63
Laporan kasus Tumor Hidung Pembimbing : Dr. Dian Nurul Al Amini,SpTHT Disusun oleh : Fathul Yasin (2008730067) Kepaniteraan Stase THT RS Islam Pondok

Tumor hidung

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Semoga bermanfaat

Citation preview

Page 1: Tumor hidung

Laporan kasusTumor Hidung

Pembimbing : Dr. Dian Nurul Al Amini,SpTHT

Disusun oleh : Fathul Yasin (2008730067)

Kepaniteraan Stase THT RS Islam Pondok Kopi, Jakarta Timur

Page 2: Tumor hidung

Identitas Pasien

Nama : Ny. SUmur : 29 tahunAlamat : Pulo jahe Pekerjaan : KaryawatiJenis Kelamin : PerempuanAgama : IslamTgl. Datang poli : 24 Januari 2014 No. RM : ...

Page 3: Tumor hidung

Anamnesis

Keluhan UtamaMimisan sejak 2 bulan yang lalu

Keluhan TambahanPilek hilang timbul, hidung tersumbat.

Riwayat Penyakit SekarangMimisan paling banyak setengah tutup botol, seminggu

2x – 3x, kadang sakit kepala dan leher sebelum mimisan sejak 2 bulan yang lalu. Pilek hilang timbul dan hidung tersumbat sejak 2 bulan lalu. Bersin ketika bertemu debu. Demam (-), nyeri didaerah wajah (-), trauma di wajah (-), batuk(-), sakit kepala(-), pusing(-), gatal dihidung(-), nyeri tenggorokan (-), napas berbau (-), nyeri saat menelan (-), sakit gigi (-), gigi berlubang (-), tidur mendengkur (-), keluar cairan dari telinga (-), gangguan pendengaran (-), telinga berdenging (-), sesak napas (-).

Page 4: Tumor hidung

Anamnesis

Riwayat Penyakit DahuluKeluhan ini pertama kali dirasakan. Tidak ada

riwayat Hipertensi, Diabetes Melitus, Asma, ataupun operasi Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan ini tidak di rasakan dalam keluarga Riwayat Pengobatan

Jika pilek beli obat di warung Riwayat Alergi

Alergi, makanan, cuaca, dan obat-obatan disangkal. Riwayat Psikososial

Punya kebiasaan ngorek-ngorek hidung. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal

Page 5: Tumor hidung

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit sedangKesadaran : Compos mentisTanda-tanda VitalTekanan Darah : Tidak diperiksaNadi : Tidak diperiksaFrekuensi Napas : Tidak diperiksaSuhu: Tidak diperiksa

Page 6: Tumor hidung

Pemeriksaan Fisik

Status GeneralisKepala : NormochepalMata: Tidak diperiksaMulut : Bibir kering (-), sianosis (-), pucat (-)Thorax : Tidak diperiksaAbdomen : Tidak diperiksaEkstremitas : Tidak diperiksaKulit : Tidak diperiksa

Page 7: Tumor hidung

Status Pemeriksaan Lokalis THT

TelingaBagian

Kelainan AurisDextra Sinistra

Preaurikula Kelainan kongenitalRadangTumorTraumaNyeri tekan

-----

-----

Aurikula Kelainan kongenitalRadangTumorTraumaNyeri tarik

-----

-----

Retroaurikula EdemaHiperemisNyeri tekanRadangTumorSikatriks

------

------

Page 8: Tumor hidung

CanalisAcustikusExterna

Kelainan kongenitalKulitSekretSerumenEdemaJaringan granulasiMassaCholesteatoma

-Tenang------

-Tenang------

MembranaTimpani

IntakReflek cahayaPerforasiGambar

++-

++-

Tes Penala Interpretasi pada AurisDextra Sinistra

Tes Rhinne Tidak dilakukan Tidak dilakukanTes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukanTes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Page 9: Tumor hidung

Pemeriksaan Hidung Dextra Sinistra

Keadaan Luar

Warna, bentuk dan ukuran

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Rhinoskopi anterior

MukosaSekretConcha inferiorSeptum

Polip/tumorPasase udara

Hiperemis+Eutrofi

Hiperemis+Eutrofi

Hiperemis + Hiperemis, Permukaan licin+

-

+

Page 10: Tumor hidung
Page 11: Tumor hidung

Bagian Kelainan Keterangan

Mulut

Mukosa mulutLidahPalatum molleGigi geligiUvula Halitosis

LembabBersihTenangCaries (-)Simetris-

Tonsil

MukosaBesarKriptaDetritus

Hiperemis (-)T2-T3Tidak melebar-/-

Faring MukosaGranulaPost nasal drip

Hiperemis (-)--

Laring

EpiglotisGlotisAritenoidPita suara

Hiperemis (-) Hiperemis (-)Hiperemis (-)Hiperemis (-)

Page 12: Tumor hidung

Pemeriksaan Penunjang

CT Scan Nasofaring potongan aksial dan koronal tanpa media kontras dengan jarak irisan 5mm dan tebal irisan 2mm. Hasil sbb :

1. Lesi soft tissue hipoechoic di cavum nasi dextra region infero-anterior, dengan diameter lesi 12 - 11 mm, os nasal dan maksila tidak terlihat destruksi

2. Septum nasi tidak deviasi3. Mukosa cavum nasi di region tidak menebal4. Tak tampak pneumatisasi conchae bilateral5. Processus uncinatus kanan dan kiri baik6. Tak tampak sel haller7. Osteo meatal complex kanan dan kiri terbuka8. Sinus paranasal bilateral serasi normal9. Adenoid tidak hipertrofi10.Rongga nasofaring simetris Kesan : Massa soft tissue homogeny di infero-anterior cavum nasi dextra Curiga polip aspek benign

Page 13: Tumor hidung
Page 14: Tumor hidung

Test Hasil Unit Nilai Rujukan

HematologiDarah LengkapHbMCVMCHMCHCEritrositHematokritLeukositTrombositLED

13.7 78 26345.241 12.9 41817

mg/dlflpgg/dl10^6/ul%10^3/ul10^3/ulMm

12.5-15.582-9827-3331-374.5-5.837-475.0-10.0150-4000-20

Page 15: Tumor hidung

Test Hasil Unit Nilai Rujukan

Hitung JenisBasofilEosinofilNetrofilLimfositMonosit

0.31.158.133.47.1

%%%%%

0.0-1.01.0-3.037.0-72.020.0-40.02.0-8.0

HemostasisBleeding TimeCloating Time

3.006.00

MenitMenit

1.00-3.003.00-6.00

Page 16: Tumor hidung

Pemeriksaan Patologi Anatomi

Makroskopik : Jaringan ukuran 1,5x1x0,5cm warna coklat

Mikroskopik : Sediaan berasal dari kavum nasi menunjukkan jaringan ikat sembab berbentuk polipoid mengandung pembuluh-pembuluh darah yang sebagian terbentuk seperti tanduk rusa. Stroma berserbukan ringan. Sel radang menahun.

Kesimpulan : Gambaran histologik mengarah pada angiofibroma. Tidak tampak tanda ganas

Page 17: Tumor hidung

Resume

AnamnesisNy. S mimisan sejak 2 bulan yang lalu. Mimisan paling banyak setengah tutup botol, seminggu 2x – 3x, kadang sakit kepala dan leher sebelum mimisan sejak 2 bulan yang lalu. Pilek hilang timbul dan hidung tersumbat sejak 2 bulan lalu. Bersin ketika bertemu debu. Punya kebiasaan ngorek-ngorek hidung.Pemeriksaan FisikRinoskopi anterior : Mucosa : Livid. Septum : Hiperemis. Polip/Tumor dextra, hiperemis, dan permukaan licin. Pemeriksaan PenunjangCT Scan : Ditemukan Lesi soft tissue hipoechoic di cavum nasi dextra region infero-anteriorPemeriksaan Lab : MCV 78 fl, MCH 26 pg, Leukosit 12.9 10^3/ul, Trombosit 418 10^3/ulPemeriksaan Patologi Anatomi : Gambaran histologik mengarah pada angiofibroma.

Page 18: Tumor hidung

DIAGNOSISAngiofibroma dekstra

 PENATALAKSANAANNon-medikamentosa1. Edukasi ke pasien, untuk menggunakan

masker saat bekerja ataupun saat bepergian.2. Jika menggunakan AC atau kipas angin jangan

langsung mengenai wajah pasien. Medikamentosa3. Dekongestan : Efedrin 1% (lokal), atau

Pseudoefedrin 3x60mg 4. Prednisolon oral 2 sampai 3 mg/kgBB/hari

selama 4 sampai 6 minggu

Page 19: Tumor hidung

PROGNOSISQuo ad vitam : ad bonam Quo ad fungsionam : ad bonam Quo ad sanactionam : ad bonam

Page 20: Tumor hidung

Tinjauan Pustaka

Page 21: Tumor hidung

Hidung

LuarTulan

g

Rongga

Hidung

Meatus

Vaskularisasi

Persarafan Sinus KOM

Nares anterior

Terdapat 4 buah dinding:

Medial septum nasi

Lateral konka nasi

Inferior Os. Maksilaris + Os. Palatum

Superior Lamina Kribriformis (anterior) + Os.

Sfenoid (posterior)

M A k V

Frontal sinus

sfenoid sinus

Ethmoid sinus

Maxila sinus

Frontal sinus

sfenoid sinus

Ethmoid sinus

Maxila sinus

• Merupakan celah pada dinding lateral hidung

• Unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drainase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior (sinus maksila, etmoid anterior dan frontal)

• Unit penting yang membentuknya adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi, dan resesus frontal

Page 22: Tumor hidung

Fisiologi

1.Fungsi Respirasi

2.Fungsi Penghidu

3.Fungsi Fonetik

4.Fungsi Statik & mekanik

5.Refleks nasal

Sebagai saluran pernapasan.Udara masuk melalui nares anterior naik ke atas setinggi konka media turun ke bawah ke arah nasofaring.

Pengatur Kondisi suhu &

udara

Mengatur kelembaban udara palut lendir (mucous blanket).

Mengatur suhu:- Banyaknya

pembuluh darah di bawah epitel

- Adanya permukaan konka

- Septum yang luas.

Penyaring dan PelindungPartikel debu,

virus, dan bakteri, dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring oleh 1) Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, 2) Silia 3) Palut lendir melekat pada palut lendir

Partikel-partikel yang besar dikeluarkan dgn refleks bersin.

11

Fungsi Penghidu Adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan 1/3 bagian atas septum.

Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat.

2

•Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.

Resonansi Suara

•Hidung membantu proses pembetukan kata-kata.

•Kata dibentuk oleh lidah, bibir, dan palatum mole.

•Pada pembentukan konsonan nasal (m,n, ng) rongga mulut tertutup dan hidung terbua, palatum mole turun untuk aliran udara.

Proses Bicara

3

• Refleks Nasal• Mukosa hidung merupakan reseptor

refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler, dan pernapasan.

• Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti.

5

Page 23: Tumor hidung

Tumor Hidung

Page 24: Tumor hidung

DefinisiTumor hidung dan sinus paranasal adalah tumor ganas yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal disekitar hidung

Etiologi tumor ganas sinonasal belum diketahui, tetapi diduga beberapa zat kimia atau bahan industry merupakan penyebab antara lain nikel, debu, kayu, kulit, formaldehid, kromium, minyak isopropil

Etiologi dan Epidemiologi

Insiden tertinggi keganasan sinonasal ditemukan di Jepang, yaitu 2 sampai 3,6 per 100.000 penduduk pertahun. Di Department THT FKUI RS Cipto Mangunkusumo, keganasan ini ditemukan pada 10-15% dari seluruh tumor ganas THT. Laki-laki ditemukan lebih banyak dengan rasio laki-laki banding wanita sebesar 2:1.

Page 25: Tumor hidung

Gejala klinik

Tergantung dari perluasan tumor, gejala dapat dikategorikan sebagai berikut: Gejala nasal. Gejala nasal berupa obstruksi hidung

unilateral dan rinorea. Sekretnya sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik.

Gejala orbital. Perluasan tumor kearah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.

Gejala oral. Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan di palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut.

Page 26: Tumor hidung

Gejala klinik

Gejala fasial. Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai nyeri, anesthesia, atau parasetesia muka jika mengenai n. trigeminus.

Gejala intrakranial. Perluasan tumor ke intracranial menyebabkan sakit kepala hebat, oftalmoplegia, dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak yang keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media, maka saraf-saraf kranial lainnya juga terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai anesthesia dan parestesi daerah yang dipersarafi n. maksilaris dan mandibularis.

Page 27: Tumor hidung

DiagnosisInspeksiSaat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah ada asimetri atau distrosi. Jika ada proptosis, perhatikan arah pendorongan bola mata. Jika mata terdorong ke atas berarti tumor berasal dari sinus maksila, jika ke bawah dan lateral berarti tumor berasal dari sinus frontal atau etmoid.

Rhinoskopi anteriorDeskripsi massa sebaik mungkin, apakah permukaannya licin, merupakan pertanda tumor jinak, atau permukaan berbenjol-benjol, rapuh, dan mudah berdarah, merupakan pertanda tumor ganas.

Page 28: Tumor hidung

Pemeriksaan Penunjang

Foto polos sinus paranasal kurang berfungsi dalam mendiagnosis. Tetapi foto polos tetap berfungsi sebagai diagnosis awal, terutama jika ada erosi tulang dan perselubungan padat unilateral, harus dicurigai keganasan,

CT scan merupakan sarana terbaik karena lebih jelas memperlihatkan perluasan tumor dan destruksi tulang.

MRI atau Magnetic Resonance Imaging dapat membedakan jaringan tumor dari jaringan normal tetapi kurang begitu baik dalam memperlihatkan destruksi tulang.

Foto polos paru diperlukan untuk melihat adanya metastase tumor di paru.

Page 29: Tumor hidung

Penatalaksanaan

Pembedahan atau lebih sering bersama dengan modalitas terapi lainnya seperti radiasi dan kemoterapi sebagai ajuvan sampai saat ini masih merupakan pengobatan utama untuk keganasan di hidung dan sinus paranasal.

Pada tumor jinak dilakukan ekstirpasi tumor sebersih mungkin. Bila perlu dilakukan dengan cara pendekatan rinotomi lateral atau degloving (peningkapan).

Untuk tumor ganas, tindakan operasi harus seradikal mungkin. Biasanya dilakukan maksilektomi medial, total atau radikal

Page 30: Tumor hidung

Hemangioma

Page 31: Tumor hidung

Definisi

Haemangioma adalah tumor jinak pembuluh darah, yang berasal dari kulit, mukosa dan struktur dalam seperti tulang, otot dan kelenjar.

Terdiri dari dua jenis utama, kapiler dan kavernosa. Ketika neoplasma ini jarang muncul dalam rongga hidung, mereka sebagian besar adalah tipe kapiler dan ditemukan melekat pada septum hidung. Haemangiomas tipe kavernosa, lebih mungkin ditemukan pada dinding lateral rongga hidung

Page 32: Tumor hidung

Etiologi

Etiologi hemangioma belum diketahui pasti, namun hal dibawah ini mempengaruhi terjadinya hemangioma adalah : 1. Proliferasi pembuluh darah lokal dan 2. Peningkatan tekanan hidrostatik yang disebabkan oleh

stimulasi lokal berulang. Ini biasanya terjadi pada septum hidung anterior di

Pleksus Kiesselbach karena daerah ini memiliki distribusi pembuluh darah yang banyak dan sebagian besar terkena trauma berulang.

Page 33: Tumor hidung

Patofisiologi

Pertumbuhan hemangioma terdiri dari sel lemak dan laju pemisahan yang cepat dari sel endotel dan sel perisit sehingga membentuk kanal sinusodial yang padat.

Pada tahap awal, sel-sel endotel mengekspresikan marker fenotip dari kematangan dan molekul adhesi sel spesifik dan regulasi angiogenesis didokumentasikan oleh ekspresi dari proses proliferasi antigen sel nuklear, dimediasi dan dibagi oleh dua peptida angiogenik, vascular endothelial growth factor (VEGF) dan basic fibroblast growth factor (bFGF).

Fase profilasi

Page 34: Tumor hidung

Patofisiologi

Regresi ini ditandai dengan semakin berkurangnya aktivitas endotel dan pembesaran luminal.

Terdapat deposisi progresif dari perivaskular dan jaringan fibrosa interlocular/interlobular, masuknya sebuah sel stroma (termasuk sel mast, fibroblas, dan makrofag), dan munculnya inhibitor jaringan metalloproteinase (TIMP)-1,

Meskipun sel mast muncul dalam fase proliferasi akhir, mereka lebih jelas terlihat selama fase involusi, berinteraksi dengan makrofag, fibroblas, dan jenis sel lainnya.

Fase involuntin

g

Page 35: Tumor hidung

Diagnosis

Gejala mungkin termasuk perdarahan hidung unilateral dan sumbatan hidung bertahap selama periode enam bulan.

Dengan rhinoskopi anterior dapat terlihat ukuran hemangioma yang terbatas pada rongga hidung dalam berkisar beberapa mm sampai lebih dari 2 cm.

Dengan melakukan CT, ukuran tumor dan ada atau tidaknya metastasis kedaerah sekitar dapat terlihat.

Angiografi, sangat membantu dalam membedakan hemangioma dari angiofibroma nasofaring dalam kasus-kasus metastasis kedaerah sekitar.

Page 36: Tumor hidung

Penatalaksanaan

1. Pengobatan dengan antibiotik topikal setiap hari atau balutan hidrokoloid.

2. Lidokain kental (2,5%) membantu untuk mengontrol rasa sakit. 3. Apabila lesi masih berukuran kecil, eksisi bedah sangat

dianjurkan.4. Pengobatan lini pertama untuk hemangioma adalah terapi

kortikosteroid dapat diberikan per oral maupan intralesi, yang sangat efektif (tingkat respon mencapai 85%). Prednisolon oral 2 sampai 3 mg/kgBB/hari selama 4 sampai 6 minggu.

5. Rekombinan interferon (IFN) α-2α atau 2b adalah sebuah agen lini kedua untuk hemangioma yang membahayakan dan mengancam jiwa. Indikasi penggunaannya adalah (a) kegagalan untuk merespon kortikosteroid, (b) kontraindikasi kortikosteroid parenteral yang berkepanjangan, (d) penolakan orang tua terhadap terapi kortikosteroid. Kortikosteroid dan IFN tidak boleh dipakai bersamaan dalam dosis terapi. Dosis empiris adalah 2 sampai 3 Mu/m2, disuntikkan subkutan setiap hari

Page 37: Tumor hidung

Komplikasi

1. Sekitar 10% dari hemangioma menimbulkan komplikasi seperti ulserasi/kerusakan besar, distorsi jaringan yang terlibat, dan obstruksi dari struktur vital.

2. Ulserasi spontan kulit yang terlibat dapat meluas ke jaringan yang lebih dalam, menyebabkan hilangnya sebagian struktur, seperti hidung, kelopak mata, bibir, atau daun telinga.

3. Mungkin 1% dari semua hemangioma menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa, seperti pengalihan aliran darah yang cukup untuk menghasilkan gagal jantung.

Page 38: Tumor hidung

Prognosis

Pada umumnya, prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi prognosis keganasan hidung dan sinus paranasal, cara tepat dan akurat.

Faktor-faktor tersebut seperti, perbedaan diagnosis histologi, asal tumor primer, perluasan tumor, pengobatan yang diberikan sebelumnya, status imunologi, terapi ajuvan yang diberikan, status batas sayatan, lamanya follow up, dan banyak lagi faktor lainnya yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan hasil pengobatan yang tentunya berpengaruh terhadap prognosis penyakit ini.

Walaupun demikian, pengobatan yang agresif secara multimodalitas akan memberikan hasil yang terbaik dalam mengontrol tumor primer dan akan meningkatkan angka bertahan hidup selama 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium tumor.

Page 39: Tumor hidung

Polip Nasi

Page 40: Tumor hidung

Definisi

Polip nasi adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inlamasi mukosa.

Etiologi

Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi adalah rinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang mengemukakan teori dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi belum di ketahui dengan pasti

Page 41: Tumor hidung

Epidemiologi

Dalam populasi umum, prevalensi polip nasi sekitar 4%. Terutama mempengaruhi orang dewasa dan biasanya hadir

pada pasien yang lebih tua dari 20 tahun. Di sebuah rumah sakit distrik Nigeria, dilaporkan bahwa

tingkat presentasi maksimum berusia antara 31 dan 40 tahun.

Di Perancis, kejadian diperkirakan meningkat dengan usia, mencapai puncaknya pada kelompok usia 50 sampai 59 tahun.

Polip nasi jarang pada anak di bawah 10 dan mungkin terdapat cystic fibrosis. Dengan rasio polip nasi 2:1 pada laki-laki dibanding perempuan

Page 42: Tumor hidung

Patofisiologi

Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetic.

Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan mukosa hidung terjadi akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks osteomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip

Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskular yang berakibat dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lama-kelamaan menyebabkan polip.

Page 43: Tumor hidung

Diagnosis

Keluhan utama penderita polip nasi adalah 1. Hidung rasa tersumbat dari yang ringan sampai berat, 2. Rinore dari yang jernih sampai yang purulen, 3. hiposmia atau anosmia. 4. Mungkin disertai bersin-bersin, 5. Rasa nyeri pada hidung disertai nyeri kepala didaerah

frontal. 6. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post

nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul adalah 1. Bernafas melalui mulut, 2. Suara sengau, 3. Halitosis, 4. Gangguan tidur, dan 5. Penurunan kualitas hidup.

Anamnesis

Page 44: Tumor hidung

Diagnosis

Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung.

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai masssa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.

Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997),

Stadium 1 : Polip masih terbatas dimeatus medius. Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus medius,

tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung.

Stadium 3 : polip yang masif

Pemerikssaan fisik

Page 45: Tumor hidung
Page 46: Tumor hidung

Diagnosis

Adanya fasilitas endoskopi akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang baru. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan naso-endoskopi.

Pada kasus polip koanal juga dapat sering dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.

Naso-endoskopi

Page 47: Tumor hidung

Diagnosis

Foto sinus paranasal (posisi waters, AP, dan lateral) dapat memperlihatkan penebalas mukosa dan adanya batas udara-cairan dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip.

Pemeriksaan tomografi komputer (Tk, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks osteomeatal. Tk teruatama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.

Pemeriksaan Radiologi

Page 48: Tumor hidung

Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.

Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan topikal atau sistemik.

Kasus polip yang tidak membaik dengan terapu medikamentosa atau polip masif disarankan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi lokal, etmodektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan BSEF (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional)

Page 49: Tumor hidung

Komplikasi

Komplikasi parah jarang terjadi. Komplikasi meliputi: 1. Akut sinusitis bakteri - dengan potensi komplikasi

infeksi intrakranial (misalnya meningitis);. Trombosis sinus kavernosus, komplikasi orbital (periorbital dan selulitis orbital, abses orbital), dan abses subperiosteal.

2. Gangguan Tidur . 3. Dapat berkontribusi untuk gejala asma. 4. Jarang, polip besar (seperti yang terjadi di cystic

fibrosis atau dengan sinusitis jamur alergi) dapat menyebabkan kelainan struktur kraniofasial dengan hasil proptosis, hypertelorism (peningkatan jarak interorbital) dan diplopia.

Page 50: Tumor hidung

Prognosis

Tidak ada pengobatan kuratif tunggal dan kekambuhan adalah hal umum, termasuk setelah operasi

Page 51: Tumor hidung

Angiofibroma

Page 52: Tumor hidung

Definisi dan Epidemilogi

Angiofibroma merupakan tumor yang bersifat jinak secara histopatologis tetapi secara klinis bersifat destruktif.

Angiofibroma berasal terutama di nasofaring dan terbatas pada laki-laki remaja atau anak usia dini. Sedangkan angiofibroma dari rongga hidung sangat langka dan telah dilaporkan terjadi pada septum, konka inferior, medial, dan superior. Pada septum hidung adalah yang sangat langka dengan hanya 5 kasus yang dilaporkan dalam literature inggris. Rasio perempuan dan laki-laki adalah 2:1 dengan usia berkisar 8-50 tahun.

Page 53: Tumor hidung

Etiologi

Penyebab dari angiofibroma belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa teori telah diajukan oleh para ahli untuk mendapatkan jawaban yang pasti. Pada dasarnya teori-teori tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu teori jaringan asal dan teori ketidakseimbangan hormonal.

Page 54: Tumor hidung

Patofisiologi

Pada teori jaringan asal, dinyatakan bahwa angiofibroma nasofaring terjadi karena pertumbuhan abnormal jaringan fibrokartilago embrional atau periosteum di daerah oksipitalis os sfenoidalis. Diperkirakan bahwa kartilago atau periosteum tersebut merupakan matriks dari angiofibroma. Pada akhirnya didapatkan gambaran lapisan sel epitelial yang mendasari ruang vaskular pada fasia basalis dan dikemukakan bahwa angiofibroma berasal dari jaringan tersebut. Sehingga dikatakan bahwa tempat perlekatan spesifik angiofibroma adalah di dinding posterolateral atap rongga hidung

Teori jaringan

asal

Page 55: Tumor hidung

Patofisiologi

Teori ketidakseimbangan hormonal menyatakan bahwa terjadinya angiofibroma diduga karena adanya perubahan aktivitas pituitari. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan hormonal yaitu adanya kekurangan hormon androgen dan atau kelebihan hormon estrogen. Teori ini didasarkan adanya hubungan erat antara tumor dengan jenis kelamin dan usia penderita serta adanya hambatan pertumbuhan pada semua penderita angiofibroma. Diduga tumor berasal dari periosteum nasofaring dikarenakan tidak adanya kesamaan pertumbuhan pembentukkan tulang dasar tengkorak menyebabkan terjadinya hipertropi di bawah periosteum sebagai reaksi terhadap hormonal

Teori ketidakseimbangan hormonal

Page 56: Tumor hidung

Diagnosis

Diagnosis angiofibroma nasofaring ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologis jaringan tumor pasca operasi. Tindakan biopsi sebaiknya dihindari atau dilakukan dalam kamar operasi dengan peralatan operasi yang telah dipersiapkan, mengingat bahaya perdarahan yang biasanya sukar dikontrol.

Page 57: Tumor hidung

Diagnosis

AnamnesisGejala klinis yang tampak pada penderita angiofibroma sangat bervariasi tergantung dari lokasi tumor serta perluasannya. 1. Pada permulaan penyakit gejala yang paling sering

ditemukan (> 80%) adalah hidung tersumbat yang progresif dilanjutkan dengan adanya epistaksis masif yang berulang.

2. Adanya obstruksi hidung memudahkan terjadinya penimbunan sekret, sehingga timbul rinorea kronis yang diikuti oleh gangguan penciuman.

3. Sefalgia hebat yang menunjukkan bahwa tumor sudah meluas ke intrakranial,

Page 58: Tumor hidung

Diagnosis

AnamnesisGejala klinis yang tampak pada penderita angiofibroma sangat bervariasi tergantung dari lokasi tumor serta perluasannya. 1. Pada permulaan penyakit gejala yang paling sering

ditemukan (> 80%) adalah hidung tersumbat yang progresif dilanjutkan dengan adanya epistaksis masif yang berulang.

2. Adanya obstruksi hidung memudahkan terjadinya penimbunan sekret, sehingga timbul rinorea kronis yang diikuti oleh gangguan penciuman.

3. Sefalgia hebat yang menunjukkan bahwa tumor sudah meluas ke intrakranial,

Page 59: Tumor hidung

Diagnosis

Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik secara rinoskopi akan terlihat massa tumor yang konsistensinya kenyal, warnanya bervariasi dari abu-abu sampai merah muda, dengan konsistensi kenyal dan permukaan licin.

Page 60: Tumor hidung

Diagnosis

Pemeriksaan Penunjang1. Pada CT scan dengan zat kontras akan

tampak secara tepat perluasan massa tumor serta destruksi tulang ke jaringan sekitarnya

2. Pemeriksaan magnetic resonansi imaging (MRI) dilakukan untuk batas tumor terutama yang telah meluas ke intrakranial

3. Pemeriksaan angiografi (arteriografi) bertujuan melihat pembuluh darah pemasok utama (feeding vessel) untuk tumor serta mengevaluasi besar dan perluasan tumor. Pada pemeriksaan arteriografi arteri karotis interna, akan terlihat vaskularisasi tumor yang biasanya berasal dari cabang arteri maksilaris interna homolateral.

Page 61: Tumor hidung

Penatalaksanaan

Pengobatan angiofibroma adalah bedah reseksi. Pendekatan bedah ditentukan oleh ukuran, lokasi dan suplai darah tumor. berbeda inovasi telah dijelaskan untuk eksisi lengkap mulai dari pendekatan endoskopi untuk alotomy dan sebelah lateral rhinotomy untuk eksposur yang lebih baik. Kelangkaan angiofibroma septal dan kurangnya sistem pementasan membuat sulit untuk menetapkan pedoman standar untuk terapi.  

Page 62: Tumor hidung

Komplikasi

Komplikasi meliputi: perdarahan yang banyak (excessive bleeding). Transformasi keganasan (malignant transformation).

Prognosis

Prognosis angiofibroma pada penderita dimana angka kekambuhan setelah terapi dilaporkan bervariasi antara 6 % hingga 57%.Salah satu penelitian menyebutkan angka rekuren 2,5% dari 19-40 penderita yang dirawat, dan satu dari penderita yang ada mengalami kekambuhan sampai 12 kali. Angka mortalitas penyakit ini sekitar 3%.

Page 63: Tumor hidung

Terima kasih

Pembimbing : Dr. Dian Nurul Al Amini,SpTHT

Disusun oleh : Fathul Yasin (2008730067)

Kepaniteraan Stase THT RS Islam Pondok Kopi, Jakarta Timur