100
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 7 Kelompok 6 Tutor : dr. Maznah Jovita Kosasih 41014010 60 Ari Miska 41014010 71 Rivia Krishartanty 41014010 72 Ira Dwi Novriyanti 41014010 83 Rhapsody Karnovinanda 41014010 84 M.Izwan Iqbal Tyasta 41014010 86 Flavia Angelina Satopoh 41014010

Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

LAPORAN TUTORIALSKENARIO B BLOK 7

Kelompok 6

Tutor : dr. Maznah

Jovita Kosasih 4101401060

Ari Miska 4101401071

Rivia Krishartanty 4101401072

Ira Dwi Novriyanti 4101401083

Rhapsody Karnovinanda 4101401084

M.Izwan Iqbal Tyasta 4101401086

Flavia Angelina Satopoh 4101401088

Ayu Ratnasari 4101401097

Yuliansera Lestari 4101401098

Nadila Ayu Putri 4101401100

Zahra Kamilah 4101401112

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG

2011KATA PENGANTAR

Page 2: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario B

Blok 7” sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada

junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat, dan

pengikutnya hingga akhir zaman.

Laporan tutorial ini bertujuan untuk memenuhi tugas Blok 7 yang merupakan

bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Penulis

menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan materi dan

perbaikan di masa yang akan datang.

Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan,

bimbingan dan saran. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang

diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga bermanfaat

dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.

Amin.

Palembang, 6 Juni 2011

Penulis

DAFTAR ISI

Page 3: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

BAB I

Page 4: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Infeksi dan Imunologi adalah Blok 7 pada Semester 2 dari Kurikulum

Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan

pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan

datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai Tuan Ahmad yang

sudah 7 hari demam terus menerus disertai nyeri ulu hati, mual, lidah terasa pahit,

BAB cair, dan kesadaran delirium. Setelah pemeriksaan fisik ia diberi siprofloksasin

dan parasetamol namun demam tidak turun.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode

analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep

dari skenario ini.

BAB II

Page 5: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

PEMBAHASAN

2.1 Skenario Kasus

Tuan Ahmad, umur 40 tahun dibawa keluarganya ke rumah sakit karena sudah

7 hari ini demam terus menerus disertai nyeri ulu hati, mual dan lidah terasa pahit.

Sejak 4 hari yang lalu mengalami BAB cair.

Pada pemeriksaan fisik dijumpai : keadaan delirium, temperatur 39,5oC, nadi

136x/menit, tensi 80/60 mmHg, RR: 29x/menit, lidah kotor dan nyeri tekan pada

epigastrium. Dua hari sebelumnya berobat ke dokter umum, mendapat tablet

siprofloksasin 2x500 mg dan parasetamol 3x500 mg, namun masih juga belum turun

demamnya.

Hasil laboratorium : Hb:12 mg/dl, leukosit 13.000/mm3, LED 12 mm/jam,

hematokrit 36 mg%, trombosit 210.000/mm3. Diffcount : 0/0/0/75/23/2.

Kondisi apa yang dialami tuan Ahmad dan apa kemungkinan penyakit yang

menyebabkannya?

2.2 Paparan

I. Klarifikasi Istilah

1. Nyeri ulu hati : perasaan menderita atau agoni yang disebabkan oleh

rangsangan pada ujung-ujung saraf usus pada ulu hati.

2. Demam : peningkatan suhu tubuh di atas normal.

3. Mual : sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu

pada epigastrium dan abdomen dengan kecenderungan

untuk muntah.

4. Lidah terasa pahit : biasa terjadi saat seseorang mengalami flu, demam,

sinusitis akibat adanya pertumbuhan bakteri anaerob.

5. BAB cair : peningkatan absorpsi air dan elektrolit dan penurunan

sisa makanan dalam feses.

6. Kesadaran delirium: kesadaran yang ditandai oleh ilusi, halusinasi, delusi,

kegirangan, kurang istirahat, dan inkoheren.

Page 6: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

7. Epigastrium : regio atas tengah abdomen, terletak di antara angulus

sternum.

8. Siprofloksasin : antibiotik golongan florokinolon bekerja dengan cara

mempengaruhi enzim DNA-gyrase pada bakteri.

9. Lidah kotor : Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah.

Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit dan

cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.

10. Parasetamol : obat analgesik yang digunakan untuk menurunkan

demam dan juga untuk pengobatan nyeri ringan atau

berat.

11. Hematokrit : persentase volume eritrosit dalam darah secara

keseluruhan.

12. LED : laju endap darah. Kecepatan mengendapnya eritrosit dari

spesimen darah vena yang tercampur baik, yang diukur

melalui jarak dari bagian atas kolon endapan eritrosit

dalam waktu dan keadaan tertentu.

13. Diffcount : perhitungan dari berbagai jenis dari leukosit

diekspresikan dalam presentase, berdasarkan apusan

darah.

II. Identifikasi Masalah

1. Tn. Ahmad, 40 tahun, sudah 7 hari menderita demam, nyeri ulu hati, mual, dan

lidah terasa pahit serta sejak 4 hari yang lalu mengalami BAB cair.

2. Pada pemeriksaan fisik dijumpai : kesadaran delirium, temperatur 39,5oC, nadi

136x/menit, tensi 80/60 mmHg, RR: 29x/menit, lidah kotor dan nyeri tekan

pada epigastrium.

3. Dua hari sebelumnya berobat ke dokter umum, mendapat tablet siprofloksasin

2x500 mg dan parasetamol 3x500 mg tetapi demam tidak turun.

4. Hasil lab :

Hb : 12 mg/dl Hematokrit : 36 mg%

Leukosit : 13.000/mm3 Trombosit : 210.000/mm3

LED : 12 mm/jam Diffcount : 0/0/0/75/23/2

Widal : Titer O = 1/320

Page 7: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Titer H = 1/640

III. Analisis Masalah

1. Tn. Ahmad, 40 tahun, sudah 7 hari menderita demam, nyeri ulu hati, mual, dan

lidah terasa pahit serta sejak 4 hari yang lalu mengalami BAB cair.

a. Bagaimana mekanisme dan etiologi :

Demam

Nyeri ulu hati

Mual

Lidah pahit

b. Apa jenis-jenis demam?

c. Bagaimana mekanisme dan etiologi BAB cair?

2. Pada pemeriksaan fisik dijumpai : kesadaran delirium, temperatur 39,5oC, nadi

136x/menit, tensi 80/60 mmHg, RR: 29x/menit, lidah kotor dan nyeri tekan

pada epigastrium.

a. Bagaimana keadaan normal dan interpretasi dari pemeriksaan fisik

Tn.Ahmad?

b. Bagaimana mekanisme dan etiologi lidah kotor dan nyeri tekan pada

epigastrium?

c. Apa kemungkinan penyakit yang diderita oleh Tn.Ahmad?

d. Bagaimana etiologi dan cara penularan dari penyakit yang mungkin diderita

Tn.Ahmad?

e. Bagaimana pertahanan tubuh terhadap penyakit yang diderita Tn.Ahmad?

f. Bagaiamana patogenesis dari penyakit yang diderita Tn.Ahmad?(sampai

sepsis)

g. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus ini?

3. Dua hari sebelumnya berobat ke dokter umum, mendapat tablet siprofloksasin

2x500 mg dan parasetamol 3x500 mg tetapi demam tidak turun.

a. Bagaimana indikasi , mekanisme kerja, dan efek samping siprofloksasin?

b. Bagaimana indikasi, mekanisme kerja, dan efek samping parasetamol?

Page 8: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

c. Mengapa setelah diberi obat, demam pada Tn.Ahmad tidak turun?

4. Hasil lab :

Hb : 12 mg/dl Hematokrit : 36 mg%

Leukosit : 13.000/mm3 Trombosit : 210.000/mm3

LED : 12 mm/jam Diffcount : 0/0/0/75/23/2

Widal : Titer O = 1/320

Titer H = 1/640

a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan lab Tn. Ahmad?

b. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus ini?

c. Bagaimana hubungan dari hasil lab Tn. Ahmad dengan penyakit yang

dideritanya?

IV. Jawaban Analisis

1. a. Bagaimana mekanisme dan etiologi demam, nyeri ulu hati, mual dan lidah

pahit?

Demam

Demam terjadi ketika tubuh bereaksi dengan pirogen atau patogen. Pirogen

akan diopsonisasi oleh komplemen dan difagosit oleh leukosit darah, limfosit

dan makrofag (sel kupffer di hati). Proses ini melepaskan sitokin, diantaranya

pirogen endogen interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, 6, 8, dan 11, interferon α2

dan γ, Tumor nekrosis factor TNFα (kahektin) dan TNFβ (limfotoksin),

macrophage inflammatory protein MIP1. Sitokin ini diduga mencapai organ

sirkumventrikular otak yang tidak memiliki sawar darah otak. Sehingga terjadi

demam pada organ ini atau yang berdekatan dengan area preoptik dan organ

vaskulosa lamina terminalis (OVLT) (daerah hipotalamus) melalui

pembentukan prostaglandin PGE₂. Prostaglandin terbentuk dari asam

arakidonat pada sel-sel tubuh dengan bantuan enzim cyclooxgenase (COX).

Pengaruh pengaturan autonom akan mengakibatkan terjadinya

vasokontriksi perifer sehingga pengeluaran panas menurun dan penderita

merasa demam.

Nyeri ulu hati

Page 9: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

S.typhi dibawa makrofag ke sirkulasi disebarkan ke organ

retikuloendotelial yaitu hati,limpa berkembang biak, kerja organ semakin

berat hepatosplenomegaly menekan saraf di ulu hati nyeri

Mual

S.typhi masuk ke lambung asam lambung untuk membunuh bakteri

meningkat mual

Hepatosplenomegaly penekanan pada gaster perasaan penuh di

perut mual

Perangsangan mual dapat diakibatkan dari adanya obstruksi saluran

empedu sehingga mengakibatkan alir balik cairan empedu ke hepar

(bilirubin, garam empedu dan kolesterol) menyebabkan terjadinya proses

peradangan disekitar hepatobiliar yang mengeluarkan enzim-enzim SGOT

dan SGPT, menyebabkan peningkatan SGOT dan SGPT yang bersifat

iritatif di saluran cerna sehingga merangsang nervus vagus dan menekan

rangsangan sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan

peristaltik sistem pencernaan di usus dan lambung, menyebabkan

makanan tertahan di lambung dan peningkatan rasa mual yang

mengaktifkan pusat muntah di medula oblongata dan pengaktifan saraf

kranialis ke wajah, kerongkongan serta neuron-neuron motorik spinalis

ke otot-otot abdomen dan diafragma sehingga menyebabkan muntah.

Apabila saraf simpatis teraktifasi akan menyebabkan akumulasi gas usus

di sistem pencernaan yang menyebabkan rasa penuh dengan gas maka

terjadilah kembung.

Lidah pahit

Demam merangsang saraf simpatis produksi saliva yang memiliki

sifat bakterisid menurun kadar oksigen menurun bakteri anaerob di

mulut meningkat toksin membuat lidah pahit

Lidah berselaput fungsi papila tengah terganggu papila tengah

(pahit) menjadi dominan makan, minum jadi pahit

c. Apa jenis-jenis demam?

Beberapa tipe demam yang mungkin kita jumpai, antara lain:

Page 10: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Demam septic : suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada

malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal pada pagi hari.

sering disertai keluhan mengigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi

tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan demam hetik.

Demam remitten suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah

mencapai suhu bdn normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat

mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada

demam septic.

Demam interminten : suhu badan turun ke tingkat yang normal selama

beberpa jam dalam satu hari.Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari

sekali, disebut tersiana, dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua

serangan demam disebut kuartana.

Demam Kontinyu: Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu

deraja. Pada tingkat demam yng terus menerus tinggi sekali disebut

hiperpireksia.

Demem siklik: terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang

diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian

diikuti kenaikan suhu seperti semula.

Jenis Demam :

- Demam karena infeksi yang suhunya bisa mencapai lebih dari 38°C

penyebabnya beragam, yakni infeksi virus (seperti flu,cacar,campak,SARS,flu

burung,demam berdarah, dan lain-lain) dan bakteri (tifus, radang

tenggorokan, dan lain-lain).

- Demam noninfeksi, seperti kanker, tumor, atau adanya penyakit autoimun

seseorang (rematik,lupus, dan lain-lain).

- Demam fisiologi, seperti kekurangan cairan (dehidrasi), suhu udara yang

terlalu panas, dan lain-lain.

Pada kasus ini , demam yang diderita Tn.Ahmad adalah demam septic karena

masa perkembangan bakteri salmonella terjadi pada malam hari.

d. Bagaimana mekanisme dan etiologi BAB cair?

BAB cair dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu Infeksi

virus/bakteri/parasit, infeksi parenteral, malabsorpsi, makanan basi, beracun,

Page 11: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

alergi makanan dan kondisi psikologis. Faktor-faktor tersebut menyebabkan

peradangan di usus besar dan ujung distal ileum. Mukosa yang iritasi

meningkatkan tekanan osmotik sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit

ke dalam rongga usus, mempercepat sekresi mukus dan motalitas dinidng usus

akibat hiperperistaltik. Penyerapan sisa makanan juga menurun akibat infeksi

S. typhi. Hal ini dapat meningkatkan pengeluaran cairan dan timbullah BAB

cair.

2. a. Bagaimana keadaan normal dan interpretasi dari pemeriksaan fisik Tn.Ahmad?

Pemeriksaan fisik Nilai normal Data Interpretasi

Temperatur 36,5o-37,2oC 39,5oC Demam tinggi

Nadi 60-100x/menit 136x/menit Takikardi

Tekanan darah 120/80 mmHg 80/60 mmHg Hipotensi

Respiratory Rate 16-24x/menit 29x/menit Takipneu

Lidah Merah muda kotor Demam typhoid

EpigastriumTidak nyeri jika

ditekannyeri Hepatosplenomegaly

Kesadaran komposmentis delirium

gelisah,

memberontak,

berteriak-teriak,

berhalusinasi

Interpretasi lebih lanjut :

Kesadaran delirium

S. typhi mengeluarkan endotoksin fagosit oleh sel fagosit → pirogen

endogen → sekresi asam arakhidonat → prostaglandin → thermostat

hypothalamus ↑ → demam → respon saraf parasimpatis → vasodilatasi

hipotensi → perfusi O2 ke jaringan menurun, termasuk perfusi ke otak

penurunan kesadaran delirium

Temperatur

Sama dengan mekanisme demam.

Takikardi

Page 12: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

S. typhi mengeluarkan endotoksin fagosit oleh sel fagosit → pirogen

endogen → sekresi asam arakhidonat → prostaglandin → thermostat

hypothalamus ↑ → demam → respon saraf parasimpatis → vasodilatasi

hipotensi → perfusi O2 ke jaringan menurun vasodilatasi pembuluh darah

perfusi O2 ke jaringan menurun jantung memompa lebih cepat takikardi

Hipotensi

S.typhi mengeluarkan endotoksin fagosit oleh sel fagosit → pirogen endogen

→ sekresi asam arakhidonat → prostaglandin → thermostat hypothalamus ↑

→ demam → respon saraf parasimpatis → vasodilatasi hipotensi → perfusi

O2 ke jaringan menurun vasodilatasi pembuluh darahtekanan perifer arteri

menurun hipotensi

Takipneu

S.typhi mengeluarkan endotoksin fagosit oleh sel fagosit → pirogen endogen

→ sekresi asam arakhidonat → prostaglandin → thermostat hypothalamus ↑

→ demam → respon saraf parasimpatis → vasodilatasi hipotensi → perfusi

O2 ke jaringan menurun vasodilatasi pembuluh darah perfusi O2 ke

jaringan menurun kompensasi untuk memenuhi O2 ke jaringan, pernafasan

akan cepat

b. Bagaimana mekanisme dan etiologi lidah kotor dan nyeri tekan pada

epigastrium?

Mekanisme nyeri epigastrium

Hepatomegali + meningkatnya histamin asam lambung meningkat nyeri

epigastrium

Mekanisme lidah kotor

Endotoksin S. typhi menempel di reseptor sel endotel kapiler,

mempengaruhi saluran cerna, termasuk lidah dan menimbulkan reaksi

keputihan pada bagian tengah dan kemerahan pada bagian tepi sebagai

efek inflamasi.

S. typhi mengeluarkan H2S yang menyebabkan lidah kotor. Mulut kering

dan ekskresi air liur menurun akibat demam tifoid meningkatkan frekuensi

kuman dalam mulut.

Page 13: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

c. Apa kemungkinan penyakit yang diderita oleh Tn.Ahmad?

Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik, Tn. Ahmad kemungkinan menderita

sepsis yang mengacu pada demam typhoid.

d. Bagaimana etiologi dan cara penularan dari penyakit yang mungkin diderita

Tn.Ahmad?

Etiologi :

Etiologi demam tifoid adalah Salmonella typhi. Sedangkan demam paratifoid

disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies Salmonella

enteritidis, yaitu S. enteritidis bioserotipe paratyphi A, S. enteritidis bioserotipe

paratyphi B, S. enteritidis bioserotipe paratyphi C. Kuman-kuman ini lebih

dikenal dengan nama S.paratyphi A, S. schottmuelleri, dan S.hirschfeldii.

Morfologi Salmonella typhosa.

Kuman berbentuk batang, tidak berspora dan tidak bersimpai tetapi

mempunyai flagel feritrik (fimbrae), pada pewarnaan gram bersifat gram

negatif, ukuran 2 - 4 mikrometer x 0.5 - 0.8 mikrometer dan bergerak, pada

biakan agar darah koloninya besar bergaris tengah 2 sampai 3 millimeter,

bulat, agak cembung, jernih, licin dan tidak menyebabkan hemolisis .

Salmonella thyposa merupakan basil gram (-), bergerak dengan rambut

getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen :

1. Antigen O, (Ohne Hauch), somatik, terdiri dari zat komplek

lipopolisakarida

2. Antigen H, (Hauch), flagel, menyebar dan bersifat termolabil

3. Antigen V, kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan

melindungi O antigen terhadap fagositosis.

Cara penularan (menurut Departemen Kesehatan RI) :

Basil Salmonella menular ke manusia melalui makanan dan minuman.

Jadi makanan atau minuman yang dikonsumsi manusia telah tercemar oleh

komponen feses atau urin dari pengidap tifoid. Beberapa kondisi kehidupan

manusia yang sangat berperan pada penularan adalah :

Page 14: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Higiene perorangan yang rendah, seperti budaya cuci tangan yang tidak

terbiasa. Hal ini jelas pada anak-anak, penyaji makanan serta pengasuh

anak.

Higiene makanan dan minuman yang rendah

Faktor ini paling berperan pada penularan tifoid. Banyak sekali contoh

untuk ini diantaranya : makanan yang dicuci dengan air yang

terkontaminasi (seperti sayur-sayuran dan buah-buahan), sayuran yang

dipupuk dengan tinja manusia, makanan yang tercemar dengan debu,

sampah, dihinggapi lalat, air minum yang tidak dimasak, dan sebagainya.

Sanitasi lingkungan yang kumuh, dimana pengelolaan air limbah, kotoran

dan sampah yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan

Penyediaan air bersih untuk warga yang tidak memadai

Jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat

Pasien atau karier tifoid yang tidak diobati secara sempurna.

Belum membudaya program imunisasi untuk tifoid.

Dan lain-lain

e. Bagaimana pertahanan tubuh terhadap penyakit yang diderita Tn.Ahmad?

Mekanisme pertahanan tubuh terhadap masuknya kuman S.typhi pada

manusia dapat timbul segera, yang diprakarsai oleh mekanisme imunologik

non spesifik dan selanjutnya diikuti dengan mekanisme pertahanan imunologik

spesifik yang terdiri atas respon imunitas humoral dan seluler.

Asam lambung bagian dari sistem pertahanan non spesifik, merupakan

salah satu barier utama yang dapat mematikan mayorita kuman penyebab

infeksi saluran cerna. Sebagian kuman S.typhi masih dapat bertahan dan tetap

hidup dalam asam lambung. Selanjutnya kuman dapat menembus epitel

mukosa usus halus dan berhadapan dengan membrana basalis, yang fungsi

pertahanannya sudah berkurang, akibat destruksi epitel dan proses radang

sehingga kuman dapat mencapai lapisan subepitel. Di dalam lapisan subepitel,

kuman akan mendapatkan perlawanan dari 3 mekanisme pertahanan yang

terdiri dari cairan jaringan, sistem jaringan limfoid, dan sel fagosit. Pada infeksi

S.typhi biasanya terjadi hiperplasi sistem retikuloendotelial yang juga terjadi

Page 15: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

pada jaringan limfoid seperti plaques peyeri, kelenjer limfe lain (hati,limpa)

dengan aktivitas fagositosis yang meningkat dengan mencolok.

Mekanisme pertahanan imunologik spesifik baisanya menyangkut

antibodi, limfosit B dan T dan komplemen yang terbagi atas imunitas seluler

dan imunitas humoral. Respon imunitas seluler sangat penting dalam

penyembuhan penyakit demam tifoid, yang merupakan interaksi antara sel

limfosit T dan fagosit mononuklear, untuk membunuh mikroorganisme yang

tidak dapat diatasi oleh mekanisme mikrobisidal humoral dan fagosit

polimorfonuklear. Adanya antigen kuman akan merangsang limfosit T untuk

membentuk faktor aktivasi makrofag, sehingga akan berkumpul pada tempat

terjadinya invasi kuman.

Limfosit B sangat berperan dalam respon imunitas humoral. Akibat

stimulasi antigen kuman, sel ini akan berubah menjadi sel plasma dan

mensintesa imunoglobulin (Ig). IgG dan IgM adalah imunoglobulin yang

dibentuk paling banyak. Peningkatan titer terjadi mulai minggu pertama

kemudian meningkat pada minggu-minggu berikutnya, sedangkan IgA

meningkat pada minggu kedua. IgM yang tinggi

sebagai dasar berbagai pemeriksaan laboratorium. Misalnya tes Widal,

ELISA dan pemeriksaan lainnya.

f. Bagaiamana patogenesis dari penyakit yang diderita Tn.Ahmad?(sampai sepsis)

S. typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang

tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi

masuk ke usus halus. (mansjoer, 2000). Kuman dapat hidup dan berkembang

biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal

dan kemudian ke kelenjar getah bening mesentrika. Melalui duktus torasikus

kuman yang yang terdapat didalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi

darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar

keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Kuman akan

meninggalkan sel-sel fagosit dan akan berkembang biak di luar sel atau ruang

sinusoid selanjutnya masuk ke sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan

Page 16: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

bakteremia yang kedua kalinya yang disertai tanda dan gejala penyakit infeksi

sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang

biak, dan bersama cairan empedu di eksresikan secara intermitten kedalam

lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk

lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang

kembali, makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis

kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang

selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam,

malise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental,

dan koagulasi.

Didalam plague peyeri, makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi

hiperplasia jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi karena erosi

pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan

hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses

patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang ke lapisan otot, serosa usus,

dan dapat mengakibatkan perforasi.

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan

akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler,

pernafasan, dan gangguan organ lainnya.

Page 17: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

g. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus ini?

Trilogi penatalaksanaan demam typhoid:

1) Istirahat dan perawatan, mencegah komplikasi dan mempercepat

penyembuhan.

2)Diet dan terapi penunjang, mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan

pasien secara optimal.Penderita diberi diet bubur saring, kemudian

ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya nasi, yang diberikan

sesuai tingkat kesembuhan pasien. hal ini dilakukan untuk menghindari

perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.

3)Pemberian anti mikroba, seperti :

Kloramfenikol

Dosis yang diberikan 4 x 500 gram per hari dapat diberikan secara per

oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.

Tiamfenikol

Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada

hari ke 5 sampai 6

Kotrimoksazol

Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung

sulfametoksazol 400 mg dan trimetoprim 80 mg), diberikan hingga 2

minggu

Ampisilin dan amoksisilin

Kemampuan menurunkan demam lebih rendah dari kloramfenikol,

diberikan 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu.

Sefalosporin generasi ke 3

Yang efektif adalah seftriakson dengan dosis 3-4 gam dalam dekstrosa

100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari selama 3-5 hari.

Golongan fluorokuinolon

- Norfloksasin dosis 2x 400 mg/hari selama 14 hari

- Siprofloksasin dosis 2x 500 mg/hari selama 6 hari

- Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

- Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

- Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Page 18: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Azitromisin, dosis 2 x 500 mg, mengurangi kegagalan klinis dan durasi

rawat inap, mengurangi angka relaps, ideal untuk pengobatan infeksi

kuman intraseluler (S. typhi), tersedia dalam bentuk oral atau suntikan

intravena.

Kombinasi obat antimikroba, diindikasikan pada toksik tifoid,

peritonitis atau perforasi,syok septik, yang pernah terbukti ditemukan 2

macam organisme dalam kultur darah selain Salmonella.

Kortikosteroid, diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid

dengan syok septik dengan dosis 3 x 5 mg.

3. a. Bagaimana indikasi , mekanisme kerja, dan efek samping siprofloksasin?

Indikasi:

Untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh kuman patogen yang peka

terhadap ciprofloxacin, antara lain pada:

- Saluran kemih termasuk prostatitis.

- Uretritis dan serpisitis gonore.

- Saluran cerna, termasuk demam thyfoid dan parathyfoid.

- Saluran nafas, kecuali pneumonia dan streptococus.

- Kulit dan jaringan lunak.

- Tulang dan sendi.

Mekanisme kerja :

Ciprofloxacin (1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1-piperazinyl-3

quinolone carboxylic acid) merupakan salah satu obat sintetik derivat

quinolone. Mekanisme kerjanya adalah menghambat aktifitas DNA gyrase

bakteri, bersifat bakterisida dengan spektrum luas terhadap bakteri gram

positif maupun gram negatif.

Ciprofloxacin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran

cerna,bioavailabilitas absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada

protein plasma dan didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh.

Metabolismenya di hati dan diekskresi terutama melalui urine.

Efek samping :

Page 19: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Efek samping siprofloksasin biasanya ringan dan jarang timbul antara lain:

- Gangguan saluran cerna : Mual,muntah,diare dan sakit perut

- Gangguan susunan saraf pusat : Sakit kepala,pusing,gelisah,insomnia dan

euforia

- Reaksi hipersensitivitas : Pruritus dan urtikaria

- Peningkatan sementara nilai enzim hati,terutama pada pasien yang pernah

mengalami kerusakan hati.

- Bila terjadi efek samping konsultasi ke Dokter

b. Bagaimana indikasi, mekanisme kerja, dan efek samping parasetamol?

Indikasi :

Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal.

Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala,

sakit gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot.menurunkan demam pada

influenza dan setelah vaksinasi.

Mekanisme Kerja :

Farmakodinamik. Efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau

mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh

dengan mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral. Parasetamol bekerja

dengan menghambat prostaglandin menuju hipotalamus atau mencegahnya

berinterkasi dengan termoreseptor.

Farmakokinetik. Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran

cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan

masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh

dan dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Obat ini disekresi melalui ginjal,

sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk

terkonjugasi.

Salmonella typhi

Difagosit terutama oleh makrofag

Mediator inflamasi (IL-1, TNF, dll)

Asam arakidonat

Page 20: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

E fek samping:

Reaksi alergi terhadap para-aminofenol jarang terjadi. Manifestasinya berupa

eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih besar berupa demam dan lesi pada

mukosa. Parasetamol dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada

pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme

autoimun, defisiensi G6PD dan adanya metabolik yang abnormal.

Methemoglobinemia dan sulfhemoglobinemia jarang menimbulkan masalah

pada dosis terapi karena hanya 1-3% Hb diubah menjadi met-Hb.

c. Mengapa setelah diberi obat, demam pada Tn.Ahmad tidak turun?

Kuantitas bakteri tinggi

S. typhi dapat berkembang biak di dalam makrofag sehingga cincin

kuinolon dan fluor pada siprofloksasin sulit menghambat enzim girase

dalam sintesa DNA sehingga kuantitasnya dalam tubuh tetap tinggi.

Parasetamol hanya menghambat enzim siklooksigenase dalam

pembentukan prostaglandin dan tidak mematikan sumber infeksi, S. typhi,

sehingga demam tidak turun.

Efektivitas obat menurun

Hiperaktif makrofag yang teraktivasi dapat menimbulkan hiperplasia dan

nekrosis jaringan di dalam plak Peyeri ileum distal. Penyerapan

parasetamol dan siprofloksasin di ileum terhambat akibat fungsi usus

menurun. Hepatomegali menyebabkan metabolisme obat di mikrosom

hati terganggu. Pengeluaran cairan empedu berlebih meningkatkan

Enzim Lypoxigenase Enzim cyclooxigenase

Dihambat parasetamol

Hidroperoksid

Leukotrien

Endoperoksid PGG2/PGH

PGE2, PGF2, PGD2 Tromboksan A2Prostasiklin

Page 21: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

ekskresi siprofloksasin dan peningkatan peroksid yang dihasilkan leukosit

dapat menghambat kerja parasetamol.

4. a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan lab Tn. Ahmad?

Pemeriksaan Hasil Normal Hasil Tn. Ahmad InterpretasiHb 13-18 mg/dl 12 mg/dl Rendah (anemia)

Leukosit 4000-11.000 /mm3 13.000/mm3 Leukositosis

LED<15 mm/jam

Laki-laki usia <50 12 mm/jam Normal Hematokrit 40-48 mg% 36 mg% Rendah

Trombosit 150.000 - 400.000/mm3 210.000/mm3 NormalWidal Test Titer O < 1/320 1/320 (+) thyfoidTiter H <1/640 1/640 (+) thyfoidDiffcount Basofil 0 - 1 % 0 NormalEusinofil 1 - 3 % 0 RendahNeutrofil Batang 2 - 6 % 0 RendahNeutrofil Segmen 50 - 70 % 0.75 TinggiLimfosit 20 - 40% 0.23 NormalMonosit 2 - 8% 0.02 Normal

b. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus ini?

Pemeriksaan darah tepi

Dengan cara mengambil 10-15 ml darah. Sering ditemukan leukopenia,

dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis (terjadi tanpa

disertai infeksi sekunder). Dapat ditemukan anemia ringan dan

trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi

aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah dapat meningkat tetapi

kurang berpengaruh pada pemeriksaan ini. SGOT dan SGPT seringkali

meningkat, tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya demam tifoid.

Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan.

Identifikasi biakan ( Gall kultur)

Page 22: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Identifikasi biakan dapat diambil dari darah, sumsum tulang, empedu,

sampel faeces dan urin. Hasil biakan darah positif memastikan demam tifoid

tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid karena mungkin

disebabkan beberapa hal berikut :

a. Telah mendapat terapai antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media

biakan terhambat dan hasil mungkin negatif

b. Volume darah kurang, darah yang diperlukan kurang lebih 5 cc, darah

sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair

empedu (oxgall) untuk pertumbuhan kuman.

c. Riwayat vaksinasi

Vaksinasi menimbulkan antibodi (aglutinin) yang dapat menekan

bakteremia hingga biakan dapat negatif.

d. Saat pengambilan darah pada minggu setelah minggu pertam, pada saat

aglutinin semakin meningkat.

Uji serologis

Ada 3 uji yang menjadi pilihan uji serologis :

a) Uji Widal

Dilakukan sebagai deteksi antibodi terhadap Salmonella typhi.

Terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman dengan

antibodi(aglutinin) pasien. Antigen yang digunakan merupakan suspensi

Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Aglutinin

O (tubuh kuman), aglutinin H (flagela kuman) dan aglutinin Vi (simpai

kuman). Semakin tinggi titer aglutinin O dan H, semakin besar

kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Pembentukan aglutinin di tubuh pasien mulai terjadi di akhir minggu

pertama danmencapai puncak pada minggu ke-empat. Pada fase akut,

mula-mula terbentuk aglutinin O kemudian H. Pada orang sembuh,

aglutinin O masih ada sampai 4-6 bulan,sedangkan aglutinin H menetap

antara 9-12 bulan.

Faktor yang mempengaruhi uji widal adalah :

- Pengobatan dini dengan antibiotik

- Gangguan pembentukan antibodi, dan pemberian kortikosteroid

Page 23: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

- Waktu pengambilan darah

- Daerah endemik/nonendemik

- Riwayat vaksinasi

- Reaksi anamnestik, peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan

demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi.

- Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi

silang, dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.

b)Uji Tubex

Uji ini mendeteksi antibodi anti-S.typhi 09 pada serum pasien dengan

cara menghambat ikatan antara IgM anti-09 yang terkonjugasi pada

partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida S. typhi yang

terkonjugasi pada partikel magnetik latex.

c) Uji Typhidot

Dapat mendeteksi IgM dan IgG (pada protein membran luar S. typhi)

terhadap antigen S. typhiseberat 50 kD pada strip nitroselulosa.

d)Uji IgM Dipstick

Secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. typhi

pada spesimen serum atau whole blood.

Identifikasi bakteri

Dengan menggunakan teknik PCR untuk mendeteksi kuman dalam jumlah

sedikit. Spesimen yang diambil adalah darah, urin dan jaringan biopsi.

c. Bagaimana hubungan dari hasil lab Tn. Ahmad dengan penyakit yang

dideritanya?

Tn. Ahmad mengalami anemia ringan karena S. typhi mampu mengikat besi

(Fe) pada heme sehingga hemoglobin mengalami lisis.

Pada minggu pertama, penderita demam tifoid biasanya mengalami

leukopenia karena leukosit mengalami autolisis setelah memfagosit

sejumlah S. typhi dan disekresi melalui feses. Pada minggu berikutnya,

penderita mengalami leukositosis karena telah terbentuk antibodi dan

mungkin disertai pemberian antibiotik sehingga jumlah S. typhi menurun

dan leukosit tidak cepat lisis.

Page 24: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Tes Widal dengan titer O dan titer H positif menandakan adanya S. typhi.

Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Diffcount. Konsentrasi eosinofil dan basofil dalam leukosit hanya beberapa

persen. Kemampuan fagositosisnya pun tidak sebaik neutrofil sehingga

cepat lisis dan berfungsi pada reaksi alergi. Neutrofil batang merupakan

neutrofil yang imatur, hanya mampu menampung sedikit mikroorganisme

dan mudah lisis dibandingkan neutrofil segmen yang matur dan mampu

memfagosit banyak S. typhi. Neutrofil batang juga dihentikan produksinya

ketika proses peradangan mulai menurun. (diffcount : 0/0/0).

Eosinofil : peningkatan eusinofil menunjukkan adanya reaksi alergi, namun

dalam kasus ini jumlah eusinofil justru rendah hal ini menunjukkan tidak

terjadi reaksi alergi.

Netrofil Segmen : Peningkatan jumlah netrofil segmen menandakan adanya

respon terhadap infeksi akut.

V. Hipotesis

Tn.Ahmad, 40 tahun, menderita demam, nyeri ulu hati, lidah terasa pahit, lidah kotor, nyeri

tekan epigastrium,BAB cair dan sepsis karena menderita demam tifoid toksik sebagai akibat

dari infeksi bakteri Salmonella typhi.

Page 25: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

VI. Kerangka Konsep

Page 26: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

VII. Keterbatasan Ilmu dan Learning Issues

Pokok

Pembahasan

What

I Know

What

I Don’t Know

What I Have

To Prove

What I

Will

Learn

Demam

Typhoid

Definisi

Etiologi

Patogenesis

Manifestasi

klinik

Penatalaksana

an demam

typhoid

Mendiagnosis

Demam Typhoid

Text book

Jurnal

Internet

Sepsis Definisi

Ciri-ciri

Mekanisme

Tatalaksana

sepsis

Diagnosis sepsis

Mekanisme

gejala-gejala

Definisi

Mekanisme

Interpretasi Gejala tersebut

benar-benar

manifestasi klinis

demam typhoid

Siprofloksasin

&

Parasetamol

Definisi

Indikasi

Mekanisme

Obat tidak

bekerja

maksimal

Mengetahui efek

samping obat

Interpretasi

pemeriksaan

fisik

Mekanisme

Nilai normal

Hubungan

dengan

penyakit

Mengetahui

kesamaan kondisi

fisik setiap pasien

Interpretasi

pemeriksaan

laboratorium

Pengertian

Nilai normal

Hubungan

dengan

penyakit

Cara

pelaksanaan

Mengetahui

kesamaan hasil lab

setiap pasien

Pertahanan Mekanisme Sistem yang Reaksi imun

Page 27: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

tubuh

terhadap

infeksi

terlibat terhadap infeksi

BAB III

SINTESIS

3.1 Demam Typhoid

3.1.1 Pengertian

Demam tifoid ialah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh

Salmonella typhi, ditandai dengan demam yang berkepanjangan (lebih dari satu

minggu), gangguan saluran cerna dan gangguan kesadaran.

3.1.2 Etiologi

Etiologi demam tifoid adalah Salmonella typhi. Sedangkan demam

paratifoid disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies Salmonella

enteritidis, yaitu S. enteritidis bioserotipe paratyphi A, S. enteritidis bioserotipe

paratyphi B, S. enteritidis bioserotipe paratyphi C. Kuman-kuman ini lebih dikenal

dengan nama S.paratyphi A, S. schottmuelleri, dan S.hirschfeldii.

Morfologi Salmonella typhosa.

Kuman berbentuk batang, tidak berspora dan tidak bersimpai tetapi

mempunyai flagel feritrik (fimbrae), pada pewarnaan gram bersifat gram negatif,

ukuran 2 - 4 mikrometer x 0.5 - 0.8 mikrometer dan bergerak, pada biakan agar

darah koloninya besar bergaris tengah 2 sampai 3 millimeter, bulat, agak

cembung, jernih, licin dan tidak menyebabkan hemolisis (Gupte, 1990).

Salmonella thyposa merupakan basil gram (-), bergerak dengan rambut

getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen :

1. Antigen O, (Ohne Hauch), somatik, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida

2. Antigen H, (Hauch), flagel, menyebar dan bersifat termolabil

3. Antigen V, kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan

melindungi O antigen terhadap fagositosis.

Page 28: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Fisiologi

Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15 -

41o C (suhu pertumbuhan optimum 37o C) dan pH pertumbuhan 6 - 8. Pada

umumnya isolat kuman Salmonella dikenal dengan sifat-sifat, gerak positif, reaksi

fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif dan memberikan hasil negatif

pada reaksi indol, laktosa, Voges Praskauer dan KCN. Sebagian besar isolat

Salmonella yang berasal dari bahan klinik menghasilkan H2S. Samonella thypi

hanya membentuk sedikit H2S dan tidak membentuk gas pada fermentase

glukosa. Pada agar SS,Endo, EMB dan MacConkey koloni kuman berbentuk bulat,

kecil dan tidak berwana, pada agar Wilson Blair koloni kuman berwarna hitam

berkilat logam akibat pembentukan H2S.

Daya tahan.

Kuman akan mati karena sinar matahari atau pada pemanasan dengan

suhu 60o C selama 15 sampai 20 menit, juga dapat dibunuh dengan cara

pasteurisasi, pendidihan dan klorinasi serta pada keadaan kering. Dapat bertahan

hidup pada es, salju dan air selama 4 minggu sampai berbulan-bulan. Disamping

itu dapat hidup subur pada medium yang mengandung garam metil, tahan

terhadap zat warna hijau brilian dan senyawa natrium tetrationat dan natrium

deoksikolat. Senyawa-senyawa ini menghambat pertumbuhan kuman koliform

sehingga senyawa-senyawa tersebut dapat digunakan didalam media untuk isolasi

Salmonella dari tinja (Gupte, 1990).

3.1.3 Patogenesis

Bakteri S.thypi dan S.parathypi masuk ke dalam tubuh manusia melalui

makanan atau minuman terkontaminasi. Sebagian kuman dimusnahkan dalam

lambung dengan pH <2, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya

berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik

maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke

lamina propia. Sel-sel M adalah sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch,

merupakan tempat internalisasi S.thypi dan S.paratyphi . Di lamina propia kuman

berkembang biak dan difagosit oleh makrorag. Kuman dapat hidup dan

Page 29: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum

distal kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.

Setelah melalui periode tertentu (periode inkubasi), yang lamanya

ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon imun pejamu mala

S.typhi dan S.paratyphi akan keluar dari habitatnya. Selanjutnya keluar melalui

duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam

sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik) dan

menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di

organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang

biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi

darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-

tanda dan gejala penyakit infeksi sitemik (Sudoyo et all., 2009). Dengan cara ini

organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai

adalah hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum

terminal.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,

dan bersama cairan empedu dieksresikan secara intermiten ke dalam lumen usus.

Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam

sirkulasi setelah menembus usus. Kuman pathogen-berikatan dengan susunan

molekuler (PAMPs) seperti flagella dan lipopolisakarida yang masih bertahan di

dalam dapat dikenali makrofag melalui kuman tool-like receptor (TLR)-5 dan TLR-

4/MD2/CD-14 complex, makrofag dan sel epitel intestinal kemudian mengaktivasi

sel T dan neutrofil serta interleukin 8 (IL-8), sehingga terjadilah proses inflamasi.

Kuman S.typhi memiliki fimbriae yang mendukung untuk terjadinya penempelan

pada epitel. Selain itu, S.typhi juga memiliki kapsul Vi yang menutupi PAMPs yang

berfungsi untuk melawan neutrofil. Proses yang sama terulang kembali yang

selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam,

malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, ganguan mental

dan koagulasi.

Di dalam plak Peyeri, makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia

jaringan (Salmonella intramakrofag menginduksi reaksi hipersensitifitas tipe

lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat

Page 30: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami

nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus.

Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,

serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di

reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan

neuropsikiatrik, kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.

Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut

terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui

pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella menstimulasi makrofag

dalam hati, limpa, folikel limpoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika

untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang

dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam,

depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem

imunologik. Pada demam tifoid terjadi respon imun humoral maupun seluler baik

di tingkat lokal (gastrointestinal) maupun sistemik. Akan tetapi, bagaimana

mekanisme imunologik ini dalam menimbulkan kekebalan maupun

eliminasi S.typhi tidak diketahuo dengan pasti. Diperkirakan bahwa imunitas

seluler lebih berperan. Penurunan jumlah limfosit T ditemukan pada pasien sakit

berat dengan demam tifoid. Karier memperlihatkan gangguan reaktivitas seluler

terhadap antigen S.typhi pada uji hambatan migrasi leukosit. Pada karier,

sejumlah besar hasil virulen melewati usus setiap harinya dan dikeluarkan dalam

tinja, tanpa memasuki epitel pejamu.

3.1.4 Diagnosis

Diagnosis pada pasien dengan kecurigaan menderita demam typhoid, meliputi :

Anamnesis

Keluhan/gejala

Riwayat sakit

Tempat tinggal

Riwayat imunisasi

Pemeriksaan fisik

Page 31: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Vital sign :

a. Suhu : antara 38oC-40oC

b. Nadi : meningkat

c. Pernafasan ( RR ) : meningkat

d. Tekanan darah : cenderung menurun

Keadaan umum : lemah, muka kemerahan, suhu meningkat ( 38oC-41oC )

(Pemeriksaan Head to toe)

a. wajah : Pucat

b. Mata : Cowong

c. Mulut : Mukosa mulut kering, kadang terdapat stomatitis, lidah kotor.

d. Leher : Tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, tenggorokan terasa sakit

e. Dada : Terjadi penarikan dinding dada karena pernafasan meningkat, tidak

ada ronchi dan wezzing.

f. Abdomen : nyeri tekan pada perut, kembung, terdapat bising usus, mual

muntah, anoreksia, konstipasi dan diare.

g. Genetalia : Pasien mengeluh sulit kencing

h. Ekstremitas : Kulit kering, turgor menurun

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid

dibagi dalam empat kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan darah tepi; (2)

pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman; (3) uji serologis; dan

(4) pemeriksaan kuman secara molekuler.

1. PEMERIKSAAN DARAH TEPI

Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit

normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia

dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin

didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase

lanjut.Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah

dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas,

spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan

antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan

limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid.

Page 32: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Penelitian oleh Darmowandowo (1998) di RSU Dr.Soetomo Surabaya

mendapatkan hasil pemeriksaan darah penderita demam tifoid berupa anemia

(31%), leukositosis (12.5%) dan leukosit normal (65.9%).

2. IDENTIFIKASI KUMAN MELALUI ISOLASI / BIAKAN

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri

S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan

duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka

bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada

awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.

Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif

tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa

faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi (1) jumlah

darah yang diambil; (2) perbandingan volume darah dari media empedu; dan

(3) waktu pengambilan darah.

Volume 10-15 mL dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak

kecil dibutuhkan 2-4 mL. Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan

untuk kultur hanya sekitar 0.5-1 mL. Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih

sedikit dipengaruhi oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Hal ini dapat

menjelaskan teori bahwa kultur sumsum tulang lebih tinggi hasil positifnya bila

dibandingkan dengan darah walaupun dengan volume sampel yang lebih

sedikit dan sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya. Media

pembiakan yang direkomendasikan untuk S.typhi adalah media empedu (gall)

dari sapi dimana dikatakan media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil

karena hanya S. typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media

tersebut.

Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat

pengambilan pada perjalanan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan biakan

darah positif 40-80% atau 70-90% dari penderita pada minggu pertama sakit

dan positif 10-50% pada akhir minggu ketiga. Sensitivitasnya akan menurun

pada sampel penderita yang telah mendapatkan antibiotika dan meningkat

sesuai dengan volume darah dan rasio darah dengan media kultur yang

Page 33: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

dipakai.6 Bakteri dalam feses ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-

15%) hingga minggu ketiga (75%) dan turun secara perlahan. Biakan urine

positif setelah minggu pertama. Biakan sumsum tulang merupakan metode

baku emas karena mempunyai sensitivitas paling tinggi dengan hasil positif

didapat pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama perjalanan penyakit

dan menghilang pada fase penyembuhan. Metode ini terutama bermanfaat

untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan terapi atau dengan kultur

darah negatif sebelumnya. Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga tidak

dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan

kultur pada spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan

hasil yang cukup baik akan tetapi tidak digunakan secara luas karena adanya

risiko aspirasi terutama pada anak. Salah satu penelitian pada anak

menunjukkan bahwa sensitivitas kombinasi kultur darah dan duodenum

hampir sama dengan kultur sumsum tulang.

Kegagalan dalam isolasi/biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan

media yang digunakan, adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang

sangat minimal dalam darah, volume spesimen yang tidak mencukupi, dan

waktu pengambilan spesimen yang tidak tepat.

Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai

sensitivitas yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang

dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi

bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode

diagnosis baku dalam pelayanan penderita.

3. IDENTIFIKASI KUMAN MELALUI UJI SEROLOGIS

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis

demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen

antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang

diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang diinokulasikan ke dalam

tabung tanpa antikoagulan.4 Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada

demam tifoid ini meliputi : (1) uji Widal; (2) tes TUBEX®; (3) metode enzyme

immunoassay (EIA); (4) metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA);

dan (5) pemeriksaan dipstik.

Page 34: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan mempunyai

nilai penting dalam proses diagnostik demam tifoid. Akan tetapi masih

didapatkan adanya variasi yang luas dalam sensitivitas dan spesifisitas pada

deteksi antigen spesifik S. typhi oleh karena tergantung pada jenis antigen,

jenis spesimen yang diperiksa, teknik yang dipakai untuk melacak antigen

tersebut, jenis antibodi yang digunakan dalam uji (poliklonal atau monoklonal)

dan waktu pengambilan spesimen (stadium dini atau lanjut dalam perjalanan

penyakit).

3.1 UJI WIDAL

Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan

sejak tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara

antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami

pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H)

yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi.

Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan

titer antibodi dalam serum. 2,11

Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji

hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat

dilakukan secara cepat dan digunakan dalam prosedur penapisan

sedangkan uji tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit tetapi dapat

digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan.13

Penelitian pada anak oleh Choo dkk (1990) mendapatkan sensitivitas

dan spesifisitas masing-masing sebesar 89% pada titer O atau H >1/40

dengan nilai prediksi positif sebesar 34.2% dan nilai prediksi negatif

sebesar 99.2%.14 Beberapa penelitian pada kasus demam tifoid anak

dengan hasil biakan positif, ternyata hanya didapatkan sensitivitas uji

Widal sebesar 64-74% dan spesifisitas sebesar 76-83%.9

Interpretasi dari uji Widal ini harus memperhatikan beberapa faktor

antara lain sensitivitas, spesifisitas, stadium penyakit; faktor penderita

seperti status imunitas dan status gizi yang dapat mempengaruhi

pembentukan antibodi; gambaran imunologis dari masyarakat setempat

Page 35: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

(daerah endemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik serta reagen

yang digunakan.9,13

Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta

sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam

penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang

positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid

(penanda infeksi).3 Saat ini walaupun telah digunakan secara luas di

seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan

pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-

off point). Untuk mencari standar titer uji Widal seharusnya ditentukan

titer dasar (baseline titer) pada anak sehat di populasi dimana pada daerah

endemis seperti Indonesia akan didapatkan peningkatan titer antibodi O

dan H pada anak-anak sehat.2,8 Penelitian oleh Darmowandowo di RSU

Dr.Soetomo Surabaya (1998) mendapatkan hasil uji Widal dengan titer

>1/200 pada 89% penderita.10

3.2 TES TUBEX®

Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi

kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan

menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas.

Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-

benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini

sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi

adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu

beberapa menit.4

Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes

TUBEX® ini, beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes

ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji

Widal.4 Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas

100% dan spesifisitas 100%.15 Penelitian lain mendapatkan sensitivitas

sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%.9 Tes ini dapat menjadi

pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin

karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang.15

Page 36: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

3.3 METODE ENZYME IMMUNOASSAY (EIA) DOT

Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi

spesifik IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi

terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut

sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid

pada fase pertengahan infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan

tingkat transmisi demam tifoid yang tinggi akan terjadi peningkatan

deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat membedakan antara kasus

akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-M® yang

merupakan modifikasi dari metode Typhidot® telah dilakukan inaktivasi

dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan

memungkinkan pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik.4

Penelitian oleh Purwaningsih dkk (2001) terhadap 207 kasus

demam tifoid bahwa spesifisitas uji ini sebesar 76.74% dengan

sensitivitas sebesar 93.16%, nilai prediksi positif sebesar 85.06% dan nilai

prediksi negatif sebesar 91.66%.16 Sedangkan penelitian oleh

Gopalakhrisnan dkk (2002) pada 144 kasus demam tifoid mendapatkan

sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas sebesar 76.6% dan efisiensi uji

sebesar 84%.17 Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 79% dan

spesifisitas sebesar 89%.9

Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis

non-tifoid bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila

dibandingkan dengan uji Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh

karena kultur positif yang bermakna tidak selalu diikuti dengan uji Widal

positif.2,8 Dikatakan bahwa Typhidot-M® ini dapat menggantikan uji Widal

bila digunakan bersama dengan kultur untuk mendapatkan diagnosis

demam tifoid akut yang cepat dan akurat.4

Beberapa keuntungan metode ini adalah memberikan

sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan kecil kemungkinan untuk

terjadinya reaksi silang dengan penyakit demam lain, murah (karena

menggunakan antigen dan membran nitroselulosa sedikit), tidak

menggunakan alat yang khusus sehingga dapat digunakan secara luas di

Page 37: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

tempat yang hanya mempunyai fasilitas kesehatan sederhana dan belum

tersedia sarana biakan kuman. Keuntungan lain adalah bahwa antigen

pada membran lempengan nitroselulosa yang belum ditandai dan diblok

dapat tetap stabil selama 6 bulan bila disimpan pada suhu 4°C dan bila

hasil didapatkan dalam waktu 3 jam setelah penerimaan serum pasien. 2

3.4 METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)

Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk

melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG

terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi.

Uji ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi

dalam spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA.

Chaicumpa dkk (1992) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 95% pada

sampel darah, 73% pada sampel feses dan 40% pada sampel sumsum

tulang. Pada penderita yang didapatkan S. typhi pada darahnya, uji ELISA

pada sampel urine didapatkan sensitivitas 65% pada satu kali

pemeriksaan dan 95% pada pemeriksaan serial serta spesifisitas 100%.18

Penelitian oleh Fadeel dkk (2004) terhadap sampel urine penderita

demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 100% pada deteksi

antigen Vi serta masing-masing 44% pada deteksi antigen O9 dan antigen

Hd. Pemeriksaan terhadap antigen Vi urine ini masih memerlukan

penelitian lebih lanjut akan tetapi tampaknya cukup menjanjikan,

terutama bila dilakukan pada minggu pertama sesudah panas timbul,

namun juga perlu diperhitungkan adanya nilai positif juga pada kasus

dengan Brucellosis. 9,26

3.5 PEMERIKSAAN DIPSTIK

Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda

dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S.

typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung

antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human

immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan

komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik

Page 38: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas

laboratorium yang lengkap. 4,20

Penelitian oleh Gasem dkk (2002) mendapatkan sensitivitas uji ini

sebesar 69.8% bila dibandingkan dengan kultur sumsum tulang dan

86.5% bila dibandingkan dengan kultur darah dengan spesifisitas sebesar

88.9% dan nilai prediksi positif sebesar 94.6%.20 Penelitian lain oleh Ismail

dkk (2002) terhadap 30 penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas

uji ini sebesar 90% dan spesifisitas sebesar 96%.21 Penelitian oleh Hatta

dkk (2002) mendapatkan rerata sensitivitas sebesar 65.3% yang makin

meningkat pada pemeriksaan serial yang menunjukkan adanya

serokonversi pada penderita demam tifoid.22 Uji ini terbukti mudah

dilakukan, hasilnya cepat dan dapat diandalkan dan mungkin lebih besar

manfaatnya pada penderita yang menunjukkan gambaran klinis tifoid

dengan hasil kultur negatif atau di tempat dimana penggunaan

antibiotika tinggi dan tidak tersedia perangkat pemeriksaan kultur secara

luas.21,22

4. IDENTIFIKASI KUMAN SECARA MOLEKULER

Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah

mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah

dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara

polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik

untuk S. typhi.23

Penelitian oleh Haque dkk (1999) mendapatkan spesifisitas PCR sebesar

100% dengan sensitivitas yang 10 kali lebih baik daripada penelitian

sebelumnya dimana mampu mendeteksi 1-5 bakteri/mL darah.24 Penelitian lain

oleh Massi dkk (2003) mendapatkan sensitivitas sebesar 63% bila dibandingkan

dengan kultur darah (13.7%) dan uji Widal (35.6%).25

Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi

risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila

prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam

spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam

spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses),

Page 39: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

biaya yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak

DNA dari spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan

sehingga saat ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium

penelitian. 2,23

3.1.5 Penatalaksanaan

Trilogi penatalaksanaan demam typhoid:

1) Istirahat dan perawatan, mencegah komplikasi dan mempercepat

penyembuhan.

2) Diet dan terapi penunjang, mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan

pasien secara optimal.Penderita diberi diet bubur saring, kemudian

ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya nasi, yang diberikan sesuai

tingkat kesembuhan pasien. hal ini dilakukan untuk menghindari

perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.

3) Pemberian anti mikroba, seperti :

Kloramfenikol

Dosis yang diberikan 4 x 500 gram per hari dapat diberikan secara per

oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.

Tiamfenikol

Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada

hari ke 5 sampai 6

Kotrimoksazol

Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung

sulfametoksazol 400 mg dan trimetoprim 80 mg), diberikan hingga 2

minggu

Ampisilin dan amoksisilin

Kemampuan menurunkan demam lebih rendah dari kloramfenikol,

diberikan 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu.

Sefalosporin generasi ke 3

Yang efektif adalah seftriakson dengan dosis 3-4 gam dalam dekstrosa

100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari selama 3-5 hari.

Golongan fluorokuinolon

Page 40: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

- Norfloksasin dosis 2x 400 mg/hari selama 14 hari

- Siprofloksasin dosis 2x 500 mg/hari selama 6 hari

- Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

- Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

- Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Azitromisin, dosis 2 x 500 mg, mengurangi kegagalan klinis dan durasi

rawat inap, mengurangi angka relaps, ideal untuk pengobatan infeksi

kuman intraseluler (S. typhi), tersedia dalam bentuk oral atau suntikan

intravena.

Kombinasi obat antimikroba, diindikasikan pada toksik tifoid,

peritonitis atau perforasi,syok septik, yang pernah terbukti ditemukan 2

macam organisme dalam kultur darah selain Salmonella.

Kortikosteroid, diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid

dengan syok septik dengan dosis 3 x 5 mg.

3.1.6 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah:

1. Komplikasi intestinal

a. Perdarahan intestinal

b. Perforasi usus

c. Ileus paralitik

d. Pankreatitis

2. Komplikasi ekstra-intestinal

a. Komplikasi kardiovaskular : gagal sirkulasi perifer, miokarditis,

tromboflebitis.

b. Komplikasi hematologi :anemia hemolitik,trombositopenia, KID,

trombosis

c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis

d. Komplikasi hepatobilier: hepatitis, kolesistitis

e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis

f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis.

g. Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik.

Page 41: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

3.1.7 Pencegahan

Tindakan Preventif dan kontrol penularan adalah:

1. Identifikasi dan eradikasi S. typhi pada pasien typhoid asimtomatik,

karier dan akut

Secara aktif mendatangi sasaran seperti pengelola sarana makanan-

minuman baik tingkat usaha rumah tangga , restoran, hotel, pabrik

dan distributor.

Secara pasif menunggu bila ada penerimaan pegawai di suatu instansi

atau swasta. Berkaitan dengan pelayanan masyarakat, yaitu petugas

kesehatan, guru, petugas kebersihan, pengelola saranan umum

lainnya.

2. Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S. typhi akut

maupun karier

Dilakukan di rumah sakit, klinik mauoun di rumah dan lingkungan

sekitar orang yang telah diketahui mengidap kuman S. typhi

3. Proteksi pada orang yang beresiko tinggi tertular dan terinfeksi.

Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah :

a) Daerah non-endemik tanpa ada kejadian out break atau epidemi.

Sanitasi air dan kebersihan lingkungan

Penyaringan pengelola pembuatan/ distributor/ penjualan

makanan-minuman

Pencarian dan pengobatan kasus tifoid karier

Bila ada kejadian epidemi tifoid

Pencarian dan eliminasi sumber penularan

Pemeriksaan air minum dan MCK

Penyuluhan higiene dan sanitasi pada populasi umum daerah

tersebut.

b) Daerah endemik

Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang

memenuhi standar prosedur kesehatan (perebusan > 57oC, iodisasi

dan klorinisasi)

Page 42: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Pengunjung harus minum air yang telah melalui proses pendidihan,

menjauhi makanan segar (buah/sayur)

Vaksinasi secara menyeluruh pada masyarakat setempat maupun

pengunjung.

3.2 Sepsis

3.2.1 Pengertian

Adalah inflamasi sistemik yang terjadi karena adanya repon tubuh yang

berlebihan terhadap infeki mikroorganisme( bakteri, virus, jamur) yang

memenuhi minimal 2 kriteria SIRS ( systemic inflamatory response syndrome)

a. temperatur: > 38oC atau < 36oC

b. denyut nadi > 90x/menit

c. RR : > 20x/menit

d. leukosit > 12000/mm3 atau < 4000/mm3

Derajat Sepsis

1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS),ditandai dengan ≥ 2 gejala

sebagai berikut:

a. Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)

b. Tachypneu (resp >20/menit)

c. Tachycardia (pulse >100/menit)

d. Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm

2. Sepsis : Infeksi disertai SIRS

3. Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oligouri bahkan

anuria.

4. Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg

atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg).

5. Syok septik

Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai

hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat

resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan.

3.2.2 Etiologi

Page 43: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

1. Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri

mampu menyebabkan sepsis.

2. Zat-zat pathogen dapat berupa bakteri, jamur, virus atau riketsia. Penyebab

paling sering dari sepsis Escherichia Coli dan Streptococcus grup B (dengan

angka kesakitan sekitar 50 – 70 %. diikuti dengan malaria, sifilis, dan

toksoplasma. Streptococcus grup A, dan streptococcus viridans, patogen

lainnya gonokokus, candida alibicans, virus herpes simpleks (tipe II) dan

organisme listeria, rubella, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza,

parotitis.

3. Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan

tindakan.

4. Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan.

Zat-zat patogen penyebab sepsis, yaitu:

1. Bakteri

Bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif dapat menyebabkan sepsis

namun ebih cenderung bakteri Gram negatif.

Bakteri Gram negatif (pseudomonas, enterobacter, E. Coli, salmonella)

karena mampu memicu sel imun untuk mengeluarkan zat yang berperan

dalam inflamasi. Salah satunya LPS (komponen terluar membran). LPS

( endotoksin) merangsang jaringan, demam, syok pada infeksi .

LPS terdiri dari 3 lapisan:

- Antigen o, : tersusun dari 4 atu 5 monosakarida.

- Core: berikatan dg lipid A

- Lipid A: bagian dari LPS yang berifat toksik.

Salah satu ujung antigen O terpapar pada ujung baktteri, ujung lainnya

berikatan dengan core. Core berikatan dengan Lipid A.

Lipid A ( bersifat toksik)+ dinding luar sel

Peptidoglikan : komponen dinding sel. Dapat menyebabkan agregasi

dari trombosit

Bakteri Gram poitif (Eksotoksin) : dapat merusak integritas membran sel

imun.

Page 44: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Makrofag itu sendiri karena dapat mengelurakan polipeptida

2. Virus( herpes virus, Dengue ehemoragic fever )

3. Jamur ( kandida)

4. Protozoa( falcifarum malariae), tetapi jarang

3.2.3 Gejala

Gejala yang umumnya diderita oleh penderita sepsis antara lain adalah :

Kesadaran menurun

Temperatur > 38 oC atau < 36oC ( demam)

Respiratory Rate (RR), tachypneu

Denyut nadi, tachicardiac atau bradicardiac

Tekanan darah, rendah ( hipotensi)

Malaise

Meggigil

Leukositosis

Difungsi organ

Elastisitas pembuluh darah berkurang

Gejala sepsis cenderung sama dengan SIRS, hanya saja sepsis ditambah

adanya infeksi oleh kuman.

3.2.4 Pengobatan

Tujuan pengobatan adalah :

1. Menghilangkan/mereduksi kuman penyebab infeksi dengan cara pemberian

antibiotik yang adekuat, diperlukan walaupun belum ada hasil mikrobiologi

mengingat sepsis merupakan infeksi dengan resiko bahaya kematian bagi

penderita yang cukup tinggi.

2. Melakukan drainase eksudat, eksisi jaringan nekrosis, pengeluaran benda

asing dan tindakan bedah lainnya untuk menghilangkan sumber infeksi .

3. Mengembalikan perubahan hemodinamik yang terjadi dan mengembalikan

agar perfusi jaringan berlangsung baik, dengan cara pemberian cairan,

pemberian cairan ini berdasarkan pada perubahan fisiologis yang terjadi

pada penderita dehidrasi akibat diare, yaitu : 10 – 20 ml/kg BB dalam 20

menit.

4. Terapi suportif

Page 45: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

a. Oksigenasi

Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan

penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik

segera dilakukan.

b. Terapi cairan

Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9%

atau ringer laktat) maupun koloid.1,6

c. Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik

melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.

d. Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar

Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan

renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih

kontroversi antara 8-10 g/dL.

e. Vasopresor dan inotropik

Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan

pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi.

Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk

mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat

dipakai dopamin >8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit,

phenylepherine 0.5-8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit.

Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8

μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor

(amrinone dan milrinone).

f. Bikarbonat

Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat

<9 mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan

hemodinamik.1

g. Disfungsi renal

Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera

diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik

bila diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali

diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun

Page 46: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal

ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.1

h. Nutrisi

Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,

glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan

produksi dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia

akibat resistensi insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia

dan proses katabolisme protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori

(asam amino), asam lemak, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini

mungkin.

g. Kontrol gula darah

Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan

mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan

insulin untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL

dibandingkan pada kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar

gula darah >115 mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut

dapat diaplikasikan dalam praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena

ada risiko hipoglikemia.

h. Gangguan koagulasi

Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan

koagulasi dan DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan

mikrotrombus di sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi

penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga

mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ.

Terapi antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor

pembekuan bila diperlukan dapat diberikan, tetapi tidak terbukti

menurunkan mortalitas.

i. Kortikosteroid

Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison

dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan

renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan

kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan

Page 47: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

dalam terapi sepsis. Pemberian Kortikosteroid masih menjadi suatu hal

yang kontroversial, beberapa ahli beranggapan pemberian kortikosteroid

diharapkan dapat memutuskan proses patofisiologi, yang merupakan

respon tubuh terhadap infeksi sistemik. Obat ini memberikan efek antara

lain : stabilisasi membran sel dan lisosom, inhibisi agregasi granulosit,

inhibisi proses cascade yang terjadi, diaktifasinya sistem komplemen,

pengeluaran radikal oksigen bebas dan mengurangi produksi TNF oleh

makrofag.

3.3 Mekanisme gejala

Demam

Demam terjadi ketika tubuh bereaksi dengan pirogen atau patogen. Pirogen akan

diopsonisasi oleh komplemen dan difagosit oleh leukosit darah, limfosit dan

makrofag (sel kupffer di hati). Proses ini melepaskan sitokin, diantaranya pirogen

endogen interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, 6, 8, dan 11, interferon α2 dan γ, Tumor

nekrosis factor TNFα (kahektin) dan TNFβ (limfotoksin), macrophage inflammatory

protein MIP1. Sitokin ini diduga mencapai organ sirkumventrikular otak yang tidak

memiliki sawar darah otak. Sehingga terjadi demam pada organ ini atau yang

berdekatan dengan area preoptik dan organ vaskulosa lamina terminalis (OVLT)

(daerah hipotalamus) melalui pembentukan prostaglandin PGE₂. Prostaglandin

terbentuk dari asam arakidonat pada sel-sel tubuh dengan bantuan enzim

cyclooxgenase (COX). Pengaruh pengaturan autonom akan mengakibatkan

terjadinya vasokontriksi perifer sehingga pengeluaran panas menurun dan

penderita merasa demam.

Nyeri ulu hati

S.typhi dibawa makrofag ke sirkulasi disebarkan ke organ

retikuloendotelial yaitu hati,limpa berkembang biak, kerja organ semakin

berat hepatosplenomegaly menekan saraf di ulu hati nyeri

Mual

S.typhi masuk ke lambung asam lambung untuk membunuh bakteri

meningkat mual

Page 48: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Hepatosplenomegaly penekanan pada gaster perasaan penuh di

perut mual

Perangsangan mual dapat diakibatkan dari adanya obstruksi saluran

empedu sehingga mengakibatkan alir balik cairan empedu ke hepar

(bilirubin, garam empedu dan kolesterol) menyebabkan terjadinya proses

peradangan disekitar hepatobiliar yang mengeluarkan enzim-enzim SGOT

dan SGPT, menyebabkan peningkatan SGOT dan SGPT yang bersifat

iritatif di saluran cerna sehingga merangsang nervus vagus dan menekan

rangsangan sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan

peristaltik sistem pencernaan di usus dan lambung, menyebabkan

makanan tertahan di lambung dan peningkatan rasa mual yang

mengaktifkan pusat muntah di medula oblongata dan pengaktifan saraf

kranialis ke wajah, kerongkongan serta neuron-neuron motorik spinalis

ke otot-otot abdomen dan diafragma sehingga menyebabkan muntah.

Apabila saraf simpatis teraktifasi akan menyebabkan akumulasi gas usus

di sistem pencernaan yang menyebabkan rasa penuh dengan gas maka

terjadilah kembung.

Lidah pahit

Demam merangsang saraf simpatis produksi saliva yang memiliki

sifat bakterisid menurun kadar oksigen menurun bakteri anaerob di

mulut meningkat toksin membuat lidah pahit

Lidah berselaput fungsi papila tengah terganggu papila tengah

(pahit) menjadi dominan makan, minum jadi pahit

Mekanisme nyeri epigastrium

Hepatomegali + meningkatnya histamin asam lambung meningkat nyeri

epigastrium

Mekanisme lidah kotor

Endotoksin S. typhi menempel di reseptor sel endotel kapiler,

mempengaruhi saluran cerna, termasuk lidah dan menimbulkan reaksi

keputihan pada bagian tengah dan kemerahan pada bagian tepi sebagai

efek inflamasi.

Page 49: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

S. typhi mengeluarkan H2S yang menyebabkan lidah kotor. Mulut kering

dan ekskresi air liur menurun akibat demam tifoid meningkatkan frekuensi

kuman dalam mulut.

3.4 Siprofloksasin dan parasetamol

3.4.1 Siprofloksasin

Indikasi Siprofloksasin:

Untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh kuman patogen yang peka

terhadap ciprofloxacin, antara lain pada:

- Saluran kemih termasuk prostatitis.

- Uretritis dan serpisitis gonore.

- Saluran cerna, termasuk demam thyfoid dan parathyfoid.

- Saluran nafas, kecuali pneumonia dan streptococus.

- Kulit dan jaringan lunak.

- Tulang dan sendi.

Kontra Indikasi:

- Penderita yang hipersensitivitas terhadap siprofloksasin dan derivat quinolone

lainnya tidak dianjurkan pada wanita hamil atau menyusui,anak-anak pada

masa pertumbuhan,karena pemberian dalam waktu yang lama dapat

menghambat pertumbuhan tulang rawan.

- Hati-hati bila digunakan pada penderita usia lanjut

- Pada penderita epilepsi dan penderita yang pernah mendapat gangguan SSP

hanya digunakan bila manfaatnya lebih besar dibandingkan denag risiko efek

sampingnya.

Komposisi :

Ciprofloxacin 250 mg : Tiap tablet salut selaput mengandung Ciprofloxacin 250 mg

\Ciprofloxacin 500 mg : Tiap tablet salut selaput mengandung ciprofloxacin 500

mg.

Farmakologi :

Ciprofloxacin (1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1-piperazinyl-3-

quinolone carboxylic acid) merupakan salah satu obat sintetik derivat quinolone.

Page 50: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

mekanisme kerjanya adalah menghambat aktifitas DNA gyrase bakteri, bersifat

bakterisida dengan spektrum luas terhadap bakteri gram positif maupun gram

negatif.

Ciprofloxacin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna,

bioavailabilitas absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein

plasma dan didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh. metabolismenya

dihati dan diekskresi terutama melalui urine.

Bakteri gram positif yang sensitif: Enterococcus faecalis, Staphylococcus aureus,

Staphylococcus epidermis, Streptococcus pyogenes.

Bakteri negatif yang sensitif: Campylobacter jejuni, Citrobacter diversus,

Citrobacter freundii, Enterobacter cloacae, Escherichia coli, Haemophilus

influenzae, Klebsiela pneumoniae, morganella morganii, Neisseria gonorrheae,

Proteus mirabilis, Proteus vulgaris, Providencia rettgeri, Providencia stuartii,

pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhii, Serratia marcescens, Shigella

flexneri, Shigella sonnei.

Dosis :

1.Untuk infeksi saluran kemih :

- Ringan sampai sedang : 2 x 250 mg sehari

- Berat : 2 x 500 mg sehari

- Untuk gonore akut cukup pemberian dosis tunggal 250 mg sehari

2.Untuk infeksi saluran cerna :

- Ringan / sedang / berat : 2 x 250 mg sehari

3.Untuk infeksi saluran nafas, tulang dan sendi kulit dan jaringan lunak :

- Ringan sampai sedang : 2 x 500 mg sehari

- Berat : 2 x 750 mg sehari

- Untuk mendapatkan kadar yang adekuat pada osteomielitis maka pemberian

tidak boleh kurang dari2 x 750 mg sehari

- Dosis untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal : Bila bersihan kreatinin

kurang dari 20 ml/menit maka dosis normal yang dianjurkan harus diberikan

sehari sekali atau dikurangi separuh bila diberikan 2 x sehari.

Page 51: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

-Lamanya pengobatan tergantung dari beratnya penyakit.

Untuk infeksi akut selama 5-10 hari biasanya pengobatan selanjutnya paling

sedikit 3 hari sesudah gejala klinik hilang.

Peringatan dan perhatian :

- Untuk menghindari terjadinya kristaluria maka tablet siprofloksasin harus ditelan

dengan cairan

- Hati-hati pemberian pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal (lihat

keteranga pada dosis )

- Pemakaian tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan

- Selama minum obat ini tidak dianjurkan mengendarai kendaraan bermotor atau

menjalankan mesin.

Efek samping :

Efek samping siprofloksasin biasanya ringan dan jarang timbul antara lain:

- Gangguan saluran cerna : Mual,muntah,diare dan sakit perut

- Gangguan susunan saraf pusat : Sakit kepala,pusing,gelisah,insomnia dan euforia

- Reaksi hipersensitivitas : Pruritus dan urtikaria

- Peningkatan sementara nilai enzim hati,terutama pada pasien yang pernah

mengalami kerusakan hati.

- Bila terjadi efek samping konsultasi ke Dokter

3.4.2 Parasetamol

Deskripsi Parasetamol:

Paracetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat

antipiretik/analgesik. Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen dan

mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Sifat analgesik parasetamol dapat

menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Sifat antiinflamasinya sangat

lemah sehingga sehingga tindak digunakan sebagai antirematik.

Chemical formula : C8H9NO2

Metabolism : 90 to 95% hepatic

Elimination half life : 1–4 hours

Page 52: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Excretion : renal

Melting point : 169°C

Density : 1.263 g/cm3

Solubility in water : 1.4 g/100 ml (20°C) also soluble in ethanol

Indikasi:

Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal.

Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit

gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot.menurunkan demam pada influenza dan

setelah vaksinasi.

Kontra Indikasi:

Hipersensitif terhadap parasetamol dan defisiensi glokose-6-fosfat

dehidroganase.tidak boleh digunakan pada penderita dengan gangguan fungsi hati.

Dosis:

Dibawah 1 tahun: 1 sendok teh atau 60 – 120 mg, tiap 4 - 6 jam.

1 - 5 tahun: 1 - 2 sendok teh atau 120 – 250 mg, tiap 4 - 6 jam.

6 - 12 tahun: 2 - 4 sendok teh atau 250 – 500 mg, tiap 4 - 6 jam.

Diatas 12 tahun: 1 g tiap 4 jam, maksimum 4 g sehari.

Cara Penggunaan Obat melalui mulut (per oral).

Pemakaiannya :

Tablet, suspensi cair, suppositori atau intravena

Dosis dewasa 500-1000 mg

Maksimum 4 g/hari

Dosis tertentu -> a man untuk anak-anak

Mudah didapat => diragukan

Mekanisme Kerja

Paracetamol; menghambat enzim cyclooxygenase -> mengurangi produksi

prostaglandin, yang berperan dalam proses nyeri dan demam ->

meningkatkan ambang nyeri.

Paracetamol juga bekerja pada pusat pengaturan suhu pada otak.

mekanisme spesifik blm diketahui.

Metabolisme

Page 53: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Terutama terjadi di liver

Berikatan dengan sulfat dan glukuronida

-> dibuang melalui ginjal

Sebagian kecil dimetabolisme cytochrome P450 (CYP) -> N-acetyl-p-benzo-

quinone-imine (NAPQI) -> bereaksi dengan sulfidril.

Pada dosis normal -> bereaksi dengan sulfhidril pada glutation -> metabolit

non-toxic -> diekskresi oleh ginjal.

3.5 Interpretasi pemeriksaan fisik

Tingkat kesadaran

- Compos mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat

menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

- Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan

sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

- Delirium, yaitu gelisah, disorientasi, memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,

kadang berhayal.

- Somnolen (obtundasi, letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor

lambat, mudah tertidur, kesadaran dapat pulih bila dirangsang namun tertidur

lagi, mampu memberi jawaban verbal.

- Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon

terhadap nyeri.

- Koma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap

rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah dan tidak ada

respon pupil terhadap cahaya).

Frekuensi denyut nadi

Normal : 80 – 100

x/menit

Bradikardia : < 60 x/menit

Takikardia : > 100 x/menit

Tensi pada orang dewasa (JNC VII : JAMA 289 : 2560-72, 2003)

Hipotensi : <90/<60 mmHg

Page 54: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Normal : 120/80 mmHg

Prehipertensi : 120-139/80-89 mmHg

Hipertensi

stadium I

Hipertensi

stadium II

: 140-159/90-99 mmHg

: >160/>100 mmHg

Frekuensi nafas (respiratory rate/RR)

Normal : 16 – 24 x/menit

Polipnea

(takipnea)

Oligopnea

(bradipnea)

: >24 x/menit

: <16 x/menit

Lidah : Berwarna kemerahan dan tidak tremor, indera perasa aktif.

Epigastrium : Tidak ada nyeri tekan.

Tn. Ahmad mengalami delirium, takikardia, hipotensi dan takipneu sebagai penanda

sepsis disertai lidah kotor dan nyeri tekan pada epigastrium pada penderita demam

tifoid.

3.6 Interpretasi pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil Normal Hasil Tn. Ahmad InterpretasiHb 13-18 mg/dl 12 mg/dl Rendah (anemia)

Leukosit 4000-11.000 /mm3 13.000/mm3 Leukositosis

LED<15 mm/jam

Laki-laki usia <50 12 mm/jam MeningkatHematokrit 40-48 mg% 36 mg% Rendah

Trombosit 150.000 - 400.000/mm3 210.000/mm3 NormalWidal Test Titer O < 1/320 1/320 (+) thyfoidTiter H <1/640 1/640 (+) thyfoidDiffcount Basofil 0 - 1 % 0 NormalEusinofil 1 - 3 % 0 RendahNeutrofil Batang 2 - 6 % 0 RendahNeutrofil Segmen 50 - 70 % 0.75 Tinggi

Page 55: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Limfosit 20 - 40% 0.23 NormalMonosit 2 - 8% 0.02 Normal

Tn. Ahmad mengalami anemia ringan karena S. typhi mampu mengikat besi (Fe) pada

heme sehingga hemoglobin mengalami lisis.

Pada minggu pertama, penderita demam tifoid biasanya mengalami leukopenia

karena leukosit mengalami autolisis setelah memfagosit sejumlah S. typhi dan

disekresi melalui feses. Pada minggu berikutnya, penderita mengalami leukositosis

karena telah terbentuk antibodi dan mungkin disertai pemberian antibiotik sehingga

jumlah S. typhi menurun dan leukosit tidak cepat lisis.

Tes Widal dengan titer O dan titer H positif menandakan adanya S. typhi. Semakin

tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Diffcount. Konsentrasi eosinofil dan basofil dalam leukosit hanya beberapa persen.

Kemampuan fagositosisnya pun tidak sebaik neutrofil sehingga cepat lisis dan

berfungsi pada reaksi alergi. Neutrofil batang merupakan neutrofil yang imatur,

hanya mampu menampung sedikit mikroorganisme dan mudah lisis dibandingkan

neutrofil segmen yang matur dan mampu memfagosit banyak S. typhi. Neutrofil

batang juga dihentikan produksinya ketika proses peradangan mulai menurun.

(diffcount : 0/0/0).

Eosinofil : peningkatan eusinofil menunjukkan adanya reaksi alergi, namun dalam

kasus ini jumlah eusinofil justru rendah hal ini menunjukkan tidak terjadi reaksi

alergi.

Netrofil Segmen : Peningkatan jumlah netrofil segmen menandakan adanya respon

terhadap infeksi akut.

3.7 Pertahanan tubuh terhadap infeksi

Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang

mengandung mikroba patogen di sekelilingnya. Mikroba tersebut dapat menimbulkan

penyakit infeksi pada manusia. Mikroba patogen yang ada bersifat poligenik dan

kompleks. Oleh karena itu respons imun tubuh manusia terhadap berbagai macam

mikroba patogen juga berbeda. Umumnya gambaran biologik spesifik mikroba

Page 56: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

menentukan mekanisme imun mana yang berperan untuk proteksi. Begitu juga respon

imun terhadap bakteri khususnya bakteri ekstraselular atau bakteri intraselular

mempunyai karakteristik tertentu pula

Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit, radiasi

matahari, dan polusi. Stres emosional atau fisiologis dari kejadian ini adalah tantangan

lain untuk mempertahankan tubuh yang sehat. Biasanya kita dilindungi oleh sistem

pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, terutama makrofag, dan cukup lengkap

kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan. Kelebihan tantangan negatif, bagaimanapun,

dapat menekan sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, dan mengakibatkan

berbagai penyakit fatal.

Penerapan kedokteran klinis saat ini adalah untuk mengobati penyakit saja. Infeksi

bakteri dilawan dengan antibiotik, infeksi virus dengan antivirus dan infeksi parasit

dengan antiparasit terbatas obat-obatan yang tersedia. Sistem pertahanan tubuh,

sistem kekebalan tubuh, depresi disebabkan oleh stres emosional diobati dengan

antidepresan atau obat penenang. Kekebalan depresi disebabkan oleh kekurangan gizi

jarang diobati sama sekali, bahkan jika diakui, dan kemudian oleh saran untuk

mengkonsumsi makanan yang lebih sehat.

Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang

melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan

membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh

biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus

sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan

mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti

biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar

dapat menginfeksi organisme.

Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah berevolusi yang

menetralisir patogen. Bahkan organisme uniselular seperti bakteri dimusnahkan oleh

sistem enzim yang melindungi terhadap infeksi virus. Mekanisme imun lainnya yang

berevolusi pada eukariota kuno dan tetap pada keturunan modern, seperti tanaman,

Page 57: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

ikan, reptil dan serangga. Mekanisme tersebut termasuk peptida antimikrobial yang

disebut defensin, fagositosis, dan sistem komplemen. Mekanisme yang lebih

berpengalaman berkembang secara relatif baru-baru ini, dengan adanya evolusi

vertebrata. Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ

tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinamin. Sebagai

bagian dari respon imun yang lebih kompleks ini, sistem vertebrata mengadaptasi untuk

mengakui patogen khusus secara lebih efektif. Proses adaptasi membuat memori

imunologis dan membuat perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan di masa

depan dengan patogen tersebut. Proses imunitas yang diterima adalah basis dari

vaksinasi.

Respons pejamu yang terjadi juga tergantung dari jumlah mikroba yang masuk.

Mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang berbahaya meliputi

1. Pertahanan fisik dan kimiawi, seperti kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat

melalui kelenjar keringat, sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi air mata, air liur,

urin, asam lambung serta lisosom dalam air mata

2. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat

mencegah invasi mikroorganisme

3. Innate immunity (mekanisme non-spesifik), seperti sel polimorfonuklear (PMN)

dan makrofag, aktivasi komplemen, sel mast, protein fase akut, interferon, sel NK

(natural killer) dan mediator eosinofil

4. Imunitas spesifik, yang terdiri dari imunitas humoral dan seluler. Secara umum

pengontrolan infeksi intraselular seperti infeksi virus, protozoa, jamur dan

beberapa bakteri intraselular fakultatif terutama membutuhkan imunitas yang

diperani oleh sel yang dinamakan imunitas selular, sedangkan bakteri ekstraselular

dan toksin membutuhkan imunitas yang diperani oleh antibodi yang dinamakan

imunitas humoral. Secara keseluruhan pertahanan imunologik dan nonimunologik

(nonspesifik) bertanggung jawab bersama dalam pengontrolan terjadinya penyakit

infeksi.

Page 58: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Invasi Patogen

Keberhasilan patogen bergantung pada kemampuannya untuk menghindar dari

respon imun. Patogen telah mengembangkan beberapa metode yang menyebabkan

mereka dapat menginfeksi sementara patogen menghindari kehancuran akibat sistem

imun. Bakteri sering menembus perisai fisik dengan mengeluarkan enzim yang

mendalami isi perisai, contohnya dengan menggunakan sistem tipe II sekresi. Sebagai

kemungkinan, patogen dapat menggunakan sistem tipe III sekresi. Mereka dapat

memasukan tuba palsu pada sel, yang menyediakan saluran langsung untuk protein agar

dapat bergerak dari patogen ke pemilik tubuh; protein yang dikirim melalui tuba sering

digunakan untuk mematikan pertahanan.

Strategi menghindari digunakan oleh beberapa patogen untuk mengelakan

sistem imun bawaan adalah replikasi intraselular (juga disebut patogenesis intraselular).

Disini, patogen mengeluarkan mayoritas lingkaran hidupnya kedalam sel yang dilindungi

dari kontak langsung dengan sel imun, antibodi dan komplemen. Beberapa contoh

patogen intraselular termasuk virus, racun makanan, bakteri Salmonella dan parasit

eukariot yang menyebabkan malaria (Plasmodium falciparum) dan leismaniasis

(Leishmania spp.). Bakteri lain, seperti Mycobacterium tuberculosis, hidup didalam kapsul

protektif yang mencegah lisis oleh komplemen. Banyak patogen mengeluarkan senyawa

yang mengurangi respon imun atau mengarahkan respon imun ke arah yang salah.

Beberapa bakteri membentuk biofilm untuk melindungi diri mereka dari sel dan protein

sistem imun. Biofilm ada pada banyak infeksi yang berhasil, seperti Pseudomonas

aeruginosa kronik dan Burkholderia cenocepacia karakteristik infeksi sistik fibrosis.

Bakteri lain menghasilkan protein permukaan yang melilit pada antibodi, mengubah

mereka menjadi tidak efektif; contoh termasuk Streptococcus (protein G), Staphylococcus

aureus (protein A), dan Peptostreptococcus magnus

(protein L).

Bakteri, dari kata Latin bacterium (jamak,

bacteria), adalah kelompok terbanyak dari organisme

hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan

kebanyakan uniselular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa

Page 59: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel lain seperti mitokondria dan kloroplas.

Struktur sel mereka dijelaskan lebih lanjut dalam artikel mengenai prokariota, karena

bakteri merupakan prokariota, untuk membedakan mereka dengan organisme yang

memiliki sel lebih kompleks, disebut eukariota. Istilah “bakteri” telah diterapkan untuk

semua prokariota atau untuk kelompok besar mereka, tergantung pada gagasan

mengenai hubungan mereka.

Bakteri adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Mereka

tersebar (berada di mana-mana) di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain.

Banyak patogen merupakan bakteri. Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya

berukuran 0,5-5 μm, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm dalam diameter

(Thiomargarita). Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel tumbuhan dan jamur,

tetapi dengan komposisi sangat berbeda (peptidoglikan). Banyak yang bergerak

menggunakan flagela, yang berbeda dalam strukturnya dari flagela kelompok lain.

INFEKSI BAKTERI EKSTRASELULER

Strategi pertahanan bakteri

Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, di dalam

sirkulasi, di jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai jaringan. Berbagai jenis bakteri

yang termasuk golongan bakteri ekstraseluler telah disebutkan pada bab sebelumnya.

Bakteri ekstraseluler biasanya mudah dihancurkan oleh sel fagosit. Pada keadaan

tertentu bakteri ekstraseluler tidak dapat dihancurkan oleh sel fagosit karena adanya

sintesis kapsul antifagosit, yaitu kapsul luar (outer capsule) yang mengakibatkan adesi

yang tidak baik antara sel fagosit dengan bakteri, seperti pada infeksi bakteri berkapsul

Streptococcus pneumoniae atau Haemophylus influenzae. Selain itu, kapsul tersebut

melindungi molekul karbohidrat pada permukaan bakteri yang seharusnya dapat dikenali

oleh reseptor fagosit. Dengan adanya kapsul ini, akses fagosit dan deposisi C3b pada

dinding sel bakteri dapat dihambat. Beberapa organisme lain mengeluarkan eksotoksin

Page 60: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

yang meracuni leukosit. Strategi lainnya adalah dengan pengikatan bakteri ke permukaan

sel non fagosit sehingga memperoleh perlindungan dari fungsi fagosit .

Sel normal dalam tubuh mempunyai protein regulator yang melindungi dari

kerusakan oleh komplemen, seperti CR1, MCP dan DAF, yang menyebabkan pemecahan

C3 konvertase. Beberapa bakteri tidak mempunyai regulator tersebut, sehingga akan

mengaktifkan jalur alternatif komplemen melalui stabilisasi C3b3b konvertase pada

permukaan sel bakteri. Dengan adanya kapsul bakteri akan menyebabkan aktivasi dan

stabilisasi komplemen yang buruk.

Beberapa bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen melalui aksi

produk mikrobial yang mengikat atau menghambat kerja regulator aktivasi komplemen.

Bahkan beberapa spesies dapat menghindari lisis dengan cara mengalihkan lokasi aktivasi

komplemen melalui sekresi protein umpan (decoy protein) atau posisi permukaan bakteri

yang jauh dari membran sel. Beberapa organisme Gram positif mempunyai lapisan

peptidoglikan tebal yang menghambat insersi komplek serangan membran C5b-9 pada

membran sel bakteri .

Bakteri enterik Gram negatif pada usus mempengaruhi aktivitas makrofag

termasuk menginduksi apoptosis, meningkatkan produksi IL-1, mencegah fusi fagosom-

lisosom dan mempengaruhi sitoskleton aktin. Strategi berupa variasi antigenik juga

dimiliki oleh beberapa bakteri, seperti variasi lipoprotein permukaan, variasi enzim yang

terlibat dalam sintesis struktur permukaan dan variasi antigenik pili.Keadaan sistem imun

yang dapat menyebabkan bakteri ekstraseluler sulit dihancurkan adalah gangguan pada

mekanisme fagositik karena defisiensi sel fagositik (neutropenia) atau kualitas respons

imun yang kurang (penyakit granulomatosa kronik).

Mekanisme pertahanan tubuh

Respons imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan efek

toksin dan mengeliminasi bakteri. Respons imun alamiah terutama melalui fagositosis

oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding bakteri

Gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Hasil

Page 61: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

aktivasi ini adalah C3b yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan

kompleks membran dan respons inflamasi akibat pengumpulan serta aktivasi leukosit.

Endotoksin juga merangsang makrofag dan sel lain seperti endotel vaskular untuk

memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1, IL-6 dan IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi

neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi,

akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat

efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri. Sitokin juga merangsang

demam dan sintesis protein fase akut.

Netralisasi toksin

Infeksi bakteri Gram negatif dapat menyebabkan pengeluaran endotoksin yang

akan menstimulasi makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag akan

menghasilkan sejumlah sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan memacu

terjadinya reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan sel, hipotensi, aktivasi sistem

koagulasi, gagal organ multipel dan berakhir dengan kematian. Antibodi yang

mengandung reseptor sitokin dan antagonisnya, berperan dalam menghilangkan

sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan mencegah sitokin berikatan pada sel target.

Antibodi yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul antifagositik

dan eksotoksin lainnya yang diproduksi bakteri. Mekanisme netralisasi antibodi terhadap

bakteri terjadi melalui dua cara. Pertama, melalui kombinasi antibodi di dekat lokasi

biologi aktif infeksi yaitu secara langsung menghambat reaksi toksin dengan sel target.

Kedua, melalui kombinasi antibodi yang terletak jauh dari lokasi biologi aktif infeksi yaitu

dengan mengubah konformasi alosterik toksin agar tidak dapat bereaksi dengan sel

target. Dengan ikatan kompleks bersama antibodi, toksin tidak dapat berdifusi sehingga

rawan terhadap fagositosis, terutama bila ukuran kompleks membesar karena deposisi

komplemen pada permukaan bakteri akan semakin bertambah.

Opsonisasi

Page 62: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Opsonisasi adalah pelapisan antigen oleh antibodi, komplemen, fibronektin,

yang berfungsi untuk memudahkan fagositosis. Opsonisasi ada dua yaitu opsonisasi yang

tidak tergantung antibodi dan yang ditingkatkan oleh antibodi.

Pada opsonisasi yang tidak tergantung antibodi, protein pengikat manose dapat

terikat pada manose terminal pada permukaan bakteri, dan akan mengaktifkan C1r dan

C1s serta berikatan dengan C1q. Proses tersebut akan mengaktivasi komplemen pada

jalur klasik yang dapat berperan sebagai opsonin dan memperantarai fagositosis.

Lipopolisakarida (LPS) merupakan endotoksin yang penting pada bakteri Gram negatif.

Sel ini dapat dikenal oleh tiga kelas molekul reseptor. Sedangkan opsonisasi yang

ditingkatkan oleh antibodi adalah bakteri yang resisten terhadap proses fagositosis akan

tertarik pada sel PMN dan makrofag bila telah diopsonisasi oleh antibodi.

Dalam opsonisasi terdapat sinergisme antara antibodi dan komplemen yang

diperantarai oleh reseptor yang mempunyai afinitas kuat untuk IgG dan C3b pada

permukaan fagosit, sehingga meningkatkan pengikatan di fagosit. Efek augmentasi dari

komplemen berasal dari molekul IgG yang dapat mengikat banyak molekul C3b, sehingga

meningkatkan jumlah hubungan ke makrofag (bonus effect of multivalency). Meskipun

IgM tidak terikat secara spesifik pada makrofag, namun merangsang adesi melalui

pengikatan komplemen.

Antibodi akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum

dapat masuk ke dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian sel.

Aktivasi komplemen melalui penggabungan dengan antibodi dan bakteri juga

menghasilkan anfilaktoksin C3a dan C5a yang berujung pada transudasi luas dari

komponen serum, termasuk antibodi yang lebih banyak, dan juga faktor kemotaktik

terhadap neutrofil untuk membantu fagositosis.

Sel PMN merupakan fagosit yang predominan dalam sirkulasi dan selalu tiba di

lokasi infeksi lebih cepat dari sel lain, karena sel PMN tertarik oleh sinyal kemotaktik yang

dikeluarkan oleh bakteri, sel PMN lain, komplemen atau makrofag lain, yang lebih dahulu

tiba di tempat infeksi. Sel PMN sangat peka terhadap semua faktor kemotaktik.

Page 63: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Sel PMN yang telah mengalami kemotaktik selanjutnya akan melakukan adesi

pada dinding sel bakteri, endotel maupun jaringan yang terinfeksi. Kemampuan adesi

PMN pada permukaan sel bakteri akan bertambah kuat karena sinyal yang terbentuk

pada proses adesi ini akan merangsang ekspresi Fc dan komplemen pada permukaan sel.

Sel PMN juga akan melakukan proses diapedesis agar dapat menjangkau bakteri yang

telah menginfeksi.

Proses penelanan bakteri oleh fagosit diawali dengan pembentukan tonjolan

pseudopodia yang berbentuk kantong fagosom untuk mengelilingi bakteri, sehingga

bakteri akan terperangkap di dalamnya, selanjutnya partikel granular di dalam fagosom

akan mengeluarkan berbagai enzim dan protein untuk merusak dan menghancurkan

bakteri tersebut.

Mekanisme pemusnahan bakteri oleh enzim ini dapat melalui proses oksidasi

maupun nonoksidasi, tergantung pada jenis bakteri dan status metabolik pada saat itu.

Oksidasi dapat berlangsung dengan atau tanpa mieloperoksidase. Proses oksidasi dengan

mieloperoksidase terjadi melalui ikatan H2O2 dengan Fe yang terdapat pada

mieloperoksidase. Proses ini menghasilkan komplek enzim-subtrat dengan daya oksidasi

tinggi dan sangat toksik terhadap bakteri, yaitu asam hipoklorat (HOCl).

Proses oksidasi tanpa mieloperoksidase berdasarkan ikatan H2O2 dengan

superoksida dan radikal hidroksil namun daya oksidasinya rendah. Proses nonoksidasi

berlangsung dengan perantaraan berbagai protein dalam fagosom yaitu flavoprotein,

sitokrom-b, laktoferin, lisozim, kaptensin G dan difensin. Pada proses pemusnahan

bakteri, pH dalam sel fagosit dapat menjadi alkalis. Hal ini terjadi karena protein yang

bermuatan positif dalam pH yang alkalis bersifat sangat toksik dan dapat merusak lapisan

lemak dinding bakteri Gram negatif. Selain itu, bakteri juga dapat terbunuh pada saat pH

dalam fagosom menjadi asam karena aktivitas lisozim. Melalui proses ini PMN

memproduksi antibakteri yang dapat berperan sebagai antibiotika alami (natural

antibiotics).

Sistem imun sekretori

Page 64: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Permukaan mukosa usus mempunyai mekanisme pertahanan spesifik antigen

dan nonspesifik. Mekanisme nonspesifik terdiri dari peptida antimikrobial yang

diproduksi oleh neutrofil, makrofag dan epitel mukosa. Peptida ini akan menyebabkan

lisis bakteri melalui disrupsi pada permukaan membran. Imunitas spesifik diperantarai

oleh IgA sekretori dan IgM, dengan dominasi IgA1 pada usus bagian awal dan IgA2 pada

usus besar. Antibodi IgA mempunyai fungsi proteksi dengan cara melapisi (coating) virus

dan bakteri dan mencegah adesi pada sel epitel di membran mukosa. Reseptor Fc dari

kelas Ig ini mempunyai afinitas tinggi terhadap neutrofil dan makrofag dalam proses

fagositosis. Apabila agen infeksi berhasil melewati barier IgA, maka lini pertahanan

berikutnya adalah IgE. Adanya kontak antigen dengan IgE akan menyebabkan pelepasan

mediator yang menarik agen respons imun dan menghasilkan reaksi inflamasi akut.

Adanya peningkatan permeabilitas vaskular yang disebabkan oleh histamin akan

menyebabkan transudasi IgG dan komplemen, sedangkan faktor kemotaktik terhadap

neutrofil dan eosinofil akan menarik sel efektor yang diperlukan untuk mengatasi

organisme penyebab infeksi yang telah dilapisi oleh IgG spesifik dan C3b. Penyatuan

kompleks antibodi-komplemen pada makrofag akan menghasilkan faktor yang

memperkuat permeabilitas vaskular dan proses kemotaktik .

Apabila organisme yang diopsonisasi terlalu besar untuk difagosit, maka fagosit

dapat mengatasi organisme tersebut melalui mekanisme ekstraseluler, yaitu Antibody-

Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC).

INFEKSI BAKTERI INTRASELULER

Strategi pertahanan bakteri

Bakteri intraseluler terbagi atas dua jenis,

yaitu bakteri intraseluler fakultatif dan obligat.

Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang

mudah difagositosis tetapi tidak dapat dihancurkan

oleh sistem fagositosis. Bakteri intraseluler obligat

Page 65: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

adalah bakteri yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel hospes. Hal ini

dapat terjadi karena bakteri tidak dapat dijangkau oleh antibodi dalam sirkulasi, sehingga

mekanisme respons imun terhadap bakteri intraseluler juga berbeda dibandingkan

dengan bakteri ekstraseluler. Beberapa jenis bakteri seperti basil tuberkel dan leprosi,

dan organisme Listeria dan Brucella menghindari perlawanan sistem imun dengan cara

hidup intraseluler dalam makrofag, biasanya fagosit mononuklear, karena sel tersebut

mempunyai mobilitas tinggi dalam tubuh. Masuknya bakteri dimulai dengan ambilan

fagosit setelah bakteri mengalami opsonisasi. Namun setelah di dalam makrofag, bakteri

tersebut melakukan perubahan mekanisme pertahanan.

Bakteri intraseluler memiliki kemampuan mempertahankan diri melalui tiga

mekanisme, yaitu 1) hambatan fusi lisosom pada vakuola yang berisi bakteri, 2) lipid

mikobakterial seperti lipoarabinomanan menghalangi pembentukan ROI (reactive oxygen

intermediate) seperti anion superoksida, radikal hidroksil dan hidrogen peroksida dan

terjadinya respiratory burst, 3) menghindari perangkap fagosom dengan menggunakan

lisin sehingga tetap hidup bebas dalam sitoplasma makrofag dan terbebas dari proses

pemusnahan selanjutnya (Gambar 13-4).

Mekanisme pertahanan tubuh

Pertahanan oleh diperantarai sel T (Celluar Mediated Immunity, CMI) sangat

penting dalam mengatasi organisme intraseluler. Sel T CD4 akan berikatan dengan

partikel antigen yang dipresentasikan melalui MHC II pada permukaan makrofag yang

terinfeksi bakteri intraseluler. Sel T helper (Th1) ini akan mengeluarkan sitokin IFN γ yang

akan mengaktivasi makrofag dan membunuh organisme intraseluler, terutama melalui

Page 66: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

pembentukan oksigen reaktif intermediat (ROI) dan nitrit oxide (NO). Selanjutnya

makrofag tersebut akan mengeluarkan lebih banyak substansi yang berperan dalam

reaksi inflamasi kronik. Selain itu juga terjadi lisis sel yang diperantarai oleh sel T CD8.

Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan stimulasi

antigen yang kronik. Keadaan ini menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang

terkativasi yang membentuk granuloma sekeliling mikroorganisme untuk mencegah

penyebaran. Hal ini dapat berlanjut pada nekrosis jaringan dan fibrosis yang luas yang

menyebabkan gangguan fungsi. Oleh karena itu, kerusakan jaringan terutama disebabkan

oleh respons imun terhadap infeksi bakteri intraseluler.

Kerangka konsep

S. typhi masuk

Page 67: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Sebagian lolos dari asam lambung

Masuk ke usus

Melekat pada epitel usus

Invasi epitel usus (sel M)

Lamina propria

Berkembang biak & difagosit oleh makrofag

Masuk Peyer’s patches

Masuk ke saluran KGB mesenterika

Ductus thoracicus

Aliran darah(bakteremia 1)

Organ retikuloendotelial (hati & limpa

Meninggalkan sel fagosit & berkembangbiak

vesica biliarisBakteremia 2

asimptomatik(fase sensitasi)

Simptomatik(fase efektor)

HCl ↑

endotoxin Sekresi bersama dgn cairan empedu

Nyeri tekan epigastrium

Akumulasi Bakteri di lidah

Lidah pahit

H2S

Lidah kotor (white coated tongue)

mual

Page 68: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

DAFTAR PUSTAKA

Lumen ususFagositosis oleh sel fagosit

Sekresi asam arakhidonat

Prostaglandin

Thermostat hipothalamus ↑

Demam tifoid

vasodilatasi

hipotensi

Perfusi jaringan ↓

Difusi O2 ke otak ↓

delirium

PR ↑

Pertahanan tubuh

Sekresi air & elektrolit ↑

Gerak peristaltic usus ↑

BAB cair

Parasetamol

Permeabilitas kapiler ↑

Plasma leakage

Pirogen endogen

Respon saraf parasimpatis

Ciprofloxacin

sepsis

RR ↑

Reaksi hiper-sensitivitas tipe lambat

Produksi Th1

Makrofag bertambah aktif

NO Enz. hidrolitik

Sitokin proinflamasi

Payer patch hyperplasia dan necrosis

Erosi kapiler darah disekitar Payer patch

Ulcerasi usus

IFN-γ TNF-β

HB & hematokrit ↓

monosit↑

leukositosis

LED ↑ (wintrobe)

Neutrofil ↑

Cairan Intervaskular ↓

Page 69: Tutorial b Skenario Demam Tifoid New(2)

Dorland, Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Jakarta : Interna Publishing.

Staf Pengajar FK UI. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa

Aksara

Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Arief Mansjoer dkk. 2001.Kapita Selekta UI. Jakarta : Media Aesculpius

www.eprints.undip.ac.id

www.hukor.depkes.go.id

www.childalergy.com

www.dexamedica.com