Upload
laluhamzanwadi
View
25
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
a
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Karakter pemerintahan di daerah akan sangat terkait dengan bentuk, susunan dan
pembagian kekuasaan yang ada pada negara. Artinya dari bentuk dan susunan negara
dapat dilihat apakah kewenangan itu didelegasikan ke daerah-daerah atau di pusatkan
di pemerintah pusat. Dari sisi pembagian kekuasaan dalam suatu negara, maka bisa
berbentuk sistem sentralisasi atau desentralisasi. Sistem ini secara langsung
mempengaruhi konsepsi pelaksanaan pemerintah di daerah.
Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 secara tegas
Indonesia disebut sebagai negara hukum. Dengan demikian, hukum harus menjadi
dasar dan panduan bagi setiap penyelenggara pemerintahan negara. Dalam praktik
penyelenggaraan pemerintahan negara dilakukan oleh aparat negara. Hal ini sesuai
dengan pendapat Logemen bahwa negara adalah himpunan jabatan-jabatan yang
diadakan oleh negara untuk mewujudkan tujuan negara.1
Didalam menyelenggarakan pemerintahan daerah Kepala daerah dan wakil
Kepala Daerah, merupakan wakil pemerintah pusat dalam menyelenggarakan
Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia Perpektif Kontitusional, Cetakan.Pertama, Total Media,
Yogyakarta, 2009, hlm.36
pelaksanaan roda pemerintahan di daerah. Dalam kamus wilkipedia, Kepala daerah
dalam konteks Indonesia ialah Gubernur untuk kepala daerah Provinsi, Bupati untuk
Kepala daerah Kabupaten, dan Walikota untuk daerah Kotamadya.
Kepala Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah daerah agar tercapainya
kemakmuran masyarakat di daerahnya, tentunya diberikan kekuasan untuk
menjalankan fungsinya sebagai kepala roda pemerintahan daerah. Kekuasan ini bisa
dalam bentuk kebijakan maupun tindakan publik lainya. Dan untuk menjalankan
kebijakan ini harus berpegang kepada azas legalitas disebabkan kontruksi UUD
Indonesia yang menyebutkan bahwa Indonesia berdasarkan atas hukum.
Azas legalitas yang dimaksudkan adalah bahwa setiap tindakan badan atau
pejabat tata usaha negara harus berdasarkan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku positip (undang-undang formal). Azas legalitas ini menjadi dasar
kekuasaan atau kewenangan dalam menyelenggarakan pemerintahan, baik di tingkat
pusat maupun ditingkat daerah.2
Kepala Daerah yang menjalankan pemerintahan daerah yang diberikan fungsi
kekuasaan agar terhindar dari penyalahgunaan maka di perlukan badan atau organ
yang mengawasi dan meminta pertanggungjawaban kepada Kepala Daerah selaku
pemangku wakil pemerintah pusat dan pimpinan daerah, pengawasan dan
pertanggung jawaban ini agar menciptkan pemerintah yang baik ( good governance ).
Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Cetakan.Pertama,
Ghalia Indonesia, Bogor, 2007, hlm.169.
Seperti yang diucapkan oleh KC Where mengenai kekuasaan3. Kekuasaan yang
diberikan kepada seseorang itu cendrung disalahgunakan, sehingga diperlukan
pemisahan kekuasaan untuk mengawasi kekuasaan tersebut.
Didalam kontruksi ilmu pemerintahan pengertian pertanggungjawaban Kepala
Daerah disebut dengan (LPJ), yang disampaikan pada akhir masa jabatan Kepala
Daerah atau paling sedikit setahun sekali selama masa dinas jabatanya.
Perkembangan pengertian laporan pertanggungjawaban ini mempunyai pengertian
yang berbeda sesuai dengan model pengakatan Kepala Daerah misalnya di dalam UU
No.22 Tahun 1999 disebut dengan laporan pertanggungjawaban kepala Daerah
sedangkan di UU No. 32 Tahun 2004 pertanggungjawaban kepala Daerah dimaknai
sebagi Laporan keterangan pertanggungjawabn (LKPJ).
Perkembangan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah daerah di Indonesia,
persoalan hukum pemerintah daerah semakin komplek untuk dikaji siapa yang
berwenang dalam hal meminta pertanggungjawaban kepala daerah. Salah satu hal
yang mendasar adalah hubungan antara Kepala daerah dengan DPRD, secara historis
hubungan kedua organ tersebut mengalami pasang surut, dalam periode tertentu
peranan DPRD lebih dominan, dalam periode lain kepala daerah mempunyai peranan
lebih dominan.
Saat negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) diproklamasikan, hukum dasar
(kontitusi) yang dipakai adalah UUD RI 1945. Kontitusi ini mengamanatkan bahwa
3 Dahlan Thaib, Catatan Hukum Tata Negara, Jan.23.2007
pelaksanaan pemerintah di Indonesia senantiasa mengacu pada sistem pemerintahan
negara kesatuan dengan mengedepankan desentralisasi dalam pelaksanaan
pemerintahan di daerah. Pembagian daerah mengacu pada pasal 18 UUD 1945
memberikan justifikasi secara tidak langsung mengenai adanya pemerintahan di pusat
dan pemerintahan di daerah.
Pelaksanaan pemerintahan di daerah diatur dalam satu undang-undang organik
supaya implementasi kekuasaan dan kewenangan daerah-daerah otonom mendapat
landasan hukum konkret. Hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah dalam negara kesatuan yang dimplikasikan di Indonesia, merupakan masalah
yang harus diatur dalam kontitusi dan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang
harus diatur dan disusun sedemikian rupa oleh penyelenggaraan negara
(pemerintahan).4
Sejarah dinamika pelaksanaan pemerintah daerah sudah berlangsung sangat
lama. Bahkan sejak pemerintahan kolonial pun model pemerintahan daerah sudah di
ciptakan oleh para penjajah dinegri ini. Perjalanan pelaksanaan pemerintahan daerah
setelah kemerdekaan dimulai pada Tahun 1945 dengan dikeluarkan UU No.1 Tahun
1945 hingga dikeluarkanya model pemerintahan sekarang UU No. 32 Tahun 2004
dengan model pelimpahan kepada daerah yang berbagai model dari otonomi yang
model terpimpin hingga model otonomi yang seluas-luasnya. Pada dasarnya model
Lawrence S.Finkelstein, The Indonesia Federal Problem,Facific Affair, XXI/3, September 1951,
hlm.284.
dan bentuk pemerintahan daerah yang diciptakan oleh pemerintah pusat kepada
daerah merupakan suatu tanggungjawab pemerintahan dalam hal negara kesatuan.
Menurut Sri Soemantri mengenai pemerintahan daerah5.
Adanya pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat kepada daerah-daerah
otonom bukanlah hal itu ditetapkan dalam kontitusinya, akan tetapi karena masalah
itu adalah merupakan hakikat daripada negara kesatuan.
Model dan bentuk sistem pemerintahan baik itu melalui model desentralisasi,
dekonsentrasi maupun tugas pembantuan tentunya disertai dengan penyerahan
kekuasaan. Kepala daerah yang dalam hal ini memegang kewenangan dalam
kebijakan mempunyai kewajiban terhadap terhadap jalannya model pemerintahan
yang diembanya disamping DPRD sebagai badan yang membuka jalan kebijakan
Kepala daerah tersebut.
Dewan perwakilan rakyat yang dibentuk disetiap daerah Propinsi, Kabupaten dan
Kota umumnya dipahami sebagai lembaga yang menjalankan kekuasaan legeslatif
didaerah akan tetapi, sebenarnya fungsi legeslatif di daerah, tidaklah sepenuhnya
berada ditangan DPRD. Seperti fungsi DPR RI dengan hubungan dengan Presiden
sebagaimana ditentukan didalam Pasal 20 ayat ( 1 ) UUD 1945 menyebutkan bahwa
DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang dan Pasal 5 ayat ( 1 )
menyatakan bahwa Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR, sedangkan
5 Sri Soemantri M, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, Rajawali, Jakarta, 1981,
hlm.52.
kewenangan untuk menetapkan peraturan daerah ( perda ) Propinsi, Kabupaten, dan
Kota tetap berada di tangan Gubernur, Bupati dan Walikota dengan persetujuan
DPRD, karena itu Gubernur, Bupati, Walikota disini tetap memegang kewenangan
esekutif dan sekaligus legeslaitf.
Penyerahan pelimpahan dan penugasan kewenangan kepada pemerintah daerah
dari waktu ke waktu selalu mengalami dinamika yang secara langsung mempengaruhi
konsep hubungan pusat dan daerah dalam pelaksanaan pemerintahan. Terkadang
daerah diposisikan sebagai institusi otonom yang berfungsi sebagai penyalur
aspirasi rakyat didaerah tetapi hanya wakil pemerintahan daerah. Formulasi
hubungan demikian memberikan ruang dekonsentrasi ditonjolkan (dikedepankan)
daripada desentralisasi dalam pelaksanaan pemerintahan daerah.6
Implikasi penyerahan atau pelimpahan kewenangan tersebut tidak melepaskan
campur tangan secara intensif dari pemerintah pusat dalam mengawasi perkembangan
pelaksanaan pemerintahan di daerah karena hal tersebut merupakan prinsip yang
tersimpul dalam negara kesatuan. Kajian ketatanegaraan menempatkan bahwa
pemerintahan yang desentralistik merupakan aspek struktual dari suatu negara
kesatuan karena berpaut langsung dengan pembagian kewenangan pusat dan daerah
yang tergantung pada susunan negaranya.7
6 The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Republik Indonesia, Jakarta, Gunung
Agung, 1968, hlm.16.7 R.Tresna, Bertamasya Ke Taman Ketatanegaraan, Bandung, Dibya, Tanpa Tahun, hlm.31.
Untuk menjalankan fungsinya mewujudkan masyrakat daerah yang dipimpinya
menuju kepada masyrakat yang berkesejahtraan, maka Kepala daerah dalam
menjalankan fungsinya harus diberikan fungsinya untuk melakukan tindakan
hukum/perbuatan hukum, baik berupa kebijakan yang bersifat umum maupun
tindakan hukum yang nyata dalam rangka mewujudkan kesejahtraan yang merata
dalam kehidupan masyarakat daerah. Dalam negara hukum seperti Republik
Indonesia kewenangan yang dimaksud harus diatur sebelumnya dalam peraturan-
peraturan hukum yang berfungsi sebagai acuan dan alat untuk merekayasa kehidupan
masyrakat.
Pertanggungjawaban yang dilakukan oleh Kepala daerah dalam bentuk laporan
pertanggungjawaban (LPJ) adalah merupakan pratik-pratik akuntabilitas dalam upaya
memberikan kontribusi bagi terwujudnya pemerintahan yang baik. Tiga pilar good
governance yaitu transparasi, partisipasi dan akuntabilitas harus dapat berjalan secara
stimulant.
Oleh karena itu dengan adanya dinamika sejarah pemerintah daerah, mengenai
hubungan pertanggungjawaban Kepala daerah dari masa setelah kemerdekaan hingga
berlakunya UU No.32 Tahun 2004. Maka peneliti ingin melakukan kegiatan
penelitian siapa yang berhak meminta pertanggungjawaban Kepala daerah dari UU
pemerintahan daerah yang dikeluarkan setelah kemerdekaan hingga UU No 32 Tahun
2004, dengan judul skripsi. Perbandingan Pengaturan Pertanggungjawaban Kepala
Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbedaan pertanggungjawaban Kepala Daerah menurut UU
No.22 Tahun 1948, UU No.1 Tahun 1957, UU No.18 Tahun 1965, UU No.5
Tahun 1974, UU No.22 Tahun 1999 dan UU 32 Tahun 2004?
2. Berdasarkan dari bentuk pertanggungjawaban Kepala Daerah yang diatur
dalam Undang-undang pemerintahan daerah yang pernah berlaku dan sedang
berlaku manakah yang lebih sejalan dalam bentuk konsep Negara Kesatuan
Republik Indonesia?
3. Berdasarkan dari bentuk Pertanggungjawaban Kepala Daerah yang pernah
berlaku dalam Undang-undang pemerintahan daerah yang pernah berlaku
manakah yang sesuai dengan konsep bentuk Pemerintahan yang demokrasi?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Mekanisme pertanggungjawaban Kepala Daerah menurut UU No.22 Tahun
1948, UU No.1 Tahun 1957, UU No.18 Tahun 1965, UU No.5 Tahun1974,
UU No.22 Tahun 1999 dan UU 32 Tahun 2004.
2. Pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam Undang-undang pemerintahan
daerah yang mempunyai nilai konsep negara kesatuan.
3. Pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam Undang-undang pemerintahan
daerah yang mempunyai nilai konsep negara demokrasi.
D. Tinjauan Pustaka
1. Hubungan Demokrasi dengan Pemerintahan Daerah
Dari sudut pandang etimologi demokrasi berasal kata demos (rakyat) dan cretein
(memerintah). Jadi secara harfiah kata demokrasi dapat diatikan sebagai rakyat
memerintah.8
Menurut tafsir R.Kraneburg di dalam bukunyaInleiding in de vergerlijkende
staatsrechtwetenschap perkataan demokrasi yang terbentuk dari dua pokok kata
Yunani di atas maknanya adalah cara memerintah oleh rakyat.9
Sementara itu, dalam kamus Dictionary Webters didefinisikan demokrasi adalah
pemerintahan oleh rakyat dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan
dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem
pemilihan umum yang bebas10
Sedangkan menurut Dahlan Thaib.11
Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dalam mana kekuasaan untuk
pemerintahan berasal dari mereka yang diperintah atau demokrasi adalah suatu pola
pemerintahan yang mengikutsertakan rakyat dalam proses pengambilan keputusan
8 B.Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara,Kewenangan&Hak Azasi Manusia, Andi Ofset,
Yogyakarta, hlm.98.9 Koencoro Poerbopranoto,Sistem Pemerintahan Demokrasi, Eresco, Bandung, 1987, Hlm.6.10 United State Information, What Is Democracy, 1999, hlm.4.11 Dahlan Thaib,Pancasila Yuridis Ketatanegaraan, Edisi Revisi, UPP, AMP, YKPN, Yogyakarta,
1994, hlm.97-98.
oleh mereka yang diberi wewenang , Maka legitimasi pemerintah adalah kemauan
rakyat yang memilih dan mengontrolnya.
Seperti dikemukakan oleh Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim. dalam paham
kedaulatan rakyat (democracy), rakyatlah yang dianggap sebagai pemilik dan
pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Rakyatlah yang menentukan
corak dan cara pemerintahan diselenggarakan. Rakyatlah yang menentukan tujuan
yang hendak dicapai oleh negara dan pemerintahan itu.12
Sementara hubungan demokrasi dan pemerintahan daerah tidak dapat dipisahkan
dari penerapan desentralisasi. Karena desentralisasi merupakan cara sebuah rezim
atau negara untuk menghadirkan suatu rezim yang lebih mencerminkan nilai-nilai
demokratis, karena sebagian kewenangan telah diserahkan kepada pemerintah lokal
(daerah) untuk terlibat aktif dalam merespon hal-hal yang berkaitan erat dengan
kehidupan didaerah.
Menurut Joenarto mengenai desentralisasi13
Desentralisasi adalah memberikan wewenang dari pemerintah negara kepada
pemerintah lokal untuk mengatur dan mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah
tangganya sendiri.
12 Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara, Cetakan.Ketujuh, Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV Sinar Bakti, Jakarta , 1998,
H lm.328.13 Joeniarto, Perkembangan Pemerintahan Lokal, Bina Aksara, Jakarta, 1992, hlm.15.
Menurut Hans Kelsen, yang disebut otonomi daerah adalah suatu perpaduan
langsung dari ide-ide desentralisasi dengan ide-ide demokrasi. Organ-organ pembuat
norma daerah dipilih oleh para subyek dari norma-norma ini. Sebuah contoh dari
kesatuan daerah otonom adalah Kotapraja atau Kotamadya dan Walikota,ini adalah
sebuah pemerintahan daerah otonom dan desentralisitis.
Desentralisasi menunjuk hanya kepada masalah-masalah tertentu menyangkut
kepentingan khusus. Tetapi kadang-kadang lembaga administratif terpilih, yakni
dewan Kotapraja/Kotamadya, berkompoten untuk membuat norma-norma umum,
yang disebut undang-undang otonom, tetapi undang-undang ini harus ada dalam
kerangka undang-undang otonom, tetapi undang-undang ini harus ada dalam
kerangka undang-undang pusat, yang dibuat oleh organ legislatif negara.14
Desentralisasi dan demokrasi adalah dua konsep yang berbeda. Meskipun ada
yang mengkaitkan dengan relasi antara negara dan pasar sebagaimana dilakukan oleh
Bank Dunia dan IMF, Secara umum desentralisasi lebih merujuk pada relasi antara
pemerintah pusat dan daerah. Sedangkan demokrasi berkaitan dengan proses dan
prosedur berbagai proses politik yang melibatkan rakyat, baik di tingkat pusat
maupun daerah.15
14 NiMatul Huda,Hukum Pemerintahan Daerah, Cetakan.Pertama, Nusa Media, Bandung, 2009,
hlm.169.15 Kacung Marijan, Pelajaran Dari Pilkada Secara Langsung, diterbitkan bersama Pustaka Eureka
dan PusatStudi Demokrasi dan Ham, Surabaya, 2006, hlm.25.
Didalam realitas diantara keduanya juga tidak selalu berseiring. Desentralisasi
misalnya, bisa dijumpai di negara-negara yang pemerintahanya otoriter atau totaliter,
desentralisasi disini lebih dimaknai dalam konteks desentralisasi fiskal, yaitu
berkaitan dengan pendelegasian sejumlah urusan kepada organ-organ pemerintahan
yang ada di daerah tanpa disertai transfer kekuasaan kepada daerah. Tidak
mengherankan kalau Richard Crook dan james Manor kemudian mengatakan bahwa
desentralisasi, pada akhirnya bukan memiliki makna demokrasi.Agar keterkaitan di
antara keduanya secara eksplisit ada, Keduanya lalu mengembangkan apa yang
disebut dengan democratic decentraliztion yang lebih dirujukan pada adanya
desentralisasi kekuasaan atau devolusi dari pemerintah pusat kepada daerah.16
Pandangan bahwa desentralisasi itu memiliki relasi kuat dengan demokrasi
didasarkan pada asumsi bahwa desentralisasi dapat membuka ruang yang lebih besar
kepada masyarakat untuk terlibat di dalam proses pembuatan keputusan-keputusan
politik di daerah. Hal ini berkaitan dengan realitas bahwa setelah ada desentralisasi,
lembaga-lembaga yang memiliki otoritas di dalam proses pembuatan dan
implementasi kebijakan publik itu lebih dekat dengan rakyat. Kedekatan itu
memungkinkan rakyat melakukan kontrol terhadap pemerintah daerah. Dengan
demikian pemerintah daerah diharapkan memiliki akuntabilitas yang lebih besar lagi.
16 Ibid
2. Pertanggungjawaban Kepala Daerah
Laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah merupakan suatu bentuk
transpransi menuju bentuk pemerintahan yang good governance. Transparansi dan
partisipasi adalah dua istilah yang sering disandingkan, seolah-olah mengandung
pengertian bahwa tuntutan transparansi ini berasal dari partisipasi publik. Atau bisa
juga dapat dikatakan transparan apabila telah melibatkan partisipasi masyrakat.
Berkaitan dengan tuntutan transparansi dan partisipasi masyrakat yang
mengendepankan pada setiap proses pengambilan kebijakan publik bisa dipahami,
karena sifat sentralistik penyelenggaraan pemerintahan pada orde Baru cendrung
bersifat tertutup, dan lembaga perwakilan rakyat belum dapat sepenuhnya
memperjuangkan aspirasi masyarakat. Hal ini di dukung oleh teori penyelenggraan
kepemerintahan berdasarkan prinsip-prinsip good governance. Dengan demikian
transparansi dan partisipasi merupakan prinsip umum penyelenggaraan pemerintahan
yang berbasis good governance.
Pertanggungjawaban Kepala daerah pada dasarnya tidak semata-mata
dimaksudkan merupakan sebagai upaya untuk menentukan kelemahan pelaksanaan
pemerintah daerah, melainkan juga untuk menigkatkan efisiensi, efetifitas,
produkfitas dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintah serta jalanya fungsi
pengawasan jalannya pemerintahan. Pertanggungjawaban Kepala daerah kepada
DPRD maupun kepada Esekutif pusat merupakan untuk menjelaskan kinerja
penyelenggaraan pemerintah daerah yang dipimpin Kepala daerah tersebut kepada
masyarakat.
Pemerintah yang baik (good governance) adalah merupakan proses
menyelenggarakan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyedian public good
and service disebut governance (pemerintahan atau kepemerintahan) sedangkan
pratik terbaik disebut dengangood governance ( kepemimpinan yang baik). Agar
good governance dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik, maka
dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintahan dan
masyarakat.17
Suatu sistem good governance di dalam pelaksanaan pemerintahan berorientasi
di antara lain yaitu18
. Pertama, orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian
tujuan nasional. Kedua, pemerintahan yang berfungsi secara ideal,yaitu secara efetif
dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Ketiga, pengawasan.
Di Indonesia semangat untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance
mengendepankan setelah peristiwa reformasi. Hal ini di tandai dengan adanya
perubahan yang mendasar, antara lain, sistem penyelenggaraan pemerintahan Daerah
yang berbasis utama pada prinsip desentralisasi yaitu. Pertama, perubahan wewenang
dan fungsi MPR. Kedua, reformasi dalam sistem birokrasi militer(TNI). Ketiga,
perubahan sistem pemilu.
17 Dahlan Thaib, Ketatanegaraan,Op.cit, hlm.35.18 Ibid
Pemerintahan yang melaksanakan prinsip-prinsip good governance tidak boleh
keluar dari platform negara hukum yang telah disepakati. Platform negara hukum
pada prinsipnya menentukan bahwa setiap tindakan dan perbuatan pemerintah
melalui aparat pemerintah dilaksanakan berdasarkan wewenang yang diatur peraturan
perundang-undangan. Kekuasaan yang di berikan kepada seorang untuk menjalankan
suatu pemerintah baik di dalam kebijakan yang bersifat umum dan kebijakan bersifat
nyata, kewenangan tersebut di dalam konteks negara Republik Indonesia harus diatur
sebelumnya melalui dalam peraturan-peraturan hukum yang berfungsi sebagai acuan
dan alat untuk merekayasa kehidupan masyrakat.
3. Konsep Pemerintahan Negara Kesatuan
Indonesia merupakan negara yang sudah beberapa kali mengalami pergantian
bentuk dan sistem pemerintahan, mulai dari bentuk negara kesatuan hingga ke bentuk
negara federal dari bentuk pemerintahan Presidensil hingga ke bentuk pemerintahan
Parlementer. Terpaku pada sila ketiga yang berbunyi Persatuan Indonesia Indonesia
pada dasarnya mementingkan nilai rasa persatuan di dalam bernegara Bhinika
Tunggal Ika berbeda-beda namun tetap satu.19
Negara kesatuan dapat pula disebut sebagai negara unitaris. Negara ini ditinjau
dari segi susunannya, memanglah susunanya bersifat tunggal, maksudnya negara
kesatuan itu adalah negara yang tidak tersusun dari beberapa negara, melainkan
http://one.indoskripsi.com/node/11407
hanya terdiri atas satu negara, sehingga tidak ada negara di dalam negara. Dengan
demikian dalam negara kesatuan hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintah
pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang
pemerintahan negara, menetapkan kebijaksanaan pemerintahan dan melaksanakan
pemerintahan negara baik di pusat maupun didaerah-daerah.20
Ditinjau dari segi sejarah ketatanegaraan serta ilmu negara, pada permulaan
perkembanganya, yaitu dari jaman purba, jaman abad pertengahan,jaman renaissance,
kemudian memasuki jaman hukum alam baik abad XVII maupun abad XVIII,
kekuasaan para penguasa itu pada umumnya bersifat absolute, dan masih
dilaksankannya asas konsentrasi.
Kedua asas itu secara singkat pengertiannya dapatlah dikemukakan sebagai
berikut21
:
1. Asas sentralisasi adalah asas yang menghendaki bahwa segala kekuasaan serta
urusan pemerintah itu milik pemerintah pusat.
2. Asas konsentrasi adalah asas yang menghendaki bahwa segala kekuasaan
serta urusan pemerintahan itu dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat,
baik yang ada dipusat pemerintahan maupun yang ada di daerah-daerah.
Sementara itu setelah negara-negara di dunia ini mengalami perkembangan yang
sedemikian pesat, wilayah negara menjadi semakin luas, urusan pemerintahannya
20 Soehino , Ilmu Negara, Edisi.Ketiga, Liberty,Yogyakarta, 2000, hal.224.21 Ibid
menjadi semakin kompleks, serta warga negaranya menjadi semakin banyak yang
hitorogen, maka dibeberapa negara telah dilaksanakan asas dekonsentrasi dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pejabat-pejabatnya di daerah, untuk melaksanakan urusan-
urusan pemerintahan pusat yang ada di daerah-daerah.
Perjalanan perkembangan lebih lanjut dibeberapa negara disamping telah
dilaksanakan asas dekonsentrasi juga telah dilaksanakan asas desentralisasi, yaitu
penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintahan pusat atau daerah otonom tingkat
atasnya kepada daerah otonom menjadi urusan rumah tangganya,pelaksanaan asas
desentralisasi inilah yang melahirkan atau dibentuknya daerah-daerah otonom,yaitu
suatu kesatuan masyrakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang
berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri. Dengan demikian daerah otonom itu memiliki otonomi daerah, yaitu hak,
wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri, sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian merupakan penelitian yang berdasarkan studi kepustakaan yang
bersifat yuridis normatif artinya penelitian hanya dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang bersifat hukum.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian seperti yang tertuang didalam rumusan masalah.adapun
fokus penelitian anatara lain:Bagaimana Perbedaan Pertanggungjawaban
Kepala Daerah Menurut UU No.22 Tahun 1948,UU No.1 Tahun 1957,UU
No.18 Tahun 1965,UU No.5 Tahun 1974,UU No.22 Tahun 1999,UU No.32
Tahun 2004.dan menganalisis Undang-undang pemerintahan darah yang
mempunyai konsep kesatuan dan nilai demokrasi.
3. Sumber Data
Sumber data adalah data yang berhubungan diperloleh secara tidak langsung
melalui kepustakaan dan dokumen dengan bahan hukum berupa:
a. Bahan hukum primer adalah: bahan hukum yang mempunyai kekuatan
yang mengikat secara yuridis formal seperti perundang-undangan, putusan
pengadilan dan lain-lain
b. Bahan hukum sekunder adalah yang tidak mempunyai kekuatan mengikat
secara yuridis seperti buku-buku, majalah, jurnal, hasil penelitian
terdahulu.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhdap bahan primer dan sekunder contohnya: kamus
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan bahan-bahan hukum yang
dilakukan dengan:
a. Studi Pustaka
Studi pustaka: yakni dengan mengkaji jurnal, hasil penelitian hukum, dan
literatul yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
b. Studi dukumen
Studi dokumen: yakni dengan mengkaji berbagai dokumen resmi
intutisional yang berupa peraturan perundang-undangan.
5. Metode Pendekatan.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif atau
Pendekatan perundang-undangan. Pendekatan perundang-undangan adalah
pendekatan peneltian yang berkaitan dengan permasalahan dengan
menggunakan UU dan regulasi yang berkaitan dengan masalah hukum yang
sedang diteliti.
6. Metode Analisis data
Metode analisis data yang digunakan adalah kualitatif yang menganalisis data
terkumpul tidak berupa angka-angka yang dapat dilakukan pengukuran.
F. Sistematika Penulisan
Penelitian hukum terdiri dari 5 ( lima ) Bab, yaitu:
1. Bab Pertama dijabarkan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah,tujuan penelitian,tinjauan pustaka dan metode penelitian.
2. Bab Kedua dijabarkan tentang Tinjauan Konsep Teori Yang Berhubungan
Dengan Pertanggungjawaban Dalam Pemerintah Daerah
A. Pelimpahan Penyerahan Kepala Daerah
1. Teori Pelimpahan Atribusi
2. Teori Pelimpahan Delegasi
3. Teori Pelimpahan Mandat
B. Konfigurasi Hukum Dan Demokrasi Dalam Posisi Kepala Daerah
1. Teori Demokrasi
2. Teori Negara Berdasarkan Hukum
C. Pertanggungjawaban Konsep Negara Demokrasi dan Kesatuan
1. Pertanggungjawaban Negara Demokrasi
2. Pertanggungjawaban Negara Kesatuan
3. Bab Ketiga dijabarkan tentang Tinjauan Konsep Pemerintahan Daerah Dalam
Negara Kesatuan
A. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
1. Pengertian Otonomi Daerah
2. Sistem Rumah Tangga Daerah
3. Asas-Asas Pemerintahan Daerah
B. Tindakan Hukum Pemerintahan Daerah
1. Pengertian Tindakan Hukun Pemerintah
2. Tindakan Hukum Publik Pemerintah
3. Tindakan Hukum Privat Pemerintah
C. Perbedaan Pemerintah Daerah Negara Kesatuan Dan Federal
4. Bab Keempat dijabarkan tentang rumusan masalah yaitu:
A. Pengertian Pertanggungjawaban Kepala Daerah
B. Perbedaan Pertagungjawaban Kepala daerah menurut UU No 22 Tahun
1948, UU No.1 Tahun 1957, UU No.18 Tahun 1965, UU No.5 Tahun
1974, UU No.22 Tahun 199 dan terahir UU No.32 Tahun 2004.
C. Berdasarkan bentuk Pertanggungjawaban Kepala Daerah Dalam Undang-
undang Pemerintahan daerah yang pernah berlaku dan sedang berlaku
mana mempunyai nilai Konsep Kesatuan Negara Republik Indonesia
D. Berdasarkan bentuk Pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam Undang-
undang Pemerintahan daerah yang pernah berlaku dan sedang berlaku
mana yang mempunyai nilai Konsep Demokrasi
5. Bab Kelima dijabarkan tentang penutup yang terdiri dari kesimpulan dan
saran-saran.