Upload
fathul-yasin
View
63
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Semoga bermanfaat
Citation preview
Laporan kasusTumor Hidung
Pembimbing : Dr. Dian Nurul Al Amini,SpTHT
Disusun oleh : Fathul Yasin (2008730067)
Kepaniteraan Stase THT RS Islam Pondok Kopi, Jakarta Timur
Identitas Pasien
Nama : Ny. SUmur : 29 tahunAlamat : Pulo jahe Pekerjaan : KaryawatiJenis Kelamin : PerempuanAgama : IslamTgl. Datang poli : 24 Januari 2014 No. RM : ...
Anamnesis
Keluhan UtamaMimisan sejak 2 bulan yang lalu
Keluhan TambahanPilek hilang timbul, hidung tersumbat.
Riwayat Penyakit SekarangMimisan paling banyak setengah tutup botol, seminggu
2x – 3x, kadang sakit kepala dan leher sebelum mimisan sejak 2 bulan yang lalu. Pilek hilang timbul dan hidung tersumbat sejak 2 bulan lalu. Bersin ketika bertemu debu. Demam (-), nyeri didaerah wajah (-), trauma di wajah (-), batuk(-), sakit kepala(-), pusing(-), gatal dihidung(-), nyeri tenggorokan (-), napas berbau (-), nyeri saat menelan (-), sakit gigi (-), gigi berlubang (-), tidur mendengkur (-), keluar cairan dari telinga (-), gangguan pendengaran (-), telinga berdenging (-), sesak napas (-).
Anamnesis
Riwayat Penyakit DahuluKeluhan ini pertama kali dirasakan. Tidak ada
riwayat Hipertensi, Diabetes Melitus, Asma, ataupun operasi Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan ini tidak di rasakan dalam keluarga Riwayat Pengobatan
Jika pilek beli obat di warung Riwayat Alergi
Alergi, makanan, cuaca, dan obat-obatan disangkal. Riwayat Psikososial
Punya kebiasaan ngorek-ngorek hidung. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedangKesadaran : Compos mentisTanda-tanda VitalTekanan Darah : Tidak diperiksaNadi : Tidak diperiksaFrekuensi Napas : Tidak diperiksaSuhu: Tidak diperiksa
Pemeriksaan Fisik
Status GeneralisKepala : NormochepalMata: Tidak diperiksaMulut : Bibir kering (-), sianosis (-), pucat (-)Thorax : Tidak diperiksaAbdomen : Tidak diperiksaEkstremitas : Tidak diperiksaKulit : Tidak diperiksa
Status Pemeriksaan Lokalis THT
TelingaBagian
Kelainan AurisDextra Sinistra
Preaurikula Kelainan kongenitalRadangTumorTraumaNyeri tekan
-----
-----
Aurikula Kelainan kongenitalRadangTumorTraumaNyeri tarik
-----
-----
Retroaurikula EdemaHiperemisNyeri tekanRadangTumorSikatriks
------
------
CanalisAcustikusExterna
Kelainan kongenitalKulitSekretSerumenEdemaJaringan granulasiMassaCholesteatoma
-Tenang------
-Tenang------
MembranaTimpani
IntakReflek cahayaPerforasiGambar
++-
++-
Tes Penala Interpretasi pada AurisDextra Sinistra
Tes Rhinne Tidak dilakukan Tidak dilakukanTes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukanTes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pemeriksaan Hidung Dextra Sinistra
Keadaan Luar
Warna, bentuk dan ukuran
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Rhinoskopi anterior
MukosaSekretConcha inferiorSeptum
Polip/tumorPasase udara
Hiperemis+Eutrofi
Hiperemis+Eutrofi
Hiperemis + Hiperemis, Permukaan licin+
-
+
Bagian Kelainan Keterangan
Mulut
Mukosa mulutLidahPalatum molleGigi geligiUvula Halitosis
LembabBersihTenangCaries (-)Simetris-
Tonsil
MukosaBesarKriptaDetritus
Hiperemis (-)T2-T3Tidak melebar-/-
Faring MukosaGranulaPost nasal drip
Hiperemis (-)--
Laring
EpiglotisGlotisAritenoidPita suara
Hiperemis (-) Hiperemis (-)Hiperemis (-)Hiperemis (-)
Pemeriksaan Penunjang
CT Scan Nasofaring potongan aksial dan koronal tanpa media kontras dengan jarak irisan 5mm dan tebal irisan 2mm. Hasil sbb :
1. Lesi soft tissue hipoechoic di cavum nasi dextra region infero-anterior, dengan diameter lesi 12 - 11 mm, os nasal dan maksila tidak terlihat destruksi
2. Septum nasi tidak deviasi3. Mukosa cavum nasi di region tidak menebal4. Tak tampak pneumatisasi conchae bilateral5. Processus uncinatus kanan dan kiri baik6. Tak tampak sel haller7. Osteo meatal complex kanan dan kiri terbuka8. Sinus paranasal bilateral serasi normal9. Adenoid tidak hipertrofi10.Rongga nasofaring simetris Kesan : Massa soft tissue homogeny di infero-anterior cavum nasi dextra Curiga polip aspek benign
Test Hasil Unit Nilai Rujukan
HematologiDarah LengkapHbMCVMCHMCHCEritrositHematokritLeukositTrombositLED
13.7 78 26345.241 12.9 41817
mg/dlflpgg/dl10^6/ul%10^3/ul10^3/ulMm
12.5-15.582-9827-3331-374.5-5.837-475.0-10.0150-4000-20
Test Hasil Unit Nilai Rujukan
Hitung JenisBasofilEosinofilNetrofilLimfositMonosit
0.31.158.133.47.1
%%%%%
0.0-1.01.0-3.037.0-72.020.0-40.02.0-8.0
HemostasisBleeding TimeCloating Time
3.006.00
MenitMenit
1.00-3.003.00-6.00
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Makroskopik : Jaringan ukuran 1,5x1x0,5cm warna coklat
Mikroskopik : Sediaan berasal dari kavum nasi menunjukkan jaringan ikat sembab berbentuk polipoid mengandung pembuluh-pembuluh darah yang sebagian terbentuk seperti tanduk rusa. Stroma berserbukan ringan. Sel radang menahun.
Kesimpulan : Gambaran histologik mengarah pada angiofibroma. Tidak tampak tanda ganas
Resume
AnamnesisNy. S mimisan sejak 2 bulan yang lalu. Mimisan paling banyak setengah tutup botol, seminggu 2x – 3x, kadang sakit kepala dan leher sebelum mimisan sejak 2 bulan yang lalu. Pilek hilang timbul dan hidung tersumbat sejak 2 bulan lalu. Bersin ketika bertemu debu. Punya kebiasaan ngorek-ngorek hidung.Pemeriksaan FisikRinoskopi anterior : Mucosa : Livid. Septum : Hiperemis. Polip/Tumor dextra, hiperemis, dan permukaan licin. Pemeriksaan PenunjangCT Scan : Ditemukan Lesi soft tissue hipoechoic di cavum nasi dextra region infero-anteriorPemeriksaan Lab : MCV 78 fl, MCH 26 pg, Leukosit 12.9 10^3/ul, Trombosit 418 10^3/ulPemeriksaan Patologi Anatomi : Gambaran histologik mengarah pada angiofibroma.
DIAGNOSISAngiofibroma dekstra
PENATALAKSANAANNon-medikamentosa1. Edukasi ke pasien, untuk menggunakan
masker saat bekerja ataupun saat bepergian.2. Jika menggunakan AC atau kipas angin jangan
langsung mengenai wajah pasien. Medikamentosa3. Dekongestan : Efedrin 1% (lokal), atau
Pseudoefedrin 3x60mg 4. Prednisolon oral 2 sampai 3 mg/kgBB/hari
selama 4 sampai 6 minggu
PROGNOSISQuo ad vitam : ad bonam Quo ad fungsionam : ad bonam Quo ad sanactionam : ad bonam
Tinjauan Pustaka
Hidung
LuarTulan
g
Rongga
Hidung
Meatus
Vaskularisasi
Persarafan Sinus KOM
Nares anterior
Terdapat 4 buah dinding:
Medial septum nasi
Lateral konka nasi
Inferior Os. Maksilaris + Os. Palatum
Superior Lamina Kribriformis (anterior) + Os.
Sfenoid (posterior)
M A k V
Frontal sinus
sfenoid sinus
Ethmoid sinus
Maxila sinus
Frontal sinus
sfenoid sinus
Ethmoid sinus
Maxila sinus
• Merupakan celah pada dinding lateral hidung
• Unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drainase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior (sinus maksila, etmoid anterior dan frontal)
• Unit penting yang membentuknya adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi, dan resesus frontal
Fisiologi
1.Fungsi Respirasi
2.Fungsi Penghidu
3.Fungsi Fonetik
4.Fungsi Statik & mekanik
5.Refleks nasal
Sebagai saluran pernapasan.Udara masuk melalui nares anterior naik ke atas setinggi konka media turun ke bawah ke arah nasofaring.
Pengatur Kondisi suhu &
udara
Mengatur kelembaban udara palut lendir (mucous blanket).
Mengatur suhu:- Banyaknya
pembuluh darah di bawah epitel
- Adanya permukaan konka
- Septum yang luas.
Penyaring dan PelindungPartikel debu,
virus, dan bakteri, dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring oleh 1) Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, 2) Silia 3) Palut lendir melekat pada palut lendir
Partikel-partikel yang besar dikeluarkan dgn refleks bersin.
11
Fungsi Penghidu Adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan 1/3 bagian atas septum.
Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat.
2
•Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.
Resonansi Suara
•Hidung membantu proses pembetukan kata-kata.
•Kata dibentuk oleh lidah, bibir, dan palatum mole.
•Pada pembentukan konsonan nasal (m,n, ng) rongga mulut tertutup dan hidung terbua, palatum mole turun untuk aliran udara.
Proses Bicara
3
• Refleks Nasal• Mukosa hidung merupakan reseptor
refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler, dan pernapasan.
• Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti.
5
Tumor Hidung
DefinisiTumor hidung dan sinus paranasal adalah tumor ganas yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal disekitar hidung
Etiologi tumor ganas sinonasal belum diketahui, tetapi diduga beberapa zat kimia atau bahan industry merupakan penyebab antara lain nikel, debu, kayu, kulit, formaldehid, kromium, minyak isopropil
Etiologi dan Epidemiologi
Insiden tertinggi keganasan sinonasal ditemukan di Jepang, yaitu 2 sampai 3,6 per 100.000 penduduk pertahun. Di Department THT FKUI RS Cipto Mangunkusumo, keganasan ini ditemukan pada 10-15% dari seluruh tumor ganas THT. Laki-laki ditemukan lebih banyak dengan rasio laki-laki banding wanita sebesar 2:1.
Gejala klinik
Tergantung dari perluasan tumor, gejala dapat dikategorikan sebagai berikut: Gejala nasal. Gejala nasal berupa obstruksi hidung
unilateral dan rinorea. Sekretnya sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik.
Gejala orbital. Perluasan tumor kearah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.
Gejala oral. Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan di palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut.
Gejala klinik
Gejala fasial. Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai nyeri, anesthesia, atau parasetesia muka jika mengenai n. trigeminus.
Gejala intrakranial. Perluasan tumor ke intracranial menyebabkan sakit kepala hebat, oftalmoplegia, dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak yang keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media, maka saraf-saraf kranial lainnya juga terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai anesthesia dan parestesi daerah yang dipersarafi n. maksilaris dan mandibularis.
DiagnosisInspeksiSaat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah ada asimetri atau distrosi. Jika ada proptosis, perhatikan arah pendorongan bola mata. Jika mata terdorong ke atas berarti tumor berasal dari sinus maksila, jika ke bawah dan lateral berarti tumor berasal dari sinus frontal atau etmoid.
Rhinoskopi anteriorDeskripsi massa sebaik mungkin, apakah permukaannya licin, merupakan pertanda tumor jinak, atau permukaan berbenjol-benjol, rapuh, dan mudah berdarah, merupakan pertanda tumor ganas.
Pemeriksaan Penunjang
Foto polos sinus paranasal kurang berfungsi dalam mendiagnosis. Tetapi foto polos tetap berfungsi sebagai diagnosis awal, terutama jika ada erosi tulang dan perselubungan padat unilateral, harus dicurigai keganasan,
CT scan merupakan sarana terbaik karena lebih jelas memperlihatkan perluasan tumor dan destruksi tulang.
MRI atau Magnetic Resonance Imaging dapat membedakan jaringan tumor dari jaringan normal tetapi kurang begitu baik dalam memperlihatkan destruksi tulang.
Foto polos paru diperlukan untuk melihat adanya metastase tumor di paru.
Penatalaksanaan
Pembedahan atau lebih sering bersama dengan modalitas terapi lainnya seperti radiasi dan kemoterapi sebagai ajuvan sampai saat ini masih merupakan pengobatan utama untuk keganasan di hidung dan sinus paranasal.
Pada tumor jinak dilakukan ekstirpasi tumor sebersih mungkin. Bila perlu dilakukan dengan cara pendekatan rinotomi lateral atau degloving (peningkapan).
Untuk tumor ganas, tindakan operasi harus seradikal mungkin. Biasanya dilakukan maksilektomi medial, total atau radikal
Hemangioma
Definisi
Haemangioma adalah tumor jinak pembuluh darah, yang berasal dari kulit, mukosa dan struktur dalam seperti tulang, otot dan kelenjar.
Terdiri dari dua jenis utama, kapiler dan kavernosa. Ketika neoplasma ini jarang muncul dalam rongga hidung, mereka sebagian besar adalah tipe kapiler dan ditemukan melekat pada septum hidung. Haemangiomas tipe kavernosa, lebih mungkin ditemukan pada dinding lateral rongga hidung
Etiologi
Etiologi hemangioma belum diketahui pasti, namun hal dibawah ini mempengaruhi terjadinya hemangioma adalah : 1. Proliferasi pembuluh darah lokal dan 2. Peningkatan tekanan hidrostatik yang disebabkan oleh
stimulasi lokal berulang. Ini biasanya terjadi pada septum hidung anterior di
Pleksus Kiesselbach karena daerah ini memiliki distribusi pembuluh darah yang banyak dan sebagian besar terkena trauma berulang.
Patofisiologi
Pertumbuhan hemangioma terdiri dari sel lemak dan laju pemisahan yang cepat dari sel endotel dan sel perisit sehingga membentuk kanal sinusodial yang padat.
Pada tahap awal, sel-sel endotel mengekspresikan marker fenotip dari kematangan dan molekul adhesi sel spesifik dan regulasi angiogenesis didokumentasikan oleh ekspresi dari proses proliferasi antigen sel nuklear, dimediasi dan dibagi oleh dua peptida angiogenik, vascular endothelial growth factor (VEGF) dan basic fibroblast growth factor (bFGF).
Fase profilasi
Patofisiologi
Regresi ini ditandai dengan semakin berkurangnya aktivitas endotel dan pembesaran luminal.
Terdapat deposisi progresif dari perivaskular dan jaringan fibrosa interlocular/interlobular, masuknya sebuah sel stroma (termasuk sel mast, fibroblas, dan makrofag), dan munculnya inhibitor jaringan metalloproteinase (TIMP)-1,
Meskipun sel mast muncul dalam fase proliferasi akhir, mereka lebih jelas terlihat selama fase involusi, berinteraksi dengan makrofag, fibroblas, dan jenis sel lainnya.
Fase involuntin
g
Diagnosis
Gejala mungkin termasuk perdarahan hidung unilateral dan sumbatan hidung bertahap selama periode enam bulan.
Dengan rhinoskopi anterior dapat terlihat ukuran hemangioma yang terbatas pada rongga hidung dalam berkisar beberapa mm sampai lebih dari 2 cm.
Dengan melakukan CT, ukuran tumor dan ada atau tidaknya metastasis kedaerah sekitar dapat terlihat.
Angiografi, sangat membantu dalam membedakan hemangioma dari angiofibroma nasofaring dalam kasus-kasus metastasis kedaerah sekitar.
Penatalaksanaan
1. Pengobatan dengan antibiotik topikal setiap hari atau balutan hidrokoloid.
2. Lidokain kental (2,5%) membantu untuk mengontrol rasa sakit. 3. Apabila lesi masih berukuran kecil, eksisi bedah sangat
dianjurkan.4. Pengobatan lini pertama untuk hemangioma adalah terapi
kortikosteroid dapat diberikan per oral maupan intralesi, yang sangat efektif (tingkat respon mencapai 85%). Prednisolon oral 2 sampai 3 mg/kgBB/hari selama 4 sampai 6 minggu.
5. Rekombinan interferon (IFN) α-2α atau 2b adalah sebuah agen lini kedua untuk hemangioma yang membahayakan dan mengancam jiwa. Indikasi penggunaannya adalah (a) kegagalan untuk merespon kortikosteroid, (b) kontraindikasi kortikosteroid parenteral yang berkepanjangan, (d) penolakan orang tua terhadap terapi kortikosteroid. Kortikosteroid dan IFN tidak boleh dipakai bersamaan dalam dosis terapi. Dosis empiris adalah 2 sampai 3 Mu/m2, disuntikkan subkutan setiap hari
Komplikasi
1. Sekitar 10% dari hemangioma menimbulkan komplikasi seperti ulserasi/kerusakan besar, distorsi jaringan yang terlibat, dan obstruksi dari struktur vital.
2. Ulserasi spontan kulit yang terlibat dapat meluas ke jaringan yang lebih dalam, menyebabkan hilangnya sebagian struktur, seperti hidung, kelopak mata, bibir, atau daun telinga.
3. Mungkin 1% dari semua hemangioma menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa, seperti pengalihan aliran darah yang cukup untuk menghasilkan gagal jantung.
Prognosis
Pada umumnya, prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi prognosis keganasan hidung dan sinus paranasal, cara tepat dan akurat.
Faktor-faktor tersebut seperti, perbedaan diagnosis histologi, asal tumor primer, perluasan tumor, pengobatan yang diberikan sebelumnya, status imunologi, terapi ajuvan yang diberikan, status batas sayatan, lamanya follow up, dan banyak lagi faktor lainnya yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan hasil pengobatan yang tentunya berpengaruh terhadap prognosis penyakit ini.
Walaupun demikian, pengobatan yang agresif secara multimodalitas akan memberikan hasil yang terbaik dalam mengontrol tumor primer dan akan meningkatkan angka bertahan hidup selama 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium tumor.
Polip Nasi
Definisi
Polip nasi adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inlamasi mukosa.
Etiologi
Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi adalah rinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang mengemukakan teori dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi belum di ketahui dengan pasti
Epidemiologi
Dalam populasi umum, prevalensi polip nasi sekitar 4%. Terutama mempengaruhi orang dewasa dan biasanya hadir
pada pasien yang lebih tua dari 20 tahun. Di sebuah rumah sakit distrik Nigeria, dilaporkan bahwa
tingkat presentasi maksimum berusia antara 31 dan 40 tahun.
Di Perancis, kejadian diperkirakan meningkat dengan usia, mencapai puncaknya pada kelompok usia 50 sampai 59 tahun.
Polip nasi jarang pada anak di bawah 10 dan mungkin terdapat cystic fibrosis. Dengan rasio polip nasi 2:1 pada laki-laki dibanding perempuan
Patofisiologi
Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetic.
Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan mukosa hidung terjadi akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks osteomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip
Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskular yang berakibat dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lama-kelamaan menyebabkan polip.
Diagnosis
Keluhan utama penderita polip nasi adalah 1. Hidung rasa tersumbat dari yang ringan sampai berat, 2. Rinore dari yang jernih sampai yang purulen, 3. hiposmia atau anosmia. 4. Mungkin disertai bersin-bersin, 5. Rasa nyeri pada hidung disertai nyeri kepala didaerah
frontal. 6. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post
nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul adalah 1. Bernafas melalui mulut, 2. Suara sengau, 3. Halitosis, 4. Gangguan tidur, dan 5. Penurunan kualitas hidup.
Anamnesis
Diagnosis
Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai masssa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.
Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997),
Stadium 1 : Polip masih terbatas dimeatus medius. Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus medius,
tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung.
Stadium 3 : polip yang masif
Pemerikssaan fisik
Diagnosis
Adanya fasilitas endoskopi akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang baru. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan naso-endoskopi.
Pada kasus polip koanal juga dapat sering dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.
Naso-endoskopi
Diagnosis
Foto sinus paranasal (posisi waters, AP, dan lateral) dapat memperlihatkan penebalas mukosa dan adanya batas udara-cairan dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip.
Pemeriksaan tomografi komputer (Tk, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks osteomeatal. Tk teruatama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.
Pemeriksaan Radiologi
Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan topikal atau sistemik.
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapu medikamentosa atau polip masif disarankan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi lokal, etmodektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan BSEF (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional)
Komplikasi
Komplikasi parah jarang terjadi. Komplikasi meliputi: 1. Akut sinusitis bakteri - dengan potensi komplikasi
infeksi intrakranial (misalnya meningitis);. Trombosis sinus kavernosus, komplikasi orbital (periorbital dan selulitis orbital, abses orbital), dan abses subperiosteal.
2. Gangguan Tidur . 3. Dapat berkontribusi untuk gejala asma. 4. Jarang, polip besar (seperti yang terjadi di cystic
fibrosis atau dengan sinusitis jamur alergi) dapat menyebabkan kelainan struktur kraniofasial dengan hasil proptosis, hypertelorism (peningkatan jarak interorbital) dan diplopia.
Prognosis
Tidak ada pengobatan kuratif tunggal dan kekambuhan adalah hal umum, termasuk setelah operasi
Angiofibroma
Definisi dan Epidemilogi
Angiofibroma merupakan tumor yang bersifat jinak secara histopatologis tetapi secara klinis bersifat destruktif.
Angiofibroma berasal terutama di nasofaring dan terbatas pada laki-laki remaja atau anak usia dini. Sedangkan angiofibroma dari rongga hidung sangat langka dan telah dilaporkan terjadi pada septum, konka inferior, medial, dan superior. Pada septum hidung adalah yang sangat langka dengan hanya 5 kasus yang dilaporkan dalam literature inggris. Rasio perempuan dan laki-laki adalah 2:1 dengan usia berkisar 8-50 tahun.
Etiologi
Penyebab dari angiofibroma belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa teori telah diajukan oleh para ahli untuk mendapatkan jawaban yang pasti. Pada dasarnya teori-teori tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu teori jaringan asal dan teori ketidakseimbangan hormonal.
Patofisiologi
Pada teori jaringan asal, dinyatakan bahwa angiofibroma nasofaring terjadi karena pertumbuhan abnormal jaringan fibrokartilago embrional atau periosteum di daerah oksipitalis os sfenoidalis. Diperkirakan bahwa kartilago atau periosteum tersebut merupakan matriks dari angiofibroma. Pada akhirnya didapatkan gambaran lapisan sel epitelial yang mendasari ruang vaskular pada fasia basalis dan dikemukakan bahwa angiofibroma berasal dari jaringan tersebut. Sehingga dikatakan bahwa tempat perlekatan spesifik angiofibroma adalah di dinding posterolateral atap rongga hidung
Teori jaringan
asal
Patofisiologi
Teori ketidakseimbangan hormonal menyatakan bahwa terjadinya angiofibroma diduga karena adanya perubahan aktivitas pituitari. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan hormonal yaitu adanya kekurangan hormon androgen dan atau kelebihan hormon estrogen. Teori ini didasarkan adanya hubungan erat antara tumor dengan jenis kelamin dan usia penderita serta adanya hambatan pertumbuhan pada semua penderita angiofibroma. Diduga tumor berasal dari periosteum nasofaring dikarenakan tidak adanya kesamaan pertumbuhan pembentukkan tulang dasar tengkorak menyebabkan terjadinya hipertropi di bawah periosteum sebagai reaksi terhadap hormonal
Teori ketidakseimbangan hormonal
Diagnosis
Diagnosis angiofibroma nasofaring ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologis jaringan tumor pasca operasi. Tindakan biopsi sebaiknya dihindari atau dilakukan dalam kamar operasi dengan peralatan operasi yang telah dipersiapkan, mengingat bahaya perdarahan yang biasanya sukar dikontrol.
Diagnosis
AnamnesisGejala klinis yang tampak pada penderita angiofibroma sangat bervariasi tergantung dari lokasi tumor serta perluasannya. 1. Pada permulaan penyakit gejala yang paling sering
ditemukan (> 80%) adalah hidung tersumbat yang progresif dilanjutkan dengan adanya epistaksis masif yang berulang.
2. Adanya obstruksi hidung memudahkan terjadinya penimbunan sekret, sehingga timbul rinorea kronis yang diikuti oleh gangguan penciuman.
3. Sefalgia hebat yang menunjukkan bahwa tumor sudah meluas ke intrakranial,
Diagnosis
AnamnesisGejala klinis yang tampak pada penderita angiofibroma sangat bervariasi tergantung dari lokasi tumor serta perluasannya. 1. Pada permulaan penyakit gejala yang paling sering
ditemukan (> 80%) adalah hidung tersumbat yang progresif dilanjutkan dengan adanya epistaksis masif yang berulang.
2. Adanya obstruksi hidung memudahkan terjadinya penimbunan sekret, sehingga timbul rinorea kronis yang diikuti oleh gangguan penciuman.
3. Sefalgia hebat yang menunjukkan bahwa tumor sudah meluas ke intrakranial,
Diagnosis
Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik secara rinoskopi akan terlihat massa tumor yang konsistensinya kenyal, warnanya bervariasi dari abu-abu sampai merah muda, dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin.
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang1. Pada CT scan dengan zat kontras akan
tampak secara tepat perluasan massa tumor serta destruksi tulang ke jaringan sekitarnya
2. Pemeriksaan magnetic resonansi imaging (MRI) dilakukan untuk batas tumor terutama yang telah meluas ke intrakranial
3. Pemeriksaan angiografi (arteriografi) bertujuan melihat pembuluh darah pemasok utama (feeding vessel) untuk tumor serta mengevaluasi besar dan perluasan tumor. Pada pemeriksaan arteriografi arteri karotis interna, akan terlihat vaskularisasi tumor yang biasanya berasal dari cabang arteri maksilaris interna homolateral.
Penatalaksanaan
Pengobatan angiofibroma adalah bedah reseksi. Pendekatan bedah ditentukan oleh ukuran, lokasi dan suplai darah tumor. berbeda inovasi telah dijelaskan untuk eksisi lengkap mulai dari pendekatan endoskopi untuk alotomy dan sebelah lateral rhinotomy untuk eksposur yang lebih baik. Kelangkaan angiofibroma septal dan kurangnya sistem pementasan membuat sulit untuk menetapkan pedoman standar untuk terapi.
Komplikasi
Komplikasi meliputi: perdarahan yang banyak (excessive bleeding). Transformasi keganasan (malignant transformation).
Prognosis
Prognosis angiofibroma pada penderita dimana angka kekambuhan setelah terapi dilaporkan bervariasi antara 6 % hingga 57%.Salah satu penelitian menyebutkan angka rekuren 2,5% dari 19-40 penderita yang dirawat, dan satu dari penderita yang ada mengalami kekambuhan sampai 12 kali. Angka mortalitas penyakit ini sekitar 3%.
Terima kasih
Pembimbing : Dr. Dian Nurul Al Amini,SpTHT
Disusun oleh : Fathul Yasin (2008730067)
Kepaniteraan Stase THT RS Islam Pondok Kopi, Jakarta Timur