleh spesifikasi kondisi
polaritas tertentu yang sesuai untuk melarutkan golongan senyawa
kandungan tertentu. Mudahnya penguapan karbondioksida menyebabkan
15
penghilangan cairan pelarut mudah dilakukan, sehingga hampir langsung
diperoleh ekstrak.24
Ekstraksi Ultrasonik
Getaran ultrasonik (> 20.000 Hz) memberikan pengaruh pada proses
ekstrak dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel,
menimbulkan gelembung spontan sebagai stress dinamik serta
menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi
getaran, kapasitas alat dan lama proses ultrasonikasi.24
Ekstraksi energi listrik
Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet serta
electric-discharges yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan
hasil dengan prinsip menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan
gelombang tekanan berkecepatan ultrasonik.24
2.1.5. Uji Toksisitas
Pengujian toksisitas biasanya dibagi menjadi tiga kelompok:
a. Uji toksisitas akut
Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak
satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu beberapa jam.25
b. Uji toksisitas jangka pendek (subkronis)
Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia tersebut berulang-ulang,
biasanya setiap hari atau 5 kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih
10 % masa hidup hewan, yaitu 3 bulan untuk tikus dan 1 atau 2 tahun untuk
anjing. Namun, beberapa peneliti menggunakan jangka waktu yang lebih
pendek, misalnya pemberian zat kimia selama 14 dan 28 hari.25
c. Uji toksisitas jangka panjang (kronis)
Percobaan jenis ini mencakup pemberian zat kimia secara berulang selama 3-6
bulan atau seumur hidup hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan
untuk tikus, dan 7-10 tahun untuk anjing dan monyet. Memperpanjang
percobaan kronis lebih dari 6 bulan tidak akan bermanfaat, kecuali untuk
percobaan karsinogenik.25
16
Uji toksisitas jangka panjang salah satu contohnya yaitu penelitian
teratogenik. Penelitian teratogenik dapat berlangsung terus sampai beberapa
generasi. Penelitian ini umumnya dilakukan pada 2 jenis spesies binatang,
masing-masing minimal selama 90 hari, dengan menggunakan sedikitnya 3
tingkatan dosis, satu di antaranya untuk menentukan level (tingkatan) dosis
terkecil yang memberikan efek toksik. Penggunaan binatang lebih dari satu
spesies dimaksudkan untuk dapat meliputi semua reaksi atau efek samping yang
tidak terlihat pada satu spesies, mungkin terlihat pada spesies lain.26
Berbeda dengan percobaan toksisitas akut yang terutama mencari efek
toksik, maksud utama percobaan toksisitas kronis ialah menguji keamanan obat.
Penafsiran keamanan obat untuk manusia dapat dilakukan melalui serangkaian
percobaan toksisitas terhadap hewan. Dikatakan penafsiran karena data dari
hewan tidak dapat diekstrapolasikan begitu saja tanpa mempertimbangkan segala
faktor yang membedakan antara hewan dan manusia.25
2.1.6. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode untuk
menguji bahan-bahan yang bersifat toksik dan digunakan sebagai suatu bioassay
yang pertama untuk penelitian bahan alam9 dan sebagai agen antitumor, pestisida,
dan skrining ekstrak tumbuhan untuk aktivitas farmakologi.27
Uji toksisitas
dengan metode BSLT ini merupakan uji toksisitas akut. Prosedurnya dengan
menentukan nilai LC50 dari aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva
Artemia salina Leach.9
Teknik ini cepat, sederhana (tindakan aseptik tidak diperlukan), mudah,
tidak mahal, dan menggunakan sejumlah kecil material uji (2-20 mg atau kurang).
BSLT digunakan untuk memprediksi aktivitas toksisitas dan pestisidal.29
Korelasi
positif ditunjukkan antara toksisitas BSLT dengan aktivitas antitumor dari
tanaman27
dan sitotoksisitas pada sel 9 KB (karsinoma nasofaringeal manusia)
dan tumor solid lain, seperti pada sel P388 (leukemia in vivo).28
Beberapa kelebihan dari uji toksisitas dengan BSLT diantaranya:
17
a. Metode penapisan farmakologi awal yang mudah, cepat, dan relatif tidak
mahal
b. Metode yang telah teruji hasilnya dengan tingkat kepercayaaan 95 %
untuk mengamati toksisitas suatu senyawa dalam ekstrak kasar tumbuhan.
c. Metode ini sering digunakan dalam tahap awal isolasi senyawa toksik
yang terkandung dalam suatu ekstrak.
d. Metode ini sering dihubungkan sebagai metode penapisan untuk mencari
senyawa antikanker dari tumbuhan.29
BSLT menggunakan larva (nauplia) Artemia salina Leach digunakan
sebagai hewan coba. Jumlah kematian larva dihitung setelah 24 jam perlakuan dan
hasilnya dinilai sebagai LC50 atau LD50, dosis yang dibutuhkan untuk membunuh
50 % larva.30
Tolak ukur atau parameter yang digunakan untuk menunjukkan
adanya aktivitas biologi suatu senyawa pada Artemia salina Leach yaitu dengan
menghitung jumlah kematian larva udang akibat pemberian senyawa dengan
konsentrasi yang telah ditetapkan. Hasil uji dikatakan efektif terhadap larva
Artemia salina Leach apabila ekstrak yang diujikan menyebabkan 50 % kematian
pada kurang dari 1000 ppm.29
Apabila suatu ekstrak tanaman bersifat toksik
menurut harga LC50 dengan metode BSLT, maka tanaman tersebut dapat
dikembangkan sebagai obat antikanker. Hal ini disebabkan karena terdapat
hubungan antara sitotoksisitas dan BSLT pada ekstrak tanaman yang diteliti.31
2.1.7. Artemia salina Leach
2.1.7.1. Taksonomi Artemia salina Leach
Artemia adalah jenis Crustacea tingkat rendah dari phyilum Arthropoda
yang banyak mengandung nutrisi terutama protein dan asam-asam amino. Dalam
dunia hewan Artemia atau brine shrimp adalah merupakan makrozooplankton
yang diklasifikasikan dalam:
Kingdom : Animalia
Philum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
18
Sub kelas : Branchiopoda
Ordo : Anostraca
Famili : Artemiidae
Genus : Artemia
Species : Artemia salina (Linnaeus, 1758)32
Gambar 2.5. Artemia salina
Sumber: Dumitrascu M, 2011
2.1.7.2. Ekologi Spesies
Artemia salina hanya hidup di danau dan kolam dengan salinitas tinggi
(antara 60-300 ppt). Spesies ini endemik di Mediterranean, tapi dapat ditemukan
di seluruh benua. Dapat mentolerir garam dalam jumlah besar (300 g/L air) dan
dapat hidup dalam larutan yang berbeda dari air laut, seperti kalium permanganat
dan perak nitrat, sedangkan yodium berbahaya bagi spesies ini. Hewan ini mampu
mengurangi tekanan osmotik hemolimf dengan ekskresi NaCl melawan gradien
konsentrasi. Keadaan ini bertujuan untuk menjaga hemolimf hipotonik ekstrim
dalam konsentrasi garam yang ekstrim. Pertahanan lain dilakukan Artemia salina
dalam air dengan defisiensi oksigen yang tinggi. Konsentrasi minimum oksigen
untuk Artemia salina dewasa sangat rendah (0,5 mg/L) dan untuk nauplia kurang
dari 0,3 mg/L.32
2.1.7.3. Deskripsi
19
Tubuhnya dibagi menjadi 3 segmen: kepala, thorax, dan abdomen. Hewan
jantan dewasa mempunyai panjang 8-10 mm, sedangkan pada betina 10-12 mm.
Artemia salina dewasa mempunyai 3 mata dan 11 pasang kaki. Dalam kondisi
alami, pangan Artemia salina berupa algae, protozoa, dan detritus. Partikel yang
kurang dari 40-60 mm akan dilepaskan oleh filter aktif non-selektif yang dimiliki
oleh Artemia salina.32
Artemia salina jantan memiliki 2 organ reproduksi. Uterus dari Artemia
salina betina berisi hingga 200 telur, baik pada spesies ovipar maupun ovovivipar.
Mereka memproduksi telur, yang mengapung dalam air dan dapat berkembang
menjadi nauplia (larva) atau kista jika lingkungan tidak menguntungkan
(kekeringan air). Kista adalah bentuk dorman dari hewan ini, yang akan bertahan
lama dalam keadaan kering. Kista akan menetas menjadi nauplia jika kondisi
lingkungan memungkinkan.32
2.1.7.4. Siklus Hidup
Cara reproduksi Artemia salina dikontrol oleh faktor lingkungan yaitu
konsentrasi oksigen di air dan fluktuasinya, tipe pangan, kadar garam, dan
lainnya (tabel 2.2.). Kadar garam/salinitas pada ovovivipar kurang dari 150 ppt,
sedangkan pada ovipar antara 150-200 ppt.32
Tabel 2.2. Modalitas reproduksi Artemia salina
Reproduksi
Ovipar Ovovivipar
Kandungan O2 rendah (seperti
dalam kadar garam/salinitas tinggi)
Kandungan O2 tinggi (seperti dalam
kadar garam/salinitas rendah)
Fluktuasi O2 kuat Fluktuasi O2 rendah
Pangan kaya Fe (seperti alga hijau) Pangan rendah Fe (seperti debris
organik)
Sumber: Dumitrascu M, 2011
Pada reproduksi ovipar, setelah kopulasi, telur yang sudah difertilisasi
berkembang menjadi tahap gastrula dan dikelilingi oleh kulit cokelat yang kuat,
berisi kitin, lipoprotein, dan lain-lain. Kista yang terbentuk kemudian dilepaskan
ke dalam air. Kista menjadi larva bebas ketika proses pengeringan awal terjadi.32
20
Pada reproduksi ovovivipar, telur yang difertilisasi berkembang menjadi
gastrula, lalu gastrula berdiferensiasi menjadi tubuh betina yang disebut nauplia.
Telur menetaskan nauplia akan berwarna putih dan bersirip.32
Kista (0,2-0,3 mm) menjadi nauplia (0,45 mm) dalam waktu 24-36 jam.
Hidrasi lengkap kista membutuhkan waktu 1 jam. Nauplia kemudian menjadi
kista dewasa (maksimal 13 mm) dalam waktu 3 minggu tergantung ketersediaan
pangan. Kista dapat bertahan hidup pada kondisi ekstrim hingga mencapai suhu
80°C. Kista terhidrasi mati pada suhu dibawah 0°C dan di atas 40°C. Kista
terhidrasi berukuran 200-270 μm dan berat 3,5 μg. Kista juga memiliki
kemampuan bertahan ketika berkontak dengan cairan agresif, kondisi kering yang
ekstrim, kekurangan oksigen dan pengaruh pestisida. Kista tidak akan menetas
jika salinitas yang lebih tinggi dari 70 ppt. Pada salinitas kurang dari 5 ppt kista
akan menetas, tapi nauplia akan mati dengan cepat. Analisis karbon menunjukkan
bahwa umur kista radiaktif dapat mencapai 10.000 tahun.32
Nauplia tumbuh optimal pada 28°C dan 35 ppt. Sedangkan suhu letal yang
menyebabkan kematian nauplia yaitu 0°C dan 37-38°C. Nauplia mempunyai 1
mata (fotoreseptor) yang akan berkembang menjadi 3 mata. Nauplia berenang
melalui kolom air (fototaksis) menggunakan antena. Namun Artemia salina
dewasa tidak bersifat fototaksis. Rahang nauplia digunakan untuk menyaring air
dan fitoplankton.32
Gambar 2.6. Karakteristik anatomi nauplia Artemia salina
Sumber: Dumitrascu M, 2011
Larva (nauplia) akan mengalami 15 kali metamorfosis. Larva tingkat 1
dinamakan instar I, larva tingkat 2 dinamakan instar II, demikian seterusnya
21
sampai instar XV. Larva yang baru saja menetas atau instrar I berbentuk bulat
lonjong dengan panjang sekitar 400 μm dan berat 15 μg. Instar II panjangnya
sekitar 600 μm, sedangkan instar III sudah sepanjang 700 μm. Pada awalnya
nauplia berwarna kemerah-merahan karena masih banyak mengandung cadangan
makanan. Selain itu, pada fase tersebut, mulut dan anusnya belum terbentuk
sempurna sehingga larva pada fase instar I tidak makan. Setelah 24 jam menetas
larva akan berubah menjadi instar II dimana pada fase ini larva akan memulai
mencari makanan untuk memenuhi cadangan makanan yang mulai berkurang.
Pada tingkat instar II, larva sudah memiliki mulut dan saluran pencernaan.33,34
Artemia salina dewasa berenang menggunakan anggota badan. Artemia
salina dewasa mempunyai 1 mata di bagian tengah, 2 mata lateral, otak sederhana
berbentuk seperti cincin yang mengelilingi mulutnya. Selain itu, Artemia salina
dewasa memiliki satu mata di bagian tengah disertai dua mata di bagian lateral,
panjang jantan 8-10 mm dan panjang betina 10-12 mm serta memiliki warna yang
bervariasi tergantung pada konsentrasi garam dalam air dari green tored (merah
pada konsentrasi tinggi).32
Gambar 2.7. Karakteristik anatomi Artemia salina dewasa
Sumber: Dumitrascu M, 2011
2.1.7.5. Alasan Penggunaan Artemia salina Leach sebagai Hewan Uji
Artemia salina Leach sangat rentan terhadap toksin pada fase awal
pertumbuhannya, terutama saat fase instar I dan II.35
Artemia salina Leach
digunakan sebagai hewan uji dalam BSLT karena memiliki respon terhadap
senyawa kimia yang mirip dengan mamalia, misalnya DNA-dependent RNA
polymerase dan organisme ini memiliki sebuah ouabaine-sensitive Na+ dan K
+
dependent ATPase. DNA-dependent RNA polymerase berguna dalam pemisahan
kedua untai DNA dan menggabungkan nukleotida-nukleotida RNA saat
22
membentuk pasangan basa di sepanjang cekatan DNA. Jika suatu senyawa
menghambat proses ini, maka DNA tidak dapat mensintesis RNA sehingga
sintesis protein terganggu. Jika protein tidak terbentuk, maka metabolisme sel
tidak berlangsung sehingga menyebabkan kematian Artemia.36
Sedangkan Na+
dan K+
dependent ATPase merupakan enzim yang menghidrolisis ATP menjadi
ADP dan menggunakan energi untuk mengeluarkan 3 Na+ ke luar sel dan
mengambil 2 K+ ke dalam sel. Ouabaine memiliki fungsi menginhibisi dari Na
+
dan K+ dependent ATPase dan berperan dalam proliferasi sel. Apabila ada
senyawa yang mempengaruhi oubaine, maka dapat menyebabkan proliferasi sel
terganggu sehingga dapat menyebabkan kematian sel dari Artemia salina
Leach.37,38
Artemia salina Leach memiliki respon stress yang sama dengan manusia.
Respon terhadap situasi yang penuh tekanan (stressful) memberikan keuntungan
pada kemampuan bertahan, reproduksi, perilaku pada hewan. Jumlah stressor dan
pengaruh stress pada Artemia relatif sederhana, walaupun begitu, Artemia
memiliki lingkungan yang multidimensi. Lingkungan fisik dan budaya manusia
memiliki perkembangan yang lebih cepat daripada adaptasi mereka, sehingga
respon maladaptif atau penyakit terjadi. Seperti Artemia, otak memiliki peran
merespon stressor perilaku dan fisiologis. Artemia juga memiliki kemampuan
mengenali dan memilih teman untuk menjaga adaptasi ekologi, seperti yang
terlihat pada manusia.39
Selain itu fisiologi Artemia salina Leach yaitu sistem saraf pusat, sistem
pencernaan, mata, dan sistem vaskular mirip dengan yang dimiliki oleh manusia.40
Artemia juga memiliki membran kulit yang tipis sehingga kematian akibat
sitotoksik dari senyawa bioaktif dianalogikan dengan kematian sel dalam
organisme.41
Artemia salina Leach digunakan secara luas untuk uji toksisitas karena
ketersediaan telur dorman (kista) dapat dipanen dalam jumlah besar di danau
garam.42
Telur ini dapat hidup dalam kondisi kering selama bertahun-tahun, dan
mudah menetas dalam 48 jam.43
23
2.1.8. Pelarut
Metanol, etanol, tween 20, dan DMSO (dimethyil sulfoxide) adalah pelarut
yang digunakan secara luas untuk BSLT. DMSO digunakan secara luas sebagai
pelarut ekstrak tumbuhan. Metanol dan etanol juga digunakan untuk melarutkan
sejumlah besar senyawa kimia pada produk alam. Namun albumin, sukrosa,
lemak, dan minyak tidak terlarut dalam metanol dan etanol. Tween 20 sangat
berguna untuk melarutkan minyak atsiri dan substansi minyak lain dalam ekstrak
tumbuhan.44
Kematian larva Artemia salina awalnya terlihat pada konsentrasi 2,5 %
pada DMSO dan metanol, 1,25 % pada etanol, dan 3,125 % pada Tween 20. Jika
konsentrasi ditambah, maka semua larva akan mati secepatnya. Hal ini terjadi saat
konsentrasi 2,5 % pada Tween 20 dan etanol, 5 % pada metanol, dan 10 % pada
DMSO. Konsentrasi tinggi dari pelarut tersebut mungkin toksik bagi hewan uji
sehingga menimbulkan hasil positif palsu. LC50 untuk masing-masing pelarut
yaitu 8,5 % (DMSO), 6,4 % (metanol), 3,4 % (etanol), dan 2,5 % (Tween 20).
Tingkat toksisitas berdasarkan hasil tersebut diurutkan menjadi: Tween 20 >
etanol > metanol > DMSO. DMSO merupakan pelarut yang lebih aman
dibandingkan dengan pelarut lain, sedangkan Tween 20 merupakan pelarut paling
keras diantara 3 pelarut lain.44
Konsentrasi toleransi maksimum untuk melarutkan sampel uji yaitu 1,25%
untuk DMSO, metanol dan etanol serta 0,16% untuk Tween 20. Menggunakan
pelarut di bawah konsentrasi toleransi maksimum tidak memberikan hasil positif
palsu.44
24
2.2. Kerangka Teori
Ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricataL) L)
Mengandung annonaceous acetogenin
Menghambat
oksidase dari
NADH
Menghambat
kompleks I
dalam system
transport
electron dan
fosforilasi
oksidatif
Mengistirahat-
kan siklus sel
pada fase G1
Memicu
apoptosis
sel
ATP yang
dihasilkan ↓
↑ ekspresi
Bax dan
Bad
Pertumbuhan sel terhambat
Kematian sel
Kematian larva
Artemia salina Leach
Diketahui dengan menggunakan
pengujian toksisitas
Uji toksisitas
akut
Uji toksisitas
subkronis
Uji toksisitas
kronis
Menggunakan
metode BSLT Menggunakan hewan uji yang lebih
besar dari larva Artemia salina
Leach, antara lain tikus atau mencit
25
2.3. Kerangka Konsep
Ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricataL) L)
Memiliki senyawa yang berpotensi bioaktivitas
Uji toksisitas akut dengan metode BSLT
Kematian larva Artemia salina Leach setelah
perlakuan 24 jam
Nilai LC50
26
2.4. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat
Ukur
Skala Ukur Hasil
Ukur
1. Konsentrasi
ekstrak
metanol daun
Annona
muricata L
Konsentrasi
ekstrak dalam
ppm (1 μg/ml)
V1M1= V2M2 - Numerik 15 ppm
10 ppm
5 ppm
2,5 ppm
2. Persentase
mortalitas
larva Artemia
salina Leach
Hasil
perhitungan
total larva
yang mati
dibagi jumlah
larva awal
dikali 100%
untuk tiap
replikasi
Jumlah larva
mati dibagi
jumlah larva
awal dikali
100%
- Numerik Persen-
tase
kematian
larva
3. LC50 Konsentasi
yang diberikan
sekali
(tunggal) atau
beberapa kali
dalam 24 jam
dari suatu zat
yang secara
statistik dapat
mematikan
50% hewan uji
Dihitung dari
persamaan
garis lurus
y=mX+b
dengan
memasukkan
nilai 5 (probit
dari 50%
kematian
hewan uji)
sebagai y
sehingga
dihasilkan x
sebagai nilai
log konsentrasi
- Kategorik LC50 <
1000
ppm
maka
senyawa
toksik.
LC50 >
1000
ppm
maka
senyawa
tidak
toksik
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan
post test-only control group design untuk menguji toksisitas akut ekstrak
metanol daun sirsak (Annona muricata L) terhadap larva Artemia salina
Leach menggunakan metode BSLT.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai bulan
Agustus 2015 di Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium Fakmakognosi &
Fitokimia, Laboratorium Biologi, dan Laboratorium Farmakologi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah larva Artemia salina Leach.
3.3.2. Sampel
3.3.2.1. Kriteria Inklusi:
Larva Artemia salina Leach hidup, berumur 48 jam, dan bergerak
aktif sebagai hewan uji.
3.3.2.2. Kriteria Eksklusi:
Larva Artemia salina Leach yang tidak menunjukkan aktivitas
pergerakan sebelum perlakuan.
3.3.3. Besar Sampel
Larva Artemia salina Leach yang digunakan berjumlah 10 ekor
tiap konsentrasi ekstrak. Pada penelitian ini dibuat empat konsentrasi
ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricata L) dan satu kontrol negatif.
Setiap konsentrasi dan kontrol negatif dilakukan triplo. Jadi, jumlah total
28
sampel yang diperlukan adalah 150 ekor larva Artemia salina Leach tiap
kali perlakuan.
3.3.4. Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan
purposive random sampling terhadap larva Artemia salina Leach. Larva
Artemia salina Leach mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi
sebagai sampel karena populasinya telah homogen, cara dan jenis
penyediaannya sama.
3.4. Determinasi Tanaman
Identifikasi terhadap daun sirsak (Annona muricata L) untuk
mengetahui identitas taksonominya di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun
Raya Bogor, LIPI.
3.5. Bahan yang Diuji
Bahan yang diuji adalah daun sirsak (Annona muricata L) yang
didapatkan dari kebun rumah warga di desa Tinggarjaya, kecamatan
Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah yang akan diekstraksi dengan
menggunakan pelarut metanol.
3.6. Alat dan Bahan Penelitian
3.6.1. Alat Penelitian
a. Neraca analitik
b. Tabung reaksi
c. Erlenmeyer
d. Gelas beker
e. Mikropipet
f. Rotary evaporator
g. Corong kaca
h. Pipet tetes
i. Cawan penguap
29
j. Bejana kaca maserasi
k. Batang pengaduk
l. Spatula
m. Oven
n. Hot plate stirrer
o. pH indicator paper
p. Seperangkat alat penetasan udang (wadah plastik, lakban hitam,
sterofoam, aluminium foil, lampu)
q. Well plate
3.6.2. Bahan Penelitian
a. Air laut
b. Akuades
c. Daun basah Annona muricata L
d. Pelarut metanol
e. Kertas saring
f. Telur Artemia salina Leach
g. DMSO
3.7. Cara Kerja Penelitian
3.7.1. Persiapan dan Pembuatan Simplisia
Daun sirsak yang didapatkan dari kebun warga daerah di desa
Tinggarjaya, kecamatan Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah dilakukan
determinasi dahulu di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor,
LIPI untuk mengetahui spesiesnya. Setelah itu, 2 kg daun sirsak diambil,
disortir, serta dibersihkan. Daun sirsak yang telah dibersihkan kemudian
dibawa ke Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) untuk
dikeringkan dan dihaluskan menjadi serbuk simplisia halus yang beratnya
572 gram. Serbuk simplisia disimpan pada suhu kamar (15-30°C).5
3.7.2. Pembuatan Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L)
Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
maserasi. Serbuk simplisia halus 572 gram dimasukkan ke dalam bejana
30
kaca maserasi, lalu direndam dalam pelarut metanol yang sebelumnya
didestilasi. Perendaman ini dilakukan selama 3 hari. Sesekali dilakukan
pengadukan dan pengocokkan agar pelarut masuk ke seluruh permukaan
serbuk simplisia. Setelah 3 hari, hasil rendaman kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring. Hal ini dilakukan untuk memisahkan filtrat
dan ampasnya. Selanjutnya filtrat diambil dan ditampung. Ampas daun
dimaserasi kembali, hingga larutan daun sirsak menjadi agak bening.34
Filtrat kemudian ditampung dan dipekatkan dengan rotary evaporator pada
suhu 45°C sehingga didapatkan ekstrak metanol daun sirsak. Setelah 10
kali proses maserasi, didapatkan ekstrak metanol. Untuk memperoleh
ekstrak yang benar-benar kental, maka dikeringkan menggunakan oven
dengan suhu 40°C selama 7 hari45
sehingga didapatkan ekstrak kental
sebanyak 57 gram.
3.7.3. Penetasan Larva Udang
Penetasan larva udang dilakukan di dalam wadah plastik.
Sebelumnya, wadah plastik dibagi menjadi bagian terang dan gelap, lalu
diberi pembatas berupa sterofoam yang tepi bawahnya telah dilubangi agar
telur yang menetas bisa keluar dari lubang tersebut. Wadah lalu diisi
dengan air laut hingga kedua lubang pada sterofoam tersebut terendam.
Pada ruang gelap, diisi 1 sendok telur, kemudian ditutup dengan
menggunakan lakban hitam dan aluminium foil. Pada ruang terang diberi
penerangan menggunakan cahaya lampu neon untuk merangsang
penetasan. Selain itu, pada ruang terang juga dipasang aerator untuk
memberikan oksigen pada telur yang menetas menjadi larva dan berpindah
ke ruang terang. Setelah telur menetas menjadi larva yang berusia 24 jam,
kemudian dipindahkan ke wadah lain hinga berusia 48 jam. Larva yang
berusia 48 jam dapat dijadikan sebagai hewan uji dalam percobaan BSLT.29
31
3.7.4. Persiapan Larutan Sampel yang Akan Diuji
Sebelum menentukan konsentrasi ekstrak yang efektif untuk
membunuh Artemia salina Leach, uji orientasi (trial) dilakukan terlebih
dahulu. Uji orientasi bertujuan untuk menentukan presentase kematian 10
%-90 % kematian hewan uji, dengan konsentrasi 1000 ppm, 500 ppm, 250
ppm, 100 ppm, 50 ppm, 25 ppm, dan 10 ppm.45
Larutan induk dibuat dari
200 mg ekstrak yang ditimbang menggunakan neraca analitik. Lalu
dilarutkan dengan DMSO 2 mL dan ditambah akuades hingga volumenya
mencapai 100 mL sehingga didapatkan konsentrasi larutan induk 2000
ppm. Larutan diaduk dengan menggunakan hot plate strirrer agar
homogen.
Setelah didapatkan larutan induk 2000 ppm, dilakukan
pengenceran untuk mendapatkan larutan uji dengan konsentrasi 1000 ppm,
500 ppm, 250 ppm, 100 ppm, 50 ppm, 25 ppm, dan 10 ppm. Setelah
didapatkan konsentrasi dengan presentase kematian 10 %-90 %, dilakukan
pembuatan larutan uji sebenarnya dengan konsentrasi 30 ppm, 20 ppm, 10
ppm dan 5 ppm. Rumus pengencerannya sebagai berikut:
V1M1 = V2M2
V1 = volume awal
M1 = konsentrasi awal
V2 = volume akhir
M2 = konsentrasi akhir
3.7.5. Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT
Masing-masing well plate diisi dengan 1 mL larutan uji dan 1 mL
air laut dengan menggunakan mikropipet sehingga volumenya menjadi 2
mL. Karena ditambahkan air laut 1 mL, konsentrasi dalam well plate
menjadi setengah kalinya, yaitu 15 ppm, 10 ppm, 5 ppm, dan 2,5 ppm. 10
larva Artemia salina Leach dimasukkan pula pada masing-masing well
plate. Kontrol negatif berisi 2 mL air laut dan 10 larta Artemia salina
Leach, tanpa larutan uji. Untuk setiap larutan uji dan kontrol negatif
dilakukan triplo (3 kali pengulangan).28
32
Tabel 3.1. Data konsentrasi ekstrak pada well plate
Konsentrasi 15
ppm
Konsentrasi 10
ppm
Konsentrasi 5
ppm
Konsentrasi 2,5
ppm
Kontrol
negatif
1. 1 mL ekstrak
30 ppm+1 mL
air laut+10
larva
1 mL ekstrak
20 ppm+1 mL
air laut+10
larva
1 mL ekstrak 10
ppm+1 mL air
laut+10 larva
1 mL ekstrak 5
ppm+1 mL air
laut+10 larva
2 mL air
laut+10 larva
2. 1 mL ekstrak
30 ppm+1 mL
air laut+10
larva
1 mL ekstrak
20 ppm+1 mL
air laut+10
larva
1 mL ekstrak 10
ppm+1 mL air
laut+10 larva
1 mL ekstrak 5
ppm+1 mL air
laut+10 larva
2 mL air
laut+10 larva
3. 1 mL ekstrak
30 ppm+1 mL
air laut+10
larva
1 mL ekstrak
20 ppm+1 mL
air laut+10
larva
1 mL ekstrak 10
ppm+1 mL air
laut+10 larva
1 mL ekstrak 5
ppm+1 mL air
laut+10 larva
2 mL air
laut+10 larva
Setelah 24 jam, dihitung jumlah larva yang mati pada masing-
masing well plate.28
Penghitungan dilakukan dengan menggunakan lup,
digital colony counter, atau dibawah penerangan lampu. Larva yang mati
diketahui dari tidak adanya pergerakan selama pengamatan.45
33
3.8. Alur Penelitian
Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian
Determinasi tanaman
2 kg daun Annona muricata L
572 gram simplisia halus daun
Annona muricata L
10 kali maserasi dengan pelarut metanol
yang sebelumnya didestilasi
57 gr ekstrak kental metanol daun
Annona muricata L
Larutan induk 2000 ppm (200 mg ekstrak kental
Annona muricata L dilarutkan dalam 2mL
DMSO+98 mL akuades)
Penetesan larva Artemia
salina Leach
Larva Artemia salina Leach
yang berumur 48 jam
Pengambilan larva
secara random
Uji orientasi dengan konsentrasi 1000 ppm, 500 ppm, 250 ppm, 100 ppm, 50
ppm, 25 ppm, 10 ppm, dan kontrol negatif
Setiap konsentrasi dilakukan 3 kali replikasi (triplo)
Setelah 24 jam pemberian ekstrak, dilakukan perhitungan dan persentase larva yang mati
Pembuatan larutan uji yang sebenarnya dengan konsentrasi 15
ppm, 10 ppm, 5 ppm, dan 2,5 ppm
Ulangi langkah sebelumnya (dilakukan triplo dan perhitungan larva yang mati)
Perhitungan nilai LC50 dengan analisis probit
34
3.9. Pengolahan dan Analisis Data
Menentukan presentase kematian larva untuk setiap konsentrasi
dengan cara sebagai berikut:
Pada metode analisis probit manual, nilai probit diketahui dengan
mengkonversi nilai persen kematian larva tiap konsentrasi ke nilai probit
dalam tabel. Dilanjutkan dengan menentukan log konsentrasi dan membuat
persamaan garis lurus y = mx+b, dengan y adalah nilai probit dan x adalah log
konsentrasi.46
Nilai m (slope) dihitung menggunakan rumus:
–
Nilai b (intersept) dihitung menggunakan rumus:
Metode analisis dapat juga menggunakan Microsoft Office Excel
dengan membuat grafik persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit
dengan log konsentrasi. Nilai LC50 dapat dihitung dari persamaan garis lurus
itu dengan memasukkan nilai 5 sebagai y. Nilai 5 didapatkan berdasarkan nilai
probit 50 % kematian hewan uji. Lalu dihasilkan nilai x sebagi log
konsentrasi. Nilai LC50 merupakan antilog nilai x tersebut.46
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Ekstraksi Daun Annona muricata L
Penelitian ini menggunakan daun Annona muricata L. Sebelumnya daun
tersebut dideterminasi terlebih dahulu untuk menghindari kesalahan dalam
pengambilan spesies tanaman. Dari hasil determinasi, diperoleh bahwa spesies
yang digunakan oleh peneliti sudah benar. Daun yang digunakan diperoleh dari
kebun seorang warga di desa Tinggarjaya, kecamatan Jatilawang, Banyumas,
Jawa Tengah sebanyak 2 kg basah. Daun yang sudah disortir dan dikeringkan,
kemudian dihaluskan sehingga didapatkan serbuk simplisia halus. Semakin halus
serbuk simplisia, maka semakin mudah proses ekstraksi. Sehingga lebih mudah
dalam penarikan zat aktif dalam pengambilan simplisia tersebut. Namun tingkat
kehalusan yang terlalu tinggi menyebabkan proses pemisahan antara ekstrak dan
pelarut semakin sulit.25
Serbuk simplisia yang didapatkan dari pengeringan dan penghalusan
dengan berat 572 gram kemudian digunakan untuk proses maserasi. Ekstraksi
dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi dipilih karena mudah dilakukan dan
dalam tahapannya tidak melalui proses pemanasan sehingga menghindari
kerusakan dari zat aktif yang dikandung oleh simplisia.34
Ketika simplisia
terendam dalam pelarut metanol, penyari akan menembus dinding sel dan masuk
ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga zat aktif menjadi larut.
Hal ini dikarenakan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam dan di
luar sel. Bejana kaca maserasi harus terlindung dari cahaya untuk mencegah
reaksi yang dikatalisis cahaya atau terjadi perubahan warna dan tertutup sempurna
agar cairan penyari tidak menguap sehingga penyarian dapat maksimal.47
Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah metanol. Metanol yang
digunakan sebelumnya didestilasi terlebih dahulu untuk mengurangi faktor
pengotor sehingga yang digunakan untuk merendam simplisia dalam proses
maserasi adalah metanol murni dari hasil destilasi. Metanol sangat mudah
36
menguap pada titik didihnya yaitu 64,7°C48
sehingga saat filtrat dievaporasi,
metanol akan menguap dan terpisah dengan zat aktif daun sirsak yang ditarik saat
perendaman. Ekstrak kental metanol daun Annona muricata L diperoleh dari
filtrat maserasi yang dipekatkan menggunakan rotary evaporator, lalu diuapkan di
dalam oven dengan suhu 40°C selama 7 hari. Hal ini dilakukan untuk
menghilangkan pelarut yang masih tersisa.
Ekstrak kental metanol daun Annona muricata L didapatkan sebanyak 57
gram setelah melalui 10 kali proses maserasi. Dari ekstrak kental tersebut dibuat
larutan konsentrasi ekstrak untuk uji BSLT. Lautan pertama yang dibuat adalah
larutan induk dengan konsentrasi 2000 ppm sebanyak 100 mL. Ekstrak kental
yang dibutuhkan dalam sekali pembuatan larutan induk adalah 0,2 gram atau 200
mg. Untuk mempermudah melarutkan ekstrak dalam akuades, ditambahkan
DMSO ( dimetilsulfoksida) sebanyak 2 mL. Pemilihan DMSO untuk membantu
kelarutan ekstrak dalam akuades karena DMSO sifatnya tidak terlalu toksik.49
Kematian larva Artemia salina Leach mulai terlihat pada konsentrasi 2,5 % untuk
DMSO,44
sedangkan pada penelitian ini digunakan DMSO dengan kadar 2 %.
Sehingga pada penelitian ini, kematian larva tidak dipengaruhi oleh konsentrasi
DMSO.
4.2. Hasil Uji Toksisitas Akut dengan Metode BSLT
Uji toksisitas dengan menggunakan metode BSLT merupakan uji
toksisitas akut dimana efek toksik dari suatu senyawa dapat ditentukan dalam
waktu singkat, yaitu rentang waktu 24 jam setelah pemberian dosis.9 Metode
BSLT dipilih karena efek toksik dari suatu senyawa dapat ditentukan dalam waktu
singkat, mudah dikerjakan, murah, cukup akurat, hanya membutuhkan sejumlah
kecil material uji,9,10
hasilnya memiliki korelasi dengan aktivitas antikanker, dan
memiliki tingkat kepercayaan hingga 95 %.8
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu larva Artemia salina
Leach yang berusia 48 jam karena memiliki saluran pencernaan yang terbentuk
lengkap sehingga peka terhadap suatu zat yang dimasukkan.33
Artemia salina
Leach digunakan sebagai hewan uji dalam BSLT karena memiliki respon terhadap
37
senyawa kimia yang mirip dengan mamalia, misalnya DNA dependent RNA
polymerase dan organisme ini memiliki sebuah ouabaine-sensitive Na+ dan K
+
dependent ATPase.36
Proses penetasan telur menjadi larva membutuhkan lampu
agar larva bergerak ke tempat yang terang sebab larva bersifat fototaksis. Selain
itu, proses penetasan juga membutuhkan aerator sebagai sumber oksigen.50
Untuk mencari nilai LC50 yang akurat, perlu dipilih beberapa dosis yang
mematikan sekitar 50 %, lebih dari 50 %, dan kurang dari 50 %. Oleh karena itu,
uji orientasi (trial) dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan konsentrasi
larutan uji sebenarnya yang akan digunakan. Setelah uji orientasi dilakukan,
diperoleh konsentrasi larutan uji yang digunakan yaitu 30 ppm, 20 ppm, 10 ppm,
dan 5 ppm. Selain itu dibuat kontrol negatif berupa air laut dan larva udang tanpa
adanya penambahan ekstrak untuk menguji pengaruh air laut maupun faktor lain
yang berpengaruh terhadap kematian larva. Sehingga dapat dipastikan bahwa
kematian larva hanya karena pengaruh ekstrak yang ditambahkan.
Penelitian ini dilakukan dengan 3 kali pengulangan (triplo) untuk
mendapatkan data yang lebih baik dan lebih akurat. Masing-masing konsentrasi
dan kontrol negatif diisi 10 ekor larva, sehingga larva yang digunakan seluruhnya
berjumlah 150 ekor untuk setiap kali perlakuan. Karena penambahan 1 mL air laut
pada well plate, maka konsentrasi ekstrak yang diuji BSLT menjadi setengah kali
dari konsentrasi awal, yaitu 15 ppm, 10 ppm, 5 ppm, dan 2,5 ppm.
Berikut ini adalah hasil penelitian dari berbagai konsentrasi ekstrak
metanol daun Annona muricata L terhadap larva Artemia salina Leach.
Tabel 4.1. Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak metanol daun Annona muricata
L terhadap larva Artemia salina Leach
Konsentrasi
(ppm)
Perlakuan Total
kematian
Rata-rata
kematian ±
standar deviasi
Persen
kematian
(%) Well
plate 1
Well
plate 2
Well
plate 3
0 0 0 0 0 0 0
2,5 4 2 2 8 2,667 ± 1,155 26,67
5 6 5 5 16 5,333 ± 0,577 53,33
10 9 9 7 26 8,667 ± 1,155 86,67
15 10 9 10 29 9,667 ± 0,577 96,67
38
Gambar 4.1. Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak metanol daun Annona
muricata L terhadap larva Artemia salina Leach
Pada tabel 4.1 dan gambar 4.1 di atas, dapat dilihat kematian larva
tertinggi pada konsentrasi 15 ppm dan terendah 2,5 ppm. Selain itu, terdapat
peningkatan kematian larva Artemia salina Leach yang selaras dengan
peningkatan konsentrasi ekstrak metanol daun Annona muricata L. Pada kontrol
negatif tidak didapatkan larva yang mati, sehingga kematian larva murni karena
ekstrak yang diberikan bukan karena pengaruh air laut. Standar deviasi untuk
masing-masing kematian juga masih dalam batas normal yaitu kurang dari 2.45
4.3. Nilai LC50
Tabel 4.2. Perhitungan Nilai LC50 dengan Metode Probit
Konsentrasi
(ppm)
Log
konsentrasi
(X)
% mati Probit
(Y)
X2
Y2
XY
0 0 0 0 0 0 0
2,5 0,39 26,67 4,3750 0,1521 19,140625 1,70625
5 0,69 5333 5,0828 0,4761 25,83485584 3,507132
10 1 86,67 6,1077 1 37,30399929 6,1077
15 1,18 96,67 6,8260 1,3934 46,594276 8,05468
Jumlah (∑) 3,26 263,34 22,3915 3,0216 128,87375613 19,375762
26.67
53.33
86.67 96.67
0
20
40
60
80
100
120
2.5 5 10 15
Persen kematian (%)
Konsentrasi (ppm)
Per
sen
kem
ati
an
(%
)
39
Penentuan nilai LC50 dengan metode manual menggunakan rumus sebagai
berikut:
Nilai slope (m)=
– = 3,0893
Nilai intersept (b)=
= 3,080
Dari hasil di atas didapatkan persamaan garis lurus hubungan antara Y
(nilai probit dari persentase kematian) dan X (log konsentrasi) yaitu Y = 3,0893X
+ 3,080, sehingga nilai LC50 = 4,183 ppm.
Berdasarkan perhitungan manual diperoleh nilai LC50 sebesar 4,183 ppm.
Perhitungan LC50 juga bisa didapatkan menggunakan aplikasi Microsoft Office
Excel dengan membuat persamaan garis lurus Y=mX+b.
Gambar 4.2. Grafik regresi linier ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricata
L) terhadap nilai probit
Dari grafik di atas, didapatkan persamaan Y= 3,097X + 3,073, sehingga nilai LC50
sebesar 4,187 ppm.
Nilai LC50 ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) yang didapatkan dari
persamaan garis lurus menggunakan aplikasi Microsoft Office Excel yaitu 4,187.
Sedangkan dari perhitungan manual didapatkan nilai LC50 sebesar 4,183. Nilai
y = 3.0979x + 3.0731 R² = 0.9891
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 0.5 1 1.5
Log konsentrasi
Nil
ai
pro
bit
−−−− Linier (Nilai probit)
♦ Nilai probit
40
LC50 dari kedua metode tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun Annona muricata L
bersifat toksik dan berpotensi sebagai antikanker, karena LC50 kurang dari 1000
ppm.29
Nilai LC50 yang dipakai dalam penelitian ini adalah yang didapatkan dari
perhitungan menggunakan aplikasi Microsoft Office Excel untuk menghindari
human error. Uji toksisitas akut daun Annona muricata L pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh R. Juliani dan Monica Wijaya didapatkan nilai
LC50 masing-masing sebesar 0,85 dan 3,062 ppm.6,7
Hasil dari kedua penelitian ini
memiliki perbedaan dengan hasil yang didapatkan pada penelitian ini. Hal ini bisa
disebabkan oleh perbedaan metode ekstraksi yang dilakukan. Pada penelitian R.
Juliani, selain menggunakan maserasi sebagai metode ekstraksi, juga dilakukan
ultrasonikasi. Gelombang ultrasonik yang digunakan pada metode tersebut dapat
menggetarkan sampel sehingga senyawa kimia yang ada pada daun sirsak akan
keluar dan larut dalam pelarut yang digunakan, ini bertujuan untuk memperbesar
kelarutan senyawa kimia ke dalam pelarut.7 Sehingga ekstrak yang didapatkan
mengandung lebih banyak senyawa aktif.
Sedangkan di penelitian Monica Wijaya, digunakan maserasi dan
fraksinasi untuk mendapatkan ekstrak kental metanol daun Annona muricata L.
Hal ini bertujuan untuk mendapatkan zat aktif berupa annonaceous acetogenin
yang sedikit polar.4 Kedua penelitian sebelumnya tersebut menghasilkan nilai
LC50 yang lebih toksik karena menggunakan metode ekstraksi yang lebih banyak
menarik zat aktif pada daun Annona muricata L.
Faktor yang mempengaruhi perbedaan LC50 antara penelitian sebelumnya
dan penelitian ini dapat dilihat dari faktor biologi dan faktor kimia. Kuantitas dan
kualitas senyawa aktif yang berbeda dikategorikan dalam faktor kimia. Sedangkan
faktor biologi yang berperan antara lain perbedaan lokasi asal daun sirsak yang
mempengaruhi lingkungan tumbuh (kualitas tanah, atmosfer), interaksi dengan
energi (cuaca, temperatur, dan cahaya) dan materi (kadar air, senyawa organik,
dan anorganik), serta perbedaan usia daun sirsak yang digunakan dalam
penelitian.24
Penelitian sebelumnya menggunakan daun Annona muricata L yang
41
masing-masing berasal dari Pekanbaru dan Depok, sedangkan penelitian ini
menggunakan daun yang berasal dari desa Tinggarjaya, kecamatan Jatilawang,
Banyumas, Jawa Tengah. Karena lokasi asal berbeda, maka kualitas tanah, cuaca,
temperatur, kadar air, dan usia tanaman juga bisa berbeda.24
Dari perhitungan nialai LC50 diketahui bahwa ekstrak metanol daun
Annona muricata L berpotensi sebagai antikanker. Potensi antikanker ini karena
daun sirsak memiliki berbagai kandungan senyawa-senyawa metabolit sekunder
yang bersifat toksik, misalnya annoneous acetogenins. Mekanisme sitotoksik
acetogenins melalui: 1) Menghambat oksidase dari NADH di membran plasma
pada sel kanker sehingga ATP yang dihasilkan akan menurun; 2) Menghambat
komplek I (NADH : ubiquimone oxidoreduktase) dalam system transport electron
di mitokondria dan menghambat fosforilasi oksidasi sehingga pertumbuhan sel
kanker terhambat; 3) Menghambat sel kanker yang multidrug resistant dengan
meningkatkan ekspresi dari plasma membrane pump, P-glycoprotein yang
berkontribusi terhadap multidrug resistant; 4) Sel kanker pada siklus sel fase S
lebih rentan terhadap acetogenin annonacin.; 5) Acetogenin annonacin memicu
apoptosis sel dengan cara meningkatkan ekspresi Bax dan Bad, tetapi tidak Bcl-2
atau Bcl-xL.22
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu tidak dilakukan perbandingan
toksisitas antara ekstrak metanol daun Annona muricata L dan obat antikanker,
contohnya methotrexate atau doxorubicin sebagai kontrol positif.
42
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Ekstrak metanol daun Annona muricata L memiliki potensi toksisitas akut
terhadap larva Artemia salina Leach karena hasil perhitungan LC50 kurang dari
1000 ppm, yaitu 4,187 ppm.
5.2. Saran
a. Perlu dilakukan uji toksisitas akut daun Annona muricata L menggunakan
pelarut lain, seperti DMSO dan Tween 20.
b. Perlu dilakukan uji toksisitas kronik dari daun Annona muricata L.
c. Perlu dilakukan penelitian yang bertujuan melakukan isolasi senyawa yang
memiliki potensi toksik dalam ekstrak metanol daun Annona muricata L.
d. Perlu dilakukan perbandingan toksisitas antara senyawa isolat dari daun
Annona muricata L yang berpotensi sitotoksik dengan obat antikanker seperti
methotrexate, siklosporin, doxorubicin, dan lainnya.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. International Agency for Research on Cancer (IARC). Latest world
cancer statistics. Global cancer burden rises to 14,1 million new cases in 2012:
Marked increase in breast cancer must be addressed. France: IARC; 2013.
2. Kementerian Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia tahun 2013. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2014.
3. Kementerian Kesehatan RI. Buletin jendela data dan informasi kesehatan
penyakit tidak menular. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2012.
4. Wijaya M. Ekstraksi Annonaceous acetogenin dari daun sirsak, Annona
muricata, sebagai senyawa bioaktif antikanker. [Skripsi]. Jakarta: Universitas
Indonesia; 2012.
5. Agoes G. Teknologi bahan alam. Bandung: Penerbit ITB; 2007.
6. Giawa PN, Yuharmen, Teruna HY. Identifikasi dan uji toksisitas ekstrak n-
heksan dari kulit biji tanaman sirsak (Annona muricata L). Pekanbaru:
Universitas Riau; 2013.
7. Juliani R, Yuherman, Teruna HY. Identifikasi dan uji toksisitas ekstrak
metanol dari daun tanaman sirsak (Annona muricata L). Jurnal Online
Mahasiswa (JOM) Bidang Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 2014; 1
(1)
8. Siemuri EO, Akintunde JK, Bello IJ, Dairo KP. Assesment of cytotoxic
effects of methanol extract of Calliandra portoricensis using brine shrimp
(Artemia salina) lethality bioassay. GJBB. 2012; 1 (2): 257-60.
9. Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, et al. Brine Shrimp: A convenient
general bioassay for active plant constituent. Planta Medica. 1982; 45: 31-34.
10. Pisutthanan S, Plianbangchang P, Pisutthanan N, et al. Brine shrimp lethality
activity of thai medicinal plants in the family Meliaceae. Naresuan University
Journal. 2014; 12(2): 13-8.
11. Dewoto HR. Pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi fitofarmaka.
Majalah Kedokteran Indonesia. Juli 2007; 57 (7): 205-11.
44
12. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. Pedoman pelaksanaan uji
klinik obat tradisional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2000.
13. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Peraturan kepala badan pengawas
obat dan makanan nomor: HK.00.05.41.1384 tentang kriteria dan tata laksana
obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan; 2005.
14. Pramono S. Kontribusi bahan obat alam dalam mengatasi krisis bahan obat
Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia. Januari 2002; 1 (2). 18-20.
15. Sunarjono HH. Seri agribisnis sirsak & sirkaya: Budi daya untuk
menghasilkan buah prima. Bogor: Penebar Swadaya Wisma; 2005.
16. Putra AA. Pengaruh ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata) terhadap
ekspresi gen caspase 3 pada kultur sel kanker serviks uteri HeLa. [Skripsi].
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung; 2012.
17. Suranto A. Dahsyatnya sirsak tumpas penyakit. Jakarta: Pustaka Bunda; 2011.
18. Wullur AC, Schaduw J, Wardhani ANK. Identifikasi alkaloid pada daun
sirsak (Annona muricata L.). Farmasi Poltekes Kemenkes Malang; 2013.
19. Raintree Tropical Plant Database. Graviola. [Internet]. 2005. [cited 2015 31
August]. Available from: http://rain-tree.com/graviola.htm.
20. Kojima N, Tanaka T. Medicinal chemistry of annonaceous acetogenins:
design, synthesis, and biological evaluation of novel analogues. Molecules.
2009.
21. Alali FQ, Xiao XL, Mclaughin JL. Annonaceous acetogenins: Recent
progress. J. Nat. Prod. American Chemical Society and American Society of
Pharmacognosy; 1999.
22. Raintree Nutrition. Monograph Graviola Annona Muricata. Carson city. 2004.
23. Taylor L. Technical Data Report for Graviola Annona Muricata. Herbal secret
of the Rainforest. 2nd ed. 2002.
24. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan. Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan; 2000.
25. Harmita, Radji M. Buku ajar analis hayati. Jakarta: EGC; 2008.
45
26. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya. Kumpulan kuliah farmakologi. Ed. 2. Jakarta: EGC; 2009.
27. Kuete V. Medicinal plant research in Africa: Pharmacology and chemistry.
USA: Elsevier; 2013.
28. Colegate SM, Molyneux RJ. Bioactive natural product: Detection, isolation,
and structural determination. 2nd ed. Francis: CrC Press; 2008.
29. Lisdawati V, Wiryowigdagdo S, Kardono LB. Brine shrimp lethality test
(BSLT) dari berbagai ekstrak daging buah dan kulit biji mahkota dewa
(Phaleria macrocarpa). Bul. Penelitian Kesehatan. 2006; 34 (3).
30. Thomas G. Medical chemistry: An introduction. 2nd ed. England: John Wiley
and Sons Ltd; 2007.
31. Carballo JL, et al. A comparison between two brine shrimp assays to detect in
vitro cytotoxicity in marine natural products. BMC Biotechnology. 2002.
32. Dumitrascu M. Artemia salina. Balneo-Research Journal. 2011; 2(4):119-22.
33. Panjaitan RB. Uji toksisitas akut kulit batang pulasari (Alyxiae cortex) dengan
metode brine shrimp lethality test (BST). [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma; 2011.
34. Ramdini RN. Uji toksisitas terhadap Artemia salina Leach dan toksisitas akut
komponen bioaktif Pandanus conoideus var. conoideus Lam sebagai kandidat
antikanker. [Skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret; 2010.
35. Sorgeloos P, Remiche VDWC, Persoone G. The use of Artemia nauplii for
toxicity tests-a critical analysis. Ecotoxicol Env Safety. 1978; 2: 249–55.
36. Solis PN, et al. A microwell cytotoxicity assay using Artemia salina (brine
shrimp). Planta Med. 1993 Jun; 59(3): 250-52.
37. Campbell HA, Reece JB. Biologi jilid I. Ed. 8. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2010.
38. Barrett KE, Barman SE, Boitano S, Brooks HL. Ganong’s review of medical
physiology. 23th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2010.
39. Gajardo GM, Beardmore JA. The brine shrimp Artemia: Adapted to clinical
life conditions. Frontiers in Physiology. June 2012; (3): 1-8.
40. Hayden C. When nature goes public: the making and unmaking of
bioprospecting in Mexico. Oxfordshire: Princeton University Press; 2003.
46
41. Fenton JJ. Toxicology: A case-oriented approach. Taylor and Francis; 2001.
42. Mayorga P, et al. Comparison of bioassays using the anostracan crustaceans
Artemia salina and Thamnocephalus platyurus for plant extract toxicity
screening. Brazilian Journal of Pharmacognosy. Dec 2010; 20(6).
43. Kurniawan A. Aktivitas antioksidan dan potensi hayati dari kombinasi ekstrak
empat jenis tanaman obat Indonesia. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor; 2011.
44. Geethaa S, Thavamany PJ, Chiew SP, Thong OM. Interference from
ordinarily used solvents in the outcomes of Artemia salina lethality test.
Journal of Advanced Pharmaceutical Technology and Research. 2013 Oct-
Dec; 4(4): 179-82.
45. Sepadan A. Uji Toksisitas akut ekstrak etanol 96% biji buah alpukat (Persea
americana Mill.) terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode Brine
Shrimp Lethality Test (BSLT) [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta; 2014.
46. Priyanto. Toksikologi: Mekanisme, terapi antidotum dan penilaian risiko.
Depok: Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi Indonesia; 2009.
47. Kurniawan H. Uji toksisitas akut ekstrak metanol daun kesum (Polygonum
minus Huds) terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode brine shrimp
lethality test (BSLT). [Skripsi]. Pontianak: Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tanjungpura; 2009.
48. Material Safety Data Sheet Methanol. [Internet]. 2006. [cited 2015 11 Sept].
Available from: http://kni.caltech.edu/facilities/msds/methanol.pdf.
49. Rahmawati N, Handayani D, Mulyanti N. Skrining aktivitas sitotoksik ekstrak
dan fraksi beberapa jenis spons laut asal pulau Mandeh Sumatera Barat.
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau Pekanbaru. 2011.
50. Wulandari F. Uji toksisitas ekstrak metanol daun mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa [Scheff.] Boerl.) terhadap larva Artemia salina Leach dengan
metode brine shrimp lethality test (BSLT). [Skripsi]. Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; 2014.
47
LAMPIRAN
Lampiran 1
Perhitungan konsentrasi ekstrak metanol daun Annona muricata L dan nilai LC50
1. Larutan induk konsentrasi 2000 ppm
Konsentrasi =
=
=
= 2000 μg/mL
= 2000 ppm
2. Kadar DMSO pada larutan induk
Kadar DMSO =
=
= 2 %
3. Larutan konsentrasi uji
a. Konsentrasi 30 ppm
M1.V1 = M2.V2
2000 μg/mL x V1 = 30 μg/mL x 6 mL
V1 =
V1 = 0,09 mL = 90 μL
Jadi diambil 90 μL dari larutan induk 2000 ppm + 5910 μL akuades,
kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
b. Konsentrasi 20 ppm
M1.V1 = M2.V2
2000 μg/mL x V1 = 20 μg/mL x 6 mL
V1 =
V1 = 0,06 mL = 60 μL
48
(lanjutan)
Jadi diambil 60 μL dari larutan induk 2000 ppm + 5940 μL akuades,
kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
c. Konsentrasi 10 ppm
M1.V1 = M2.V2
2000 μg/mL x V1 = 10 μg/mL x 6 mL
V1 =
V1 = 0,03 mL = 30 μL
Jadi diambil 30 μL dari larutan induk 2000 ppm + 5970 μL akuades,
kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
d. Konsentrasi 5 ppm
M1.V1 = M2.V2
2000 μg/mL x V1 = 5 μg/mL x 6 mL
V1 =
V1 = 0,015 mL = 15 μL
Jadi diambil 15 μL dari larutan induk 2000 ppm + 5815 μL akuades,
kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Larutan dengan konsentrasi dalam tabung reaksi tersebut kemudian dimasukkan
ke dalam well plate masing-masing 1 mL, sehingga konsentrasi larutan uji pada
well plate menjadi ½ kalinya karena penambahan air laut sebanyak 1 mL.
4. Perhitungan nilai LC50
a. Menggunakan cara manual
Nilai m(slope) digitung menggunakan rumus:
m =
– = 3,0893
=
–
=
–
=
= 3,0893
49
Nilai intersept (b) dihitung menggunakan rumus:
b =
= 3,080
= –
–
=
–
=
= 3,080
Y = mX + b, dengan memasukkan nilai 5 sebagai Y karena nilai probit
dari 50 % kematian larva Artemia salina L.
Y = 3,0893X + 3,080
5 = 3,0893X + 3,080
X = –
= 0,6215
LC50 = Antilog X
= Antilog 0,6215
= 4,183 ppm
b. Menggunakan aplikasi Microsoft Office Excel
Y = mX + b
5 = 3,097X + 3,073
X = –
X = 0,622
LC50 = Antilog X
= Antilog 0,622
= 4,187 ppm
50
Lampiran 2
Surat Keterangan Determinasi Tanaman
Gambar 6.1. Surat Keterangan Determinasi Tanaman
51
Lampiran 3
Alat dan Bahan Penelitian
Gambar 6.2. Daun Annona muricata L
sebelum dikeringkan
Gambar 6.3. Serbuk simplisia daun
Annona muricata L sebanyak 572
gram
Gambar 6.4. Proses maserasi daun
Annona muricata L
Gambar 6.5. Penyaringan filtrat
hasil maserasi
52
(lanjutan)
Gambar 6.6. Destilasi pelarut metanol Gambar 6.7. Hasil destilasi
metanol
Gambar 6.8. Filtrat maserat yang telah
disaring
Gambar 6.9. Evaporasi
menggunakan rotary evaporator
53
(lanjutan)
Gambar 6.10. Ekstrak kental metanol
daun Annona muricata L sebanyak 57
gram
Gambar 6.11. Larutan induk 2000
ppm dihomogenkan menggunakan
hot plate stirrer
Gambar 6.12. Penetasan larva Artemia
salina Leach
Gambar 6.13. Konsentrasi ekstrak
metanol daun Annona muricata L
Gambar 6.14. Uji BSLT
54
Lampiran 4
Tabel Transformasi Persen-Probit
Tabel 6.1. Tabel Transformasi Persen-Probit
55
56
Lampiran 5
Riwayat Penulis
Nama : Nur Zaki Hanifah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Banyumas, 19 Maret 1993
Agama : Islam
Alamat : Tinggarjaya RT 01/RW 05, Jatilawang, Banyumas,
Jawa Tengah
No hp : 085726562539
Email : [email protected]
Riwayat pendidikan :
1. 1999-2005 : SD N 1 Tinggarjaya
2. 2005-2008 : SMP N 1 Jatilawang
3. 2008-2011 : SMA N Jatilawang
4. 2011-sekarang : PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta